Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia perindustrian dewasa ini mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya perusahaan
dan pabrik-pabrik yang didirikan dimana-mana dengan perlengkapan
diberbagai bidang, baik mesin-mesin yang serba modern dan alat-alat
teknologi yang serba canggih maupun bahan yang diolah dan
digunakan. Terkait dengan semua hal diatas tentunya membutuhkan
keahlian, keterampilan dan perlindungan bagi

tenaga kerja dalam

mengoperasikan peralatan dan bahan dalam produksi.


Bangsa Indonesia sekarang ini merupakan bangsa yang masih
berkembang dan telah berusaha menuju ke era bangsa yang modern
dengan memacu peningkatan kesejahteraan melalui pembangunan di
bidang industri.
Pembangunan disektor industri, perlu pengawasan sejak dini
agar tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan dan tenaga
kerjanya, sehingga tenaga kerja tidak mengalami kecelakaan akibat
kerja.
Pada era industrialisasi yang akan menambah jumlah dan jenis
pekerjaan serta tenaga kerja pada perusahaan harus berwawasan
industrialisasi yang sehat, baik terhadap lingkungan kerja maupun
tenaga kerjanya, karena tenaga kerja merupakan aset dan motor

penggerak pembangunan bangsa. Mengingat

perusahaan/industri

yang memperkerjakan tenaga kerja selalu terjadi kecelakaan kerja


bahkan kematian yang disebabkan belum terpenuhinya persyaratanpersyaratan kerja seperti halnya

penerapan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja ( K3 ) pada perusahaan atau industri tersebut.


Penerapan K3 pada industri dapat dilaksanakan melalui
penyuluhan, pelatihan, pemeriksaan kesehatan dan penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) kepada tenaga kerja disuatu industri yang
bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Pencapaian tujuan tersebut sesuai dengan perlakuan terhadap tenaga
kerja

yang

sesuai

dengan

moral,

agama,

kesusilaan,

dan

kemanusiaan.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan. Pasal 86 ayat 1 :
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
A. Keselamatan dan kesehatan kerja
B. Moral dan kesusilaan
C. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Ayat 2 menyatakan :

Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan


produktifitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja.
Untuk melaksanakan dan mengamalkan undang-undang ini
maka

perlunya

sumber

daya

manusia

yang

cakap,

terampil,

mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi, perasaan memiliki


(sense

of

belonging)

terhadap

perusahaan

serta

mempunyai

kesadaran, kemauan, dan komitmen yang tinggi pula terhadap K3.


Hanya mereka yang berkualitas yang berhasil memanfaatkan ilmu dan
teknologi dan hanya merekalah yang dapat mengoperasikan peralatan
canggih dan efisien. Dengan adanya sumber daya manusia yang
berkualitas dan keterampilan yang memadai, maka jumlah angkatan
kerja di Indonesia saat ini bisa teratasi.
Berdasarkan pengambilan data awal bulan mei, tahun 2006
pada PT. Sermani Steel makassar, dapat dikemukakan bahwa dalam
proses produksinya melalui tiga tahapan,yaitu proses pemotongan
baja (shearing line), pelapisan baja (galvanizing line) dan pembuatan
gelombang (corrugation line). Tiap tahapan pada proses tersebut
mempunyai resiko adanya kecelakaan akibat kerja. K3 telah
dilaksanakan di PT. Sermani Steel Makassar 15 tahun.
Data kecelakaan kerja yang pernah terjadi selama 3 tahun
terakhir ini yaitu : pada tahun 2003 terjadi kecelakaan kerja sebanyak 6
orang, pada tahun 2004 terjadi kecelakaan kerja sebanyak 9 orang,

pada tahun 2005 terjadi kecelakaan kerja sebanyak 5 orang. Jenis


kecelakaan yang pernah dialami adalah: lengan kiri teriris seng, kaki
bengkak terjatuh timah hitam, pinggang keseleo sewaktu mengangkat
rol karet, lengan kanan melepuh terkena seng panas, lengan kanan
kena spesial fluk ( bahan seng ), kaki kiri luka terjatuh dalam lubang
pengangkat coill rolled dan terkena fluk waktu bekerja di atas ford
galvanizing.
Dari hasil penelitian Asmawati Zainuddin, pada tahun 2005 di
PT. Panca Usaha Palopo Plywood menuliskan bahwa pada tahun 2002
terjadi angka kecelakaan kerja sebanyak 30 orang, tahun 2003 angka
kecelakaan sebanyak 32 orang dan pada tahun 2004 terjadi angka
kecelakaan sebanyak 22 orang. Berdasarkan data di atas dapat
dinyatakan bahwa adanya kecelakaan yang terjadi pada perusahaan
disebabkan penerapan K3 yang tidak dilaksanakan dengan baik.
Untuk itu, penerapan K3 merupakan wujud nyata dari suatu
komitmen bersama untuk menciptakan suatu proses dan lingkungan
kerja

yang

terhindar

dari

kemungkinan

terjadinya

kecelakaan

(accident) ataupun kejadian yang nyaris menimbulkan kerugian


(incident ), sehingga akan tercipta target yang mulia zero accident
dan terbebas dari kecelakaan akibat kerja.
Secara umum terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2
golongan penyebab ( Sumamur, 1993 ) yaitu :

1. Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan


(Unsafe Human Acts).
2. Keadaan-keadaan

lingkungan

yang

tidak

aman

(Unsafe

Conditions).
Hubungan faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat
sering ditemui. Berdasarkan (Sumamur P.K, 1993) menunjukkan
bahwa

80%-85%

kecelakaan

disebabkan

oleh

kelalaian

atau

kesalahan manusia.
Karyawan adalah salah satu unsur yang secara langsung
berhadapan dengan segala macam sebab akibat yang mungkin timbul
sehubungan

dengan

pekerjaan

yang

sedang

dilakukan,

yang

selayaknya mendapat perhatian dari segala akibat yang tidak


diinginkan dari pekerjaan tersebut. Banyak permasalahan yang timbul
dalam upaya pengembangan proses produksi dengan menggunakan
berbagai peralatan industri yang modern dengan batas tertentu dapat
menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja.
Mengingat angka kecelakaan kerja selalu disebabkan oleh
akibat perbuatan manusia, maka hal ini perlu segera mendapat
perhatian dan pencegahan melalui penerapan Keselamatan dan
Kesehatan

Kerja ( K3 ). Sehingga angka kecelakaan kerja dapat

diturunkan terutama yang diakibatkan oleh faktor manusia.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul : Hubungan Penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
pada Karyawan Bagian Produksi PT. Sermani Steel Makassar .
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis
terdorong

untuk

melakukan

penelitian

tentang

Bagaimana

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kejadian


Kecelakaan Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT.Sermani Steel
Makassar .
C. BATASAN MASALAH
Karena banyaknya masalah yang berkaitan dengan kejadian
kecelakaan akibat kerja pada suatu perusahaan bagi karyawan, maka
penulis membatasi ruang lingkup masalah yaitu penerapan K3 yang
dilaksanakan melalui penyuluhan, pelatihan, pemeriksaan kesehatan,
dan penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD ).
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penerapan K3 dengan kejadian
kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi PT. Sermani
Steel Makassar.

2. Tujuan Khusus
A. Untuk mengetahui hubungan penerapan penyuluhan dengan
kejadian kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi.
b.

Untuk mengetahui hubungan penerapan pelatihan dengan


kejadian kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi.

c.

Untuk

mengetahui

hubungan

penerapan

pemeriksaan

kesehatan dengan kejadian kecelakaan kerja pada karyawan


bagian produksi.
d.

Untuk mengetahui hubungan penerapan penggunaan APD


dengan kejadian

kecelakaan kerja pada karyawan bagian

produksi.
E. MANFAAT PENELITIAN.
1.

Manfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan


serta mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah.

2.

Manfaat bagi perusahaan sebagai masukan dalam mengantisipasi


terjadinya kecelakaan dan gangguan akibat kerja.

3.

Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan kepada pihak yang


akan melakukan penelitian selanjutnya.

4.

Industri terkait, dapat mengembangkan profesi terutama di bidang


lingkungan, khususnya pada hygiene perusahaan serta penerapan
K3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses kerjanya. Landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, yang tersebar
pada

segenap

kegiatan

ekonomi,

seperti

pertanian,

industri,

pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa, dan lain-lain


( Suma'mur, 1993 ).
Keselamatan
pencegahan

kerja

kecelakaan,

merupakan
cacat,

dan

sasaran
kematian

utama

untuk

sebagai

akibat

kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang


bagi keamanan tenaga kerja ( Suma'mur, 1993 ).
Ilmu kesehatan kerja mempelajari teknik, metode serta
berbagai upaya penyelesaian masalah dengan cara menyerasikan
kapasitas atau kemampuan kerja, beban kerja, lingkungan kerja, yang
dapat merupakan beban tambahan. Kesehatan kerja yang buruk akan
timbul bila ketiga komponen tersebut tidak sesuai ( Umar Fahmi
Achmadi, 1993 ).
Audit keselamatan kerja adalah suatu pengujian yang kritis dan
sistematis terhadap seluruh kegiatan operasi perusahaan ( perangkat

lunak dan keras ), untuk menunjukkan atau mengidentifikasikan


keselamatan sistem atau subsistem dan menentukan langkah
perbaikannya sebelum menimbulkan kerugian, kecelakaan, dan
kerusakan ( Tan Malaka dan Roberts Sugihardjo, 1999 ).
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan
beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau komunitas
pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha promotif, preventif,
dan

rehabilitatif

terhadap

penyakit

atau

gangguan-gangguan

kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor dan lingkungan pekerja,


serta terhadap penyakit umum ( Suma'mur, 1994 ).
Kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat, di
dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor dan sebagainya)
dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah masyarakat
pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan ( Soekidjo Notoatmojo,
2003 ).
2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma'mur ( 1993 )
adalah sebagai berikut :
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional.

