Anda di halaman 1dari 15

Bukti Bukti Pengkafiran Cacian dan Makian Muhammad Bin Abdul

Wahab Pendiri Sekte Salafy Palsu/Wahabisme


Beberapa Bukti
Pengkafiran, Cacian dan Hinaan Dari Muhammad bin Abdul Wahhab
(Pendiri Sekte Wahabisme)

Dalam realita yang ada kita ketahui , para pengikut Salafy (yang pada
hakekatnya adalah Wahhaby) yang selama ini selalu menyebut sesat
kelompok lain dengan dalih akidah mereka (non Wahaby) masih
bercampur dengan keyakinan Syirik, Khurafat dan Bid’ah sehingga
menyebabkan mereka merasa paling benar sendiri dan hanya sekte
merekalah yang mewakili Islam sejati. Semua keyakinan dan prilaku sekte
itu ternyata merupakan hasil taklid buta mereka terhadap pencetus
Wahabisme, Muhammad bin Abdul Wahhab yang selama hidupnyapun
telah melakukan pengkafiran semacam itu. Pada kesempatan ini, kita akan
sebutkan beberapa contoh dari pengkafiran yang dilakukan oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok lain yang tidak
sepaham dengan keyakinan barunya (baca: Bid’ahnya).

Dalam kitab "Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad


Abdul Wahhab” dalam surat ke 11 halaman 75 disebutkan bahwa;
“Fatwaku adalah menyatakan bahwa Syamsaan beserta anak-anak mereka
dan siapapun yang menyerupai mereka. Aku menamai mereka dengan
Thaghut (sesembahan selain Allah, red)…”. dan yang lebih dahsyat lagi
adalah apa yang dnyatakannya dalam kitab yang sama (Ar-Rasa’il as-
Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab) dalam surat
ke 34 halaman 232 dimana Ibn Wahhab menuliskan: “…kami telah
menyatakan kafir terhadap thoghut-thaghut para penghuni al-Kharj dan
selainnya”. Dan kita tahu bahwa, al-Kharj adalah nama satu daerah yang
berjarak kurang lebih delapan puluh kilo meter dari kota Riyadh. Daerah
al-Kharj membawahkan beberapa desa dengan banyak penduduk. Hal itu
sebagaimana yang telah tercantum dalam kitab “al-Mu’jam al-Jughrafi lil
Bilad al-Arabiyah as-Saudiyah” jilid 1/392 atau kitab “Mu’jam al-
Yamamah” jilid 1/372. Jelas sekali bahwa betapa Muhammad bin Abdul
Wahhab tanpa ragu lagi menyatakan kaum Muslimin yang tidak menerima
ajaran sektenya dengan vonis “kafir”, sebagaimana yang pernah kita
singgung dalam singungan surat yang ditulis Syeikh Sulaiman bin Abdul
Wahhab al-Hanbali saudara tua dan sekandung Muhammad bin Abdul
Wahhab, yang selalu menegur kesesatan adiknya.
Bukan hanya pengkafiran yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab,
cacian, makian dan hinaan pun terlontar dari otak dan hatinya yang kotor
yang ditujukan untuk para tokoh dan pembesar Ahlusunah, yang tidak
setuju dengan ajarannya. Dalam kitab “Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-
Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” surat ke 34 halaman 232
dalam mengata-ngatai seorang tokoh yang bernama Syeikh Sulaiman bin
Sahim, ia mengatakan: “Akan tetapi sang hewan ternak (bahim, arab)
Sulaiman bin Sahim tidak memahami makna ibadah”. Seakan hanya
Muhammad bin Abdul Wahhab saja yang memahamai ajaran tauhid
dengan benar dan tidak menganggap benar dan menyatakan sesat
pemahaman kelompok lain diluar Wahabismenya. Dan dalam kitab
“Majmu’ Mu’allafaat al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab”
jilid1 halaman 90-91 disebutkan bahwa ia (Muhammad bin Abdul Wahhab)
mengata-ngatai Syeikh Sulaiman dan menjulukinya dengan julukan “Sapi”,
dengan ungkapannya: “Orang ini seperti Sapi yang tidak dapat
membedakan antara tanah dan kurma”.

Padahal dosa Syeikh Sulaiman bin Sahim adalah menolak dakwah


Muhammad bin Abdul Wahhab yang dianggap sesat dari ajaran dan ijma'
Ulama Islam, terkhusus Ahlusunah wal Jamaah. Hal ini yang dinyatakan
sendiri oleh Bin Abdul Wahhab dalam lanjutan kitab tersebut dengan
ungkapan: “Karena mereka telah berusaha…untuk mengingkari dan
berlepas tangan dari agama ini” (Kitab ar-Rasa’il as-Syakhsyiah…5/167).
Agama mana yang dimaksud oleh Muhamad bin Abdul Wahhab ? Agama
baru yang dibawanya, ataukah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad
Rasulullah SAW yang –dalam masalah tauhid dan syirik- dipahami dan
disepakati oleh semua kelompok Islam, termasuk pemahaman kakaknya
yang tergolong ulama mazhab Hambali ?

