Anda di halaman 1dari 48

ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863

2477
(Online)

Vol. 4
No. 1
Oktober
2015

LANTAI 5
6000

Percepatan (mm/detik2)

4500
3000
1500
0
-1500 0

10

20

30

40

50

60

-3000
BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION

-4500
-6000
Waktu (detik)

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister dan Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
http://cantilever.unsri.ac.id
cantilever.unsri.ac.id

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober
Pembina:
Rektor UNSRI
Dekan Fakultas Teknik UNSRI
Penanggung Jawab:
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil UNSRI
Ketua Jurusan Teknik Sipil UNSRI
Dewan Redaksi:
M. Baitullah Al Amin, ST, M.Eng.
Ir. Sarino, MSCE
Ir. Yakni Idris, M.Sc., MSCE
Dr. Saloma, ST, MT
Bimo Brata Adhitya, ST, MT
Yulindasari Sutejo, ST, M.Eng.
Mirka Pataras, ST, MT
Penyunting Ahli:
Prof. Dr. Ir. Anis Saggaff, MSCE (Universitas Sriwijaya)
Prof. Dr. Ir. Erika Buchari, M.Sc. (Universitas Sriwijaya)
Prof. Dr. Ir. R. Anwar Yamin, MT (Pusjatan Kementerian PU)
Dr. Ir. Gunawan Tanzil, M.Eng. (Universitas Sriwijaya)
Dr. Ir. Maulid M. Iqbal, MS. (Universitas Sriwijaya)
Dr. Ir. Dinar D. A. Puteranto, MSPJ (Universitas Sriwijaya)
Heni Fitriani, ST, MT, Ph.D. (Universitas Sriwijaya)
Redaksi Pelaksana:
Reni Yuniarti, SE
Agustini
Alamat Redaksi:
Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jl. Padang Selasa No. 524, Palembang, Sumatera Selatan (30139)
Telepon/Fax: (0711) 354222 ext. 113
Email: j_cantilever@ft.unsri.ac.id; jurnalcantilever@gmail.com
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id
Cantilever merupakan jurnal penelitian dan kajian teknik sipil yang menyajikan hasil-hasil penelitian di bidang
struktur, transportasi, pengembangan sumberdaya air, geoteknik, manajemen infrastruktur, dan rekayasa
lingkungan. Pertama kali diterbitkan pada tahun 2006. Redaksi mengundang para pakar, civitas akademika,
pemerhati, dan praktisi untuk mengirimkan makalahnya berupa naskah ilmiah yang belum pernah dipublikasikan
atau tidak sedang dalam proses publikasi di media cetak lain. Metode pengiriman naskah ilmiah dan petunjuk
penulisan bagi penulis dapat dibaca pada bagian dalam sampul belakang. Naskah yang masuk akan direview oleh
penyunting ahli dan selanjutnya diproses oleh dewan redaksi untuk diterbitkan. Redaksi berhak mengedit
redaksional naskah tanpa mengubah maksud dan artinya, serta isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi.

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 ISSN : 1907-4247 (Print), ISSN : 2477-4863 (Online)
Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober

DAFTAR ISI
Hal.
ANALISIS DINAMIS SISTEM STRUKTUR DENGAN SKEMA MASSA KONSISTEN
(Binsar Hariandja)
STUDI PERILAKU BALOK KASTELA BENTANG PENDEK DENGAN VARIASI
DIMENSI LUBANG HEKSAGONAL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA
(Ahmad Muhtarom)

16

7 13

ANALISIS PENGARUH CAMPURAN PUPUK UREA TERHADAP KUAT GESER


TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAXIAL
(Yulindasari Sutejo, Ratna Dewi, Dwi Haryadi, dan Reffanda Kurniawan)

14 19

ANALISIS STRUKTUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BASE ISOLATION


DENGAN TIME HISTORY ANALYSIS
(Saloma)

20 26

STUDI IMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI PITAP


(Ulfa Fitriati, Novitasari, Achmad Rusdiansyah, dan Andi Rahman)

27 33

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMI PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK


TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) DI SUNGAI LEMATANG KOTA PAGAR ALAM
(Handy Wibowo, Arifin Daud, dan M. Baitullah Al Amin)

34 41

ii

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 1 - 6, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

ANALISIS DINAMIS SISTEM STRUKTUR DENGAN


SKEMA MASSA KONSISTEN
Binsar Hariandja
Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung
(Jalan Ganesha 10, Bandung)
E-mail: binsar_hariandja@ymail.com

Abstract
The paper deals with frequency analysis of irreguler framed structures. The analysis used finite element method cast
in matrix formulation. Apart from frequency analysis of framed structures that assumed to be of frame with relative
rigid floor system, and the mass of structure is lumped at each floor, the analysis adopted consistent mass formulation.
To reduce structural degrees of freedom, static condensation and multi-point constraint algorithms where used. The
natural frequency resulted out of proposed analysis was then compared to that obtained by assuming rigid floor. The
difference was due to the different schemes used in the consideration of inertial mass forces.
Key Words: dynamic analysis, finite element method, multi-point constraints, static condensation, natural frequency.

gaya lateral (misalnya gempa), lantai per lantai


dianggap sebagai sub-sistem diafragma yang kaku,
sehingga perpindahan sistem struktur hanya
merupakan simpangan horizontal dari tiap lantai.
Lihat Gambar 1 sebagai penjelasan. Untuk contoh
portal bidang ini, ada 6 x 3 = 18 derajat kebebasan
aktif pada titik simpul (nodes) 2, 3, 5, 6, 8 dan 9.
Jika dianggap bahwa lantai merupakan sub-sistem
kaku, maka hanya ada 2 derajat kebebasan berupa
simpangan (sway) lantai 1 dan lantai 2. Dengan
pengambilan asumsi ini, jumlah derajat kebebasan
direduksi dari 18 menjadi 2. Model inilah yang
lazim digunakan dalam analisis sistem struktur
portal terhadap gaya lateral, yang untuk sistem
portal yang reguler, solusi masih memberikan hasil
yang cukup baik.
Sekarang, tinjaulah sistem struktur dalam
Gambar 2 yang pada hakekatnya merupakan sistem
struktur Gambar 1, tetapi dengan kolom tengah
bawah 45 yang dihilangkan. Terhadap gaya lateral,

1. PENDAHULUAN
Dalam konteks penerapan metoda numerik,
lazimnya analisis dilakukan dengan menggunakan
model diskrit sebagai representasi struktur yang
sebenarnya. Model diskrit disusun dengan
mengambil beberapa asumsi yang menyederhanakan
kerumitan geometri sistem struktur. Agar asumsi
yang diambil tidak menimbulkan deviasi yang tidak
bisa diterima dari pada solusi, model diskrit yang
digunakan diambil lebih halus. Sayangnya,
penghalusan model diskrit menimbulkan jumlah
derajat kebebasan yang semakin besar. Untuk
mengatasi hal ini, diambil beberapa teknik reduksi
jumlah derajat kebebasan, misalnya dengan
mengasumsikan suatu hubungan antar komponen
derajat kebebasan. Teknik ini lazim dinamakan
sebagai proses kondensasi.
Cara lain adalah dengan mengambil asumsi dari
pada medan perpindahan sistem struktur. Dalam
analisis sistem struktur berdinding geser terhadap
1

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 6)

maka selain mengalami perpindahan horizontal,


sistem struktur juga akan mengalami perpindahan
vertikal di titik simpul 5 dan dengan demikian juga
perpindahan vertikal titik simpul 6. Perpindahan ini
lazim dinamakan efek Vierendel. Kalau dalam
model struktur Gambar 1, keseimbangan cukup
diterapkan di arah kedua perpindahan horisontal,
maka dalam model struktur Gambar 2,
keseimbangan juga harus ditinjau di arah perpindaha
vertikal dan juga di arah rotasi titik-titik simpul.
Pengandaian bahwa lantai per lantai merupakan subsistem yang kaku, tidak lagi akan memberikan hasil
yang cukup teliti.
Maksud dan tujuan tulisan ini adalah menyusun
suatu analisis sistem struktur yang merupakan
sistem portal yang ireguler, atau sistem struktur
yang tidak merupakan sistem portal sama sekali,
dengan menggunakan model diskrit serta medan
perpindahan dan massa yang konsisten. Dalam hal
ini, derajat kebebasan yang aktif semua disertakan
dalam analisis dengan konsekuensi jumlah derajat
kebebasan yang besar. Jumlah derajat kebebasan
kemudian diredusir dengan menerapkan kondensasi
statis (statical condensation) atas beberapa derajat
kebebasan.

U2

U2

P2

STRUKTUR

Dalam pasal ini dilakukan pembahasan analisis


sistem struktur reguler terhadap gaya eksitasi
gempa, dengan mengambil asumsi bahwa lantai per
lantai merupakan sub-sistem yang kaku. Struktur
dalam Gambar 1 ditampilkan kembali dalam
Gambar 3 dengan menuliskan gaya-gaya beserta
konsiderasi keseimbangan gaya horizontal.
Keseimbangan gaya-gaya horizontal pada level
tingkat 1 dan tingkat 2 memberikan sistem
persamaan simultan yang dalam notasi matriks
dituliskan dalam bentuk
36EI
72EI
3 U M 0 U&& M
L3
1 &&
1
L 1 + 1
36EI 36EI

&& = M Ut
U
0
M
U
2
2
2 2

L3
L3
5

10

12

18

16

14

(1)

17

11
2

U2

15

13
20

19

2.
ANALISIS
SISTEM
PORTAL REGULER

Gambar 3. Derajat Kebebasan Struktur Ireguler

P1

U1
2

U1

U1

dalam

mana

{ U1 , U 2 }

adalah

perpindahan

horisontal lantai 1 dan lantai 2, { M1 , M 2 } massa


lantai 1 dan lantai 2, { U&&1 , U&&2 } percepatan lantai 1

Gambar 1. Struktur Reguler, Lantai per Lantai Kaku

&& percepatan tanah, EI kekakuan lentur


dan 2, U
t
kolom dan L panjang kolom. Untuk struktur dalam
Gambar 2 diperoleh persamaan

36EI
60EI
3 U M
L3
0 U&&1 M1 &&
1
+ 1
=
U (2)
36EI 36L
EI U2 0 M2 U&&2 M2 t

3
3
L
L

2
1

Dengan menggunakan prosedur yang standard, dari


Pers. (1) dapat dihitung frekuensi alami dengan
ragam yang koresponden.

Gambar 2. Struktur Ireguler, Lantai per Lantai


Tidak Kaku

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 6)

[K ff ] [K fr ]{U f } {Pf }

=
[K ] [K ]
rr {U r } {Pr }
rf

3.
ANALISIS
SISTEM
STRUKTUR
DENGAN MODEL MASSA KONSISTEN
Dalam model massa yang konsisten seperti ini,
semua derajat kebebasan dianggap aktif dan
disertakan dalam persamaan keseimbangan struktur
seperti dalam Gambar 4. Untuk dapat memperhitungkan gaya-gaya akibat akselerasi tanah,
perletakan 1 dan 7 diberi derajat kebebasan
horisontal. Dengan demikian ada 20 derajat
kebebasan. Derajat kebebasan diatur sedemikian

yang secara konsisten dapat digunakan untuk


menyusun gaya-gaya inersia akibat percepatan tanah
dan keseimbangan sistem struktur.
Pertama, untuk mendapatkan vektor gaya
dalam struktur akibat akselerasi gaya gempa,
disusun persamaan-persamaan sebagai berikut.
Karena medan percepatan merupakan turunan dari
pada medan perpindahan terhadap waktu, maka
percepatan tanah juga mengikuti pola medan
perpindahan yang secara kinematis dimungkinkan
(kinematically admissible) maka dapat dituliskan

hingga U1 dan U 2 merupakan derajat kebebasan


dasar (master degrees of freedom), U 3 hingga U 18

[K ff ] [K fr ]{U&& f } {0}
[K ] [K ] && = (5)
rr {U r } {0}
rf

merupakan derajat kebebasan terkondens (slave


degrees of freedom), semua ini merupakan derajat
kebebasan yang bebas (free degrees of freedom),
sedangkan U 19

dan

U 20

merupakan derajat

Percepatan gempa mengakibatkan


pondasi struktur sebesar

kebebasan terkekang (restrained degrees of


freedom). Dengan demikian, vektor perpindahan
{U } didekomposir atas vektor perpindahan dasar

{U&& } = PP
r

{U m } , vektor perpindahan terkondensir {U s } , dan


vektor

perpindahan

terkekang

(4)

{U r } . Vektor

19 &&
Ut
20

akselerasi

= {Pr }U&&t

(6)

yang dengan Pers. (5) memberikan

perpindahan dasar {U m } dan vektor perpindahan

{U&& } = {[K ] [K ]{P }}U&& = {P }U&&


1

terkondens {U s } membentuk vektor perpindahan


bebas {U f } . Dengan demikian, keseimbangan

ff

fr

(7)

sehingga percepatan struktur menjadi

dalam Pers. (1) didekomposir dalam bentuk

{U&&} = {{PP }}U&&


f

[ ] [ ]{ }

K 1 K fs
= ff
U&&r (8)

[I ]

Perpindahan ini kemudian digunakan untuk


menyusun gaya inersia pada elemen sebagai berikut.
Pertama, percepatan ujung elemen dihitung dengan

{U&&e }= [Te ]{U&&}


pada tata sumbu global, dan

Gambar 4. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Lantai

[Kmm] [Kms ] [Kmr ]{Um} {Pm}


[K ] [K ] [ K ] {U } = {P }
s
ss
sr
s
sm

[Krm ] [ Krs ] [Krr ] {Ur } {Pr }

(9)

{u&&e } = [Re ]{U&&e }


(3)

(10)

pada tata sumbu lokal. Percepatan titik bermateri


elemen menjadi

atau

0
0
N4 (x)
0
0
u(x) N1(x)
=
{u&&e} (11)
0
N
(
x
)
N
(
x
)
0
N
(
x
)
N
w
(
x
)
2
3
5
6 (x)

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 6)

gaya inersia struktur digabungkan dalam sistem


persamaan keseimbangan dinamis dalam bentuk

dalam mana [3]


N1(x) = 1 x / L

[Kmm] [Kms ] [Kmr ]{Um} [M mm] [Mms ] [Mmr ]{U&&m} {0}


[K ] [K ] [K ]{U } + [M ] [M ] [M ]{U&& } = {0} (18)

ss
sr
s
sm
ss
sr
s
sm
[Krm ] [Krs ] [Krr ]{Ur } [Mrm ] [M rs ] [M rr ] {U&&r } {0}

N2 (x) = 1 3(x / L)2 + 2(x / L)3


N3 ( x) = L[(x / L) 2(x / L)2 + (x / L)3 ]
N4 (x) = x / L

(12)

(12)

dalam mana sub-sub matriks yang berkaitan dengan


matriks massa dalam Pers. (18) disusun berdasarkan
komputasi beban inersia ekivalen dalam Pers. (8).
Bentuk persamaan keseimbangan juga dapat
dipartisi dalam bentuk

N5 (x) = 3(x / L)2 2(x / L)3


N6 (x) = L[2(x / L)2 + (x / L)3 ]

Kerja luar yang dilakukan oleh gaya inersia di arah


perpindahan { u , w } menjadi

W = {u} [N]mdx+ {u} [N]mda


T

{ }
{ }

&& {0}
[Kmm] [Kms]{Um} [Mmm] [Mms] U
m
[K ] [K ]{U } + [M ] [M ] && = (19)
ss s sm
ss Us {0}
sm

(13)

Solusi dari pada Pers. (18) adalah dengan


terlebih dahulu melakukan proses kondensasi yang
merupakan penyelesaian sebagian dari pada submatriks yang berkaitan dengan perpindahan
terkekang. Solusi antara untuk perpindahan
terkekang memberikan

yang jika perpindahan maya juga diinterpolasikan


serupa dengan Pers. (11), akan menghasilkan
matriks massa elemen dalam bentuk

[me ] =
0

N1N1

0
0

N4N1
0

0
0 N1N4
0
0

N2N2 N2N3
0 N2N5 N2N6
N3N2 N3N3
0 N3N5 N3N6
{u&&e}mAdx
0
0 N4N4
0
0
N5N2 N5N3
0 N5N5 N5N6

N6N2 N6N3
0 N6N5 N6N6

{Us} = [Kss]1{[Ksm]{Um} +[Msm]{U&&m}+[Mss]{U&&s}}

(14)

dan kemudian digunakan untuk mendapatkan


persamaan

dengan hasil

[K ]{U
'
mm

L / 3
0

m
e = 0
mA m/ 6
0
0

[ ]

0
0
2
13L / 35 11L / 210
2
3
11L / 210 L / 105
0
0
2
9L / 70 3L / 420
2
3
11L / 210 L / 140

0
0
2
9L / 70 11L / 210
2
3

0 13L / 420 L / 140


(15)
L/3
0
0
2
0
13L / 35 11L / 210
2
3
0 11L / 210 L / 105

L/ 6
0

[K ] = [K
[M ] = [M
'
mm

'
mm

'
} + [M mm
]{U&&m }= {0}

( 21)

] [K ms ][K ss ]1 [K sm ]
1
mm ] [M ms ][K ss ] [M sm ]

mm

(22)

Solusi dari pada Pers. (21) untuk {U m } kemudian


dimasukkan ke dalam Pers. (20) untuk mendapatkan
{U s } dalam melengkapi solusi. Dengan demikian,
didapatkan orde yang lebih rendah dalam
menentukan frekuensi alami dari pada sistem
struktur.
Yang menjadi pertanyaan adalah, bagai mana
memilih derajat kebebasan yang akan dikondensir
dalam {U s } dan derajat kebebasan yang akan
dipertahankan dalam {U m } . Umumnya, derajat
kebebasan paling luar yang merupakan batas-batas
sistem struktur perlu dipertahankan. Kemudian,
dapat dilakukan proses sensitivitas untuk mengenali
derajat kebebasan yang dominan serta yang perlu
ikut dipertahankan. Ini dilakukan dalam proses
pemrograman dalam bab berikut ini.

(16)

dan merakitkannya ke dalam matriks massa struktur


dengan menggunakan matriks tujuan
n

[M ] = [Ti ]T [Ri ]T [mi ][Ri ][Ti ]

dalam mana

dalam mana m adalah massa balok per meter


kubik, A luas penampang dan L panjang balok.
Terlihat bahwa matriks massa bersifat simetri dan
dapat dirakitkan ke dalam matriks massa struktur
dengan melakukan transformasi dari tata sumbu
lokal ke tata sumbu global

{me } = [Re ]{M e }

(20)

(17)

i =1

yang identik dengan perakitan matriks kekakuan


global. Matriks kekakuan, matriks massa dan vektor
4

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 6)

memisalkan bahwa lantai per lantai adalah kaku,


dan bahwa sistem struktur ireguler dianalisis secara
matriks konsisten, namun dengan meninggalkan
derajat kebebasan yang sama dengan analisis yang
pertama, yaitu simpangan horisontal lantai 1 dan
lantai 2. Lihat Tabel 1 sebagai penjelasan.

4. PENYUSUNAN PROGRAM
KOMPUTER
Suatu program paket komputer untuk analisis
dinamis sistem struktur yang telah dipaparkan dalam
Bab III, telah disusun dengan menggunakan bahasa
tinggi Fortran. Program tersebut disusun mampu
melakukan
perhitungan-perhitungan
analisis,
termasuk proses kondensasi statis [1] dan proses
kekangan multi titik [3] sebagai mana telah
diuraikan dalam Bab III tersebut.
Pertama, diatur urutan derajat kebebasan
menurut pola dalam Pers. (18) untuk mendapatkan
susunan dalam urutan {U m } , {U s } dan {U r } .

Tabel 1. Pembagian Pola Analisis

Analisis
I
1
II
2

Keterangan
portal 2 tingkat, reguler, lantai kaku
portal 2 tingkat, ireguler, lantai kaku
portal 2 tingkat, ireguler, model
konsisten

Berdasarkan hasil dari pada ketiga ragam analisis


dalam Tabel 1, didapatkan kaji banding hasil
keluaran sebagai berikut. Pertama, untuk dua ragam,
didapatkan hasil frekuensi alami seperti dalam Tabel
2. Terlihat bahwa frequensi alami Ragam II.1
identik dengan frequensi alami Ragam I karena
didasarkan atas asumsi yang sama. Namun,
frequensi alami Ragam II.2 berbeda dengan
frequensi alami kedua ragam yang pertama, karena
didasarkan atas massa yang konsisten. Jika pada
analisis kedua ragam yang pertama, massa
dipusatkan (lumbed) pada level perpindahan 1 dan
2, maka massa pada analisis yang ketiga tersebar
seturut dengan lokasi titik bermateri komponen
batang.

Dengan demikian, derajat kebebasan dasar,


terkondensir dan terkekang tersusun berkelompok
seperti dalam Pers. (3) atau (18). Sayangnya, proses
ini akan memperbesar lebar pita (bandwidth) dari
pada matriks kekakuan struktur.
Cara kedua adalah dengan tidak perlu menyusun
derajat kebebasan {U m } , {U s } dan {U r } secara
berurutan. Kemungkinan derajat kebebasan
terkondens berada di antara derajat kebebasan dasar.
Dengan demikian, penyelesaian antara seperti dalam
Pers. (19) dan solusi dalam Pers. (21) tidak dapat
diterapkan karena persamaan keseimbangan tidak
terpartisi seperti dalam Pers. (18). Untuk pola proses
seperti ini, pelaksanaan proses kondensasi dapat
dilakukan secara baris per baris (row wise)
ketimbang secara partisi matriks (matrix wise) [2].
Program yang sudah tersusun kemudian
diterapkan terhadap kasus struktur portal reguler
dalam Gambar 1 dan portal irreguler dalam Gambar
2. Proses studi kasus ini dipaparkan dalam bab
berikut ini.

Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Alami

Analisis
I
II.1
II.2

5. STUDI KASUS

Frekuensi Alami (rad/det)


ragam 1
ragam 2
1.684
0.202
1.684
0.202
1.197
0.5366

Dengan demikian, analisis ragam yang ketiga


akan lebih mendekati kenyataan dibandingkan
dengan analisis ragam yang memisalkan tingkat
kaku dibandingkan dengan kolom, dan massa
dipusatkan pada level tingkat. Kesalahan yang
diakibatkan oleh asumsi ini relatif kecil untuk portal
reguler, namun kesalahan akan semakin besar untuk
portal yang semakin ireguler. Untuk portal ireguler
atau struktur yang paling umum, analisis lebih tepat
jika menggunakan massa yang konsisten.

Studi kasus dalam hal ini dilakukan dengan


menggunakan program paket komputer yang telah
disusun terhadap sistem struktur dalam Gambar 1.
Analisis dilakukan dalam dua pola. Pertama, analisis
dilakukan dengan mengikuti asumsi bahwa lantai
per lantai adalah kaku. Kedua, analisis digunakan
terhadap struktur ireguler dalam Gambar 2. Dalam
model ini, dilakukan dua jenis analisis, yaitu dengan
5

Hariandja, B. / Analisis Dinamis Sistem Struktur dengan Skema Massa Konsisten / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (1 6)
3) Hariandja, B., 2015, Metoda Elemen Hingga, Penerbit
Teknik Sipil, Universitas Pancasila, Jakarta.

6. KESIMPULAN
Dari kaji banding hasil analisis yang dilakukan
dalam Bab 5, disimpulkan bahwa penyederhanaan
sistem struktur yang lazim diambil dalam analisis
dinamis sistem struktur portal, yang mengasumsikan
bahwa lantai per lantai adalah kaku, menghasilkan
ketelitian hasil analisis yang tergantung kepada
reguler tidaknya sistem struktur.
Untuk sistem struktur portal yang reguler,
pengandaian tersebut masih memberikan hasil yang
cukup baik. Namun, untuk struktur yang ireguler,
selain perpindahan yang bersifat simpangan ke
samping (side sway), muncul pula pola perpindahan
yang vertikal serta perpindahan rotasi titik-titk
simpul. Untuk kasus yang demikian ini, sebaiknya
digunakan model diskrit dan analisis yang
konsisten, sebagai mana telah dibahas dalam tulisan
ini.
Program yang telah disusun khusus untuk
analisis frekuensi dalam tulisan ini, siap
dikembangkan untuk digunakan dalam analisis
dinamis sistem struktur yang reguler maupun yang
tidak. Program tersebut telah dilengkapi dengan
algoritma kondensasi statis untuk mengurangi
derajat kebebasan sistem diskrit struktur, dan
dilengkapi pula dengan algoritma kekangan multi
titik untuk dapat memproses persamaan yang
mengkaitkan
hubungan
antar
komponen
perpindahan struktur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan program komputer yang dituliskan
dalam bahasa Fortran serta khusus diperuntukkan
bagi penelitian ini dibantu oleh Jeply Murdiaman,
pengetikan naskah serta penggambaran yang teliti
dilakukan oleh Setriwaldi. Untuk itu, penulis
menghaturkan banyak terima kasih.
REFERENSI
1) Paz, M., 1987, Dinamika Struktur: Teori dan Perhitungan,
alih bahasa oleh Manu, A.P., Penerbit Erlangga, Jakarta.
2) Hariandja, B., 1997, Analisis Struktur Berbentuk Rangka
Dalam Formulasi Matriks, Penerbit Aksara Hutasada,
Bandung.

Vol. 4,, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 7 - 13, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863
2477
(Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

STUDI PERILAKU BALOK KASTELA BENTANG PENDEK


DENGAN VARIASI DIMENSI LUBANG HEKSAGONAL
MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA
Ahmad Muhtarom
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Prabumulih KM.32 Inderalaya, Sumatera Selatan)
Email : ahmadmuhtarom2000@yahoo.com

Abstract
Modification technology of castellated beams of Wide Flange beam (I WF) are now varied, starting from addition
high beam variation so that moment of inertia larger than origin beam, until the hole dimension variation for the
aesthetic and mechanical-electrical
ical installations. In the castellated beams design should be noted weakening effect shear
forces and buckling due to the hole modified. This study was to determine the behavior of castellated beam with
hexagonal holes dimensional variations using the fini
finite
te element method. The method in this research is to create a
numerical model of the castellated beam 225x75x7x5 mm span of 1 meter with a hexagonal hole openings using the
finite element method are verified first by the results of an experimental model. G
Geometry,
eometry, material properties and
loading both models are the same. After the numerical model results closer to experimental model results, then made 9
other castellated beam numerical models with variations in the dimensions of the hexagonal holes. The results
res
showed
that the higher and the wider hole so the larger tensile stress and compressive stress. Deflection is proportional to tensile
stress and compressive stress. The smaller the ratio of the hole and holes number so the smaller the shear stress.
stress
Key Words: castellated beam, finite element method

dengan pola zigzag,, kemudian kedua potongan


tersebut diangkat dan disatukan dengan pengelasan.
Modifikasi ini membuat tinggi balok lebih tinggi
dari tinggi awal. Sistem pembuatan balok kastela
dapat dilihat pada Gambar 1.

1. PENDAHULUAN
Teknologi konstruksi menggunakan balok
kastela saat ini berkembang pesat, kelebihan
menggunakan balok kastela dibandingkan balok
baja profil I wide flange (WF) adalah momen inersia
nya menjadi lebih besar dikarenakan penambahan
tinggi balok tanpa menambah berat sendiri balok
sehingga kekakuan lenturnya menjadi lebih tinggi.
Kelebihan
elebihan kedua adalah sisi estetika dar
dari lubang
heksagonal hasil dari modifikasi, selain itu lubang
tersebut bisa dimanfaatkan sebagai tempat instalasi
mekanikal-elektrikal. Selain memiliki kelebihan
balok kastela juga memiliki kelemahan, yaitu
terhadap gaya
aya geser dan tekuk akibat lubang hasil
modifikasi tersebut.Untuk
Untuk mereduksi kelemahan
tersebut
diperlukan
batasan
batasan-batasan
dalam
memodifikasi balok kastela terutama perilaku balok
kastela akibat variasi dimensi lubang heksagona
heksagonal
hasil modifikasi.
Sistem pembuatan balok kastela adalah
pemotongan pada bagian badan balok baja I biasa

Gambar 1. Pola potongan dan penggabungan


balok kastela (Boyer, 1964)

Dengan adanya bukaan lubang pada badan,


perilaku balok kastela akan berbeda dengan balok
tanpa adanya bukaan. Kerdal dan Nethercott (1984)
7

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4,, No. 1, Oktober 2015 (7 13)

menentukan bahwa terdapat tujuh mode kegagalan


dari balok kastela :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Formasi dari mekanisme Vierendeel


Tekuk Lateral-Torsi dari Web Post
Torsi dari keseluruhan bentang
Buckling Lateral-Torsi
Buckling Web Post
Buckling pada Lower Tee atau Upper Tee
Kegagalan pada sambungan Las
Formasi dari mekanisme lentur

Gambar 3.Tegangan yang terjadi pada daerah


lubang balok (Boyer, 1964)

(2) Metode Elemen Hingga

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah


bagaimana mengetahui perilaku balok kastela
bentang 1 meter dengan berbagai variasi dimensi
lubang heksagonal yang sesuai standar di pasaran
dengan menggunakan metode elemen hingga.
Tujuan penelitian adalah mengetahui perilaku
balok kastela dengan berbagai variasi dimensi
lubang heksagonal menggunakan metode elemen
hingga sehingga bisa didapatkan batasan
batasan-batasan
dalam merancang
rancang balok kastela tersebut ditinjau dari
kelemahan dan kelebihan akibat modifikasi balok
tersebut.

Dalam analisis struktur metode elemen hingga,


elemen sangat mempengaruhi perhitungan, dalam
penelitian ini balok kastela di idealisasikan sebagai
elemen 3 dimensional solid dikarenakan mempunyai
sayap yang lebar dan terbuat dari material solid baja.
Menurut Suhendro (2002), jenis elemen pada
3-dimensional
dimensional solid yang paling banyak digunakan
adalah 3 macam yaitu :
(RS
bentuk
a. Element Rectangular Solid (RS-8),
elemen ini adalah sepertti bata (brick)
(
yang
mempunyai titik nodal
al minimal 8 buah. Elemen
ini digunakan untuk menganalisis bentuk struktur
yang beraturan saja karena bentuk
be
nya yang
menyerupai kubus.
b. Elemen Hexahedron Solid (H-8),
(H
elemen ini
adalah pengembangan dari elemen Rectangular
Solid (RS-8),
8), mempunyai 6 sisi (hexahedron
(
side)) tapi bentuknya tidak berbemtuk kubus
sempurna. Elemen ini digunakan untuk
menganalisis bentuk struktur yang agak
beraturan saja.
(T
elemen ini
c. Elemen Tetrahedron Solid (T-4),
mempunyai 4 sisi (Tetrahedron
Tetrahedron side),
side elemen ini
cocok digunakan untuk
k menganalisis bentuk
struktur yang tidak beraturan. Dalam peneltian
ini elemen ini yang dipakai untuk meng
idealisasikan struktur balok kastela dengan
bukaan atau lubang heksagonal yang bentuknya
tidak beraturan. Gambar elemen 3 dimensional
solid dapat dilihat
ilihat pada Gambar 4 di bawah ini :

2. TINJAUAN PUSTAKA
(1) Balok Kastela
Menurut Boyer (1964) bahwa balok kastela
berperilaku seperti Vierendeel Truss,, dimana pada
daerah tepi lubang heksagonal tersebut terjadi gaya
tarik dan ditepi lain terjadi gaya tekan, sehingga
deformasi yang terjadi seperti apa yang terjadi pada
truss. Analogi Vierendeel Truss tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Analogi Vierendeel Truss pada


balok kastela (Boyer, 1964)

Menurut Boyer (1964) tegangan pada serat


longitudinal dipengaruhi oleh momen lentur dan
gaya geser balok. Diagram tegangan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :
Gambar 4. Elemen 3 dimensional solid (Suhendro, 2002)

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 13)

Load Cell, dan beban tersebut direkam dan


dibaca oleh Data Logger.
c. Untuk mengetahui lendutan yang t terjadi pada
balok kastela dipasang LVDT (Linear Variable
Differential Transformer) pada 5 titik. Titik 1
dipasang pada sayap bawah bagian tengah, titik 2
dan 3 pada sayap bawah tepat di bawah
pembebanan dan titik 4 dan 5 pada Web Post
tepat di bawah pembebanan.
d. Pembebanan yang dilakukan pada dua titik dan
diletakkan di atas badan balok yang tidak ada
lubangnya karena paling efektif (Blodgett, 1982).
e. Bukaan lubang yang berada di dekat perletakan
ditutup kembali dengan baja supaya tidak terjadi
kegagalan awal pada perletakan.

3. METODOLOGI
Secara umum metode penelitian ini dibagi tiga
tahap, yaitu :
1. Membuat satu model numeris balok kastela
dengan bukaan lubang heksagonal menggunakan
metode elemen hingga dengan bantuan perangkat
lunak ANSYS V.10. Hasil analisis model
tersebut berupa tegangan-tegangan, defleksi dan
beban ultimit yang terlebih dahulu diverifikasi
dengan hasil model eksperimen dengan geometri,
properties material dan setting pengujian yang
sama.
2. Setelah hasil keduanya konvergen kemudian
dibuat 9 model numeris lain dengan penampang,
bentang, propertis material dan setting
pembebanan yang sama menggunakan berbagai
variasi dimensi lubang heksagonal sesuai standar
dari produsen baja yang ada di pasaran.
3. Menganalisis perilaku hasil pemodelan berupa
tegangan tarik maksimum, tegangan tekan
maksimum, tegangan geser maksimum dan
defleksi maksimum.

(2) Metode Numeris


Pemodelan numeris yang dibuat untuk studi
parameter dimensi lubang heksagonal dibuat sama
dengan benda uji eksperimen yaitu balok baja
dengan ukuran 225x75x7x5 mm yang menggunakan
standar dimensi lubang produsen baja. Variasi
parameter input yang digunakan adalah tinggi
lubang (Ds), tinggi stem (Dt), dan lebar lubang (c
dan a). Parameter input tersebut dapat dilihat pada
Gambar 6.

(1) Metode Eksperimental


Benda uji
a. Dimensi balok kastela yang digunakan adalah
225x75x7x5 mm dengan dimensi balok sebelum
dimodifikasi 150x75x7x5 mm, menggunakan
standar dimensi lubang heksagonal produsen
baja di Indonesia. Alasan digunakannya dimensi
tersebut adalah faktor literatur yang digunakan,
persediaan di pasaran dan faktor ekonomis.
b. Bentang balok kastela yang digunakan adalah
sekitar 1 meter atau untuk bentang pendek.
c. Perletakan yang digunakan adalah sendi dan rol
dan di bagian badan balok yang berada di atas
perletakan dipasang pengaku atau stiffener.
d. Idealisasi sambungan las web post pada
pemodelan numeris adalah sempurna sedangkan
pada model eksperimen sesuai di lapangan
Alat dan Setting Up benda uji eksperimen :
a. Untuk mengetahui regangan dan menghitung
tegangan yang terjadi pada balok kastela
dipasang Strain Gauges dan Rectangular Rosette
pada 4 titik. Titik A pada sayap atas bagian
tengah, titik B pada bagian Web Post, titik C
pada bagian Upper Tee atau Stem, dan titik D
pada sayap bawah bagian tengah.
b. Untuk pembebanan pada balok kastela dipasang
2 titik dengan Hydraulic jack, untuk mengukur
beban yang akurat dari Hydraulic jack digunakan

Gambar 5. Gambar dan poto Setting pengujian balok kastela


eksperimen (Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 13)

Variasi 1

Gambar 6. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal


Tabel 1. Parameter variasi dimensi lubang heksagonal
No.
Variasi

ds

dt

(mm)

(mm)

(mm)

(mm)

(mm)

(mm)

1*

154.00

35.50

38.50

44.66

166.32

1036.42

105.00

60.00

26.25

30.45

113.40

1046.85

105.00

60.00

31.50

36.75

136.50

987.00

105.00

60.00

42.00

42.00

168.00

1050.00

150.00

37.50

37.50

43.50

162.00

1009.50

150.00

37.50

45.00

52.50

195.00

1020.00

150.00

37.50

60.00

60.00

240.00

1020.00

195.00

15.00

48.75

56.55

210.60

1101.75

195.00

15.00

58.50

68.50

254.00

1074.50

10

195.00

15.00

78.00

78.00

312.00

1014.00

Variasi 2

Variasi 3

Ket : * untuk verifikasi dengan hasil eksperimen

Perhitungan variasi tinggi lubang :


Syarat : Ds = 0.7 h s/d 1.3 h
h = 150 mm hc = 225 mm dan hc = Ds + 2Dt
1. Untuk Ds = 0.7 h
Ds = 0.7 x h
= 0.7 x 150
= 105 mm
Dt = x (hc Ds) = (225-105) = 60 mm
2. Untuk Ds = 1 h
Ds = 1 x h
= 1 x 150
= 150 mm
Dt = x (hc Ds) = (225-150) = 37.5 mm
3. Untuk Ds = 1.3 h
Ds = 1.3 x h
= 1.3 x 150
= 195 mm
Dt = x (hc Ds) = (225-195) = 15 mm

Variasi 4

Variasi 5

Perhitungan variasi lebar lubang :


Syarat : S = 1.08 Ds s/d 1.6 Ds
1. Untuk S = 1.08 Ds
S = 2A + 2C, A = 0.29 Ds, dan C = 0,25 DS
2. Untuk S = 1.3 Ds
S = 2A + 2C, A = 0.35 Ds, dan C = 0,30 DS
3. Untuk S = 1.6 Ds
S = 2A + 2C, A = 0.40 Ds, dan C = 0,40 DS

Variasi 6

10

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 13)

Variasi 7

Gambar 8. Foto hasil pengujian balok kastela


(Muhtarom, 2012; Pradipta, 2012)

Variasi 8

Variasi 9

Gambar 9.Output analisis model numeris balok kastela


menggunakan perangkat lunak ANSYS V.10

Pembahasan:
Dari perbandingan hasil model eksperimen
dengan model numeris diatas dapat dilihat bahwa
beban ultimit yang didapat dari kedua model sudah
mendekati yaitu, sebesar 140.5 kN dan 145 kN
dengan persentase selisih 3.20%. Begitu juga
dengan tegangan maksimum yang didapat yaitu,
sebesar 397 MPa dan 423 MPa dengan persentase
selisih 6.55%. Sedangkan pada defleksi yang terjadi
hasil yang didapatkan agak berbeda yaitu, 1.84 mm
pada model eksperimen dan 2.44 mm pada model
numeris dengan persentase selisih diatas 10% yaitu
32.61%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
terjadinya tekuk pada badan balok terlebih dahulu
(web buckling) karena perlemahan las yang tidak
sempurna pada sambungan web post sewaktu
modifikasi pembuatan balok kastela di awal. Pada
model numeris sambungan web post tersebut di
idealisasikan sebagai las sempurna sehingga tidak
terjadinya web buckling terlebih dahulu dan defleksi
yang terjadi lebih besar dari model eksperimen.
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan
bahwa model numeris yang dibuat sudah mendekati
(konvergen) hasil model eksperimen. Dengan
demikian model numeris tersebut dapat digunakan

Variasi 10
Gambar 7. Sepuluh variasi dimensi lubang heksagonal
model numeris balok kastela

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


(1) Perbandingan Hasil Satu Model Numerik
dengan Hasil Model Eksperimen
Hasil analisis pemodelan numeris menggunakan
metode elemen hingga dengan bantuan perangkat
lunak ANSYS V.10 dan hasil eksperimen balok
kastela dengan dimensi 225x75x7x5 mm dan
bentang 1 meter dapat dilihat pada Gambar 8,
Gambar 9, dan Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Perbandingan hasil model eksperimen dengan
hasil model numeris
Tegangan max. Defleksi Beban Ultimit
Model
(MPa)
(mm)
(kN)
Eksperimen

397.00

1.84

140.50

Numeris
selisih (%)

423.00

2.44

145.00

6.55

32.61

3.20

11

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 13)

sebagai dasar untuk membuat 9 variasi dimensi


lubang heksagonal balok kastela lainnya.
(2) Hasil Model Numeris dengan
Dimensi Lubang Heksagonal

5. KESIMPULAN
(1) Kesimpulan
Bedasarkan hasil dan pembahasan di atas maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Model numerik hasil analisis metode elemen
hingga lebih kaku dibandingkan dengan model
eksperimen. Hal ini disebabkan pengelasan pada
model numeris di idealisasikan lebih sempurna
dibandingkan model eksperimen.
2. Bedasarkan studi variasi dimensi lubang
heksagonal didapatkan hasil bahwa semakin
tinggi lubang dan lebar lubang maka semakin
besar tegangan tarik dan tekan yang terjadi dan
nilai defleksi yang terjadi berbanding lurus
dengan nilai tegangan tarik dan tegangan tekan
tersebut.
3. Bedasarkan studi variasi dimensi lubang
heksagonal didapatkan hasil bahwa Semakin
kecil rasio lubang dan semakin sedikit jumlah
lubang yang dibuat maka semakin kecil tegangan
geser yang terjadi.

Variasi

Hasil analisis pemodelan numeris balok kastela


dengan variasi dimensi lubang heksagonal
menggunakan metode elemen hingga dengan
bantuan perangkat lunak ANSYS V.10 dapat silihat
pada Tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis variasi dimensi lubang
heksagonal menggunakan metode elemen hingga
tarik

tekan

geser

Defleksi

Rasio
Lubang

Jumlah
lubang

(MPa)

(MPa)

(MPa)

(mm)

(%)

(buah)

1*

381

423

340

2.44

25.89

478

459

451

3.89

18.86

379

403

329

2.61

17.21

478

486

327

3.63

15.92

524

529

334

3.51

22.82

577

583

338

4.00

20.39

356

358

192

2.53

16.73

704

724

436

5.09

26.50

446

449

190

2.85

21.85

10
567
550
196
3.27
14.22
Ket : * untuk verifikasi dengan hasil eksperimen

Variasi

(2) Rekomendasi
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah
kualitas pengelasan dalam modifikasi pembuatan
balok kastela untuk model eksperimen harus
bermutu baik agar didapatkan hasil verifikasi
dengan model numeris menggunakan metode
elemen hingga lebih konvergen.

Pembahasan :
1. Semakin tinggi lubang maka semakin besar
tegangan tarik dan tekan yang terjadi. Ini bisa
terlihat pada variasi 5,6,8 dan 10.
2. Semakin lebar lubang maka semakin besar
tegangan tarik dan tekan yang terjadi. Ini bisa
terlihat pada variasi 5,6,8 dan 10.
3. Semakin dekat jarak antar 2 titik pembebanan
tehadap tengah bentang maka semakin besar
tegangan yang terjadi. Ini bisa terlihat pada
variasi 5,6,8, dan 10.
4. Semakin jauh jarak antar 2 titik pembebanan
terhadap bentang tengah maka defleksi yang
terjadi semakin kecil. Ini bisa terlihat pada
variasi 1,3,7 dan 9.
5. Defleksi yang terjadi berbanding lurus dengan
nilai tegangan tarik dan tegangan tekan yang
terjadi. Ini bisa terlihat pada variasi 2,4,5,6,8 dan
10.
6. Semakin kecil rasio lubang dan semakin sedikit
jumlah lubang yang dibuat maka semakin kecil
tegangan geser yang terjadi. Ini bisa terlihat pada
variasi 7,9 dan 10.

REFERENSI
1) Apriyatno, Henry, 2000, Pengaruh Rasio Tinggi dan Tebal
Badan Balok Castella Pada Kapasitas Lentur, Master
Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2) Blodgett. O.W., 1982., Design of Welded Structures, The James F. Lincoln Arc Welding Foundation, Vol. 14,
Cleveland, Ohio.
3) Boyer J.P., 1964, Castellated Beams-New Developments,
AISC National Engineering Conference, Omaha.
4) Dervinis, B., Kvedaras, A.K., 2008, Investigasi of Rational
Depth of Castellated Steel I-Beam, Journal of Civil
Engineering and Management, vol. 14. No. 3 pp 163-168.
5) Kerdal. D., Nethercott. D.A., 1984, Failure Modes of
Castellated Beams, Journal of Construction Steel Research
4, pp. 295-315.
6) Moaveni, Saeed., 2003, Finite Element Analysis : Theory
And Application With ANSYS, Pearson Education Inc., New
Jersey.
7) Muhtarom, A., 2012, Optimasi Dimensi Lubang
Heksagonal Balok Kastela Bentang Pendek Dengan Metode
Artificial Neural Network, Master Thesis, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
8) Nakasone, Y., Yoshimoto, S., Stolarski T. A., 2006,
Engineering Analysis With ANSYS Software, Elsevier
Butterworth-Heinemann, Vol. 1, Burlington, UK.
9) Pirmoz, A., Daryan, A.S., 2008, Nonlinear Behavior of
Castellated Beams Subjected to Moment Gradient Loading,
Special Report, Civil Engineering Dept., Toosi University
of Technology.

12

Muhtarom, A. / Studi Perilaku Balok Kastela Bentang Pendek / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (7 13)
10) Pradipta, D.A., 2012, Perilaku Geser Balok Komposit
Castellated Bukaan Heksagonal Dengan Selimut Mortar
Master Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11) Salmon, C.G., 1996, Struktur Baja Desain dan Perilaku,
Gramedia, Jakarta.
12) Showkati H., 2008, Lateral-Torsional Bucklingof
Castellated Beam, Iranian Journal of Science &
Technology, vol. 32, No. B2, pp 153-156.
13) Showkati H., Kohnehpooshi O., 2009, Numerical Modeling
and Struktur Behavior of Elastic Castellated Section,
European Journals of Scientific Research, Vol. 31. No. 2,
pp. 306-318.
14) Suhendro, Bambang, 2000, Metode Elemen Hingga dan
Aplikasinya, UGM, Yogyakarta.
15) Castellated Beam <http://www.macsteel.co.za > (March, 5,
2015).
16) Castellated Shape Honey Comb <http://www.grdsteel.com>
(March, 12, 2015).

13

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 14 - 19, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

ANALISIS PENGARUH CAMPURAN PUPUK UREA TERHADAP


KUAT GESER TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI
TRIAXIAL
Yulindasari Sutejo1, Ratna Dewi2, Dwi Haryadi3, dan Reffanda Kurniawan4
1

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya


(Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
E-mail: yulindasari@unsri.ac.id
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
E-mail: dewird@yahoo.com
3
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
E-mail: dwi.arya7273@yahoo.com
4
Jurusan Teknik Sipil, Universitas PGRI
(Jl. A.Yani Lr. Gotong Royong 9-10 Ulu, Sumatera Selatan)
E-mail: reffandakurniawan@yahoo.com

Abstract
The soil plays an important role in a construction site. One type is the soft clay soil that has a value compressibility
and high water levels so low soil shear strength that reduce the bearing capacity of the soil. In this study conducted by
the method of soil improvement, soil stabilization using a mixture of urea fertilizer with percentage of 5 %, 10 %, and
15 % with a treatment period of 3 , 7, and 14 days with Triaxial test. Soft clay soil samples taken in the area around
UNSRI, Inderalaya, OI, South Sumatra. The test results of soil properties, 35.20 %; 2.53 Gs; PL 21.14 %; LL 42 %
and IP 20.86 %. According to the USCS, the soil categorized CL, while according to AASHTO, the soil is
categorized class A-7-6. Results of Triaxial testing , the value of cohesion (c) 5 % maximum on the addition of
urea fertilizer (14 days) is 1.138 kg /cm2 . While the value of shear angle () and shear strength () maximum on
the addition of 15 % urea fertilizer (3 days) of 26,42o and 3.93 kg /cm2 .
Key Words : Urea Fertilizer, Shear Strength, Triaxial, Soft Clay

pondasi melampaui ketahan geser tanah pondasi


maka akan berakibat keruntuhan geser dari tanah
pondasi.
Tanah lempung lunak merupakan suatu tanah
yang mempunyai kandungan mineral-mineral
lempung dan nilai kadar air yang tinggi sehingga
kuat geser tanahnya rendah. Selain itu, tanah
lempung
lunak
juga
mempunyai
nilai
kompressibilitas tanah yang tinggi menyebabkan
daya dukung tanahnya menjadi rendah.
Stabilisasi tanah merupakan rekayasa terhadap
pondasi atau tanah dasar dengan atau tanpa bahan
campuran, untuk menaikkan kemampuan menahan
beban dan daya tahan terhadap tegangan fisik atau
kimiawi akibat cuaca atau lingkungan, selama masa
guna fasilitas keteknikan (engineered facility). Dari

1. PENDAHULUAN
Seperti yang diketahui, tanah berperan penting
pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi sipil. Tanah
adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau
bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti
tanggul atau bendungan, atau sebagai penyebab
gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding
penahan tanah. Jadi tanah selalu berperan pada
setiap pekerjaan teknik sipil (Suyono, S. & Kazuto,
N., 1983).
Tanah mempunyai sifat untuk meningkatkan
kepadatan dan kekuatan gesernya apabila mendapat
tekanan. Apabila beban yang bekerja pada tanah
pondasi telah melampaui daya dukung batasnya,
tegangan geser yang ditimbulkan di dalam tanah
14

Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 19)

sifat teknisnya, stabilisasi dapat dibagi menjadi 3


jenis yaitu stabilisasi fisik, stabilisasi mekanis, dan
stabilisasi kimiawi (Ingel dan Metcalf, 1977). Sifat
dasar tanah seperti: kekuatan, kekakuan,
mampumampat, sensitifitas, potensi mengembang,
daya tembus air, dan perubahan volume, dengan
sifat beragam tersebut, sehingga kecenderungannya
memerlukan variasi perbaikan tanah yang berbeda.
Stabilitas tanah yang efektif adalah dengan
menambahkan bahan kimia tertentu, dengan
penambahan
bahan
kimia
tersebut
dapat
mempengaruhi karakteristik tanah lempung lunak.
Adapun tujuan dari perbaikan tanah adalah
sebagai berikut : Menaikkan daya dukung dan kuat
geser; Mengurangi kompressibilitas; Mengontrol
stabilitas volume (shringking dan swelling);
Memperbaiki kualitas material
untuk bahan
konstruksi; dan Memperkecil pengaruh lingkungan.
Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan
tanah dengan pengujian terhadap pengaruh
campuran pupuk urea pada tanah lempung lunak
dalam skala laboratorium. Sampel tanah lempung
lunak yang digunakan untuk penelitian diambil pada
daerah sekitar Universitas Sriwijaya Inderalaya.
Penggunaan pupuk urea sebagai bahan campuran
diharapkan dapat meningkatkan daya dukung tanah
lempung lunak dengan parameter kuat geser tanah
(pengujian Triaxial).

menentukan kemampuan tanah menahan


tekanan-tekanan tanpa mengalami keruntuhan.
Sifat ini dibutuhkan dalam perhitungan stabilitas
pondasi/dasar yang dibebani, stabilitas tanah
isian/timbunan di belakang bangunan penahan
tanah dan stabilitas timbunan tanah.
d. Pemadatan Tanah (compaction)
Tingkat kepadatan tanah dasar dapat
mempengaruhi daya dukungnya. Tanah dengan
tingkat kepadatan yang tinggi mengalami
perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan
kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih
besar dibandingkan dengan tanah yang sejenis
tetapi mempunyai tingkat kepadatan yang lebih
rendah.
Tanah lempung lunak adalah jenis tanah yang
memiliki daya dukung batas yang rendah dan daya
mampat yang tinggi. Sifat-sifat yang dimiliki
lempung adalah sebagai berikut: Ukuran butirannya
halus (0,005 mm); Permeabilitas rendah; Kenaikan
air kapiler tinggi; Kembang susutnya tinggi;
Bersifat sangat kohesif, dan Proses konsolidasi
lambat.
Tanah dapat dibedakan berdasarkan ukuran
butiran dan konsistensi. Ukuran partikel tanah
bervariasi dari 100 mm sampai kurang dari 0.001
mm. Berdasarkan ukuran partikel tanah dapat
dikelompokkan sebagai tanah butir kasar (coarse
grained soil) dan tanah butir halus (fine grained
soil).
Ada empat macam klasifikasi tanah yaitu British
Standard (BS), American Standard Testing Manual
(ASTM) yang pada dasarnya samamdengan Sistem
Klasifikasi Unified (USCS: Unified Soil
Classification System) dan AASHTO (American
Association of State Highway and Transportation
Officials).
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke
dalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A7. Tanah berbutir diklasifikasikan ke dalam
kelompok A-1 sampai A-3, dimana kurang dari
35% dari jumlah butir tanah tersebut lolos saringan
no. 200. Tanah lempung dan lanau sebagian besar
di kelompokkan ke dalam kelompok A-4 sampai
A-7, dimana 35% atau lebih dari jumlah butiran
tersebut lolos saringan No. 200.
Secara garis besar Sistem Klasifikasi Unified
membagi tanah dalam dua kelompok besar, yaitu :
tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah
dimana lebih besar dari 50% berat total dari contoh
tanah lolos saringan No.200 dan tanah berbutir
kasar (coarse grained soil), yaitu kerikil dan pasir
dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah
lolos saringan No. 200.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam ilmu mekanika tanah yang disebut
tanah adalah semua endapan alam yang
berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan
tetap (G. Djatmiko S., & S.J. Edy P., 1993).
Pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil,
tanah berguna sebagai bahan bangunan. Jadi
seorang ahli teknik sipil harus juga mempelajari
sifat-sifat dasar dari tanah, seperti asal usulnya,
penyebaran
ukuran
butiran,
kemampuan
mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani
(compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya
dukung terhadap beban, dan lain-lain.
Beberapa sifat-sifat penting dari tanah dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Permeabilitas (permeability) Sifat ini untuk
mengukur/menentukan
kemampuan
tanah
dilewati air melalui pori-porinya. Sifat ini
penting dalam konstruksi bendung tanah urugan
(earth dam) dan persoalan drainase.
b. Konsolidasi (consolidation) Pada konsolidasi
dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat
beban. Sifat ini dipergunakan untuk menghitung
penurunan (settlement) bangunan.
c. Tegangan Geser (shear strength) Untuk
15

Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 19)

Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah


untuk menahan tekanan atau beban bangunan pada
tanah dengan aman tanpa menimbulkan keruntuhan
geser dan penurunan berlebihan menurut Najoan,
T. F. (2002).
Kekuatan geser tanah merupakan parameter
yang paling tinggi untuk menilai kestabilan struktur
yang mengandung berbagai mineral. Parameter
kuat geser dapat diuji dengan melakukan pengujian
laboratorium atau di lapangan untuk menyelidiki
kegagalan struktur.
Nilai dari kuat geser tanah ini antara lain
diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah
karena kekuatan geser tercapai apabila butir-butir
tanah tergeser satu sama lain.
Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk
menentukan kekuatan geser tanah antara lain:
pengujian kuat tekan bebas (Unconfined
Compression Test), pengujian Triaxial (Triaxial
test) dan pengujian geser langsung (Direct Shear
Test). Pengujian Triaxial dapat dilakukan dalam
beberapa kondisi yaitu Unconsolidated Undrained
(UU), Consolidated Undrained (CU), dan
Consolidated Drained (CD).
Pada pengujian UU contoh tanah mengalami
tekanan sel tertentu. Penjelasan masing-masing
keadaan diberikan pada bagian kekuatan geser
tanah. Keadaan ini pada percobaan triaxial dapat
dibedakan dengan cara membuka dan menutup
saluran-saluran yang ada (Gambar 1). Harga c dan
yang didapat tergantung dengan derajat
kejenuhan contoh tanah. Sebaiknya dilakukan pada
tanah lempung dengan derajat kejenuhan
mendekati 100 %.

apakah campuran pupuk urea dengan tanah


lempung lunak dapat meningkatkan daya dukung
tanah.
Pupuk urea adalah pupuk kimia mengandung
Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen
merupakan zat hara yang sangat diperlukan
tanaman. Pupuk urea berbentuk butir-butir kristal
berwarna putih. Pupuk urea dengan rumus kimia
NH2 CONH2 merupakan pupuk yang mudah larut
dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air
(higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di
tempat yang kering dan tertutup rapat. Pupuk urea
mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan
pengertian setiap 100 kg mengandung 46 Kg
Nitrogen, Moisture 0,5 %, Kadar Biuret 1 %,
ukuran 1 3,35MM 90 % Min serta berbentuk
Prill. Standar pupuk urea SNI-02-2801-1998.

3. METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengujian di Laboratorium
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Sriwijaya, Inderalaya. Pengambilan sampel tanah
lunak adalah pengambilan contoh tanah terganggu
(disturbed sample). Jenis tanah yang diambil yaitu
jenis tanah lempung lunak di daerah sekitar Kampus
Universitas Sriwijaya Inderalaya, Kabupaten Ogan
Ilir, Sumatera Selatan.
Pengujian soil properties yang dilakukan adalah
Pengujian Kadar Air (standar ASTM D-2216-90);
Pengujian Berat Jenis (Gs) Butiran Tanah (ASTM
D-854); Pengujian Atterberg Limit (ASTM D 42366 dan ASTM D 424-74); serta Pengujian Analisis
Saringan (ASTM D 421 dan ASTM D 422).
Pengujian pemadatan tanah dilakukan sebelumn
pengujian
uji
kuat
geser
Triaxial
UU
(Unconsolidated Undrained). Sebelum dilakukan
pemadatan tanah, terlebih dahulu tanah dicampur air
dengan persentase kadar air yang berbeda-beda dari
jumlah tanah yang akan diuji. Pengujian ini
dilakukan untuk mendapatkan kadar air optimum
sebelum dilakukan pengujian Triaxial UU. Sistem
pemadatan yang digunakan adalah standar proctor.
Pengujian dilakukan pada tiap variasi persentase
campuran pupuk urea (5 %, 10 %, dan 15 %) pada
tanah lempung lunak. Pada setiap variasi persentase
campuran pupuk urea terdapat 9 benda uji sehingga
jumlah benda uji sebanyak 27.
Setelah benda uji siap, benda uji selanjutnya
ditutup dengan plastik dan disimpan dalam
desikator sesuai waktu yang telah ditentukan yaitu 3
hari, 7 hari, dan 14 hari. Setelah 3 hari maka tanah
tersebut dapat diuji dengan pengujian Triaxial UU
selanjutnya untuk 7 hari dan 14 hari.

Gambar 1. Lingkaran Mohr untuk Hasil Pengujian Triaxial

Analisis perhitungan daya dukung tanah


lempung
yang
dikembangkan
para
ahli
mengasumsikan tanah lempung dalam keadaan
undrained. Teori ini dikembangkan dari persamaan
Mohr-Coulomb :
= c + tan

(1)

Pada penelitian ini, pupuk urea digunakan


sebagai campuran pada tanah lempung lunak untuk
pengujian di laboratorium. Pengujian yang
dilakukan adalah uji kuat geser tanah (Triaxial
test). Dari hasil pengujian tersebut didapatkan
16

Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 19)

kadar air optimum (opt) 19,40 % dengan berat isi


kering maksimum (d maks) 1,62 gr/cm3.
Parameter yang dicari dari pengujian Triaxial
UU adalah untuk mengetahui perubahan nilai
parameter kohesi (C), sudut geser () dan nilai kuat
geser tanah () setelah penambahan pupuk urea
dengan persentase 5 %, 10 %, dan 15 %.
Adapun perbandingan nilai kohesi untuk
masing-masing persentase penambahan pupuk urea
pada setiap masa perawatan dapat dilihat pada
gambar 3.
Nilai kohesi maksimum terjadi pada persentase
penambahan 5 % pupuk urea dengan masa
perawatan 14 hari yaitu 1,138 kg/cm2 dengan
persentase kenaikan 169,35 %. Hal ini
menunjukkan kekuatan ikatan antar partikel tanah
akan menjadi lebih kuat dan maksimum pada
persentase 5 %. Pada saat pencampuran nilai kohesi
terendah adalah 0,329 kg/cm2 untuk kadar
campuran 15 % urea dengan masa perawatan 3
hari.

Setelah masa perawatan, kemudian dilakukan uji


Triaxial UU kondisi Unsoaked dengan tekanan sel 1
kg/cm2 , 1,5 kg/cm2 , dan 2 kg/cm2. Tujuan dari
pengujian Triaxial tanah campuran ini adalah untuk
mengetahui parameter kuat geser tanah yaitu c
(kohesi) dan (sudut geser dalam) setelah tanah
dicampur dengan pupuk urea dan menjalani masa
perawatan. Hasil dari pengujian Triaxial tanah
campuran akan dibandingkan dengan hasil dari
pengujian Triaxial tanah asli, kemudian dianalisis
untuk mengetahui pengaruh dari penambahan pupuk
urea terhadap parameter kuat geser tanah lempung
lunak yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun
gambar alat pengujian Triaxial UU terlihat pada
gambar 2.

Gambar 2. Alat Pengujian Triaxial

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemeriksaan sifat fisis tanah meliputi pengujian
kadar air asli, analisis saringan, pengujian berat
jenis dan pengujian Atterberg Limit. Pemeriksaan
ini mengacu pada standar ASTM. Rekapitulasi
hasil pengujian sifat fisis dan klasifikasi tanah
lempung lunak dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 3. Diagram Nilai Kohesi Tanah Lempung Lunak
Tabel 1. Data Karakteristik Tanah Asli

Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Air Asli (w, %)

35,20

Tanah Lolos Saringan No.40 (%)

84,90

Tanah Lolos Saringan No.200 (%)

72,65

Batas Cair (LL, %)

42,00

Batas Plastis (PL, %)

21,14

Indeks Plastis (IP, %)

20,86

Berat Jenis (Gs)

2,53

Klasifikasi Tanah (AASHTO)


Klasifikasi Tanah (USCS)

Perbandingan nilai sudut geser untuk masingmasing persentase penambahan pupuk urea pada
setiap masa perawatan dapat dilihat pada gambar 4
dibawah ini.
Pada diagram batang dibawah ini, nilai sudut
geser
tanah maksimum pada
persentase
penambahan 15 % pupuk urea dengan masa
perawatan 3 hari yaitu 26,42o dengan persentase
kenaikan 76,84 %. Dan nilai sudut geser tanah
minimum pada persentase penambahan 5 % pupuk
urea dengan masa perawatan 7 hari yaitu 13,71o.
Sudut geser tanah merupakan salah satu parameter
dalam menentukan kestabilan tanah sehingga
semakin tinggi sudut geser suatu tanah maka
kondisi tanah tersebut semakin stabil.

Hasil

A-7-6
CL

Hasil dari pengujian pemadatan tanah asli di


sekitar Kampus Universitas Sriwijaya, Inderalaya,
Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan didapatkan
17

Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 19)

2.
a.

Gambar 4. Diagram Nilai Sudut Geser Tanah Lempung Lunak

Variasi nilai kuat geser tanah pada setiap


persentase pencampuran pupuk urea dapat dilihat
pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5 diketahui
bahwa nilai kuat geser untuk tanah asli sebesar 1,55
kg/cm, kemudian meningkat setelah ditambahkan
pupuk urea kedalamnya.

b.

c.

d.

plastis (PL), batas cair (LL) dan indeks plastisitas


(IP) berturut-turut 21,14 %, 42 % dan 20,86 %.
Menurut USCS, tanah dengan parameter
demikian dikategorikan dalam CL yang memiliki
plastisitas rendah hingga plastisitas sedang.
Sedangkan menurut AASHTO, tanah dengam
parameter demikian dikategorikan dalam
golongan A-7-6 dengan karakteristik tanah cukup
sampai dengan buruk. Dengan demikian tanah
diklasifikasikan sebagai tanah lempung lunak.
Untuk pengujian Triaxial didapatkan hasil :
Nilai kohesi maksimum terjadi pada persentase
penambahan 5 % pupuk urea dengan masa
perawatan 14 hari yaitu 1,138 kg/cm2 dengan
persentase kenaikan 169,35 %. Nilai kohesi
terendah adalah 0,329 kg/cm2 untuk kadar
campuran 15 % urea dengan masa perawatan 3
hari.
Nilai sudut geser tanah () maksimum pada
persentase penambahan 15 % pupuk urea
dengan masa perawatan 3 hari yaitu 26,42o dan
nilai sudut geser tanah minimum pada persentase
penambahan 5 % pupuk urea dengan masa
perawatan 7 hari yaitu 13,71o.
Nilai kuat geser untuk tanah asli sebesar 1,55
kg/cm. Nilai kuat geser maksimum dicapai pada
kadar campuran 15 % pupuk urea dengan masa
perawatan 3 hari, yaitu 3,93 kg/cm2 dengan
persentase kenaikan 170,97 %.
Pada tiga variasi campuran 5 %, 10 %, dan 15 %
terjadi perubahan pada nilai sudut geser berupa
penurunan dan peningkatan bila dibandingkan
dengan kondisi tanah asli dan non campuran.
Sedangkan untuk nilai kuat geser dan nilai
kohesi tanah cenderung meningkat jika
dibandingkan dengan kondisi tanah asli dan non
campuran.

UCAPAN TERIMA KASIH


Gambar 5. Diagram Nilai Kuat Geser Tanah Lempung Lunak

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian


Dosen Muda SATEKS UNSRI 2014.

Pada persentase campuran 5 % dan 10 % urea


nilai kuat geser tanah meningkat seiring lamanya
masa perawatan, sedangkan untuk persentase
campuran 15 % urea nilai tersebut menurun seiring
dengan lamanya masa perawatan. Nilai kuat geser
maksimum dicapai pada kadar campuran 15 %
pupuk urea dengan masa perawatan 3 hari, yaitu
3,93 kg/cm2 dengan persentase kenaikan 170,97 %.

REFERENSI
1) Antonius, Jonry. 2004. Pengaruh Penambahan 20 %,
25 %, 30 % Pupuk Urea Terhadap Kuat Geser Tanah
Lempung Ekspansif Dengan Pengujian Triaxial.
Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sriwijaya. Inderalaya.
2) Bowles, Joseph E. 1993. Sifat-ifat Fisis dan
Geoteknik Tanah: Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta.
3) Bowles, Joseph E, 1993, Analisa dan Disain Pondasi:
Jilid kedua: Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
4) Chen, F.H.1975. Foundation on Expansive Soil.
Development in Geotechnical Engineering 12,
Esevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.
5) Das, M.B. 1988, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknis), P.T. Gelora Aksara Pratama,
Surabaya.
6) G. Djatmiko S., dan S.J. Edy P., 1993, Mekanika
Tanah 1. Kanisius. Yogyakarta.

5. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan
sampel tanah lunak yang diambil di daerah kampus
UNSRI, OI, SUMSEL didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil pengujian sifat-sifat fisis tanah,
didapatkan kadar air tanah asli (w) 35,20 %, berat
jenis (Gs) 2,53, persentase butiran tanah lolos
saringan No. 200 adalah 72,65 % serta batas
18

Sutejo, Y., dkk. / Analisis Pengaruh Campuran Pupuk Urea / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (14 19)

7) Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah I. PT


Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
8) Holtz, R.D and Kovacs, W.D. An Introduction to
Geotechnical Eng, Practice-Hall Inc.
9) Mitchell, J.K., John Wiley and Sons. 1995.
Fundamental of Soil Behavior third edition. Inc New
York.
10) Oemar, Bakrie, Nurly Gofar, dan Ratna Dewi,
Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah. Universitas
Sriwijaya, Inderalaya, 2010.
11) Pedoman Kimpraswil. 2002, Panduan Geoteknik 1.
Edisi Pertama Bahasa Indonesia, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
12) Suranta Adi, Swastika. 2004. Pengaruh Penambahan
5 %, 10 %, 15 % Pupuk Urea terhadap Kuat Geser
Tanah Lempung Ekspansif dengan Pengujian
Triaxial. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sriwijaya. Inderalaya.
13) Suyono, S. dan Kazuto, N., 1983., Mekanika Tanah
dan Teknik Pondasi, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta

19

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 20 - 26, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

ANALISIS STRUKTUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BASE


ISOLATION DENGAN TIME HISTORY ANALYSIS
Saloma
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Palembang - Prabumulih KM 32 Inderalaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan)
E-mail: saloma_571@yahoo.co.id

Abstract
This paper discussed the usage of base isolation in the form of leading rubber bearing which is applicated on steel
structure of five floor. The analysis is done on steel structure by using base isolation. It is compared with steel structure
without base isolation. The usage of base isolation on steel structure with loading earthquake can reduce response
structure either displacement, velocity or accelaration.
Key Words: base isolation, lead-rubber bearing.

mekanisme kerjanya lebih efektif bila dibandingkan


dengan kontrol pasif. Hal ini dikarenakan sistem
kontrol aktif dapat memberikan gaya kontrol pada
parameter struktur seperti perpindahan, kecepatan
dan percepatan sampai batasan tertentu. Beberapa
contoh sistem kontrol aktif yaitu active bracing
systems, active mass dampers, variable stiffness atau
damping systems, smart material dan aktif tendon.
Keunggulan masing-masing sistem kontrol
tentunya memberikan pilihan bagi para engineer
untuk
mengaplikasikannya
pada
bangunan
struktural. Walaupun teknologi kontrol yang banyak
berkembang pada abad ke-20 adalah sistem kontrol
aktif dan hybrid, namun penggunaan sistem kontrol
pasif masih menjadi alternatif yang lebih relevan
dikarenakan total biaya konstruksi yang lebih murah
dan pemasangan alat yang lebih sederhana.
Paper ini menganalisis tentang base isolation
sebagai peredam gempa secara pasif pada struktur
rangka baja 5 lantai. Tujuan utama paper ini adalah
membandingkan perilaku struktur baik yang
menggunakan base isolation maupun tanpa base
isolation. Perbandingan dilakukan dengan melihat
hasil displacement, kecepatan dan percepatan
struktur dengan time history analysis.

1. PENDAHULUAN
Seiring perkembangan teknologi perencanaan
struktur tahan gempa, telah dikembangkan suatu
pendekatan desain alternatif untuk mengurangi
resiko kerusakan bangunan tahan gempa, dan
mampu mempertahankan integritas komponen
struktural dan non struktural terhadap gempa kuat.
Pendekatan desain ini bukan dengan cara
memperkuat struktur bangunan, tetapi dengan
mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan.
Sistem kontrol pada struktur terdiri dari sistem
kontrol pasif dan sistem kontrol aktif. Sistem
kontrol pasif bekerja tanpa menggunakan tambahan
energi luar, sehingga gaya kontrol hanya dapat
memberikan respon pada struktur dalam batasan
tertentu. Walaupun demikian, penggunaan sistem ini
masih diminati karena kemudahan pengerjaan dan
ketahanannya. Selain itu, penerapan sistem kontrol
pasif tidak beresiko menimbulkan kondisi yang
tidak stabil pada struktur. Sistem kontrol pasif
dibedakan atas sistem isolasi gempa (seismic
isolation system) seperti elastomeric bearings, lead
rubber bearings, sliding friction pendulum dan alat
penyerap energi mekanik (passive energy
dissipation devices) seperti tuned mass dampers,
tuned liquid dampers, metallic dampers, viscoelastic dampers, dan viscous fluid dampers.
Sedangkan sistem kontrol aktif bekerja
menggunakan tambahan energi luar, sehingga
20

Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 26)

[ M]{&&x} + [C]{x& } + [ K]{x} = &&x g [ M]{1}

2. TINJAUAN PUSTAKA

(5)

(1) Pemodelan Base isolation


Perilaku hubungan gaya dan perpindahan pada
isolator seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 2. Model struktur MDOF dengan base isolation

m1

[M ] =

Gambar 1. Pemodelan hysteresis bilinier

Dalam analisis struktur, isolator dapat dimodelkan


sebagai model linier atau bi-linier. Untuk analisis
linier digunakan kekakuan efektif, sedangkan untuk
analisis nonlinier ada tiga parameter yang
menentukan karakteristik dari isolator, yaitu:
kekakuan awal, kekakuan pasca leleh, dan
perpindahan leleh. Hubungan parameter ini
diberikan seperti pada persamaan berikut:
Q
(1)
k eff = k p +
D
Q
(2)
Dy =
ke kp
(3)
Fy = Q + k p D y

(4)

dimana:
ED = Energi dissipasi per cycle (luas kurva hysterisis

loop) yaitu E D = 4Q D D y

m2

0
M

mm L
sym

0
c n 1 + c n
0
0

O
k n 1 + k n

= {x& 1 x& 2 K x& m K x& n 1 x& n }

{&&x}

= {&&
x1 &&
x 2 K &&
x m K &&
x n 1 &&
xn }

{x} = []{x '}

21

L
O

{x& }

Model struktur multi degree of freedom terdapat


pada Gambar 2. Persamaan (5) menyatakan
persamaan gerak MDOF pada gedung dengan base
isolation:

0
0

= {x1 x 2 K x m K x n 1 x n }

(2) Persamaan Gerak MDOF pada Gedung


dengan Base isolation

m n 1

0
0

m n

{ x}

c 2
0
c1 + c 2

c
+
c
0
2
3

O
M
c m + c m +1
[C ] =

sym

k 2
0
k1 + k 2

k
+
k
0
2
3

O
M

k m + k m +1
[K ] =

sym

dimana:
D = perpindahan maksimum yang terjadi pada
isolator
Q = kekuatan karakteristik
Effective damping didapat sebagai berikut:
ED
eff =
2 k eff D 2

0
0

c n
c n
0
0

k n
k n

Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 26)

1,1

2,1
K

[ ] = m,1
K

n 1,1

n ,1

1,2

1,m

1,n 1

2,2
K

K
K

2,m
K

K
K

2,n 1
K

m,2
K

K
K

m,m
K

K
K

m,n 1
K

n 1,2 K n 1,m K n 1,n 1


n ,2 K n ,m K n ,n 1

1,n
2,n
K

m,n
K

n 1,n
n ,n

3. Shear yield force pada masing-masing arah = 7


kips.
4. Perbandingan post yield shear stiffness dan
initial shear stiffness 0,2.

[ M ][ ]{&&x '} + [ C ][ ]{x& '} + [ K ][ ]{x '} = &&x g [ M ]{1}


3. MODEL STRUKTUR
Kasus I. Struktur rangka baja tanpa base isolation
Data struktur:
1. Jenis struktur rangka baja
2. Bentang per portal = 8 m
3. Tinggi per lantai = 3,5 m
4. Dimensi balok = W27x94, kolom = W21x248
Data material:
1. Baja:
Berat jenis = 7850kg/m3
E = 200.000 MPa
fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
2. Beton:
Berat jenis = 2400 kg/m3
fc = 30 MPa

Gambar 3. Model struktur rangka baja tanpa base isolation

Kasus II. Struktur rangka baja dengan base isolation


Data struktur:
1. Jenis struktur rangka baja
2. Bentang per portal = 8 m
3. Tinggi per lantai = 3,5 m
4. Dimensi balok = W27x94, kolom = W21x248
Data material:
1. Baja:
Berat jenis = 7850kg/m3
E = 200.000 MPa
fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
2. Beton:
Berat jenis = 2400 kg/m3
fc = 30 MPa

Gambar 4. Model struktur rangka baja dengan base isolation

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


(1) Modal Periods and Frequencies
Tabel 1 dan 2 memperlihatkan periode struktur
hasil analisis untuk struktur dengan base isolation
dan tanpa base isolation. Model struktur tanpa base
isolation memiliki periode maksimum 4,916 detik,
hal ini menjadi dasar memberikan tambahan base
isolation sehingga periode maksimum menjadi
1,029 detik.

Rubber Isolator properties:


1. Vertikal (axial) stiffness = 10.000 k/in (linier)
2. Initial shear stiffness pada masing-masing arah
= 10 k/in.
22

Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 26)
Tabel 1. Periode dan frekuensi struktur tanpa base isolation
Mode

Period
(detik)

Frequency
(Cyc/detik)

CircFreq
(rad/detik)

Eigen value
rad2/sec2

4.916

0.203

1.278

1.634

4.863

0.206

1.292

1.669

4.279

0.234

1.469

0.551

1.815

11.404

130

0.337

2.972

18.670

349

0.329

3.043

19.120

366

0.255

3.924

24.654

608

0.158

6.333

39.792

1583

0.103

9.678

60.807

3698

10

0.090

11.061

69.499

4830

11

0.076

13.108

82.360

6783

12

0.044

22.582

141.890

20132

Hasil analisis struktur dengan base isolation dan


tanpa base isolation dapat dilihat pada Tabel 3 dan
4. Parameter yang dianalisis adalah displacements
antar lantai, kecepatan dan percepatan pada lantai.
Selanjutnya, grafik hubungan antara displacements
vs waktu, kecepatan vs waktu dan percepatan vs
waktu pada masing-masing lantai dapat dilihat pada
Gambar 5 sampai 19.
Tabel 3. Response struktur dengan base isolation
Lantai

1
2

Tabel 2. Periode dan frekuensi struktur dengan base isolation


Period
(detik)

Frequency
(Cyc/detik)

CircFreq
(rad/detik)

Eigen value
rad2/sec2

1.029

0.972

6.106

37.287

0.537

1.862

11.699

136.86

0.350

2.859

17.963

322.66

0.219

4.561

28.657

821.2

0.175

5.721

35.943

1291.9

0.165

6.048

38.002

1444.2

0.102

9.821

61.710

3808.1

0.086

11.636

73.113

5345.5

Mode

0.075

13.363

83.963

7049.7

10

0.069

14.574

91.573

8385.6

11

0.060

16.644

104.580

10936

12

0.028

35.248

221.470

49049

3
4
5

Maks

Respon struktur base isolation


Displacements
Kecepatan
Percepatan
(mm)
(mm/detik)
(mm/detik2)
12.804
123.283
2119.618

Min

-13.212

-123.302

-2000.426

Maks

17.064

237.404

2913.795

Min

-13.856

-231.747

-2929.471

Maks

45.917

378.779

2936.555

Min

-48.165

-351.017

-3318.336

Maks

54.266

423.474

2915.129

Min

-57.337

-383.501

-3419.486

Maks

58.111

463.945

3108.316

Min

-61.416

-417.244

-3570.214

Tabel 4. Response struktur tanpa base isolation


Lantai

1
2
3

(2) Response Struktur

Hasil analisis perbandingan sistem struktur


dengan dan tanpa base isolation dilakukan pada arah
x dan y. Parameter yang diperiksa adalah
perpindahan antar lantai, percepatan pada lantai, dan
gaya geser dasar.
Berdasarkan gaya geser yang terjadi, sistem
struktur dengan base isolation mampu menyerap
energi gempa tambahan hingga empat kali jika
dibandingkan dengan sistem biasa. Hal ini dapat
dilihat dengan periode struktur yang semakin kaku
dari 4,916 detik menjadi 1,029 detik.
Perilaku struktur dengan base isolation
memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan
struktur tanpa base isolation. Hal ini dikonfirmasi
oleh tingkat perpindahan lantai maupun antar lantai
yang lebih kecil.

Maks

Respon struktur tanpa base isolation


Displacements
Kecepatan
Percepatan
(mm)
(mm/detik)
(mm/detik2)
34.808
289.632
3634.539

Min

-33.793

-281.042

-3770.839

Maks

51.193

523.816

4599.961

Min

-41.569

-478.901

-4607.726

Maks

126.681

822.611

5423.085

Min

-126.136

-648.454

-3717.955

Maks

153.675

887.451

4680.351

Min

-148.617

-728.989

-4927.122

Maks

167.502

913.057

5479.828

Min

-160.681

-791.325

-5726.660

LANTAI 1

200

Displacements (mm)

150
100
50
0
-50

10

20

30

40

50

-100

BASE ISOLATION

-150

TANPA BASE ISOLATION

-200

Waktu (detik)

Gambar 5. Respon displacement vs waktu lantai 1

23

60

Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 26)
LANTAI 2

800

100

600

50
0
-50

10

20

30

LANTAI 1

1,000

150
Kecepatan (mm/detik)

Displacements (mm)

200

40

50

60

-100

BASE ISOLATION

-150

TANPA BASE ISOLATION

400
200
0
-200 0

10

20

30

40

-600
Waktu (detik)

800

100

600

50
0
-50

10

20

30

LANTAI 2

1,000

150

Kecepatan (mm/detik)

Displacements (mm)

Gambar 10. Respon kecepatan vs waktu lantai 1

LANTAI 3

200

TANPA BASE ISOLATION

Waktu (detik)

-1,000

Gambar 6. Respon displacement vs waktu lantai 2

40

-100

50

60

BASE ISOLATION

400
200
0
-200 0

10

20

30

40

50

60

-400
-600

-150

60

BASE ISOLATION

-800

-200

50

-400

BASE ISOLATION

TANPA BASE ISOLATION

-800
Waktu (detik)

-200

Gambar 7. Respon displacement vs waktu lantai 3

Gambar 11. Respon kecepatan vs waktu lantai 2

LANTAI 4

200

TANPA BASE ISOLATION


Waktu (detik)

-1,000

LANTAI 3

1,000
800

150

Kecepatan (mm/detik)

Displacements (mm)

600
100
50
0
-50

10

20

30

40

-100
-150
-200

50

60

-800

20

30

40

50

60

BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION

Waktu (detik)

-1,000

Gambar 12. Respon kecepatan vs waktu lantai 3

LANTAI 5

LANTAI 4

1,000
800
600

100

Kecepatan (mm/detik)

Displacements (mm)

10

-400
-600

150

50
0
0

10

20

30

-100
-150
-200

0
-200 0

TANPA BASE ISOLATION

Gambar 8. Respon displacement vs waktu lantai 4

-50

200

BASE ISOLATION

Waktu (detik)

200

400

40

50

60

400
200
0
-200 0

BASE ISOLATION

-600

TANPA BASE ISOLATION

-800
-1,000

Waktu (detik)

10

20

30

40

50

BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION

Waktu (detik)

Gambar 13. Respon kecepatan vs waktu lantai 4

Gambar 9. Respon displacement vs waktu lantai 5

24

60

-400

Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 26)
LANTAI 4

LANTAI 5

1,000

6000

800

4500
Percepatan (mm/detik2)

Kecepatan (mm/detik)

600
400
200
0
-200 0

10

20

30

40

50

60

-400
-600

BASE ISOLATION

-800

3000
1500
0
-1500 0

10

20

30

40

50

60

-3000
BASE ISOLATION

-4500

TANPA BASE ISOLATION

TANPA BASE ISOLATION

-6000
Waktu (detik)

-1,000

Waktu (detik)

Gambar 14. Respon kecepatan vs waktu lantai 5

Gambar 18. Respon percepatan vs waktu lantai 4

LANTAI 5
6000

4500

4500

Percepatan (mm/detik2)

Percepatan (mm/detik2)

LANTAI 1
6000

3000
1500
0
-1500 0

10

20

30

-3000

40

50

60

BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION

-4500
-6000

Percepatan (mm/detik2)

3000
1500
0
40

50

60

BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION

-4500
-6000

Waktu (detik)

Gambar 16. Respon percepatan vs waktu lantai 2

LANTAI 3
6000
4500
Percepatan (mm/detik2)

30

40

50

60

-3000
BASE ISOLATION
TANPA BASE ISOLATION

Berdasarkan perbandingan Gambar 5 19 dapat


dijelaskan beberapa analisis terhadap kinerja
struktur base isolation, antara lain:
1. Respon struktur perpindahan, kecepatan, dan
percepatan bertambah besar terutama pada
lantai atas.
2. Struktur dengan base isolation membuat kinerja
struktur, khususnya perpindahan (displacement)
menjadi lebih baik.
3. Struktur dengan base isolation mulai bekerja
efektif pada detik ke-20 eksitasi beban luar. Hal
ini dapat diketahui dari response struktur secara
umum mengecil setelah detik ke-20. Hal yang
sama terjadi pada perpindahan yaitu respon
semakin mengecil.
4. Penggunaan base isolation menyebabkan respon
struktur percepatan dan kecepatan secara umum
bertambah, yang membuat struktur tidak
nyaman (comfortable) untuk digunakan.

4500

-3000

20

Gambar 19. Respon percepatan vs waktu lantai 5

6000

30

10

Waktu (detik)

LANTAI 2

20

0
-1500 0

-6000

Waktu (detik)

10

1500

-4500

Gambar 15. Respon percepatan vs waktu lantai 1

-1500 0

3000

3000
1500
0
-1500 0

10

20

30

40

50

(3) Hubungan Gaya Geser Dasar (Base Shear)


dan Displacements

60

-3000
BASE ISOLATION

-4500
-6000

TANPA BASE ISOLATION

Gambar 20 memperlihatkan respon gaya


terhadap deformasi struktur. Dapat dilihat kurva
yang dihasilkan pada setruktur dengan base
isolation bersifat nonlinier. Hal ini menunjukkan
bahwa struktur dengan base isolation menyerap

Waktu (detik)

Gambar 17. Respon percepatan vs waktu lantai 3

25

Saloma / Analisis Struktur Rangka Baja Menggunakan Base Isolation / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (20 26)

energi lebih besar dibandingkan struktur tanpa base


isolation.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemodelan dan analisis yang
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan base isolator pada struktur rangka
baja yang dikenai beban gempa mampu
mereduksi respon struktur baik perpindahan,
kecepatan maupun percepatan.
2. Kinerja struktur yang menggunakan base
isolator lebih baik dibandingkan kinerja struktur
tanpa base isolator. Hal ini dapat dilihat dari
berkurangnya simpangan lantai atau gaya geser
akibat beban gempa.
3. Base isolation pada lantai 1 mendisipasi energi
lebih besar dari lantai di atasnya.
4. Lokasi penempatan base isolation pada arah x
dan y terbukti mampu meningkatkan kinerja
struktur.

1500
1200
900

Base shear

600
300
0
-120

-100

-80

-60

-40

-20
0
-300

20

40

60

80

100

-600
-900
-1200
-1500
Displacement (mm)

Gambar 20. Hubungan base shear vs displacement pada struktur


dengan base isolation

(4) Energi Redaman


Plot grafik hubungan energi redaman vs waktu
dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Berdasarkan
gambar tersebut dapat diketahui bahwa base
isolation bekerja sesuai dengan pemodelan base
isolation yang diajukan sebelumnya.

REFERENSI
1)

Fracklin Y. Cheng, Hongping Jiang, and Kangyu Lou, 2008,


Smart Structures Innovative Systems for Seismic response
Control, CRC Press.

1400000
1200000

Input energy

1000000
800000
600000
400000
200000
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Waktu (detik)

Gambar 22. Hubungan modal damping energy vs waktu

120000
Modal damping energy

Anil K. Chopra, 2007, Dynamics of Structures Theory


and Application to Earthquake Engineering.

100000
80000
60000
40000
20000
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Waktu (detik)

Gambar 21. Hubungan input energi vs waktu

26

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 27 - 33, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

STUDI IMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI PITAP


Ulfa Fitriati1, Novitasari2, Achmad Rusdiansyah3, dan Andi Rahman4
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
(Jl. A. Yani Km. 35 Banjarbaru, Kalimantan Selatan)
E-mail : ulfa_fitriatist@yahoo.co.id

Abstract
To fulfilling the demands of irrigation water in the region SWS Barito mostly farming community life is
indispensable. Due to the presence of water balance studies in Sub SWS Barito is the basis for preparing the
development strategy of water resources, particularly water management in irrigation area as one sub DAS Pitap Barito
River. The method used to perform the analysis of the availability of water by using methods Mock and irrigation water
needs analysis to see the balance of water in the water supply for paddy in Pitap Irrigation Area. Balance of water in the
dam Pitap still insufficient to meet the water demands Pitap irrigation area of 4000 ha.
Key Words: water availability, water demand, water balance and irrigation area Pitap

1.

PENDAHULUAN

2.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk


meningkatkan hasil produksi bahan pangan,
diantaranya adalah dengan pembukaan lahan
pertanian. Usaha ini ditempuh karena dilihat mulai
berkurangnya lahan pertanian akibat perkembangan
suatu daerah yang diikuti dengan pembangunan
pemukiman-pemukiman penduduk. Di lain sisi juga
terjadi penyusutan kawasan hutan yang dinilai sudah
sangat mengkhawatirkan, maka usaha untuk
peningkatan pertanian perlu ditekankan pada usaha
intensifikasi daripada ekstensifikasi. Salah satu
wujud usaha intensifikasi ini adalah dengan
meningkatkan fungsi tata saluran atau fasilitas
jaringan irigasi dan drainase yang ada pada lahan
pertanian dengan melakukan penelitian imbangan
air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi.
Kurang optimalnya penggunaan air irigasi untuk
budidaya pertanian diperkirakan sebagai akibat
belum konsistennya manajemen pengoperasian serta
kondisi sarana tata air yang ada. Melalui studi ini
diharapkan didapatkan gambaran secara jelas
bagaimana ketersediaan dan kebutuhan air pada
beberapa anak Sungai Barito yang pada akhirnya
dapat dijadikan bahan tinjauan manajemen
pengelolaan sumberdaya air.

TINJAUAN PUSTAKA

(1)

Imbangan Air
Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai
hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran
keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode
tertentu disebut neraca air (water balance). Analisis
neraca air atau sering juga disebut imbangan air
merupakan bagian penting dalam tahapan kegiatan
analisis hidrologi.
Neraca air dimaksudkan
merupakan perhitungan jumlah masukan (inflow)
dan keluaran (outflow) dalam tinjauan periode
waktu tertentu pada suatu sub-sistem hidrologi (Sri
Harto, 2000) Persamaan dasar hitungan neraca air
adalah sebagai berikut :
 =  

(1)

keterangan :
I
: total inflow,
O
: total outflow,
S : perubahan tampungan atau selisih antara
jumlah inflow dan outflow.
(2) Evapotranspirasi
Penguapan merupakan salah satu mata rantai
proses dalam siklus hidrologi.
Penguapan
merupakan proses alami berubahnya molekul cairan
menjadi molekul gas/uap. Penguapan dapat saja
terjadi dari semua permukaan yang lembab
27

Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

(moisture), baik dari permukaan tanah, permukaan


tanaman (transpiration from vegetated surface)
maupun dari permukaan air seperti rawa, danau dan
lautan. Besarnya laju penguapan mempunyai peran
berbeda untuk berbagai kepentingan analisis
hidrologi. Untuk satu kasus tertentu, penguapan
dapat mempunyai nilai yang sangat penting seperti
irigasi dan waduk, sehingga besarannya sama sekali
tidak dapat diabaikan. Akan tetapi untuk kasus
lainnya seperti banjir, besar penguapan umumnya
diabaikan, karena peran/pengaruhnya sangat kecil.
Meskipun demikian berbagai cara pendekatan untuk
mengukur dan memperkirakan nilai penguapan
perlu dicermati benar.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penguapan cukup banyak, baik faktor fisis maupun
faktor meteorologis, meskipun faktor panas
merupakan faktor utama. Faktor-faktor lain yang
tidak sangat menonjol seperti kualitas air dan bentuk
permukaan air. Dari banyak penelitian ditemukan
bahwa upaya untuk memisahkan pengaruh masingmasing faktor sangat sulit, karena tingginya
ketergantungan sifat antar faktor tersebut. Faktorfaktor meteorologis yang dimaksudkan tersebut
diantaranya suhu, kelembaban (humidity), tekanan
udara (barometer), angin. Dengan diperlukannya
data fisis dan meterorogis yang banyak sedangkan
ketersediaan data yang lengkap amat terbatas
terutama di Kalimantan Selatan maka FAO PenmanMonteith memberikan solusi untuk perhitungan
evapotranspirasi dengan data yang tidak lengkap.
Penguapan
(evaporation)
adalah
proses
perubahan dari zat cair atau padat menjadi gas.
Lebih spesifik dapat ditakrifkan bahwa penguapan
adalah proses transper air dari permukaan bumi ke
atmosfer. Transpirasi adalah penguapan air yang
terserap tanaman, tidak termasuk penguapan dari
permukaan tanah.
Evapotranspirasi adalah
penguapan yang terjadi dari permukaan bertanaman.
Evapotranspirasi
tanaman
acuan
adalah
evapotranspirasi yang terjadi apabila kandungan air
tidak terbatas. Beberapa pendekatan teoritik yang
digunakan
dalam
memperkirakan
besarnya
penguapan yaitu:
Persamaan-persamaan
empirik
(empirical
equations)
1. Keseimbangan air (water balance method)
2. Aerodynamic method
3. Energy balance method
4. Combination method
5. Priestley-Taylor method

laju penguapan yang diperlukan. Hal ini dapat


dilakukan dengan pengukuran laju penguapan secara
langsung, terdapat paling tidak tiga kelompok yaitu :
1. Panci penguapan (evaporation pan)
2. Atmometer
3. Lysimeter
Evapotranspirasi
tanaman
acuan
adalah
evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan,
yakni rerumputan pendek. ETo adalah kondisi
evapotranspirasi berdasarkan keadaan meteorologi
seperti temperatur, sinar matahari, kelembaban dan
angin dimana tersedia cukup air untuk pertumbuhan
tanaman.
Untuk perhitungan evapotranspirasi,
dianjurkan untuk menggunakan rumus FAO
Penman-Monteith. Metode FAO Penman-Monteith
dalam hitungannya menggunakan data iklim secara
maksimum seperti data temperatur, kelembaban
udara, radiasi matahari dan kecepatan angin, maka
prakiraan besarnya evapotranspirasi dianggap
mempunyai derajat ketelitian yang cukup tinggi
dibandingkan dengan metode lainnya. Metode FAO
Penman-Monteith juga menggunakan beberapa
kalibrasi lokal sesuai daerah setempat. Selain itu
Metode FAO Penman-Monteith juga menyediakan
alternatif perhitungan untuk data terbatas (under
standard conditions). Bentuk persamaan FAO
Penman-Monteith yang telah dimodifikasi berikut
ini.
900
0.408 ( Rn G ) +
u 2 (e s ea )
T + 273
(2)
ET0 =
+ (1 + 0.34u 2 )
Keterangan:
ETo : evapotranspirasi tetapan (mm/hari),
Rn : radiasi netto pada permukaan lahan
(MJ/m2.hari),
G : fluks panas tanah (MJ/m2.hari),
T : rata-rata suhu udara harian pada ketinggian
2 m (C),
u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m
(m/detik),
es
: tekanan uap air jenuh (kPa),
ea
: tekanan uap air nyata (kPa),
es-ea : penurunan tekanan uap air (kPa),

: kemiringan kurva tekanan uap air


L (kPa/C),

: konstanta psychrometric (kPa/C).


(3) Ketersediaan Air
Ketersediaan air adalah jumlah air yang tersedia
di dalam dan sekitar lahan yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan pertanian.
Besaran ini dapat
berasal dari curah hujan dan debit sungai yang
berada disekitar lahan pertanian yang ditinjau.

Dalam prakteknya besaran penguapan tidak


dapat diperoleh dengan rumus-rumus yang ada,
misalnya karena keterbatasan data, sehingga
diperlukan upaya lain untuk memperoleh besaran
28

Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

Potensi ketersediaan air permukaan pada


umumnya dapat diketahui melalui berbagai analisis
debit aliran sungai, namun untuk keperluan tersebut
dibutuhkan data debit aliran sungai masa lalu yang
panjang. Data debit aliran yang terlalu pendek tidak
dapat digunakan sebagai informasi untuk
mengetahui ketersediaan air dengan tepat. Berbagai
model analisis yang telah dikembangan untuk
mengetahui potensi ketersediaan air pada suatu
daerah aliran sungai salah satunya adalah Model
Mock yang merupakan penyederhanaan dari Model
Tangki. Model Mock merupakan salah satu model
yang umum digunakan di Indonesia, karena model
ini cukup sederhana, mudah penerapannya dan
menggunakan data yang relatif lebih sedikit (Sinaro,
1987).
Pada dasarnya hitungan simulasi hujan-aliran
menurut Model Mock adalah berupa hitungan
imbangan air pada tiga zona, yaitu di permukaan,
sub surface dan akuifer. Imbangan air pada zona
permukaan dimaksudkan untuk menentukan nilai
aliran permukaan yang ditaksir sebagai selisih
antara water surplus dan infiltrasi. Kelebihan air
(water surplus) adalah sisa air dari curah hujan
setelah dikurangi untuk evapotranspirasi dan
pengisian lengas permukaan tanah.
Imbangan air di zona sub surface merupakan
representasi pengisian lengas tanah oleh curah hujan
efektif (setelah dikurangi evapotranspirasi) dan
proses infiltrasi untuk mengetahui potensi recharge
ke zona akuifer. Pengaruh aliran horisontal di zona
sub surface ini diabaikan dan dianggap menyatu
dengan aliran permukaan sebagai direct runoff.
Proses hitungan imbangan air di zona akuifer
dimaksudkan untuk memperkirakan laju aliran air
tanah sebagai baseflow. Untuk itu imbangan air
dihitung berdasarkan nilai infiltrasi sebagai
masukan, baseflow sebagai keluaran dengan
memperhatikan
karakteristik
kemampuan
pengaturan di zona ini, yaitu ditentukan oleh
koefisien resesi aliran air tanah.

SM
BF
GWS
IGWS
SF

: Soil Moisture
: Baseflow
: Ground Water Storage
: Initial Ground Water Storage
: Stream Flow

Metode ini menganggap bahwa hujan yang jatuh


pada suatu DAS sebagian akan hilang sebagai
evapotranspirasi, sebagian akan menjadi limpasan
langsung (direct runoff) dan sebagian lagi akan
masuk ke tanah sebagai infiltrasi, kemudian jika
kapasitas lengas tanah (soil moisture capacity) telah
terlampaui air akan mengalir ke bawah akibat gaya
gravitasi (percolation) ke air tanah (groundwater)
yang akhirnya akan keluar ke sungai sebagai aliran
dasar (baseflow). Untuk lebih jelasnya dapat
dipelajari pada Gambar 1.
Perhitungan model ini didasarkan pada data
curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik
hidrologi daerah aliran sungai yang ditinjau untuk
menaksir/memperkirakan ketersediaan air di sungai,
bila data debit tersedia minimal atau bahkan tidak
ada. Gambar 2 menunjukkan struktur Model Mock
yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu hujan,
penguapan (evaporasi), aliran permukaan dan aliran
dasar. Persamaan dasar Model Mock digunakan
dalam perhitungan pengalihragaman hujan menjadi
aliran (debit). (Nurrochmad, 1998).

Gambar 2. Struktur Model Mock


Sumber: Mock (1973) dalam Nurrochmad (1998)

AET = CF*PET
ER = P AET
SM = SMC ISM
WS = ER - SM
I = Cds*WS
; I = Cws*WS
GWS = (0,5*(1+ K )*I)+(k* IGWS )
S = GWS IGWS
BF = I- S

Gambar 1. Skema Water Balance

Keterangan:
P
: Presipitasi
ET
: Evapotranspirasi
I
: Infiltrasi
SRO : Surface Runoff
29

Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

DRO = WS I
TRO = DRO + BF
QRO = TRO*A

dengan koefisien korelasi (R) dan volume error.


Disini diberi batasan R 0,99 dan volume error
(VE) 0,0005. Batasan-batasan lain yang
diinginkan adalah sebagai berikut: ISM 0,0001,
SMC 50, SMC 250, IGWS 0,0001, k
0,9999, k 0,0001.
Koefisen korelasi dapat dihitung dengan formula
sebagai berikut:

Keterangan:
DRO : Direct runoff/aliran langsung
TRO : Total runoff /total aliran
A
: Luas daerah aliran sungai
QRO : Debit runoff/debit aliran
AET : Aktual evapotranspirasi/evapotranspirasi
sebenarnya
CF
: Crop factor/faktor tanaman /koefisien
tanaman
PET : Evapotranspirasi potensial
ER
: Excces rainfall/hujan yang langsung
sampai kepermukaan tanah
P
: Curah hujan tengah bulanan
SM
: Soil moisture/kelembaban tanah
ISM : Initial soil moisture/kelembaban tanah
awal
WS
: Water surplus/kelebihan air
I
: Infiltrasi
Cds
: Koefisien infiltrasi pada musim kemarau
Cws : koefisien infiltrasi pada musim hujan
GWS : Groundwater storage/tampungan air
IGWS : Initial groundwater storage/tampungan air
tanah awal
K
: konstanta resesi air tanah
S
: Perubahan tampungan
BF
: Baseflow/aliran dasar

( Dt 2 D 2 )
Dt 2

R=
dimana: Dt2 =

(3)

(Q i obs Q ) 2
i =1

D2 =

(Q i obs Q i sim ) 2
i =1
N

Qi obs
Q=

i =1

Sedangkan volume error (VE) dihitung dengan


formula:
N

Qi obs Q i sim
VE = i =1

i =1
N

(4)

Q obs
i =1

Keterangan:
Qisim : debit simulasi periode ke-i (m3/det)
Qiobs : debit observasi periode ke-i (m3/det)

Hitungan neraca air diterapkan pada zona atas


untuk menetapkan hujan neto (excess rainfall)
setelah dikurangi evapotranspirasi, kemudian di
zona permukaan tanah dengan menghitung
perubahan kelembaban tanah (SM) akibat pengisian
hujan neto (ER) dengan memperhitungkan kapasitas
penjenuhan (soil moisture capacity). Selanjutnya
infiltrasi (I) dihitung berdasarkan nilai koefisien
infiltrasi dan sisa air setelah pengisian lengas tanah
(WS). Limpasan permukaan (DRO) merupakan sisa
pengurangan lengas tanah (WS) oleh infiltrasi.
Bagian akhir hitungan neraca air diterapkan di
aquifer, yaitu menetapkan kondisi akhir tampungan
air tanah akibat masukan infiltrasi dan keluaran oleh
aliran air tanah (groundwater flow atau baseflow).
Jumlah limpasan permukaan dan aliran air tanah
(BF) dianggap sebagai aliran total di sungai (QRO)
(Jayadi, R., 2006).
Agar rumusan dengan Model Mock ini dapat
mendekati hasil yang diinginkan maka perlu adanya
penyesuaian/kalibrasi untuk mengindentifikasi
parameter-parameter model sehingga didapatkan
selisih yang relatif kecil antara besaran terukur
dengan besaran yang dihitung. Yang dinyatakan

Q
N

: debit observasi rerata (m3/det)


: jumlah data

(4) Kebutuhan Air di Sawah (Water


Requirement)
Dalam rangka peningkatan pemakaian air irigasi
yang terbatas terutama pada permulaan musim hujan
dan musim kemarau maka diadakan pengaturan tata
tanam, misalnya pengaturan golongan. Dengan
pengaturan ini ditentukan waktu, luas, tempat dan
jenis tanaman yang dijamin air irigasinya. Pola tata
tanam merupakan cara yang terpenting dalam
perencanaan tata tanam. Tujuan tata tanam adalah
untuk memanfaatkan persediaan air irigasi seefisien
dan seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik.
(5) Curah Hujan Efektif
Tidak semua curah hujan yang jatuh diatas tanah
dapat
dimanfaatkan
oleh
tanaman
untuk
pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan
mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan
30

Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

yang jatuh diatas permukaan dapat dibagi menjadi


dua, yaitu :
1. Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang
jatuh pada periode tertentu
2. Curah hujan efektif, yaitu sejumlah air hujan
yang jatuh pada suatu daerah atau petak sawah
semasa pertumbuhan tanaman dan dapat
dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bendung Pitap terletak di Kabupaten Balangan


Provinsi Kalimantan Selatan yang menyuplai
kebutuhan irigasi Pitap seluas 4000 ha. Dari data
Dinas Pertanian Balangan selama tahun 2012
produksi padi mencapai 119.494,46 ton, turun
sebesar 14,6 % dari tahun sebelumnya.
Analisis hidrologi yang dilakukan mencakup
analisis hidrologi aliran rendah (curah hujan
andalan) dan ketersediaan air (debit andalan).
Dalam metode aliran rendah, jenis tipe data curah
hujan/debit yang diperlukan adalah suatu data yang
bersifat menerus (continue data).
Hal ini
dikarenakan dalam perhitungan untuk mengetahui
kondisi ketersediaan air pada selang waktu tertentu,
maka variabel waktu juga sangat penting untuk
diketahui. Untuk menentukan besarnya keandalan
dibutuhkan seri data yang panjang, sehingga metode
yang sering dipakai untuk analisa keandalan adalah
metode rangking. Penetapan rangking dilakukan
menggunakan analisis probabilitas dengan rumus
Weibul. Data klimatologi yang digunakan data
klimatologi Banjarbaru tahun 2005-2010.

(6) Kebutuhan Air Irigasi


Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang
diperlukan untuk pertanian dimulai dari pengolahan
tanah sampai menjelang panen. Besarnya kebutuhan
air ini ditetapkan dengan memperhitungkan
besarnya kebutuhan air efektif, evapotranpirasi,
perkolasi, pengolahan tanah, macam tanah, efisiensi
irigasi dan sebagainya. Secara umum perkiraan
banyaknya air irigasi yang diperlukan untuk
tanaman padi dan palawija diuraikan sebagai
berikut:
1. Kebutuhan air untuk padi
2. Kebutuhan air untuk palawija
3. Penggantian Lapisan air (WLR)
4. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (PL)
5. Kebutuhan Air Konsumtif (ETc)
6. Perkolasi
7. Efisiensi Irigasi
8. Asumsi Dalam Perhitungan Kebutuhan Air
Irigasi

Tabel 1. Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Acuan

Bulan
Januari
Februari

3.

METODOLOGI
Maret

Penelitian di lapangan yang meliputi penelitian


pada DAS-DAS yang menjadi anak-anak Sub SWS
Barito yaitu Sungai Pitap.
Penelitian ini meliputi studi imbangan air untuk
pemenuhan kebutuhan air irigasi terutama pada
sistem irigasi dengan adanya Bendung Pitap.

April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

31

I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II

ETo (mm/tengah bulan)


46,59
49,70
47,05
50,18
51,79
51,79
51,45
51,45
49,52
52,82
43,78
49,22
46,14
46,70
54,05
57,65
57,83
57,83
54,27
57,89
50,30
50,30
44,05
46,99

Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

Data curah hujan untuk perhitungan Model Mock


digunakan data curah hujan Kabupaten Balangan
tahun 2000-2013, data debit untuk proses kalibrasi
dalam Model Mock digunakan data debit Sungai
Pitap tahun 2000 dari Balai Wilayah Sungai
Kalimantan II.
Dengan keandalan lebih 80 % didapat debit
andalan untuk ketersediaan air Bendung Pitap pada
tabel berikut.

Juli
Agustus
September
Oktober
November

Tabel 2. Debit Andalan untuk Ketersediaan Air Bendung Pitap

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Desember

I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II

Debit (m /det)
15,116
14,885
8,926
7,119
11,033
10,325
6,771
6,813
3,426
3,186
3,722
5,109
3,363
3,128
3,327
3,094
3,291
3,265
3,425
8,283
7,878
7,850
19,059
18,823

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni

I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II

2,371
0,520
0
0
Pasca Panen
4,896
4,928
0,666
0,633
1,513
1,548

Imbangan air terjadi jika air yang masuk sama


dengan air keluar dari sistem irigasi yaitu
ketersediaan air sama dengan kebutuhan air.
Tabel 4. Imbangan Air Daerah Irigasi Pitap

Kebutu- Keterahan Air


ngan
3
(m /det)
I
15,116
0,112
+
II
14,885
0
+
I
8,926
0
+
II
7,119
0
+
I
11,033
Pasca
+
Panen
II
10,325
+
I
6,771
5,625
+
II
6,813
5,625
+
I
3,426
2,009
+
II
3,186
2,116
+
I
3,722
1,598
+
II
5,109
1,608
+
I
3,363
2,371
+
II
3,128
0,520
+
I
3,327
0
+
II
3,094
0
+
+
I
3,291
Pasca
Panen
II
3,265
+
I
3,425
4,896
II
8,283
4,928
+
I
7,878
0,666
+
II
7,850
0,633
+
I
19,059
1,513
+
II
18,823
1,548
+
: (+) Terpenuhi (-) Tidak terpenuhi

Bulan

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September

Tabel 3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Air

Bulan

I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II

Oktober

Kebutuhan Air
(m3/det)
0,112
0
0
0
Pasca Panen

November
Desember
Keterangan

Debit
(m3/det)

Dari hasil perhitungan imbangan air untuk


Daerah Irigasi Pitap seluas 4000 ha hanya pada
kebutuhan air Bulan Oktober I ketersedian airnya
tidak mencukupi yaitu pada tahap penyiapan lahan
yang membutuhkan air cukup banyak.

5,625
5,625
2,009
2,116
1,598
1,608
32

Fitriati, U., dkk. / Studi Imbangan Air pada Daerah Irigasi Pitap / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (27 33)

5.

KESIMPULAN

Imbangan air di Bendung Pitap masih mencukupi


untuk melayani Daerah Irigasi Pitap seluas 4000 ha.

REFERENSI
1) Anonim, 1996, Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi (KP 01), Direktorat
Jenderal Pengairan, CV. Galang Persada, Bandung
2) Anonim. 2000. HEC-HMS Technical Reference Manual,
Hydrologic Engineering Center US Army Corps of
Engineers. Davis, CA.
3) Doorenbos, J and W.O Pruitt. 1977. Guidelines for
Predicting Crop Water Requirements. Food and Agriculture
Organization of The United Nations. Rome.
4) Franchini, M., and Pacciani, M. 1991. Comparative
Analysis of Several Conceptual Rainfall-runoff Models
Journal of Hydrology, Vol. 122, pp. 161-219.
5) Jayadi, R. 2006. Modul Pelatihan Hidrologi dan Hidrometri
Pekerjaan Peningkatan Kemampuan Perencanaan Teknis
Jaringan Irigasi Rawa dan Tambak. Direktorat Rawa dan
Pantai. Yogyakarta.
6) Nurrochmad.R. 1998. Optimasi Parameter Modul Hujan
Aliran Mock dengan Solver. Media Teknik No.2 Tahun XX
edisi Mei. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7) Sinaro, R dan Yusuf I.A. 1987. Perhitungan Simulasi Debit
Sungai dengan Cara Mock untuk Menaksir Debit Andalan.
HATHI. Bandung.
8) Sri Harto, Br. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
9) Sri Harto, Br. 2000. Hidrologi Teori, Masalah dan
Penyelesaian. Penerbit Nafiri Offset. Yogyakarta.

33

Vol. 4, No. 1, Oktober 2015, Halaman: 34 - 41, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMI PERENCANAAN


PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH)
DI SUNGAI LEMATANG KOTA PAGAR ALAM
Handy Wibowo1, Arifin Daud2, dan M. Baitullah Al Amin3
1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
E-mail: hanscivil.wreng@gmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
E-mail: arifin_daud@yahoo.com
3
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya
(Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)
E-mail: baitullah@unsri.ac.id

Abstract
Indonesia has a potential of renewable energy resources for mini-hydropower up to 450 MW. The energy resources
development in Indonesia refers to Presidential Decree No.5/2006 on National Energy Policy, where the government
aims to increase the capacity installed in micro-hydro power plants become 2,846 MW by year 2025. Pagar Alam City
is a hilly area with an altitude range of 400 m 3,400 m above sea level. The topography varies from 0 - 15, to 45
slope. The average rainfall ranges 1,462 - 5,199 mm per year. In addition, Pagar Alam has several rivers, one of them is
Lematang River. These conditions make Pagar Alam supposed to become potential area to develop micro-hydro power
plants. This study deals with the planning of a micro-hydro power plant within Lematang River based on engineering
and economic aspects. The study was done through several steps, i.e. 1) surveying and collecting data of river
discharges, rainfall intensity, climatology parameters, and topographic map; 2) analysis of water availability, 3)
hydraulic head analysis, 4) analysis of generated power for micro-hydro power plant, and 5) investment feasibility
analysis for the constructions. The results of this study show that the availability of water in the river is 3.076 m3/s, the
net hydraulic head is 11.442 m, the generated power is 165 kW for total efficiencies 47.9%, and the annual
hydroelectricity production is 1.3 GWh/year. The investment feasibility analysis for the construction indicates that the
planning of micro-hydro power plant development is feasible to implement.
Key Words: hydropower, green energy, micro-hydro, engineering economics

dengan biomassa, nuklir, air, surya, dan angin


berkontribusi sebesar 5%. Untuk itu langkah yang
akan diambil pemerintah adalah menambah
kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikrohidro
menjadi 2.846 MW pada tahun 2025.
Mikrohidro atau yang dimaksud dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH),
adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang
menggunakan tenaga air sebagai tenaga
penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau
air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi
terjunan (head) dan jumlah debit air.
Kota Pagar Alam merupakan salah satu kota di
Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis
berada pada posisi 40 Lintang Selatan (LS) dan

1. PENDAHULUAN
Tenaga air atau hydropower adalah energi yang
diperoleh dari air yang mengalir. Energi listrik yang
berasal dari energi kinetik air ini sering disebut
sebagai hydroelectric. Hydroelectric menyumbang
sekitar 715.000 MW atau sekitar 19% kebutuhan
listrik dunia. Indonesia memiliki potensi Energi
Baru Terbarukan (EBT) untuk minihidro sebesar
450 MW. Saat ini pengembangan EBT mengacu
pada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional. Dalam perpres tersebut disebutkan
bahwa kontribusi EBT dalam bauran energi primer
nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17%
34

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 41)

103,150 Bujur Timur (BT) dengan luas wilayah


63.366 Ha atau sama dengan 633,66 km2 dan
terletak sekitar 298 km dari Kota Palembang serta
berjarak 60 km di sebelah barat daya dari ibu Kota
Kabupaten Lahat. Kota Pagar Alam merupakan
daerah berbukit dengan ketinggian 400-3.400 di
atas permukaan laut. Kondisi topografi bervariasi
dari 0 sampai 15 derajat, sampai kelerengan 45
derajat. Kota Pagar Alam mempunyai beberapa
sungai, di antaranya Sungai Lematang, Sungai
Selangis Besar, Sungai Selangis Kecil, Sungai Air
Kundur, Sungai Betung, Sungai Air Perikan,
sedangkan Sungai Endikat merupakan sungai yang
membatasi dengan Kecamatan Kota Agung
Kabupaten Lahat. Rata-rata curah hujan berkisar
antara 1.462 mm 5.199 mm per tahun dengan
kelembaban udara berkisar antara 75% 89% dan
temperatur udara berkisar antara 22C 28C dan
intensitas cahaya matahari antara 6 jam 10 jam
per hari. Dengan kondisi topografi dan iklim
tersebut, maka dapat dimungkinkan untuk
dilakukan perencanaan pengembangan PLTMH di
Kota Pagar Alam di mana penelitian ini berfokus
pada lokasi Sungai Lematang.

(1) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro


Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan
bahwa adanya air yang mengalir di suatu daerah
dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai.
Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume
aliran air persatuan waktu atau flow capacity,
sedangkan beda ketinggian daerah aliran sampai ke
instalasi dikenal dengan istilah tinggi jatuh air atau
head. Mikrohidro juga dikenal sebagai white
resources dengan terjemahan bebas bisa dikatakan
sebagai energi putih.
Jika ditinjau berdasarkan output daya yang
mampu dihasilkan, pembangkit listrik tenaga
mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air
yang mampu menghasilkan daya dalam rentang 5
100 kW yang biasanya berfungsi sebagai pemasok
daya listrik yang berjumlah sedikit atau industri
pedesaan yang terpisah jauh dari sistem grid.
Formulasi sederhana untuk analisis daya bersih
(Pnet) yang dibangkitkan dari suatu pembangkit
PLTMH adalah:

Pnet = g . Q . H e . E o
Kab. Empat Lawang
Prov. Sumsel
Kec. Pagar Alam Utara

Kab. Lahat
Prov. Sumsel

dimana

Kec. Pagar Alam


Selatan

Kec. Dempo
Utara

(1)

Eo = E turbin . Egenerator . Edrive system . Eline . E transformer (2)


Kec. Dempo
Tengah

Kab. Lahat
Prov. Sumsel

Kab. Bengkulu Selatan


Prov. Bengkulu

Kec. Dempo
Selatan

dengan:
Pnet : Daya bersih yang dapat dibangkitkan (kW)
Q : Debit air (m3/s)
g : percepatan gravitasi, 9,81 (m/s2)
He : head efektif (m)
Eo : Efisiensi dari sistem
Eturbin : 0,70 ~ 0,85 (tergantung dari jenis turbin
yang dipakai)
Egenerator : 0,80 ~ 0,95 (tergantung dari kapasitas
generator)
Edrive system : 0,97
Eline
: 0,90 ~ 0,98 (tergantung dari panjang
transmisi)
Etransformer : 0,98

Kab. Lahat
Prov. Sumsel

Kab. Kaur
Prov. Bengkulu

Gambar 1. Peta wilayah administrasi Kota Pagar Alam


(Sumber: Pemkot Pagar Alam, 2012)

Tujuan dari penelitian perencanaan PLTMH di


Sungai Lematang Kota Pagar Alam ini adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung debit aliran sungai untuk
perencanaan PLTMH berdasarkan analisis
ketersediaan air dengan Model Mock.
2. Menghitung tinggi jatuh air atau head efektif
berdasarkan skema layout perencanaan PLTMH.
3. Menganalisis potensi daya listrik yang dapat
dibangkitkan dari PLTMH.
4. Mengevaluasi
kelayakan
investasi
dari
perencanaan PLTMH berdasarkan metode NPV,
BCR, PBP dan IRR.

Pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH)


merupakan pembangkit listrik yang menggunakan
energi potensial air dan dapat dikelompokkan
berdasarkan metode mendapatkan head, sistem
operasi dan jenis turbin yang digunakan. Secara
singkat prinsip kerja dari suatu pembangkit
PLTMH ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.

2. TINJAUAN PUSTAKA
35

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34
(3 41)

diperhatikan dalam pemilihan turbin adalah putaran


kecepatan generator yang tersedia. Hal ini
berpengaruh terhadap usia guna generator.
Kecepatan turbin sama dengan kemampuan
kecepatan generator.
Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relatif
spesifik. Beberapa daerah operasi memungkinkan
digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis
turbin pada daerah operasi yang overlapping ini
memerlukan perhitungan yang lebih mendalam.
Grafik pada Gambar 3 di bawah ini dapat
membantu untuk pemilihan jenis turbin.

uatu PLTMH
Gambar 2. Prinsip kerja suatu

(2) Pemilihan Turbin


Turbin air berperan untuk mengubah energi air
yaitu energi potensial, tekanan dan energi kinetik
menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran
poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh
generator menjadi tenaga listrik. Berdasarkan
prinsip kerjanya turbin air dibagi menjadi dua
kelompok yaitu turbin impuls dan turbin reaksi
Cara kerja kedua tipe turbin tersebut diuraikan
sebagai berikut:
1. Turbin Impuls
Turbin jenis ini meliputi crossflow,, pelton, dan
turgo,, menggunakan tekan yang sama pada setiap
sisi sudut geraknya atau runner di mana bagian
turbin yang berputar.
2. Turbin Reaksi
Turbin ini meliputi jenis francis dan
kaplan/propeller, menggunakan energi kinetik dan
tekanan dikonversikan di runner.. Secara umum,
jenis turbin ini tidak menerima tumbukan dan
hanya mengikuti aliran air.

t
Gambar 3. Grafik emilihan jenis turbin

(3) Desain Struktur Sipil PLTMH


Sebuah PLTMH adalah sebuah sistem
pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga air
sebagai sumber energinya dan memiliki komponenkomponen
komponen paling tidak adalah sebagai berikut:
1. Bendung Pengalihan dan Intake
2. Bak Pengendap atau Settling Basin
3. Saluran Pembawa atau Headrace
4. Bak Penenang atau Headtank
5. Pipa Pesat atau Penstock
6. Rumah Pembangkit atau Powerhouse
7. Turbin air dan sistem transmisi mekaniknya
8. Kontrol beban dan atau control turbin
tu
serta
variasinya
9. Generator listrik
10. Sistem jaringan dan distribusi listrik, dan
11. Sambungan rumah hingga pada pembatas atau
meter

jenisTabel 1 berikut menunjukkan pembagiaan jenis


jenis turbin berdasarkan prinsip kerja serta tinggi
jatuh air.
Tabel 1. Klasifikasi dan rentang penggunaan turbin

Turbine
Type
Impulse

Reaction

High >
40 m
Pelton
Turgo

Head (Pressure)
Medium 20 m 40
m
Crossflow (Banki)
Turgo
Pelton
Francis
Pump as Turbine
(PAT)
Kaplan
Propeller

Low 5 m
20 m
Crossflow
(Banki)
Propeller
Kaplan

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui


bahwa daerah kerja operasi turbin dapat dibagi
menjadi low head power plant, medium head power
plant, dan high head power plant. Hal yang perlu

Pada Gambar 4 di bawah ini dapat dilihat


bagaimana skema layout PLTMH yang ada pada
umumnya.
36

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 41)

2. Evapotranspirasi potensial
Nilai evapotranspirasi dihitung menggunakan
persamaan Penman Modifikasi berdasarkan data
klimatologi yaitu temperatur udara, kelembaban
relatif, lama penyinaran matahari, dan kecepatan
angin. Data tersebut merupakan data klimatologi
kota Pagar Alam dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2012. Tabel 2 berikut menyajikan data
klimatologi bulanan dan hasil perhitungan
evapotranspirasi potensial bulanan untuk tahun
2009 sampai dengan tahun 2012 menggunakan
persamaan Penman modifikasi.

Gambar 4. Skema sistem PLTMH

Tabel 2. Data klimatologi bulanan dan hasil perhitungan


evapotranspirasi potensial tahun 2009 sampai
dengan tahun 2012 bulanan menggunakan
persamaan Penman modifikasi

Jenis turbin tidak dibatasi, namun penggunaan


kincir air serta pemanfaatan energi air tanpa
tekanan tidak dimasukkan dalam definisi sistem
PLTMH. Instalasi di dalam rumah tidak
dimasukkan sebagai komponen peralatan PLTMH.

Bulan

T
(C)

RH
(%)

n/N
(%)

u
(m/s)

PET
(mm/bulan)

Jan

26,475

86,600

41,575

1,543

147,560

Feb

26,625

87,950

44,250

1,285

135,576

Mar

27,075

86,500

51,150

1,285

145,886

Apr

27,600

84,975

58,325

1,157

144,780

Mei

28,100

84,000

61,525

1,285

138,229

Jun

27,700

83,600

63,375

1,414

129,840

Jul

27,350

82,350

62,700

1,543

144,553

Agus

27,700

79,650

68,800

1,671

166,470

Sept

28,100

77,775

61,250

1,671

182,100

Okt

27,600

82,025

56,325

1,157

173,135

Nov

27,325

84,850

48,325

1,028

157,950

Des

26,775

86,675

39,300

1,285

148,707

3. METODOLOGI PENELITIAN
Langkah langkah dalam perencanaan PLTMH
ini terdiri dari:
1. Pengumpulan data
Data yang digunakan terdiri dari data primer
yaitu pengamatan debit sungai, dan data
sekunder yaitu data curah hujan, klimatologi dan
topografi.
2. Perhitungan debit ketersediaan air
Debit ketersediaan air dihitung dengan
menggunakan Metode Mock berdasarkan data
curah hujan dan perhitungan evapotranspirasi
dengan Metode Penman modifikasi.
3. Penentuan tinggi jatuh air bersih
Penentuan didasarkan pada skema layout
perencanaan PLTMH.
4. Perhitungan daya terbangkitkan dan produksi
energi tahunan
5. Analisis kelayakan investasi
Parameter yang digunakan dalam analisis adalah
nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost
Ratio (BCR), Payback Period (PBP), dan
Internal Rate Return (IRR).

3. Parameter DAS
Parameter DAS yang digunakan dalam
perhitungan debit ketersediaan air dengan model
Mock yaitu koefisien infiltrasi (Ic), initial soil
moisture storage (ISM), soil moisture capacity
(SMC), initial groundwater storage (IGWS), dan
groundwater recession constant (K). Nilai
parameter DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3. Parameter DAS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


No

(1) Perhitungan Debit Ketersediaan Air

Debit ketersediaan air dihitung dengan


menggunakan Model Mock, dimana data yang
dibutuhkan untuk perhitungan yaitu:
1. Curah hujan
Data curah hujan yang dipakai adalah data curah
hujan bulanan Kota Pagar Alam dari tahun 2003
sampai dengan 2012.

2
3
4
5

37

Parameter DAS
Dikalibrasi

Simbol

Satuan

Nilai
Optimasi

Koefisien Infiltrasi

Ic

0,75

Initial Soil Moisture

ISM

mm

50

SMC

mm

85

IGWS

mm

65

0,9

Soil Moisture
Capacity
Initial Groundwater
Storage
Groundwater
Recession Constant

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34
(3 41)

Nilai optimasi pada Tabel 3 ditentukan


berdasarkan
hasil
kalibrasi
dengan
cara
membandingkan data pengamatan debit sungai
dengan hasil perhitungan debit ketersediaan air
dengan Model
odel Mock. Kalibrasi dilakukan dengan
bantuan fungsi add-on Solver pada Micros
Microsoft Excel
2010. Nilai optimasi diatur sedemikian rupa
sehingga data yang dibandingkan memiliki
koefisien korelasi 0,7 dan volume kesalahan
5%.
erhitungan debit ketersediaan air dengan
Hasil perhitungan
Model
odel Mock menggunakan data curah hujan tahun
2009 sampai dengan 2012 dimana hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

(2) Perhitungan Tinggi Jatuh Air


A
Perhitungan tinggi jatuh air (He) dilakukan
berdasarkan pada Gambar 6,, dimana Hg adalah
beda tinggi antara muka air pada intake dan tinggi
muka air pada saluran pembuang atau tailrace, H
adalah beda tinggi antara tinggi muka air pada
headtank atau bak penenang dan elevasi instalasi
turbin, HL1 adalah headloss dari intake ke headtank,
HL2 adalah headloss pada pipa pesat atau penstock,
HL3 adalah headloss antara instalasi turbin dan
tailrace. Dari hasil pengukuran di lapangan dan
analisis topografi menggunakan teknik sistem
informasi geografis (SIG) diperoleh:
diperoleh

Tabel 4. Hasil perhitungan debit ketersediaan air dengan model


Mock
Debit (m3/s)
2009

2010

2011

2012

Qmin
(m3/s)

Jan

5,956

5,735

6,26

9,01

5,735

Feb

3,241

13,216

6,238

9,021

3,241

Bulan

Mar

3,076

9,035

8,338

6,302

3,076

Apr

3,937

8,951

14,675

8,477

3,937

Mei

4,221

10,608

9,745

6,308

4,221

Jun

2,585

7,853

9,202

5,852

2,585

Jul

2,252

9,67

8,4

5,447

2,252

Agus

2,585

11,247

7,109

4,593

2,585

Sept

2,028

10,379

6,042

4,448

2,028

Okt

4,698

9,123

6,819

3,484

3,484

Nov

8,997

10,342

10,416

6,256

6,256

Des

11,242

7,168

11,455

4,139

4,139

+721,
mdpl
Elevasi muka air headtank = +721,930
Elevasi instalasi turbin = +710,214 mdpl
HL2 = 0,274 m
maka,
H = 721,930 710,214 = 11,716
716 m
He = 11,716 0,274 = 11,442 m

Gambar 6. Penentuan tinggi jatuh air

(3) Pemilihan Turbin


Berdasarkan pada Gambar 3, untuk debit
ketersediaan air sebesar 3,076 m3/s dan tinggi jatuh
air bersih sebesar 11,442 m diketahui bahwa
terdapat dua jenis turbin yang sesuai yaitu turbin
Crossflow dan turbin Kaplan.
aplan. Dalam penelitian ini
dipilih turbin Kaplan karena cocok untuk tinggi
jatuh air yang relatif rendah.
(4) Perhitungan Daya Terbangkitkan
Produksi Energi Tahunan

Gambar 5. Kurva massa debit ketersediaan air

dan

Perhitungan daya terbangkitkan berdasarkan


pada rumus 1, dimana
mana efisiensi total ditentukan
ditentuk
sebesar 47,9%, sehingga

Berdasarkan kurva massa aliran pada


Gambar 5 di atas,, dengan menetapkan bahwa
besarnya debit ketersediaan air untuk PLTMH
adalah
dipilih
probabilitas
90%
dengan
pertimbangan bahwa perencanaan PLTMH
merupakan on-grid system, maka debit ketersediaan
air adalah sebesar 3,076 m3/s yang ditentukan
dalam perencanaan PLTMH ini.

       

  
     
  
  

38

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 41)

Untuk menghitung produksi energi listrik


tahunan ditentukan bahwa bnerdasarkan kurva
durasi aliran Gambar 5.

Listrik Negara (Persero), harga beli tenaga listrik


untuk tegangan rendah ( 250 kW) untuk lokasi
atau wilayah Sumatera untuk tahun ke-1 sampai
tahun ke-8 adalah 1.270 IDR/kWh dan untuk tahun
ke-9 sampai dengan tahun ke-20 adalah 770
IDR/kWh. Sehingga,

    + !  !


 %

Keuntungan tahunan, AB:


<>?   +'()*  . 849
<>?  ... 849'()*
<>?   71:;(/ 849'()*
<>@   +'()*   849
<>@  ... 849'()*
<>@   71:;(/ 849'()*

Diambil, Plant factor = 90%


Load factor = 100% (untuk PLTMH sistem ongrid)
#$      !     
 .. '()*
  +'()*

Pada perencanaan PLTMH ini ditetapkan bahwa


umur investasi n selama 20 tahun terhitung setelah
proses pelaksanaan fisik PLTMH selesai
dikerjakan. Tingkat suku bunga ditetapkan sebesar
8% yang merupakan tingkat suku bunga untuk
fasilitas pinjaman Bank Indonesia periode 14 Juli
2015. Tingkat suku bunga 8% ini juga akan
ditetapkan sebagai nilai MARR untuk analisis nilai
IRR. Maka,

(5) Analisis Kelayakan Investasi


Dengan diketahui bahwa Pnet sebesar 165 kW
dan Pannual sebesar 1,2 GWh/tahun. Biaya
konstruksi ditetapkan 5.000 $/kW, sementara itu
biaya operasional dan perbaikan diambil 2% dari
biaya konstruksi. Nilai ini diambil dari Global
Sustainable Electricity Partnership (2005).
Sehingga,

,  8 + <,  <  %  '()*!


   71:;(/ +  =)'(  
 .. . 849
  71:;(/ 849

Biaya konstruksi dihitung:


,-*.'/)0'1-* ,-.  . 234   
 . 234
Biaya operasional dan perbaikan dihitung:
5&7 ,-.'  %  ,-*.'/)0'1-* ,-.'
 %  . 234
 . 234 '()*

>  <>? <>@ !  <  %  '()*!


+ <>@  <  %  '()*!
  =)'(   +  71:;(/  
 ... 849
  71:;(/ 849

Jika kemudian biaya konstruksi dianggap


merupakan nilai investasi, I dan biaya operasional
dan perbaikan dianggap merupakan biaya
pengeluaran tahunan, AC, sedangkan nilai tukar
rupiah terhadap dollar amerika berada pada kisaran
13.000 IDR. Maka diperoleh bahwa,

Berikut ini perhitungan nilai NPV BCR, dan k(PBP)


BC  > ,
  71:;(/ 849  71:;(/ 849
  71:;(/ 849
>,9  > ,
  71:;(/ 849 71:;(/ 849
 

Nilai investasi, I:
8  . 234  . 849234
8  ... 849
8   71:;(/ 849

DED!  8 <> <,!


 8 <>? <,!
  71:;(/!/ 71:;(/
 =)'(! !
  '()*

Biaya pengeluaran tahunan, AC:


<,  . 234'()*  . 849234
<,  .. 849'()*
<,   =)'( 849'()*

Selanjutnya dihitung nilai IRR dengan tingkat


suku bunga 8%, 9%, 10% dan 11%, yaitu kondisi di
mana cash flow investasi menghasilkan nilai NPV =

Berdasarkan Permen ESDM Nomor 12 Tahun


2014 tentang pembelian tenaga listrik dari
pembangkit listrik tenaga air oleh PT. Perusahaan
39

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 41)

head efektif yang tersedia untuk pengoperasian


PLTMH adalah sebesar 11,442 m.
3. Dengan pertimbangan batas bawah dari efisiensi
total PLTMH yaitu sebesar 47,9%, maka
besarnya daya yang dapat dibangkitkan minimal
dari PLTMH yang direncanakan adalah 165 kW
dengan produksi energi listrik tahunan sebesar
1,3 GWh/tahun.
4. Pada evaluasi kelayakan investasi ditetapkan
umur investasi selama 20 tahun dengan tingkat
suku bunga 8%.Besarnya nilai investasi yaitu
biaya konstruksi PLTMH adalah 825 ribu USD
atau 10,7 milyar IDR jika kurs rupiah terhadap
dollar amerika berada pada kisaran 13.000 IDR.
Biaya operasional dan perbaikan tahunan
diambil 2% dari biaya konstruksi. Harga beli
listrik dari PLN untuk setiap kWh yang
dihasilkan PLTMH adalah 1.270 IDR dari tahun
ke-1 sampai tahun ke-8 dan 770 IDR dari tahun
ke-9 sampai tahun ke-20. Dari hasil perhitungan
didapat nilai NPV sebesar 1 Milyar IDR (NPV >
0), nilai BCR sebesar 1,078 (BCR > 1), nilai
kPBP atau periode pengembalian selama 7,203
tahun (kPBP < umur investasi), dan nilai IRR
sebesar 9,50% (IRR > MARR = 8%). Sehingga
perencanaan PLTMH ini berada dalam status
layak investasi.

0 pada suatu tingkat suku bunga. Perhitungan ini


dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Cash flow investasi dengan berbagai tingkat suku
bunga
Tingkat Suku Bunga (i)

Cash
Flow

Ket

Cost

9%

10%

11%

9,50%

10,7
Milyar
2,1
Milyar

10,7
Milyar
2,0
Milyar

10,7
Milyar
1,8
Milyar

10,7
Milyar
1,7
Milyar

10,7
Milyar
1,9
Milyar

4,0
Milyar
9,8
Milyar
1
Milyar

3,9
Milyar
9,1
Milyar
300
Juta

3,7
Miyar
8,5
Milyar
-300
Juta

3,6
Milyar
8,0
Milyar
-800
Juta

3,8
Milyar
8,8
Milyar

PWC

10,7
Milyar
214,5
Juta

I
AC*)

Benefit

PWB

700,0
Juta
1,0
Milyar

AB1AB2**)

NPV

8%

AB2*)
PWBPWC

Ket: *) n = 20 tahun; **) n = 8 tahun

Dari Tabel 5 di atas diketahui bahwa cash flow


investasi akan menghasilkan NPV = 0 pada tingkat
suku bunga antara 9% dan 10%, sehingga nilai IRR
ditentukan dengan cara coba-coba. Kemudian
ditetapkan bahwa nilai IRR adalah sebesar 9,50%.
Hasil evaluasi kelayakan investasi dapat dilihat
pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil evaluasi kelayakan investasi perencanaan
PLTMH
Uraian

Syarat

Keterangan

NPV > 0

Layak

>,9  *)

BCR 1

Layak

DED!   '()*


*   '()*

k(PBP) n

Layak

IRR MARR

Layak

BC   71:;(/ 849

899  %
7<99  %

*)

(2) Saran
Saran yang dapat diambil setelah melakukan
perencanaan PLTMH ini adalah sebagai berikut:
1. Penentuan lokasi perencanaan PLTMH harus
dipertimbangkan dengan baik, lokasi yang
dipilih sebisa mungkin mudah untuk dijangkau,
selain itu hal ini juga berkaitan erat dengan
desain bangunan PLTMH yang ekonomis serta
untuk mendapatkan tinggi jatuh air atau head
yang paling efektif.
2. Karena letak sungai Lematang yang berada di
dasar tebing, maka perencanaan desain
bangunan PLTMH harus mempertimbangkan
kemungkinan akan bahaya tanah longsor dan
banjir bandang.
3. Analisis perhitungan seperti perhitungan debit
ketersediaan air dilakukan dengan cermat dan
menggunakan sumber data yang memadai
sehingga hasil perhitungan akan sesuai atau
paling tidak mendekati kondisi aktual.
4. Karena daya yang dapat dibangkitkan dari
potensi sungai Lematang sebesar 165 kW, maka
dapat dikategorikan ke dalam Pembangkit
Listrik Tenaga Minihidro (daya yang dapat
dibangkitkan kisaran antara 100 kW 1 MW).

Ket : *) Tingkat suku bunga (i) = 8% dan umur investasi (n) = 20 tahun

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

(1) Kesimpulan
Dari hasil tinjauan dan pembahasan yang telah
diuraikan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan analisis data curah hujan dan
klimatologi diketahui besarnya debit yang
tersedia untuk perencanaan PLTMH dengan
probabilitas 90%, karena pertimbangan bahwa
perencanaan PLTMH merupakan on-grid
system, yaitu sebesar 3,076 m3/s.
2. Dari skema layout perencanaan PLTMH yang
telah direncanakan diketahui tinggi jatuh air atau

40

Wibowo, H., dkk. / Kajian Teknis dan Ekonomi Perencanaan Pembangkit Listrik / Cantilever, Vol. 4, No. 1, Oktober 2015 (34 41)

REFERENSI
1) Bank Indonesia, 2013. Kurs Transaksi Bank Indonesia.
[Online]
Available
at:
http://www.bi.go.id/id/
moneter/informasi-kurs/transaksi-bi/Default.aspx [Diakses
30 Agustus 2015].
2) Bank Indonesia, 2013. Siaran Pers. [Online] Available at:
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/
Pages/sp_175615.aspx [Diakses 30 Agustus 2015].
3) Department of Energy (DOE)-Energy Utilization
Management Bureau, 2009. Manual for Design,
Implementation and Management for Micro-Hydropower
Development, s.l.: Japan International Cooperation Agency.
4) Department of Energy (DOE)-Energy Utilization
Management Bureau, 2009. Training Manual for MicroHydropower Technology, s.l.: Japan International
Cooperation Agency.
5) European Small Hydropower Association (ESHA), 1998.
Layman's Guidebook on How to Develop a Small Hydro
Site, s.l.: Comission of The European Communities.
6) Giatman, M., 2011. Ekonomi Teknik. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
7) Global Sustainable Electricity Partnership, 2005.
Renewable Energies Workshop Majuro, Marshal Island
Module 4 Micro-Hydro Power. [Online] Available at:
http://www.globalelectricity.org/Projects/Majuro/MicroHydro_fichiers/4x%20Appendix.pdf [Diakses 30 Agustus
2015].
8) Hartono, A., 2015. Saat Terbaik Investasi di Pembangkit
Listrik Tenaga Minihidro - PLTM. [Online] Available at:
https://adienergy.wordpress.com/ 2015/06/07/saat-terbaikinvestasi-di-pembangkit-listrik-tenaga-minihidro-pltm/
[Diakses 30 Agustus 2015].
9) Kadir, R., 2010. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga
Mikro Hidro (PLTMH) di Sungai Marimpa Kecamatan
Pinembani. Tugas Akhir. Universitas Tadulako.
10) Kamiana, I. M., 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana
Bangunan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu.
11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014.
Peraturan Menteri Tahun 2014. [Online] Available at:
http://www.esdm.go.id/regulasi/pp/
cat_view/64regulasi/70-peraturan-menteri/276-peraturan-menteriesdm/ 383-tahun-2014.html [Diakses 30 Agustus 2015].
12) Kurniawan, A. et al., 2009. Buku 2A Pedoman Studi
Kelayakan Hidrologi. s.l.:Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
13) Kurniawan, A. et al., 2009. Buku 2B Pedoman Studi
Kelayakan Sipil. s.l.:Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
14) Wikipedia, 2015. Mikrohidro. [Online] Available at:
https://id.wikipedia.org/ wiki/Mikrohidro [Diakses 30
Agustus 2015].
15) Wikipedia, 2015. Tenaga Air. [Online] Available at:
https://id.wikipedia.org/ wiki/Tenaga_air [Diakses 30
Agustus 2015].

41

(FORMAT PENULISAN NASKAH JURNAL CANTILEVER)

Vol. x, No. x, Bulan Tahun, Halaman: xx - xx, ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
Alamat Website: http://cantilever.unsri.ac.id

JUDUL MAKALAH
(Times New Roman, 16pt, bold, ditulis dengan huruf besar)
Penulis I1, Penulis II2, dan Penulis III3
(Times New Roman 12pt, bold Tanpa Gelar)
1

Instansi Penulis I (Times New Roman, 9pt)


(Alamat instasi Penulis I)
E-mail: Penulis_1@yahoo.co.id
2
Instansi Penulis I (Times New Roman, 9pt)
(Alamat instasi Penulis II)
E-mail: Penulis_2@gmail.com
3
Instansi Penulis I (Times New Roman, 9pt)
(Alamat instasi Penulis III)
E-mail: Penulis_3@telkom.net

Abstract (Times New Roman 12pt, bold)


Abstract is written in English by using font Times New Roman size 10 pts, maximum 250 words. Abstract contents
should be fully describe the essence of the paper sistematically, and should contain the background, research objectives,
methodology, analysis, and results obtained.
Key Words: arranged alphabetically, times new roman, italic, 10pt, 3 to 5 words

1. PENDAHULUAN (Times New Roman 12pt)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau


Bahasa Inggris pada kertas berukuran A4, dengan
margin atas (top) 20 mm, margin bawah (bottom) 20
mm, margin kiri (left) 25 mm dan margin kanan
(right) 15 mm menggunakan Microsoft Word.
Jumlah halaman 6 10 di luar referensi.
Awal penulisan naskah harus berada kira-kira 1
cm di bawah key words. Naskah ditulis dengan
huruf Times New Roman dengan ukuran font 11pt
dengan format 2 kolom terpisah 6 mm. Jarak spasi
tulisan naskah adalah satu spasi dan jarak antara sub
judul adalah 2 spasi. Huruf pertama pada tiap
paragraf ditulis menjorok ke dalam dengan jarak 5
ketukan.
Nomor halaman diletakan pada bagian tengah
bawah tiap halaman. Karena nomor halaman
halaman akan diatur lagi oleh redaksi, buatlah
nomor halaman mulai dari 1.
Pendahuluan hendaknya berisikan latar belakang,
kajian penelitian sebelumnya dan kaitan dengan
penelitian yang dilakukan, perumusan masalah,
tujuan penelitian dan lingkup penelitian.

Berisikan tinjauan pustaka yang berkaitan


dengan penelitian yang dilakukan.
Contoh penulisan sumber pustaka dalam kalimat:
1. Black, dkk. (2006) menyebutkan bahwa
fleksibilitas ...
2. Metode Vertex (Dong dan Wong, 1987)
digunakan untuk menghitung operasi ....
(1) Penulisan Persamaan Matematis (11pt, bold)
Gunakan kualitas penulisan yang baik untuk
persamaan matematis dan berikan penomoran pada
persamaan tersebut. Contoh penulisan persamaaan
matematis adalah sebagai berikut:

G=

bn (t )

(1)

sin z dz

(2)

n =0

F=

Penulisan persamaan matematis sebaiknya


menggunakan Microsoft Equation 3.0 yang terdapat
dalam Microsoft Word dengan pengaturan
ukurannya sebagai berikut:
1

Penulis I, dkk. / Judul Makalah / Cantilever, Vol. x, No. x, Bulan Tahun (Halaman)

1.
2.
3.
4.
5.

Full: 11 pt
Subscript/Superscript: 7 pt
Sub- Subscript/Superscript: 5 pt
Symbol: 14 pt
Sub-symbol: 11 pt

Untuk makalah yang menggunakan pemodelan


matematis, metodologi berisi pendekatan model,
justifikasi model, algoritma penyelesaian modelmodel, teknik penyelesaiannya.
Untuk makalah yang merupakan penelitian
eksperimental, metodologi berisi bahan percobaan,
alat percobaan dan prosedur percobaan.

(2) Penulisan Angka dan Simbol


Untuk naskah yang ditulis dalam Bahasa
Indonesia digunakan tanda koma (,) sebagai
desimal. Contoh: 2,5 cm.
Untuk naskah yang ditulis dalam Bahasa Inggris
digunakan tanda titik (.) sebagai desimal. Contoh:
2.5 cm.
Simbol dituliskan dengan menggunakan huruf
Times New Roman, 11 pt, dan dicetak miring
(italic). Contoh: = 1.000 kg/m3.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Menjelaskan hasil yang didapat beserta
pembahasannya yang dijabarkan secara jelas. Data
dan hasil pembahasan dapat disajikan dalam bentuk
tabel dan gambar.

5. KESIMPULAN
Berisikan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil
penelitian.

(3) Gambar dan Tabel


Gambar dan tabel sedapat mungkin diletakkan
pada bagian bawah atau atas halaman dimana
gambar atau tabel tersebut pertama kali disebutkan.
Gambar dan tabel jangan diletakan secara bersamasama pada bagian akhir artikel.
Gunakan gambar dan tabel dengan ukuran yang
proporsional dan kualitas yang baik (siap cetak).
Contoh posisi dan penulisan gambar dan tabel
diperlihatkan pada Gambar 1 dan Tabel 1.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih dapat dituliskan bila
diperlukan dengan diletakkan setelah kesimpulan
dan menggunakan format penulisan seperti ini.

REFERENSI
1) Hill, R., 1965, A self-consistent mechanics of composite
materials, J. Mech. Phys. Solids., Vol. 13, pp. 213-222.
(Untuk penulisan pustaka berupa dari jurnal, proceeding
atau majalah, dengan ukuran font 9 pt)
2) Blevins, R.D., 1990, Flow-Induced Vibration, 2nd ed., Van
Nostrand Reinhold, New York. (Untuk penulisan pustaka
berupa buku)
3) Rini, A., 2005, Optimalisasi Pemeliharaan Jalan, Master
Thesis, Institut Teknologi Bandung, Bandung. (Untuk
penulisan pustaka berupa skripsi/tesis/disertasi)

Tabel 1. Ukuran benda uji (Times New Roman, 9 pt, jika judul
terlalu panjang ditulis seperti ini)

No Benda Uji
1
2
3

Tinggi (cm)
1,50
1,75
2,00

Lebar (cm)
0,50
0,50
0,50

25

Counts

20
15

Case I

10

Case III

5
0
0

Events

Gambar 1. Letakkan judul gambar di bawah gambar

3. METODOLOGI
Metodologi menjelaskan langkah-langkah dan
metode yang digunakan dalam penelitian.

PENGIRIMAN MAKALAH
1. Makalah yang dikirim harus merupakan naskah ilmiah yang relevan dengan bidang Teknik Sipil dan belum pernah
dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses publikasi di media cetak lain.
2. Makalah dapat dikirimkan melalui pos, email redaksi, atau online submission.
a. Pengiriman melalui pos ke alamat:
Redaksi Jurnal Cantilever
Program Studi Magister Teknik Sipil FT Unsri
Jl. Padang Selasa No. 524 Palembang, Sumatera Selatan (30139).
Makalah yang dikirim sebanyak 2 eksemplar disertai dengan soft copy (copy file) disimpan dalam CD.
b. Pengiriman melalui email dapat dilakukan ke alamat email redaksi: j_cantilever@ft.unsri.ac.id atau
jurnalcantilever@gmail.com.
c. Pengiriman melalui online submission dapat dilakukan setelah penulis mendaftar sebagai Author ke alamat
website Cantilever. Petunjuk registrasi dan online submission secara lebih rinci dapat dilihat pada
http://cantilever.unsri.ac.id.
3. Informasi bahwa kiriman makalah anda telah diterima redaksi akan dikirim ke alamat email anda. Informasi
mengenai status makalah anda dapat ditanyakan melalui email redaksi.
4. Format penulisan naskah dapat diunduh di http://cantilever.unsri.ac.id.

PETUNJUK PENULISAN NASKAH UNTUK


JURNAL CANTILEVER
ISSN: 1907-4247 (Print), ISSN: 2477-4863 (Online)
1. Sistematika penulisan untuk:
a. Hasil Penelitian, terdiri dari:
1) ABSTRACT, ditulis dalam Bahasa Inggris, berisi masalah penelitian yang diteliti, cara pelaksanaannya,
hasil dan kesimpulan (dibuat 1 kolom, dalam 1 paragraf)
2) Key Words, ditulis di bawah ABSTRACT dengan posisi rata kiri.
3) 1. PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan dan ruang lingkup, posisi rata kiri.
4) 2. TINJAUAN PUSTAKA, berisi teori-teori yang digunakan dan atau hasil-hasil penelitian sebelumnya
yang terbaru untuk menyelesaikan masalah penelitian.
5) 3. METODOLOGI PENELITIAN, berisi tentang bahan dan peralatan yang digunakan serta cara
melaksanakan penelitian.
6) 4. HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil yang berupa data penelitian yang telah diolah dan dituangkan
dalam bentuk tabel, grafik, atau foto/gambar, sedangkan pembahasan berisi tentang analisis data hasil
penelitian dengan mengacu kepada teori-teori yang ditulis pada tinjauan pustaka dan pustaka-pustaka yang
diacu dalam penelitian.
7) 5. KESIMPULAN, menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh.
8) REFERENSI, berisikan pustaka-pustaka yang diacu dalam makalah.
b. Kajian Teknologi dan Science, terdiri dari:
1) ABSTRACT, ditulis dalam Bahasa Inggris, berisi masalah yang dikaji, cara pelaksanaannya, hasil dan
kesimpulan.
2) Key Words, ditulis di bawah ABSTRACT dengan posisi rata kiri.
3) 1. PENDAHULUAN, berisi latar belakang, permasalahan, tujuan dan ruang lingkup, posisi rata kiri.
4) 2. TINJAUAN PUSTAKA, berisi teori-teori yang mendukung pada kajian topik yang dibahas.
5) 3. PEMBAHASAN, berisi tentang analisis terhadap teori-teori dalam tinjauan pustaka dengan
mengetengahkan keunggulan dan kelebihannya.
6) REFERENSI, berisikan pustaka-pustaka yang diacu dalam makalah.
2. Daftar Pustaka disusun menurut alphabet pengarang atau nomor urut. Penulisan daftar pustaka disusun sebagai
berikut:
a. BUKU: nama pengarang (tanpa gelar, mendahulukan nama keluarga), tahun penerbitan, judul buku, edisi, nama
penerbit, nama kota penerbitan, halaman.
b. JURNAL: nama pengarang (tanpa gelar, mendahulukan nama keluarga), tahun publikasi, judul artikel, nama
jurnal, nomor dan volume, halaman.
3. Redaksi berhak mengedit redaksional naskah tanpa mengubah arti dan isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi.
4. Naskah yang tidak memenuhi aturan di atas tidak akan diterbitkan.
5. Hal-hal lain yang tidak tercantum dapat ditanyakan kepada redaksi melalui email maupun telepon.

Anda mungkin juga menyukai