10

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat


kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien.
Selain tujuan yang diungkapkan oleh Suma'mur di atas,
adapun tujuan kesehatan kerja menurut Soekidjo Notoatmojo ( 2003 )
yaitu :
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat
kerja.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
3. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktifitas tenaga
kerja.
4. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan
serta kenikmatan kerja.
5. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar
terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh
perusahaan tersebut.
6. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang ditimbulkan oleh
produk-produk perusahaan.
3. Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja berlaku
untuk setiap tempat kerja yang di dalamnya terdapat tiga unsur yaitu
( Audit K3, DK3N,1993 ) :

11

a. Adanya suatu usaha, baik usaha itu bersifat ekonomis maupun


sosial.
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terusmenerus maupun sewaktu-waktu.
c. Adanya sumber bahaya.
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja seharusnya
dimulai dari tahap perencanaan, pembuatan, dan pemakaian terhadap
barang, produk teknis dan aparat produksi bahaya kecelakaan ( Audit
K3, DK3N,1993 ).
4. Syarat-Syarat Keselamatan Kerja
Dalam UndangUndang No 1 tahun 1970 pasal 3 dan 4
memuat syarat-syarat keselamatan kerja ( Sumamur, 1993 ) yaitu
sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu,
kelembaban, cuaca, sinar dan radiasi, suara dan getaran.

12

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik


fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman, atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
5. Program Pelayanan Kesehatan Kerja
Menurut Erna Tresnaningsih, ( 1993 ) bahwa :
a. Pelayanan preventif
1. Pemeriksaan kesehatan yang terdiri atas pemeriksaan awal
atau sebelum bekerja, berkala, dan pemeriksaan khusus.
2. Imunisasi.
3. Kesehatan lingkungan kerja.

13

4. Perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya dari pekerjaan.


5. Penyerasian manusia dengan mesin dan alat-alat kerja secara
ergonomi.
6. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam
keadaan aman (pengenalan, pengukuran, dan evaluasi).
b. Pelayanan promotif
1. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.
2. Pemeliharaan berat badan ideal.
3. Perbaikan gizi : menu seimbang dan pemilihan makanan yang
aman.
4. Pemeliharaan tempat, cara dan lingkungan kerja yang sehat.
5. Konsultasi ( counselling ) untuk perkembangan kejiwaan yang
sehat, nasehat perkawinan dan keluarga berencana.
6. Olahraga fisik dan rekreasi.
c. Pelayanan kuratif
1. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah
memperlihatkan gangguan kesehatan atau gejala dini dengan
mengobati penyakitnya agar cepat sembuh dan mencegah
komplikasi atau penularan terhadap keluarganya atau teman
sekerjanya.
2. Pada tenaga kerja yang sudah menderita sakit, pelayanan ini
diberikan untuk menghentikan proses penyakit sehingga dapat

14

sembuh, mempercepat masa istirahat kerja dan mencegah


terjadinya cacat atau kematian.
3. Pelayanan

yang diberikan meliputi pengobatan terhadap

penyakit umum maupun penyakit dan kecelakaan akibat kerja.


d. Pelayanan rehabilitatif
1. Pelatihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan
kemampuan yang masih ada secara maksimal.
2. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif
sesuai kemampuannya.
3. Penyuluhan pada masyarakat dan pengusaha agar mau
menerima menggunakan tenaga kerja yang cacat.
6. Manfaat Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manfaat audit K3 dalam suatu perusahaan atau industri ( Audit
K3, DK3N, 1993 ) dapat dilihat sebagai berikut :
a. Manajemen atau pengurus mengetahui kelemahan unsur sistem
operasi sebelum timbul gangguan operasi, insiden atau kecelakaan
yang merugikan sehingga kerugian dapat ditekan dan kehandalan
serta efisiensi dapat ditingkatkan.
b. Diperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang status mutu
pelaksanaan K3 yang ada saat ini, sasaran apa yang ingin dicapai
di masa mendatang dan tingkat pemenuhan terhadap peraturan
atau perundang-undangan K3 yang berlaku.

15

c. Diperoleh peningkatan pengetahuan, kematangan, dan kesadaran


tentang K3 bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan K3.
d. Peningkatan citra pengurus perusahaan.
7. Langkah Penerapan Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Adapun langkah-langkah penerapan audit K3 (Tan Malaka dan
Robert Sugihardjo, 1999 ) adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan keputusan pelaksanaan audit, lengkap dengan sasaran
team audit keselamatan kerja dibantu oleh pemimpin unit atau
instalasi setempat.
b. Pelatihan
Pada tahap ini dilakukan pelatihan kepada anggota team mengenai
prinsip, metoda, standar teknis, dan tolak ukur yang dipakai
sebagai penilaian.
c. Persiapan audit keselamatan kerja
Pada tahap ini team mengembangkan daftar periksa ( checklist )
dan daftar pertanyaan ( questioner ) lengkap dengan standar
penilaiannya.
d. Pemeriksaan
Pada tahap ini team melakukan pemeriksaan secara langsung
untuk melihat keadaan sarana, perangkat lunak ( pelaksanaan
prosedur, peraturan, organisasi dan sebagainya ), dan karyawan.

16

e.

Pelaporan hasil pemeriksaan


Sebelum dibuat laporan lengkap hasil audit, ada baiknya dilakukan
presentasi kepada team manajemen unit untuk memperoleh
tanggapan, setelah itu dibuat laporan lengkap yang disampaikan
kepada pimpinan tertinggi unit atau instalasi yang diaudit.

f.

Pemantauan
Team bertanggung jawab untuk memantau perbaikan sebagai
tindak lanjut dari saran yang diberikan. Pimpinan unit atau instalasi
supaya memastikan perbaikan telah dilaksanakan.

8. Pengendalian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


a. Upaya-upaya pengendalian ( Gempur Santoso,2004 ) adalah :
1. Subtitusi bahan-bahan kimia yang berbahaya.
2. Proses isolasi.
3. Pemasangan lokal exhauster.
4. Ventilasi umum.
5. Pemakaian alat pelindung diri.
6. Ketatarumahtanggaan perusahaan.
7. Pengadaan fasilitas saniter.
8. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala.
9. Penyelenggaraan latihan atau penyuluhan kepada semua
karyawan dan pengusaha.
10. Kontrol administrasi.

17

b. Hierarki pengendalian
1. Eliminasi.
2. Subtitusi.
3. Pengendalian rekayasa.
4. Pengendalian administrasi.
5. Alat pelindung diri.
B. PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1. Penyuluhan
Menurut Suma'mur ( 1993 ), bahwa penyuluhan adalah
pemberian informasi yang dapat menimbulkan kejelasan pada orangorang yang bersangkutan. Cara yang dipakai untuk penyuluhan
seperti:
a. Poster
Poster-poster yang digunakan untuk meniadakan kebiasaankebiasaan buruk, menunjukkan keuntungan-keuntungan jika berbuat
selamat

atau

memberikan

keterangan

terperinci,

nasihat

atau

pengarahan terhadap masalah-masalah tertentu.


b. Film dan Slide
Film dapat menyampaikan keterangan lisan, memperlihatkan
pengujian-pengujian

laboratories,

menganalisa

proses

teknis,

menerangkan masalah-masalah sulit ataupun rumit secara baik serta


menggambarkan kejadian-kejadian dalam sederetan gerakan.
c. Ceramah, Diskusi, dan Konferensi

18

Ceramah,

diskusi, dan konferensi membantu terhadap

keselamatan dengan memberi kesempatan untuk berkomunikasi


langsung di antara pembicara dan pendengar.
d. Perlombaan
Keberhasilannya tidak tergantung kepada siapa yang menang
tetapi dalam bentuk peningkatan keselamatan yang dapat dicapai.
e. Pameran
Pameran adalah cara untuk memperkenalkan kepada tenaga
kerja secara sangat realistis terhadap bahaya-bahaya kecelakaan dan
cara meniadakannya.
f. Kepustakaan tentang keselamatan kerja
Kepustakaannya berbentuk buku, brosur, majalah, dan lainlain. Dengan begitu, pengetahuan secara umum dalam keselamatan
dapat ditingkatkan.
g. Gerakan keselamatan
Suatu gerakan keselamatan harus memiliki program yang baik
juga harus diikuti penyediaan alat-alat keselamatan yang diperlukan.
2. Pelatihan
Pelatihan

keselamatan

harus

meliputi

segenap

aspek

perusahaan di samping keselamatan pada pekerjaannya, keadaan lalu


lintas di perusahaan, keselamatan lingkungan, dan lain-lain harus
dijelaskan kepada tenaga kerja oleh pelatih, pemimpin kelompok atau

