Bantahan Kepada
“Salafy” Ekstrem
Bagian VII
Tim Pembela Kehormatan Ulama
2/04/2010
Makalah ini ditulis dan judul sengaja di-edit sesuai kebutuhan sebagai bantahan terhadap
para ghulat “salafy” ekstrem. Sumber makalah ini dapat merujuk ke situs
www.alinshof.com. Dialihkan ke Word oleh Tim Pembela Kehormatan Ulama Ahlu
Sunnah wal Jama’ah (tpku@hushmail.com)
JUDUL ASLI : SILSILAH PEMBELAAN PARA ULAMA DAN DU'AT
(BAGIAN VII)
Segala puji bagi Allah Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
atas qudwah kita, Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam, keluarga,
para shahabat dan segenap pengikutnya hingga hari kiamat kelak.
Ikhwah fillah, Ini adalah Silsilah terakhir dari pembelaan kami terhadap para
ulama dan du'at jilid I. InsyaAllah akan terbit Silsilah Pembelaan Para Ulama dan Du'at
jilid II, untuk membantah "Jawaban Ilmiah" Sofyan Kholid, dkk. Dan edisi kali ini akan
menampilkan kajian sekaligus jawaban atas tudingan Sofyan Khalid, dkk, bahwa
kelompok selain mereka termasuk Wahdah Islamiyah adalah Hizbiyah.
Kalimat hizbiyah berasal dari kata al-hizb yang berarti jama'atun naas [kumpulan
manusia], yang bentuk jamaknya adalah al-ahzaab, yakni setiap kaum yang menyatu
hati dan pekerjaan mereka maka disebut ahzaab kendati sebagian mereka tidak
bertemu dengan sebagian lainnya. Dan perkara hizbiyyah ini terbagi menjadi dua
bagian:
Pertama: Hizbiyah yang berada di atas apa yang diperintahkan Allah Ta'ala dan
Rasul-Nya, maka ia tergolong hizbiyyah terpuji. Allah Ta'ala menegaskan akan hal ini
dalam firman-Nya: "Dan barangsiapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-
orang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya hizb (pengikut agama) Allah
itulah yang pasti menang". (Qs: al-Maidah : 65).
Kedua: Hizbiyyah yang berada di atas penyelisihan perintah Allah dan Rasul-
Nya, maka ini tergolong hizbiyyah tercela. Seperti firman Allah Ta'ala: "Setan telah
menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah
golongan (hizb) setan. Katahuilah bahwa golongan setan itu-lah golongan yang merugi".
(Qs: al-Mujaadilah : 19).
Dalam hal ini, yakni kedua macam hizbiyyah di atas, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata: "Adapun "pemimpin hizb", maka sesungguhnya ia
adalah pemimpin thaifah (kelompok kecil) yang kemudian menjadi sebuah hizb
(kelompok besar). Jika mereka berkumpul di atas apa yang diperintahkan Allah dan
Rasul-Nya tanpa menambah dan mengurangi, maka mereka adalah orang-orang
beriman, bagi mereka apa yang ada pada kaum mukminin dan atas mereka (masalah
mereka) juga atas (masalah) kaum mukminin. Adapun jika mereka telah menambahkan
sesuatu padanya dan menguranginya, seperti sikap ta'asshub kepada orang yang
masuk ke dalam kelompok mereka dengan kebenaran dan kebatilan serta berpaling dari
orang-orang yang tidak termasuk golongan mereka kendati ia berada di atas kebenaran
atau kebatilan, maka ini termasuk perpecahan yang dicela oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sebab Allah dan Rasul-Nya memerintahkan untuk berjama'ah dan bersatu serta
mencegah berpecah belah dan berselisih serta memerintahkan pula membangun
ta'awun di atas kebaikan dan ketakwaan disamping melarang saling berta'awun di atas
dosa dan permusuhan".
Adapun maksud hizbiyah dalam artikel ini, adalah hizbiyyah jenis kedua yang
tercela. Sebab demikian-lah adanya, jika ia dimutlak-kan maka makna yang langsung
terbetik dalam diri adalah ta'asshub dan fanatik golongan, kelompok atau jama'ah yang
menaunginya. Dan ia merupakan penyakit sangat berbahaya dalam gerakan dakwah
Islam, khususnya dakwah Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Sebab, sikap hizbiyyah dapat
dipastikan akan menyebabkan perpecahan dan pertikaian dalam tubuh umat
Islam, memutuskan buhul-buhul ukhuwah yang susah payah dibangun atas
pondasi tauhid. Hingga sampai pada taraf menghalalkan harga diri, kehormatan
dan darah kaum muslimin, wal'iyadzubillah.
Perlu diketahui pula, sejak mula semburat cahaya hidayah, perkara hizbiyyah
telah mendapat perhatian serius dalam dakwah Islam. Dimana sebelum datangnya
Islam hizbiyyah di bangun atas undang-undang dan ashabiyyah (fanatisme) kabilah
serta hubungan darah. Pada masa itu, setiap kabilah merupakan representasi dari hizb
(kelompok) tertentu, sedangkan induk daripada hizb tersebut adalah bangsa Qurays.
Kemudian Islam datang dan menggalang persatuan serta persaudaraan diatas landasan
imam. Disamping menegakkan Daulah Islamiyah di bawah naungan panji Islam, yang
atasnya diterapkan al-wala wa al-bara' berdasar kekuasaan syar'iyyah yang satu. Setiap
kali nampak fenomena ta'asshub kabilah, suku dan lain sebagainya, segera ditumpas
oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam hingga beliau meninggalkan dunia fana ini.
Karenanya, tidak ada (baca: tidak halal) hizbiyyah -dalam arti tercela-, ta'asshub,
fanatisme golongan dan selainnya dalam Islam.