Apakah orang seperti Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hambali


(kakaknya) atau Syeikh al-Allamah Sulaiman bin Muhammad bin Ahmad
bin Sahim (wafat tahun 1181 H) yang salah seorang ulama dan tokoh besar
di zamannya (sebagaimana yang telah disebutkan dan diakui sendiri oleh
seorang Wahhaby kontemporer Abdullah bin Abdurrahman Aali Bassam
dalam kitabnya “Ulama’ an-Najd Khilala Sittata Quruun” dalam jilid ke 2
halaman 381 pada Tarjamah nomer 191, cetakan Maktabah an-Nahdhatul
Haditsah di Makkah al-Mukarramah, cetakan pertama tahun 1398 H), juga
tidak memahamai konsep tauhid dan syirik yang dibawa oleh Islam
Muhamad bin Abdullah (Rasulullah) ?

Apakah layak dia mengata-ngatai seorang ulama besar semacam itu dengan
ungkapan-ungkapan kotor yang tidak layak diungkapkan oleh seorang
muslim awam sekalipun, apalagi ini yang mengaku sebagai mujaddid
(pembaharu) agama Islam? Lantas mana akhlak Rasulullah, akhlak Islam
dan akhlak mulia agama Allah ? Jika pengolok-olok semacam ini disebut
sebagai “Pembaharu Islam“ maka jangan salahkan jika Islam menjadi
obyek olok-olokan musuh-musuhnya. Untuk lebih mengetahui kenapa
Syeikh Sulaiman bin Sahim mengingkari dakwah Muhammad bin Abdul
Wahhab dan apa saja yang diungkapkan Muhammad bin Abdul Wahhab
kepadanya dengan bahasa yang kasar dan menunjukkan kebaduian prilaku
Muhammad bin Abdul Wahhab, bisa dilihat dalam buku yang dikarya oleh
seorang penulis Wahhaby kontemporer Dr Abdullah al-Utsaimin dalam
buku karyanya; “Mauqif Sulaiman bin Sahim min Dakwah as-Syeikh
Muhammad bin Abdul Wahhab” dari halaman 91 hingga 113 yang dicetak
di Riyadh-Saudi tahun 1404 H.

Belum lagi kalau kita membaca buku “Al-Fitnatul Wahhabiyah” (Fitnah


Wahabisme) karya Syeikhul Islam dan Mufti Besar Mazhab Syafi’i yang
berdomisili di kota suci Makkah, Syeikh al-Allamah Ahmad bin Zaini
Dahlan (wafat tahun 1304 H dan dimakamkan di Madinah) dimana beliau
hidup di masa-masa ekspansi pemaksaan ajaran Wahabisme ke segenap
jazirah Arab. Syeikhul Islam Zaini Dahlan menjelaskan bagaimana para
pengikut setia Bin Abdul Wahhab (meniru pencetusnya) dalam pengkafiran
kaum Muslimin yang bukan hanya sekedar melalui ungkapan dan tulisan,
bahkan dengan tindakan yang sewenang-wenang, bahkan pembantaian.
Dan ternyata, sayangnya, kebiasaan buruk (sunnah sayyi’ah) itu masih
terus dilestarikan oleh para pengikut setia dan orang-orang yang taklid buta
terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengatasnamakan diri
sebagai Salafy, bahkan mengaku sebagai Ahlusunah wal Jamaah. Jikalau
sekte sempalan ini tidak mendapat dukungan dana, kekuatan militer dan
perlindungan penuh dari negara kaya minyak seperti Saudi niscaya
nasibnya akan sama dengan nasib sekte-sekte sempalan lainnya, binasa.

Awalnya, sekte ini tidak jauh berbeda dengan sekte seperti al-Qiyadah al-
Islamiyah yang baru-baru ini dinyatakan sesat oleh para ulama di
Indonesia. Dan ternyata kaum Salafy-pun ikut-ikutan menyesatkan al-
Qiyadah al-Islamiyah, padahal mereka mempunyai kendala yang sama,
sekte sempalan yang dahulu diangap sesat. “Maling teriak maling”, itulah
kata yang layak dinyatakan kepada kaum Wahaby yang mengaku Salafy
dan Ahlusunah itu. Wahai kaum Wahaby, sesama sekte sesat dilarang
saling mendahului dan saling menyesatkan.

Sekarang, masihkah pengikut Wahaby (yang berkedok Salafy) menanyakan


bahwa Syeikh mereka tidak mengkafirkan kaum Muslimin dan menampik
kenyataan yang tidak bisa mereka pungkiri ini ?

