PAHAM KHAWARIJ
Oleh:Fadilah Aqwam Mukafa (12312193030)
A. Pengertian Khawarij
Istilah Khawarij berasal dari bahasa arab, yaitu khoroja yang artinya keluar atau
memberontak. Sebutan ini pertama kali digunakan oleh umat Islam pada masa kekhalifahan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radiallahuanhu untuk menyebut sekelompok orang yang keluar
dari barisan Khalifah Ali.
Menurut Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql1, sebutan Khawarij ini juga ditujukan
kepada setiap orang yang menganut prinsip-prinsip ajaran dan menempuh jalan atau cara-cara
Khawarij.
Berdasarkan hal tersebut, maka Khawarij bisa saja muncul dalam setiap zaman dan
akan terus muncul hingga akhir zaman, sebagaimana telah diberitakan oleh Nabi Muhammad
SAW dalam salah satu hadistnya:
“Akan muncul di akhir zaman suatu kaum, mereka adalah anak anak muda, berpikiran
picik, mereka mengatakan dari sebaik-baikna ucapan manusia, tetapi keimanan
mereka tidak melewati tenggorokan mereka, mereka menyempal dari agama seperti
anak panah yang melesat dari busurnya. Maka dimana saja kalian menjumpai
mereka, bunuhlah mereka, karena membunuh mereka ada nilai pahalanya pada hari
kiamat bagi orang yang membunuh mereka (Shohih Muslim No. 1761)
Khawarij meliputi Khawarij generasi awal atau yang disebut sebagai al-Muhakkimah
al-Haruriyah dan sekte-sekte yang menyempal darinya, seperti al-Azariqah, ash-Shafariyyah,
1
Muhammad Adnan Abdullah,neo khawarij(Surabaya:Garuda Mas Sejahtera, 2016) hal 23
2
Lihat Prof. Dr.M.Yusuf,ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM(Pisangan:Kencana, 2015) hal 59
dan an-Najadat yang telah punah, serta sekte al-Abadhiyyah yang masih terkenal sampai
sekarang.
Meski istilah Khawarij diketahui baru muncul pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Radiallahuanhu (RA), namun sebenarnya bibit-bibit atau cikal bakal paham ini sudah ada
sejak jaman Nabi, lalu mereka mulai melakukan makar pada masa Khalifah Usman bin Affan
RA hingga muncul secara terang- terangan pada masa Ali bin Abi Thalib RA.
Keberadaan mereka ini dapat dilacak dari dan diketahui dari sejumlah hadist Nabi,
antara lain adalah dari Abi Said AL-Khudry RA.:
Rasulullah bersabda:”Celaka! Siapa yang akan berbuat adil jika saya tidak
berbuat adil? Niscaya aku akan celaka dan binasa jika saya tidak adil.”
Berkata Umar bin Khatab RA, “wahai Rasulullah ijinkan saya memenggal
lehernya”
Orang-orang yang berpaham Khawarij ini sudah mulai membuat makar pada masa
kekhalifahan Sayyidina Utsman bin Affan RA. Merekalah yang mengkafirkan dan menebar
fitnah kepada Khalifah Utsman. Mereka lalu memberontak, mengepung rumahnya, lalu
masuk dan membunuh beliau ketika sedang membaca Al-Qur’an.
Setelah kematian Khalifah Utsman, mereka masuk sebagai pendukung Khalifah Ali
yang dibai’at oleh umat islam sebagai pengganti dari khalifah Utsman. Perpecahan umat
Islam terjadi ketika istri Nabi, Aisyah binti Abu bakar RA, Zubair bin Awwam, dan Thalhah
bin Ubaidillah mengangap khalifah Ali tidak tegas terhadap para pembunuh Khalifah
Utsman.
Khalifah Ali dan Aisyah RA sudah bersepakat untuk menahan diri agar tidak terjado
perpecahan dalam umat Islam, Namun kaum Khawarij menebar fitnah diantara dua kubu,
hingga terjadi perang diantara sahabat Nabi, yang dikenal sebagai perang Jamal (unta).
Gubernur Syuriah, Muawiyyah bin Abu Sufyan yang merupakan kerabat dekat
Khalifah Utsman tidak akan mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib sebelum pelaku
pembunuhan terhadap Khalifah Utsman dihukum, sehingga terjadilah perang Shiffin.