19

instruktur. Pelatihan untuk bekerja secara selamat tidak berbeda dari


pelatihan untuk mencapai efisiensi kerja yang tinggi (Suma'mur, 1993).
Pelatihan

dan

pendidikan

hiperkes

digunakan

sebagai

pelengkap dari teknik pengendalian. Tenaga kerja harus mengetahui


prosedur operasi dan mengatur tempat-tempat di mana dipergunakan
bahan-bahan

kimia

berbahaya

bagi

kesehatan

cara-cara

penanganannya dan lain-lain dapat diberikan pada suatu latihan


khusus ( Muh. Rum Rahim dan Syamsiar S. Russeng, 2004 ).
Pelatihan merupakan proses belajar untuk memperoleh atau
meningkatkan pengetahuan

dan

keterampilan

untuk memenuhi

persyaratan suatu pekerjaan yang berlangsung di luar sistem


pendidikan dalam waktu yang relatif singkat dan dengan menggunakan
metode yang lebih mengutamakan praktek dari teori. Proses pelatihan
berlangsung dengan meliputi aspek-aspek seperti pengetahuan,
keterampilan,

teknik,

sikap

atau

perilaku

dan

pelayanan

(D.Budiandoro, 1986).
3. Pemeriksaan Kesehatan
Menurut J.M. Harrington dan F.S. Gill ( 2005 ), bahwa
pemeriksaan kesehatan terdiri dari :
a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja atau prakarya
Alasan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai
berikut :

20

1. Menilai kebugaran untuk melakukan pekerjaan yang sudah


ditetapkan
2. Menilai kemampuan untuk mengerjakan apa saja.
3. Mengenal penyakit dalam keadaan dini.
4. Data dasar informasi kemampuan pekerja.
5. Sebagai kriteria mendapatkan dana pensiunan atau asuransi
atau siperannuitas.
6. Atas permintaan manajemen.
7. Peninjauan kecacatan.
Adapun pemeriksaan kesehatan prakarya menurut
Bernett dan Rumondang ( 1995 ) dalam Asmawati (2005 ) adalah :
a. Pemeriksaan lengkap dengan sejarah penyakit yang pernah
diderita oleh calon karyawan istri atau keluarga terdekat.
b. Rontgen paru-paru.
c. Pemeriksaan lengkap Cardiovasculer.
d. Pemeriksaan fungsi hati.
b.

Pemeriksaan kesehatan berkala


Pemeriksaan kesehatan berkala ini dilakukan untuk
menghindari

sedini

mungkin

apakah

faktor-faktor

penyebab

penyakit yang dapat menimbulkan gangguan atau kelainan.


Pemeriksaan

kesehatan

berkala

dimaksudkan

untuk

mempertahankan dan meninggikan derajat kesehatan tenaga kerja


sesudah berada dalam pekerjaannnya serta menilai kemungkinan

21

adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan yang segera perlu


dikendalikan

dengan

usaha-usaha

pencegahan.

Frekuensi

pemeriksaan periodik atau berkala tergantung dari besarnya


bermula dari satu bulan sampai satu tahun
c. Pemeriksaan kesehatan khusus
Karyawan yang menimbulkan gejala yang dicurigai yang
ada kaitannya dengan lingkungan kerja harus dikirim ke klinik
spesialis untuk menjalani pemeriksaan khusus dilakukan atas dasar
dugaan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan kepada tenaga
kerja atau golongan-golongan karyawan tertentu.
4. Alat Pelindung Diri
Alat-alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan seperti
enak dipakai, tidak mengganggu kerja, dan memberikan perlindungan
efektif terhadap jenis bahaya.
Alat-alat pelindung diri beraneka ragam macamnya. Jika
digolongkan menurut bagian-bagian tubuh yang dilindungi (Suma'mur,
1994), maka jenisnya sebagai berikut :
a. Kepala

: pengikat rambut,

penutup rambut, topi dari


berbagai bahan.
b. Mata
kacamata dari berbagai bahan.

22

c. Muka

perisai muka.
d. Tangan dan jari-jari

: sarung tangan.

e. Kaki

sepatu.
f. Alat pernafasan

respirator

atau

masker khusus.
g. Telinga

sumbat

pakaian

telinga dan tutup telinga.


h. Tubuh
kerja dari berbagai bahan.
Menurut J.M Harrington dan F.S. Gill ( 2005 ), perlindungan
mata dan muka harus diberikan untuk menjaga terhadap :
1. Dampak partikel-partikel kecil yang terlempar dengan kecepatan
rendah.
2. Dampak partikel-partikel dengan kecepatan tinggi.
3. Percikan cairan panas atau korosif.
4. Kontak mata dengan gas atau uap iritan.
5. Berkas

radiasi

elektromagnetik

dengan

berbagai

panjang

gelombang, termasuk sinar laser.


Pelindung kulit meliputi pelindung tangan, kaki, dan tubuh
terhadap :
a. Kerusakan akibat bahan korosif dan yang menimbulkan dermatitis.

23

b. Penyerapan ke dalam tubuh melalui kulit.


c. Panas radian.
d. Radiasi pengion dan yang bukan pengion.
e. Kerusakan fisik.
C. KECELAKAAN KERJA
1. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan.

Kecelakaan

akibat

kerja

adalah

kecelakaan

yang

berhubungan dengan pekerjaan pada perusahaan yaitu kecelakaan


akibat langsung pekerjaan dan kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan
sedang dilakukan. Kecelakaan (Sumamur, 1993) terdiri dari :
a. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan.
b. Kecelakaan lalu lintas.
c. Kecelakaan rumah.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan
atau tidak direncanakan yang dapat menimbulkan luka, kematian atau
kebakaran.
Kecelakaan berarti kerugian ( Muh. Rum Rahim dan Syamsiar
S. Russeng,2004 ) yang meliputi 5K :
1. Kerusakan
2. Kekacauan organisasi atau sistem kerja
3. Keluhan dan penderitaan
4. Kelainan dan cacat

24

5. Kematian.
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terencana dan tak
terkontrol yang merupakan suatu aksi dan reaksi dari obyek, zat dan
manusia ( Benny L.Priatna dan Umar Fahmi Achmadi, 1993 )
Kecelakaan menurut M.Sulaksmono ( 1997 ) adalah suatu
kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses
aktivitas yang telah diatur.
Kecelakaan menurut Bennett NBS ( 1995 ) adalah terjadi tanpa
disangka-sangka dalam sekejap mata, dan setiap kejadian terdapat
empat faktor yang bergerak dalam satu kesatuan berantai yaitu
lingkungan, bahaya, peralatan, dan manusia.
Menurut ( Gempur Santosa, 2004 ) bahwa 80-85 %
kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia. Unsur-unsur tersebut
menurut buku Management Losses BAB II tentang The Causes
And Effects Of Loss antara lain :
a. Ketidakseimbangan fisik atau kemampuan fisik tenaga kerja.
b. Ketidakseimbangan kemampuan psikologis tenaga kerja.
c. Kurang pengetahuan.
d. Kurang terampil.
e. Stess mental.
f. Stres fisik.
g. Motivasi menurun.
2. Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja

25

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya.


Kecelakaan harus diteliti dan ditemukan agar untuk selanjutnya
dengan usaha koreksi yang ditujukan kepada sebab kecelakaan dapat
dicegah dan tidak terulang kembali.
Secara sistematis faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab
terjadinya kecelakaan ( Benny L Priatna dan Umar Fafmi Achmadi,
1993 ) dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Faktor lingkungan kerja
1. Faktor kimia
2. Faktor fisik
3. Faktor manusia
b. Faktor pekerjaan
1. Jam kerja
2. Pergeseran waktu
c. Faktor manusia
1. Umur tenaga kerja
2. Pengalaman kerja
3. Jenis kepribadian pekerja
4. Tingkat keterampilan atau pendidikan
5. Kelelahan
Menurut Sumamur ( 1993 ), bahwa kecelakaan disebabkan
oleh dua golongan penyebab :

26

a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan


( Unsafe Human Acts ).
b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman

( Unsafe

Conditions ).
3. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut Benny L Priatna dan Umar Fahmi Achmadi ( 1993 ),
bahwa klasifikasi kecelakaan kerja dapat dibagi menurut :
a. Jenis kecelakaan
1. Terjatuh
2. Tertimpa benda jatuh
3. Tertumbuk
4. Terjepit
5. Dan lain-lain
b. Penyebabnya
1. Mesin
2. Alat angkut dan alat angkat
3. Peralatan lain
4. Bahan-bahan atau zat-zat radiasi
5. Lingkungan kerja
c. Sifat luka dan kelalaian
1. Patah tulang
2. Dislokasi
3. Memar

27

4. Dan lain-lain
d. Letak kelainan atau luka di tubuh
1. Kepala
2. Leher
3. Badan
4. Anggota badan

4. Biaya Kecelakaan
Biaya kecelakaan ( Muh. Rum Rahim dan Syamsiar S.
Russeng,2004 ) dapat dibagi menjadi :
a. Biaya langsung kecelakaan
1. Premi asuransi kecelakaan.
2. Tunjangan khusus untuk karyawan yang menderita kecelakaan.
3. Premi asuransi pengobatan.
4. Biaya melatih karyawan baru.
5. Biaya perbaikan atau penggantian peralatan yang rusak akibat
kecelakaan.
6. Nilai produksi yang hilang akibat terhentinya proses.
b. Biaya tidak langsung kecelakaan
1. Biaya upah jam kerja yang hilang bagi karyawan yang tidak
terlibat dalam kecelakaan.

28

2. Biaya lembur yang terpaksa diadakan dengan berkurangnya


tenaga kerja.
3. Biaya pengawas dan administrasi sehubungan dengan kegiatan
K3.
4. Biaya upah menurunnya keluaran seseorang tenaga kerja yang
cacat.
5. Pencegahan Kecelakaan
a. Menurut Bennett NBS ( 1995 ) bahwa teknik pencegahan
kecelakaan harus didekati dengan dua aspek, yakni :
1. Aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak
dsb ).
2. Aspek perangkat lunak ( manusia dan segala unsur yang
berkaitan ).
b. Menurut Julian B.Olishifski ( 1985 ) bahwa aktivitas pencegahan
kecelakaan dalam keselamatan kerja yang profesional dapat
dilakukan dengan beberapa hal berikut :
1. Memperkecil ( menekan ) kejadian yang membahayakan dari
mesin, cara kerja, ,material dan struktur perencanaan.
2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber
daya yang ada dalam perusahaan tersebut.
3. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja atau
karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.

