Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia industri, terutama yang berhubungan dengan penelitian bahan
dan penggunaannya, maka dalam proses produksinya banyak hal atau criteria yang harus
dipenuhi agar material tersebut dapat digunakan dalam dunia industri.
Untuk penggunaan sebagai bahan, sifat-sifat khas dari material logam harus diketahui sebab
logam tersebut akan digunakan untuk berbagai macam keperluan dan keadaan. Sifat logam
tersebut meliputi sifat mekanik, sifat thermal, sifat kimia, kemampukerasan, kemampuan
dimensi, dan lain sebagainya. Adapun dalam percobaan ini yang akan diuji adalah sifat mekanik
dari logam terutama sifat ketangguhannya. [1]
Dengan mengetahui tingkat ketangguhan logam, maka tentunya kita dapat memperkirakan
kemampuannya dalam menerima energi tumbukan yang diberikan secara tiba-tiba sehingga
dapat mematahkan suatu material. Untuk itulah dilakukan pengujian impak pada material yang
nantinya akan digunakan dalam konstruksi mesin. Pengujian ini amat penting dalam menentukan
ketahanan suatu material terhadap perpatahan, berdasarkan energi yang diberiakan oleh
tumbukan/pembebanan secara tiba-tiba pada suatu material. [1]
Dahulu, untuk membuat rangka suatu jembatan, orang-orang hanya menggunakan material
yang telah tersedia. Umumnya mereka menggunakan material yang kuat dan getas sehingga
mereka berpikiran bahwa material yang paling baik digunakan untuk pembuatan rangka
jembatan (yang mampu menahan beban kejut dengan baik) adalah material yang kuat dan getas.
Akan tetapi masih sering terjadi hal-hal yang buruk seperti jembatan yang roboh atau jembatan
yang secara tiba-tiba bisa patah. Oleh karena itu untuk mengurangi dan menghindari
kemungkinan-kemungkinan terburuk maka sebelum menentukan material yang akan digunakan
perlu diadakan suatu pengujian awal untuk mengetahui ketangguhan material yang akan
digunakan dalam menahan beban kejut sehingga diadakan pengujian impact test. [1]
1.2.

Maksud dan Tujuan


Tujuan Pengujian

a.Tujuan Khusus
1.
2.
3.

Menjelaskan definisi, tujuan, dan prosedur pengujian impact.


Mengetahui energi takikan terhadap kekuatan impact
Membuat grafik hubungan antara energi impact dengan temperature pada beberapa jenis
takikan.
1

4.
5.

Mengetahui pengaruh temperatur terhadap energi impak bahan


Membandingkan grafik THP dengan grafik transisi ulet-getas.

b. Tujuan umum
1.
2.
3.
4.

Mengetahui pengaruh temperature terhadap laju patah getas.


Mengetahui laju pembebanan pada temperatur normal dan temperatur rendah (ditentukan
asisten).
Mengetahui hubungan ketangguhan retak dengan energi impak.
Mengetahui tipe-tipe, metode, dan mode perpatahan.

Manfaat pengujian

a.

Bagi praktikan

1.
2.
3.

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perpatahan pada suatu jenis logam.


Mengetahui pengaruh bentuk takikan terhadap laju perpatahan.
Mengetahui jenis-jenis perpatahan.

b.

Bagi industri

1.

Suatu industri dapat membuat produk yang berkualitas dengan mengetahui sifat-sifat bahan
dari hasil pengujian impak.
Memudahkan suatu industri dalam pengolahan dan perancangan suatu bahan sekaligus
menekan biaya produksi.
Pemilihan bahan dapat dilakukan dengan mudah, sesuai data yang telah diperoleh pada uji
impak.

2.
3.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Teori Dasar


Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan dengan beban kejut.
Untuk menentukannya perlu diadakan pengujian impak. Ketahanan impak biasanya diukur
dengan metode Charpy atau Izood yang bertakik maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini,
beban diayun dari ketinggian tertentu untuk memukul benda uji, yang kemudian diukur energi
yang diserap oleh perpatahannya. [2]
Impact test merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji ketangguhan suatu
specimen bila diberikan beban secara tiba-tiba melalui tumbukan. Ketangguhan adalah ukuran
suatu energi yang diperlukan untuk mematahkan atau merusak suatu bahan yang diukur dari luas
daerah dibawah kurva tegangan regangan. Suatu bahan mungkin memiliki kekuatan tarik yang
tinggi tetapi tidak memenuhi syarat unt uk kondisi pembebanan kejut. Suatu paduan memiliki
parameter ketangguhan terhadap perpatahan yang didefinisikan sebagai kombinasi tegangan
kritis dan panjang retak. [2]
Pengujian Impak ini dilakukan dengan cara menjatuhkan sebuah massa besi (m), dengan
ketinggian tertentu (h) sehingga sampai terjadi kerusakan yang dialami material logam. Setelah
didapatkan nilai h pada saat material rusak. Setelah nilai h didapat, maka dapat dihitung besar
energi impaknya (E) dengan menggunakan perumusan energi potensial pada persamaan
Ep = mgh dengan Ep, m, dan h berturut-turut adalah energi impak (joule), massa besi (gram),
dan ketinggian benda jatuh (meter). [2]

Gambar 2.1 Skema pengujian impak


(https://danidwikw.files.wordpress.com)
Beban impak sering didefinisikan sebagai beban yang bekerja pada struktur dalam waktu
yang sangat singkat, umumnya kurang dari 1 detik, bahkan hanya selama beberapa milidetik.
Beberapa contoh beban impak adalah beban tekanan udara akibat bom, tembakan peluru, atau
benturan benda pada struktur termasuk juga ketika ada kecelakaan lalu lintas yang melibatkan
dua kendaraan bertabrakan. Pada beberapa struktur, umumnya dengan alasan keamanan, struktur
tersebut harus direncanakan terhadap beban impak yang mungkin terjadi selama umur rencana
bangunan. Analisis struktur terhadap beban impak umumnya meliputi: prediksi besar dan lama
pembebanan beban impak, analisis perilaku elemen struktur dan struktur secara keseluruhan
terhadap beban impak, analisis kekuatan struktur terhadap beban impak. [2]

