Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Al-Quran banyak terdapatayat-ayat yang menyerukan manusia untuk
memperhatikan, merenung dan memikirkan penciptaan Allah baik yang di langit, bumi
maupun diantara keduanya.Diantara ayat-ayat yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu
Q.S Ali Imran ayat 190-191.
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca
dan merenungkan ayat-ayat-Nya, serta mensyukuri apa yang terbentang di alam semesta.
Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi.Langit yang melindungi
dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup.Juga memperhatikan pergantian siang dan
malam.Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah di
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Bagaimana Lafadz dan terjemah Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?


Bagaimana Penafsiran dari Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
Apa saja kandungan hukum yang terdapat pada Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?
Bagaimana Aspek Tarbawi dari Q.S Ali Imran ayat 190-191 ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Lafal dan Terjemah Q.S Ali Imran Ayat 190-191

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (190)

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (191)[1]
B. Mufrodat

: Perkiraan & penyusunanyang menunjukan pada tatanan yang mantap

: Pergantian antara keduanya dan silih bergantinya siang dan malam

:Sungguh yang merupakan tanda yang menunjukkan adanya Allah dan

kekuasaannya.

: Bentuk tunggal dari Lubbun yang artinya akal.

: Bentuk tunggal dari qaim dan qaid, yang artinya berdiri dan duduk.

: Sia-sia dan tidak ada faedahnya.

: Jadikan amal soleh itu sebagai tameng bagi kami dari azab neraka

C. Uraian dan Tafsir ayat


Dalam ayat 190 menjelaskan bahwa sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta
keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya juga dalam silih bergantinya siang dan
malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada
tubuh kita dan cara berpikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan
pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna merupakan tanda dan bukti yang
menunjukkan keesaan Allah, kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.[2]
Langit dan bumi dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib.Bukan hanya
semata dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup.Semua bergerak menurut aturan.
Silih bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang
bernyawa.Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya.Musim pun silih
berganti.Musim dingin, panas, gugur, dan semi.Demikian juga hujan dan panas.Semua ini
menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang berpikir.Bahwa
tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya.Pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.[3]
Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw berkata: "Wahai 'Aisyah apakah
engkau mengizinkankanda pada malam ini untuk beribadah kepada Allah SWT
sepenuhnya?". Jawab Aisyah ra: " wahai Rasulullah, Sesungguhnya saya menyenangi apa
yang

kanda

senangi,

menyukai

apa

yang

kanda

sukai.Dinda

izinkan

kanda

melakukannya.Kemudian nabi mengambil qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit domba)
yang terletak didalam rumah, lalu berwudlu.Selanjutnya beliau mengerjakan shalat.Di waktu
salat beliau menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan
ayat Alquran yang dibacanya.Setelah salat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali

menangis tersedu-sedu.Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan


menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.Kemudian datanglah Bilal untuk azan subuh
dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya: "Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah
menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun
yang akan datang". Nabi menjawab: "Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan
layak bersyukur kepada Allah SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis?Pada malam ini
Allah SWT telah menurunkan ayat kepadaku.Selanjutnya beliau berkata: "Alangkah rugi dan
celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikir dan merenungkan kandungan
artinya".[4]
Pada ayat 191 mendefinisikan orang-orang yang mendalam pemahamannya dan
berpikir tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, orang-orang yang mau menggunakan
pikirannya, mengambil faedah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah.Ia selalu
mengingat Allah (berdzikir) di setiap waktu dan keadaan, baik di waktu ia beridiri, duduk
atau berbaring. Jadi dijelaskan dalam ayat ini bahwa ulul albab yaitu orang-orang baik lelaki
maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan atau hati dalam
seluruh situasi dan kondisi.[5]
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan
objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam.Ini berarti pengenalan
kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu, Sedang pengenalan alam raya oleh
penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan
fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu
dapat dipahami sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim melalui Ibn
Abbas,

Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah jangan
sekali-kali kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat Penciptanya, karena
bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat Zat
Nya.
Orang-orang yang berdzikir lagi berfikir mengatakan: "Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan makhluk ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan
sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan yang tertentu yang akan
membahagiakan kami di dunia dan di akhirat, sebagaimana disebar luaskan oleh sementara
orang-orang yang ingin melihat dan menyaksikan akidah dan tauhid kaum muslimin runtuh
dan hancur. Maha Suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan bukan yang
ditujukan kepada Engkau. Karenanya, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah

disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman.[6]Ucapan ini adalah lanjutan perasaan
sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan
diri.Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang, seyogyanya bertambah pula dia mengingat
Allah.Sebagai tanda pengakuan atas kelemahan diri itu, dihadapan kebesaran Tuhan.[7]
Pada ujung ayat ini ( Maha suci Engkau ! maka peliharalah kiranya kami dari azab
neraka ) kita memohon ampun kepada Tuhan dan memohon agar dihindarkan dari siksa
neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu serta mudahkanlah kami dalam melakukan amal yang
diridhai Engkau juga lindungilah kami dari azab-Mu yang pedih. [8]
D. Kandungan Hukum
Pada QS. Ali-Imran ayat 190-191 di dalamnya memiliki kandungan hukum yaitu Allah
mewajibkan

kepada

umatnya

untuk

menuntu

ilmu

dan

memerintahkan

untuk

mempergunakan pikiran kita untuk merenungkan alam, langit dan bumi (yakni memahami
ketetapan-ketetapan yang menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan) serta
pergantian siang dan malam. Yang demkian ini menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir,
bahwa semua ini tidaklah terjadi dengan sendirinya. Kemudian dari hasil berpikir tersebut,
manusia hendaknya merenungkan dan menganalisa semua yang ada di alam semesta ini,
sehingga akan tercipta ilmu pengetahuan.
E. Aspek Tarbawi
Dari ayat di atas dapat diambil aspek tarbawinya yaitu sebagai berikut :[9]
1. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
2. Akal manusia hendaknya digunakan untuk memikirkan, menganalisa, dan menafsirkan
3.

segala ciptaan Allah.


Dalam belajar tidak diperbolehkan memikirkan Dzat Allah, karena manusia mempunyai
keterbatasan dalam hal tersebut dan dikhawatirkan akan terjerumus dalam berpikir yang

tidak sesuai.
4. Jika seseorang memiliki renungan, ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.
5. Hendaknya manusia mempercayai bahwa semua penciptaan Alah tidak ada yang sia-sia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulul Albab adalah orang-orang yang tidak melalaikan Allah dalam setiap
waktu.Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan
mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi mereka.
Bahwasanya keberuntungan dan keselamatan hanya bisa dicapai melalui mengingat
Allah dan memikirkan makhluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya sang pencipta.

Seorang mukmin yang mau menggunakan akal pikirannya, maka akan luas
pengetahunnya tentang alam semesta yang menghubungkan antara manusia dan Tuhan.
B. Saran
Atas penciptaan alam semesta ini, hendaknya kita menyadari tugas sebagai khalifah
Allah, yang berkewajiban memakmurkan bumi serta menjadi rahmat bagi alam sekelilingnya,
dengan menggali, meneliti dan memanfaatkan hukum-hukum Allah bagi alam ciptaan-Nya
ini.
Apa penafsiran ayat 190-191 Surah Ali Imran yang menyinggung tentang masalah berpikir
dan merenung?
Pertanyaan
Apa penafsiran ayat 190-191 Surah Ali Imran yang menyinggung tentang masalah akal dan
nafs?
Jawaban Global
Allah Swt pada ayat 190 surah Ali Imran mengajak manusia untuk berpikir dan merenungi
tentang penciptaan langit-langit dan bumi. Kemudian pada ayat berikutnya Allah Swt
menjelaskan
hasil
dan
buah
dari
berpikir
ini.
Ayat ini menjelaskan tentang keesaan Tuhan Sang Pencipta dan menyatakan bahwa apabila
manusia memikirkan dengan cermat dan menggunakan akalnya terkait dengan proses
penciptaan langit-langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, maka ia akan
menemukan tanda-tanda jelas atas kekuasaan Allah Swt; maha karya dan rahasia-rahasia
yang menakjubkan yang akan menuntun para hamba kepada Allah Swt dan hari Kiamat serta
menggiring
mereka
pada
kekuasaan
Ilahi
yang
tak
terbatas.
Abstrak dan ringkasan makna dua ayat ini adalah demikian; mereka yang menyaksikan,
didasari dengan pemikiran dan perenungan, penciptaan langit-langit dan bumi, silih
bergantinya siang dan malam, pemikiran dan perenungan ini menyebabkan mereka senantiasa
akan mengingat Tuhan. Dengan perantara ini mereka akan menyadari bahwa Allah Swt
segera akan membangkitkan mereka dan atas dasar itu ia memohon rahmat-Nya serta
meminta supaya janji yang diberikan kepada mereka dapat terealisir baginya.
Jawaban Detil
Salah satu jalan terbaik untuk mengenal Tuhan adalah jalan yang dijadikan Allah Swt sebagai
agumen atas diri-Nya sendiri dan jalan itu adalah memberdayakan akal untuk mengenal Sang
Pencipta; artinya apabila manusia memanfaatkan dan memberdayakan akalnya dan
memikirkan tentang penciptaan semesta, pelbagai keajaiban penciptaan dan keteraturan yang
mendominasi penciptaan maka ia akan terbimbing memahami keesaan Sang Pencipta alam
semesta ini dan mengakui tentang kebijaksanaan dan keagungan ciptaan-Nya.
Berpikir adalah salah satu tipologi terpenting manusia. Berpikir merupakan salah satu nikmat
di antara nikmat-nikmat Ilahi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan berulang kali
al-Quran
menyeru
manusia
untuk
menggunakan
akal
dan
pikirannya.
Ayat ini merupakan seruan kepada manusia untuk berpikir tentang proses penciptaan semesta.
[1] Ayat ini disertai dengan ayat-ayat serupa,[2] menetapkan tentang keesaan Sang Pencipta.
Karena apabila seseorang mencermati dan memikirkan tentang proses penciptaan langitlangit dan bumi, maka ia akan menemukan tanda-tanda terang atas kekuasaan Allah Swt;
maha karya dan rahasia-rahasia yang menakjubkan yang akan menuntut para hamba kepada
Allah Swt dan hari Kimaat serta menggiring mereka pada kekuasaan Ilahi yang tak terbatas.
Manusia apabila memikirkan tentang proses penciptaan langit dan bumi, akan menemukan
bahwa seluruh ini tadinya tiada kini mengada (baca: hadits) dan memerlukan pencipta dan