29

4. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja


yang berada pada area yang membahayakan.
c. Menurut Suma'mur ( 1993 ), kecelakaan-kecelakaan akibat kerja
dapat dicegah dengan hal berikut :
1. Peraturan

perundangan,

yaitu

ketentuan-ketentuan

yang

diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya,


perencanaan,

konstruksi,

perawatan

dan

pemeliharaan,

pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugastugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPPK,
dan pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah
resmi atau tidak resmi mengenai misalnya konstruksi yang
memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan
industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan hygiene
umum, atau alat-alat pelindung diri.
3. Pengawasan,agar ketentuan Undang-Undang wajib dipatuhi.
4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang
berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan
ledakan dan peralatan lainnya.
5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis,
faktor

lingkungan

dan

mengakibatkan kecelakaan.

teknologi

dan

keadaan

yang

30

6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola


kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.
7. Penelitian

secara

statistik

untuk

menetapkan

jenis-jenis

kecelakaan yang terjadi.


8. Pendidikan.
9. Latihan-latihan.
10. Penggairahan, pendekatan lain agar bersikap yang selamat.
11. Asuransi,

yaitu

insentif

finansial

untuk

meningkatkan

pencegahan kecelakaan.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
PT. Sermani Steel Corporation Makassar merupakan sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan atau produksi
lembaran baja yang berlapis Seng ( Zn ) yang berlokasi di Tello
Makassar. Hasil produksi dari perusahaan dipasarkan di Wilayah
Indonesia Bagian Timur. Adapun hasil produksi seng yang berupa
lembaran baja berlapis seng licin ( polos ) dan yang bergelombang di
mana

bahan dasarnya yaitu disuplay dari PT. Krakatau dan

31

sebahagian lagi disuplay dari Jepang. Pengangkutan bahan baku


tersebut ke Makassar yaitu melalui transportasi laut.
Adapun

data-data

tentang

perusahaan

yaitu

nama

perusahaan PT. Sermani Steel Corporation yang terletak di jalan Urip


Sumiharjo KM 7 Tello Baru Makassar, mulai dibangun atau peletakan
batu pertama dilakukan pada tanggal 1 November 1969 dan selesai
dibangun pada tanggal 12 Agustus 1970. PT. Sermani Steel
Corporation ini dibangun di atas permukaan dengan luas tanah 20.750
m2 , luas bangunan 1.872 m2, luas kantor 250 m2.
Unit mesin, terdapat satu Galvanizing Line kapasitas produksi
maksimal 1500 ton G.1 Sheet sebulan mulai terial corporation 24
Agustus 1970 dan mulai comers operation 1 september 1978 dengan
cap yang digunakan untuk hasil produksi menjangan ( rusa ) yang
melambangkan seng dalam negeri tersebut meningkat secara konstan
maka penambahan Galvanizing Line yang ke dua dilakukan pada
Triwulan ke dua tahun 1979.
Jumlah tenaga kerja sebanyak 106 orang yang terbagi dalam
beberapa bagian :
a. Direktur Utama

: 1 orang.

b. Direktur

: 1 orang.

c. Supervisior

: 3 orang.

d. Quality Kontrol

: 1 orang.

e. Konsultan Produksi

: 1 orang.

32

f. Bagian Produksi

: 1. Shearing Line/mesin pemotong


( A,B ) 6 orang.
2. Galvanizing Line/pelapisan baja
(A,B,C) 24 orang.
3. Corrugation Line/pembentukan
gelombang (A,B) 10 orang.

g. Gudang Produksi

: 4 orang.

h. Gudang Materil

: 3 orang.

i. Forklip

: 3 orang.

j. Mesin

: 7 orang.

k. Listrik

: 6 orang.

l. Environ

: 5 orang.

m. Security

: 6 orang.

n. Sopir

: 4 orang.

o. Factory service A

: 6 orang.

p. Factory service B

: 4 orang.

q. Bagian kantor

: 11 0rang.

Tenaga kerja atau karyawan dibagi dalam tiga shift di mana


masing-masing shift menurut pembagian dan pengaturan jam kerja
yaitu :
1. Non shift ( Karyawan Kantor )
Senin-Kamis

: Jam 08.00-12.00 Wita


Jam 12.30-17.00 Wita

33

Jumat

: Jam 08.00-12.00 Wita


Jam 14.30-17.00 Wita

2. Shift ( Karyawan Pabrik )


Giliran I ( Shift A ) : Jam 08.00-16.00 Wita
Giliran II ( Shift B ) : Jam 16.00-24.00 Wita
Giliran III ( Shift C ) : Jam 24.00-08.00 Wita
2. Proses Produksi
a. Bahan Baku
Dalam produksi baja lembaran lapisan seng bahan baku yang
dibutuhkan sebagai berikut :

1. Coill Rolled Sheet dan Iron Sheet.


Merupakan bahan baku utama yang berbentuk lembaranlembaran besi plat baja.
2. Asam Chlorida.
Untuk mencuci lembaran-lembaran seng dari karet dan
kotoran-kotoran lainnya yang mempunyai kepekaan.
3. Belerang.
Untuk mengkilatkan permukaan seng.
4. Amonium Chlorida.
Untuk memisahkan timah hitam dengan timah seri dan juga
berfungsi untuk meratakan permukaan seng.

34

5.

Antomony.
Untuk merapuhkan lapisan timah dari seng agar tidak kenyal.

6.

Chromis Achid.
Untuk mencuci lembaran-lembaran seng dan merupakan
proses terakhir dan galvanizing line.

7.

Lead Ingot.
Sebagai lapisan dasar permukaan seng.

8.

Zing Ingot.
Merupakan lapisan teratas dari permukaan seng dan
berfungsi untuk memutihkan lembaran-lembaran besi plat baja
yang masih hitam.

9.

Heavy Oil.
Merupakan bahan baku pembakaran.

b. Bagan Proses Produksi


Adapun bagan proses produksi serta APD yang digunakan dan
potensi kecelakaan yang akan terjadi adalah sebagai berikut :
APD yang digunakan

Bagan Proses Produksi

Potensi kecelakaan

BAHAN BAKU
PROSES
PRODUKSI

Pakaian Kerja,
Sepatu Boot,
Masker, Helm,
Sarung Tangan,
Sumbat Telinga,
Kaca Mata Kerja.

Shearing Line
( Pemotongan )

Teriris Seng, Terjepit,


Terjatuh, dan Jari
Terpotong

35

Galvanizing Line
( Pelapisan Baja )

Corrugation Line
( Pembuatan
Gelombang )

Terkena Timah Hitam,


Terkena Spesial Fluk,
Panas Radian,Teriris,
Terjepit, Jari terpotong.
Terjepit, Teriris, Terjatuh,
Memar, Tertumbuk, Kaki
Terluka, dan Keseleo

HASIL PRODUKSI

LEMBARAN SENG YANG


SIAP DIPASARKAN
Gambar 3.1 :
APD yang di Gunakan, Bagan Proses
Produksi, dan Potensi Kecelakaan
c. Kegiatan Proses Produksi
PT. Sermani Steel Corporation memproduksi Baja Lembaran
Lapis Seng ( istilah populernya adalah pabrik seng )dengan ukuranukuran yang sesuai dengan Standard Nasional Indonesia SNI. 072053-1995.
1. Ketebalan Baja Lembaran : 0,20 mm.
Lebar Baja Lembaran

: 762 mm.

Panjang Baja Lembaran

: 1829 mm, 2134 mm, 2438 mm,


2743 mm, dan 3048 mm.

2. Ketebalan Baja Lembaran : 0,20 mm, 0,25 mm, 0,30 mm,


0,40 mm, dan 0,50mm.

36

Lebar Baja Lembaran

: 914 mm.

Panjang Baja Lembaran

: 1829 mm, 2134 mm, 2438 mm,


2743 mm, dan 3048 mm.