Gambar 2.2 Kurva uji impak


(http://ekoalan.blogspot.com)

Pada kurva A dan B menunjukkan adanya temperatur transisi dari ulet ke getas. Pada
temperatur yang tinggi material cenderung bersifat ulet begitu sebaliknya akan menjadi getas bila
temperaturnya rendah. Bentuk patahan spesimen uji impak memiliki permukaan fibruos atau
berserabut, flatness (rata) mengindikasi bahwa material tersebut bersifat ulet dan getas.
Pemilihan material hendaknya memperhatikan ketahanan terhadap temperatur transisi (uletgetas). Temperatur transisi logam biasanya terjadi pada (0,1-0,2) Tm di mana Tm adalah
temperatur melting absolut (K). Terlihat pada kurva bahwa logam-logam FCC kecenderungan
tidak memiliki daerah temperatur transisi.

2.2.

Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguhan suatu material, karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang
mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis
takikan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang
dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa
macam antara lain adalah sebagai berikut:
a

Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini
disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu
pada ujung takikan.

Takikan Setengah lingkaran


Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar pada setiap
sisinya, sehingga tidak mudah patah.

Takikan segi empat


Memiliki energi yang lebih besarpada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi
pada dua titik pada sudutnya.

Gambar 2.8 jenis-jenis takikan


(http://dimasrepaldo.blogspot.com)

2.3.

Deformasi Plastis
Suatu material dapat bertahan dari energi tekan di karenakan energi tekan tidak melebihi

energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri gaya tarik
atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan di hilang kan benda
tersebut akan kembali ke bentuk semula . Contoh nya saja pada waktu kita maelakukan uji tarik ,
pada saat material yang kita uji di tarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu tetapi
material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik di hilangkan. Sedangkan pada
deformasi plastik material yang sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang
atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik di hilangkan. Seperti
diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength)
untuk deformasi elastis itu berada di bawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis
berada/melewati batas luluh suatu material, di mana untuk setiap material memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya
(SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah < 52000 psi
sedangkan plastisnya > 52000 psi.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan
perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana deformasi
elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas.

Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik. Untuk
deformasi plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya
ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir
menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan). Pembentukan butir
butir baru tersebutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro.
Biasanya daerah elastis itu dibatasi oleh garis proporsioanal antara tegangan dan tegangan,
ujung dari titik proporsioanl ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini,
disebut sebagai daerah plastik yg tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya karena sudah
terjadi perubahan, sedangkan di daerah elastis tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini
disebabkan ketika masih di daerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg
disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi. sehingga menghambat
pergerakkan dari dislokasi. Sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik, dislokasi sudah
memotong batas butir.

2.4.

Pengertian Uji Impak

Untuk mengetahui sifat perpatahan, keuletan dan kegetasan suatu material, dapat
dilakukan

suatu

pengujian

yaitu

dengan

uji

impak.

Umumnya pengujian ini menggunakan benda uji yang bertakik. Berbagai jenis pengujian
impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan untuk
bersifat getas. Dengan uji ini kita dapat mengetahui perbedaan sifat bahan yang tidak
teramati dalam uji tarik. Hasil yang diperoleh dari pengujian tidak sekaligus memberikan
besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen tegangan
tiga sumbu pada takik. Para peneliti perpatahan getas logam telah menggunakan berbagai
bentuk benda uji untuk pengujian impak bertakik.Uji impak termasuk uji mekanik dinamis,
dilihat dari cara pengujianya yaitu dengan pemukulan secara tiba-tiba.
Suatu material yang mendapat beban statis seperti tarik, kekerasan, tekuk dan lain-lain,
maka akan berbeda karakteristiknya jika kita bandingkan dengan material yang mendapat
beban dinamis. Bila baja yang kualitasnya kurang baik atau perlakuan panasnya tidak

sempurna, maka dengan pengujian statis semacam tarik, kekerasan dan lain-lain, masih
mendapatkan angka yang baik, tetapi bila diuji dengan pukulan secara tiba-tiba seperti uji
impak, maka akan menunjukan angka yang rendah. Bahan logam yang biasa diuji impak
seperti

ketel

uap,

hasil

pengelasan, pelat kapal, pipa gas dan minyak.

Hal ini disebabkan bahan logam tersebut dipakai dalam kondisi temperatur yang selalu
berubah-ubah, sehingga mengakibatkan bahan tersebut dapat mengalami kegetasan sehingga
peka terhadap beban kejut seperti pukulan dan tekanan yang tiba-tiba. Dengan pengujian
impak ini material bisa diketahui ketangguhannya. Dengan demikian, dengan uji impak
dapat mengetahui material logam tangguh atau tidak. Untuk ketentuan spesimennya dibuat
dengan ukuran tertentu dan diberi takikan dengan tipe tertentu pula. Kemudian dipukul
secara tiba-tiba sampai patah lalu mengukur kerja pukulan dalam satuan joule (J). Pengujian
impak digunakan untuk menguji kecenderungan suatu materialuntuk bersifat getas.
Spesimen yang diberi notch (takikan) menerima beban secara tiba- tiba (rapid loading).
Pada pembebanan cepat ini, terjadi proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik
suatu beban yang menumbuk ke spesimen. Sejarah dilakukannya pengujian ini adalah
karena hasil uji tarik yang biasa digunakan untuk mengetahui sifat material tidak dapat
memprediksi secara tepat perilaku patah dari material. Spesimen yang digunakan dalam
pengujian impak adalah batang baja ST 37 dan Alumunium dengan standar ASTM E 23
yang mempunyai luas penampang melintang berupa bujursangkar (10 x 10 mm) dan
memiliki notch V-45, dengan jari-jari dasar 0.25 mm dan kedalaman 2 mm, seperti yang
tampak pada gambar berikut ini.

