PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Al-Quran banyak terdapatayat-ayat yang menyerukan manusia untuk
memperhatikan, merenung dan memikirkan penciptaan Allah baik yang di langit, bumi
maupun diantara keduanya.Diantara ayat-ayat yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu
Q.S Ali Imran ayat 190-191.
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca
dan merenungkan ayat-ayat-Nya, serta mensyukuri apa yang terbentang di alam semesta.
Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi.Langit yang melindungi
dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup.Juga memperhatikan pergantian siang dan
malam.Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah di
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lafal dan Terjemah Q.S Ali Imran Ayat 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (190)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (191)[1]
B. Mufrodat
kekuasaannya.
: Bentuk tunggal dari qaim dan qaid, yang artinya berdiri dan duduk.
: Jadikan amal soleh itu sebagai tameng bagi kami dari azab neraka
kanda
senangi,
menyukai
apa
yang
kanda
sukai.Dinda
izinkan
kanda
melakukannya.Kemudian nabi mengambil qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit domba)
yang terletak didalam rumah, lalu berwudlu.Selanjutnya beliau mengerjakan shalat.Di waktu
salat beliau menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan
ayat Alquran yang dibacanya.Setelah salat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali
disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman.[6]Ucapan ini adalah lanjutan perasaan
sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan
diri.Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang, seyogyanya bertambah pula dia mengingat
Allah.Sebagai tanda pengakuan atas kelemahan diri itu, dihadapan kebesaran Tuhan.[7]
Pada ujung ayat ini ( Maha suci Engkau ! maka peliharalah kiranya kami dari azab
neraka ) kita memohon ampun kepada Tuhan dan memohon agar dihindarkan dari siksa
neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu serta mudahkanlah kami dalam melakukan amal yang
diridhai Engkau juga lindungilah kami dari azab-Mu yang pedih. [8]
D. Kandungan Hukum
Pada QS. Ali-Imran ayat 190-191 di dalamnya memiliki kandungan hukum yaitu Allah
mewajibkan
kepada
umatnya
untuk
menuntu
ilmu
dan
memerintahkan
untuk
mempergunakan pikiran kita untuk merenungkan alam, langit dan bumi (yakni memahami
ketetapan-ketetapan yang menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan) serta
pergantian siang dan malam. Yang demkian ini menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir,
bahwa semua ini tidaklah terjadi dengan sendirinya. Kemudian dari hasil berpikir tersebut,
manusia hendaknya merenungkan dan menganalisa semua yang ada di alam semesta ini,
sehingga akan tercipta ilmu pengetahuan.
E. Aspek Tarbawi
Dari ayat di atas dapat diambil aspek tarbawinya yaitu sebagai berikut :[9]
1. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
2. Akal manusia hendaknya digunakan untuk memikirkan, menganalisa, dan menafsirkan
3.
tidak sesuai.
4. Jika seseorang memiliki renungan, ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.
5. Hendaknya manusia mempercayai bahwa semua penciptaan Alah tidak ada yang sia-sia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulul Albab adalah orang-orang yang tidak melalaikan Allah dalam setiap
waktu.Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan
mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi mereka.
Bahwasanya keberuntungan dan keselamatan hanya bisa dicapai melalui mengingat
Allah dan memikirkan makhluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya sang pencipta.
Seorang mukmin yang mau menggunakan akal pikirannya, maka akan luas
pengetahunnya tentang alam semesta yang menghubungkan antara manusia dan Tuhan.
B. Saran
Atas penciptaan alam semesta ini, hendaknya kita menyadari tugas sebagai khalifah
Allah, yang berkewajiban memakmurkan bumi serta menjadi rahmat bagi alam sekelilingnya,
dengan menggali, meneliti dan memanfaatkan hukum-hukum Allah bagi alam ciptaan-Nya
ini.
Apa penafsiran ayat 190-191 Surah Ali Imran yang menyinggung tentang masalah berpikir
dan merenung?
Pertanyaan
Apa penafsiran ayat 190-191 Surah Ali Imran yang menyinggung tentang masalah akal dan
nafs?
Jawaban Global
Allah Swt pada ayat 190 surah Ali Imran mengajak manusia untuk berpikir dan merenungi
tentang penciptaan langit-langit dan bumi. Kemudian pada ayat berikutnya Allah Swt
menjelaskan
hasil
dan
buah
dari
berpikir
ini.
Ayat ini menjelaskan tentang keesaan Tuhan Sang Pencipta dan menyatakan bahwa apabila
manusia memikirkan dengan cermat dan menggunakan akalnya terkait dengan proses
penciptaan langit-langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, maka ia akan
menemukan tanda-tanda jelas atas kekuasaan Allah Swt; maha karya dan rahasia-rahasia
yang menakjubkan yang akan menuntun para hamba kepada Allah Swt dan hari Kiamat serta
menggiring
mereka
pada
kekuasaan
Ilahi
yang
tak
terbatas.
Abstrak dan ringkasan makna dua ayat ini adalah demikian; mereka yang menyaksikan,
didasari dengan pemikiran dan perenungan, penciptaan langit-langit dan bumi, silih
bergantinya siang dan malam, pemikiran dan perenungan ini menyebabkan mereka senantiasa
akan mengingat Tuhan. Dengan perantara ini mereka akan menyadari bahwa Allah Swt
segera akan membangkitkan mereka dan atas dasar itu ia memohon rahmat-Nya serta
meminta supaya janji yang diberikan kepada mereka dapat terealisir baginya.
Jawaban Detil
Salah satu jalan terbaik untuk mengenal Tuhan adalah jalan yang dijadikan Allah Swt sebagai
agumen atas diri-Nya sendiri dan jalan itu adalah memberdayakan akal untuk mengenal Sang
Pencipta; artinya apabila manusia memanfaatkan dan memberdayakan akalnya dan
memikirkan tentang penciptaan semesta, pelbagai keajaiban penciptaan dan keteraturan yang
mendominasi penciptaan maka ia akan terbimbing memahami keesaan Sang Pencipta alam
semesta ini dan mengakui tentang kebijaksanaan dan keagungan ciptaan-Nya.
Berpikir adalah salah satu tipologi terpenting manusia. Berpikir merupakan salah satu nikmat
di antara nikmat-nikmat Ilahi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan berulang kali
al-Quran
menyeru
manusia
untuk
menggunakan
akal
dan
pikirannya.
Ayat ini merupakan seruan kepada manusia untuk berpikir tentang proses penciptaan semesta.
[1] Ayat ini disertai dengan ayat-ayat serupa,[2] menetapkan tentang keesaan Sang Pencipta.