Hasil produksi 1 dan 2 tersebut di atas digelombang dalam


(2) dua bentuk yaitu, gelombang besar dan gelombang kecil :
a. SHEARING LINE

Pada unit ini C.R Coil (Cold Rolled Steel Sheet In Coil)atau
Baja Lembaran Gulungan dipotong sesuai panjang yang ditentukan
oleh SNI ( 1829 mm sampai 3048 mm ). Ukuran panjang pemotong
tergantung dari permintaan. Maksimum produksi 2.700 Ton Baja
Lembaran Gulungan ( C.R Coil ) perbulan.

b. GALVANIZING LINE

Terdiri dari dua unit, dengan kapasitas terpasang 2.000 Ton


Baja Lembaran Lapis Seng ( Bj. L.S ) perbulan untuk 2 unit
Galvanizing Line.
PROSES PRODUKSI PADA UNIT INI :
Pertama-tama baja lembaran yang sudah dipotong oleh
Shearing Line didorong lembar demi lembar secara teratur dari
Feeding Table ( meja pengatur ) melalui Roll-Roll

karet pertama

masuk ke bak Cleaner yang berisi Cleaner ( pembersih ) bercampur air


panas dengan suhu 80

C untuk menghilangkan

atau

membersihkan lapisan oli ( minyak ) yang ada pada permukaan baja

37

lembaran. Kemudian masuk ke bak yang berisi air panas dengan suhu
80

C untuk pembilasan permukaan baja lembaran untuk

menghilangkan

atau

membersihkan

kemungkinan-kemungkinan

adanya sisa Cleaner dan oli yang masih melekat pada permukaan
baja lembaran tersebut.
Selanjutnya baja lembaran tersebut masuk ke dalam 2 ( dua )
Bak Hydrochloric Acid ( air keras ) untuk menghilangkan karatankaratan yang mungkin ada melekat di permukaan baja lembaran dan
selanjutnya masuk ke bak air panas ( 80 0 C ) untuk pembilasan atau
menghilangkan kemungkinan masih adanya endapan-endapan air
keras pada permukaan baja lembaran dan selanjutnya dengan diantar
oleh Feeding Conveyor baja lembaran tersebut masuk Gavanizing Pot
melaui Entry Roll dan Guide Pot dan selanjutnya keluar dari
Galvanizing Pot setelah mengalami proses Galvanizir atau pelapisan
dengan Zinc ( seng ) oleh Coating Roll ( roll pelapis seng ) seterusnya
melalui Spangle Drum untuk pembentukan kembang-kembang pada
permukaan baja lembaran lapis seng dan dengan diantar oleh Cooling
Conveyor.
Selanjutnya baja lembaran yang telah menjadi baja lembaran
seng ( Bj. L.S ) masuk ke bak pendingin ( perlu diketahui bahwa Lead
dan Zinc yang berada pada Galvanizing Pot itu bersuhu 490

C)

untuk mendinginkan baja lembaran lapis seng itu dan sekalian


membilasnya, kemudian selanjutnya baja lembaran lapis seng itu

38

masuk lagi ke dalam bak Chromic Acid untuk pencegahan karatankaratan putih pada permukaan baja lembaran lapis seng, selanjutnya
lagi melalui Drying Conveyor yang dipanasi oleh lampu sorot 6000
Watt pada permukaan atas dan bawah selanjutnya masuk ke Leveller
dan terakhir permukaan baja lembaran lapis seng itu diinspeksi apakah
ada noda atau tidak ada, dan kalau terdapat noda-noda pada
permukaan baja lembaran lapis seng tersebut maka harus diproses
kembali atau di Regalvanizir ( pelapisan kembali oleh Zinc atau seng )
sampai betul-betul permukaan baja lembaran lapis seng itu betul-betul
bersih tanpa noda, kemudian distempel atau dicap perusahaan dengan
SNI 07-2053-1995.

c. CORRUGATION LINE :
Pada unit ini baja lembaran lapis seng itu digelombang dengan
dua macam gelombang yaitu gelombang besar dan gelombang kecil
dan ada juga sebagian yang tidak digelombang atau dalam bentuk
pelat saja.
Demikian proses produksi baja lembaran lapis seng yang
diproduksi oleh PT. Sermani Steel Corporation, mulai dari baja
lembaran gulungan atau C.R Coil sampai menjadi baja lembaran lapis
seng atau Bj. L.S atau G.I Sheet.
3. Pengaturan Jam Kerja

39

Pengaturan jam kerja pada PT. Sermani Steel menggunakan


jam kerja sistem Shift ( pergantian ) di mana setiap 8 jam dilakukan
pergantian shift.
4. U m u r
Umur karyawan PT. Sermani Steel berkisar antara 30-53
tahun.
5. Masa Kerja
Karyawan PT. Sermani Steel mempunyai masa kerja 3-31
tahun.
6. Struktur Organisasi
Dalam struktur organisasi PT. Sermani Steel, kekuasaan
tertinggi berada pada Managing Direktur . Untuk lebih jelasnya lihat
pada lampiran.
7. Waktu Penelitian
Waktu yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini
dibagi atas dua tahap yaitu tahap observasi awal dan peninjauan
lokasi perusahaan yang akan diteliti serta pengumpulan data sekunder
yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2006. Dan
tahap pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada bulan Juli sampai
dengan Agustus 2006.
8. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah
menggunakan pendekatan Cross Sectional Study yaitu sebab dan

40

akibat

secara

bersamaan

dapat

dilihat

pada

saat

penelitian

berlangsung.
9. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Sermani Steel
Adapun program keselamatan dan kesehatan kerja

PT.

Sermani Steel yaitu sebagai berikut :


a. Pihak perusahaan menyediakan pengaman pada mesin yang
bergerak dan berputar berupa pagar dan pemasangan poster tanda
bahaya.
b. Menyediakan alat pelindung diri yang dipakai oleh tenaga kerja
berupa pakaian kerja, masker, sarung tangan, kacamata, helm,
sepatu boot, ear plug atau ear muff.
c. Mengadakan pemeriksaan kesehatan awal bagi tenaga kerja baru.
Dan sekali setahun dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi
tenaga kerja.
d. Pendidikan dan pelatihan diberikan kepada tenaga kerja baru dan
lama sebelum melakukan pekerjaannya.
e. Pihak perusahaan utamanya ahli K3 bersama dengan balai
Hiperkes dan Kantor Depnaker melakukan penyuluhan tentang K3
serta disetiap tempat yang berbahaya dipasang tanda peringatan
berupa poster dan spanduk mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
f. Apabila terjadi kecelakaan ringan maupun kecelakaan berat maka
pihak

perusahaan

melakukan

analisis

mengenai

penyebab

41

kecelakaan di lokasi kejadian dan bila kecelakaannya berat dan


tidak bisa ditangani oleh Dokter Perusahaan karena peralatan yang
tidak lengkap maka akan dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.
g. Pihak perusahaan menyediakan sarana dan prasarana bagi
karyawan serta memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan
kerja berupa jaminan selama sakit, jaminan prestasi kerja, jaminan
kecelakaan akibat kerja, dan memberikan tunjangan hari raya.
h. Pihak perusahaan memberikan uang makan bagi setiap tenaga
kerja selama satu hari kerja, yaitu 8 jam/hari. Apabila ada tenaga
kerja yang mendapat tambahan jam kerja, maka dari pihak
perusahaan akan memberikan tambahan uang makan bagi tenaga
kerja tersebut.
i. Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman,
dan sehat. Sehingga karyawan dapat bekerja secara efisien, efektif,
dan produktif.
j. Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja membuat
laporan tentang kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan.
B. METODE PENELITIAN
1. Kerangka Konsepsional
PT. Sermani Steel
Bagian Produksi

42

Shearing Line

Galvanizing Line

(mesin pemotong)

(pelapisan baja)

Corrugation Line

(pembentukan

gelombang)

Program K3 :
Penyuluhan
Pelatihan
Pemeriksaan kesehatan
Penggunaan APD

Menerapkan
Program K3

Tidak menerapkan
Program K3

Menurunkan angka
kecelakaan kerja

Peningkatan angka
Kecelakaan kerja

Produktivitas kerja
meningkat

Produktivitas kerja
menurun

Gambar 3.2 : Bagan Kerangka Konsepsional


Pada PT. Sermani Steel terdiri atas 3 bagian produksi yaitu
Shearing Line ( mesin pemotong ), Galvanizing Line ( pelapisan baja ),
dan Corrugation Line ( pembentukan gelombang ).
Proses produksi ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja
seperti lingkungan kimia, fisik, biologi, psikologis dan juga dari faktor
tenaga kerja. Penerapan K3 dalam proses produksi sangat penting
yang termasuk dalam program K3 tersebut seperti Penyuluhan,
Pelatihan, Pemeriksaan kesehatan, dan Penggunaan APD. Terjadinya
kecelakaan

kerja

bersumber

dari

proses

produksi

khususnya

lingkungan kerja. Penerapan program K3 harus lebih ditingkatkan


dalam rangka menurunkan angka kecelakaan kerja. Sehingga
produktivitas kerja meningkat, sebaliknya jika program K3 tidak

43

diterapkan maka dapat terjadi peningkatan kecelakaan kerja dan


menurunkan produktivitas kerja.
2. Variabel Penelitian
Variabel Bebas
-

Variabel Terikat

Penyuluhan
Pelatihan
Pemeriksaan kesehatan
Penggunaan APD

Kecelakaan Kerja

Variabel Pengganggu
-

Masa kerja
Umur
Lingkungan kerja ( fisik,
kimia, biologis,

Keterangan

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti


Gambar 3.3 : Variabel Penelitian
3. Hubungan Antar Variabel
Hubungan antar variabel dalam penelitian ini yaitu :
a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel
terikat, yang termasuk dalam variabel bebas adalah penyuluhan,
pelatihan, pemeriksan kesehatan, dan penggunaan APD.
b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas dalam hal ini kecelakaan kerja.
c. Variabel pengganggu adalah faktor yang secara teoritis mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat, yang termasuk dalam variabel
ini adalah masa kerja, umur, dan lingkungan kerja ( fisik, kimia,
biologis, dan psikologis ).

44

4. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Penyuluhan adalah suatu usaha untuk mengubah tenaga kerja
agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu
memecahkan masalahnya sendiri yang dilakukan oleh pihak
perusahaan, dengan kriteria :
1. Pernah

: Bila tenaga kerja telah mengikuti penyuluhan


minimal tiga ( 3 ) kali setahun.

2. Tidak pernah

: Bila tidak memenuhi kriteria di atas.

b. Pelatihan adalah suatu usaha atau kegiatan agar dapat merubah


perilaku ( pengetahuan, sikap dan keterampilan ) karyawan yang
sedang dilatih sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelatihnya
menurut pola atau rencana yang ditentukan, dengan kriteria :
1. Pernah

: Bila tenaga kerja telah mengikuti pelatihan


minimal tiga (3) kali setahun.