Kaum Khawarij ikut berperang mendukung Khalifah Ali. Ketika pasukan Khalifah
Ali sudah hamper memenangkan peperangan, pasukan Muawiyah yang dipimpin oleh Amr
bin Ash menawarkan perundingan damai. Karena tidak puas dengan keputusan-keputusan
Khalifah Ali, yang mencapai puncaknya ketika pihak Khalifah Ali akhirnya dirugikan dalam
perjanjian dengan pihak Muawiyah, kaum Khawarij keluar dari barisan Khalifah Ali dan
menuding Khalifah Ali telah kafir. Dan bahkan mereka membunuh beliau ketika sedang
melaksanakan sholat subuh.
C. Tokoh-tokoh Khawarij.
Tokoh-tokoh Khawarij yang popular antara lain adalah Abdullah bin Saba, Abdullah
bin Wahb ar-Rasibi, Abdurrahman bin Rustum bin Bahram, dan Abdul Wahb bin
Abdurrahman bin Rustum.
Abdullah bin saba atau yang popular dengan sebutan Ibnu Sauda, lahir di Sana’a
Yaman, pada tahun 600M, kemudian wafat pada tahun 670M/50H. Dia merupakan seorang
Yahudi Yaman yang masuk Islam pada masa Pemerintahan Utsman bin Affan RA. Para ahli
hadist dan sejarah Islam bersepakat tentang Ibnu Sauda yang memiliki sifat yang buruk
sebagai seorang provokator. Oleh karena sifat buruknya itu maka Khalifah Utsman kemudian
mengusirnya dari Madinah.
Ibnu Sauda ini juga diyakini terlibat dalam berbagai tindakan provokasi dan fitnah
yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman, kemudian perang diantara sesame kaum
muslimin, seperti perang Jamal dan Shiffin.
Tokoh Khawarij berikutnya adalah Abdullah bin Wahb ar-Rasibi,.ia lahir pada masa
Rasulullah SAW, kemudian wafat pada tahun 659M/38H. Dia adalah orang pertama yang
dibai’at oleh kaum Khawarij sebagai pemimpin mereka. Dia termasuk dalam kelompok yang
keluar dari barisan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan berkumpul di Harura. Pengikut ajaran
Abdullah bin Wahb ar-Rasibi disebut juga sebagai Wahbiyah. Belakangan ini, Wahbiyah
sering dikait-kaitkan dengan istilah Wahabi, padahal Wahbiyah dan Wahabi didirikan oleh
dua orang yang berbeda, Wahbiyah adalah pengikut Abdullah bin Wahb ar-Rasibi, sedangkan
Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab.
Tokoh Khawarij berikutnya adalah Abdurrahman bin Rustum bin Bahram. Dia
merupakan anak dari Kisra Anu Syirwan yang merupakan keturunan Raja Persia, Kisra.
Abdurrahman merupakan salah satu pengikut Wahbiyah. Sepeninggal Abdullah bin Wahb ar-
Rasibi, paham Wahbiyah ini terpecah dalam beberapa aliran lagi, salah satunya Wahbiyah
Rustumiyah yang didirikan oleh Abdurrahman bin Rustum. Kaum Abadhiyah
mengangkatnya sebagai pemimpin di Aljazair, dan kemudian dilanjutkan oleh putranya yang
bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum.
Salah satu doktrin kaum khawarij yang paling menonjol adalah kebiasaan atau
mudahnya mereka mengkafirkan sesame muslim. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib RA
mereka mengkafirkan sebagian sahabat Nabi disebabkan oleh tahkim (arbitrase), baik yang
melakukannya maupun yang mendukung atau membenarkannya.
Hal yang mereka jadikan dasar untuk mengkafirkan sebagian sahabat Nabi ketika itu
adalah firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan,
mereka adalah orang-orang kafir.” (QS Al Maidah:44).
Ayat tersebut mereka artikan sendiri sebagai larangan Allah kepada manusia untuk
melakukan tahkim (arbitrase). Oleh karenanya ketika itu mereka dengan mudahnya langsung
mengkafirkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abu Sufyan RA, kedua
hakim yang ditunjuk, yaitu Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin Ash, serta kaum muslimin
yang menyetujui hasil keputusan mereka berdua.
Menurut Dr. Nashir bin Abdul Karim al-Aql3, prinsip pertama ajaran Khawarij adalah
Takfir (Pengkafiran) dan ini adalah doktrin pokok.
1. Pengkafiran terhadap pelaku dosa besar dan meyakininya telah keluar dari agama
dan kekal di dalam neraka.
2. Pengkafiran terhadap kaum Muslimin pada umumnya yang tidak sepaham dengan
mereka dan pengkafiran terhadap individu tertentu.