Karena apabila seseorang mencermati dan memikirkan tentang proses penciptaan langitlangit dan bumi, maka ia akan menemukan tanda-tanda terang atas kekuasaan Allah Swt;
maha karya dan rahasia-rahasia yang menakjubkan yang akan menuntut para hamba kepada
Allah Swt dan hari Kimaat serta menggiring mereka pada kekuasaan Ilahi yang tak terbatas.
Manusia apabila memikirkan tentang proses penciptaan langit dan bumi, akan menemukan
bahwa seluruh ini tadinya tiada kini mengada (baca: hadits) dan memerlukan pencipta dan
Khaliq. Pencipta mereka adalah Tuhan; karena pada sistem penciptaan yang menakjubkan,
terdapat rahasia-rahasia dan ilmu yang tidak dapat dilakukan selain seorang yang
Mahabijaksana. Karena itu, pencipta semesta ini tentulah seorang Pencipta Yang Mahabijak,
Mahamengetahui
dan
tersifati
dengan
sifat-sifat
sempurna
dan
agung.
Salah satu ayat dan tanda penciptaan-Nya yang dirasakan oleh setiap manusia adalah silih
bergantinya siang dan malam yang berputar berdasarkan sistem yang akurat dan cermat serta
memiliki pengaruh, keberkahan dan pengaruh yang dapat dirasaan oleh tumbuh-tumbuhan,
hewan dan manusia. Ayat-ayat ini dan ayat-ayat yang serupa berbicara tentang hal ini.
Tatkala orang-orang musyrik Mekkah datang kepada Rasulullah Saw dan meminta mukjizat
untuk menetapkan keberadaan Tuhan dan kenabian Muhammad. Salah satu usulan mereka
yang disampaikan kepada Rasululah Saw, Ubahlah gunung Shafa menjadi emas. Allah Swt
menjawab permintaan mereka, Penciptaan langit-langit dan bumi, silih bergantinya siang
dan malam, sangat penting untuk dapat menetapkan Sang Pencipta bagi orang-orang yang
berakal; artinya apabila manusia menggunakan akal dan memberdayakan pikirannya maka
hal itu akan membimbingnya kepada Sang Pencipta. Apakah mungkin langit-langit dan bumi,
segala ciptaan yang menakjubkan yang ada di dalamnya, dapat mengada tanpa ada yang
mengadakannya? Apakah mungkin dapat diterima siang dan malam yang datang silih
berganti secara teratur pada setiap bulan dan tahun bahkan sedetik pun tidak pernah
menyelisih siklus perputarannya dapat sedemikian teratur tanpa pencipta yang berkuasa?
Apakah penciptaan makhluk-makhluk seperti ini lebih penting atau gunung Shafa yang ingin
dirubah
menjadi
emas?
Apa yang dapat dijadikan sebagai penafsiran ayat mulia ini secara global dapat dikatakan
bahwa ayat ini menunjukkan tentang masalah tauhid dan menyatakan, Langit-langit ini yang
berada di atas kita dan menaungi kita, dengan segala kecermatan dalam penciptaannya dan
bumi yang memeluk kita dan alas yang kita jejaki di atasnya, dengan segala keajaibannya,
dengan segala keanehan dalam perubahan-perubahannya, misalnya silih bergantinya siang
dan malam, segala sesuatunya memerlukan Sang Pencipta yang mengadakan dan
menciptakannya. Hal ini merupakan salah satu argumen (burhn) yang dapat disuguhkan
pada
ayat
ini
terkait
dengan
masalah
tauhid.
Argumen lainnya adalah sistem dan mekanisme yang berlaku di alam semeta; hasil dari
argumen ini perut bumi dari sisi berat, kecil dan besarnya, jauh dan dekatnya masing-masing
berbeda. Apabila manusia mencermatinya, maka ia akan menyimpulkan bahwa sedemikian
menakjubkan dan indahnya sistem yang berlaku di alam semesta, alam dengan segala
keluasaanya dari sisi mana pun memberikan pengaruh pada sisi lainnya, setiap bagianbagiannya yang dapat mengada di setiap tempat, terpengaruh pada bagian-bagian lainnya,
gravitasi umumnya yang satu sama lain saling bertautan, demikian juga cahaya dan panasnya,
dengan
pengaruhnya
yang
menggerakan
gerak
dan
zaman.
Sistem umum dan general ini berada di bawah satu aturan yang permanen dan bahkan hukum
relativitas pun memandang gerak umum di alam semesta ini senantiasa berubah. Hukum
relativitas mau-tak mau mengakui bahwa ia juga didominasi oleh hukum lain, yaitu aturan
yang
permanen
yaitu
adanya
perubahan
dan
pergantian.
Ringkasan makna dua ayat ini: mereka yang memandang langit-langit dan bumi serta silih
bergantinya siang dan malam dengan pikiran dan perenungan maka perenungan ini akan
melahirkan dzikir kepada Allah Swt sehingga dalam perbagai kondisi, berdiri, duduk, diam,
menyaksikan dengan seksama seluruh makhluk yang ada di alam semesta yang akan
membimbing mereka dari makhluk yang paling kecil pada keberadaan sosok Perencana dan
Pelukis
alam
semesta.
Peta yang menarik yang nampak pada setiap sudut dan sisi penciptaan semesta, sedemikian
menyedot perhatian orang-orang berakal sehingga pikiran-pikirannya dalam setiap kondisi,
baik berdiri, duduk, diam dan seterusnya mengingat Tuhan Sang Pencipta.
Pada setiap fenomena yang disaksikan, ia belajar sebuah pelajaran tauhid yang baru dan dari
sketsa indah alam semesta ia memahami pencipta-Nya yang sama sekali tidak menciptakan
semesta
yang
menakjubkan
ini
dengan
sia-sia
dan
tanpa
tujuan.
Orang-orang berakal, hasil dari pikiran dan renungan seperti ini ia tidak akan melupakan
Tuhan dalam setiap kondisi dan dengan perantara itu ia akan mengetahui bahwa Allah Swt
akan segera memebangkitkan mereka dan atas dasar itu memohon rahmat Ilah dan memohon
supaya
janji
Ilahi
dapat
segera
terrealisir
baginya.[3]
[iQuest]
Untuk telaah lebih jauh dalam hal ini silahkan lihat, Tafsir al-Mizan, terkait dengan ayat 164
surah al-Baqarah.
[1]. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa
neraka.
Nampaknya yang dimaksud sebagai kha-lq di sini adalah kualitas wujud, pengaruh, gerak
dan diam, berubahnya langit dan bumi, bukan pengadaannya. Sayid Muhammad Husain
Thabathabai, al-Mizn fi Tafsir al-Qurn, jil. 4, hal. 87, Daftar Intisyarat Islami, Qum, 1417
H.