2. Tidak pernah

: Bila tidak memenuhi kriteria di atas.

c. Pemeriksaan kesehatan awal dan berkala


Pemeriksaan kesehatan awal adalah pemeriksaan yang dilakukan
oleh tenaga kerja pada saat pertama kali bekerja di PT. Sermani
Steel Makassar, sedangkan pemeriksaan kesehatan berkala adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan setelah

(1) satu tahun

bekerja oleh Dokter Perusahaan, dengan kriteria :


1. Pernah

: Bila tenaga kerja telah mendapatkan

45

pemeriksaan kesehatan awal dan berkala.


2. Tidak pernah : Bila tidak memenuhi kriteria di atas.
d. Penggunaan Alat Pelindung Diri adalah suatu pemanfaatan APD
yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dengan
pekerjaan dari potensi bahaya lingkungan kerjanya, dengan kriteria:
1. Menggunakan

: Bila tenaga kerja pada waktu bekerja


menggunakan APD secara lengkap dan
benar, menurut tempat kerjanya :

a. Shearing line ( pakaian kerja, sarung tangan, helm, sepatu


boot, kaca mata ).
b.

Galvanizing line ( masker, helm, pakaian

kerja, sarung
tangan, sepatu boot ).
c. Corrugation line ( ear muff atau ear plug, sarung tangan,
sepatu boot, helm, pakaian kerja ).
2. Tidak menggunakan : Bila tidak memenuhi kriteria di atas.
5. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja di bagian
produksi (40 orang) dengan pembagian sebagai berikut :
1. Shearing Line ( mesin pemotong )

: 6 orang.

2. Galvanizing Line (pelapisan baja )

: 24 orang.

3. Corrugation Line ( pembuatan gelombang ) : 10 orang.

46

b.

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu 40 orang
yang terbagi ke dalam 3 shift kerja, dengan rincian sebagai berikut :
1. Shearing Line

: 6 orang.

( shift A : 3 orang, shift B : 3 orang).


2. Galvanizing Line

: 24 orang.

( shift A : 8 orang, shift B : 8 orang, shift C : 8 orang ).


3. Corrugation Line

: 10 orang.

( shift A : 5 orang, shift B : 5 orang ).

6. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan terdiri dari data
primer dan data sekunder.
a. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan tenaga kerja
menggunakan kuesioner dan observasi langsung.
b. Data sekunder diperoleh dari perusahaan yaitu sejarah berdirinya,
jumlah karyawan, proses produksi, struktur organisasi, data
kejadian kecelakaan kerja, serta program K3.
7. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh diolah dalam menggunakan alat bantu
(kalkulator), selanjutnya dilakukan analisa data secara statistik dengan

47

menggunakan Uji Chi-Square, dan hasil disajikan dalam bentuk tabel,


serta dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional Study yaitu
sebab dan akibat secara bersamaan dapat dilihat pada saat penelitian
berlangsung.
Untuk melihat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat
digunakan Uji Chi-Square ( X 2 ) dengan tingkat signifikasi 95 %.
X

O E

Di mana :
X2

= Ukuran mengenai perbedaan yang terdapat antara


frekuensi Observasi dan frekuensi yang diharapkan.

= Frekuensi yang diobservasi.

= Frekuensi yang diharapkan.

= Jumlah.

Interprestasi :
Dinyatakan hubungan bila X

hitung X 2 tabel pada nilai =

0,05 untuk melihat kuatnya hubungan antar variabel terikat dengan


variabel bebas digunakan rumus :

X
X

Di mana :
C

= Koefisien korelasi.

X2

= Hasil uji X 2.

48

= Besar sampel.

8. Hipotesis Alternatif
Statistik ini dipergunakan untuk mengukur ada atau tidaknya
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat :
Ho

: Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Hi

: Ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.


Adapun hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

tersebut, antara lain :


a. Ada hubungan antara penerapan penyuluhan dengan kejadian
kecelakaan kerja.
b. Ada hubungan antara penerapan pelatihan dengan kejadian
kecelakaan kerja.
c. Ada hubungan antara penerapan pemeriksaan kesehatan dengan
kejadian kecelakaan kerja.
d. Ada hubungan antara penerapan penggunaan APD dengan
kejadian kecelakaan kerja.

49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di PT. Sermani Steel Makassar sejak
tanggal 16 Agustus sampai dengan 31 Agustus 2006. Adapun jumlah
karyawan yang ada pada unit produksi sebanyak 40 orang laki-laki
yang terbagi atas Shearing Line = 6 orang, Galvanizing Line = 24
orang dan Corrugation Line = 10 orang. Dimana sampel yang diambil
yaitu seluruh karyawan yang berada pada unit produksi tersebut
dengan menggunakan alat bantu yaitu daftar pertanyaan (kuesioner)
yang meliputi penyuluhan K3, pelatihan K3, pemeriksaan kesehatan,

50

penggunaan APD, kejadian kecelakaan kerja dan observasi langsung


serta mengadakan wawancara terhadap karyawan bagian produksi PT
Sermani Steel Makassar.
Setelah mengadakan penelitian dan pengolahan data, maka
diperoleh data yang tersaji sebagai berikut :
1. Gambaran Umur Karyawan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan kuesioner
didapatkan gambaran umum tentang umur responden yang terdapat
pada karyawan bagian produksi yang terdiri dari tiga unit kerja yaitu
Shearing Line, Galvanizing Line, dan Corrugation Line dapat dilihat
pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1
Distribusi Umur Pada Bagian Produksi PT Sermani Steel Makassar
Agustus 2006
Bagian produksi
Shearing
Galvanizing Corrugation
Line
Line
Line
(tahun)
%
%
%

20-30
1 16,67
2
8,33
2
20
30-40
1 16,67
10
41,67
1
10
40-50
1 16,67
7
29,17
6
60
>50
3
50
5
20,83
1
10
6
100
24
100
10
100

Sumber : Data Primer Yang Diolah

Jumlah Persentase

Umur

()

(%)

5
12
14
9
40

12,5
30
35
22,5
100

Berdasarkan tabel 4.1 di atas bahwa dari 40 karyawan PT.


Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line umur
tertinggi > 50 tahun (50%), Pada unit Galvanizing Line umur tertinggi

51

30-40 tahun (41,67%), dan pada unit Corrugation Line umur tertinggi
40-50 tahun (60%).
2. Gambaran Tingkat Pendidikan Karyawan
Tabel 4.2
Distribusi Tingkat Pendidikan Pada Bagian Produksi PT Sermani Steel
Makassar Agustus 2006
Bagian produksi
Pendidikan Shearing Galvanizing Corrugation
Line
Line
Line
%
%
%

SD
0
0
3
12,5
1
10
SMP
0
0
8
33,33
2
20
SMA
6 100 13 54,17
7
70
6 100 24
100
10
100

Sumber : Data primer yang diolah

Jumlah Persentase
()

(%)

4
10
26
40

10
25
65
100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas bahwa dari 40 karyawan PT.


Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line tingkat
pendidikan tertinggi yaitu SMA (100%), Pada unit Galvanizing Line
tingkat pendidikan tertinggi yaitu SMA (54,17%), dan pada unit
Corrugation Line tingkat pendidikan tertinggi juga SMA (70%).
3. Gambaran Penerapan Penyuluhan K3
Tabel 4.3
Distribusi Penyuluhan K3 Pada Bagian Produksi PT Sermani Steel
Makassar Agustus 2006
Bagian produksi
Penyuluhan
Shearing
Galvanizing Corrugation
K3
Line
Line
Line
%
%
%

Pernah
2 33,33
9
37,5
7
70
Tidak Pernah
4 66,67 15
62,5
3
30
6
100
24
100
10
100

Sumber : Data primer yang diolah

Jumlah

Persentase

()

(%)

18
22
40

45
55
100

52

Berdasarkan tabel 4.3 di atas bahwa dari 40 karyawan PT.


Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line
penerapan penyuluhan K3 sebanyak 2 orang dikatakan pernah
(33,33%) dan tidak pernah 4 orang (66,67%), Pada unit Galvanizing
Line penerapan penyuluhan sebanyak 9 orang dikatakan pernah
(37,5%) dan tidak pernah 15 orang (62,5%), dan pada unit Corrugation
Line penerapan penyuluhan 7 orang dikatakan pernah (70%) dan tidak
pernah 3 orang (30%).

4. Gambaran Penerapan Pelatihan K3


Tabel 4.4
Distribusi Pelatihan K3 Pada Bagian Produksi PT Sermani Steel Makassar
Agustus 2006
Bagian produksi
Shearing
Galvanizing Corrugation
Line
Line
Line
%
%
%

Pernah
4 66,67
9
37,5
6
60
Tidak Pernah
2 33,33
15
62,5
4
40
6
100
24
100
10
100

Sumber : Data primer yang diolah


Pelatihan
K3

Jumlah

Persentase

()

(%)

19
21
40

47,5
52,5
100

Berdasarkan tabel 4.4 di atas bahwa dari 40 karyawan PT.


Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line
penerapan pelatihan K3 sebanyak 4 orang dikatakan pernah (66,67%)

53

dan 2 orang dikatakan tidak pernah (33,33%), Pada unit Galvanizing


Line penerapan pelatihan K3 sebanyak 9 orang dikatakan

pernah

(37,5%) dan 15 orang dikatakan tidak pernah (62,5%), dan pada unit
Corrugation Line penerapan pelatihan K3 sebanyak 6 orang dikatakan
pernah (60%) dan 4 orang dikatakan tidak pernah (40%).
5. Gambaran Mengenai Penerapan Pemeriksaan Kesehatan Awal
Dan Berkala
Tabel 4.5
Distribusi Pemeriksaan Kesehatan Pada Bagian Produksi PT Sermani
Steel Makassar Agustus 2006
Bagian produksi
Jumlah
Persentase
Pemeriksaan Shearing
Galvanizing
Corrugation
kesehatan
(%)
()
Line
Line
Line
%
%
%

Pernah
6
100
24
100
10
100
40
100
Tidak pernah
0
0
0
0
0
0
0
0
6
100
24
100
10
100
40
100

Sumber : Data primer


yang diolah
2006
Berdasarkan
tabel
4.5 menjelaskan bahwa dari 40 karyawan
PT. Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line
penerapan pemeriksaan kesehatan sebanyak 6 orang dikatakan
pernah (100%), Pada unit Galvanizing Line penerapan pemeriksaan
kesehatan sebanyak 24 orang dikatakan pernah (100%), dan pada
unit Corrugation Line penerapan pemeriksaan kesehatan sebanyak 10
orang dikatakan pernah (100%).
6. Gambaran Mengenai Penggunaan APD
Tabel 4.6
Distribusi Penggunaan APD Pada Bagian Produksi PT Sermani Steel
Makassar Agustus 2006
Bagian produksi

Jumlah

Persentase

54

Penggunaan
APD
Menggunakan

Tidak menggunakan

Shearing
Line
%

4 66,67
2 33,33

Galvanizing
Line
%

10
41,67
14
58,33

6
100
24

Sumber : Data primer yang diolah 2006

100

Corrugation
Line
%

3
30
7
70
10

()

(%)

17
23

42.5
57,5

40

100

100

Berdasarkan tabel 4.6 di atas bahwa dari 40 karyawan PT.


Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line
mengenai penggunaan APD dikatakan 4 orang menggunakan
(66,67%) dan 2 orang tidak menggunakan (33,33%), Pada unit
Galvanizing Line penggunaan APD dikatakan 10 orang menggunakan
(41,67%) dan tidak menggunakan 14 orang (58,33%), dan pada unit
Corrugation Line penggunaan APD dikatakan 3 orang menggunakan
(30%) dan tidak menggunakan 7 orang (70%).
7. Gambaran Mengalami Kecelakaan Kerja Pada Karyawan
Untuk mengetahui keadaan karyawan yang pernah atau tidak
mengalami kecelakaan kerja, dari hasil penelitian dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.7
Distribusi Kecelakaan Kerja Pada Bagian Produksi PT Sermani Steel
Makassar Agustus 2006
Bagian produksi
Shearing
Galvanizing
Corrugation
Line
Line
Line
%
%
%

Pernah
5 83,33
17
70,83
2
20
Tidak pernah
1 16,67
7
29,17
8
80
6
100
24
100
10
100

Sumber : Data primer yang diolah 2006


Kecelakaan
Kerja

Jumlah

Persentase

()

(%)

24
16
40

60
40
100

55

Berdasarkan tabel 4.7 di atas bahwa dari 40 karyawan PT.


Sermani Steel Makassar didapatkan pada unit Shearing Line
mengenai kejadian kecelakaan kerja dikatakan 5 orang pernah
(83,33%), dan tidak pernah 1 orang (16,67%), Pada unit Galvanizing
Line kejadian kecelakaan kerja dikatakan 17 orang pernah (70,83%),
dan tidak pernah 7 orang (29,17%) dan pada unit Corrugation Line
kejadian kecelakaan kerja 20 orang dikatakan pernah (20%) dan yang
tidak pernah 80 orang( 80% ).
8. Gambaran Mengenai Jenis Kecelakaan Kerja
Untuk mengetahui keadaan jenis kecelakaan kerja pada
karyawan yang pernah atau tidak mengalami kecelakaan kerja, dari
hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.8
Distribusi Jenis Kecelakaan Yang Terjadi Pada Bagian Produksi PT
Sermani Steel Makassar Agustus 2006
Jenis kecelakaan kerja

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Bagian produksi

Terjatuh
Tertumbuk
Terjepit pada alat
Tertimpa benda jatuh
Terpotong atau teriris
Lain-lain

Shearing
Line

Galvanizing
Line

Corrugation
Line

2
1
0
0
2
0

0
0
7
6
1
3

%
0
0
41,18
35,29
5,88
17,65

0
0
2
0
0
0

%
0
0
100
0
0
0

100

100

%
40
20
0
0
40
0

Jumlah

Persentase

()

(%)

2
1
9
6
3
3

8,33
4,17
37,5
25
12,5
12,5

24

100

g.
5
100 17

Sumber : Data primer yang diolah 2006

Berdasarkan pada tabel 4.8 di atas menunjukan bahwa jenis


kecelakaan kerja pada unit Shearing Line yang tertinggi adalah terjatuh

56

dan terpotong masing-masing 2 orang yang mengalami (40%) dan


tertumbuk 1 orang (20%). Pada unit Galvanizing Line jenis kecelakaan
tertinggi adalah terjepit yaitu 7 orang yang mengalami (41,18%) dan
terendah adalah terpotong atau teriris yaitu 1 orang (5,88%). Pada unit
Corrugation Line jenis kecelakaan yang tertinggi adalah terjepit pada
alat yaitu 2 orang yang mengalami (100%).
9. Penerapan

Penyuluhan

K3

Dihubungkan

Dengan

Kejadian

Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT Sermani


Steel Makassar Tahun 2006.

Tabel 4.9 :
DISTRIBUSI PENERAPAN PENYULUHAN K3 DENGAN KEJADIAN
KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT
SERMANI STEEL MAKASSAR AGUSTUS 2006
Penyuluhan

Kejadian kecelakaan kerja

61,11
22,72

18
22

100
100

40

Mengalami

Tidak
Mengalami

7
17

38,89
77,27

11
5

24

Sumber : Data primer yang diolah

16

Pernah
Tidak pernah

Penyuluhan K3 mempunyai hubungan dengan kejadian


kecelakaan kerja, ini terlihat pada tabel 4.9 yang menunjukkan bahwa
karyawan yang pernah mengikuti penyuluhan tetapi mengalami
kecelakaan kerja sebanyak 7 orang (38,89%) dan tidak mengalami 11

57

orang (61,11%). Sedangkan yang tidak pernah mengikuti penyuluhan


tetapi mengalami kecelakaan kerja sebanyak 17 orang (77,28%) dan
tidak mengalami kecelakaan kerja 5 orang (22,72%).
10. Penerapan

Pelatihan

K3

Dihubungkan

Dengan

Kejadian

Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT Sermani


Steel Makassar Tahun 2006.
Tabel 4.10 :
DISTRIBUSI PENERAPAN PELATIHAN K3 DENGAN KEJADIAN
KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT
SERMANI STEEL MAKASSAR AGUSTUS 2006
Pelatihan
Pernah
Tidak pernah

Kejadian kecelakaan kerja


Mengalami

Tidak
Mengalami

6
18

31,58
85,71

13
3

68,42
14,29

24
16

Sumber : Data primer yang diolah


Pelatihan K3 mempunyai hubungan

19
21

100
100

40

dengan

kejadian

kecelakaan kerja, ini terlihat pada tabel 4.10 yang menunjukkan bahwa
karyawan

yang

pernah

mengikuti

pelatihan

tetapi

mengalami

kecelakaan kerja sebanyak 6 orang (31,58%) dan tidak mengalami 13


orang (68,42%). Sedangkan yang tidak pernah mengikuti pelatihan
tetapi mengalami kecelakaan kerja sebanyak 18 orang (85,71%) dan
tidak mengalami kecelakaan kerja 3 orang (14,29%).
11. Penerapan

Pemeriksaan

Kesehatan

Awal

Dan

Berkala

Dihubungkan Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Karyawan


Bagian Produksi PT Sermani Steel Makassar Tahun 2006.
Tabel 4.11 :
DISTRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DENGAN KEJADIAN
KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI

58

PT SERMANI STEEL MAKASSAR AGUSTUS 2006


Kejadian kecelakaan kerja

Pemeriksaan
Kesehatan

Mengalami

Tidak
Mengalami

Pernah
Tidak pernah

24
0

60
0

16
0
16

24

Sumber : Data primer yang diolah


Pemeriksaan

kesehatan

awal

40
0

40
0

100
0

40

berkala

tidak

maupun

mempunyai hubungan dengan kejadian kecelakaan kerja, ini terlihat


pada tabel 4.5 yang menunjukkan bahwa karyawan yang pernah
mengikuti pemeriksaan kesehatan awal dan berkala tetapi mengalami
kecelakaan kerja sebanyak 24 orang (60%) dan tidak mengalami 16
orang (40%). Dan tidak ada karyawan yang tidak pernah mengikuti
pemeriksaan kesehatan awal maupun berkala namun tidak mengalami
kecelakaan akibat kerja.
12. Penerapan Penggunaan APD Dihubungkan Dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT Sermani
Steel Makassar Tahun 2006.
Tabel 4.12 :
DISTRIBUSI PENGGUNAAN APD DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN
KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI
PT SERMANI STEEL MAKASSAR
AGUSTUS 2006
Penggunaan APD
Menggunakan
Tidak menggunakan

Kejadian kecelakaan kerja

64,71
21,74

17
23

100
100

40

Mengalami

Tidak
Mengalami

6
18

35,29
78,26

11
5
16

24

Sumber : Data primer yang diolah

59

Penggunaan APD mempunyai hubungan dengan kejadian


kecelakaan kerja, ini terlihat pada tabel 4.6 yang menunjukkan bahwa
karyawan yang menggunakan APD tetapi mengalami kecelakaan kerja
sebanyak 6 orang (35,29%) dan tidak mengalami 11 orang (64,71%).
Sedangkan yang tidak pernah menggunakan APD tetapi mengalami
kecelakaan kerja sebanyak 18 orang (78,26%) dan tidak mengalami
kecelakaan kerja 5 orang (21,74%).