3. Pengkafiran terhadap siapa saja yang keluar dari kelompok mereka, atau siapa saja
diantara mereka yang menyelisih sebagian prinsip ajaran mereka.
3
Ibid, hal 40
4. Pengkafiran terhadap kaum Muslimin selain kelompok mereka, dan menyebutnya
sebagai masyarakat jahiliyah.
5. Pengkafiran terhadap setiap orang yang tidak memberlakukan hukum selain hukum
Allah secara mutlak tanpa perincian
6. Pengkafiran terhadap siapa saja yang tidak berhijrah atau bergabung dengan mereka
(kaum Khawarij) dan tidak berhijrah dari masyarakat dan lembaga-lembaganya.
7. Pengkafiran terhadap siapa saja yang tidak mengkafirkan orang kafir menurut
mereka secara mutlak.
Prinsip lainnya adalah kewajiban hijrah dan ‘uzlah (mengasingkan diri) bagi mereka.
Hal ini meliputi antara lain tidak mau belajar atau mengajar dan haram sekolah di lembaga-
lembaga lain selain milik kelompok mereka.
Adapun menurut Dr. Nashir bin Abdul Karim al-Aql, Kaum Khawarij yang masih
tersisa saat ini hanyalah Kaum Khawarij dari Sekte Abadhiyah yang tinggal di Oman dan
negara-negara di Afrika Utara, seperti Libia, Tunisia, dan Aljazair.
Abadhiyah adalah salah satu dari empat firqah (sekte) pecahan Khawarij, selain al-
Azariqah, an-Najadat, dan ash-Shafariyah. Sama halnya dengan sekte-sekte Khawarij
lainnya, sekte Abadhiyah ini muncul sebagai dampak dari perbedaan pendapat diantara Kaum
Khawarij sendiri.
Munculnya sekte Abadhiyah ini bermula dari salah seorang tokoh Khawarij yang
bernama Abdullah bin Abadh yang tidak sependapat dengan anggapan Kaum Khawarij
lainnya bahwa seluruh kaum Muslimin diluar Khawarij pada masa itu adalah kafir atau
musyrik. Menurutnya, sesungguhnya kaum Muslimin itu terbebas dari kesyirikan, akan tetapi
mereka adalah orang-orang yang kufur nikmat, sehingga harus diperangi, namun tidak dapat
dihukum dengan hukuman seperti orang kafir. Kelompok yang mengikuti pendapat Abdullah
bin Abadh kemudian disebut sebagai sekte al-Abadhiyah.
Menurut kajian Dr, Nashir bin Abdul Karim al-Aql, sekte Abadhiyah ini lebih sedikit
keekstriman dan penyimpangannya dibandingkan dengan sekte-sekte Khawarij lainnya.
Diantara doktrin-doktrin akidah sekte Abadhiyah yang paling menonjol bertentangan dengan
akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah antara lain adalah mereka mengkafirkan kaum Muslimin
yang melakukan dosa besar dan akan kekal di dalam neraka, mengingkari syafa’at Nabi untuk
para pelaku dosa besar, mencela sebagian sahabat Nabi, membenarkan pembangkangan
terhadap penguasa yang sah namun zalim, tidak mengakui mazhab fiqih yang empat, (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hambali).
Awal pertumbuhan sekte Abadhiyah ini dimulai di Basrah (Iraq) dan sekitarnya,
kemudian menyebar ke Oman dan Khurasan (kini merupakan wilayah sebelah utara Iran,
Afghanistan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Taijikistan), dan kini mereka berpusat di Oman.
PAHAM MURJI’AH
Oleh: Musfirah Nadjamuddin (12312193034)
A. Pengertian Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata Irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan dan pengharapan. Kata arja’a pula mengandung arti memberi harapan kepada
pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat dari Allah SWT. Selain itu
kata arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan amal dari iman. Oleh
karena itu Murji’ah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang
bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing di hari kiamat kelak4
Novan Ardi Wijayani dalam bukunya menyebutkan bahwa ada beberapa teori yang
mengemukakan asal-usul adanya aliran murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan
Irja’a atau arja’ dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk
menghindari sektarianisme. Diperkirakan murji’ah ini muncul bersamaan dengan munculnya
Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan Irja’ yang merupakan basis doktrin Murji’ah,
muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi thalib,
Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695.
Menurut Watt, 20 tahun setelah kematian Muawiyah, dunia Islam dikoyak oleh
pertikaian sipil. Al-Mukhtar membawa paham Syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu
Zubair mengklaim kekhalifaan di Mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam.
Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan Irja’ atau penangguhan. Gagasan ini
pertama kali digunakan tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Tholib.5
Teori lain juga mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan tahkim atas usulan Amr bin Ash, pengikut Muawiyah. Kelompok Ali
terpecah menjadi dua kubu yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari aliran
Ali, yaitu Khawarij yang menganggap keputusan tahkim bertentangan dengan al-Qur’an.
4
Novan Ardi Wijayani, Ilmu Kalam, (Bumiayu: TERAS,2013), Hal. 62
5
Ibid, hal. 59
Oleh karena itu pelakunya mendapat dosa besar dan dan pelakunya dapat dihukumi kafir.
Pendapat ini ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut dengan murji’ah, yang
mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak kafir, semnetara dosanya
diserahkan kepada Allah, apakah akan diampuni atau tidak.6
Dari beberapa teori yang dikemukakan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
Murji’ah pada awal mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik sebagaimana kaum
Khawarij. Tegasnya persoalan Khilafah yang membawa perpecahan di kalangan ummat
Islam setelah Usman bin Affan mati dibunuh. Seperti yang kita lihat, pada mulanya Khawarij
tak lain merupakan kaum penyokong atau pembela Ali yang kemudian berbalik menjadi
musuhnya. Karena adanya perlawanan dari pihak Khawarij ini.
Kaum Khawarij dan Syi’ah pun sungguh merupakan dua golongan yang saling
bermusuhan tetapi sama-sama menentang kekuasaan bani Umayyah dengan motif yang
berbeda. Di mana kaum Khawarij menentang Bani Umayyah karena menganggap bahwa
Bani Umayyah telah menyeleweng atau melanggar dari ajaran-ajaran Islam, sedangkan kaum
Syi’ah menentang Bani Umayyah lantaran menganggap bahwa Bani Umayyah telah
merampas kekuasaan dari Ali dan keturunannya.
Dalam suasana pertentangan inilah muncul suatu golongan baru yang ingin bersikap
netral dan tidak ikut campur dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara dua
golongan itu.bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan itu adalah orang-orang yang
dapat dipercaya dan tidak keluar dari ajaran yang benar.oleh karena itu mereka tidak
mengeluarkan pendapat tentang siapa sebenarnya yag salah dan memandang yang lebih baik
menunda (arja’a) penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di hadapan Allah SWT7
Sikap seperti itu mereka ambil dengan tujuan agar tidak terlibat dalam pembersihan
yang dilakukan Bani Umayyah. Mereka juga berpendirian seperti halnya Khawarij dan
lainnya bahwa mereka juga berpendirian seperti halnya Khawarij dan lainnya bahwa ada
orang-orang Bani Umayyah yang menjadi kafir tetapi mereka tidak secara terbuka
menjadikan Bani Umayyah sebagai musuh seperti yang dilakukan oleh Syi’ah dan Khawarij.
Mereka mereka menegaskan posisi politiknya dengan menyatakan bahwa mereka mengikuti
Bani Umayyah karena Muawiyah sebagai khalifah sulit untuk dipungkiri.
6
Ibid, hal. 60
7
Harun Nasution, Aliran-aliran Sejarah analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press,1986), hlm. 24.
Murji’ah juga tidak memusuhi Muawiyah karena paham mereka menyatakan bahwa
setiap dosa, betapapun besarnya tida membuat pelakunya keluar dari iman. Selama manusia
beriman, ia tidak boleh dibunuh. Bagi mereka yang diutamakan dalam aqidah adalah iman,
masalah perbuatan dinomor duakan
Dengan demikian kaum murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau
turut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap
menyerahkan penentuan hokum kafir atau tidaknya seseorang kepada Allah SWT.
Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukanlah
kafir dan tidak kekal dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya dan ada
kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk
neraka sama sekali. Dalam golongan Murji’ah moderat ini termasuk al-Hasan Ibn
Muhammad Ibn Ali, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits.
Golongan ekstrim, yang dimaksud adalah al-Jahmiah, pengikut Jahm Ibn Safwan.
Menurut golongan ini orang islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya hanya dalam
hati, bukanlah dalam bagian lain dari tubuh manusia.9
Menurut Asy’ari dalam tulisan Muhammad Faturrohman, Sedangkan dalam hal dosa
besar atau kecil, anggapan para pengikut Murji’ah ini terbagi menjadi dua:
9
Ibid, hal. 47.