Gambar 2.3.1. Spesimen metode charpy


(www.scribd.com/doc/30371097/Laporan-Praktikum-Uji-Impak)

10

Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan oleh beban
(pendulum)
dan
menghitung
energi
yang
diserap
oleh
spesimen.
Pada saat beban dinaikan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial
maksimum, kemudian saat akan menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum.
Energi kinetik maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh spesimen hingga spesimen
tersebut
patah. Nilai harga
impak pada suatu spesimen
adalah energi yang
diserap tiap satuan luas penampang lintang spesimen uji. Persamaannya sebagai berikut:

E
H= A

.................................................................... (2.1)

Keterangan:
E = Energi yang diserap (Joule)
A = Luas penampang bawah takik (mm2)

2.5.

Standar Spesimen Uji Impak

Untuk mendapatkan hasil yang menguatkan, maka batang uji harus distandarisasi
terlebih dahulu, baik ukuran dan tipe takikannya. Benda uji atau spesimen harus sesuai dan
dikerjakan seteliti mungkin dengan ketentuan kehalusan tertentu. Bahkan selama preparasi
spesimen uji impak, material tidak

boleh mengalami pengaruh deformasi, maupun

pengaruh pengerjaan panas. Dengan demikian kondisi temperatur pengerjaan preparasi


harus dalam kondisi dingin agar tidak mempengaruhi struktur mikro materialnya. Ukuran
dan tipe takikan yang digunakan untuk uji tumbuk atau uji pukul takik atau uji impak.
Ukuran beberapa jenis spesimen uji impak dengan metode charpy bisa disesuaikan dengan
tebal yang akan diuji

11

Gambar 2.4.1 Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode charpy
Tipe dan ukuran spesimen metode izod yaitu tipe D dengan ukuran standar spesimen uji
impak metode charpy pada material. Cara pengujian dengan metode izod sesuai dengan Gambar
2.4.2. Benda uji atau spesimen diklem tegak lurus tepat pada bagian yang ditakik yang kemudian
dipukul dengan palu dari bagian muka yang ditakik. Posisi spesimen uji impak dengan metode
izod, berikut usuran palu dan syarat-syarat yang harus dipenuhi saat melakukan pengujian impak
(sesuai standar ASTM).

12

Gambar 2.4.2. Standar spesimen metode izod tipe D (Dieter George E ,1987)

Gambar 2.4.3. Uji impak metode izod (Dieter George, 1987)

2.6.

Metode Uji Impact

Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan dua metode standaryaitu metode charpy
dan izod. Metode charpy V notch (CVN) banyak digunakan di Amerika dan metode Izod banyak
digunakan di Inggris (Eropa). Pada pengujian kali ini, dilakukan metode charpy. Prinsip kerja
metode Charpy yaitu :
1. Spesimen uji diletakkan dengan posisi mendatar pada penjepit.
2. Palu pemukul diatur pada ketinggian tertentu.
3. Atur posisi jarum pada alat ukur energi sesuai dengan sebesar energi yang kita inginkan.
4. Palu dilepaskan dari ketinggian tersebut lalu mengenai spesimen pada bagian luar spesimen
yang sejajar dengan takikan.
5. Energi yang diserap oleh spesimen dihitung berdasarkan perbedaan energi potensial palu saat
sebelum dan sesudah pemukulan (dapat dibaca langsung di skala pada mesin penguji).

13

Metode charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan, murah dan
pengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang. Pada metode Izod, spesimen
harus dipendam dalah posisi horizontal, kemudian diberi rapid load dibagian diatas notch.
Hal
ini
dinilai
agak
merepotkan
dalam pengujian, karena suhu spesimen yang telah ditentukan dapat mudah berubah
akibat
lamanya waktu pemendaman spesimen yang akan mengakibatkan hasil pengujian yang tidak
valid. Terdapat beberapa jenis patahan, yaitu patah ulet, patah getas, dan campuran dari
keduanya.
Material
yang
bersifat
ulet
adalah
material
yang penyerapan energinya tinggi. Sebaliknya material yang bersifat getas adalah material yang
penyerapan energinya rendah. Patah ulet disebabkan oleh tegangan geser dengan ciri-ciri antara
lain,pada permukaan patahannya terdapat
adanya
bentuk
seperti
garisgaris benang serabut (fibrosa), berserat, menyerap cahaya, pempilanya buram, dan terjadi deformasi plastis. Patah getas disebabkan oleh tegangan normal, permukaannya terlihat bentuk
granular, berkilat dan memantulkan cahaya serta tidak didahului deformasi plastis.

Uji charpy biasa menentukan besar energi total yang diserap benda uji. Informasi tambahan
dapat diperoleh bila mesin penguji impak dilengkapi dengan alat ukur tambahan untuk mencatat
besar beban terhadap waktu selama pengujian berlangsung. Bila kecepatan bandul impak dapat
dianggap konstan selama percobaan, maka:

Karena takik pada benda uji charpy tidak setajam takik yang terdapat pada pengujian
mekanika perpatahan, ada usaha untuk menggunakan benda uji charpy standar dengan retak