Setelah itu, bersamaan dengan perguliran zaman lahir pula firqah-firqah dalam
tubuh umat yang menyimpang dari jalan as-sunnah. Menyeru pada kebatilah berupa
sikap fanatik (ta'asshub) terhadap kelompok serta perlakuan buruk lainnya yang
disasarkan pada kaum muslimin yang tidak sejalan dengan fikrah mereka. Dan induk
dari kelompok-kelompok tersebut yang berandil besar memecah belah barisan kaum
muslimin adalah Qadariyah, Syi'ah, dan Khawarij. Kemudian disusul oleh Mu'tazilah,
Asya'irah, Maturidiyah, Shufiyyah dan selainnya. Demikian pula nampak dalam tubuh
umat ini ta'asshub mazhabiyyah, dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah dan
Hanabilah, termasuk diantaranya jama'ah-jama'ah al-mu'ashirah (zaman sekarang) yang
membangun manhaj mereka di atas sikap ta'asshub hizbiyyah serta fanatik terhadap
kelompok dan masyaikh (guru-guru)-nya. Setiap dari mereka meng-klaim, bahwa
kebenaran berada dalam selendangnya. Dan seterusnya, hingga sampai pada fitnah
sikap saling mengkafirkan satu sama lainnya, memutuskan jalinan silaturahim,
mengharamkan pernikahan terhadap mereka yang lain mazhab atau golongan, bahkan
sampai menyulut api peperangan seperti yang terjadi di Ashbahan dan selainnya. Dan
para ulama Ahlu Sunnah walillahilhamdu, berlepas diri dari sikap fanatisme mazhab
semisal ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Demikian pula memecah belah umat
dan menguji mereka (imtihanun naas) pada apa yang tidak diperintahkan oleh Allah
Ta'ala dan Rasul-Nya, seperti jika dikatakan pada seseorang: Engkau Syakiliy atau
Qarfandiy; sungguh semua ini adalah nama-nama batil yang tidak pernah Allah Ta'ala
turunkan. Tidak ada dalam kitab Allah, tidak pula pada sunnah Rasul-Nya shallallahu
alaihi wasallam, dan juga tidak pada atsar yang ma'ruf dari Salaful Ummah, yakni
Syakiliy dan tidak pula Qarfandiy. Dan wajib atas setiap muslim, jika ditanya tentang
demikian untuk menjawab: Aku bukan Syakily dan bukan pula Qarfandiy, namun aku
adalah seorang muslim yang mengikuti kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Telah kami
riwayatkan dari Mu'awiyah bin Abi Sofyan –radhiallahu anhu-, bahwa ia pernah bertanya
pada Abdullah bin Abbas –radhiallahu anhuma-: "Engkau berada di atas millah
(kelompok) Ali atau millah Utsman? Maka Ibnu Abbas menjawab: "Aku bukan berada
pada millah Ali dan bukan pula millah Utsman, namun aku berada di atas millah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam".
Adapun ciri dominan dari sikap hizbiyyah, sebagaimana disinggung para ulama
adalah sebagai berikut:
1. Mencegat pengikutnya duduk dan bergaul dengan orang lain yang bukan
kelompok mereka atau bukan pemberi bantuan kepada mereka. Maksud dan
tujuan dari hal ini adalah untuk alasan protek kader dan anggotanya dari
mendengarkan hal-hal yang menyelisihi manhaj (thariqah), atau yang akan
membantah bid'ah mereka. Dan ini termasuk ciri yang paling berbahaya dari
sikap hizbiyyah.
2. Memandang rendah urgensi menuntut ilmu syar'i, dan tenggelam dalam hal-
hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat mereka. Dan
hal ini kebanyakan menyeret para pengusung hizbiyyah ke dalam perbuatan
bid'ah tercela. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah meriwayatkan dari Abu
Abdillah bin Khafif, ia berkata: "Sibukkanlah diri kalian dengan mengkaji ilmu,
dan jangan terpedaya pada ucapan-ucapan kaum sufi… Sungguh aku
berangkat secara sembunyi-sembunyi menuju majelis ahli ilmu, dan tatkala
mereka (para sufi) mengetahui hal tersebut mereka pun mendebat-ku
dengan berkata: "(dengan ilmu itu) engkau tidak akan selamat".
3. Bersikap ekslusif, tertutup dan susah bergaul dengan kaum muslimin secara
umum, dan hanya bergaul dengan orang-orang yang bersama mereka dalam
satu kelompok, jama'ah, majelis dan sebagainya. Padahal Islam sebagai
rahmat bagi segenap umat manusia. Adapun sikap ekslusif akan mencegah
pelakunya dari menyampaikan kebenaran kepada kaum muslimin. Umar bin
Abdul Aziz rahimahullah berkata: "Jika engkau menyaksikan suatu kaum
menyembunyikan sesuatu dari agamanya, dan tidak untuk umum maka
ketahuilah, mereka berada di atas pondasi kesesatan".
5. Merasa diri paling suci, bersih, dan paling benar. Hingga tidak segan-segan
mencerca dan merendahkan orang lain, bahkan menimbang kebenaran
seseorang atau kelompok lain dengan diri mereka. Jika sesuai maka ia
berada di atas kebenaran dan jika tidak dapat dipastikan ia adalah ahli bid'ah
yang sesat, dan pantas diaplikasikan atasnya muamalah terhadap ahli bid'ah.
Karenanya, kelompok yang memiliki ciri semacam ini begitu mudah bertikai
dan berpecah, hanya lantaran masalah sepele yang tidak ada kaitannya
dengan manhaj, bukan hanya terhadap mereka yang berada di luar
kelompoknya, bahkan yang paling ramai adalah perpecahan yang terjadi
antara mereka sendiri. Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: "Tidak boleh
seorang pun menguji manusia dengannya (mazhab, kelompok, dan
selainnya. pent), dan tidak boleh pula memberi wala lantaran nama-nama ini,
serta menanamkan permusuhan karenanya. Sebab makhluk yang paling
mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara mereka, dari
golongan mana pun ia berasal".
Dari paparan muqaddimah ini, maka dapat kami simpulkan bahwa hizbiyyah
dalam arti ta'asshub dan fanatisme golongan merupakan perkara terlarang (baca:
haram) dalam agama, disamping sebagai sebab utama memecahbelah umat Islam dan
melemahkan perjuangan umat Islam dalam menghadapi makar musuh-musuh yang
setiap saat mengintai kelemahan umat ini.