[2]. Seperti ayat 164 surah al-Baqarah, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut dengan membawa apa
yang berguna bagi manusia, air yang Allah turunkan dari langit, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering-kerontang), dan Dia tebarkan segala jenis hewan di
atas bumi itu, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi,
sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
[3]. Silahkan lihat, al-Mizn fi Tafsir al-Qurn, jil. 4, hal. 87; Sayid Abdul Ala, Mawhib
al-Rahman fi Tafsir al-Qurn, jil. 7, hal. 17, Muasassah Ahlulbait As, Beirut, Cetakan
Kedua, 1409; Muhammad Jawad Najafi Khomeini, Tafsir sn, jil. 3, hal. 106-107,
Islamiyah, Tehran, 1398 H.
yat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan
akalnya?
Pertanyaan
Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir? Tolong jelaskan
ayat-ayat yang menyinggung tentang berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran?
Jawaban Global
Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus
melihat secara global makna akal yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan
dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat alQuran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran.
Akal dan pikiran merupakan karunia paling mulia yang diberikan Allah Swt kepada manusia.
Orang-orang yang tidak berpikir dan menolak untuk menghamba kepada Tuhan, dipandang
sebagai mahkluk yang lebih buruk daripada binatang.[1] Akal dalam pandangan al-Quran dan
riwayat, bukanlah semata-mata akal kalkulatif dan logika Aristotelian. Keduanya meski dapat
menjadi
media
bagi
akal
namun
tidak
mencakup
semuanya.
Karena itu, berulang kali al-Quran menyebutkan bahwa kebanyakan orang tidak berpikir, atau
tidak menggunakan akalnya; sementara kita tahu bahwa kebanyakan manusia melakukan
pekerjaannya
dengan
berhitung
dan
kalkulatif
pada
seluruh
urusannya.
Memandang sama akal dan berpikir kalkulatif merupakan sebuah kesalahan epistemologis.
Bahkan melakukan komparasi dan memiliki kemampuan berhitung semata-mata merupakan
salah satu media permukaan akal yang lebih banyak berurusan pada masalah angka-angka
dan
kuantitas.
Namun untuk mencerap realitas-realitas segala sesuatu, baik dan buruk, petunjuk dan
kesesatan, kesempurnaan dan kebahagiaan, dan lain sebagainya diperlukan cahaya yang
disebut sebagai sebuah anasir Ilahi yang terpendam dalam diri manusia. Anasir ini adalah
akal dan fitrah manusia dalam artian sebenarnya. Sebagaimana sesuai dengan sabda Imam Ali
As bahwa nabi-nabi diutus adalah untuk menyemai khazanah akal manusia.[2]
Dalam Islam, akal dan agama[3] adalah satu hakikat tunggal dan sesuai dengan sebagian
riwayat, dimanapun akal berada maka agama akan selalu mendampingi,[4] tidak ada jarak
yang terbentang antara iman dan kekurufan kecuali dengan kurangnya akal.[5]
Menggunakan pikiran dan akal dapat digunakan di jalan benar dan tepat apabila digunakan
dalam rangka ibadah dan penghambaan. Imam Shadiq As ditanya tentang apakah akal itu?
Imam Shadiq As menjawab, Sesuatu yang dengannya Tuhan disembah dan surga diraih.[6]
Berdasarkan hal ini, harap diperhatikan, berpikir dalam al-Quran tidak serta merta bermakna
menggunakan akal yang dikenal secara terminologis. Tatkala al-Quran menyeru untuk
berpikir dan merenung dalam rangka penghambaan yang lebih serta terbebas dari belenggu
kegelapan dan kesilaman jiwa, boleh jadi merupakan salah satu tanda berpikir dan
berasionisasi.
Dalam pandangan ini, kedudukan akal dan pikiran sedemikian tinggi dan menjulang sehingga
Allah Swt dalam al-Quran, tidak sekali pun menyuruh hamba-Nya untuk tidak berpikir atau
menempuh
jalan
secara
membabi
buta.[7]
Menurut Allamah Thabathabai, Allah Swt dalam al-Quran menyeru manusia sebanyak lebih
dari tiga ratus kali untuk menggunakan dan memberdayakan anugerah pemberian Tuhan ini,
[8] dimana ayat-ayat ini dapat diklasifikasikan secara ringkas sebagaimana berikut:
1. Mencela secara langsung manusia yang tidak mau berpikir:
Pada kebanyakan ayat al-Quran, Allah Swt menghukum manusia disebabkan karena mereka
tidak berpikir. Dengan beberapa ungkapan seperti, afal taqilun, afal tatafakkarun,
afal yatadabbaruna al-Qurn,[9] Allah Swt mengajak mereka untuk berpikir dan
menggunakan akalnya.
1
Allah Swt menggunakan ragam cara untuk mengajak manusia berpikir tentang keesaan Allah
Swt; seperti pada ayat, Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arasy
dari apa yang mereka sifatkan. (Qs. Al-Anbiya [21]:22)[10] dan Katakanlah, Mengapa
kamu menyembah selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepadamu
dan tidak (pula) mendatangkan manfaat bagimu? Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (Qs. Al-Maidah [5]:76) serta ayat-ayat yang menyinggung tentang kisah
Nabi Ibrahim As dalam menyembah secara lahir matahari, bulan dan bintang-bintang, semua
ini dibeberkan sehingga manusia-manusia jahil dapat tergugah pikirannya terkait dengan
ketidakmampuan tuhan-tuhan palsu.[11] Dengan demikian, Allah Swt mengajak manusia
untuk merenungkan dan memikirkan ucapan dan ajakan para nabi, Apakah mereka tidak
memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila? Ia (Muhammad itu)
tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata (yang bertugas mengingatkan
umat manusia terhadap tugas-tugas mereka). (Qs. Al-Araf [7]:184); Katakanlah,
Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu
menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan
(tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikit pun pada kawanmu itu. Dia tidak lain
hanyalah pemberi peringatan bagimu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Qs. Al-Saba
[34]:46)
1
Penciptaan langit-langit dan bumi serta aturan yang berkuasa atas seluruh
makhluk:
Mencermati langit dan bumi serta keagungannya, demikian juga aturan yang berlaku pada
unsur-unsur alam natural, merupakan salah satu jalan terbaik untuk memahami keagungan
Peciptanya. Allah Swt dengan menyeru manusia untuk memperhatikan dan mencermati
fenomena makhluk, sejatinya mengajak mereka untuk berpikir tentang Pencipta makhlukmakhluk tersebut. Misalnya pada ayat, Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di bumi
untuk kamu. Kemudian Dia (berkehendak) menciptakan langit, lalu Dia menjadikannya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-Baqarah [2]:29)[12] dan
Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan. (Qs. Al-Ghasiyah
[88]:17)
1
Inti keberadaan hari Kiamat dan bahwa Allah Swt Mahakuasa untuk membangkitkan manusia
setelah kematian mereka didasarkan argumen-argumen rasional. Pada kebanyakan ayat alQuran, kemungkinan adanya hari Kiamat dinyatakan dalam bentuk ajakan untuk berpikir
pada contoh-contoh yang serupa; seperti datangnya para wali manusia,[13] hidupnya
kembali bumi dan tumbuh-tumbuhan,[14] kisah hidupnya burung-burung sebuah jawaban
atas permintaan Nabi Ibrahim AS,[15] kisah Ashabul Kahfi,[16] kisah Nabi Uzair[17] dan
masih banyak contoh lainnya.