Apa yang kita sebutkan di atas tadi adalah sedikit dari apa yang dapat
disebutkan dalam situs yang sangat terbatas ini. Masih banyak hal yang
dapat kita sebutkan untuk membuktikan pengkafiran Wahabisme terhadap
kaum muslimin, disamping prilaku mereka yang sebagai bukti konkrit lain
dari pengkafiran tersebut. Lihat bagaimana prilaku mereka pada setiap
musim haji yang mengobral murah dengan membanting harga kata “Syirik”
dan “Bid’ah” bahkan dibagi dengan cuma-cuma pada jamaah haji. Seakan
para rohaniawan Wahhaby pada musim haji melakukan “Cuci Gudang”
kata bid’ah dan syirik untuk saudara-saudara mereka sesama muslim.

Jika orang muslim telah dikafirkan dan orang besar (baca: ulama) seperti
Syeikh Sulaiman bin Sahim dicaci-maki dan dihina oleh orang seperti
Muhammad bin Abdul Wahhab maka jangan heran jika sekarang ini para
pengikut setia dan fanatiknya (kaum Wahaby) juga turut mengikuti jejak
langkah manusia tak beradab seperti Muhammad bin Abdul Wahhab itu.
Ungkapan dan tuduhan jahil (bodoh), munafik, zindik bahkan sebutan
anjing atau hewan-hewan lain dari kelompok Wahaby terhadap pengikut
Muslim lain merupakan hal biasa yang telah mereka dapati secara turun-
temurun. [Sumber]

Wallahu'alam
http://seruan-global.com/kajian-umum/beberapa-bukti-pengkafiran-
cacian-dan-hinaan-dari-muhammad-bin-abdul-wahhab-pendiri-sekte-
wahabisme.html

Muhammad bin Abdul Wahhab (Pendiri Sekte Wahabi) Menganggap


Para Ulama Musyrik

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sekte Wahabi adalah sekte yang
memiliki kekhususan tersendiri dari kelompok muslim lain, yaitu
pengkafiran. Setelah kita mengetahui beberapa bukti pengkafiran
Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap para ulama, kelompok dan
masyarakat muslim selain pengikut sektenya, kini kita akan melihat
kembali beberapa teks yang dapat menjadi bukti atas pengkafiran tersebut.
Kali ini, kita akan menjadikan buku karya Abdurrahman bin Muhammad
bin Qosim al-Hambali an-Najdi yang berjudul "Ad-Durar as-Saniyah"
sebagai rujukan kita. Dalam kitab tersebut, penulis menjelaskan beberapa
redaksi langsung dari Ibnu Abdul Wahhab yang dengan jelas dan gamblang
membuktikan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengkafirkan
banyak dari kaum muslimin, yang tidak sepaham dengan pemikirannya.

Kita akan mengambil beberapa contoh yang dinukil dari kitab di atas dan
sedikit memberikan komentar sesuai dengan apa yang dinukil oleh penulis;

1. Muhamad bin Abdul Wahhab Mengaku Pemilik Ajaran Tauhid Sejati

Ternyata fenomena mengaku-ngaku sebagai satu-satunya pemilik ajaran


Tauhid para pengikut sekte Wahhaby itu bermula dari pendirinya,
Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan begitu akhirnya mereka tidak
menganggap konsep Tauhid yang dipahami oleh ulama Muslimin lain
(Ahlusunnah), karena sikap keras kepala dan merasa paling benar sendiri.
Kali ini, kita akan lihat ungkapan Muhammad bin Abdul Wahab berkaitan
dengan dakwaannya atas monopoli kebenaran konsep Tauhid versinya, dan
mengaggap selain apa yang dipahami sebagai kebatilamn yang harus
diperangi:

“…Dahulu, aku tidak memahami arti dari ungkapan Laailaaha Illallah.


Kala itu, aku juga tidak memahami apa itu agama Islam. (Semua itu)
sebelum datangnya anugerah kebaikan yang Allah berikan (kepadaku).
Begitu pula para guru(ku), tidak seorangpun dari mereka yang
mengetahuinya. Atasa dasar itu, setiap ulama “’al-Aridh’” yang mengaku
memahami arti Laailaaha Illallah atau mengerti makna agama Islam
sebelum masa ini (anugerah kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, red)
atau ada yang mengaku bahwa guru-gurunya mengetahu hal tersebut maka
ia telah melakukan kebohongan dan penipuan. Ia telah mengecoh
masyarakat dan memuji diri sendiri yang tidak layak bagi dirinya.” (Lihat:
Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 51 )
Dari ungkapan di atas telah jelas bagaimana Muhammad bin Abdul
Wahhab telah melakukan beberapa hal, diantaranya :