14

awal. Retak awal ini berupa retak lelah (fatiquecrack) pada ujung takik V. Benda uji dengan retak
awal ini digunakan pada pengujian charpy yang dilengkapi alat ukur tambahan untuk mengukur
hargaketangguhan perpatahan dinamik (KId).
Ada dua metode yang digunakan dalam pengujian impak yaitu metode charpy dan metode
izod:
1 Metode charpy
Metode ini banyak digunakan di Amerika dan metode ini yang paling sering digunakan
karena metode ini lebih teliti dan akurat untuk pengujian impak ini. Dalam pengujian ini
material ditaruh secara horizontal pada alat uji lalu diberikan pembebanan dari arah yang
berlawanan.
Kelebihan :
1.
Hasil pengujian lebih akurat
2.
Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan
3.
Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang
4.
Harga alat lebih murah
5.
Waktu pengujian lebih singkat
Kekurangan :
1.
Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal
2.
Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam
3.
Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil
4.
Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan karena
level tegangan yang diberikan tidak rata.
2

Metode izod
Metode ini lebih dikenal di eropa, sehingga metode ini bisa disebut metode eropa, pada
pengujian bahan yang akan diujikan diletakan tegak lurus kemudian beban diberikan dari
arah depan material searah dengan arah takikan.

Kelebihan :
1.
Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan spesimen tidak
mudah bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.
2.
Dapat menggunakan specimen dengan ukuran yang lebih besar.
Kerugian :
1.
Biaya pengujian yang lebih mahal

15

2.
3.
4.
5.
6.

Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil yang
diperoleh kurang baik.
Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar
Hasil perpatahan yang kurang baik
Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang banyak,
mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10000 ton

Gambar 2.9 skema pengujian charpy dan izod


(https://danidwikw.wordpress.com)

2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan :


1.

Bentuk takikan

16

Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang
mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Berikut ini adalah urutan
energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya.
a)

Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan
karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.

b)

Takikan segi empat


Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada 2 titik
pada sudutnya.

c)

Takikan Setengah lingkaran


Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar pada setiap sisinya,
sehingga tidak mudah patah.

2.

Kadar Karbon
Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi memiliki sifat yang kuat dan getas
sehingga membutuhkan energi yang tidak besar sedangkan material yang kadar karbonnya
rendah memiliki sifat yang ulet dan lunak sehingga membutuhkan energi yang besar dalam
perpatahannya.

3.

Beban
Semakin besar beban yang diberikan, maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan
untuk mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu
material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.

4.

Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam
menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih
rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan
sendirinya.

5.

Transisi ulet rapuh


Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah
ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada

17

cara pengusiaannya. Sehingga harus digunakan sistem penekanan yang berbeda dalam berbagai
persamaan.
6.

Efek komposisi ukuran butir


Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin
halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar
maka bahan akan ulet.

7.

Perlakuan panas dan perpatahan


Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar
butir benda uji dan untuk menghaluskan butir. Sedangkan untuk menambah keuletan suatu
bahan dapat dilakukan dengan penambahan logam.

8.

Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi


Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada
temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta
adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah. Pengerasan kerja ini akan menimbulkan
berapakah pada logam karena peningkatan komplikasi akibat pembentukan dislokasi yang saling
berpotongan.
2.8.

Tipe-tipe perpatahan
Adapun perpatahan dibagi menjadi dua tipe yaitu:
1 Perpatahan transgranural dikenal dengan patah bulat dimana terjadi pada
butir logam yangbiasanya terjadi pada temperatur rendah, permukaannya mengikuti
bidang vertikal terentu.
2

Perpatahan intergranural adalah perpatahan yang terjadi antra butir-butir logam yang
kerap kali dianggap sebagai perpatahan pada berbagai paduan

18

Disamping berdasarkan jenis dan tipenya model-model perpatahan perpatahan dapat pula
dikenal berdasarkan arah beban yang diberikan terhadap material yaitu :

Opening Shear : merupakan perpatahan akibat pemberian beban yang mengakibatkan


tegangan arahnya tegak lurus dengan bidang perpatahan dan berada pada posisi yang
sejajar berlawanan arah pada masing-masing sisi contohnya pada shockbreaker

In Plane Shear : arah perpatahan melintang, hal ini terjadi karena beban diberikan tidak
sejajar dan berlawanan arah pada ujung sehingga seakan-akan terjadi sliding contohnya
pada kopling gesek

Out Plane Shear : terjadi akibat beban vertikal dimana tegangan tersebut berada pada
arah yang tidak sejajar dan berlawanan arah arah pada sumbu vertikal contohnya pada
roda gigi.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan

pada

benda

hasil

uji

tarik

maka

perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan, yaitu :


1. Perpatahan berserat (fibrous fracture)
yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang Kristal di dalam material/logam yang
ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan yang berserat yang berbentuk dimple yang
menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular / kristalin
yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan cleavage pada butir-butir dari material / logam
yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran
merupakan kombinasi kedua jenisperpatahan di atas.
Selain dengan harga impak yang ditunjukan oleh alat uji,pengukuran ketangguhan suatu
bahan

dapat

dilakukan

denganmemperkirakan

berapa

persen

patahan

berserat

dan

patahan granular yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin

19

banyak persentase patahan berserat maka semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat
dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji dibawah

mikroskopstereo scan.

Informasi lain yang dapat dihasilkan oleh pengujian impak adalah temperature transisi bahan.
Temperatur transis adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan
suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian seperti ini akan
terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada
temperature rendah material akan bersifat rapuh.
Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda
dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya
akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikan. Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu
penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari
luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relatif sulit sehingga
dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur
dibawah nol derajat celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi
pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.
Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan
didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, dari

temperature

dibawah nol derajat celcius hingga diatas 100 derajat celcius misalnya.
Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga
dan alumunium besifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang
tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan
sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang
dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifatrapuh pada temperatur
rendah.
Informasi lain yang dapat diperoleh dari pengujian impak

adalah temperatur transisi

bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukan transisi perubahan jenis
temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan
bersifat ulet (ductile). Sedangkan pada temperature rendah material akan bersifat rapuh atau

20

getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang
berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikan (ingatlah bahwa energy panas
merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah
yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat
terjadi deformasi kejut/impak dari luar.
Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relatif sulit sehingga
dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur
dibawah 0 derajat celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi
pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan
dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperature transisi menjadi
demikian penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang
temperatur yang besar, misalnya dari temperatur dibawah 0 derajat celcius hingga temperatur
tinggi diatas 100 derajat celcius. Contoh system penukar panas (heta exchanger). Hampir
semua logam berkekuatan rendah dengan struktur Kristal F seperti tembaga dan alumunium
bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat
rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh yang rendah dan
sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikan. Hampir semua baja karbon yang
dipakai jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.
Gambar 2.5.1 di bawah ini memberikan ilustrasi efek temperatur terhadap ketangguhan
impak beberapa bahan.