Khaliq. Pencipta mereka adalah Tuhan; karena pada sistem penciptaan yang menakjubkan,
terdapat rahasia-rahasia dan ilmu yang tidak dapat dilakukan selain seorang yang
Mahabijaksana. Karena itu, pencipta semesta ini tentulah seorang Pencipta Yang Mahabijak,
Mahamengetahui
dan
tersifati
dengan
sifat-sifat
sempurna
dan
agung.
Salah satu ayat dan tanda penciptaan-Nya yang dirasakan oleh setiap manusia adalah silih
bergantinya siang dan malam yang berputar berdasarkan sistem yang akurat dan cermat serta
memiliki pengaruh, keberkahan dan pengaruh yang dapat dirasaan oleh tumbuh-tumbuhan,
hewan dan manusia. Ayat-ayat ini dan ayat-ayat yang serupa berbicara tentang hal ini.
Tatkala orang-orang musyrik Mekkah datang kepada Rasulullah Saw dan meminta mukjizat
untuk menetapkan keberadaan Tuhan dan kenabian Muhammad. Salah satu usulan mereka
yang disampaikan kepada Rasululah Saw, Ubahlah gunung Shafa menjadi emas. Allah Swt
menjawab permintaan mereka, Penciptaan langit-langit dan bumi, silih bergantinya siang
dan malam, sangat penting untuk dapat menetapkan Sang Pencipta bagi orang-orang yang
berakal; artinya apabila manusia menggunakan akal dan memberdayakan pikirannya maka
hal itu akan membimbingnya kepada Sang Pencipta. Apakah mungkin langit-langit dan bumi,
segala ciptaan yang menakjubkan yang ada di dalamnya, dapat mengada tanpa ada yang
mengadakannya? Apakah mungkin dapat diterima siang dan malam yang datang silih
berganti secara teratur pada setiap bulan dan tahun bahkan sedetik pun tidak pernah
menyelisih siklus perputarannya dapat sedemikian teratur tanpa pencipta yang berkuasa?
Apakah penciptaan makhluk-makhluk seperti ini lebih penting atau gunung Shafa yang ingin
dirubah
menjadi
emas?
Apa yang dapat dijadikan sebagai penafsiran ayat mulia ini secara global dapat dikatakan
bahwa ayat ini menunjukkan tentang masalah tauhid dan menyatakan, Langit-langit ini yang
berada di atas kita dan menaungi kita, dengan segala kecermatan dalam penciptaannya dan
bumi yang memeluk kita dan alas yang kita jejaki di atasnya, dengan segala keajaibannya,
dengan segala keanehan dalam perubahan-perubahannya, misalnya silih bergantinya siang
dan malam, segala sesuatunya memerlukan Sang Pencipta yang mengadakan dan
menciptakannya. Hal ini merupakan salah satu argumen (burhn) yang dapat disuguhkan
pada
ayat
ini
terkait
dengan
masalah
tauhid.
Argumen lainnya adalah sistem dan mekanisme yang berlaku di alam semeta; hasil dari
argumen ini perut bumi dari sisi berat, kecil dan besarnya, jauh dan dekatnya masing-masing
berbeda. Apabila manusia mencermatinya, maka ia akan menyimpulkan bahwa sedemikian
menakjubkan dan indahnya sistem yang berlaku di alam semesta, alam dengan segala
keluasaanya dari sisi mana pun memberikan pengaruh pada sisi lainnya, setiap bagianbagiannya yang dapat mengada di setiap tempat, terpengaruh pada bagian-bagian lainnya,
gravitasi umumnya yang satu sama lain saling bertautan, demikian juga cahaya dan panasnya,
dengan
pengaruhnya
yang
menggerakan
gerak
dan
zaman.
Sistem umum dan general ini berada di bawah satu aturan yang permanen dan bahkan hukum
relativitas pun memandang gerak umum di alam semesta ini senantiasa berubah. Hukum
relativitas mau-tak mau mengakui bahwa ia juga didominasi oleh hukum lain, yaitu aturan
yang
permanen
yaitu
adanya
perubahan
dan
pergantian.
Ringkasan makna dua ayat ini: mereka yang memandang langit-langit dan bumi serta silih
bergantinya siang dan malam dengan pikiran dan perenungan maka perenungan ini akan
melahirkan dzikir kepada Allah Swt sehingga dalam perbagai kondisi, berdiri, duduk, diam,
menyaksikan dengan seksama seluruh makhluk yang ada di alam semesta yang akan
membimbing mereka dari makhluk yang paling kecil pada keberadaan sosok Perencana dan
Pelukis
alam
semesta.
Peta yang menarik yang nampak pada setiap sudut dan sisi penciptaan semesta, sedemikian
menyedot perhatian orang-orang berakal sehingga pikiran-pikirannya dalam setiap kondisi,
baik berdiri, duduk, diam dan seterusnya mengingat Tuhan Sang Pencipta.

Pada setiap fenomena yang disaksikan, ia belajar sebuah pelajaran tauhid yang baru dan dari
sketsa indah alam semesta ia memahami pencipta-Nya yang sama sekali tidak menciptakan
semesta
yang
menakjubkan
ini
dengan
sia-sia
dan
tanpa
tujuan.
Orang-orang berakal, hasil dari pikiran dan renungan seperti ini ia tidak akan melupakan
Tuhan dalam setiap kondisi dan dengan perantara itu ia akan mengetahui bahwa Allah Swt
akan segera memebangkitkan mereka dan atas dasar itu memohon rahmat Ilah dan memohon
supaya
janji
Ilahi
dapat
segera
terrealisir
baginya.[3]
[iQuest]
Untuk telaah lebih jauh dalam hal ini silahkan lihat, Tafsir al-Mizan, terkait dengan ayat 164
surah al-Baqarah.
[1]. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa
neraka.
Nampaknya yang dimaksud sebagai kha-lq di sini adalah kualitas wujud, pengaruh, gerak
dan diam, berubahnya langit dan bumi, bukan pengadaannya. Sayid Muhammad Husain
Thabathabai, al-Mizn fi Tafsir al-Qurn, jil. 4, hal. 87, Daftar Intisyarat Islami, Qum, 1417
H.
[2]. Seperti ayat 164 surah al-Baqarah, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut dengan membawa apa
yang berguna bagi manusia, air yang Allah turunkan dari langit, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering-kerontang), dan Dia tebarkan segala jenis hewan di
atas bumi itu, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi,
sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
[3]. Silahkan lihat, al-Mizn fi Tafsir al-Qurn, jil. 4, hal. 87; Sayid Abdul Ala, Mawhib
al-Rahman fi Tafsir al-Qurn, jil. 7, hal. 17, Muasassah Ahlulbait As, Beirut, Cetakan
Kedua, 1409; Muhammad Jawad Najafi Khomeini, Tafsir sn, jil. 3, hal. 106-107,
Islamiyah, Tehran, 1398 H.

yat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan
akalnya?
Pertanyaan
Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir? Tolong jelaskan
ayat-ayat yang menyinggung tentang berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran?
Jawaban Global
Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus
melihat secara global makna akal yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan
dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat alQuran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran.
Akal dan pikiran merupakan karunia paling mulia yang diberikan Allah Swt kepada manusia.
Orang-orang yang tidak berpikir dan menolak untuk menghamba kepada Tuhan, dipandang
sebagai mahkluk yang lebih buruk daripada binatang.[1] Akal dalam pandangan al-Quran dan
riwayat, bukanlah semata-mata akal kalkulatif dan logika Aristotelian. Keduanya meski dapat
menjadi
media
bagi
akal
namun
tidak
mencakup
semuanya.

Karena itu, berulang kali al-Quran menyebutkan bahwa kebanyakan orang tidak berpikir, atau
tidak menggunakan akalnya; sementara kita tahu bahwa kebanyakan manusia melakukan
pekerjaannya
dengan
berhitung
dan
kalkulatif
pada
seluruh
urusannya.
Memandang sama akal dan berpikir kalkulatif merupakan sebuah kesalahan epistemologis.
Bahkan melakukan komparasi dan memiliki kemampuan berhitung semata-mata merupakan
salah satu media permukaan akal yang lebih banyak berurusan pada masalah angka-angka
dan
kuantitas.
Namun untuk mencerap realitas-realitas segala sesuatu, baik dan buruk, petunjuk dan
kesesatan, kesempurnaan dan kebahagiaan, dan lain sebagainya diperlukan cahaya yang
disebut sebagai sebuah anasir Ilahi yang terpendam dalam diri manusia. Anasir ini adalah
akal dan fitrah manusia dalam artian sebenarnya. Sebagaimana sesuai dengan sabda Imam Ali
As bahwa nabi-nabi diutus adalah untuk menyemai khazanah akal manusia.[2]
Dalam Islam, akal dan agama[3] adalah satu hakikat tunggal dan sesuai dengan sebagian
riwayat, dimanapun akal berada maka agama akan selalu mendampingi,[4] tidak ada jarak
yang terbentang antara iman dan kekurufan kecuali dengan kurangnya akal.[5]
Menggunakan pikiran dan akal dapat digunakan di jalan benar dan tepat apabila digunakan
dalam rangka ibadah dan penghambaan. Imam Shadiq As ditanya tentang apakah akal itu?
Imam Shadiq As menjawab, Sesuatu yang dengannya Tuhan disembah dan surga diraih.[6]
Berdasarkan hal ini, harap diperhatikan, berpikir dalam al-Quran tidak serta merta bermakna
menggunakan akal yang dikenal secara terminologis. Tatkala al-Quran menyeru untuk
berpikir dan merenung dalam rangka penghambaan yang lebih serta terbebas dari belenggu
kegelapan dan kesilaman jiwa, boleh jadi merupakan salah satu tanda berpikir dan
berasionisasi.
Dalam pandangan ini, kedudukan akal dan pikiran sedemikian tinggi dan menjulang sehingga
Allah Swt dalam al-Quran, tidak sekali pun menyuruh hamba-Nya untuk tidak berpikir atau
menempuh
jalan
secara
membabi
buta.[7]
Menurut Allamah Thabathabai, Allah Swt dalam al-Quran menyeru manusia sebanyak lebih
dari tiga ratus kali untuk menggunakan dan memberdayakan anugerah pemberian Tuhan ini,
[8] dimana ayat-ayat ini dapat diklasifikasikan secara ringkas sebagaimana berikut:
1. Mencela secara langsung manusia yang tidak mau berpikir:
Pada kebanyakan ayat al-Quran, Allah Swt menghukum manusia disebabkan karena mereka
tidak berpikir. Dengan beberapa ungkapan seperti, afal taqilun, afal tatafakkarun,
afal yatadabbaruna al-Qurn,[9] Allah Swt mengajak mereka untuk berpikir dan
menggunakan akalnya.
1

Ajakan untuk berpikir dalam pembahasan-pembahasan tauhid:

Allah Swt menggunakan ragam cara untuk mengajak manusia berpikir tentang keesaan Allah
Swt; seperti pada ayat, Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arasy
dari apa yang mereka sifatkan. (Qs. Al-Anbiya [21]:22)[10] dan Katakanlah, Mengapa
kamu menyembah selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepadamu
dan tidak (pula) mendatangkan manfaat bagimu? Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (Qs. Al-Maidah [5]:76) serta ayat-ayat yang menyinggung tentang kisah
Nabi Ibrahim As dalam menyembah secara lahir matahari, bulan dan bintang-bintang, semua
ini dibeberkan sehingga manusia-manusia jahil dapat tergugah pikirannya terkait dengan
ketidakmampuan tuhan-tuhan palsu.[11] Dengan demikian, Allah Swt mengajak manusia
untuk merenungkan dan memikirkan ucapan dan ajakan para nabi, Apakah mereka tidak

memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila? Ia (Muhammad itu)
tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata (yang bertugas mengingatkan
umat manusia terhadap tugas-tugas mereka). (Qs. Al-Araf [7]:184); Katakanlah,
Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu
menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan
(tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikit pun pada kawanmu itu. Dia tidak lain
hanyalah pemberi peringatan bagimu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Qs. Al-Saba
[34]:46)
1

Penciptaan langit-langit dan bumi serta aturan yang berkuasa atas seluruh
makhluk:

Mencermati langit dan bumi serta keagungannya, demikian juga aturan yang berlaku pada
unsur-unsur alam natural, merupakan salah satu jalan terbaik untuk memahami keagungan
Peciptanya. Allah Swt dengan menyeru manusia untuk memperhatikan dan mencermati
fenomena makhluk, sejatinya mengajak mereka untuk berpikir tentang Pencipta makhlukmakhluk tersebut. Misalnya pada ayat, Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di bumi
untuk kamu. Kemudian Dia (berkehendak) menciptakan langit, lalu Dia menjadikannya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-Baqarah [2]:29)[12] dan
Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan. (Qs. Al-Ghasiyah
[88]:17)
1

Penalaran terhadap adanya hari Kiamat:

Inti keberadaan hari Kiamat dan bahwa Allah Swt Mahakuasa untuk membangkitkan manusia
setelah kematian mereka didasarkan argumen-argumen rasional. Pada kebanyakan ayat alQuran, kemungkinan adanya hari Kiamat dinyatakan dalam bentuk ajakan untuk berpikir
pada contoh-contoh yang serupa; seperti datangnya para wali manusia,[13] hidupnya
kembali bumi dan tumbuh-tumbuhan,[14] kisah hidupnya burung-burung sebuah jawaban
atas permintaan Nabi Ibrahim AS,[15] kisah Ashabul Kahfi,[16] kisah Nabi Uzair[17] dan
masih banyak contoh lainnya.
1

Isyarat terhadap sifat-sifat Allah Swt:

Pada kebanyakan ayat al-Quran dengan menyinggung sebagian sifat Allah Swt, manusia
diajak untuk berpikir tentang Allah Swt dan tentang amalan perbuatan mereka. Sifat-sifat
seperti, Qadir, Malik, Sami dan Bashir dengan baik menunjukkan atas isyarat ini. Seperti,
Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan
bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang gaib? (Qs. Al-Taubah [9]:78)[18] dan
ayat-ayat dimana Allah Swt memperkenalkan dirinya sebagai saksi atas amalan-amalan kita,
seperti, Katakanlah, Hai ahli kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah? Padahal
Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. (Qs. Ali Imran [3]:98)[19] jelas bahwa
ayat-ayat ini tengah membahas tentang prinsip-prinsip akidah; seperti tauhid, kenabian,
maad dan keadilan Ilahi. Ayat-ayat ini adalah ayat-ayat rasional yang termaktub dalam alQuran. Karena prinsip-prinsip akidah bertitik tolak dari pembahasan-pembahasan rasional
yang harus ditetapkan dengan berpikir dan menggunakal akal. Taklid dalam hal ini tidak
dibenarkan.
1

Menjelaskan ragam kisah dan azab yang diturunkan akibat dosa-dosa kaumkaum terdahulu:

Harap diperhatikan menjelaskan kisah-kisah kaum terdahulu yang disampaikan dalam alQuran, bukan dimaksudkan untuk sekedar menjelaskan satu kisah atau kisah yang membuat
manusia larut di dalamnya, melainkan sebuah pelajaran berharga untuk umat selanjutnya.
Atau dengan menelaah nasib dan peristiwa yang menimpa mereka, manusia seyogyanya
berpikir tentang akhir dan pengaruh amalan perbuatan mereka sehingga dapat menuntun
manusia untuk tidak melakukan perbuatan yang sama; seperti kisah Nabi Yusuf,[20] kisah
yang sarat dengan pelajaran wanita-wanita para nabi,[21] azab-azab yang turun untuk kaum
Ad, Tsamud dan Luth.[22]
1

Menjelaskan mukjizat-mukjizat para nabi:

Jalan terbaik untuk menetapkan kebenaran seorang nabi dan klaim risalah yang dibawanya
dari sisi Allah Swt adalah mukjizat. Mukjizat hanya dapat menetapkan klaim kenabian
seorang nabi tatkala hal itu berada di luar kemampuan dan kekuatan manusia; karena itu
demonstrasi mukjizat merupakan sebuah ajakan nyata kepada manusia untuk berpikir
sehingga manusia dengan berpikir terhadap ketidakmampuannya dan kekuatan mukjizat ia
beriman kepada ucapan-ucapan para nabi; seperti mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw,
al-Quran yang akan tetap abadi selamanya dan manusia dengan berpikir dan ber-tafakkur
pada ayat-ayatnya dapat meraih iman pada kebenaran nabi pamungkas,[23] dan mukjizatmukjizat agung yang diriwayatkan dari para nabi ulul azmi.[24]
1

Tantangan dalam al-Quran:

Salah satu contoh ajakan dan seruan al-Quran untuk berpikir adalah tantangan kepada orangorang kafir untuk menghadirkan seperti ayat-ayat al-Quran. Tatkala manusia mencari
kebenaran, mereka menjumpai ketidakmampuan orang-orang kafir sepanjang tahun ini,
mereka beriman kepada kebenaran al-Quran dan pembawa pesannya; seperti ayat, Dan jika
kamu (tetap) meragukan Al-Qur'an yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah (paling tidak) satu surah saja yang semisal dengan Al-Qur'an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah (untuk melakukan hal itu), jika kamu
orang-orang yang benar. (Qs. Al-Baqarah [2]:23)[25]
1

Mencela taklid buta:

Pada kebanyakan ayat al-Quran, orang-orang kafir untuk mencari pembenaran atas
tindakannya menyembah berhala, tidak mau berpikir dan sebagai gantinya menjadikan taklid
buta dari datuk-datuknya sebagai pembenar atas perbuatan-perbuatan mereka. Allah Swt
mencela mereka karena tidak mau memanfaatkan kemampuan akal dan menyeru mereka
untuk berpikir dan merenung dalam masalah-masalah akidah; misalnya pada ayat, Dan
apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah, mereka
menjawab, (Tidak)! Tetapi, kami hanya mengikuti apa yang telah kami temukan dari
(perbuatan-perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga)
meskipun nenek moyang mereka itu tidak memahami suatu apa pun dan tidak mendapat
petunjuk? (Qs. Al-Baqarah [2]:170)[26] sebagaimana Allah Swt mencela Ahlulkitab
disebabkan akidah-akidah batil dan taklid buta mereka, Katakanlah, Hai ahli kitab,
janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam
agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat sebelum
(kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka
tersesat dari jalan yang lurus. (Qs. Al-Maidah [5]:77)

Meminta argumentasi di hadapan ucapan-ucapan tak berguna:

Tatkala Allah Swt di hadapan ucapan-ucapan tak berguna dan tidak benar sebagian manusia,
menuntut dalil dan burhan, dan dengan lugas meminta seluruh manusia untuk tidak mengikut
sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentangnya;[27] artinya Allah Swt menginginkan seluruh
manusia menjadikan akalnya sebagai panglima untuk memutuskan di hadapan pelbagai
khurafat dan hal-hal nonsense dan meminta argumentasi dari mereka; seperti, Dan mereka
(orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, Sekali-kali tidak akan pernah masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani. Demikian itu (hanyalah)
angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah, Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika
kamu adalah orang-orang yang benar. (Qs. Al-Baqarah [2]:111)[28] Demikian juga para
nabi meminta argumentasi di hadapan klaim-klaim kosong seperti, Apakah engkau tidak
memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan)? Ketika Ibrahim berkata,
Tuhanku adalah Dzat yang dapat menghidupkan dan mematikan. Orang itu berkata,
Saya juga dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah matahari itu dari barat. Lalu, orang
yang kafir itu terdiam (seribu bahasa); dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orangorang yang zalim. Qs. Al-Baqarah [2]:258)
1

Menggunakan penyerupaan dan permisalan dalam memotivasi dan mencela


manusia:

Allah Swt pada kebanyakan ayat mengajak manusia untuk berpikir dengan menggunakan
penyerupaan sehingga ia mau merenung atas apa perbuatanya; seperti, Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba
yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui. (Qs. Al-Ankabut [29]:41)[29]
1

Mengingatkan pelbagai nikmat:

Allah Swt dalam al-Quran dengan mengingatkan pelbagai nikmat, meminta manusia untuk
menjauhi sikap angkuh dan memuja diri serta tidak melupakan kedudukan penghambaan dan
ibadah. Metode mengajak berpikir seperti ini kebanyakan digunakan untuk kaum Bani Israel;
seperti, Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepadamu dan (ingatlah pula) bahwa Aku telah mengutamakan kamu atas segala umat.
(Qs. Al-Baqarah [2]:47 & 122) dan Tanyakan kepada Bani Israil, Berapa banyakkah tandatanda (kebenaran) nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Dan barang siapa yang
merubah nikmat Allah setelah nikmat itu datang kepadanya, sesungguhnya Allah sangat
keras siksa-Nya & Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu
merenungkan. (Qs. Al-Baqarah [2]:211 & 242) dan pada hari kiamat akan menjadi hari
tatkala seluruh anugerah ini akan ditanya.[30]
1

Membandingkan
perbuatannya:

antara

manusia

dengan

memperhatikan

pikiran

dan

Tatkala seorang berakal melakukan perbandingan antara dua hal, pada hakikatnya ingin
menjelaskan tipologi dan pengaruh positif dan negative masing-masing dari dua hal yang
dibandingkan. Membandingkan antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir juga
merupakan seruan nyata Allah Swt kepada manusia untuk berpikir dan berenung, sehingga

manusia yang berpikir dapat menimbang akibat orang-orang beriman dan orang-orang kafir,
kemudian menemukan jalannya; seperti ayat, Sesungguhnya telah ada tanda (dan
pelajaran) bagimu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan
berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat
(seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali lipat jumlah mereka. Allah menguatkan
dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Qs. Ali Imran [3]:13)
[31]
1

Menuntaskan hujjah:

Tatkala mengirimkan pelbagai mukjizat, ayat-ayat, dan tanda-tandanya yang beragam, Tuhan
telah menuntaskan hujjah bagi para hamba-Nya dan memberikan kepada mereka janji-janji
pahala dan azab, pada hakikatnya mereka diseur untuk berpikir dan berenung sehingga
manusia mau menimbang segala yang dilakukan dan dikerjakannya. Para nabi juga tidak
mendatangi para umatnya kecuali menuntaskan hujjat dengan pelbagai dalil, argument dan
tanda-tanda, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa tanda-tanda
(kekuasaan) Kami dan mukjizat yang nyata (Qs. Hud [11]:96) tatkala mereka menolak
untuk menjadi hamba, tidak akan diampuni, Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu
dengan membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu menjadikan anak sapi
(sebagai sembahan) setelah ia pergi, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim
& Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) setelah datang kepadamu bukti-bukti
kebenaran yang nyata, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Qs. Al-Baqarah [2]:92 & 209)[32] seluruh hujjah tidak terkhusus untuk para
pendosa saja, melainkan mencakup seluruh nabi, Dan sebagaimana (Kami telah
menurunkan kitab kepada para nabi sebelum kamu), Kami (juga) telah menurunkan AlQuran itu (kepadamu) sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya
kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali
tidak memiliki pelindung dan penolak pun dari (siksa) Allah. (Qs. Al-Rad [13]:37)[33]
Pada akhirnya, al-Quran mendeskripsikan kondisi orang-orang yang enggan berpikir dan
tidak mau mendengarkan ucapan-ucapan para nabi dan imam, Dan mereka berkata,
Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami
termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (Qs. Al-Mulk [67]:10)[34] dan
karena mereka memiliki akal dan mereka sendiri dapat memberikan penilaian, maka Allah
Swt, dengan menyerahkan catatan amalan akan meminta mereka menilai sendiri atas apa saja
yang telah mereka kerjakan.[35] [iQuest]
[1]. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orangorang yang bisu dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. (Qs. Al-Anfal [8]:22)
[2]. Nahj al-Balgha, (Subhi Shaleh), hal. 43, Intisyarat Hijrat, Qum, 1414 H.
[3]. Akal dan Agama, 4910; Hubungan Akal dan Agama, 12105.
[4]. Kulaini, al-Kfi, jil, 1, hal. 10, Diedit oleh Ghaffari dan Akhundi, Dar al-Kutub alIslamiyah, Teheran, 1407 H.
[5]. Ibid, hal. 28.
[6]. Ibid, hal. 11.
[7]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat jawaban 26661 yang terdapat pada site ini.
[8]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizn, jil. 3, hal. 57, Daftar Intisyarat Islami,
Qum, 1417 H.

[9]. Apakah kalian tidak berpikir redaksi kalimat ini dan redaksi kalimat yang serupa
digunakan sebanyak 20 kali dalam al-Quran.
[10]. Dan ayat-ayat serupa pada surah al-Mukminun Allah sekali-kali tidak mempunyai
anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya,
masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari
tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka sifatkan itu. [23]:91)
[11]. Ketika malam telah menjadi gelap, ia melihat sebuah bintang (seraya) berkata,
Inilah Tuhanku. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, ia berkata, Saya tidak suka kepada
yang tenggelam. Kemudian tatkala ia melihat bulan terbit, ia berkata, Inilah Tuhanku.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, ia berkata, Sesungguhnya jika Tuhan-ku tidak memberi
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, ia berkata, Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar. Tatkala matahari
itu telah terbenam, ia berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang
kamu persekutukan. (Qs. Al-Anam [6]:76-78)
[12]. Dan ayat-ayat lainnya seperti (Qs. Yunus [10]:5); (Qs. Al-Mulk [67]:3 & 4); (Qs. AlBaqarah [2]:3 & 4); (Qs. Al-Mukminun [23]:69 & 80) dan seterusnya; Allah Swt pada ayat
190 surah Ali Imran menyebut orang-orang yang memikirkan tanda-tanda Ilahi sebagai ulul
albab yaitu orang-orang yang berpikir.
[13]. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap
dengannya, Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang
sempurna? (Qs. Al-Kahf [18]:37); Hai manusia, jika kamu ragu tentang kebangkitan (dari
kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sebagiannya berbentuk dan sebagian yang lain tidak berbentuk, agar Kami jelaskan
kepadamu (bahwa Kami Maha Kuasa atas segala sesuatu), dan Kami tetapkan dalam rahim
(ibu) janin yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami
keluarkan kamu sebagai bayi, supaya (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya
telah ia ketahui. Dan (dari sisi lain) kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah
Kami turunkan air di atasnya, bumi itu hidup dan tumbuh subur dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Qs. Al-Hajj [22]:5)
[14]. Dan Dia-lah yang mengirim angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung,
Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka
Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati (pada hari kiamat), mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran. (Qs. Al-Arafa [7]:57); (Qs. Al-Rum [30]:50); (Qs. Fathir [35]:9) dan
lain sebagainya.
[15]. (Qs. Al-Baqarah [2]:260)
[16]. (Qs. Al-Kahf [18]:9-25)
[17]. (Qs. Al-Baqarah [2]:259)
[18]. (Qs. Al-Taubah [9]:78); (Qs. Al-Baqarah [2]:96 & 107)
[19]. (Qs. Ali Imran [3]:98); (Qs. Al-Nisa [4]:33 & 166)
[20]. Surah Yusuf mengulas kisah ini secara rinci.
[21]. (Qs. Al-Tahrim [66]:4, 10 dan 11)
[22]. Seperti ayat-ayat, (Qs. Al-Fushilat [41]:13-17) dan (Qs. Al-Araf [7]:80-84)
[23]. Mukjizat Rasulullah SAW lainnya pada (Qs. Al-Isra [17]:1 & 88); (Qs. Al-Qamar []:1)

[24]. Mukjizat-mukjizat Nabi Nuh As pada (Qs. Al-Ankabut [29]:15); Mukjizat-mukjizat


Nabi Ibrahim As pada (Qs. Al-Anbiya [21]:69); Mukjizat-mukjizat Nabi Musa As pada (Qs.
Thaha [20]:17-20) dan (Qs. Al-Qashash [28]:32) dan (Qs. Al-Baqarah [2]:50); Mukjizatmukjizat Nabi Isa As pada (Qs. Al-Maidah [5]:110)
[25]. Dan ayat-ayat lainya seperti (Qs. Yunus [10]:38) dan (Qs. Hud [11]:13)
[26]. Dan seperti ayat-ayat (Qs. Al-Maidah [5]:53 & 54); (Qs. Al-Syuaara [26]:74); (Qs. AlZukhruf [43]:23)
[27]. (Qs. Al-Isra [17]:36)
[28]. Ketika Allah Swt berfirman kepada Rasul-Nya, Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Qs.
Al-Anam [6]:49)
[29]. Dan ayat-ayat lainnya seperti (Qs. Al-Jumuah []:5); (Qs. Al-Baqarah [2]:26, 171, 261,
dan 265); (Qs. Ali Imran [3]:118) dan (Qs. Al-Araf [7]:176)
[30]. Kemudian pada hari itu kamu pasti akan ditanyai tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu). (Qs. Al-Takatsur [102]:8)
[31]. (Qs. Al-Maidah [5]:50); (Qs. Al-Anam [6]:50); (Qs. Hud [11]:24); demikian juga
perbandingan orang-orang mujahid dan orang-orang yang tidak berjihad pada surah alNisa:95)
[32]. (Qs. Al-Nisa [4]:153); (Qs. Al-Maidah [5]:32)
[33]. Demikian juga (Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan seluruh ayat (bukti)
kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) itu,
mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak (berhak) mengikuti kiblat mereka,
dan sebagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan jika kamu
mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau
begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim. (Qs. Al-Baqarah [2]:145)
[34]. Jelas bahwa yang dimaksud dengan mendengarkan di sini bukanlah taklid buta,
melainkan mendengarkan berdasarkan pemikiran dan perenungan.
[35]. Menyinggung ayat Adapun orang-orang yang menerima kitab (amal)nya dengan
tangan kanan, maka dia berkata (lantaran bahagia dan bangga), Ambillah, bacalah kitabku
(ini) & Adapun orang yang menerima kitab (amal)nya dengan tangan kiri, maka dia berkata,
Wahai alangkah baiknya kiranya kitabku ini tidak diberikan kepadaku. (Qs. Al-Haqqa
[69]: 19 & 25 ).

TAFSIR DARI REDAKSI ULUL ALBAB DALAM QS. ALI IMRAN AYAT
190-191, QS. AR-RA'DU AYAT 19-22 DAN QS. AZ ZUMAR AYAT 17-18
TAFSIR DARI REDAKSI ULUL
ALBAB DALAM QS. ALI IMRAN AYAT 190-191,
QS. AR-RA'DU AYAT 19-22 DAN QS. AZ ZUMAR AYAT 17-18

A.

Oleh Khambali
(ust.hambali@gmail.com)
Ayat dan Terjemah QS. Ali Imran Ayat 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan

langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka{QS. Ali Imran : 190-191}.
B. Pendapat Mufassir tentang QS. Ali Imran Ayat 190-191
1. Ibnu Katsir
Ayat 190-191 surat Ali Imran merupakan penutup surat Ali Imran. Ini
antara lain terlihat pada uaian-uraiannya yang bersifat umum. Setelah
dalam ayat-ayat lalu mengurai hal-hal yang rinci, sebagaimana terbaca
pada ayat 189 yang menegaskan kepemilikan Allah Swt. Atas alam raya.
Maka pada ayat yang ke-190-191 Allah menguraikan sekelumit dari
penciptaan-Nya, serta memerintahkan agar memikirkannya.
Salah satu bukti kebenaran bahwa Allah merupakan Sang Pemilik
atas alam raya ini, dengan adanya undangan kepada manusia untuk
berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian bendabenda angkasa, seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintangbintang yang terdapat dilangit, atau dalam pengaturan sistem kerja langit
yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi pada porosnya
yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang, perbedaannya baik
dalam masa maupun panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda
kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang orang yang memiliki
akal yang murni.
Kata ( )al-bab adalah bentuk jamak dari ( )lub yaitu
saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya.
Isi kacang dinamai lub. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal
yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide yang
dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Orang yang merenungkan

tentang penomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah Swt.
Ayat ini mirip dengan ayat 164 surat Al-Baqarah, hanya saja di sana
disebutkan delapan macam ayat-ayat Allah, sedang di sini hanya tiga.
Bagi kalangan sufi, pengurangan ini disebabkan karena memang pada
tahap-tahap

awal,

seorang

salik

yang

berjalan

menuju

Allah

membutuhkan banyak argumen akliyah. Akan tetapi, setelah melalui


beberapa tahap, yakni ketika kalbu telah memperolah kecerahan, maka
kebutuhan akan argumen aqliyah semakin berkurang, bahkan dapat
menjadi

halangan

bagi

kalbu

untuk

terjun

ke

samudra

marifat.