1
Pada kebanyakan ayat al-Quran dengan menyinggung sebagian sifat Allah Swt, manusia
diajak untuk berpikir tentang Allah Swt dan tentang amalan perbuatan mereka. Sifat-sifat
seperti, Qadir, Malik, Sami dan Bashir dengan baik menunjukkan atas isyarat ini. Seperti,
Tidakkah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan
bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang gaib? (Qs. Al-Taubah [9]:78)[18] dan
ayat-ayat dimana Allah Swt memperkenalkan dirinya sebagai saksi atas amalan-amalan kita,
seperti, Katakanlah, Hai ahli kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah? Padahal
Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. (Qs. Ali Imran [3]:98)[19] jelas bahwa
ayat-ayat ini tengah membahas tentang prinsip-prinsip akidah; seperti tauhid, kenabian,
maad dan keadilan Ilahi. Ayat-ayat ini adalah ayat-ayat rasional yang termaktub dalam alQuran. Karena prinsip-prinsip akidah bertitik tolak dari pembahasan-pembahasan rasional
yang harus ditetapkan dengan berpikir dan menggunakal akal. Taklid dalam hal ini tidak
dibenarkan.
1
Menjelaskan ragam kisah dan azab yang diturunkan akibat dosa-dosa kaumkaum terdahulu:
Harap diperhatikan menjelaskan kisah-kisah kaum terdahulu yang disampaikan dalam alQuran, bukan dimaksudkan untuk sekedar menjelaskan satu kisah atau kisah yang membuat
manusia larut di dalamnya, melainkan sebuah pelajaran berharga untuk umat selanjutnya.
Atau dengan menelaah nasib dan peristiwa yang menimpa mereka, manusia seyogyanya
berpikir tentang akhir dan pengaruh amalan perbuatan mereka sehingga dapat menuntun
manusia untuk tidak melakukan perbuatan yang sama; seperti kisah Nabi Yusuf,[20] kisah
yang sarat dengan pelajaran wanita-wanita para nabi,[21] azab-azab yang turun untuk kaum
Ad, Tsamud dan Luth.[22]
1
Jalan terbaik untuk menetapkan kebenaran seorang nabi dan klaim risalah yang dibawanya
dari sisi Allah Swt adalah mukjizat. Mukjizat hanya dapat menetapkan klaim kenabian
seorang nabi tatkala hal itu berada di luar kemampuan dan kekuatan manusia; karena itu
demonstrasi mukjizat merupakan sebuah ajakan nyata kepada manusia untuk berpikir
sehingga manusia dengan berpikir terhadap ketidakmampuannya dan kekuatan mukjizat ia
beriman kepada ucapan-ucapan para nabi; seperti mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw,
al-Quran yang akan tetap abadi selamanya dan manusia dengan berpikir dan ber-tafakkur
pada ayat-ayatnya dapat meraih iman pada kebenaran nabi pamungkas,[23] dan mukjizatmukjizat agung yang diriwayatkan dari para nabi ulul azmi.[24]
1
Salah satu contoh ajakan dan seruan al-Quran untuk berpikir adalah tantangan kepada orangorang kafir untuk menghadirkan seperti ayat-ayat al-Quran. Tatkala manusia mencari
kebenaran, mereka menjumpai ketidakmampuan orang-orang kafir sepanjang tahun ini,
mereka beriman kepada kebenaran al-Quran dan pembawa pesannya; seperti ayat, Dan jika
kamu (tetap) meragukan Al-Qur'an yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah (paling tidak) satu surah saja yang semisal dengan Al-Qur'an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah (untuk melakukan hal itu), jika kamu
orang-orang yang benar. (Qs. Al-Baqarah [2]:23)[25]
1
Pada kebanyakan ayat al-Quran, orang-orang kafir untuk mencari pembenaran atas
tindakannya menyembah berhala, tidak mau berpikir dan sebagai gantinya menjadikan taklid
buta dari datuk-datuknya sebagai pembenar atas perbuatan-perbuatan mereka. Allah Swt
mencela mereka karena tidak mau memanfaatkan kemampuan akal dan menyeru mereka
untuk berpikir dan merenung dalam masalah-masalah akidah; misalnya pada ayat, Dan
apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah, mereka
menjawab, (Tidak)! Tetapi, kami hanya mengikuti apa yang telah kami temukan dari
(perbuatan-perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga)
meskipun nenek moyang mereka itu tidak memahami suatu apa pun dan tidak mendapat
petunjuk? (Qs. Al-Baqarah [2]:170)[26] sebagaimana Allah Swt mencela Ahlulkitab
disebabkan akidah-akidah batil dan taklid buta mereka, Katakanlah, Hai ahli kitab,
janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam
agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat sebelum
(kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka
tersesat dari jalan yang lurus. (Qs. Al-Maidah [5]:77)
Tatkala Allah Swt di hadapan ucapan-ucapan tak berguna dan tidak benar sebagian manusia,
menuntut dalil dan burhan, dan dengan lugas meminta seluruh manusia untuk tidak mengikut
sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentangnya;[27] artinya Allah Swt menginginkan seluruh
manusia menjadikan akalnya sebagai panglima untuk memutuskan di hadapan pelbagai
khurafat dan hal-hal nonsense dan meminta argumentasi dari mereka; seperti, Dan mereka
(orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, Sekali-kali tidak akan pernah masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani. Demikian itu (hanyalah)
angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah, Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika
kamu adalah orang-orang yang benar. (Qs. Al-Baqarah [2]:111)[28] Demikian juga para
nabi meminta argumentasi di hadapan klaim-klaim kosong seperti, Apakah engkau tidak
memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan)? Ketika Ibrahim berkata,
Tuhanku adalah Dzat yang dapat menghidupkan dan mematikan. Orang itu berkata,
Saya juga dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah matahari itu dari barat. Lalu, orang
yang kafir itu terdiam (seribu bahasa); dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orangorang yang zalim. Qs. Al-Baqarah [2]:258)
1
Allah Swt pada kebanyakan ayat mengajak manusia untuk berpikir dengan menggunakan
penyerupaan sehingga ia mau merenung atas apa perbuatanya; seperti, Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba
yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui. (Qs. Al-Ankabut [29]:41)[29]
1
Allah Swt dalam al-Quran dengan mengingatkan pelbagai nikmat, meminta manusia untuk
menjauhi sikap angkuh dan memuja diri serta tidak melupakan kedudukan penghambaan dan
ibadah. Metode mengajak berpikir seperti ini kebanyakan digunakan untuk kaum Bani Israel;
seperti, Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepadamu dan (ingatlah pula) bahwa Aku telah mengutamakan kamu atas segala umat.