a. Mengaku hanya dirinya (monopoli) selama ini yang paham konsep


Tauhid dari kalimat Laailaaha Illallah dan telah mengenal Islam dengan
sempurna.
b. Menafikan pemahaman ulama dari golongan manapun berkaitan dengan
konsep Tauhid dan pengenalan terhadap Islam, termasuk guru-gurunya
sendiri dari mazhab Hambali. Apalagi dari mazhab lain.
c. Menuduh para ulama lain yang -versinya- tidak memahami konsep
Tauhid dan Islam telah melakukan penyebaran ajaran batil, ajaran yang
tidak berlandaskan ilmu dan kebenaran.
d. Hanya dirinya yang mendapat anugerah khusus Ilahi itu. Dan dirinya
pulalah yang berhak mendapat pujian, baik di dunia maupun di akherat.
Karena tentu kebatilan -versinya- mustahil akan menjanjikan keselamatan
dan kebahagiaan sejati di akherat.

Dari ungkapan Syeikh Wahhabi itu maka jangan heran jika para
pengikutnya pun hingga saat ini terus men-talqin-kan diri mereka telah
selamat dari kesesatan pemahaman ulama-ulama yang tidak memahami
konsep Tauhid -sebagai landasan utama agama Islam- dan segala hal yang
berhubungan dengan pemahaman agama Islam. Dari sinilah pengkafiran
kelompok Wahhaby dan monopoli kebenaran muncul di benak kaum
Wahaby.

Dari situ maka jangan heran jika pelecehan terhadap para ulama Islam pun
mulai gencar ia lakukan. Sebagai contoh apa yang telah disebutkannya :
“Mereka (ulama Islam) tidak bisa membedakan antara agama Muhammad
dan agama ‘Amr bin Lahyi yang dibuat untuk diikuti orang Arab. Bahkan
menurut mereka, agama ‘Amr adalah agama yang benar." (Lihat: Ad-Durar
as-Saniyah jilid 10 halaman 51)

Siapakah gerangan ‘Amr bin Lahyi itu ? Dalam kitab sejarah karya Ibnu
Hisyam disebutkan bahwa ; “ia adalah pribadi yang pertama kali pembawa
ajaran penyembah berhala ke Makkah dan sekitarnya. Dulu ia pernah
bepergian ke Syam. Di sana ia melihat masyarakat Syam menyembah
berhala. Melihat hal itu ia bertanya dan lantas dijawab: “berhala-berhala
inilah yang kami sembah. Setiap kali kami menginginkan hujan dan
pertolongan maka merekalah yang menganugerahkannya kepada kami, dan
memberi kami perlindungan”. Lantas Amr bin Lahy berkata kepada
mereka: “Apakah kalian tidak berkenan memberikan patung-patung itu
kepada kami sehingga kami bawa ke tanah Arab untuk kami sembah?”.
Kemudian ia mengambil patung terbesar yang bernama Hubal untuk
dibawa ke kota Makkah yang kemudian diletakkan di atas Ka’bah. Lantas
ia menyeru masyarakat sekitar untuk menyembahnya“ (Lihat: as-Sirah an-
Nabawiyah karya Ibnu Hisyam jilid 1 halaman 79)

Jadi, Muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan :

a. Menyamakan para ulama Islam dengan ‘Amr bin Lahy pembawa ajaran
syirik.
b. Menuduh para ulama mengajarkan ajaran syirik.
c. Menuduh para pengikut ulama Islam sebagai penyembah berhala yang
dibawa oleh ulama-ulama Islam itu.

Dari sini jelas sekali bahwa tuduhan Muhammad bin Abdul Wahhab
terhadap para ulama dan kaum muslimin sangatlah nampak sekali
sebagaimana matahari di siang bolong. Ia telah menvonis bahwa, siapapun
yang memahami ajaran Tauhid ataupun pemahaman Islam yang berbeda
dengan apa yang di otaknya maka ia masih tergolong sesat karena tidak
mendapat anugerah khusus Ilahi. Ajaran itu dipastikan sama dengan ajaran
syirik nan sesat sebagaimana ajaran ‘Amr bin Lahy, pembawa berhala ke
kota Makkah. Itu karena, para ulama Islam meyakini legalitas ajaran seperti
Tabarruk, Tawassul…dsb. [Disalin dari]

http://seruan-global.com/kajian-umum/muhammad-bin-abdul-wahhab-
pendiri-sekte-wahabi-menganggap-para-ulama-musyrik.html

Muhammad bin Abdul Wahhab (Pendiri Sekte Wahabi) dan


Pengkafiran beberapa Tokoh Ulama

Pada kesempatan kali ini, kita akan melihat teks-teks lain berkaitan dengan
pengkafirannya terhadap para ulama dengan tidak segan-segan lagi
menggunakan kata-kata ‘kafir' dalam penvonisan.