Selanjutnya, kalau bukti-bukti yang disebutkan di sana adalah hal-hal


yang terdapat di langit dan di bumi, maka penekanannya di sini adalah
pada bukti-bukti yang terbentang di langit. Ini karena bukti-bukti di langit
lebih menggugah hati dan pikiran, seta lebih cepat mengantar seseorang
meraih rasa keagungan ilahi.
Disisi lain, ayat 164 Al-Baqarah ditutup dengan menyatakan bahwa
yang demikian itu merupakan tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal ( ) la ayatin liqaumin yaqilun, sedangkan pada
ayat ini, karena mereka telah berada pada tahap yang lebih tinggi dan
juga telah mencapai kemurnian akal, maka sangat wajar ayat ini ditutup
dengan ( ) la ayatin liulil albab.
Sejumlah

riwayat

menyatakan

bahwa

rasul

Saw.

Seringkali

membaca ayat ini dan ayat-ayat berikutnya saat beliau bangun shalat
tahajud dimalam hari. Imam bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang
berkata bahwa, Suatu malam aku tidur dirumah bibiku, Maemunah.

Rasul Saw. berbincang-bincang dengan keluarga beliau, beberapa saat


kemudian

pada

sepertiga

malam

terakhir

beliau

bangkit

dari

pembaringan dan duduk memandang ke arah langit sambil membaca


ayat ini lalu beliau berwudhu,. Dan shalat sebelas rakaat. Kemudian adzan
subuh, maka belau shalat dua rakaat, lalu menuju ke mesjid untuk
mengimami jamaah shalat subuh.
Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan melalui Atha bahwa, Suatu
ketika ia bersama rekannya, mengunjungi Aisyah Ra. istri Nabi Saw, untuk
bertanya tentang peristiwa apa yang paling mengesankan beliau dari
rasul Saw. Aisyah menangis sambil berkata: Semua yang beliau lakukan
mengesankan kalau hanya menyebut satu, maka satu malam, yakni di
malam giliran beliau tidur berdampingan denganku, kulitnya menyentuh
kulitku lalu beliau bersabda,wahai aisyah, izinkanlah aku beribadah
kepada Tuhanku dan aku berkata berkata, demi Allah, aku senang
berada disampingmu, tetapi aku senang juga engkau beribadah kepada
Tuhan. Maka beliau pergi berwudhu, tidak banyak air yang beliau
gunakan

lalu

berdiri

melaksanakan

shalat

dan

menangis

hingga

membasahi jenggot beliau lalu sujud dan menangis hingga membasahi


lantai, lalu berbaring dan menangis. Setelah itu bilal datang untuk adzan
subuh bilal bertanya kepada rasul tentang apa gerangan yang membuat
beliau menangis sedang Allah telah mengampuni dosanya yang lalu dan
yang akan datang. Rasul Saw menjawab, aduhai bilal, apa yang dapat
membendung tangisku sedang semalam Allah telah menurunkan ayat,
inna fil khalkissama waati.., sungguh celaka siapa yang membaca tapi
tidak memikirkannya .

2. Quraisy Shihab
Ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya menjelaskan sebagian dari ciriciri orang yang dinamai ulul albab yang telah disebutkan pada ayat yang
lalu. Mereka adalah orang-orang baik laki-laki maupun perempuan yang
terus mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi
dan kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk atau keadaan
berbaring

atau

bagaimanapun,

dan

mereka

memikirkan

tentang

penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah
itu berkata sebagai kesimpulan; Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan
alam raya dan segala isinya ini dengan sia-sia tanpa tujuan yang hak. Apa
yang kami alami, atau dengar dari keburukan atau kekurangan, Maha Suci
Engkau dari semua itu. Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami
yang dapat menjerumuskan kami kedalam siksa neraka, maka peliharalah
kami dari siksa neraka. Karena, Tuhan kami Kami tahu dan sangat yakin
bahwa sesungguhnya siapa yang engkau masukan kedalam neraka, maka
sungguh telah engkau hinakan ia dengan mempermalukannnya di hari
kemudian seabagai seorang serta menyiksanya dengan siksa yang pedih.
Tidak ada satupun yang dapat membelanya, dan tidak ada bagi orangorang yang dzalim. Siapapun ia, satu penolongpun.
Di atas terlihat bahwa objek dzikir adalah Allah, sedang objek pikir
adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa
pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu. Sedangkan
pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan alam, yakni berpikir.
Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena
alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah. Hal ini

dipahami dari sabda Rasullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim
melalui Ibnu Abbas: Berpikirlah tentang makhluk Allah dan jangan
berpikir tentang Allah.
Manusia

yang

membaca

lembaran

alam

raya

niscaya

akan

mendapatkan Allah sebelum manusia mengenal peradaban mereka yang


menempuh jalan ini telah menemukan kekuatan itu (Allah Swt). Walau
nama yang disandangkan untuknya bermacam-macam seperti; Penggerak
Pertama, Yang Maha Mutlak, Pencipta Alam, Kehendak Mutlak, Yang Maha
Kuasa, dan sebagainya. Bahkan seandainya mata tidak mampu membaca
lembaran

alam

raya,

maka

mata

hati

dan

cahayanya

akan

menemukannya karena memandang atau mengenal Tuhan ada dalam


jangakauan kemampuan manusia melalui lubuk hatinya. Bahkan, bila
manusia mendengar suara nuraninya dengan telinga terbuka pasti ia
akan mendengar suara Tuhan yang menyerunya ini disebabkan karena
kehadiran Allah dan keyakinan akan keesaannya, adalah fitrah yang
menyertai jiwa manusia.
Fitrah itu tidak bias dipisahkan dari manusia meskipun mungkin
tingkatannya berbeda sekali waktu pada seseorang ia sedemikian kuat,
terang cahayanya melebihi sinar matahari dan pada saat yang lain atau
pada orang lain ia begitu lemah dan redup. Namun demikian sumbernya
tidak lenyap, akarnyapun mustahil tercabut.
Suatu ketika menjelang ruh manusia dicabut dari tubuhnya fitrah
keagamaan itu muncul sedimikian kuat dan jelas.

Maka hadapkanlah

wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu tidak ada perubahan

pada fitrah Allah (itulah ) agama yang lurus; tetapi kabanyakan manusia
tidak mengetahui (QS. Fathir ayat 30)
Seandainya manusia merasa puas dengan perasaan atau informasi
jiwa dan intuisinya dalam mencari dan berkenalan dengan Tuhan, niscaya
banyak jalan yang dapat disingkirkannya tetapi manusia tidak semuanya
mampu berbuat demikian. Banyak juga orang yang menempuh jalan yang
berliku-liku, memasuki lorong-lorong yang sempit untuk melayani rayuan
akal

yang

sering

mengajukan

aneka

pertanyaan

ilmiah

sambil

mendesak untuk memperoleh jawaban yang memuaskan nalar.


Bagi yang puas degan informasi intuisi, ia akan merasakan
ketenangan dan kedamaian bersama kekuatan yang Maha Agung,
siapapun yang dyakininya tanpa mendiskusikan apakah pengenalan
mereka benar apa keliru.
Islam tidak menolak melayani desakan akal atau dorongan nalar.
Bukankah telah beragam argumen akliyah yang dipaparkan bersamaan
dengan

sentuhan-sentuhan

rasa

guna

membuktikan

keesaannya?

Bukanya Al-quran menguji ulul albab yang berdzikir dan berpikir tentang
kejadian langit dan bumi?

bukankah dia telah memerintahkan untuk

memandang alam dan fenomenanya dengan pandangan nadzar atau


nalar

serta

memikirkannya?

Bukankah

bukti-bukti

kehadirannya

dipaparkan sedemikian jelas melalaui berbagai pendekatan? Tetapi sekali


lagi akal manusia sering kali tidak puas hanya sampai pada titik dimana
wujudnya

terbukti

akal

manusia

sering

kali

mengenal

dzat

dan

hakikatnya, bahkan ingin melihatnya dengan mata kepala, seakan-akan


Tuhan adalah sesuatu yang dapat terjangkau oleh panca indra.

Oleh karena itu, disinilah letak kesalahan bahkan letak bahaya.


Karena inilah banyak pemikir jatuh tersungkur ketika mereka menuntut
kehadirannya melebihi kehadiran bukti-bukti wujudnya seperti kehadiran
alam raya dan teraturanya

bahakan disanalah bergelimpangan korban

orang-orang yang tidak puas dengan pengenalan rasa atau yang


mendesak meraih pengetahuan tentang Tuhan melebihan informasi Tuhan
sendiri seandainya mereka menempuh cara yang mereka gunakan ketika
merasa takut kepada harimau, tanpa melihat wujudnya

cukup degan

mendengar raungnya atau seandainya mereka berinteraksi dengan Tuhan


sebagai mana berinteraksi dengan matahari mendapatkan kemanfaatan
dan kehangatan cahayanya tanpa harus mengenal hakekatnya, maka
banyak daya dan waktu yang dapat digunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat tapi sekali lagi tidak semua manusia sama.
Di atas telah dijelaskan makna firman-Nya, rabbana maa khalakta
hadza batthilan / Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, bahwa ia adalah sebagai natijah dan kesimpulan upaya dzikir dan
pikir. Dapat juga dipahami dzikir dan pikir tersebut mereka lakukan sambil
membayangkan dalam benak mereka bahwa alam raya tidak diciptakan
Allah sia-sia.
Penggalan ayat tersebut dipahami juga sebagai bagian dari ucapan
mereka dengan ucapan: sesungguhnya siapa yang engkau masukkan ke
dalam neraka dan seterusnya, sehingga berarti bahwa mereka berdzikir
dan berpikir seraya berkata Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini
dengan

sia-sia.

Memang

pendapat

ini

dapat

dibantah

dengan

menyatakan: Bukankah ulul albab itu banyak sehingga bagaimana

mungkin mereka sepakat mengucapkan kata itu? keberatan ini ditampak


oleh pendukung pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa ucapan itu
mereka tiru atau diajarkan oleh Rasul Saw.
Quraish Shihab memahami kalimat tersebut sebagai hasil dzikir dan
pikir, dengan demikian ia tidak dapat dihadang oleh keberatan di atas. Di
sisi lain, hasil itu akan sangat serasi dengan permohonan mereka
selanjutnya. Yakni karena semua makhluk tidak diciptakn sia-sia, karena
ada makhluk yang baik dan yang jahat, ada yang durhaka dan ada pula
yang taat, di mana tentu saja yang durhaka akan dihukum maka mereka
memohon perlindungan dari siksa neraka mereka selanjutnya berusaha
untuk menjadi makhluk yang baik dan taat.
Ayat di atas mendahulukan dzikir atas pikir karena dzikir mengingat
Allah dan menyebut nama-nama dan keagungannya. Hati akan menjadi
tenang dengan ketenangan pikiran akan menjadi cerah bahkan siap untuk
memperoleh limpahan ilham dan bimbingan ilahi.
Didahulukannya kata subhanaka yang diterjemahkan sebagai
maha suci engkau, atas permohonan terpelihara dari siksa neraka.
Mengajarkan bagaimana seharusnya bermohon, yaitu mendahulukan
pensucian Allah dari segala kekurangan dengan memujinya sebelum
mengajukan

permohonan.