(Qs. Al-Baqarah [2]:47 & 122) dan Tanyakan kepada Bani Israil, Berapa banyakkah tandatanda (kebenaran) nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Dan barang siapa yang
merubah nikmat Allah setelah nikmat itu datang kepadanya, sesungguhnya Allah sangat
keras siksa-Nya & Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu
merenungkan. (Qs. Al-Baqarah [2]:211 & 242) dan pada hari kiamat akan menjadi hari
tatkala seluruh anugerah ini akan ditanya.[30]
1
Membandingkan
perbuatannya:
antara
manusia
dengan
memperhatikan
pikiran
dan
Tatkala seorang berakal melakukan perbandingan antara dua hal, pada hakikatnya ingin
menjelaskan tipologi dan pengaruh positif dan negative masing-masing dari dua hal yang
dibandingkan. Membandingkan antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir juga
merupakan seruan nyata Allah Swt kepada manusia untuk berpikir dan berenung, sehingga
manusia yang berpikir dapat menimbang akibat orang-orang beriman dan orang-orang kafir,
kemudian menemukan jalannya; seperti ayat, Sesungguhnya telah ada tanda (dan
pelajaran) bagimu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan
berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat
(seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali lipat jumlah mereka. Allah menguatkan
dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Qs. Ali Imran [3]:13)
[31]
1
Menuntaskan hujjah:
Tatkala mengirimkan pelbagai mukjizat, ayat-ayat, dan tanda-tandanya yang beragam, Tuhan
telah menuntaskan hujjah bagi para hamba-Nya dan memberikan kepada mereka janji-janji
pahala dan azab, pada hakikatnya mereka diseur untuk berpikir dan berenung sehingga
manusia mau menimbang segala yang dilakukan dan dikerjakannya. Para nabi juga tidak
mendatangi para umatnya kecuali menuntaskan hujjat dengan pelbagai dalil, argument dan
tanda-tanda, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa tanda-tanda
(kekuasaan) Kami dan mukjizat yang nyata (Qs. Hud [11]:96) tatkala mereka menolak
untuk menjadi hamba, tidak akan diampuni, Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu
dengan membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu menjadikan anak sapi
(sebagai sembahan) setelah ia pergi, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim
& Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) setelah datang kepadamu bukti-bukti
kebenaran yang nyata, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Qs. Al-Baqarah [2]:92 & 209)[32] seluruh hujjah tidak terkhusus untuk para
pendosa saja, melainkan mencakup seluruh nabi, Dan sebagaimana (Kami telah
menurunkan kitab kepada para nabi sebelum kamu), Kami (juga) telah menurunkan AlQuran itu (kepadamu) sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya
kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali
tidak memiliki pelindung dan penolak pun dari (siksa) Allah. (Qs. Al-Rad [13]:37)[33]
Pada akhirnya, al-Quran mendeskripsikan kondisi orang-orang yang enggan berpikir dan
tidak mau mendengarkan ucapan-ucapan para nabi dan imam, Dan mereka berkata,
Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami
termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (Qs. Al-Mulk [67]:10)[34] dan
karena mereka memiliki akal dan mereka sendiri dapat memberikan penilaian, maka Allah
Swt, dengan menyerahkan catatan amalan akan meminta mereka menilai sendiri atas apa saja
yang telah mereka kerjakan.[35] [iQuest]
[1]. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orangorang yang bisu dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. (Qs. Al-Anfal [8]:22)
[2]. Nahj al-Balgha, (Subhi Shaleh), hal. 43, Intisyarat Hijrat, Qum, 1414 H.
[3]. Akal dan Agama, 4910; Hubungan Akal dan Agama, 12105.
[4]. Kulaini, al-Kfi, jil, 1, hal. 10, Diedit oleh Ghaffari dan Akhundi, Dar al-Kutub alIslamiyah, Teheran, 1407 H.
[5]. Ibid, hal. 28.
[6]. Ibid, hal. 11.
[7]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat jawaban 26661 yang terdapat pada site ini.
[8]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizn, jil. 3, hal. 57, Daftar Intisyarat Islami,
Qum, 1417 H.
[9]. Apakah kalian tidak berpikir redaksi kalimat ini dan redaksi kalimat yang serupa
digunakan sebanyak 20 kali dalam al-Quran.
[10]. Dan ayat-ayat serupa pada surah al-Mukminun Allah sekali-kali tidak mempunyai
anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya,
masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari
tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka sifatkan itu. [23]:91)
[11]. Ketika malam telah menjadi gelap, ia melihat sebuah bintang (seraya) berkata,
Inilah Tuhanku. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, ia berkata, Saya tidak suka kepada
yang tenggelam. Kemudian tatkala ia melihat bulan terbit, ia berkata, Inilah Tuhanku.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, ia berkata, Sesungguhnya jika Tuhan-ku tidak memberi
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, ia berkata, Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar. Tatkala matahari
itu telah terbenam, ia berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang
kamu persekutukan. (Qs. Al-Anam [6]:76-78)
[12]. Dan ayat-ayat lainnya seperti (Qs. Yunus [10]:5); (Qs. Al-Mulk [67]:3 & 4); (Qs. AlBaqarah [2]:3 & 4); (Qs. Al-Mukminun [23]:69 & 80) dan seterusnya; Allah Swt pada ayat
190 surah Ali Imran menyebut orang-orang yang memikirkan tanda-tanda Ilahi sebagai ulul
albab yaitu orang-orang yang berpikir.