Muhammad bin Abdul Wahhab Mengkafirkan Beberapa Tokoh Ulama

Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin


Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlusunah yang tidak
sejalan dengan pemikiran sektenya :

a. Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin


Sahim yang seorang tokoh mazhab Hambali di zamannya. Ia menuliskan :
“Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah
dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan !…
engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat
permusuhan terhadap agama ini !…engkau adalah seorang penentang yang
sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap
Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian !" (Lihat: Ad-Durar
as-Saniyah jilid 10 halaman 31)

b. Dalam surat yang dilayangan kepada Ahmad bin Abdul Karim yang
getol mengkritisinya, ia menuliskan: "Engkau telah menyesatkan Ibnu
Ghonam dan beberapa orang lainnya. Engkau telah lepas dari millah
(ajaran) Ibrahim. Mereka menjadi saksi atas dirimu bahwa engkau
tergolong pengikut kaum musyrik" (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10
halaman 64)

c. Dalam sebuah surat yang dilayangkannya untuk Ibnu Isa yang telah
melakukan argumentasi teradap pemikirannya, Muhamad bin Abdul
Wahhab lantas memvonis sesat para pakar fikih (fuqoha’) secara
keseluruhan. Ia menyatakan: “(Firman Allah); “Mereka menjadikan orang-
orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”. Rasul
dan para imam setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu
yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai perbuatan syirik. Mempelajari hal
tadi masuk kategori menuhankan hal-hal lain selain Allah. Aku tidak
melihat terdapat perbedaan pendapat para ahli tafsir dalam masalah ini.”
(Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 59)

d- Berkaitan dengan Fakrur Razi –pengarang kitab Tafsir al-Kabir- yang


bermazhab Syafi’i Asy’ary, ia mengatakan: “Sesungguhnya Razi tersebut
telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah
bintang” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 355). Betapa
kebodohan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap karya Fakhrur Razi.
Padahal dalam karya tersebut, Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa
hal yang menjelaskan tentang fungsi gugusan bintang dalam kaitannya
dengan fenomena yang berada di bumi, termasuk beraitan dengan bidang
pertanian. Namun Muhamad bin Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu
dan kebodohannya terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan
julukan yang tidak layak, tanpa didasari ilmu yang cukup.

Silahkan para pembaca yang budiman menilai sendiri ungkapan-ungkapan


pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab di atas. Lantas apakah layak ia
disebut ulama pewaris akhlak dan ilmu Nabi, apalagi pembaharu
(mujaddid) sebagaimana yang diakui oleh kaum Wahhaby ? Dari berbagai
pernyataan di atas maka jangan kita heran jika lantas Muhammad bin
Abdul Wahhab pun mengkafirkan –yang lantas diikuti oleh para
pengikutnya (Wahhaby)- para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah
secara keseluruhan (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 53),
bahkan ia mengaku-ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi
merupakan konsensus (ijma’) para ulama dengan mencatut nama para
ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni dan al-Baihaqi.

Padahal jika seseorang meneliti apa yang ditulis oleh seorang seperti adz-
Dzahabi –yang konon kata Ibnu Abdul Wahhab juga mengkafirkan para
teolog- dalam kitab “Siar A’lam an-Nubala’” dimana beliau banyak
menjelaskan dan memperkenalkan beberapa tokoh teolog, tanpa terdapat
ungkapan pengkafiran dan penyesatan. Walaupun kalaulah terdapat
beberapa teolog yang menyimpang namun tentu bukan hal yang bijak jika
hal itu digeneralisir. Dan yang perlu digarisbawahi adalah, jelas sekali, jika
kita teliti dari konteks yang terdapat dalam ungkapan Muhammad bin
Abdul Wahhab, yang ia maksud bukanlah para teolog non-Musim atau
yang menyimpang saja, tetapi semua para Meolog muslim seperti Abul
Hasan al-Asy’ari –pendiri mazhab ‘Asy’ariyah- dan selainnya sekalipun.

Jangankan terhadap orang yang berlainan mazhab –konon Muhammad bin


Abdul Wahhab yang mengaku sebagai penghidup ajaran dan metode
(manhaj) Imam Ahmad bin Hambal sesuai dengan pemahaman Imam Ibnu
Taimiyah- dengan sesama mazhabpun turut disesatkan. Kita akan melihat
contoh dari penyesatan pribadi-pribadi tersebut:

“Adapun Ibnu Abdul Lathif, Ibnu ‘Afaliq dan Ibnu Mutlaq adalah orang-
orang yang pencela ajaran Tauhid…namun Ibnu Fairuz dari semuanya
lebih dekat dengan Islam" (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman
78). Apa makna lebih dekat ? Berarti mereka bukan Islam (baca: kafir) dan
di luar Islam namun mendekati ajaran Islam. Padahal Muhammad bin
Abdul Wahhab juga mengakui bahwa Ibnu Fairuz adalah pengikut dari
mazhab Hambali, penjunjung ajaran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim al-
Jauziyah. Bahkan di tempat lain, Muhammad Abul Wahhab berkaitan
dengan Ibnu Fairuz mengatakan: “Dia telah kafir dengan kekafiran yang
besar dan telah keluar dari millah (agama Islam)” (Lihat: Ad-Durar as-
Saniyah jilid 10 halaman 63)

Bagaimana ia tega mengkafirkan orang yang se-manhaj dengannya ? Jika


rasa persaudaraan terhadap orang yang se-manhaj saja telah sirna, lantas
bagaimana mungkin ia memiliki jiwa persaudaraan dengan pengikut
manhaj lain yang di luar manhajnya? Niscaya pengkafirannya akan
menjadi-jadi dan lebih menggila.

Kita akan kembali melihat apa yang diungkapkannya kepada pengikut


ajaran lain. Jika para ulama pakar fikih (faqoha’) dan ahli teologi
(mutakklim) telah disesatkan atas dasar kebodohannya dan kebohongannya
dengan mencatut tanpa bukti nama para ulama lainnya –seperti pada kasus
di atas- maka jangan heran pula jika pakar ilmu mistik modern (baca:
tasawwuf falsafi) seperti Ibnu Arabi pun dikafirkan sekafir-kafirnya.
Bahkan dinyatakan bahwa kekafiran Ibnu Arabi yang bermazhab Maliki itu
dinyatakan lebih kafir dari Fir’aun. Bahkan bukan hanya sebatas
pengkafiran dirinya terhadap pribadi Ibnu Arabi saja, tetapi Ibnu Abdul
Wahhab telah memerintahkan (baca: mewajibkan) orang lain untuk
mengkafirkannya juga. Dia menyatakan: “Barangsiapa yang tidak
mengkafirkannya (Ibnu Arabi) maka iapun tergolong orang yang kafir
pula”. Dan bukan hanya orang yang tidak mau mengkafirkan yang divonis
Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai orang kafir, bahkan yang ragu
dalam kekafiran Ibnu Arabi pun divonisnya sebagai orang kafir. Ia
mengatakan: “Barangsiapa yang meragukan kekafirannya (Ibnu Arabi)
maka ia tergolong kafir juga”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10
halaman 25)

Kini, kita akan melihat satu contoh saja, berkaitan dengan pengkafiran
Syiah, mazhab Islam di luar Ahlusunnah. Muhammad bin Abdul Wahhab
an-Najdi pernah menyatakan: “Barangsiapa yang meragukan kekafiran
mereka maka iapun tergolong orang kafir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah
jilid 10 halaman 369). Muhammad bin Abdul Wahhab ‘mengaku’ bahwa
ungkapan ini berasal dari al-Muqoddasi yang diterima oleh pemikirannya.
Padahal Ibnu Taimiyah yang juga tidak suka terhadap Syiah –dilihat dari
berbagai buku karyanya- tidak pernah sampai mengeluarkan Syiah dari
Islam (pengkafiran), paling maksimal ia telah menvonis Syiah sebagai ahli
Bid’ah saja. Atas dasar pengkafiran itulah maka jangan heran jika para
pengikut Wahhaby hingga hari ini sangat menentang segala usaha untuk
persatuan antara mazhab-mazhab Islam, terkhusus persatuan Sunni-Syiah.
Bahkan mencela ulama-ulama Ahlusunnah –apalagi ulama Syiah- yang
melakukan usaha tersebut.

Jadi jelaslah dari sini, jangankan Syiah –yang di luar Ahlusunnah- ataupun
Tasawwuf, para ulama pakar teologi dan fikih dari Ahlusunnah pun ia
kafirkan. Dan jangankan para ulama Ahlusunnah dari empat mazhab –
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali- yang ada, terhadap sesama penghidup
ajaran Ibnu Taimiyah pun divonisnya sebagai kafir. Lantas, para pembaca
yang budiman, silahkan anda nilai, mungkinkan ajaran sekte pengkafiran
semacam ini akan bisa tersebar dengan ‘baik’ sehingga dapat menelorkan
ketentraman, apalagi di bumi Indonesia yang menjunjung tinggi tenggang
rasa dan jiwa gotong royong ? Hanya di tanah Arab badui saja, ajaran ini
bisa hidup, karena kekakuan ajaranya. Mungkinkan sekte pengkafiran ini
mampu mewakili sebagai ajaran suci Rasul yang dinyatakan sebagai
“Rahmatan lil Alaminin” ? [Disalin dari]
http://seruan-global.com/kajian-umum/muhammad-bin-abdul-wahhab-
pendiri-sekte-wahabi-dan-pengkafiran-beberapa-tokoh-ulama.html