Hal

ini

dimaksudkan

agar

si

pemohon

menyadari nikmat Allah yang telah melimpah kepadanya sebelum adanya


permohonan sekaligus untuk menampi segala perasangka ketidakadilan
dan kekurangan terhadap Allah apabila ternyata permohonan belum
diperkenankannya.

Ayat di atas juga menunjukan bahwa semakin banyak hasil yang


diperoleh dari dzikir dan pikir dan semakin luas pengetahuan tentang
alam raya akan semakin dalam pula rasa takut kepadanya, hal ini antara
lain tercemin pada permohonan untuk dihindarkan dari siksa neraka.
Seperti firman-Nya: sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hamba-hambanya hanyalah para ulama/ cendekiawan (QS. Fathir : 28)
Ayat 192 yang menjelaskan sebab permohonan agar dihindarkan
dari siksa neraka, adalah untuk menggambarkan betapa mereka paham
ajaran agama dan betapa mereka mendesak dalam bermohon, karena
siapa yang menjelaskan dengan rinci sesuatu atau kehebatannya, maka
itu pertanda bahwa ia sangat butuh, sehingga ketulusannya bermohon
lebih dalam dan dengan demikian harapannya untuk dikabulkan lebih
besar.

C.

Kesimpulan QS. Ali Imran Ayat 190-191


Kesimpulan dari isi QS. Ali Imran ayat 190-191 yang berdasarkan penjelasan
mufassir yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa Allah menegaskan kepada
umat manusia dengan memberikan perumpamaan agar dapat dipetik
hikmah atau pelajaran dengan menjelaskan sebagian dari ciri-ciri orang
yang dinamai-Nya ulul albab, yakni (1) orang orang yang memiliki akal
yang murni baik laki-laki maupun perempuan yang merenungkan tentang
fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata
tentang keesaan dan kekuasaan Allah Swt. (2) Orang-orang yang terus
mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi dan
kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk atau keadaan berbaring

atau bagaimanapun, dan mereka memikirkan tentang penciptaan yakni


kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, dan (3) Orang-orang setelah
melihat dan memikirkan itu semua, mereka berkata sebagai kesimpulan
terhadap ciptaan-Nya, yakni Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan
alam raya dan segala isinya ini dengan sia-sia tanpa tujuan yang hak.
D. Ayat dan Terjemah QS. Ar-Ra'du ayat 19-22

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan


kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?
hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
merusak perjanjian, Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada
Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang
sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara
sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan
kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang
baik) (QS. Ar-Ra'du : 19-22).
E. Pendapat Mufassir tentang QS. Ar-Ra'du ayat 19-22
1. Ibnu Katsir
Allah
mengetahui

Swt.

berfirman,

bahwasannya

Tidaklah
apa

yang

sama

antara

"diturunkan

manusia
kepadamu",

yang
hai

muhammad, "dari Tuhanmu itu" merupakan kebenaran yang tidak


diragukan

dan

diperselisihkan

lagi,

justru

semuanya

merupakan

kebenaran, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain, dan aneka


perintah serta larangannya adalah adil dengan orang yang buta, tidak
mendapat petunjuk untuk menjadi kebenaran, dan tidak memahami
kebenaran itu. Jika dia memahaminya, maka dia tidak mengikutinya, tidak
membenarkannya, dan tidak menaatinya. Penggalan ini seperti firman

Allah Swt, "Tidaklah sama antara penghuni neraka dengan para penghuni
syurga. para penghuni syurga adalah orang -orang yang beruntung."
Yakni, tidaklah sama antara orang yang ini dengan yang itu. Firman Allah
Swt, "Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran." yang dapat mengambil nasihat dan memahami hanyalah
kaum pemilik akal yang sehat dan waras.
Allah Swt. memberitahukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat
terpuji bahwasanya bagi mereka kesudahan dan pertolongan di dunia dan
akhirat. "Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak
perjanjian". Yakni, mereka tidak seperti kaum munafikin. Jika salah
seorang di antara mereka berjanji, maka dia berkhianat. jika berperkara,
berbuat

aniaya,

kepercayaan,

jika

maka

berbicara,
dia

maka

berkhianat.

berdusta,
Dan

dan

jika

diberi

orang-orang

yang

menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan.


Berupa silaturrahmi, berbuat baik kepada kerabat, kepada kaum miskin,
dan orang yang membutuhkan, serta memberikan kema'rufan. Mereka
takut kepada Tuhannya dalam setiap amal yang mereka kerjakan dan
tinggalkan, mereka takut kepada perhitungan yang buruk diakhirat. Oleh
karena itu, mereka menempatkan segala persoalannya dalam kaseluruhan
dan keistiqamahan di dalam seluruh prilakunya.
"Dan orang-orang yang sabar" dalam menahan diri dari berbagai
keharaman dan dosa "Karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan
shalat" sesuai dengan segala batasan dan ketentuan waktunya serta
melakukan ruku', sujud, dan khusyuk yang sesuai dengan ketentuan
syara' yang diridhai, "Menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan

kepada mereka", menafkahkan kepada orang yang wajib diberi infaq


sepeti istri, kerabat, orang lain yang miskin, membutuhkan, dan fakir,
secara rahasia maupun terang-terangan, yakni dalam keadaan rahasia
maupun terang-terangan, tengah malam atau pada penghujung siang,
"Dan menolak kejahatan dengan kebaikan", yakni mereka membalas
keburukan dengan kebaikan, membalas gangguan dengan kesabaran
yang baik, tahan uji, lapang dada, dan makan. penggalan ini seperti
firman Allah Swt., "Balaslah dengan cara yang lebih baik."
Oleh karena itu, Allah memberitahukan keadaan orang-orang yang
bahagia yang memiliki sifat-sifat yang baik, bahwa bagi mereka tempat
kesudahan yang baik. kemudian Kesudahan yang baik ini. Dijelaskan
dengan firman Allah Swt. "Syurga 'Adn" Yakni syurga untuk kediaman
mereka tinggal di sana dengan kekal bersama para rasul, para nabi, para
syuhada, dan para imam yang beroleh petunjuk. "Mereka memasukinya,
juga orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak
cucunya."

yakni,

mereka

dipersatukan

bersama

orang-orang

yang

dicintainya seperti bapak, istri, dan anak agar menjadi gembiralah orang
bahagia tersebut dengan adanya mereka, hingga Allah meninggikan
derajat yang rendah menjadi derajat yang tinggi sebagai anugrah dan
kebaikan dari Allah.
Firman Allah Swt, "Sedang malaikat-malaikat masuk ke tempattempat mereka dari semua pintu, Salaamun 'alaikum bimaa shabartum.
Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." Yakni, para malaikat
menemui mereka dari sana sini untuk mengucapkan selamat atas
masuknya mereka ke dalam syurga.

2. Quraisy Shihab
Demikianlah perbedaan antara kebenaran dan kebatilan, karena itu
adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu wahai Muhammad mengetahuinya bahwa ia adalah
kebenaran dan yang di ibaratkan denga air atau logam murni itu, sama
dengan orang yang buta yang serupa dengan buih dan kotoran logam itu?
pastilah tidak sama! hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat
menyadari perumpamaan dan mengambil pelajaran.
Ayat di atas menggunakan kata buta untuk mereka yang menolak
apa yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad Saw., yakni al-quran,
karena firman- firman Allah itu sedemikian jelas bagaikan terlihat dengan
mata kepala sehingga dapat dijangkau oleh siapapun walau hanya
memiliki mata saja. Namun demikian, karena mereka menolaknya maka
mereka adalah orang yang buta mata hatinya.
Sayyid

Quthub

menggarisbawahi

penggalan

ayat

ini

yang

memperhadapkan orang yang mengetahui dengan orang yang buta bukan


memperhadapkannya
menurutnya
menjadikan

dengan

orang

yang

mengisyaratkan

bahwa

hanya

seseorang

menolak

hakikat

tidak

mengetahui.

kebutaan

yang

sangat

Ini

hati

yang

jelas

yang

ditawarkan oleh ajaran Islam. Manusia ketika menghadapi hakikat


kebenaran terdiri dari dua kelompok, melihat sehingga mengetahui dan
buta hingga tidak mengetahui. Demikin tulisnya
Kata al-albab adalah bentuk jamak dari lubb yaitu saripati sesuatu.
Kacang misalnya- memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai
lubb. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni yang

tidak diselubugi oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan
kerancuan

dalam

berfikir.

Istilah

yang

digunakan

al-quran

ini

mengisyaratkan bahwa sari pati serta hal yang terpenting pada manusia
adalah akalnya yang murni yang tidak diselubungi oleh nafsu. Ulul albab
bukan sekedar yang memiliki kemampuan berfikir cemerlang, tetapi
kemampun berfikir yang disertai dengan kesucian hati sehingga dapat
mengantar pemiliknya meraih kebenaran dan mengamalkannya serta
menghindar dari kesalahan dan kemungkaran. Itulah saripati manusia.
Adapun jasmaninya, maka ia tidak lain kecuali kulit yang menutupi
saripati itu. Namun demikian, tentu saja kulitpun harus dipelihara agar
saripati tersebut tidak terganggu.
Ayat-ayat ini menjelaskan sebagian dari ciri-ciri dan sifat ulul albab,
yaitu orang-orang yang selalu memenuhi janji yang diikatnya atau
dikukuhkan dengan nama Allah dan tidak membatalkan perjanjian, baik
menyangkut waktu dan tempatnya maupun pelaksanaannya. Dan orangorang yang senantiasa menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya

dihubungkan

seperti

silaturahmi

serta

menjalin

hubungan

harmonis dengan binatang dan lingkungan, dan mereka selalu takut


kepada Tuhan mereka dan takut kepada hisab, yakni perhitungan hari
kemudian

yang

berakibat

melaksanakan perintah,
demi

wajah

Tuhan

buruk.