[13]. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap
dengannya, Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang
sempurna? (Qs. Al-Kahf [18]:37); Hai manusia, jika kamu ragu tentang kebangkitan (dari
kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sebagiannya berbentuk dan sebagian yang lain tidak berbentuk, agar Kami jelaskan
kepadamu (bahwa Kami Maha Kuasa atas segala sesuatu), dan Kami tetapkan dalam rahim
(ibu) janin yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami
keluarkan kamu sebagai bayi, supaya (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya
telah ia ketahui. Dan (dari sisi lain) kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah
Kami turunkan air di atasnya, bumi itu hidup dan tumbuh subur dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Qs. Al-Hajj [22]:5)
[14]. Dan Dia-lah yang mengirim angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung,
Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka
Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati (pada hari kiamat), mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran. (Qs. Al-Arafa [7]:57); (Qs. Al-Rum [30]:50); (Qs. Fathir [35]:9) dan
lain sebagainya.
[15]. (Qs. Al-Baqarah [2]:260)
[16]. (Qs. Al-Kahf [18]:9-25)
[17]. (Qs. Al-Baqarah [2]:259)
[18]. (Qs. Al-Taubah [9]:78); (Qs. Al-Baqarah [2]:96 & 107)
[19]. (Qs. Ali Imran [3]:98); (Qs. Al-Nisa [4]:33 & 166)
[20]. Surah Yusuf mengulas kisah ini secara rinci.
[21]. (Qs. Al-Tahrim [66]:4, 10 dan 11)
[22]. Seperti ayat-ayat, (Qs. Al-Fushilat [41]:13-17) dan (Qs. Al-Araf [7]:80-84)
[23]. Mukjizat Rasulullah SAW lainnya pada (Qs. Al-Isra [17]:1 & 88); (Qs. Al-Qamar []:1)
TAFSIR DARI REDAKSI ULUL ALBAB DALAM QS. ALI IMRAN AYAT
190-191, QS. AR-RA'DU AYAT 19-22 DAN QS. AZ ZUMAR AYAT 17-18
TAFSIR DARI REDAKSI ULUL
ALBAB DALAM QS. ALI IMRAN AYAT 190-191,
QS. AR-RA'DU AYAT 19-22 DAN QS. AZ ZUMAR AYAT 17-18
A.
Oleh Khambali
(ust.hambali@gmail.com)
Ayat dan Terjemah QS. Ali Imran Ayat 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka{QS. Ali Imran : 190-191}.
B. Pendapat Mufassir tentang QS. Ali Imran Ayat 190-191
1. Ibnu Katsir
Ayat 190-191 surat Ali Imran merupakan penutup surat Ali Imran. Ini
antara lain terlihat pada uaian-uraiannya yang bersifat umum. Setelah
dalam ayat-ayat lalu mengurai hal-hal yang rinci, sebagaimana terbaca
pada ayat 189 yang menegaskan kepemilikan Allah Swt. Atas alam raya.
Maka pada ayat yang ke-190-191 Allah menguraikan sekelumit dari
penciptaan-Nya, serta memerintahkan agar memikirkannya.
Salah satu bukti kebenaran bahwa Allah merupakan Sang Pemilik
atas alam raya ini, dengan adanya undangan kepada manusia untuk
berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian bendabenda angkasa, seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintangbintang yang terdapat dilangit, atau dalam pengaturan sistem kerja langit
yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi pada porosnya
yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang, perbedaannya baik
dalam masa maupun panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda
kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang orang yang memiliki
akal yang murni.
Kata ( )al-bab adalah bentuk jamak dari ( )lub yaitu
saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya.
Isi kacang dinamai lub. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal
yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide yang
dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Orang yang merenungkan
tentang penomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah Swt.
Ayat ini mirip dengan ayat 164 surat Al-Baqarah, hanya saja di sana
disebutkan delapan macam ayat-ayat Allah, sedang di sini hanya tiga.
Bagi kalangan sufi, pengurangan ini disebabkan karena memang pada
tahap-tahap
awal,
seorang
salik
yang
berjalan
menuju
Allah
halangan
bagi
kalbu
untuk
terjun
ke
samudra
marifat.
riwayat
menyatakan
bahwa
rasul
Saw.
Seringkali
membaca ayat ini dan ayat-ayat berikutnya saat beliau bangun shalat
tahajud dimalam hari. Imam bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang
berkata bahwa, Suatu malam aku tidur dirumah bibiku, Maemunah.
pada
sepertiga
malam
terakhir
beliau
bangkit
dari
lalu
berdiri
melaksanakan
shalat
dan
menangis
hingga
2. Quraisy Shihab
Ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya menjelaskan sebagian dari ciriciri orang yang dinamai ulul albab yang telah disebutkan pada ayat yang
lalu. Mereka adalah orang-orang baik laki-laki maupun perempuan yang
terus mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi
dan kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk atau keadaan
berbaring
atau
bagaimanapun,
dan
mereka
memikirkan
tentang
penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah
itu berkata sebagai kesimpulan; Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan
alam raya dan segala isinya ini dengan sia-sia tanpa tujuan yang hak. Apa
yang kami alami, atau dengar dari keburukan atau kekurangan, Maha Suci
Engkau dari semua itu. Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami
yang dapat menjerumuskan kami kedalam siksa neraka, maka peliharalah
kami dari siksa neraka. Karena, Tuhan kami Kami tahu dan sangat yakin
bahwa sesungguhnya siapa yang engkau masukan kedalam neraka, maka
sungguh telah engkau hinakan ia dengan mempermalukannnya di hari
kemudian seabagai seorang serta menyiksanya dengan siksa yang pedih.
Tidak ada satupun yang dapat membelanya, dan tidak ada bagi orangorang yang dzalim. Siapapun ia, satu penolongpun.
Di atas terlihat bahwa objek dzikir adalah Allah, sedang objek pikir
adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa
pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu. Sedangkan
pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan alam, yakni berpikir.
Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena
alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah. Hal ini
dipahami dari sabda Rasullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim
melalui Ibnu Abbas: Berpikirlah tentang makhluk Allah dan jangan
berpikir tentang Allah.
Manusia
yang
membaca
lembaran
alam
raya
niscaya
akan
alam
raya,
maka
mata
hati
dan
cahayanya
akan
Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu tidak ada perubahan
pada fitrah Allah (itulah ) agama yang lurus; tetapi kabanyakan manusia
tidak mengetahui (QS. Fathir ayat 30)
Seandainya manusia merasa puas dengan perasaan atau informasi
jiwa dan intuisinya dalam mencari dan berkenalan dengan Tuhan, niscaya
banyak jalan yang dapat disingkirkannya tetapi manusia tidak semuanya
mampu berbuat demikian. Banyak juga orang yang menempuh jalan yang
berliku-liku, memasuki lorong-lorong yang sempit untuk melayani rayuan
akal
yang
sering
mengajukan
aneka
pertanyaan
ilmiah
sambil
sentuhan-sentuhan
rasa
guna
membuktikan
keesaannya?