Muhammad bin Abdul Wahhab dan Pengkafiran Kaum Muslimin

Pada kesempatan kali ini kita akan memberikan contoh dari pengkafiran
terhadap kaum muslimin yang tidak mengikuti ajaran sekte Syeikh yang
berasal dari Najd itu:

1. Pengkafiran Penduduk Makkah

Dalam hal ini Muhamad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya


agama yang dianut penduduk Makkah (di zamannya .red) sebagaimana
halnya agama yang karenanya Rasulullah diutus untuk memberi
peringatan” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 86, dan atau
pada jilid 9 halaman 291)

2. Pengkafiran Penduduk Ihsa’


Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan:
“Sesungguhnya penduduk Ihsa’ di zaman (nya) adalah para penyembah
berhala (baca: Musyrik)” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman
113)

3. Pengkafiran Penduduk ‘Anzah.

Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan:


“Mereka telah tidak meyakini hari akhir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid
10 halaman 113)

4. Pengkafiran Penduduk Dhufair.

Penduduk Dhufair merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh
penduduk wilayah ‘Anzah, dituduh sebagai “pengingkar hari akhir
(kiamat)”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)

5. Pengkafiran Penduduk Uyainah dan Dar’iyah.

Hal ini sebagaimana yang pernah kita singung pada kajian-kajian terdahulu
bahwa, para ulama wilayah tersebut terkhusus Ibnu Sahim al-Hambali
beserta para pengikutnya telah dicela, dicaci dan dikafirkan. Dikarenakan
penduduk dua wilayah itu (Uyainah dan Dar’iyah) bukan hanya tidak mau
menerima doktrin ajaran sekte Muhammad bin Abdul Wahhab, bahkan ada
usaha mengkritisinya dengan keras. Atas dasar ini maka Muhammad bin
Abdul Wahhab tidak segan-segan mengkafirkan semua pensusuknya, baik
ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 8
halaman 57)

6. Pengkafiran Penduduk Wasym.

Berkaitan dengan ini, Muhamad bin Abdul Wahhab telah menvonis kafir
terhadap semua penduduk Wasym, baik kalangan ulama’nya hingga kaum
awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)

7. Pengkafiran Penduduk Sudair.

Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan hal
yang sama sebagaimana yang dialami oleh penduduk wilayah Wasym.
(Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)

Dari contoh-contoh di atas telah jelas dan tidak mungkin dapat dipungkiri
oleh siapapun (baik yang pro maupun yang kontra terhadapa sekte
Wahabisme) bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengkafirkan
kaum muslimin yang tidak sepaham dengan keyakinan-keyakinanya yang
merupakan hasil inovasi (baca: Bid’ah) otaknya. Baik bid’ah tadi berkaitan
dengan konsep tauhid sehingga muncul vonis pensyirikan Muhammad bin
Abdul Wahhab terhadap kaum muslimin yang tidak sejalan, maupun
keyakinan lain (seperti masalah tentang pengutusan Nabi, hari akhir /
kiamat dsb) yang menyebabkan munculnya vonis kafir. (Lihat: Ad-Durar
as-Saniyah jilid 10 halaman 43).

Sebagai penutup kajian kita kali ini, marilah kita perhatikan ungkapan
Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri sekte Wahabisme berkaitan dengan
kaum muslimin di zamannya secara umum. Muhammad bin Abdul Wahhab
menyatakan: “Banyak dari penghuni zaman sekarang ini yang tidak
mengenal Tuhan Yang seharusnya disembah melainkan Hubal, Yaghus,
Ya’uq, Nasr, al-Laata, al-Uzza dan Manaat. Jika mereka memiliki
pemahaman yang benar niscaya akan mengetahui bahwa kedudukan benda-
benda yang mereka sembah sekarang ini seperti manusia, pohon, batu dan
sebagainya seperti matahari, rembulan, Idris, Abu Hadidah ibarat
menyembah berhala ” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 117).

Pada kesempatan lain ia mengatakan: “Derajat kesyirikan kaum kafir


Quraisy tidak jauh berbeda dengan mayoritas masyarakat sekarang ini”
(Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 120).

Dan pada kesempatan lain dia juga mengatakan: “Sewaktu masalah ini
(tauhid dan syrik .red) telah engkau ketahui niscaya engkau akan
mengetahui bahwa mayoritas masyarakat lebih dahsyat kekafiran dan
kesyirikannya dari kaum musyrik yang telah diperangi oleh Nabi” (Lihat:
Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 160).

Namun, setelah kita menelaah dengan teliti konsep tauhid versi pendiri
sekte tersebut (Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Tauhid-nya)
ternyata banyak sekali kerancuan dan ketidak-jelasan dalam pendefinisan
dan pembagian, apalagi dalam penjabarannya. Bagaimana mungkin konsep
tauhid rancu semacam itu akan dapat menjadi tolok ukur keislaman bahkan
keimanan seseorang, bahkan dijadikan tolok ukur pengkafiran ?.

Ya, konsep tauhid rancu tersebut ternyata dijadikan tolok ukur oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab -yang mengaku paling paham konsep
tauhid pasca Nabi- sebagai neraca kebenaran, keislaman dan keimanan
seseorang sehingga dapat menvonis kafir bahkan musyrik setiap ulama
(apalagi orang awam) yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Sebagai
dalil dari ungkapan tadi, Muhammad bin Abdul Wahhab pernah
menyatakan: “Kami tidak mengkafirkan seorangpun melainkan dakwah
kebenaran yang sudah kami lakukan telah sampai kepadanya. Dan ia telah
menangkap dalil kami sehingga argumen telah sampai kepadanya. Namun
jika ia tetap sombong dan menentangnya dan bersikeras tetap meyakini
akidahnya sebagaimana sekarang ini kebanyakan dari mereka telah kita
perangi, dimana mereka telah bersikeras dalam kesyirikan dan mencegah
dari perbuatan wajib, menampakkan (mendemonstrasikan) perbuatan dosa
besar dan hal-hal haram…” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman
234) Di sini jelas sekali bahwa, Muhammad bin Abdul Wahhab telah
menjatuhkan vonis kafir dan syirik di atas kepala kaum muslimin dengan
neraca kerancuan konsep Tauhid-Syirik versinya maka ia telah
‘memerangi’ mereka. Bid’ah dan kebiasaan buruk Muhammad bin Abdul
Wahhab an-Najdi semacam ini yang hingga saat ini ditaklidi dan
dilestarikan oleh pengikut Wahabisme, tidak terkecuali di Tanah Air.

Lantas apakah kekafiran dan kesyirikan yang dimaksud oleh Muhammad


bin Abdul Wahhab dalam ungkapan tersebut ? Dengan singkat kita
nyatakan bahwa yang ia maksud dari kwesyirikan dan kekafiran tadi
adalah; “pengingkaran terhadap dakwah Wahabisme”. Dan dengan kata
yang lebih terperinci; “Meyakini terhadap hal-hal yang dinyatakan syirik
dan kafir oleh Wahabisme seperti Tabarruk, Tawassul, Ziarah Kubur…
dsb”. Padahal, hingga sekarang ini, para pemuka Wahaby –baik di
Indonesia maupun di negara asalnya sendiri- masih belum mampu
menjawab banyak kritikan terhadap ajaran Wahabisme berkaitan dengan
hal-hal tadi.

NB: Untuk kajian dari kitab Ad-Durar as-Saniyah sebagai bukti


pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab kita cukupkan sekian. Pada
kesempatan lain kita akan mengkaji dari kitab lainnya. [Sumber]
http://seruan-global.com/kajian-umum/muhammad-bin-abdul-wahhab-
dan-pengkafiran-kaum-muslimin.html

Lainnya :

- http://seruan-global.com/kajian-umum/ibnu-abdil-wahhab-selain-
wahhabiyah-kafirmusyrik-penduduk-mekkah-dan-madinah-adalah-
kafir-.html

- http://seruan-global.com/kajian-umum/ibnu-abdil-wahhab-selain-
wahhabiyah-kafirmusyrik-kaum-muslimin-di-kota-najd-dan-hijaz-
dikatakan-mengingkari-hari-kebangkitan-keluar-dari-agama-islam-.html

- http://seruan-global.com/kajian-umum/ibnu-abdil-wahhab-selain-
wahahabiyah-kafirmusyrik-.html

- http://seruan-global.com/kajian-umum/para-ulama-mazhab-hanbali-dan-
selainnya-di-masa-syeikh-ibnu-abdul-wahab-adalah-musyrikunkafir.html

- http://seruan-global.com/kajian-umum/imam-besar-wahabi-ben-baz-
mengkafirkan-yang-tidak-meyakini-matahari-berjalan.html]

- http://seruan-global.com/kajian-umum/muhammad-bin-abdul-wahhab-
pendiri-sekte-wahabi-dan-pengkafiran-beberapa-tokoh-ulama.html

- http://seruan-global.com/kajian-umum/beberapa-bukti-pengkafiran-
cacian-dan-hinaan-dari-muhammad-bin-abdul-wahhab-pendiri-sekte-
wahabisme.html

- http://seruan-global.com/kajian-umum/muhammad-bin-abdul-wahhab-
pendiri-sekte-wahabi-menganggap-para-ulama-musyrik.html

- dll segera !!!

Anda mungkin juga menyukai