Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kimia bahan alam modern merupakan suatu bidang ilmu yang
menggabungkan berbagai bidang ilmu seperti ilmu seperti kimia organik,
biokimia, biomolekular, spektroskopi, dan farmakologi yang mempunyai peranan
penting pada penelitian kimia muthakir. Fokus penelitian bidang kimia bahan
alam terkait dengan penemuan obat-obat baru dan bahan kimia berguna lainnya
yang berasal dari sumber alam.
Indonesia mempunyai potensi besar dalam pengembangan obat karena
didukung oleh beberapa faktor, antara lain:
1.

Sumber keanekaragaman hayati yang terbesar kedua di dunia setelah Brasil


sehingga masih banyak peluang untuk menggali berbagai jenis tanaman.

2.

Iklim sepanjang tahun yang mendukung berhasilnya budidaya tanaman obat.

3.

Lahan yang subur dan luas yang belum tergarap dengan baik.

4.

Kondisi sosial budaya masyarakat yang memungkinkan untuk memanfaatkan


tanaman obat.

5.

Tingkat ekonomi masyarakat yang masih rendah dan harga obat dari industri
farmasi relatif tinggi sehingga berpaling pada pemanfaatan tanaman obat.

6.

Dampak negatif dari pemakaian obat tradisional belum banyak terbukti secara
ilmiah.

7.

Beberpa penyakit yang sulit disembuhkan oleh obat farmasi, ternyata dapat
disembuhkan

dengan

mengkonsumsi

dengan

mengkonsumsi

obat

tradisioanal.
Eksplorasi bahan alam yang mempunyai aktivitas biollogis menjadi salah
satu target para peneliti. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dikembangkan, senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan
umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat, dan alkaloid.
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbhan
tingkat tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C-

dan O-glikosida , flavanon C- dan O-glikosida, kalkon dengan C- dan O-glikosida


dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida dan
dihidroflavonol O-glikosida.
Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai
antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat
ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah. Flavonoid dalm tubuh manusia
berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker.
Manfaat flavonoid ntara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan
efektivitas vitamin C, anti-inflamasi, dan mencegah kropos tulang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana ciri-ciri senyawa flavonoid?
2. Apa sajakah jenis dan contoh senyawa flavonoid?
3. Bagaimana biosintesis senyawa flavonoid?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa flavonoid?
5. Apakah kegunaan senyawa flavonoid?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari makalah ini
adalah:
1.

Mengetahui ciri-ciri senyawa flavonoid.

2.

Mengetahui jenis dan contohsenyawa flavonoid.

3.

Mengetahui biosintesis senyawa flavonoid.

4.

Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa flavonoid.

5.

Mengetahui kegunaan senyawa flavonoid.

BAB II
PEMBAHASAN
Menurut perkirakan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis
oleh tumbuhan (atau kira-kira 1x 109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid
(Markham, 1988). Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang
terbesar ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiriu dari 15 atom
karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)
sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan
tiga jenis struktur senyawa flavonoid. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur, yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavon,
dan 1,1-diarilpropan atau neoflavon.

Gambar 1. Struktur kerangka dasar senyawa flavonoid

Gambar 2. Isoflavonoid

Gambar 3. Neoflavonoid

Istilah flavonoid yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang


berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar
jumlahnya dan juga biasa ditemukan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai
kerangka 2-fenilkroman, di mana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang
terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen,
sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C).

Gambar 4. 2-Fenilkroman

Gambar 5. Flavan

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis, bergantung pada


tingkat oksidasi dari rantai propan dari sistem 1,3-diarilpropan. Dalam hal ini,
flavan mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini dianggap
sebagai senyawa induk dalam tatanama senyawa-senyawa turunan flavon.

Gambar 6. Jenis Utama dan Struktur Dasar Flavonoid Alam


Dari berbagai jenis flavonoid tersebut, flavon, flavonol, dan antosianidin
adalah jenis yang banyak ditemukan di alam, sehingga seringkali dinyatakan
sebagai flavonoid utama. Sedangkan jenis-jenis flavonoid yang tersebar di alam
dalam jumlah yang terbatas adalah calkon, auron, katecin, flavanon, dan
leukoantosianidin.
Banyaknya senyawa flavonoid di alam bukan disebabkan karena
banyaknya variasi struktur, akan tetapi disebabkan oleh berbagai tingkat
hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoid hanya ditemukan dalam
beberapa jenis tumbuhan, terutama pada suku Leguminose. Jenis-jenis senyawa
yang termasuk isoflavonoid adalah isoflavon, rotenoid, pterokorpan, dan
kumestan. Sedangkan neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan
berbagai dalbergion.

Gambar 7. Beberapa Senyawa Isoflavonoid dan Neoflavonoid


A. Ciri Senyawa Flavonoid
Pada umumnya, cincin A dari struktur flavonoid mempunyai pola
oksigenasi yang berselang-seling, yaitu pada posisi 2, 4, dan 6 dari struktur
terbuka calkon.
Dalam banyak hal, cincin B dari struktur flavonoid mempunyai sebuah
gugus fungsi oksigen pada posisi para, atau dua yang masing-masing berada
pada posisi para dan meta, atau pula tiga di mana satu pada posisi para dan

dua pada posisi meta. Pola oksigenasi dari cincin B di mana terdapat tiga
gugus fungsi oksigen jarang dapat ditemukan. Selain itu, cincin B yang tidak
teroksigenasi, atau teroksigenasi pada posisi orto sangat jarang ditemukan.
Pola oksigenasi dari cincin A mengikuti pola florogusinol dan cincin B
mengikuti pola katekol atau fenol. Cincin A struktur flavonoid seringkali
teralkilasi, baik oleh gugus metil (berasal dari metionin), atau oleh isoprenil
C5 yang berasal dari isopentil pirofosfat, maupun suatu C-glikosida.
B. Biosintesis Flavonoid
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang
sama, yaiut jalur Sikimat dan jalur Asetat-Malonat. Pola biosintesis flavonoid
pertama kali disarankan oleh Birch. Menurut Birch, pada tahap-tahap pertama
dari biosintesis flavonoid suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2
menghasilakan unit C6-C3-(C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilakan dari
kombinasi ini telah mengandung gugus fungsi oksigen pada posisi yang
diperlukan. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yaitu
kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat. Sedangkan cincin B dan tiga
atom karbon dari rantai propan berasal adari jalur fenilpropanoid (jalur
shikimat). Dengan demikian, kerangka dasar karbon dari flavonoid dihasilkan
dari kombinasi antara dua jalur biosintesis yang utama untuk cincin aromatik,
yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai akibat dari berbagai
perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai
propan dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi, seperti ikatan rangkap,
gugus hidroksil, gugus karbonil, dan sebagainya.

COOH

COOH

COOH

NH3 +

C4H

PAL
NH4
+

NADPH + O2
OH

CoA-SH + ATP
4Cl

Lignin
Suberin

SCoA

Tanin
Flavonoid

Dan lainnya
Gambar 9. Jalur fenilpropanoid (shikimat)
Struktur flavonoid mengalami berbagai reaksi sekunder, seperti
hidroksilasi, oksidasi (termasuk pembentukan karbonil), glikosilasi,
metilasi, isoprenilasi, siklisasi, dan lainnya akibat perlakuan dari enzim
yang terdapat pada organisme. Reaksi enzimatis tersebut akan dapat
menghasilkan produk senyawa flavonoid dengan berbagai jenis kerangka
dasar yang beraneka ragam sebagaimana yang ditunjukkan pada
klasifikasi atau penggolongan senyawa flavonoid di atas (Tukiran, 2010).

Gambar 9. Reaksi Pokok Biosintesis Flavonoid


Menurut biosintesis ini, pembentukan flavonoid dimulai dengan
memperpanjang unit fenilpropanaid (C6-C3) yang berasal dari turunan
sinamat seperti asam p-kumarat, kadang-kadang asam kafeat, asam ferulat,
atau asam sinapat. Percobaan-percobaan juga menunjukkan bahwa calkon dan
isomer flavanon yang sebanding juga berperan sebagai senyawa antara dalam
biosintesis berbagai jenis flavonoid lainnya.
C. Identifikasi Flavonoid
Senyawa-senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan
tinggi seperti bunga, sdaun, ranting, buah, kayu, kulit kayu, dan akar. Tetapi
senyawa flavonoid tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu jaringan
tertentu, misalnya antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah, dan daun.
Sebagian besar dari flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, di
mana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi
antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan
glikosida. Ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol

beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alkohol pada
aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali komponenkomponennya menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding, alkohol yang
dihasilkan disebut aglikon. Residu gula glikosida flavonoid alam adalah
glukosa, ramnosa, galaktosa, gentiobiosa, sehingga glikosida tersebut masingmasing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida, dan gentiobiosida.
Flavonoid dapat ditemukan sebagai mono-, di-, atau triglikosida, di mana
satu, dua, atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula.
Poliglikosida larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam pelarut-pelarut
organik seperti eter, benzen, kloroform, dan aseton.
Dari segi struktur, senyawa-senyawa flavonoid turunan flavon dapat
dianggap sebagai 2-arilkromon. Oleh karena itu, sebagaimana kromon dan
kumarin, flavonoid dapat dideteksi berdasarkan warnanya di bawah sinar
tampak atau sinar ultraviolet. Seperti halnya kumarin dankromon, flavonoid
mempunyai sistem karbonil yang berkonjugasi dengan cincin aromatik,
sehingga senyawa-senyawa ini menyerap sinar dari panjang gelombang
tertentu di daerah ultra violet maupun infra merah. Oleh karena itu,
karakterisasi

flavonoid

dilakukan

dengan

pengukuran-pengukuran

spektrofotometri.
1. Identifikasi secara kualitatif
Identifikasi pendahuluan untuk mengetahui senyawa flavonoid adalah
dengan menggunakan Shinoda Test. Sampel yang akan diuji ditambah
etanol, 0,5 ml HCl pekat dan 3-4 potong kecil lempeng magnesium. Jika
menunjukkan adanya flavonoid akan timbul warna merah, kuning, atau
jingga.
Reaksi senyawa flavonoid dengan shinoda test:
Mg(s) + 2HCl(l) MgCl2(aq) + H2(g)
MgCl2(aq) + 6 ArOH(s) [Mg(OAr)6]4- (aq) + 6H+ + 2Cl2. Identifikasi dengan spektroskopi UV-Vis
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol (MeOH). Spektrum khas terdiri atas dua serapan maksimum pada
panjang gelombang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I).

Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat


ditentukan dengan melakukan penambahan pereaksi (pereaksi geser) ke
dalam larutan cuplikan dan mengamati pergesaran puncak serapan yang
terjadi (Markham, 1988). Pereaksi geser yang digunakan diantaranya
adalah:
a) Natrium metoksi (NAOMe) atau NaOH 2M dalam air
Penambahan pereaksi ini untuk mendeteksi adanya gugus hidroksil
yang lebih asam dan tak tersubstitusi.
b) Natrium asetat (NaOAc)
Untuk mendeteksi adanya gugus hidroksil bebas, pergeseran yang
terjadi disebabkan pengionan yang berarti pada gugus hidroksi
flavonoid yang paling asam.
c) Natrium asetat (NaOAc) + Asam Borat (H3BO3)
Penambahan pereaksi NaOAc yang dilanjutkan dengan H3BO3 adalah
untuk mendeteksi gugus hidroksil pada gugus o-hidroksi.
d) Aluminium klorida (AlCl3) dan AlCl3 + HCl
Penambahan pereaksi AlCl3 yang dilanjutkan dengan HCl adalah untuk
mendeteksi gugus yang membentuk kompleks tahan asam antara gugus
hidroksil dan keton yang bertetangga dan membentuk kompleks tak
tahan asam dengan gugus orto-hidroksi. Jadi penambahan AlCl 3
menghasilkan spektrum yang merupakan penjumlahan pengaruh semua
kompleks terhadap spektrum, sedangkan penambahan AlCl3 + HCl
menghasilkan spektrum yang merupakan pengaruh kompleks hidroksiketo (Markham, 1988).
Tabel 1. Rentangan serapan spektrum UV-tampak flavonoid
No.
1

Pita II (nm)
250-280

250-280

Pita I (nm)
310-350

Jenis Flavonoid
Flavon

330-360

Flavonol (3-OH
tersubstitusi)

250-280

350-385

Flovonol (3-OH bebas)

245-275

310-330 bahu

Isoflavon

Kira-kira 320

(5-deoksi-6,7-dioksigenasi)

275-295

puncak
300-330 bahu

Flavanon dan
dihidroflavonol

230-270

340-390

Khalkon
Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antoianin

(kekuatan
rendah)
230-270

(kekuatan
rendah)
270-280

3. Identifikasi dengan Spektroskopi IR


Senyawa

fenolik

dalam

fasa

terkondensasi

pada

IR

memperlihatkan ikatan hidrogen yang kuat, sehingga menghasilkan


serapan yang luas dan akan timbul pita serapan yang lebar sekitar
3350 cm-1. Hidrogen yang kurang ekstensif, akan nampak berupa
serapan OH yang lebih runcing yang muncul pada 3650 cm-1. Letak
puncak serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi v (detik-1
atau Hz), panjang gelombang (m) atau bilangan gelombang
(cm-1) (Sudjadi, 1985).

4. Identifikasi dengan Spektroskopi NMR

Tabel 4. Pergeseran kimia kira-kira dari berbagai jenis proton turunan


eter-TMS flavonoid
No.

Geser kimia

1
2
3

(ppm)
0
0-0,5

1,0
1,7

Jenis proton
Tetrametilsilan (pembanding)
Gugus eter trimetilsilil
C-CH3 ramnosa (doblet lebar)
Gugus

metil

pada

prenil

(-CH2-

CH=C(CH3)2) (proton lain 3,5 dan 5,2


5

2,0

ppm)
Asetat (-OCOCH3 dan C-CH3 aromatik)

23

7
8

3,5 4,0
4,2 6,0

6,0

10
11
12

6,0 8,0
7,5 8,0
12-14

H-3 Flavanon (multiplet dua proton)


Kebanyakan C-H gula
H-1 gula (juga H-2 dihidroflavonol), 5,0
ppm dan H-2 flavanon 5-5,5 ppm
Metilendioksi (O-CH2-O), singlet
Proton pada cincin A dan B
H-2 isoflavon (singlet)
5-OH (hanya terlihat bila pelarutnya
DMSO-d6)

(Sumber: Markham, 1988)


Pengggunaan khas dari spektroskopi 1H-NMR khususnya dalam
penentuan struktur flavonoid adalah sebagai penentuan pola
oksigenasi, penentuan jumlah gugus metoksil dan kedudukannya,
pembedaan isolavon dan flavanon serta dihidroflavonol, penentuan
jumlah gula yang ada dan penentuan ikatan atau , dan pendeteksi
rantai samping hidrokarbon seperti -CH3 yang terikat pada C dan
prenil yang terikat pada C atau O (Markham, 1988).
Tabel 5. Rentang pergeseran kimia karbon-13 dari berbagai jenis
karbon flavonoid
No. Jenis karbon
1
2

Karbonil (4-keto,asil)
Aromatik dan olefina:
a. Teroksigenasi

Rentang pergeseran kimia


(ppm dari TMS)
210-170
165-155(tanpa

oksigenasi

dan p)
130-150 (ada oksigenasi o dan
b. Tak teroksigenasi

p)
135-125 (tanpa oksigenasi o
dan p)
125-90 (ada oksigenasi o dan
p)

3
a. Teroksigenasi
(gula)

83-69 (C-1 pada O-glikosida,


sekitar 100 ppm)
80-40 (C-4 epikatekin, 28 ppm)

b. Tak teroksigenasi
4
5

(C-2,3 flavonon)
Metilenadioksi
O-CH3

Sekitar 100
55-63 (60-63= o-dwisubstitusi)

6
7

C-CH3, COCH3
Isoprenil

Sekitar 17-20
21 (CH2), 122 (CH), 131 (C),

(-CH2CH = C(CH3)2)
(Sumber: Markham, 1988)

18 (CH3)

Pengggunaan khas dari spektroskopi 13C-NMR adalah untuk


menentukan jumlah atom karbon yang teroksigenasi dalam inti
flavonoid dan jumlah atom karbon dalam bagian gula, identifikasi
adanya gula yang terikat pada C- (dan O-), penentuan ikatan antar
glikosida, penentuan titik ikatan C (misalnya pada glikosida,
biflavonoid, dan seterusnya).
5. Identifikasi dengan Spekroskopi MS
Penggunaan khas spektrometer massa pada analisis senyawa
flavonoid ialah untuk menentukan berat molekul, menetapkan
penyebaran penyulih pada lingkar A dan lingkar B dalam flavonoid,
dan menentukan sifat dan titik ikatan gula pada C- dan O-glikosida
flavonoid. Spektrum massa terdiri atas sederatan sinyal yang masingmasing menunjukkan pecahan flavonoid induk yang

bermuatan,

yang terbentuk dari tumbukan elektron dalam spektrometer. Sinyal


tecetak dalam kertas sebagai sederatan garis atau bentuk numerik
dan tersusun berdasarkan bobot molekul, atau berat molekul per
muatan (m/z) (Markham, 1988).
D. Jenis-jenis Senyawa Flavonoid
Sebelum membahas satu persatu jenis flavonoid, kami akan
menunjukkan hubungan biogenetik berbagai jenis flavonoid (menurut
Grisebach).

HO

HO

OH

OH

OH

H
H
OH

OH

KALKON
[ O]

FLAVANON

HO

HO

OH

OH

HO

O
OH
O

OH

OH
OH

OH

O
OH

FLAVANONOL
FLAVONOL
+OH

-OH

HO

HO

O
OH

O
O

-H

(a)

c
H
OH

OH

FLAVON
(c)

(b)

-H

HO

O
O

HO
C
H

OH

OH

OH

AURON

HO

OH

O
OH

ISOFLAVON

1. Katekin dan Proantosianidin


Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan seyawa yang
mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa terdapat pada
tumbuhan tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Proantosianidin telah
ditemukan dalam paku-pakuan dan dua spesies Equisetum. Senyawa ini
ternyata tidak terdapat dalam Psilofita, Lycopodium spp., dan lumut. Kita

hanya mengenal 3 jenis katekin, perbedaannya hanya pada jumlah gugus


hidroksil pada cincin B. Senyawa ini mempunyai dua atom karbon kiral
(ditandai dengan bintang) dan karena itu mungkin terdapat 4 isomer:
OH

HO

OH
HO

OH

OH

B
OH

OH

katekin

galokatein

OH

Afzelekin
Katekin (+) dan katekin (-) hidrogen-2 dan hidrogen-3-nya trans,
sedangkan pada epikatekin cis. Kebanyakan konfigurasi seyawa alam pada
C-2 ialah R. Telah ditemukan satu epikatekin glukosida dan beberapa
katein terdapat sebagai ester asam galat. Satuan katekin terdapat sebagai
senyawa oligomer dengan jenis lain fenilpropanoid, misalnya pada
proantosianidin. Proantosianidin dipilah kedalam tiga kelompok:
a. Leukoantosianidin klasik adalah flavan-3,4-diol monomer, atau
meskipun

jarang

flavan-4-ol,

kadang-kadang

dengan

sedikit

keragaman. Leukoantosianidin jarang terdapat sebagai glikosida tetapi


dikenal bebrapa berbentuk glikosida. Bebrapa struktur diantaranya
sebagai berikut:

OH

OH
HO

O
OH

OH
OH

Melaksidin (kayu hitam Australia)

HO

O
OH

OH

OH

Apiferol (sorghum sp.)


b. Struktur dimer yang pada pemanasan dengan asam menghasilkan satu
molekul katekin dan satu molekul antosianidin ditambah hasil
sekunder rumit yang lain. Dimer jenis-A disambungkan malalui ikatan
eter 2-7 maupun ikatan karbon-karbon 4-8 atau 4-6. Dimer jenis B
hanya mempunyai ikatan karbon-karbon. Oksidasi kimia dapat
mengubah jenis B menjadi jenis A. Contoh berikut jenis-A yang
berasal dari horse chestnut:
OH

HO
OH
O
OH
OH
HO
O
HO

OH

c. Polimer, yang kadang-kadang hanya terdiri atas monomer flavonoid,


tetapi yang lainnya mungkin membentuk ikatan glikosida dengan
polisakarida. Polimer ini tersusun dengan menyambungkan monomer
dari C-4 ke C-8 atau C-6, sering dengan ikatan eter tambahan. Bobot
molekul dapat merentang mulai 3000 sampai 12000, dan polimer

besar dapat bercabang dengan ikatan pada kedua atom C-6 dan C-8.
Polimer tidak larut dalam air atau etil asetat, tetapi dapat diekstraksi
dengan aseton. Senyawa yang dsebut tanin katekol atau tanin
kondensasi mungkin identik dengan golongan ini, atau sekurangkurangnya sanagt tumpang tindih.
2. Falvonon dan flavononol
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan
dengan flavonoid lainnya. Senyawa ini tidak berwarna atau biasanya
berwarna kuning muda. Karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna
maka sebagian besar diabaikan. Flavonon (atau dihidroflavon)sering
terjadi sebagai aglikon tetapi beberapa glikosidanya dikenal sebagai,
misalnya hespiridin dan naringin dari kulit buah jeruk. (aglikonnya
hesperetin dan naringenin) flavononol (atau dihidroflavonol) merupakan
flavonoid yang paling kurang dikenal. Bebrapa senyawa yang diasetilasi
dikenal karena rasanya yang sangat manis. Tidak seperti leukoansianidin,
senawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh basa hangat
menjadi kalkon. Satuan jenis flavonon terdapat dalam ampas lignin.
Satuan monomer lignin disebut flavonolignan.
3. Flavon, Flavonol, Isoflavon
Flavon dan flavonol merupakan senyawa yang yang paling tersebar
luas di semua pigmen tumbuhan kuning, meskipun warna kuning jagung
tumbuhan disebabkan kerana karotenoid. Babarapa flavon dan flavonol
secara ekonomi masih penting, dan luteolin merupakan pewarna pertama
yang di pakai di Eropa. Kuersetin adalah salah satu senyawa yang paling
umum terdapat pada tumbuhan berpembuluh, diikuti oleh senyawa
kemferol. Isoflavon tidak begtu menonjol, tetapi senyawa ini penting
sebagai fitoaleksin. Senyawa yang lebih langka lagi ialah homoisoflavon.
Flavonid ini biasanya larut dalam air panas dan alkohol meskipun
bebrapa flavonoid yang sangat termetilasi tidak larut dalam air. Mereka
beragam dalam hidroksilasi mulai dari flavon sendiri yang terdapat berupa

serbuk pada bunga sejenis ros, Primula spp, nobiletin pada jeruk (Citrus
nobilis).
OCH 3

OCH 3
H 3CO

O
OCH 3

H 3CO
OCH 3

Flavon

Nobiletin

Berikut ini adalah bebrapa flavonon dan flavononol, struktur dan


tumbuhan sekunder.
OH

HO

OH

HO

OCH 3

OH

OH

Hesperetin (buah jeruk)

Butin (Butea frondosa)


OH

HO

HO

O
OH

OH

OH
OH

OH

Naringenin (buah jeruk)

taksifolin (Pseudotsuga taxifolia)


OH

HO

CH 3
HO

O
OH

OH

OH
O

Fustin (Quebracho colorado)

H 3C
OH

farerol (Rhododendron sp.)

Telah ditemukan pula turunan sulfat dan ester organik dari turunan gula,
turunan sulfat biasanya terdapat dalam tumbuhan yang habitatnya air. Dikenal
pula bebrapa turunan flavon gula yang bagian gulanya terikat melalui ikatan
karbon-karbon bukan ikatan glikosida. Senyawa ini yang paling dikenal adalah
viteksin, turunan gula dari epigenin.
CH 2OH
O OH
OH
OH
OH

HO

O
OH

OH

Viteksin

Dikenal juga bebrapa senyawa lain dari glikoflavonoid ini, dan


kebanyakan adalah flavon, tetapi ada juga bebrapa senyawa dari golongan
flavonoid lain. Glikosida kurang larut dalam pelarut organikdan mudah larut
dalam air ketimbang aglikonnya. Warnanya pun tidak sekuat aglikonnya, bebrapa
glikosida dalam larutan netral atau asam tidak berwarna. Akan tetpai berubah
menjadi kuning terang atau jingga dalam larutan basa dan dapat dideteksi jika
bagian tumbuhan yang tidak berwarna diuapi amonia. Timbulya warna ini
disebabkan oleh pembentukan garam dan terbentuknya struktur kuinoid pada
cincin B.

OH

O
O

4. Antosianin
Kecuali flavon dan flavonol, antosianidin termasuk jenis flavonoid
yang utama yang banyak ditemukan di alam. Dalam bentuk 3- atau 3,5glikosida disebut dengan antosianin. Antosianin adalah senyawa yang
berperan dalam memberikan warna merah, ungu dan biru pada kelopak
buah atau bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian tumbuhan tinggi
dan diseluruh dunia tumbuhan kecuali fungus. Tidak seperti golongan
flavonoid yang lain, antosianin selalu terdapat sebagai glikosida.
OH

OH
O

OH

OH

OH

(lembayung)
Anion fenolat (biru)
Sebagai glikosida, semua antosianin larut dalam air dan tidak larut
dalam pelarut-pelarut organik. Akan tetapi, antosianin dapat diendapkan
dari larutannya sebagai garam timbal yang berwarna biru yang larut
dalam asam asetat glasial menghasilkan warna merah tua. Selanjutnya
sebagai glikosida antosianin dapat diuraikan oleh asam atas komponenkomponennya, yakni gula dan antosianidin.
Karakterisasi dari antosianin dapat dilakukan berdasrkan sifat fisik,
seperti spektrum serapan, fluorosensi dan warna dalam larutan
penyangga. Antosianin memperlihatkan sifat amfoter, dimana warna
larutan berubah-ubag bergantung pada pH seperti terlihat dari contoh
berikut:

HO

HO

OH

OH

H
OGlu

OGlu

OH

OGlu

OGlu

kation sianin
pH = 3 : merah

OH

basa sianin
pH = 8,5 : ungu
OH

HO

A
OGlu

OGlu

anion sianin
pH = 11: biru

Sepertiterlihat dari reaksi diatas, perubahan warna dari merah


melalui ungu ke biru adalah ciri dari antisianin yang mengandung gugus
hidroksil bebas paa cincin B dan terletak bersebelahan, seperti lazimnya
ditemukan pada glikosida dari sianidin dan delfinidin. Oleh karena itu,
glikosida dari pelargonidin tidak memperlihatkan perubahan warna yang
mencolok. Fenomena ini dapat digunakan untuk mengenal polihidroksilasi
dari cincin B dari molekul antosianin yang dipisahkan dari suatu jaringan
tumbuhan.
5. Kalkon dan Dihidrokalkon
Kesepakatan penomoran senyawa ini erbeda dengan penomoran
flavonoid yang mengandung cincin piran:
2'

3'

3
4

1'
4'
6'

5'

6
O

Pengubahan kalkon menjadi flavonon terjadi dengan mudah dalam


suasana asan dan reaksi kebalikannya dalam basa. Proses pengubahan

yang satu menjadi yang lainnya ditunjukkan dalam kalkon bufein dan
flavonon butin,
OH

OH

OH

HO

OH

OH

OH
H

H
H

butein

butin

reaksi ini mudah diamati karena warna kalkon warnanya jauh lebih kuat
daripada warna flavanon, terutama dalam larutan basa, warnanya merah
jingga. Oleh karena reaksi ini hidrolisis glikosida kalkon dalam suasana
asam menghasilkan aglikon flavanon sebagai senyawa jadian, bukan
kalkon.
Berikut ini adalah beberapa struktur senyawa kalkon dan sumber
tumbuhannya:
OH

glukosa
O

HO

OH

OCH 3

OH
OH

OH
OH

glukosa

Lanseolin (Coreopsis sp.)

salipurposida (Salix purpurea)

6. Auron
Auron atau sistem cincin benzalkumaranon dinomori sebagai
berikut:
7

1
O

2
5

2'

3'

1'
4'

C
H

6'

5'

Auron berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu


dan bryofita. Auron dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola hidroksilasi

senyawa ini umumnya serupa dengan pola pada flavonoid lain, begitu pula
bentuk yang dijumpai ialah bentuk glikosida dan eter metil. Dalam larutan
basa senyawa ini menjadi merah ros. Beberapa contoh auron dan
glikosidanya serta sumber tumbuhannya.

glukosa

OH

OCH 3

OH

HO

O
C
H

C
H

OH

OH

Leptosin (Coreopsis sp)

OH

aureusidin (Antirrhinum majus)


OH

HO

OH
C
H

OH

HO

O
C
H

glukosa

OH

Sernosida (Oxalis cernua)

sulfuretin (Dahlia variabilis)

E. Kegunaan Senyawa Flavonoid


1. Anti-inflamasi
Berbagai senyawa flavonoid telah banyak diteliti dan bahkan
beberapa senyawa sudah diproduksi sebagai obat anti-inflammasi. Loggia
dkk., (1986) mengekstraksi

apiginin dan luteolin

dari tanaman

Chamomilla recutita yang terkenal mempunyai potensi anti-inflammasi


dan banyak digunakan baik sebagai obat tradisional maupun obat resmi
yang telah diformulasikan oleh industri farmasi. Kedua senyawa
flavonoida tersebut mampunyai aktivitas anti-inflamasi serupa dengan
indomethacin, yaitu jenis obat anti-inflammasi yang telah banyak
dipasarkan. Dari hasil penelitiannya, dapat dicatat pula bahwa senyawa
flavonoid tersebut harus dalam keadaan "bebas" atau aglikon. Artinya,
tidak dalam keadaan terikat dengan senyawa lain, misalnya dalam bentuk
ikatan glikosida.

Di samping senyawa flavonoida alami, terdapat pula senyawa


flavonoid sintesis atau semi-sintesis yang berpotensi sebagai obat antiinflammasi, yaitu O-- hidroksiethil rutin dan derivat quercetin.
Mekanisme anti-inflammasi menurut Loggia, dkk., (1986), terjadi
melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidonat,
pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas "radical
scavenging" suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih
terlidung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas
sel. Senyawa flavonoida lain yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi
adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepitrin,
dan lain-lain.
2. Anti-kanker
Senyawa flavonoida dan isoflavonoida banyak disebut-sebut
berpotensi sebagai antitumor/antikanker. Proses pembentukan penyakit
kanker dapat dibagi dalam 2 (dua) fase, yaitu fase inisiasi dan fase
promosi. Senyawa flavonoida seperti quercetin dan kaemferol terbukti
sebagai senyawa mutagenik pada sel-sel prokariotik dan eukariotik (Fujiki,
dkk., 1986). Karena sifat inilah maka senyawa-senyawa flavonoida
tersebut semula diduga sebagai inisiator terbentuknya sel tumor. Hal ini
berkenaan dengan realitas bahwa semua inisiator bersifat mutagenik
(menyebabkan mutasi pada DNA atau kerusakan irreversibel). Namun,
dugaan tersebut ternyata salah mengingat tidak terbukti pada tikus.
Bahkan, senyawa flavonoida tersebut terbukti menghambat aktivitas
senyawa promotor terbentuknya tumor, sehingga senyawa-senyawa di atas
disebut sebagai antitumor.
Dari sejumlah senyawa flavonoida dan isoflavonoida tersebut yang
berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genestein yang merupakan
isoflavon aglikon (bebas). Potensi tersebut antara lain menghambat
perkembangan sel kanker payudara (Lamastiniere dkk., 1997) dan sel
kanker hati (Hendrich, dkk., 1997). Penghambatan sel kanker oleh

senyawa flavon/isoflavon ini terjadi khususnya pada fase promosi (Fujiki


dkk., 1986). Genestein terdapat pada kedelai dan tempe.
3. Anti-virus
Senyawa flavonoid sebagai anti-virus ditemukan pada senyawa
quercetin yang berefek "propilaktik" apabila diberikan pada tikus putih
yang terinfeksi intraserebral dengan berbagai jenis virus (Selway, 1986).
Pengaruh antivirus apabila dikaitkan dengan strukturnya maka terlihat
adanya korelasi di mana sifat antivirus ditunjukkan oleh senyawa aglikon.
Sebaliknya, senyawa isoflavon dalam bentuk ikatan o-glikosida tidak
mempunyai efek antivirus (eg: rutin dan naringin).
Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga
terjadi melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan
pada translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara
klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk
meyembuhkan penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus, yaitu
dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis-B.
Sementara itu, berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver
masih terus berlangsung.
4. Anti-alergi
Senyawa flavonoida khellin (dimethoxy-methyl-furano-chromone)
yang terdapat pada tanaman Ammi visnaga, telah berhasil diformulasikan
menjadi obat (FPL-670: disodium kromoglikat), antara lain untuk penyakit
asma, rhinitis, konjunctivitis, dan gastro-intestinal (Gabor, 1986).
Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel "mast", yaitu sel
yang mengandung granula histamin, serotinin, dan heparin.
b. Penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3', 5' siklik monofosfat
fosfodiesterase, fosfatase alkalin, dan penyerapan Ca.
c. Berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein.

Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi


antara lain adalah terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon.
5. Efek Estrogenik
Estrogen merupakan hormon yang diproduksi terutama oleh ovarium
dan sebagian oleh ginjal pada bagian korteks adrenalis. Dalam tubuh kita
berfungsi antara lain untuk pertumbuhan secara normal, serta untuk
memelihara kesehatan tubuh pada orang dewasa, baik pada wanita maupun
pada pria. Khusus pada wanita, hormon ini peranannya lebih luas, tidak
saja berfungsi sebagai sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk
tulang, jantung, dan mungkin juga otak. Pada wanita menjelang
menopause, produksi estrogen menurun sehinngga dapat menimbulkan
berbagai gangguan.
Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek hormonal,
khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur
isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini
mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen.
Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme
tulang, terutama proses klasifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat
estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses klasifikasi.
Dengan kata lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada
tulang sehingga tulang tetap padat dan masif.
6. Anti-kolesterol
Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol telah terbukti tidak
saja pada binatang percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga pada
manusia. Efek yang lebih luas terbukti pula pada perlakuan terhadap
tepung kedelai, di mana tidak saja kolesterol yang turun, tetapi juga
trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density
lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high
density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalaksha, 2000). Menurut

Zilliken (1987), Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) merupakan


senyawa isoflavon yang paling besar pengaruhnya.
7. Antioksidan
Antioksidan alami biasanya lebih diminati, karena tingkat
keamanan yang lebih baik dan manfaatnya yang lebih luas dibidang
makanan,kesehatan dan kosmetik. Antioksidan alami dapat ditemukan
pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu. Metabolit sekunder
dalam

tumbuhan

yang

berasal

dari

golongan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid,

dan

triterpenoid (http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan).
Senyawa fenolik merupakan salah satu senyawa bahan alam yang
mempunyai aktivitas biologis anti radikal bebas yang dapat menangkap
senyawa oksigen reaktif. Senyawa flavonoid merupakan senyawa fenolik
yang mempunyai aktivitas menangkap radikal hidroksil dan radikal ion
superoksida. Struktur flavonoid yang mempunyai gugus C=O pada posisi
C-4 dan gugus hidroksil pada gugus C-5 dapat mencegah pembentukan
radikal hidroksil pada reaksi fenton yang dapat membentuk kompleks
dengan ion besi Fe2+ (Cos, et al. 1998). Adanya hidroksil pada posisi C-7,
C-3, C-4, dan ikatan rangkap pada C-2 akan menambah aktivitas anti
radikal bebas. Aktivitas anti radikal bebas akan menurun atau tidak aktif
sama sekali jika gugus hidroksil disubstitusi dengan metoksi maupun
gugus lain. Hubungan antara struktur flavonoid dengan aktivitas anti
radikal bebas terlihat bahwa dengan semakin banyak gugus hidroksil
maka semakin tinggi aktivitas anti radikal bebas. Senyawa kaemferol
yang mempunyai substituent hidroksil pada C-7, C-5, C-4, dan ikatan
rangkap pada C-2 juga menyebabkan senyawa tersebut mempunyai
aktivitas anti radikal bebas.
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan
beberapa metode, diantaranya adalah metode DPPH, metode -karoten,
pengukuran Ferric Tio Cyanate (FTC), reduksi garam Fremy, dan
pengukuran Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC), dan lain

sebagainya. metode DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidan isolat


yang didapatkan.

BAB III
SIMPULAN
Dari pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.

Senyawa flavonoid terdiri atas 2 cincin benzen yang dihungkan oleh 3


karbon. Cincin A dari struktur flavonoid mempunyai pola oksigenasi yang
berselang-seling, yaitu pada posisi 2, 4, dan 6 dari struktur terbuka calkon.
Cincin B dari struktur flavonoid mempunyai sebuah gugus fungsi oksigen
pada posisi para, atau dua yang masing-masing berada pada posisi para dan
meta, atau pula tiga di mana satu pada posisi para dan dua pada posisi meta.

2.

Jenis dan contohnya

3.

flavonoid dihasilkan dari kombinasi antara dua jalur biosintesis yang utama
untuk cincin aromatik, yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat.

4.

Identifikasi pendahuluan untuk mengetahui senyawa flavonoid adalah dengan


menggunakan Shinoda Test.Senyawa flavonoid juga diidentifikasi dengan
spektrofotometer UV, IR, GC, dan MS.
5. Senyawa flavonoid digunakan sebagai anti-inflamasi, anti-kanker, antivirus, anti-alergi, efek Estrogenik, anti-kolesterol, dan antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Universitas Terbuka.
Anonim.
2011.
Metabolit
Sekunder.
http://id.wikipedia.org/wiki/Metabolit_sekunder. Diakses pada tanggal 29
November 2011.
Anonim. 2011. Antioksidan. http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan. Diakses
pada tanggal 29 November 2011.
Budimarwanti dan Sri Handayani. 2010. Efektivitas Katalis Asam Basa Pada
Sintesis 2-hidroksikalkon, Senyawa yang Berpotensi Sebagai Zat Warna.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2010.
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih, P. dan Iwang, S.,
Penerbit ITB, Bandung.
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Kosasih
Padmawinata. Bandung: ITB.
Muchtaromah, Bayyinatul. 2010. Berbagai Manfaat Isoflavon Bagi Kesehatan
(Bagian 1). http://blog.uin-malang.ac.id/bayyinatul/2010/06/06/berbagaimanfaat-isoflavon-bagi-kesehatan-bagian-1. Diakses pada tanggal 29
November 2011.
Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung: Ghalia Indonesia.
Tukiran. 2010. Kimia Organik Bahan Alam. Surabaya: UNESA University Press

Anda mungkin juga menyukai