Bukanya Al-quran menguji ulul albab yang berdzikir dan berpikir tentang
kejadian langit dan bumi?
serta
memikirkannya?
Bukankah
bukti-bukti
kehadirannya
terbukti
akal
manusia
sering
kali
mengenal
dzat
dan
cukup degan
sia-sia.
Memang
pendapat
ini
dapat
dibantah
dengan
permohonan.
Hal
ini
dimaksudkan
agar
si
pemohon
C.
Swt.
berfirman,
bahwasannya
Tidaklah
apa
yang
sama
antara
"diturunkan
manusia
kepadamu",
yang
hai
dan
diperselisihkan
lagi,
justru
semuanya
merupakan
Allah Swt, "Tidaklah sama antara penghuni neraka dengan para penghuni
syurga. para penghuni syurga adalah orang -orang yang beruntung."
Yakni, tidaklah sama antara orang yang ini dengan yang itu. Firman Allah
Swt, "Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran." yang dapat mengambil nasihat dan memahami hanyalah
kaum pemilik akal yang sehat dan waras.
Allah Swt. memberitahukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat
terpuji bahwasanya bagi mereka kesudahan dan pertolongan di dunia dan
akhirat. "Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak
perjanjian". Yakni, mereka tidak seperti kaum munafikin. Jika salah
seorang di antara mereka berjanji, maka dia berkhianat. jika berperkara,
berbuat
aniaya,
kepercayaan,
jika
maka
berbicara,
dia
maka
berkhianat.
berdusta,
Dan
dan
jika
diberi
orang-orang
yang
yakni,
mereka
dipersatukan
bersama
orang-orang
yang
dicintainya seperti bapak, istri, dan anak agar menjadi gembiralah orang
bahagia tersebut dengan adanya mereka, hingga Allah meninggikan
derajat yang rendah menjadi derajat yang tinggi sebagai anugrah dan
kebaikan dari Allah.
Firman Allah Swt, "Sedang malaikat-malaikat masuk ke tempattempat mereka dari semua pintu, Salaamun 'alaikum bimaa shabartum.
Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." Yakni, para malaikat
menemui mereka dari sana sini untuk mengucapkan selamat atas
masuknya mereka ke dalam syurga.
2. Quraisy Shihab
Demikianlah perbedaan antara kebenaran dan kebatilan, karena itu
adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu wahai Muhammad mengetahuinya bahwa ia adalah
kebenaran dan yang di ibaratkan denga air atau logam murni itu, sama
dengan orang yang buta yang serupa dengan buih dan kotoran logam itu?
pastilah tidak sama! hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat
menyadari perumpamaan dan mengambil pelajaran.
Ayat di atas menggunakan kata buta untuk mereka yang menolak
apa yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad Saw., yakni al-quran,
karena firman- firman Allah itu sedemikian jelas bagaikan terlihat dengan
mata kepala sehingga dapat dijangkau oleh siapapun walau hanya
memiliki mata saja. Namun demikian, karena mereka menolaknya maka
mereka adalah orang yang buta mata hatinya.
Sayyid
Quthub
menggarisbawahi
penggalan
ayat
ini
yang
dengan
orang
yang
mengisyaratkan
bahwa
hanya
seseorang
menolak
hakikat
tidak
mengetahui.
kebutaan
yang
sangat
Ini
hati
yang
jelas
yang
tidak diselubugi oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan
kerancuan
dalam
berfikir.
Istilah
yang
digunakan
al-quran
ini
mengisyaratkan bahwa sari pati serta hal yang terpenting pada manusia
adalah akalnya yang murni yang tidak diselubungi oleh nafsu. Ulul albab
bukan sekedar yang memiliki kemampuan berfikir cemerlang, tetapi
kemampun berfikir yang disertai dengan kesucian hati sehingga dapat
mengantar pemiliknya meraih kebenaran dan mengamalkannya serta
menghindar dari kesalahan dan kemungkaran. Itulah saripati manusia.
Adapun jasmaninya, maka ia tidak lain kecuali kulit yang menutupi
saripati itu. Namun demikian, tentu saja kulitpun harus dipelihara agar
saripati tersebut tidak terganggu.
Ayat-ayat ini menjelaskan sebagian dari ciri-ciri dan sifat ulul albab,
yaitu orang-orang yang selalu memenuhi janji yang diikatnya atau
dikukuhkan dengan nama Allah dan tidak membatalkan perjanjian, baik
menyangkut waktu dan tempatnya maupun pelaksanaannya. Dan orangorang yang senantiasa menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya
dihubungkan
seperti
silaturahmi
serta
menjalin
hubungan
yang
berakibat
melaksanakan perintah,
demi
wajah
Tuhan
buruk.
Dan
orang-orang
yang
sabar
mereka,
yakni
mencari
keridhaan
Allah,
dan
mereka,
menggunakan
untuk
tujuan
penganekaragamaan
adanya harapan dari takut karena ditakutinya adalah Allah yang juga
Rabb, yakni pemelihara, pendidik yang selalu berbuat baik, bukan Allah
yang dilukiskan dengan perkasa, atau yang amat pedih siksa_Nya. Ini
serupa juga dengan firman-Nya dalam QS. Yasiin: 11 (
)wakhasyiya arrahmana bi al-ghaib/ yang takut kepada Ar-Rahman
(Allah yang mencurahkan rahmat).
Thabathabai memahami kata yakhsyauna mengandung makna
terpengaruh jiwa akibat kekhawatiran tentang akan datangnya suatu
keburukan atau suatu yang negatif dan semacamnya. Sedang yakhafuna
mengandung
makna
adanya
upaya
mempersiapkan
sesuatu
guna
oleh
mengecualikannya.
ulama,
akan
ditemukan
satu
dua
contoh
tidak
dituntut
untuk
menafkahkan
semua
rezeki
yang
keburukan,
tentu
saja
bukan
dengan
mengorbankan
kebaikan atau prinsip-prinsip ajaran agama, dan tidak juga yang akhirnya
memberi peluang bagi tersebarnya keburukan itu secara lebih luas. Oleh
sebab itu sekian banyak ulama menggaris bawahi ayat ini adalah
tuntunan dalam konteks hubungan pribadi dengan pribadi, ataupun
pribadi dengan Allah SWT. Dalam rangka meraih pengampuan-Nya, bukan
dalam persoalan agama.
F. Kesimpulan QS. Ar-Ra'du ayat 19-22
Kesimpulan dari isi QS. Ar-Radu ayat 19-22 yang berdasarkan penjelasan mufassir
yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa Allah menegaskan bahwa yang
dapat mengambil nasihat, pelajaran/hikmah dan memahami dari ciptaanNya hanyalah kaum pemilik akal yang sehat. Allah Swt. juga menjelaskan
sebagian dari ciri-ciri dan sifat ulul albab, yaitu (1) orang-orang yang
selalu memenuhi janji yang diikatnya atau dikukuhkan dengan nama Allah
dan
tidak
membatalkan
perjanjian,
baik
menyangkut
waktu
dan
dan lingkungan, (3) mereka selalu takut kepada Tuhan mereka dan takut
kepada hisab, yakni perhitungan hari kemudian yang berakibat buruk. (4)
Orang-orang yang sabar melaksanakan perintah, menjauhi larangan serta
menghadapi petaka demi wajah Tuhan mereka, yakni mencari keridhaan
Allah, (5) Orang-orang yang melaksanakan shalat secara bersinambung
dan memenuhi syarat, rukun dan sunahnya, (6) Orang-orang yang
menafkahkan sebagaian rezeki yang kami berikan kepada mereka, baik
secara secara sembunyi-sembunyi sehingga tidak diketahui oleh siapapun
atau terang-terangan dan (7) Orang-orang yang menafkahkan rezeki
dengan diketahui oleh orang lain guna menghindarkan mereka sangka
buruk atau memberi contoh baik atau ketika menunaikan zakat wajib
serta menolak dengan sungguh-sungguh serta penuh hikmah kejahatan
dengan kebaikan baik penolakan itu dengan lisan maupun perbuatan, dan
orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik, yakni
Syurga Adn.
G. Ayat dan Terjemah QS. Az Zumar ayat 17-18
Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah-nya
dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu
sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku. Yang mendengarkan
Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka
Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah
orang-orang yang mempunyai akal.
H. Pendapat Mufassir tentang QS. Az Zumar ayat 17-18
1. Ibnu Katsir
Ath-Thaghut, yakni Setan. Kata-kata ini disebutkan dalam arti
mufrad dan jamak. penyembahan kepada patung-patung disebut ibadah
kepada syaitan, apabila syaitan itu menyuruh menyembah patung-payung
orang-orang
yang
kritis
dalam
beragama,
mereka
dapat
membedakan antara yang baik dan yang lebih baik, dan antara yang
utama dengan yang lebih utama. firman-Nya:
Maka berilah kabar gembira kepada orang-orang yang menghindari
penyembahan kepada thaghut dan kembali kepada Tuhan mereka, serta
mendengarkan perkataan, lalu mengikuti perkataan yang paling patut
diterima. berilah kabar gembira, bahwa mereka akan mendapatkan
kenikmatan yang kekal dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat taufik Allah kepada jalan
yang benar dan tepat sasaran, bukan orang-orang yang berpaling dari
mendengarkan kebenaran dan menyembah sesuatu yang tidak memberi
bahaya maupun manfaat.
Alfarisi.
Waktu
jahiliyah,
mereka
sudah
mengatakan
La
ilahaillallah.
Sesungguhnya kamu hai rasul, benar-benar menyaksikan air yang
turun dari langit. lalu mengalir sebagai hujan dengan air itu, maka
diairilah bermacam tumbuh-tumbuhan seperti gandum, padi dan lain-lain.
kemudian mereka masak, kering dan menjdi kening telah asalnya hiju
segar. sesudah itu, menjadi hancur berderai-derai. alangkah mirip
keadaan dunia ini dengan keadaantumbuh-tumbuhan tersebut. Dunia ini
begitu cepat selesai dan segera sirna. maka hal itu hendaklah diambil
pelajaran oleh orang-orang yang berakal, dan hendaklah mereka tahu
bahwa dunia ini bagai pasar yang terselenggara sesudah bubar. Dan
jangan sampai mereka terpedaya dengan keelokan dunia. dan jangan
tergoda dengan keindahannya.
Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Ta'ala :
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia
adalah sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi
subur karenanya tumbuh-tumbuhan dimuka bumi. Kemudian tumbutumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu {QS.Al Kahfi 18:45}
2. Quraisy Shihab
Sebagaimana kebiasaan Al-Quran menyandingkan sesuatu dengan
lawannya atau yang serasi dengannya, maka setelah ayat yang lalu
menguraikan sanksi yang menanti bagi mereka yang menyembah selain
Allah,
ayat
di
atas
berbicara
tentang
lawan
mereka
yaitu
yang
menyembah Allah
yakni
menyembahnya
segala
yang
bersungguh-sungguh menjauhi
disembah
selain
Allah,
yakni
tidak
tunduk patuh
mengarahkan
perhatiannya
kepada-Ku,
yaitu
mereka
yang
mengamalkan
yang
baik
saja.
Tidak
menghiraukan
bahkan
dengan
pengalaman.
Dengan
demikian
ahsan
al-qaul
perkataan yang paling baik adalah yang paling tepat mengenai hak dan
tertarik kepada kecantikan, akan semakin tertarik setiap bertambah
kebaikan itu. Jika ia menghadapi dua hal, yang satu baik dan yang lainnya
buruk, maka ia akan mengarah kepada yang lebih baik. Kalau seandainya
ia tidak tertarik kepada yang lebih baik, dan terpaku pada yang baik,
maka itu mebuktikkan bahwa ia tidak tertarik kepadanya karena
kebaikan/keindahannya, sebab seandainya
akan
mengambil
yang
lebih
benar
dan
lebih
banyak
sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan
Allah Swt.
2.
Orang-orang yang terus mengingat Allah dengan ucapan atau hati, dan
dalam seluruh situasi dan kondisi, saat bekerja sambil berdiri atau duduk
atau keadaan berbaring atau bagaimanapun, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi.
3.
Allah Swt.
Orang-orang yang melaksanakan shalat secara bersinambung dan
atau ketika menunaikan zakat wajib serta menolak dengan sungguhsungguh serta penuh hikmah kejahatan dengan kebaikan baik penolakan
itu dengan lisan maupun perbuatan, dan orang-orang itulah yang
mendapat tempat kesudahan yang baik, yakni Syurga Adn.
11. Orang-orang yang mendengarkan secara tekun dan sungguh-sungguh, dan
diberi petunjuk serta memperoleh berita gembira sebagai balasannya, karena orang-orang
tersebut telah memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan upaya beribadah dan
patuh secara murni kepada Allah Swt.