LP Fraktur Cruris
LP Fraktur Cruris
A. Pengertian
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulng tibia dan fibula. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorbsinya. (Brunner &
Suddart, 2011).
B. Jenis-Jenis Fraktur (Doenges, 2011)
1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang
3. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
5. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi
lainnya membengkak.
6. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
9. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau
tendo pada daerah perlekatannnya.
C. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
1. Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah
pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai
tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada. Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker
yang bermetastase atau osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar
tulang tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
4. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh
dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
6. Fraktur
tibia
dan
fibula
secara
umum
akibat
dari
pemutaran
segera
sebab
dapat menimbulkan
syok
hipovolemik.
darah
putih
dan
sel anast
berakumulasi
menyebabkan
PATHWAY
E. Manisfestasi Klinis
Menurut Black,2011 manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
F. Pemeriksaan Penunjang (Doengoes, 2011)
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Kreatinin
trauma
otot
meningkatkan
beban
kreatinin
untuk
klirens ginjal
G. Penatalaksanaan (Doengoes, 2011)
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak semula.
2. Imobilisasi fraktur. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan
gerakan) dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
tulang
patah
telah sembuh
dalam
posisi
yang
tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4. Kecemasan
berhubungan
dengan
nyeri,
ketidakmampuan
dan
gangguan mobilisasi.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
berdekatan.
e. Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter (mppp,
Hb, Ht).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah.
f. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
g. Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
menyiapkan
klien
intervensi
pembedahan.
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih
parah.
3. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
10
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tanda-tanda
vital dalam batas normal dan pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam.
R/ Infeksi yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh.
b. Monitor hasil laboratorium (leukosit).
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi.
c. Rawat luka secara steril.
R/ Mengurangi risiko terjadinya infeksi.
d. Beri diet tinggi kalori dan tinggi protein.
R/ Makanan yang bergizi akan membantu meningkatkan pertahanan
tubuh.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
R/ Mengidentifikasi supaya infeksi tidak terjadi.
4. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
Tujuan:
Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan klien tidak
mengeluh nyeri, mampu melakukan aktivitas sebagaimana mestinya,
dan mengungkapkan perasaan lebih santai, ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ Menentukan intervensi yang tepat.
b. Beri
dan
luangkan
waktu
bagi
klien
untuk
mengungkapkan
perasaannya.
R/ Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan
untuk didengarkan.
c. Ajarkan dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi
kecemasan.
R/ Mengurangi kecemasan klien.
11
d. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk mengatasi kecemasan yang lain.
R/ Klien tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang
menimbulkan kecemasan.
e. Berikan dukungan kepada klien untuk berinteraksi dengan keluarga,
orang tua terdekat.
R/ Orang terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling
tepat.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi untuk mengurangi
kecemasan klien.
R/ dapat memulihkan klien ke tingkat awal.
5. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Tujuan:
Klien dapat mengetahui tentang penyakit, penyebab, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan serta tindakan operasi dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya, penyebab,
tanda gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien mengenai penyakit yang sedang
dialaminya.
b. Jalin hubungan saling percaya.
R/ Mempercepat proses penerimaan diri.
c. Jelaskan tentang rencana operasi dan post operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
d. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/ Meningkatkan pengetahuan dan kerjasama klien.
e. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan
di bawah fraktur.
12
R/
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan
adanya luka operasi.
Tujuan:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: ekspresi wajah tenang, klien mengungkapkan nyeri
berkurang. Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya
nyeri. b. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pasien. c. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
R/ Napas dalam dapat mengendorkan ketegangan, sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri.
d. Berikan posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur
sesuai anatominya.
R/
13
14
R/
Kerjasama
antara
perawat
dengan
pasien
yang
baik
penyembuhan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
Tujuan:
Perubahan nutrisi tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
penyembuhan tulang dan jaringan dapat kembali secara bertahap
sempurna seperti normalnya.
Intervensi:
a. Kaji abdomen, catat adanya bising usus, distensi abdomen dan
keluhan mual.
R/ Distensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan
penurunan tak adanya bising usus untuk mencerna makanan.
b. Berikan perawatan oral.
R/
membran kering.
c. Bantu pasien dalam pemilihan makanan/cairan yang memenuhi
kebutuhan nutrisi tinggi kalsium.
R/
Mewaspadai
terjadinya
hiperglikemia
karena
peningkatan
16
Tujuan:
Regimen terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien dapat mengetahui penyakit, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan prosedur operasi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi.
R/
penyakit.
b. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif
secara teratur.
R/
17
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
and
Suddarth
(2011). Buku
Ajar
Keperawatan
Medikal
Sylvia
A.
(2010). Patofisiologi
Konsep
Klinis
Proses-
18