Dan

orang-orang

yang

sabar

menjauhi larangan serta menghadapi petaka

mereka,

yakni

mencari

keridhaan

Allah,

dan

melaksanakan shalat secara bersinambung dan memenuhi syarat, rukun


dan sunahnya, dan menafkahkan sebagaian rezeki yang kami berikan
kepada mereka, baik secara secara sembunyi-sembunyi sehingga tidak

diketahui oleh siapapun atau terang-terangan dan diketahui oleh orang


lain guna menghindarkan mereka sangka buruk atau memberi contoh baik
atau ketika menunaikan zakat wajib serta menolak dengan sungguhsungguh serta penuh hikmah kejahatan dengan kebaikan baik penolakan
itu dengan lisan maupun perbuatan, dan orang-orang itulah yang
mendapat tempat kesudahan yang baik.
Firman-Nya ( ) yufuna biahd Allah/ memenuhi janji
Allah antara lain mengisyaratkan perjanjian antara manusia dengan Allah
SWT. Sesungguhnya ada perjanjian antara manusia dengan Allah, yakni
mereka mengakui keesaan Allah, serta tunduk patuh kepada-Nya.
Perjanjian itu terlaksana melalui nalar dan fitrah manusia sebelum dikotori
oleh kerancuan. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa perjanjian itu
telah terlaksana pada suatu ketika di suatu alam sebelum masing-masing
manusia hadir di pentas dunia.
Kata ( )yakhsyauna dan ( )yakhafuna yang keduanya
diterjemahkan dengan takut adalah berdasarkan pemahaman. Sementara
ulama yang menilai dua kata tersebut sinonim tanpa perbedaan. Ayat ini,
menurut

mereka,

menggunakan

untuk

tujuan

penganekaragamaan

redaksi. Namun ada juga ulama yang membedakannya, yakni kata


yakhsyauna adalah takut yang disertai dengan penghormatan dan
penggangguan dan lahir dari adanya pengetahuan tentang yang ditakuti
itu, sedang yakhafuna adalah sekedar takut yang boleh jadi disertai degan
kebencian, atau tanpa mengetahui yang ditakuti itu. Selanjutnya terbaca
di atas, bahwa objek kata yakhsyauna adalah Allah yang ditunjuk dengan
kata Rabbahum. Kata yang dipilih menjadi objek tersebut mengesankan

adanya harapan dari takut karena ditakutinya adalah Allah yang juga
Rabb, yakni pemelihara, pendidik yang selalu berbuat baik, bukan Allah
yang dilukiskan dengan perkasa, atau yang amat pedih siksa_Nya. Ini
serupa juga dengan firman-Nya dalam QS. Yasiin: 11 (
)wakhasyiya arrahmana bi al-ghaib/ yang takut kepada Ar-Rahman
(Allah yang mencurahkan rahmat).
Thabathabai memahami kata yakhsyauna mengandung makna
terpengaruh jiwa akibat kekhawatiran tentang akan datangnya suatu
keburukan atau suatu yang negatif dan semacamnya. Sedang yakhafuna
mengandung

makna

adanya

upaya

mempersiapkan

sesuatu

guna

menghadapi dan berlindung dari keburukan yang diduga akan menimpa,


walaupun ketika itu hati yang bersangkutan tidak tersentuh. Ini dilakukan
oleh ThabathabaI dengan ayat-ayat yang berbicara tentang ketakutan
para nabi. Dari satu sisi mereka dinyatakan sebagai ()
la yakhsyauna Abadan illa Allah / mereka tidak takut kepada sesuatupun
kecuali kepada Allah (QS. Al-Ahzab: 39), dan disisi lain mereka dilukiskan
disentuh oleh khauf, dan dengan demikian, tentulah mereka yakhafun
seperti keadaan nabi Musa AS yang dilukiskan dalam (QS. Thaha: 67) atau
dugaan khauf yang boleh jadi dialami oleh nabi Muhammad Saw. Karena
penghianatan lawan-lawan beliau (QS. Al-Anfal: 58). Pakar tafsir Al-Alusi
berpendapat bahwa pada umumnya perbedaan-perbedan makna antara
satu lafadz dengan yang lain, adalah perbedaan yang bersifat umum,
bukan perbedaan yang pasti dan menyeluruh. Setiap perbedaan yang
dijelaskan

oleh

mengecualikannya.

ulama,

akan

ditemukan

satu

dua

contoh

Kata ( )shabaru tidak menyebut salah satu aspeknya. Ini


berarti kesabaran-kesabaran yang dimaksud mencakup segala aspek
kesabaran, antara lain ketika menghadapi musibah, kesabaran dalam
ketaatan dan pelaksanaan tugas, kesabaran menghindari kedurhakaan
dan lain-lain.
Firman-Nya ( )mimma razaqnaahum / sebagian rezeki
yang Kami erikan kepada mereka dapat dipahami sebagai isyarat bahwa
mereka

tidak

dituntut

untuk

menafkahkan

semua

rezeki

yang

diperolehnya. Sebagian rezeki yang tidak dinafkahkan itu agar mereka


tabung. Pelaksanaan tuntunan ini menurut upaya dan kerja keras
sehingga rezeki yang diperoleh melebihi kebutuhan agar kelebihan itu
dapat ditabung. Penggalan ayat ini dapat juga bermakna bahwa sebanyak
apapun yang dinafkahkan seseorang, hal tersebut baru merupakan
sebgaian dari anugrah Allah. Bukankah wujud serta sarana kehidupan,
seperti bumi tempat berpijak dan udara yang dihirup, kesemuanya adalah
rezeki dari Allah SWT.
Kata ( )yadraun berarti menolak. Dalam hal ini adalah
menyingkirkan dampak yang terjadi atau akan terjadi dari suatu
keburukan dengan cara yang baik. Memang salah satu cara terbaik untuk
menampik keburukan serta perselisihan adalah dengan berbuat baik
kepada lawan. Dalam kontks ini Allah berfirman: dan tidaklah sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antara kamu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. ( QS.
Fushilat: 34). Di sisi lain, membrantas keburukan harus pula dengan cara

yang baik. Jangan sampai upaya mebrantasnya menimbulkan dampak


yang lebih buruk daripada keburukan yang ingin disingkirkan. Di sisi lain
Rasulullah SAW. Bersabda: Bertakwalah kepada Allah dan dimana dan
kapan saja, dan susulkanlah keburukan dengan kebaikan, niscaya
kebaikan itu menghapus keburukan itu.
Perlu digarisbawahi bahwa pemaafan dengan cara yang baik dalam
menghadapi

keburukan,

tentu

saja

bukan

dengan

mengorbankan

kebaikan atau prinsip-prinsip ajaran agama, dan tidak juga yang akhirnya
memberi peluang bagi tersebarnya keburukan itu secara lebih luas. Oleh
sebab itu sekian banyak ulama menggaris bawahi ayat ini adalah
tuntunan dalam konteks hubungan pribadi dengan pribadi, ataupun
pribadi dengan Allah SWT. Dalam rangka meraih pengampuan-Nya, bukan
dalam persoalan agama.
F. Kesimpulan QS. Ar-Ra'du ayat 19-22
Kesimpulan dari isi QS. Ar-Radu ayat 19-22 yang berdasarkan penjelasan mufassir
yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa Allah menegaskan bahwa yang
dapat mengambil nasihat, pelajaran/hikmah dan memahami dari ciptaanNya hanyalah kaum pemilik akal yang sehat. Allah Swt. juga menjelaskan
sebagian dari ciri-ciri dan sifat ulul albab, yaitu (1) orang-orang yang
selalu memenuhi janji yang diikatnya atau dikukuhkan dengan nama Allah
dan

tidak

membatalkan

perjanjian,

baik

menyangkut

waktu

dan

tempatnya maupun pelaksanaannya. (2) Orang-orang yang senantiasa


menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan
seperti silaturahmi serta menjalin hubungan harmonis dengan binatang

dan lingkungan, (3) mereka selalu takut kepada Tuhan mereka dan takut
kepada hisab, yakni perhitungan hari kemudian yang berakibat buruk. (4)
Orang-orang yang sabar melaksanakan perintah, menjauhi larangan serta
menghadapi petaka demi wajah Tuhan mereka, yakni mencari keridhaan
Allah, (5) Orang-orang yang melaksanakan shalat secara bersinambung
dan memenuhi syarat, rukun dan sunahnya, (6) Orang-orang yang
menafkahkan sebagaian rezeki yang kami berikan kepada mereka, baik
secara secara sembunyi-sembunyi sehingga tidak diketahui oleh siapapun
atau terang-terangan dan (7) Orang-orang yang menafkahkan rezeki
dengan diketahui oleh orang lain guna menghindarkan mereka sangka
buruk atau memberi contoh baik atau ketika menunaikan zakat wajib
serta menolak dengan sungguh-sungguh serta penuh hikmah kejahatan
dengan kebaikan baik penolakan itu dengan lisan maupun perbuatan, dan
orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik, yakni
Syurga Adn.
G. Ayat dan Terjemah QS. Az Zumar ayat 17-18
Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah-nya
dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu
sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku. Yang mendengarkan
Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka
Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah
orang-orang yang mempunyai akal.
H. Pendapat Mufassir tentang QS. Az Zumar ayat 17-18
1. Ibnu Katsir
Ath-Thaghut, yakni Setan. Kata-kata ini disebutkan dalam arti
mufrad dan jamak. penyembahan kepada patung-patung disebut ibadah
kepada syaitan, apabila syaitan itu menyuruh menyembah patung-payung

dan membuat penyembahan kepada patung-patung sebagai sesuatu yang


baik. Maksud ayat tersebut ialah, Dan orang-orang yang menghindari
penyembahan kepada patung-patung dan menghadapkan diri kepada
Tuhan dengan memalingkan diri dari selain Allah, mereka mendapatkan
kabar gembira, bahwa mereka akan memperoleh pahala besar dari Allah
yang disampaikan lewat lidah para rasul-Nya. Yaitu, ketika mereka
menghadapi maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk
menghadapi hisab. Sesudah itu, Allah memuji mereka, bahwa mereka
adalah

orang-orang

yang

kritis

dalam

beragama,

mereka

dapat

membedakan antara yang baik dan yang lebih baik, dan antara yang
utama dengan yang lebih utama. firman-Nya:
Maka berilah kabar gembira kepada orang-orang yang menghindari
penyembahan kepada thaghut dan kembali kepada Tuhan mereka, serta
mendengarkan perkataan, lalu mengikuti perkataan yang paling patut
diterima. berilah kabar gembira, bahwa mereka akan mendapatkan
kenikmatan yang kekal dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat taufik Allah kepada jalan
yang benar dan tepat sasaran, bukan orang-orang yang berpaling dari
mendengarkan kebenaran dan menyembah sesuatu yang tidak memberi
bahaya maupun manfaat.

Dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat dan


fitrah yang lurus, yang tidak taat kepada hawa nafsu dan tidak dikalahkan
oleh waham. Mereka memilih yang terbaik diantara dua perkara dalam
agama maupun dalam dunia mereka.

Ada sebuah riwayat mengatakan bahwa kedua ayat ini turun


mengenai tiga orang lelaki; yaitu ziad bin amr, Abu Dzar Al-Ghifari dan
Salman

Alfarisi.