Gambar 2.5.1 Ilustrasi efek temperatur


2.9.

Kurva Suhu Peralihan

21

Pemanfaatan utama hasil uji Charpy dalam rekayasa adalah untuk memilih benda yang
tahan terhadap patah getas dengan menggunakan kurva suhu peralihan. Dasar pemikiran
perancangan adalah memilih benda yang mempunyai ketangguhan takik yang memadai untuk
berbagai kondisi pembebanan yang berat sedemikian hingga kemampuan dukung beban bagian
konstruksi dapat dihitung dengan menggunakan metode kekuatan standar, tanpa memperhatikan
sifat-sifat patah dari benda atau efek konsentrasi tegangan retak atau cacat.

Suhu peralihan benda dapat digolongkan menjadi tiga kategori, logam kps (FCC)
berkekuatan menengah dan rendah dan sebagian besar logam heksagonal tumpukan padat
mempunyai ketangguhan takik yang demikian tingginya sehingga kepatahan getas tidak
merupakan persoalan, terkecuali dalam lingkungan kimiawi khusus yang relatif.

Benda berkekuatan tinggi mempunyai ketangguhan takik demikian rendahnya, sehingga


patah getas dapat terjadi akibat beban nominal di daerah elastis pada sembarang suhu dan laju
regangan, apabila terdapat cacat (retakan). Baja berkekuatan tinggi, paduan-paduan titanium dan
aluminium termasuk dalam kategori ini. Pada suhu rendah, terjadi perpatahan pembelahan getas,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terjadi perpatahan energi rendah. Pada kondisi seperti
inilah, analisis mekanika patahan merupakan hal yang berguna dan wajar. Ketangguhan takik
logam kubik pusat ruang (BCC) berkekuatan menengah dan rendah, Be, Zn dan benda keramik
sangat tergantung pada suhu. Pada suhu rendah, patah terjadi secara pembelahan, sedangkan
pada suhu tinggi terjadi perpatahan ulet. Jadi, terdapat peralihan dari takik getas ke takik
tangguh, apabila suhu naik.

Kriteria

suhu

peralihan

demikian

dinamakan

plastik

peralihan

patah

(fracture

transitionplastic, FTP). FTP adalah suhu di mana perpatahan akan mengalami perubahan benda
dari ulet sempurna menjadi patah getas. Kemungkinan terjadinya patah getas di atas FTP, dapat
diabaikan. Penggunaan FTP dianggap tua dan pada berbagai penerapan, kriteria FTP kurang
praktis. Kriteria lain yang kurang konservatif adalah berdasarkan suhu peralihan di mana terjadi

22

perpatahan 50% pembelahan dan 50% geseran, dan disebut T2. Kriteria ini dinamakan suhu
peralihan penampilan patah (fracture-appearance transition temperature, FATT). Hubungan
antara hasil uji impak Charpy dan kegagalan dalam pemakaian menunjukkan bahwa bila terjadi
patah belah pada batang Charpy kurang dari 70%, maka besar kemungkinan bahwa tidak terjadi
patah pada suhu peralihan atau diatasnya, jika tegangan tidak melebihi setengah tegangan
luluhnya. Secara garis besarnya, akan diperoleh serupa bila digunakan definisi suhu peralihan T3.
T3 adalah nilai rata-rata bagian atas dan bagian bawah.

Kriteria umum lainnya adalah definisi, suhu peralihan T 4 berdasarkan sembarang nilai energi
serap yang rendah, CV. T4 ini sering disebut suhu peralihan keuletan (ductility transition
temperature). Sesuai dengan hasil pengujian pada pelat baja kapal Perang Dunia II, terbukti pada
pada pelat tidak akan mengalami patah getas apabila C V sama dengan 15 ft-lb pada suhu uji.
Suhu peralihan dimana CV = 15 ft-lb menjadi kriteria umum yang diterima untuk baja kapal
kekuatan rendah. Akan tetapi, perlu ditegasakan di sini bahwa untuk benda lain, C V 15 tidak
berlaku.

Kriteria yang didefinisikan dengan cermat adalah penentuan suhu transisi berdasarkan suhu
T5 dimana terjadi patah belah sempurna atau 100%. Titik ini dikenal sebagai suhu tanpa keuletan

Gambar 2.8.1 Skema temperatur


(https:/ /danidwikw.files.wordpress.com)
2.10.

Jenis dan Tipe Perpatahan

23

a.

Jenis perpatahan
Patah ulet yaitu perpatahan yang terjadi yang didahului deformasi plastik dan
penyerapan energi
Patah getas yaitu perpatahan yang tanpa didahului dengan deformasi plastik dan
penyerapan energi yang hanya sedikit atau dapat dikatakan tidak terjadi penyerapan
energi

b.

Tipe-tipe perpatahan
Perpatahan transgranular atau juga disebut patah gelah yang umumnya terjadi pada
struktur body center cubic yang dibuat pada temperatur rendah. Perpatahan
Transgranular merupakan perpatahan yang terjadi akibat retakan yang merambat
didalam butiran material.
Perpatahan intergranular yaitu perpatahan yang terjadi akibat retakan yang merambat
diantara butiran material yang kerap dikatakan sebagai perpatahan khusus. Pada berbagai
paduan didapatkan berbagai keseimbangan yang sangat peka antara tegangan yang
diperlukan untuk perambatan retak dengan pembelahan dan tegangan yang diperlukan
untuk perpatahan rapuh sepanjang batas butir.

2.11. Tegangan Tiga Sumbu


Penambahan pelat yang tebal akan menimbulkan tegangan yang tinggi. Bila
tebal B bertambah maka tegangan yang diperoleh material dalam arah sumbu X dan
sumbu Y yaitu sx dan sy akan mengecil. Karena adanya pengaruh momen inersia I =
bh2
Terlihat bahwa penumbukan plat yang tebal akan menimbulkan tegangan yang tinggi,
dimana tegangan masing-masing dalam arah sumbu x dan y yaitu sypenekanan yang
dilakukan dalam arah sumbu x dan y. untuk ketebalan spesimen yang lebih besar,
tegangan yang diperoleh dalam arah x dan y berkurang karena adanya distribusi tegangan
ke tiga arah ( trioksal ) pada sumbu koordinat.

2.12.

Grafik Transisi Ulet Getas

24

Pengujian impak terutama untuk memperlihatkan penurunan kelenturan dan kekuatan


impak bahan dengan struktur BCC pada temperatur rendah. Sebagai contoh adalah baja
karbon yang memiliki temperatur transisi lentur rapuh yang relatif tinggi sehingga hanya
dapat digunakan dengan aman pada temperatur dibawah nol jika temperatur transisinya
diturunkan dengan menggunakan paduan. Suatu paduan memerlukan parameter ketangguhan
terhadap perpatahan ( Kc ) yang didiefinisikan sebagai kombinasi tegangan kritis dan
panjang retak. Kc didefinisikan karena banyaknya paduan yang mengandung retak retak
kecil yang akan menjalar jika mengalami tegangan yang melebhi temperatur kritis.
Transisi ulet getas kemudian dapat dijelaskan berdasarkan kriteria bahwa material
bersifat ulet pada setiap tempratur apabila tegangan luluh pada tempratur tersebut lebih kecil
dibandingkan tegangan yang diperlukan untuk memperbesar mikroretak. Apabila tegangan
luluh lebih besar dari pada tegangan yang diperlukan untuk memperbesar mikroretak tersebut
maka material tersebut bersifat getas.

2.13. Grafik Hubungan T,W,E dan P serta t Vs P


Penjelasan grafik :
titik I
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada suhu -800 C dan tingkat kegetasan 100 %
sehingga energi hampir dikatakan tidak ada
titik II
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik -60 0C dan tingkat kegetasan masih 100
% dengan energi yang mulai ada
titik III
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik -40 0C dan tingkat kegetasan sudah mulai
turun menjadi 95 % dengan energi kurang lebih 1 kgm
titik IV
pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik -20 0C dan tingkat kegetasan sudah mulai
turun menjadi 70% dengan energi kurang lebih 2 kgm
titik V

25

pada titik ini menunjukan specimen diuji pada titik 20 0C dan tingkat kegetasan 70 % dengan
energi yang dihasilkan 2 kgm
titik VI
pada kondisi ini sudah mencapai titik maksimum dan energinya sudah mencapai 10 kgm
sehingga walaupun suhunya naik specimen tersebut tidak akan bertambah.
Penjelasan hubungan antar grafik :
1. Hubungan antara Temperatur T (0C) dengan Energi impact E (Kg.m)
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa temperature sangat berpengaruh pada ketangguhan suatu
material. Dimulai dari rapuh, yakni pada suhu yang sangat rendah. Pada tahap ini, akibat suhu
yang sangat rendah mengakibatkan ukuran butir mengecil sehingga jarak antar butir semakin
jauh, ikatan melemah, dan rapuh. Dengan demikian material amat mudah patah, sehingga energi
yang dibutuhkan untuk mematahkannya sangat kecil pula. Selanjutnya dengan bertambahnya
temperature, maka ukuran butir makin membesar sehingga jaraknya semakin dekat dan
ikatannya menguat serta ketangguhannya meningkat, namun masih getas. Dengan demikian
energi impactnya meningkat. Kemudian apabila temperature makin meningkat, hingga material
mencapai keuletan sampai pada temperature maksimalnya, energi yang dibutuhkan untuk
mematahkannya akan bertambah pula sampai nilai maksimum. Selanjutnya jika lewat dari titik
ini, maka energi akan menurun karena adanya deformasi.
2. Hubungan antara Temperatur (0C) dengan Laju Patah Getas (%)
Dari grafik nampak bahwa hubungan antar kedua variable berbanding terbalik. Semakin rendah
temperature, maka material akan semakin getas hingga mencapai nilai 100%. Seiring dengan
bertambahnya temperature, kegetasan berkurang hingga mencapai nilai minimum., diman
keuletan meningkat, seperti penjelasan pada poin sebelumnya.
3. Hubungan antara Temperatur (0C) dengan Beban (Kg)
Berdasarkan analisa grafik di atas, terlihat bahwa beban mulur dari posisi pertama ke posisi
keeempat semakin meningkat kemudian berikutnya beban mulur menjadi semakin menurun.
Kurva dari titik I ke titik IV dengan temperature dari sangat rendah menuju ke temperature
tinggi, material pada tahap ini bersifat getas. Pada tahap seperti ini material menjadi kaku,
sehingga diperlukan beban yang besar untuk membuatnya mulur karena kecil kemungkinan
terjadinya deformasi plastis yang lebih besar, sehingga beban mulurnya semakin menurun pula.
4. Hubungan Kadar karbon (%) dengan energi Impact (E)

26

Semakin kecil kadar karbon yang terdapat pada suatu bahan, maka energi impact yang
dibutuhkan untuk mematahkan semakin besar, karena ikatan molekul bahan tinggi. Sedangkan
apabila kadar karbon meningkat hingga melebihi batas kritisnya, maka energi impact yang
dibutuhkan semakin rendah pula, karena ikatan molekul bahan melemah.
2.14. Fatik dan hal hal yang mempengaruhi terjadinya fatik
Fatik adalah prilaku logam yang bila mana dibebani tegangan variabel siklus yang cukup
besar ( sering kali dibawah tegangan luluh ) akan mengalami perubahan yang terdeteksi pada
sifat mekaniknya. Dalam praktek sebagian besar kesalahan disebabkan oleh fatik. Sehingga
perhatian ahli teknik tertuju pada kegagalan fatik yang terjadi pada benda yang patah menjadi
dua bagian. Seringkali kegagalan tersebut disebabkan kesalahan desain suatu komponen dan
dalam hal seperti ini banyak yang dapat dilakukan oleh seorang ahli metalurgi. Oleh karena
itu pendekatan terhadap fatik ada tiga aspek yaitu :
a. Masalah rekayasa
b. Aspek metalurgi secara keseluuhan
c. Struktur skala halus dan perubahan atom
Hal hal yang mempengaruhi terjadinya fatik :
a. penyelesaian permukaan
karena retak fatik seringkali berada pada dekat komponen, kondisi permukaan merupakan hal
yang perlu diperhatikan pada fatik. Bekas permesinan dan ketidak rataan lain harus dihilangkan
dan usaha ini berpengaruh sekali terhadap sifat fatik. Lapisan permukaan yang diberi tekanan
dengan tumbukan partikel akan meningkatkan umur fati
b. pengaruh temperature
pengaruj temperature terhadap fatik mirip dengan pengaruh temperature terhadap kekuatan tarik
maksimum. Kekuatan fatik paling tinggi pada temperature rendah, dan berkurang secara
bertahap dengan naiknya temperature
c.

frekuensi siklus tegangan


pengaruh frekuensi siklus tegangan terhadap umur fatik untuk berbagai jenis logam umumnya
tidak ada, meskipun penurunan frekuensi biasanya menurunkan umur fatik. Efek ini bertambah
bila temperature uji fatik kita naikkan bila umur fatik cenderung bergantung pada waktu uji
seluruhnya dan tidak pada jumlah siklus.

27

d.

tegangan rata rata


untuk kondisi fatik dimana tegangna rata rata
sNf = [(smax + smin)/2]
Tidak melampaui tegangan luluh sy, maka berlaku hubungan :
sNf = konstan
Yang disebut juga hokum basquin, dimana hokum tersebut tidak berlaku bagi untuk fatik siklus
rendah dengan S lebih besar dari SY , akan tetapi disini berlaku hubungan epNf = Db =
konstan

e.

lingkungan
fatik yang terjadi dalam lingkungan korosif biasanya disebut fatik korosi. Telah diketahui bahwa
kikisan korosi oleh media cair dapat menimbulkan lubang lubang etsa yang bersifat sebagai
tekuk. Akan tetapi bila mana serangan korosi terjadi secara serentak bersamaan dengan
pembebanan fatik efek perusakan jauh lebih besar dibandingkan dari efek tekuk semata.

2.15. Jenis Pengujian tak Merusak


1.

Pengujian pewarnaan
Cara ini dipakai untuk mendeteksi cacat dengan penembusan zat pada celah cacat dipermukaan.
Cairan Houresen atau cairan pewarna dipakai untuk maksud ini. Yang pertama diamati dibawah
sinar UV dan yang terakhir diamati dibawah sinar tampak terang.

2.

Pengujian dengan bubuk magnet


Kalau bahan yang dapat dimagnetkan, misalnya baja berada dalam medan magnet, Hules magnet
pada baja akan terputus oleh adanya retakan atau inklusi disekitar permukaan, jadi di bubuk
magnet akan di absorb.

3.

Pengujian arus EDDY


Kalau batang biji ditempatkan dalm lilitan yang dialiri arus listrik berfrekuensi tinggi, maka arus
EDDY yang mengalir pada batang uji akan berubah kalau ada cacat.

4.

Pengujian penyinaran
Dengan menggunakan sinar X, sinar gamma dan sinar neutron yang memiliki daya tembus besar
melalui benda memungkinkan untuk mengetahui adanya cacat dari bayangan film yang

28

ditempatkan dibelakang benda, yang menunjukkan variasi intensitas karena perbedaan absorbs
sinar oleh rongga dan kepadatan didalam benda.

5.

Pengujian ultrasonic
Gelombang ultrasonic 1-5 MHz merambat dalam bahan dan memantul di tempat cacat. Dari
deteksi gelombanag pantulan dapat diketahui adanya cacat

2.16.

Ketangguhan

Ketangguhan adalah ketahanan suatu spesimen terhadap beban tumbukan atau kejutan.
Pengertian lain tentang ketangguhan juga dapat diartikan dengan jumlah energi yang diserap
spesimen sampai terjadi perpatahan . Pengujian impak adalah pengujian yang menggunakan
prinsip hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa jumlah energi mekanik selalu
konstan. Tujuan utama dari pengujian impak adalah untuk mengukur kegetasan atau keuletan
bahan terhadap beban kejut dengan cara mengukur energi potensial sebuah pendulum yang
dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Pengujian impak merupakan pengujian dengan
menggunakan beban sentakan tiba-tiba. Metode yang sering digunakan dalam uji impak ini
adalah metode Charpy. Pada metode charpy ini spesimen di letakkan mendatar dengan di tahan
di bagian ujung ujung nya oleh penahan dan kemudian pendulum di tarik ke atas sesuai posisi
yang di inginkan . Setelah itu pendulum di lepaskan dan mengenai tepat pada bagian belakang
takikan atau sejajar dengan takikan. Pada saat pendulum dinaikan sampai pada ketinggian H.
pada posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W adalah berat pemukul). Dari
posisi ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas memukul, batang uji hingga patah dan pemukul
masih terus berayun sampai ketinggian H1. Selisih antara energi awal (WH) dengan energi akhir
(WH1) adalah energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji. Ketahanan batang uji
terhadap pukulan (impact strength ) dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan batang uji (satuan Kgm/ft lb atau Joule). Impact strength merupakan ketangguhan,
yaitu ketangguhan benda uji terhadap beban kejut pada batang uji yang bertakik (notch
toughness). Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang rendah. Bahan yang
ulet menunjukan nilai impak yang besar. Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat

29

mengalami patah getas. Patah getas ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal antara lain adanya
takikan (notch).

30

BAB III
JURNAL PRAKTIKUM

3.1. Tujuan Praktikum


1. Menentukan harga impak beberapa jenis logam
2. Menentukan pengaruh temperatur terhadap harga impak
3. Menentukan permukaan patahan

3.2. Alat dan Bahan


1.
2.
3.
4.
5.
6.

3.3.

Jangka sorong
Kikir
Ragum
Impact test
Batang alumunium
Batang baja karbon

Langkah Percobaan
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Mengikir batang alumunium dan batang baja karbon yang sesuai dengan ukuran yang
ditentukan, yaitu tengah-tengah batang membentuk segitiga
3. Meletakan batang alumunium pada alat uji dan diposisikan pas ditengah-tengah
4. Kalibrasi jarum skala pada angka
5. Ukuran H1
6. Baca ketinggian H1 pada skala yang ditunjukan oleh perubahan jarum
7. Hal itu juga dilakukan pada batang baja karbon

31

31

3.4. Gambar Praktek

32

3.5.

Data Pengujian

1.Tabel 3.1 Sebelum Pengujian


No
1
2

Bahan
Al
C

P (mm)
59.7
59.7

I (mm)
9
8.3

T (mm)
9
8.3

2.Tabel 3.2 Setelah Pengujian


N

Baha

b(mm

A(mm

T(c

H2(mm

Luas(mm

o
1
2

n
Al
C

)
9
8.3

)
8
7.3

)
-

)
200
20

)
72
60.59

3.6.

Kesimpulan

Energi(Joule Hi(j/mm3)
)
132.435
211.896

Mahasiswa dapat menentukan harga impact untuk beberapa jenis logam, dapat menentukan
pengaruh suhu terhadap harga impak, dan dapat menentukan permukaan patahan.

1.84
3.40

33

Jadi hasil pengujian impak batang baja karbon lebih getas ( bengkok ) mengalami deformasi
pada batang alumunium.

BAB IV
PEMBAHASAN SOAL

4.1. Pembahasan Soal


1. Berapakah besar sudut takik pada metode Izod dan sebutkan alasannya. Mengapa besar sudut
takik pada metode Charpy 45?
Jawab: - Sudut takik pada metode Izod adalah 45, alasannya karena sudut 45 merupakan
sudut yang akan menghasilkan kekuatan impak terbesar.
-

Sudut takik pada metode Charpy 45 karena sudut 45 akan


menghasilkan impak terbesar dibandingkan dengan sudut-sudut lainnya.

34

2. Apa yang dimaksud dengan temperatur transisi? Tunjukkan dengan grafik (mengapa jika T
tinggi ulet & T rendah getas) serta hubungannya dengan FCC dan BCC?
Jawab: - Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada daerah
temperatur transisi terjadi perubahan sifat material baja dari ulet menjadi getas
atau getas menjadi ulet. Di bawah daerah temperatur transisi sifat material baja
adalah getas (brittle), sedangkan di atas temperatur transisi sifat material
baja adalah ulet (ductile). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan
struktur Kristal FCC seperti tembaga dan alumunium besifat ulet pada semua
temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh.
Bahan keramik, polimer dan logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan
sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikan.

3. Sebutkan aplikasi pengujian impak pada Teknik Mesin selain Titanic dan bumper mobil!
Jawab: - Shock-breaker

BAB V
KESIMPULAN
35

Impact Test adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji ketangguhan suatu
specimen terhadap pemberian beban secara tiba-tiba melalui tumbukan.

Metode yang digunakan pada pengujian impact ada dua yaitu :

Metode Charpy

Metode Izood

Salah satu hal yang mempengaruhi impact adalah temperature. Semakin rendah temperature
suatu material maka akan semakin getas material tersebut, dan semakin tinggi temperature maka
material akan semakin ulet.

35

Energi impact yang terbesar terdapat pada takikan setengah lingkaran dan terendah pada
takikan segitiga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perpatahan akan semakin mudah terjai pada
takikan bersudut.

DAFTAR PUSTAKA
36

http://pahatbaja.blogspot.co.id/2011/06/teori-dasar-impact.html 23-032016 19.00 WIB


https://danidwikw.wordpress.com 23-03-2016 19.00 WIB
http://dimasrepaldo.blogspot.com 23-03-2016 19.00 WIB
http://ekoalan.blogspot.com 23-03-2016 19.00 WIB
http://materialteknikafcoo19.blogspot.co.id/ 23-03-2016 19.00 WIB
http://dokumen.tips/documents/laporan-uji-impak.html 23-03-2016 19.00
WIB
Modul Praktikum Destructive Test. 2011. Depok : Laboratorium
Metalografi danHST Departemen Metalurgi dan Material FTUI.Callister,

36

William D. 2007. Materials Science and Engineering: an Introduction.New


York: John Wiley & Sons, Inc

iv

Anda mungkin juga menyukai