Masih dalam tudingannya terhadap lembaga dakwah Wahdah Islamiyah, al-akh Sofyan
Klahlid berkata:
Keempat : al-Hizbiyyah
Jawaban:
Padahal jika hanya sekedar nama, intishab, atau duduk dalam satu majelis
tertentu, belumlah merupakan jaminan seorang itu selamat dari belitan hizbiyyah.
Bahkan boleh jadi sebaliknya, lantaran nama dan intishab itu seorang justru rentan
ternodai kotoran hizbiyyah. Coba renungi sejenak atsar di atas. Jelas sekali
mengisahkan, bahwa para sahabat mulia, yang hidup bersama Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam sempat tergelincir dalam ranah hizbiyyah. Padahal, yang mereka
teriakkan adalah tasmiyah syar'iyah (nama-nama syar'i) yang diabadikan al-Qur'an, yaitu
Muhajirin dan Anshar. Akan Tetapi, tokh nisbah mereka terhadap tasmiyah itu tidak
menjamin mereka selamat dari jeratan tahazzub, kendati tanpa disengaja. Atsar ini pula-
lah yang semestinya mengajarkan kita, bahwa nisbah kepada tasmiyah syar'iyah saja
tidak menjamin seseorang terjerumus ke dalam lingkaran tahazzub, apalagi tasmiyah
(baru) yang datang kemudian dan tidak dikenal pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam. Hal ini agar kita tidak merasa aman lantaran nisbah tersebut. Bahkan seakan
kita berteriak bangga sambil menepuk dada, bahwa apapun yang dilakukan (selama
masih memakai nisbat tersebut) tidak akan menjerumuskannya ke dalam lingkaran
hizbiyah.
Tidak diragukan lagi bahwa tugas wajib seluruh kaum muslimin adalah menganut
madzhab generasi salaf, bukan bergabung kepada hizb tertentu yang disebut salafiyyun.
Umat Islam menganut madzhab Salafus Shalih, bukan menganut kelompok yang
disebut Salafiyyun. Kenapa? Karena disana ada jalan salaf, dan disana ada hizb yang
disebut As-Salafiyyun, yang harus dianut adalah mengikuti jalan generasi salaf".
– ً في عصزنا الحاضز يأخذ الدًر في ىذه الفتنت دًرتو في مسالخ من المنتسبين إلى السنت متلفّعين بمزط ينسبنو إلى السلفيت
. ً اشتغلٌا بضاللت التصنيف, المبنيت على الحجج الٌاىيت,ظلما ليا – فنصبٌا أنفسيم لزمي الدعاة بالتيم الفاجزة
"Di zaman sekarang, yang mengambil peran besar dalam penyebaran fitnah ini
(fitnatut tashnif) adalah sebagian orang yang menisbatkan diri kepada sunnah dan
nenutupi dirinya dengan jubah salafiyah –sebagai bentuk kedhaliman terhadap manhaj
tersebut– lalu mereka mencela para du'at dengan tuduhan-tuduhan keji, berdasarkan
hujjah yang lemah, dan menyibukkan diri dengan kesesatan tashnif (menggolong-
golongkan manusia).
Inilah firasat dua ulama besar Ahlus Sunah wal Jama'ah abad ini, yang
menyatakan bahwa salafiyah telah bermetamorfosis dari sebuah manhaj dan
pemahaman menjadi sebuah kelompok atau hizb, yang tentunya rentan terjerembab
dalam kubangan ta'ashub dan tahazzub. Bahkan hal ini lebih ditegaskan oleh realita
yang nampak. Yakni mudahnya kelompok "salafi" berpecah belah dan saling memakan
antara satu dengan yang lain sebagaimana telah kami singgung dalam artikel kami
"Fenomena "salafi" dan Manhaj Mengkritik Terhadap Orang Lain". Bahkan prilaku
hizbiyyah yang amat mengerikan begitu nampak pada diri kelompok ini, dimana mereka
melazimkan (baca: mewajibkan) bantahan terhadap kelompok-kelompok yang dituding
menyimpang, namun pada saat yang sama kala datang kritikan-kritikan kepada mereka,
kendati dari para ulama kibar Ahlu Sunnah abad ini semisal Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh
Abdullah al-Jibrin rahimahumullah, maka ustadz-ustadz "salafy" mencegat murid-
muridnya mendengar apalagi mendekati sumber-sumber kritikan tersebut, dengan dalih
memproteksi diri dari syubhat. Subhanallah, nasehat kebenaran yang bersumber dari al-
Qur'an, as-Sunnah dan perkataan para ulama salaf dikategorikan sebagai syubhat.
Apalagi jika nasehat dan kritik itu bersumber dari mereka yang memang dituding
sebagai Ahli Bid'ah oleh kelompok "salafy", maka dapat dipastikan akan menuai
gelombang bantahan dan cercaan. Wallahul Musta'an.
Tanggapan :
1. Bukti (syahid) ini tergolong baru. Bahkan mungkin belum pernah disinggung oleh
personal kelompok "salafi" sebelumnya. Sementara tudingan hizbi (kepada WI)
telah lama sekali, yakni sejak wujud WI masih berupa sebuah Yayasan.
Barangkali ini merupakan hasil perenungan mendalam serta kajian yang
menguras energi Sofyan Khalid dalam mengais-ngais kesalahan orang lain.
Kalau dulu yang diserang adalah zat Yayasan-nya, karena yayasan menurut
kelompok "salafy" (dahulu) merupakan bid'ah tercela yang mengarah pada sikap
tahazzub. Namun lantaran mereka sendiri yang kemudian hari ramai-ramai
membentuk Yayasan, maka tudingan dipalingkan sedikit, bahwa WI menyatakan
organisasi-nya yang paling terbaik di dunia?! Dari sini nampak cerminan kondisi
manhaj yang mereka berpijak di atasnya. Tidak ada kepastian dan dapat
bergonta-ganti menurut kebijakan ulama dan ustadz panutan kelompoknya. Dan
masih banyak lagi, termasuk istilah-istilah yang (dahulu) menjadikan mereka
alergi, lantaran menurut asumsi mereka merupakan ciri khas kelompok IM hizbi
yang harus dijauhi, namun kemudian diterima, sebab para Masyaikh dan ustadz-
ustadz-nya pun menggunakannya.
2. Kami dan siapa-pun pasti merasa sangat lucu jika benar ada ungkapan "batil"
semacam ini. Kalimat hiperbola, "paling terbaik di dunia", mungkin hanya
diucapkan oleh anak kecil yang bangga atas mainan buatannya. Artinya, kalau
tokh benar apa yang dikatakan oleh Sofyan Khalid, maka kami berlepas diri dari
klaim "terbaik di dunia" ini. Akan tetapi, apakah penyataan "lucu" yang berasal
oknum majhul yang dinisbatkan pada WI, lalu dikatakan sebagai sikap resmi WI,
yang kemudian menjadi alasan pembenaran nisbat hizbiyyah padanya dan
berhak diusir dari barisan Ahlu Sunnah?! Pembaca budiman, ini jelas
menunjukkan rusaknya manhaj (metode) mereka dalam menentukan satu hukum
bagi seseorang atau jama'ah lain. Hanya karena pernyataan seseorang yang
majhul, kemudian digeneralisir kepada seluruh personal yang jumlahnya puluhan
ribu, ini merupakan satu metode dzalim yang menyimpang. Banyak sekali bukti
yang menunjukkan rusaknya manhaj mereka ini. Makanya, dalam satu
muhadharah, dengan entengnya seorang ustadz "salafy" mengeliminasi
sekaligus mentahdzir al-Ustad Yazid bin Abdul Qadir Jawwas –hafidzahullah-
hanya lantaran namanya tercantum bersama nama Dr. Hidayat Nur Wahid, MA
sebagai pentashih (pengoreksi) terjemahan al-Qur'an. Artinya, siapapun anda,
jika kepergok oleh kelompok "salafy" berhubungan dengan kelompok yang
mereka tuding sebagai ahli bid'ah, kendati hanya nama, maka anda-pun akan
kena getahnya. Padahal, kalau mau, sekali lagi kalau mau, kami pun bisa
menggunakan metode "rusak" mereka ini dalam menjatuhkan vonis hukum
terhadap kelompok "salafy", bahwa kelompok ini adalah menifestasi dari fikrah
Khawarij hizbiyyah masa kini, lantaran perbuatan beberapa oknum murid kajian
kelompok "salafy", diantaranya yang jelas menyatakan di hadapan salah seorang
ikhwah di Raha, sebagai jawaban terhadap salam yang diarahkan padanya:
"Laa, kita berbeda akidah, ana ahlul jannah wa anta ahlun naar !?", namun
alhamdulillah kami tidak sepicik itu. Dan kami tidak ingin mengotori manhaj
penilaian kami terhadap orang lain yang di bangun di atas kaidah ilmiyah,
dengan manhaj rusak seperti ini.
3. Sekali lagi, jika apa yang dikatakan oleh Sofyan Khalid benar, maka kami
tegaskan telah berlepas diri darinya. Dan bahwasanya, penyataan satu oknum
tidak bisa digeneralisir kepada keseluruhan personal jama'ah. Disamping ia
sebagai nasehat bagi kita semua, utamanya personal WI agar sedapat mungkin
menjauhi dan meninggalkan seluruh hal-hal yang mengarah pada sikap
ta'asshub hizbiyyah, dan perasaan bangga serta merasa paling baik lantaran
berafiliasi dengan sebuah jama'ah dakwah tertentu. Jadikan-lah manhaj Ahlu
Sunnah wal Jama'ah sebagai satu-satunya manhaj dalam dakwah dan tarbiyah.
Sebab jalan selain metode Ahli Sunnah adalah jurang kebinasaan. Diamana-pun
anda berada, selama kelompok itu tegak di atas manhaj yang haq, maka ia lebih
berhak untuk mendapatkan wala'. Dan Alhamdulillah, kami tidak seperti sikap
para asatidzah "salafy" yang secara sharahah mentazkiyah seluruh salafiyyun
telah mengamalkan seluruh sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dalam
artian, kesalahan dan kekeliruan amat jauh dari mereka, hingga nasehat dan
peringatan tidak perlu di arahkan pada mereka, dan hanya kepada orang-orang
yang berada di luar lingkup kelompoknya.
Tanggapan :
1. Ungkapan ini tergolong aneh, sebab lahir dari jiwa yang disesaki sifat benci dan
apriori. seakan mengisyaratkan bahwa Sofyan Kholid hidup ber-'uzlah jauh dari
keramaian. Sebab fenomena yang ia singgung di atas merupakan kenyataan
yang telah memenuhi dunia Islam, dimana tidak satu kegiatan-pun baik sosial
maupun dakwah kecuali disertakan sponsornya. Bahkan kerajaan Saudi Arabia
lebih dahulu mempopulerkan hal ini, dan tidak ada seorang ulamapun -
sepanjang pengetahuan kami- yang mengingkari fenomena ini, hingga seolah
telah menjadi ijma' sukuti di antara mereka. Sebagai contoh, Rabithotul 'Alam
al-Islami. Hampir semua kegiatan organisasi dakwah ini selalu disertakan
namanya, Tadribud Du'at Rabithoh, Dauroh Rabithoh, masjid yang di bangun
Rabithoh, bahkan ada da'i Rabithoh dan selainnya. Dan sekali lagi, sepanjang
pengetahuan kami tidak ada seorang ulamapun yang mengatakan Rabithoh
adalah organisasi hizbiyah lantaran selalu memunculkan nama dan lambang
organisasinya dalam setiap kegiatan-kegiatan sosial keagamaan. Lucunya,
dalam Daurah kelompok "salafy" yang diselenggarakan beberapa waktu lalu di
Masjid Raya Makassar jelas-jelas terpampang sponsor kegiatan tersebut yakni
KSP (Koperasi Simpan Pinjam) NV. Hadji Kalla, yang kemungkinan besar
melakukan muamalah dan transaksi perkoperasian dengan sistem ribawi. Dan
kami kira pembaca pun sudah maklum "kaidah masyhur" kelompok "salafy",
yakni "boleh bagi kami dan haram bagi kalian!?".
2. Kalau belum jelas juga bagi Sofyan dan kelompok "salafy", maka kami tegaskan
hujjah lain, bahwa sumber dana bagi organisasi Rabithah 'Alam al-Islamy, Ihya
at-Turats, Wahdah Islamiyah dan selainnya adalah dana dari umat, yang
dititipkan dan dipercayakan untuk kegiatan dakwah dan perjuangan kaum
muslimin. Olehnya, seluruh "embel-embel" nama dan kegiatan-kegiatan tersebut
yang diapload dalam situs resmi WI adalah dalam rangka dokumentasi dan
pertanggungjawaban di hadapan umat akan penggunaan dana tersebut. Agar
jelas dan gambalng, bahwa dana yang mereka titipkan telah digunakan untuk
Dakwah dan perjuangan kaum muslimin. Bukan tahazzub sebagaimana "sangka
baik" Sofyan, yang hanya melihat dari satu sisi yang sempit lalu menarik
kesimpulan, kendati tidak di atas ilmu dan bashirah, namun atas kebencian dan
sikap apriori hizbiyah.
Selain itu, hampir seluruh aktivitas dakwah kader-kader WI, dimana pun mereka
berada, senantiasa menonjolkan label WI, sehingga orang-orang awam di kalangan
mereka bisa langsung memiliki persepsi memang beda antara WI dan Salafy. WI
mengajak kepada organisasi, sedang Salafy mengajak untuk berpegang teguh
dengan Al-Kitab dan As-Sunnah ala pemahaman sahabat.
Tanggapan :
2. Ketergesaan Sofyan Khalid masuk dalam wilayah niat dan maksud seseorang. Dan
ini pula yang menjadi kebiasaan asatidzah "salafy", sebagaimana telah kami singgung
dalam artikel sebelumnya. Siapa yang membisikkan anda wahai Sofyan, bahwa WI
"sangat bangga" dengan pujian-pujian tersebut? Apakah lantaran tazkiyyah dipaparkan
dan dimuat (maaf: bukan di"iklankan", sebagaimana penghinaan Sofyan Khalid)
merupakan qarinah hingga kemudian Sofyan mengambil kesimpulan bahwa WI sangat
berbangga dengan-nya?! Kalla wahai Sofyan, tazkiyah yang dimuat dalam website WI
adalah merupakan bukti keterbukaan dan pengakuan akan keberadaan dakwah WI
sebagai gerakan Ahlu Sunnah wal Jama'ah di tanah air ini. Demikian pula, tazkiyah akan
lebih menanamkan rasa tsiqoh umat terhadap misi dakwah yang diusung oleh WI, yakni
dakwah Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Disamping sebagai penguat keyakinan umat akan
penunaian amanah yang mereka titipkan pada dakwah WI demi perjuangan dakwah
Islam yang berasas manhaj Ahlu Sunnah. Dan bukan untuk berbangga-bangga apalagi
sampai melalaikan dari penyimpangan. Walhamdulillah.
3. Anehnya, justru yang terjebak dalam hal perlombaan mengumpulkan tazkiyah dan
pujian adalah kelompok "salafy". Hingga tidak mengherankan jika dalam situs-situs
mereka, kala membela Syaikh Rabi' al-Madkhali, banyak memaparkan pujian-pujian
ulama terhadap-nya, bahwa Syaikh fulan mengatakan Syaikh Rabi' ulama jarh wa ta'dil
zaman ini, Syaikh Rabi' sebagai pengusung Ahlu Sunnah dan sebagainya. Atau
tazkiyah Ust. Khaidir yang disebarkan ke seantero kota Makassar, bahwa Ust.
Zulkarnain-lah (saudara kandung Ust. Khaidir) yang paling berhak menyarah kitab
Bulughul Maram di kota Makassar ini!?. Dan semua ini dimuat (bukan di"iklan"kan)
dalam situs-situs kelompok "salafy". Sekali lagi sangat aneh. Seakan yang boleh
memuat tazkiyah dan pujian hanya kelompoknya saja dan tidak bagi selain mereka. Jika
ternyata ada yang melakukannya, lantas dituduh berbangga dengannya dan merupakan
ciri hizbiyyah. Demikian-lah kondisinya jika sikap inshof itu telah diangkat dari dada
seseorang. Dan inilah yang banyak disedihkan oleh para ulama, termasuk Imam Malik
bin Anas rahimahullah, kala menyatakan: "Tidak ada yang paling sedikit di zaman kita
ini melebihi sikap inshof". Ini beliau ucapkan pada zamannya, maka bagaimana jika
beliau menyaksikan sendiri kenyataan pada zaman sekarang ini? Wallahul musta'an.
4. Kami tidak tahu bagaimana jadinya jika dana ummat dikelola oleh kelompok "salafy".
Barangkali laporan-laporan mereka hanya menyatakan bahwa, "dana tersebut
digunakan oleh Ahlu Sunnah, untuk kegiatan dakwah Ahlu Sunnah, menyantuni anak-
anak yatim Ahlu Sunnah, dan mendirikan mesjid-mesjid Ahlu Sunnah. Adapun
dokumentasi kami ("salafy"), maka itu merupakan hal yang tidak perlu, apalagi terjadi
khilaf di dalamnya tentang hukum foto, dan kami takut terjebak dalam kubangan
hizbiyyah lantaran menampilkan label-label yayasan yang rentan melahirkan
kebanggaan dan sikap tahazzub. Olehnya terima saja laporan ini, pokoknya disalurkan
oleh Ahlu Sunnah dan untuk Ahlu Sunnah, titik". Bukti yang masih hangat dalam
ingatan, adalah persoalan bantuan Yayasan al-Haramain untuk pembangunan Masjid
markaz kelompok "salafy". Saat dimintai laporan berupa dokumentasi foto lengkap
dengan lambang Yayasan al-Haramain sebagai kelengkapan laporan pada sang
empunya dana yang disalurkan melalui Yayasan al-Haramain, kelompok "salafy" ini
menolak bahkan uring-uringan. Seraya menyembunyikan lauhah (papan nama) al-
Haramain tersebut. Makanya, Ust. Ikhwan Abdul Jalil, Lc (sebagai mandub al-Haramain
untuk Sulawesi Selatan) mengambil inisiatif berziarah kepada mereka sekaligun
meminta lauhah tersebut dikembalikan jika memang kelompok "salafy" tidak mau dan
tidak membutuhkan. Namun apa yang terjadi, justru Khaidir malah mengusir Ust.
Muhammad Ikhwan dari masjid-nya (yang merupakan hasil bantuan yayasan al-
Haramain), lalu dijelaskan alasan pengusiran tersebut oleh Ust. Zulkarnain dalam
muhadharahnya, bahwa Ust. Muhammad Ikhwan datang untuk mencuri !?. Yas
Salaam, seperti ini-lah akhlaq Ustadz "salafy" yang katanya paling berhak menyarah
kitab Bulughul Maram di kota Makassar ini.!!.
Sampai pada urusan pernikahan, mereka berusaha bagaimana agar Ikhwan dan
Akhwat mereka hanya menikah dengan sesama mereka saja, tidak dari luar kalangan
WI, tanpa mengecek dulu apakah orang yang dari luar WI yang hendak menikah dengan
kadernya tersebut bermanhaj yang lurus atau tidak, hal ini benar-benar terjadi, hanya
karena berhubungan dengan permasalahan pribadi, maka saya tidak menyebutkan
nama-nama mereka.
Tanggapan:
1. Sekali lagi, ternyata dugaan kami benar. Seluruh tudingan-tudingan akh Sofyan
hanya dibangun di atas permasalahan pribadi, yang kemudian dikait-kaitakan
dengan manhaj WI secara keseluruhan. Boleh jadi yang melakukan hal ini hanya
bersifat pesonal, yang kemudian secara zalim digeneralisir oleh Sofyan.
3. Tapi jika Sofyan tetap ngeyel, bahwa fenomena pernikahan di atas sebagai
timbangan hizbiyah, maka silahkan antum dan kelompok "salafy" berkaca diri.
Siapa yang benar-benar masuk dalam timbangan ini, sang penuduh atau yang
tertuduh. Ala kulli hal, banyak di antara akhwat WI yang telah menikah dengan
ikhwah "salafi", ikhwah Jama'ah Tabligh (sebab akhwatnya ngotot ingin menikah
dan tidak mengindahkan berbagai pertimbangan), bahkan IM. Uniknya, sikap
kawan-kawan "salafy" sama persis dengan ikhwah JT. Tidak ada rasa terima
kasih terhadap "hadiah" akhwat dari WI. Sebab akhwat-akhwat yang datang
minta pertimbangan para asatidzah untuk menikah dengan mereka,
menyampaikan mubarrir, bahwa ikhwah-ikhwah tersebut memberi jaminan
padanya untuk tetap mengikuti tarbiyah dan kajian-kajian ilmu syar'i, namun
kenyataannya, janji-janji itu mereka khianati sendiri. Maka pertanyaan kami
wahai Sofyan, adakah antum konsisten terhadap tuduhan yang antum bidikkan
pada WI, bahwa dalam urusan pernikahan akhwat-akhwat "salafy" terbuka bagi
siapa saja tanpa ada pertimbangan agama dan akhlak ikhwah yang hendak
melamarnya?! Dan apakah antum tidak punya ghirah terhadap akhwat-akhwat
antum jika datang kepadanya seorang yang agama dan akhlaknya bermasalah,
lalu antum hanya diam saja lantaran takut terjebak dalam hizbiyyah?! Kami tidak
tahu secara pasti, namun adakah akhwat–akhwat "salafi" yang menikah dengan
ikhwah–ikhwah WI?! Kami khawatir, antum menyikapi WI seperti ahlul kitab,
halal di nikahi akhwatnya, dan halal pula di cela, dighibahi, dan difitnah
ikhwahnya !??.
Barangkali apa yang saya sebutkan ini hanyalah perbuatan sebagian orang, namun
untuk menyebutkan ini hanyalah oknum terlalu sulit, sebab penyimpangan-
penyimpangan yang mengarah kepada al-hizbiyyah tersebut begitu marak dan tersebar
di kalangan WI.
Tanggapan:
Dan kami ulangi di sini, seandainya kami mau menggunakan timbangan dan
manhaj Sofyan ini, maka akan berjubel tudingan dan tuduhan yang bakal diarahkan
pada kelompok "salafy" berupa nisbat-nisbat terhadap firqah-firqah sesat dalam umat
Islam, lantaran perbuatan sebagian oknum jahil dalam kelompok "salafy", namun al-
hamdulillah sekali lagi, kami tidak sepicik mereka dan manhaj kami jelas.
Tanggapan:
1. Syukran jazilan atas nasehat antum. Nasehat yang baik dan bermanfaat
akan kami kenang dan amalkan insyaAllah. Adapun tudingan dan fitnah
antum, maka kewajiban kami untuk menjawab serta menjelaskan
kebenarannya pada umat. Ibnu al-Wazir rahimahullah berkata: "Jika
sekiranya para ulama diam dari membela dan menjelaskan kebenaran,
lantaran takut celaan makhluk, maka mereka telah menelantarkan
banyak (kebenaran) dan takut takut terhadap kerendahan".
2. Sayangnya "nasehat" antum tidak dibangun di atas hikmah sebagaimana
anjuran Allah dan Rasul-Nya. Terkadang nasehat itu baik, namun tatkala
disampaikan melalui cara-cara kasar dan tidak beradab, dapat dipastikan
nasehat hanya sekedar hiasan bibir belaka. Dari judul "nasehat" ini pun
sudah sangat menyakitkan, apalagi menelaah isi dan tudingan-
tudingannya.
3. Benar, kadang nasehat itu terasa pahit, namun rasa pahit itu tidak
sengaja dibuat-buat oleh sang pemberi nasehat. Apa gunanya nasehat
jika dipastikan orang yang diberi nasehat bakal tidak menerimanya? Apa
gunanya firman Allah Ta'ala yang memerintahkan untuk menyeru
manusia ke jalan Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, jika
seorang dai menghalalkan bahkan menjadikan sebagai bentuk qurbah
celaan, hinaan, cercaan bahkan fitnah terhadap yang diberi nasehat?!.
4. Ini juga merupakan ciri unik kelompok "salafy" yang dapat kita jumpai
hampir di seluruh buku-buku dan situs-situs mereka. Maunya hanya
mereka saja yang menuding dan mencerca orang (itu-pun jika
tudingannya sesuai hakikat sebenarnya), lalu sang tertuding tidak diberi
hak menjawab dan klarifikasi atas tudingan tersebut. Hingga dengan
entengnya Sofyan dan "salafy" lainnya, setelah puas menuding, mereka
pun seakan berkata: "Sabar Ahki, jangan marah. Ini adalah nasehat
bagi antum, dengar-dengar saja-lah, dan ambil pelajaran darinya,
Yah, mungkin terasa pahit, seperti jamu, tapi faidahnya akan antum
rasa kemudian, dan tidak usah menjawab. Sebab nasehat ini sudah
pasti benar". Yah, seperti itulah kira-kira yang ingin disampaikan akh
Sofyan setelah puas menuding dan menuduh tak berdasar terhadap
orang lain termasuk para ulama dan du'at. Wallahul musta'an.
Demikian pula, sebagai pengingat bagi diri kami dan juga ikhwah sekalian, kami
ketengahkan perkataan para ulama, diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata: "Syara' itu adalah keadilan, dan keadilan dalah syari'at, siapa
yang meghukum dengan adil maka ia telah menghukum menurut syara', akan tetapi
banyak diantara manusia menisbatkan apa yang ia katakan kepada syara' padahal
sedikit pun bukan dari syari'at, akan tetapi yang ia katakan itu hanya berdasarkan,
apakah karena kejahilan, kesalahan, kesengajaan atau kedustaan".
. Fenomena ini begitu amat nampak dalam sebagian jama'ah-jama'ah Islam, tak
terkecuali yang menisbatkan diri pada Ahlu Sunnah. Dimana sebagian mereka
memberi peringatan keras bagi anggota atau murid-muridnya untuk tidak
mendengar atau membaca keterangan-keterangan lain, selain apa yang telah
mereka dapatkan dari guru-guru atau ustadz-ustadz mereka, dengan dalih
bahwa semua itu termasuk syubhat yang harus dijauhi. Akhirnya, pengikut-
pengikut awwam mereka tetap berada dalam kungkungan sikap fanatik terhadap
jama'ah dan gurunya, dan tidak mau tahu apa yang terjadi di luar kelompoknya,
yang boleh jadi jauh lebih mendekati kebenaran. Olehnya, kelompok ini pernah
mengeluarkan daftar nama-nama para asatidzah (sekitar 86 orang) yang hanya
dari mereka saja-lah boleh mengambil ilmu agama, yang sempat dimuat dalam
situs www.salafy.or.id. Demikian pula yang paling nampak dalam
mengaplikasikan ciri hizbiyah serupa ini adalah jama'ah sesat dan menyesatkan,
Islam Jama'ah. Dimana hingga dalam pengkajian hadits-pun (dalam istilah
mereka disebut manqul), diwajibkan hanya mengambil dari guru-guru mereka
yang "katanya" memiliki sanad dari pendiri Islam Jama'ah, Hasan Ubaidah,
hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Farid al-Maliki berkata saat berbicara dengan Syaikh Rabi' –berkaitan dengan
celaannya terhadap Syaikh bin Baz rahimahullah.:
Farid: "Maaf wahai Syaikh, saya pernah mendengar anda –Allah, para malaikat
serta seluruh manusia menjadi saksi-, saat itu kita berada di bandara; engkau berkata
padaku, bahwa "Syaikh bin Baz telah mencela Salafiyah dengan celaan yang keras;
seandainya saya wahai Syaikh, mengangkat telepon mengatakan ini dalam kerajaan
Saudi Arabiyah –dan menyebarkan-: Syaikh Rabi' mencela (menyerang) Syaikh bin Baz,
Syaikh Rabi' mencela Syaikh bin Baz, bagaimana pendapat anda?! Apakah anda
meridhai hal ini dariku?!
Syaikh Rabi' menjawab: "Saya, memangnya apa yang saya maksudkan? Apa
engkau tahu apa yang saya maksudkan ?
Farid menjawab: "Saya sangat paham maksud anda! Akan tetapi, jika saya
kembali, dan berkata: "Syaikh –Rabi'- mencela bin Baz, bagaimana pendapat anda
tentang hal ini, ya Syaikh?! Baiklah, apa pendapat engkau –wahai Syaikh- tentang hal
ini?!
Syaikh Tarhib ad-Dausary [ini nama aslinya dan sebelumnya beliau lebih populer
dengan penyebutan Abu Ibrahim bin Sulthan al-Adnani, penulis buku "al-Quthbiyyah
Hiya al-Fitnah Fa'rifuuha", yang selama ini majhul dan tidak diketahui] yang kebetulan
ada di situ berkata: "Memang benar tuduhan ini?!
Farid al-Maliki berkata: "Saya tahu maksud anda ya Syaikh! Saya tahu maksud
anda!.
Rabi' berkata: "Tapi, tolong beri tahu padaku, dimana celaan yang aku katakan
itu, apa yang saya maksudkan?
Farid berkata: "Ketika anda bertemu dengan Syaikh bin Baz, dan Syaikh mulai
memuji Salman al-Audah dan Safar al-Hawali, dan beliau membela keduanya, anda
marah mendengarnya, dan lantas mengatakan kalimat tersebut (pada saya). Saya
berkata (mungkin) Syaikh sedang marah (yakni, Syaikh Rabi', (dan ini merupakan
sangkaan baik dari Farid).
. Kalau Imam Ibnu Abdil Barr, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan selain mereka
dari kalangan ulama Ahlu Sunnah melarang imtihanun naas [menguji
manusia/kaum muslimin] dengan kelompok, jama'ah dan sebagainya, maka
kelompok "salafy" justru menganjurkan hal tersebut. Dalam sebuah tulisan salah
seorang dari kelompok "salafy" dan ini merupakan realita yang tidak dapat
dibantah, terlebih pada awal-awal era kemunculan gerakan "salafy": "Dengan
demikian, ketika fitnah perpecahan dan perselisihan datang bertubi-tubi, bid'ah
dan penyimpangan semakin menyebar, maka adalah suatu hal yang niscaya,
menguji manusia dengan kesesuaian mereka terhadap Sunnah dan
memilah-milah guru di dalam menuntut ilmu". (Lihat: Menjawab Tuduhan
Meluruskan Kesalahpahaman, bag. II, tuduhan ketiga). Jika pernyataan
semacam ini tidak dikatakan sebagai gambaran nyata sikap fanatik hizbiyah,
maka kami tidak tahu lagi. Wallahul musta'an.
. Kami masih ingat, sekitar tahun 2007 yang lalu, saat diadakan Daurah
Syar'iyyah di Pesantren al-Bina Bekasi (al-Hamdulillah kami sendiri hadir dalam
acara tersebut, utamanya pada sesi tanya jawab ba'da shalat Ashar) yang
disampaikan oleh Fadhilatus Syaikh Nasr Abdul Karim al-Aql (penulis buku
Mujmal Ushul Aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah), maka diantara pertanyaan yang
masuk (dan kami sangat yakin, bahwa pertanyaan itu berasal dari kelompok
"salafy"), berbunyi, "Apa hukum tandzim dalam dakwah?!" Serentak beliau
mengeluarkan jawaban yang membuat wajah-wajah mereka berubah pias.
Beliau menjawab: "at-Tandzim fi ad-da'wah wajibun, bal fardhu…dst"
[Tandzim dalam dakwah wajib, bahkan fardhu…..dst]".
. Silahkan lihat penyataan ini dalam artikel Ust. Abdul Qadir, yang berjudul:
"Terlarangkah Memakai Nisbah as-Salafiy atau Al-Atsariy?".
. Yang oleh Ustadz Abdul Qadir al-Atsariy, dinyatakan sebagai karya terjelek
yang pernah beliau tulis !!?
. Lihat artikel Ust. Abdul Qadir, yang berjudul: "Terlarangkah memakai nisbah
as-Salafiy atau al-Atsariy?".
. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, ibarat ini memiliki dua makna yang
masyhur. Pertama, bahwa ia (Abu Jahm) selalu melakukan safar (perjalanan
jauh). Kedua, bahwasanya ia sering memukul wanita (istrinya). (Lihat: Syarah
Shahih Muslim, an-Nawawi, X/97. Program al-Maktabah asy-Syamilah).
. HR. Muslim (no 1480).
. Bahkan belum lama ini, sekitar dua minggu lalu, yakni pada masa-masa
penyusun Silsilah ini, datang telepon dari seorang akhwat bertanya dan minta
pertimbangan tentang kedatangan seorang ikhwah "salafy" yang ingin
mengkhitbah-nya. Lantaran nampak dari ucapan akhwat tersebut keinginan yang
begitu kuat untuk segera menikah, maka setelah memberi pertimbangan dan
bertanya tentang agama dan akhlak ikhwah tersebut, kami kembalikan
keputusan padanya. Demi Allah, tidak ada kata-kata kasar, celaan, atau tahdzir
terhadap ikhwah "salafy" tersebut. Dan akhirnya, berlangsung juga pernikahan
tersebut, sementara ahkwat tersebut masih selalu berhubungan dengan keluarga
(istri) kami. Alhamdulillah.
. Nama Akhwat tersebut tidak perlu kami paparkan di sini, sebab Akhwat-nya pun
telah berpulang ke rahmatullah, setelah banyak curhat akan sikap suaminya
(yang banyak merintanginya dari thalabul ilmi) kepada istri kami. Semoga Allah
merahmati beliau, sebab meninggal kala melahirkan anak keduanya, dan sempat
mengucapkan kalimat syahadat.
. Nama akhwat dan suaminya ada pada kami, namun bukan disini tempat untuk
menyebutkan mereka satu persatu.
"Di masa ini telah tersebar banyak orang yang dikenal dengan ilmu dan dakwah
kepada kebaikan terjatuh dalam pencelaan terhadap harkat dan kehormatan banyak
saudara-saudara mereka –yaitu para da'i yang sudah dikenal-. Mereka juga mencela
kehormatan para penuntut ilmu, para du'at dan para khatib. Mereka melakukan demikian
secara sembunyi-sembunyi di majelis-majelis mereka. Dan terkadang merekam
pembicaraan tersebut dalam kaset-kaset yang disebarkan di tengah-tengah masyarakat.
Terkadang pula mereka melakukannya secara terang-terangan pada pengajian-
pengajian umum di masjid-masjid. Metode yang mereka tempuh ini menyelisihi perintah
Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…
"… metode ini memecahkan persatuan kaum muslimin dan merobek barisan
mereka. Padahal kaum muslimin sangat membutuhkan persatuan dan menjauhi
perceraiberaian dan perpecahan. Demikian pula begitu banyak isu-isu yang tersebar
diantara mereka. Terlebih lagi, para da'i yang dicela termasuk kalangan Ahlus Sunnah
wal Jama'ah yang dikenal memerangi bid'ah dan khurafat, menghadang orang-orang
yang menyeru kepada bid'ah dan khurafat, serta mengungkap dan membongkar
rencana-rencana jahat serta makar mereka. Kami memandang adanya mashlahat
dari perbuatan seperti ini, jika diarahkan bagi musuh-musuh Islam dari kalangan
orang-orang kafir, munafik, atau dari kalangan ahli bid'ah, dan kesesatan lain yang
senantiasa menunggu-nunggu kesempatan (menghancurkan Islam)".