B. PEMBAHASAN
Berdasarkan

hasil

penelitian,

maka

analisa

dalam

pembahasan ini akan diuraikan sebagai berikut :


1. Penerapan Penyuluhan K3 Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja.
Kecelakaan

kerja

yang

masih

dialami

oleh

karyawan

mempunyai hubungan denga kejadian kecelakaan kerja, berdasarkan


hasil Uji statistik Chi-Square dimana df = 1 dan

= 5 %, didapatkan

hasil uji X2 hitung = 6,07 yang lebih besar daripada X 2 tabel = 3,841
Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang menandakan bahwa
adanya hubungan antara penerapan penyuluhan dengan kejadian

60

kecelakaan kerja dengan hubungan atau korelasi yang rendah ( C =


0,36 ).
Penyuluhan K3 yang pernah diberikan pada karyawan tersebut
telah mempunyai hubungan dengan kecelakaan kerja, Meskipun pada
saat pemberian materi penyuluhan, para karyawan mengikutinya
secara tertib dan seksama. Namun dalam aplikasinya karyawan tidak
dapat melaksanakannya dengan baik. Dan penyuluhan yang diberikan
masih kurang.
Adapun cara dan materi penyuluhan K3 yang diberikan dalam
rangka mencegah kecelakaan kerja, yaitu berupa pemasangan
spanduk,

poster

mengenai

K3

agar

karyawan

terhindar

dari

kecelakaan yang dapat membahayakan dirinya.

2. Penerapan Pelatihan k3 dengan Kejadian Kecelakaan Kerja.


Kecelakaan

kerja

yang

masih

dialami

oleh

karyawan

mempumyai hubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada


karyawan, berdasarkan hasil Uji statistik Chi-Square dimana df = 1
dan

= 5 %, didapatkan hasil uji X2 hitung = 12,17 yang lebih besar

daripada X2 tabel = 3,841 Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima


yang menandakan bahwa adanya hubungan antara penerapan
pelatihan tentang K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja dengan
hubungan atau korelasi yang besar ( C = 0,48 ).

61

Hal ini disebabkan karena pelatihan yang diberikan kepada


para karyawan masih kurang dan masih bersifat umum.
Untuk itu perlu adanya peningkatan pelatihan tentang K3
dalam perusahaan berupa pelatihan penguasaan operasional alat
produksi, pelatihan kedisiplanan kerja, pelatihan keterampilan dalam
bekerja, pelatihan penggunaan APD, dan pelatihan pertolongan
pertama terhadap kecelakaan kerja agar karyawan terhindar dari
kecelakaan akibat kerja.
3. Penerapan Pemeriksaan Kesehatan Awal dan Berkala dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja.
Kecelakaan

kerja

yang

dialami

oleh

karyawan

tidak

disebabkan karena adanya pemeriksaan kesehatan bagi karyawan.


Hal ini berdasarkan hasil Uji statistik Chi-Square dimana df = 1 dan

= 5 %, didapatkan hasil uji X2 hitung = 0 yang lebih rendah daripada X 2


tabel = 3,841. Hal

ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang

menandakan bahwa tidak adanya hubungan antara pemeriksaan


kesehatan awal maupun berkala dengan terjadinya kecelakaan kerja.
Meskipun pemeriksaan kesehatan awal maupun berkala tidak
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kecelakaan akibat kerja,
namun hal ini perlu dilaksanakan agar karyawan dapat bekerja dalam
kondisi yang sehat guna menghindari kecelakaan keja.
4. Penerapan Penggunaan APD dengan Kejadian kecelakaan Kerja.

62

Kecelakaan

kerja

yang

masih

dialami

oleh

karyawan

mempunyai hubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada


karyawan, berdasarkan hasil Uji statistik Chi-Square dimana df = 1 dan

= 5 %, didapatkan hasil uji X 2 hitung = 7,53 yang lebih besar

daripada X2 tabel = 3,841 Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima


yang menandakan bahwa adanya hubungan antara penggunaan APD
dengan terjadinya kecelakaan kerja dengan hubungan atau korelasi
yang besar (C=0,43)
Hal ini disebabkan karena penggunaan APD yang diberikan
oleh pihak perusahaan belum dikategorikan lengkap dan cukup. Selain
itu APD yang dipakai oleh karyawan kualitasnya sudah berkurang,
sehingga APD tersebut kadang lalai digunakan oleh karyawan.
Penggunaan APD yang kurang higiene juga mempengaruhi
kejadian kecelakaan kerja, karena dapat membuat ketidak nyamanan
pada karyawan dalam bekerja.
Sehingga penggunaan APD yang mempunyai hubungan
dengan kejadian kecelakaan kerja, harus diberikan perhatian agar
karyawan harus lebih berhati-hati dan disiplin dalam bekerja dengan
tetap menggunakan APD yang telah tersedia di perusahaan dan tetapi
mencegah kecelakaan kerja tersebut.
C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa masalah, maka
penulis mengemukakan beberapa alternatif pemecahan masalah

63

mengenai penyuluhan K3, pelatihan K3, pemeriksaan kesehatan dan


penggunaan APD pada PT Sermani Steel Makassar yang dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Memberikan penyuluhan K3 kepada karyawan tentang pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja. Penyuluhan tersebut sangat penting
karena menyangkut keselamatan karyawan agar terhindar dari bahaya
yang mungkin timbul di tempat kerjanya. Adapun peningkatan
penyuluhannya berupa :
a. Poster
Poster adalah salah satu alat media yang bisa digunakan untuk
memberikan pesan tak langsung bagi karyawan agar mereka
mengetahui

bahwa

dalam

bekerja

harus

berhati-hati

agar

keselamatan dan kesehatannya dapat terjamin.

b.

Film
Film adalah suatu alat media yang bisa digunakan untuk
diperlihatkan kepada karyawan tentang penggunaan APD dan
dampak dari kecelakaan agar mereka dapat disiplin dalam bekerja
dan dapat menghindari kecelakaan.

c.

Ceramah tanya jawab


Ceramah dan tanya jawab adalah suatu cara yang digunakan
kepada karyawan untuk bertanya secara langsung tentang apa

64

yang tidak diketahuinya mengenai keselamatan dan kesehatan


kerja. Dalam pelaksanaannya, ceramah diberikan oleh pihak balai
HIPERKES, DINAS DEPNAKER serta AK3 Perusahaan, dan
karyawan

diberikan

kesempatan

untuk

bertanya

tentang

keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Memberikan pelatihan tentang penggunaan APD yang baik dan benar,
pelatihan tentang cara mengoperasionalkan alat produksi secara benar
dan aman kepada karyawan lama maupun yang baru utamanya yang
bekerja di bagian produksi agar terhindar dari kecelakaan. Untuk itu
karyawan diberikan pelatihan agar pengetahuan dan keterampilan
tentang cara bekerja yang baik dan benar sehingga dapat menghindari
kecelakaan kerja yang mungkin dapat terjadi di tempat kerjanya.
3. Sebaiknya pihak perusahaan agar memeriksakan kesehatan awal
maupun

pemeriksaan

kesehatan

secara

berkala

kepada

para

karyawan lama maupun baru.


4. Menyediakan Alat Pelindung Diri baik segi kualitas dan kuantitas
seperti pakaian kerja, sepatu kerja, helm, masker, kacamata, ear muff
atau ear plug, dan kaos tangan,kepada setiap karyawan agar
karyawan dapat bekerja dengan rasa aman dari kecelakaan yang
setiap saat dapat terjadi di lingkungan kerjanya.

65

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang penerapan K3 dengan kejadian
kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi PT. Sermani Steel
Makassar dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa :

66

1. Penerapan penyuluhan K3 mempunyai hubungan dengan kejadian


kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi PT. Sermani
Steel Makassar, dengan hubungan atau korelasi yang rendah
(C=0,36).
2. Penerapan pelatihan K3 mempunyai hubungan dengan kejadian
kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi PT. Sermani
Steel Makassar, dengan hubungan atau korelasi yang besar
(C=0,48).
3. Penerapan pemeriksaan kesehatan awal dan berkala tidak
mempunyai hubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada
karyawan bagian produksi PT. Sermani Steel Makassar.
4. Penerapan penggunaan APD mempunyai hubungan dengan
kejadian kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi PT.
Sermani Steel Makassar, dengan hubungan atau korelasi yang
besar (C=0,43)

B. SARAN
1. Sebaiknya

pimpinan

meningkatkan

program

PT.
K3

Sermani
berupa

Steel

Makassar

penyuluhan,

lebih

pelatihan,

pemeriksaan kesehatan awal dan berkala serta penggunaan APD


agar keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan dapat
terjamin, agar kecelakaan yang selama ini terjadi dapat dihindari
dan dapat dicegah.

67

2. Kepada pihak pimpinan perusahaan agar meningkatkan dan


menegakan kedisiplinan dalam bekerja serta memberlakukan
teguran dan sanksi bagi karyawan yang melanggar peraturan
tersebut.
3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar meneliti hubungan
penerapan K3 dengan kejadian penyakit akibat kerja.

Anda mungkin juga menyukai