Waktu

jahiliyah,

mereka

sudah

mengatakan

La

ilahaillallah.
Sesungguhnya kamu hai rasul, benar-benar menyaksikan air yang
turun dari langit. lalu mengalir sebagai hujan dengan air itu, maka
diairilah bermacam tumbuh-tumbuhan seperti gandum, padi dan lain-lain.
kemudian mereka masak, kering dan menjdi kening telah asalnya hiju
segar. sesudah itu, menjadi hancur berderai-derai. alangkah mirip
keadaan dunia ini dengan keadaantumbuh-tumbuhan tersebut. Dunia ini
begitu cepat selesai dan segera sirna. maka hal itu hendaklah diambil
pelajaran oleh orang-orang yang berakal, dan hendaklah mereka tahu
bahwa dunia ini bagai pasar yang terselenggara sesudah bubar. Dan
jangan sampai mereka terpedaya dengan keelokan dunia. dan jangan
tergoda dengan keindahannya.
Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Ta'ala :
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia
adalah sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi
subur karenanya tumbuh-tumbuhan dimuka bumi. Kemudian tumbutumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu {QS.Al Kahfi 18:45}
2. Quraisy Shihab
Sebagaimana kebiasaan Al-Quran menyandingkan sesuatu dengan
lawannya atau yang serasi dengannya, maka setelah ayat yang lalu
menguraikan sanksi yang menanti bagi mereka yang menyembah selain
Allah,

ayat

di

atas

berbicara

tentang

lawan

mereka

yaitu

yang

menyembah Allah

dan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ayat di atas

menyatakan, Dan orang-orang yang


thaghut

yakni

menyembahnya

segala

yang

bersungguh-sungguh menjauhi

disembah

selain

Allah,

sama sekali dan kembali kepada Allah

yakni

tidak

tunduk patuh

kepada-Nya dalam segala urusan mereka, bagi mereka berita gembira


yang disampaikan oleh Rasul dalam kehidupan dunia ini dan oleh malaikat
menjelang ruhnya akan berpisah dengan badannya, bahwa mereka
sedikitpun tidak akan merugi; sebab itu gembirakanlah hamba-hamba-Ku
yang

mengarahkan

perhatiannya

kepada-Ku,

yaitu

mereka

yang

mendengarkan secara tekun dan bersungguh-sungguh pula apa yang


paling baik di antaranya. Mereka itulah yang sungguh-sungguh tinggi
kedudukannya - merekalah bukan selain mereka- orang-orang yang telah
Allah tunjuki jalan lebar yang lurus dan mereka itulah- merekalah- secara
khusus yang dinamai Ulul Albab yakni yang memilih pikiran yang cerah,
tidak diliputi oleh kejenuhan.
Kata ( )ath-thaghut mencakup segala yang melampaui
batas dalam kekufuran atau penganiayaan dan juga siapapun yang
disembah selain Allah SWT, seperti berhala-hala dan para tirani yang
dipatuhi oleh manusia.
Ayat di atas menggabung antara menafikan penyembahan thaghut
dengan penegasan tentang kembali kepada Allah. Ini mengisyaratkan
bahwa sekedar menafikan dan tidak menyembah, belum lagi cukup untuk
menyelamtakan manusia, tetap bersama itu harus pula ada upaya
beribadah dan patuh secara murni kepada Allah SWT. Membersihkan diri
dari kekotoran belum cukup, tetapi itu harus disertai dengan menghiasi

diri, walau membersihkannya harus mendahului penghiasannya, karena


apa artinya seseorang memakai pakaian yang indah jika badannya penuh
kotoran.
Berbeda-beda pendapat para ulama tentang makna kata ( )alqaull pekataan

pada ayat di atas. Ada yang memahaminya dalam arti

ajaran Islam baik yang bersumber dari Al-Quran maupun As-Sunah.


Sedang yang dimaksud dengan ( )al-ahsan/terbaik adla yang wajib
dan yang utama, walaupun tidak menutup kemungkinan menjalankan
yang baik dan yang sunnah. Misalnya tidak mebalas kejahatan dengan
kejahatan serupa, tetapi memaafkan-walau membalasnya diperbolehkan.
Dengan demikian ayat di atas bagaikan menyatakan mereka itu
mendengar dengan tekun perkataan yang baik dan yang terbaik, tetapi
mereka selalu berusaha mengambil yang terbaik.
Ada juga yang berpendapat bahwa ( )al-qaul / perkataan yang
dimaksud adalah segala macam ucapan, yang baik dan yang tidak baik.
Mereka mendengarkan semuanya lalu memilah-milah, dan mengambil
serta

mengamalkan

yang

baik

saja.

Tidak

menghiraukan

bahkan

membuang yang buruk. Ini serupa dengan tuntunan: Lihatlah kepada


ucapan dan jangan lihat pengucapannya. Yakni nilailah sesuatu berdasar
factor-faktor intern yang ada padanya, bukan factor ekstern.
ThabathabaI memahami arti ( )al-qaul berdasar adanya
kalimat megikuti dengan sungguhsungguh dalam arti sesuatu yang
berkaitan

dengan

pengalaman.

Dengan

demikian

ahsan

al-qaul

perkataan yang paling baik adalah yang paling tepat mengenai hak dan
tertarik kepada kecantikan, akan semakin tertarik setiap bertambah

kebaikan itu. Jika ia menghadapi dua hal, yang satu baik dan yang lainnya
buruk, maka ia akan mengarah kepada yang lebih baik. Kalau seandainya
ia tidak tertarik kepada yang lebih baik, dan terpaku pada yang baik,
maka itu mebuktikkan bahwa ia tidak tertarik kepadanya karena
kebaikan/keindahannya, sebab seandainya

ia tertarik, pastilah semakin

bertambah ketertarikannya kepada kebaikan. Dengan demikian tulis


ThabathabaI lebih lanjut keterangan ayat di atas menyatakan bahwa
mengikuti secara sungguh-sugguh yang terbaik berarti bahwa perangai
mereka telah dibentuk sedemikian rupa sehingga mereka selalu mengejar
kebenaran dan terus menerus menginginkan petunjuk dan mengenai
sasaran kenyataan. Dari sini setiap mereka menemukan hak dan batil,
atau petunjuk dengan kesesatan, mereka bersungguh-sungguh mengikuti
hak dan petunjuk itu, sambil meninggalkan yang batil dan sesat. Demikian
juga, setiap mereka menemukan yang benar dan yang lebih benar, atau
petunjuk dan sesuatu yang lebih banyak dan tepat petunjuknya, maka
mereka

akan

mengambil

yang

lebih

benar

dan

lebih

banyak

petunjukknya. Kebenaran dan petunjuklah yang selalu mereka dambakan,


dan karena itu mereka bersungguh-sungguh mendengarkan perkataan.
Mereka tidak menolah suatu ucapan, saat ucapan itu mnegtuk telinga
mereka tidak menolaknya karena mengikuti hawa nafsu dan tanpa
memikirkan dan memahaminya. Demikian lebih kurang ThabathabaI.
Firman-Nya, ulaaika al-ladzina hadaahum Allah/ mereka itulah
merekalah orang-orang yang telah Allah tunjuki, mengisyaratkan bahwa
sifat itulah yang merupakan hidayah Allah, dan hidayah itu yakni
mendambakan kebenaran serta kesiapan penuh untuk mengikutinya

dimanapun ditemukan itulah hidayah ilahi secara global, dan kesanalah


bermuara semua hidayah Ilahi yang rinci.
Kata ( )hum / mereka,

setelah sebelumnya disebut kata

ulaaika/mereka itu, berfungsi mengkhususkan hidayah dimaksud hanya


bagi mereka yang dibicarakan ayat ini. Seakan-akan selain mereka yang
tidak dibicarakan disini walau memperoleh pula hidayah, tetapi kadar
dan kualitas hidayah yang mereka peroleh tidak dapat dibandingkan
dengan hidayah yang diperoleh mereka yang dibicarakan, sampai-sampai
seakan-akan yang lainnya itu, belum memperoleh hidayah-Nya.
I. Kesimpulan QS. Az-Zumar ayat 17-18
Kesimpulan dari isi QS. Az-Zumar ayat 17-18 yang berdasarkan penjelasan mufassir
yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pada ayat ini Allah Swt. menggambarkan ciri
dari ulul albab, yakni orang-orang yang mendengarkan secara tekun dan
sungguh-sungguh, dan diberi petunjuk serta memperoleh berita gembira sebagai
balasannya, karena orang-orang tersebut telah memurnikan ketaatan kepada-Nya
dengan upaya beribadah dan patuh secara murni kepada Allah Swt.
J. Kesimpulan dari QS. Ali Imran Ayat 190-191, QS. Ar-Ra'du
Ayat 19-22 dan QS. Az-Zumar Ayat 17-18
Keseluruhan kesimpulan dari beberapa ayat Al-Quran yang mengangkat tema ulul
albab di atas yang diambil dari mufassir, maka penulis menyimpulkan bahwa Allah Swt.
dengan firman-Nya yang menunjukkan ajaran dan perintah-Nya dengan perumpamaan,
hikmah/pelajaran, perbandingan yang hak dan bathil dengan mengangkat dan menampilkan
sosok yang di sebut ulul albab. Allah Swt. memberikan ciri-ciri yang sangat istimewa
kepada manusia yang disebut sebagai ulul albab. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.

Orang-orang yang memiliki akal yang murni baik laki-laki maupun


perempuan yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat

sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan
Allah Swt.
2.

Orang-orang yang terus mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan
dalam seluruh situasi dan kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk
atau keadaan berbaring atau bagaimanapun, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi.

3.

Orang-orang setelah melihat dan memikirkan kekuasaan Allah Swt.,


mereka berkata sebagai kesimpulan terhadap ciptaan-Nya, yakni Tuhan
kami tiadalah engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini
dengan sia-sia tanpa tujuan yang hak.

4. Orang-orang yang selalu memenuhi janji yang diikatnya atau dikukuhkan


dengan nama Allah dan tidak membatalkan perjanjian, baik menyangkut
waktu dan tempatnya maupun pelaksanaannya.
5. Orang-orang yang senantiasa menghubungkan apa-apa yang Allah
perintahkan supaya dihubungkan seperti silaturahmi serta menjalin
hubungan harmonis dengan binatang dan lingkungan.
6. Orang-orang yang selalu takut kepada Allah Swt. dan takut kepada hisab,
yakni perhitungan hari kemudian yang berakibat buruk.
7. Orang-orang yang sabar melaksanakan perintah, menjauhi larangan
serta menghadapi petaka demi wajah Allah Swt., yakni mencari keridhaan
8.

Allah Swt.
Orang-orang yang melaksanakan shalat secara bersinambung dan

memenuhi syarat, rukun dan sunahnya.


9. Orang-orang yang menafkahkan sebagaian rezeki yang kami berikan
kepada mereka, baik secara secara sembunyi-sembunyi sehingga tidak
diketahui oleh siapapun atau terang-terangan.
10. Orang-orang yang menafkahkan rezeki dengan diketahui oleh orang lain
guna menghindarkan mereka sangka buruk atau memberi contoh baik

atau ketika menunaikan zakat wajib serta menolak dengan sungguhsungguh serta penuh hikmah kejahatan dengan kebaikan baik penolakan
itu dengan lisan maupun perbuatan, dan orang-orang itulah yang
mendapat tempat kesudahan yang baik, yakni Syurga Adn.
11. Orang-orang yang mendengarkan secara tekun dan sungguh-sungguh, dan
diberi petunjuk serta memperoleh berita gembira sebagai balasannya, karena orang-orang
tersebut telah memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan upaya beribadah dan
patuh secara murni kepada Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai