Buaya Yang Bersifat Anti Bakteri Dicelup Dengan Zat Warna Alam Pinang
Oleh :
Adira Dixie L, Akhmad Faizal, Chintya Ristanti, Clara Carolina N, Criss Widiany
STT Tekstil Bandung
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan anti bakteri yaitu saponnin
pada ekstrak daun lidah buaya sebagai penghambat pertumbuhan bakteri , dimana kain
dicelup menggunakan zat warna alam dari biji pinang.Penelitian ini terdiri dari beberapa
variasi, yaitu suhu pemanas awetan dan konsentrasi ekstrak lidah buaya. Ekstrak tersebut
didapat dengan metode infundasi. Konsentrasi lidah buaya yang digunakan adalah 30 dan
40 g/L sedangkan suhu yang digunakan adalah 150oC dan 160oC . Dilakukan juga blangko
serta resep tanpa menggunakan pengikat silang. Pembuatan sample dilakukan
menggunakan metode pad-dry cure. Selanjutnya kain dilakukan beberapa pengujian yaitu,
tahan gosok basah & kering, tahan luntur warna terhadap pencucian, kekuatan tarik dan anti
bakteri ( agar test). Hasil pengujian menunjukkan nilai uji tahan gosok basah lebih rendah
dibanding kering, untuk TLW . Pada uji kekuatan tarik menunjukkan kekuatan tarik paling
baik pada suhu curring 150oC , konsentrasi lidah buaya sebesar 40 g/L. Kemudian dilakukan
uji agar test menggunakan bakteri jenis Bacillus Atrophaeus pada kain, hasil menunjukkan
semakin besar konsentrasi ekstrak lidah buaya maka sifat anti bakteri yang diberikan
semakin baik.
Kata Kunci: Ekstrak,Biji pinang, Daun Lidah Buaya, saponnin, Bacillus Atrophaeus,
konsentrasi, suhu , anti bakteri
Abstract
The purpose of this experiment is determine the effect of sapponin as a anti-bacterial agent
to inhibit the growth of bacteria. The fabric was dyed by using natural dye from arcea nut or
can be called pinang. The experiment was conducted by varying the curing temperature, and
the concentration of aloe vera ekstract. The aloe vera ekstract obtained fro, infundation
method. The concentration of aloe vera ekstract that used in this experiment was 30g/l and
40 g/l, and the curing temperature was 150oC and 160oC. The experiment also conducted in
unthreated fabric, the method in this experiment was pad-dry-cure method. The evaluation
was conducted in colour fastness to rubbing test, colour fastness to washing test, tensile
strength test, and anti-bacterial test using jelly method test. The results showed that colour
the value of fastness to rubbing in wet condition is lower than in dry condition. The best
tensile strength result was in curing temperature 150oC and concentration aloe vera ekstract
40g/l. In anti-bacterial test the bacteria that used Bacillus Athrophaeus, the result showed
that higher concentration of anti-bacterial ekstract will give better anti-bacterial effect.
Keywords: Extract, nut seeds, leaves of Aloe Vera, saponnin, Bacillus Atrophaeus,
concentration, temperature, anti-bacterial
I. PENDAHULUAN
Beberapa zat kimia anti bakteri seperti triklosan, logam dan garam-garamnya/, logam
organic, fenol, dan senyawa ammonium kuarter, telah dikembangkan dan bahkan
dikomersialkan. Walaupun zat-zat anti bakteri sintesi dapat bekerja dengan efektif
membunuh bakteri, zat-zat ini memiliki efek lain terhadap lingkungan yaitu dapat
mencemari lingkungan.
mengandung zat organic yang sulit terurai dan berbahaya sehingga mencemari
lingkungan. Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, kita harus merujuk pada
ekologi alam, karena alam tidak mengenal limbah, limbah dari suatu individu akan
menjadi makanan bagi individu lainnya.[1]
et al., 1996).
Kompoen gel lidah buaya yang berpotensi sebagai zat anti bakteri
II. PERCOBAAN
2.1 Bahan
:
Bahan serat kapas diperoleh dari pasaran yang dibuat oleh industry serat di
Indonesia. Bahan lidah buaya sebagai anti bakteri diperoleh dari beberapa taman
halaman rumah dan bahan buah pinang diperoleh dari perkebunan pinang. Sebelum
dilakukan pelapisan zat anti bakteri dari lidah buaya pada serat kapas. Dilakukan
proses pemisahan buah pinang dengan biji pinang, biji pinang yang telah dipisahkan
akan menjadi bahan pewarna alami untuk mewarnai serat kapas. Dan bahan lidah
buaya yang digunakan diekstraksi.
2.2 Prosedur kerja :
Kain kapas yang telah di celup oleh zat warna alami buah pinang dan telah
dilakukan pelapisan zat anti bakteri dari lidah buaya dengan memvariasikan suhu
curing 1500 dan 1600 C serta variasi konsentrasi penggunaan zat anti bakteri 30 gr/l
dan 40 gr/l dengan menggunakan glioksal dan tanpa menggunaan glioksal.
2.3 Pengujian
Pengujian kain diuji ketahanan luntur warna terhadap gosokan sesuai SNI
0288:2008. Diuji ketahanan luntur warna terhadap pencucian sesuai SNI ISO 105C06 : 2010. Di uji kekuatan tarik dari setiap contoh uji sesuai ISO 13934/2 Fabric
Traction Grab Methode mesin tensolab-5000 code 2515dan pengujian anti bakteri
dari setiap contoh uji. Pengujian anti bakteri dengan menggunakan agar test
dilakukan di laboratorium mikrobiologi SMKN 7 Bandung.
5 g/L
10 ml/L
1 ml/L
1 : 20
100 oC
60 menit
Pencelupan
Zat warna biji pinang
NaCI
Suhu
Pembasah
Waktu
Vlot
: 1-3 %
: 10 g/L
: 90 oC
: 1 ml/L
: 60 menit
: 1: 20
Pencucian
Pembasah
Na2CO3
Suhu
Waktu
1 cc/L
1 g/L
60 oC
10 menit
Penyempurnaan
Ekstrak gel lidah buaya
Zat Pengikat silang Glioksal
Asam Asetat
Tanpa Pengikat silang
Suhu Curing
Waktu Curing
: 30- 40 g/L
: 100 g/L
: 15 %
:150-160 oC
: 1 menit
Evaluasi
Ketahanan luntur warna terhadap gosokan,
pencucian. Penguburan , kekuatan tarik pita
potong dan Evaluasi anti bakteri
( agar test)
3
4
4/5
4
4
4
4/5
4
5
5
4/5
6
4/5
4/5
4
7
4/5
4
8
3
4/5
4
4/5
Blanko
3
4/5
4
4/5
Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain,
yang disebabkan oleh gosokan dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang
maupun kain. Pengaruh gosokan tersebut diamati dalam keadaan kering maupun
basah. Prinsip pengerjaannya yaitu dengan menggosokkan kain putih kering maupun
basah yang telah dipasang pada Crockmeter bersama contoh uji dengan ukuran
tertentu. Penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan Staining scale.
Dari data hasil pengujian menunjukkan bahwa ketahanan luntur warna terhadap
gosokan pakan kering lebih baik bila dibanding keadaan basah, pada contoh 1 hasil
TLW menunjukkan nilai 4 4/5, nilai hasil tahan luntur warna menunjukkan hasil
yang cukup baik pada keadaan kering - 4/5 sedangkan pada keadaan basah 34/5.
Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian
3.2 Tabel Data hasil pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian :
No.
Pakan
Lusi
1
2
3
4
5
6
Polyester
4/5
4
4
4
4/5
4
kapas
4
4
4
4
4
Polyester
4/5
4/5
4
4/5
4
4/5
Kapas
4
4
4
4
7
8
Blanko
Cara pengujian
4
4
4/5
4
4
4
3/4
3
tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga
4
4
dan
pencucian komersial adalah metode pengujian tahan luntur warna bahan tekstil
dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian
komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan
pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan. Cara
pengujian ini dimaksudkan untuk mementukan tahan luntur warna terhadap
pencucian yang berulang-ulang .
Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada bahan tekstil memiliki arti
yang sangat penting dalam aplikasinya sehari-hari. Pengujian ini dapat dilakukan
dengan beberapa cara yang disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil
yang akan diuji. Prinsip pengujiannya adalah dengan mencuci sehelai kain yang
diambil dari contoh dengan ukuran tertentu, kemudian dijahitkan diantara dua helai
kain putih dengan ukuran yang sama. Sehelai dari kain putih tersebut adalah
sejenis dengan kain yang diuji, sedangkan helai lainnya sesuai dengan
pasangannya. Penilaian yang dilakukan adalah dengan memberi perbandingan
contoh yang telah dicuci dengan penodaannya pada kain putih. Untuk perbahan
warna pada contoh dilakukan menggunakan skala abu-abu (gray scale) sedangkan
penodaan warnanya dilakukan menggunakan skala penodaan (staining scale).
Contoh uji dicuci dengan suatu alat launderometer atau alat yang sejenis dengan
pengatur suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Pengujian
dilakukan pada kondisi alat, suhu, waktu, dan deterjen tertentu, sesuai dengan cara
pengujian yang telah ditentukan. Hasil dari pengujian tahan luntur warna terhadap
pencucian menunjukkan nilai yang hampir sama pada tiap variasi, pada blangko
nilainya lebih rendah dibanding sample dengan variasi. Penodaan terhadap
polyester lebih baik bila dibanding penodaan pada kain kapas.
3.3 Tabel Hasil Data Pengujian Kekuatan Tarik
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kekuatan Tarik
184,52
196,36
174,14
169,24
208,39
222,64
200,50
212,87
172,86
Mulur
20,40
19,50
16,50
15,9
17,40
21,30
20,10
19,50
15,8
250
200
150
Kekuatan Tarik
100
Mulur
50
0
1
5
6
Contoh Uji
Blanko
Keterangan :
1. Tanpa glioksal
2. Tanpa glioksal
3. Tanpa glioksal
4. Tanpa glioksal
5. Glioksal
6. Glioksal
7. Glioksal
8. Glioksal
9. Blangko
Kekuatan Tarik
Pengujian kekuatan tarik kain umumnya menggunakan cara pengujian untuk kain
tenun.
Kekuatan tarik adalah beban maksimum yang dapat ditahan oleh suatu contoh uji
kain sehingga kain tersebut putus.
Mulur kain adalah pertambahan panjang kain pada saat kain putus, dibandingkan
dengan panjang kain semula dinyatakan dalam persen (%).[4]
Pengujian yang dilakukan adalah menghitung efektivitas zat anti bakteri pada
berbagai konsentrasi dan membandingkan dengan blangko, dilakukan pengujian
kekuatan Tarik dan mulur untuk kain yang dikubur selama 7 hari. Tujuan dari
penguburan ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak lidah buaya yang
digunakan sebagai zat anti bakteri terhadap kain kapas dan ketahanannya terhadap
serangan bakteri.
Variasi yang digunakan adalah suhu dan konsentrasi ekstrak lidah buaya.
Menggunakan konsentrasi lidah buaya 30 g/L dan 40 g/L, dan suhu pemanas awetan
150 oC dan 160oC. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak lidah buaya yang digunakan kekuatan Tarik kain cenderung naik
tetapi pada suhu 160 oC kekuatan cenderung menurun, diduga karena lidah buaya
yang berasal dari alam sehingga memiliki ketahanan panas yang lebih rendah
sehingga kekuatan Tarik menjadi menurun.
Jadi kekuatan Tarik yang paling baik adalah pada resep no.6 yaitu dengan memakai
glioksal, suhu curing 150 oC dan dengan konsentrasi lidah buaya 40 ml/L.
Asumsi 1 :
Asumsi 2 :
Metode Disc Diffusion (Tes Kirby & Bauer)Metode ini untuk menentukan
aktivitas agen antibakteri. Piringan yang berisi agen antibakteri diletakkan pada media agar
yang telah ditanami bakteri yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan bakteri oleh agen antibakteri pada
permukaan media agar. Jenis bakteri yang digunakan adalah Bacillus Atrophaeus, dapat
kita lihat dari gambar diatas menunjukkan untuk CB ( blangko) tidak memperlihatkan area
jernih, pada contoh CL ( contoh yang menggunakan lidah buaya) dapat di lihat terdapat
perbedaan bila dibandingkan dengan hasil blangko, terlihat ada bagian-bagian yang bening,
begitu pula dengan contoh dengan konsentrasi lidah buaya 30 g/L dan 40 g/L,
memperlihatkan terdapat bagian yang bening, ini artinya adanya lidah buaya pada sampel
dapat menghambat adanya bakteri, bakteri enggan mendekati bagian yang dekat dengan
sample.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://rhimadhitz.blogspot.com/2011/08/antibakteri.html di unduh pada tanggal 29-1214 , 22:08 WIB.
2. http://riorusandii.blogspot.com/2013/11/uji-ekstrak-biji-pinang-areca-catechu_17.html
di unduh pada tanggal 05 November 2014 08:36 WIB.
3. Sulaeman, S. 2008. ModelPengembanganAgribisnis Komoditi Lidah Buaya(Aloevera).
Deputi Bidang Penelitian dan Pengkajian Sumberdaya UKMK.
4. Susyami, N.M. , 2014. Pengujian & Evaluasi Tekstil 3, Bandung, Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.