10
Ibid, hal. 51.
f) Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan al-Ghaiban bin Marwan ad-Dimasyqi
g) An-Najariyah, pengikut Husain bin Muhammad An-Najr
h) Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah bin Nu’am
i) As-Syaibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
j) Al-Muaziyah, pengikut Basr Al-Murisy
k) Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany11
BAB IV
PAHAM SYI’AH
Oleh: Fadhila Ikke Nuralita (12312193022)
A. Pengertian Syi’ah
Menurut buku Muhammad Fathurrohman yang dikutip dari buku Fadli Su’ud
Ja’far Kata Syiah bentuk tunggalnya adalah Syi’iy yang berarti kelompok atau
11
Novan Ardi Wijayani, Ilmu Kalam, (Bumiayu: TERAS, 2013), hal. 63.
golongan, dapat digunakan untuk seorang, dua orang atau jamak baik pria atau
wanita.12
Secara etimologi syiah berarti pengikut, pendukung, partai atau kelompok.
Sedangkan secara terminologi adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang
spiritual dan keagamaanya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad Saw atau
orang yang disebut sebagai ahl al-bait.13
Menurut Muhammad Husain Thabathaba’i dalam bukunya syiah islam
memberikan pengertian bahwa syiah adalah salah satu aliran dalam islam yang
berkeyakinan bahwa yang berhak jadi imam umat islam sepeninggalan Nabi
Muhammad SAW ialah keluarga Nabi Saw sendiri yakni ahlulbait. Dalam hal ini
Abbas bin Abdul Muthalib ( paman Nabi Muhammad Saw) dan Ali bin Abi Thalib
( Saudara sepupu atau menantu Nabi Saw) beserta keturunannya.
Menurut Syarastani syiah adalah kelompok masyarakat yang menjadi
pendukung Ali bin Abi Thalib. Mereka berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
imam dan khalifah yang ditetapkan nash dan wasiat Rasulullah baik secara terang –
terangan atau bersembunyi-sembunyi.14
12
Muhammad Fathurrohman, Pemikiran kalam dalam islam: Memahami Aliran dan Teologi Islam ( Yogyakarta
: Kalimedia, 2018), hal 55
13
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam ( Bumiayu: Teras, 2013) hal 87
14
Oki Setiana Dewi, 2016, Syi’ah: Dari Kemunculan Hingga Perkembangan di Indonesia, Jurnal studi Al-Qur’an:
vol 2
15
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam ( Bumiayu: Teras, 2013) hal 87
Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Usman bin Affan
kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi thalib. 16
Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar- benar muncul ketika berlangsung
peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan perang siffin. Dalam
peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang
ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali terpecah menjadi dua, satu mendukung Ali yang
kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali yang disebut Khawarij.
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan masalah pengganti
( khalifah) Nabi Muhammad Saw. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar
Bin Khattab, dan Usaman bin Affan karena pada pandangan mereka hanyalah Ali bin
Abi Thalib yang menggantikan Nabi. Kepemimpinan Ali pada pandangan Syi’ah
tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw
pada masa hidupnya. Pada awal kenabian, ketika Muhammad Saw diperintahkan
menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang pertama kali menerima adalah Ali
bin abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang
pertama- tama memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan periwayatannya.
Sepanjang iu kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang menunjukkan
perjuagan perjuagan dan pengabdian yang sangat luar biasa.
Pada masa ke-khalifahannya, Ali langsung dihadapkan kepada berbagai
persoalan hingga harus berakhir dengan peperangan, seperti perang jamal (9
Desember 656 M). Yakni peperangan khalifah Ali dengan gabungan pemberontak
yang juga di ikuti oleh Aisyah yang menuntut pengusutan kasus terbunuhnya Usman
ra. Selanjutnya pada tanggal 26 juli 656 M, Ali kembali dihadapkan pada peperangan
yang dikenal dengan perang siffin, yang mempertemukan kekuatan Mua’wiyah dan
Ali, Dalam perang ini, atas usulan Amr ibn al-Ash, Muawwiyah menawarkan
perdamaian dengan mengangkat Al –Quran, akhirnya perang berhenti.
Tawaran Mu’awiyah disambut baik oleh Ali yang kemudian menghentikan
perang, padahal pada saat itu Ali dan pasukannya sudah hampir memenangkan
peperangan. Inilah yang memicu kekecewaan sebagian pasukan Ali, Hingga akhirnya
melahirkan kelompok khawarij yang di pimpin oleh Abdullah ibn Wahab al- Rasyibi.
Dimana selanjutnya kelompok tersebut banyak membuat hura-hura, sehingga diambil
16
Muhamamad Fathurrohman, Pemikiran Kalam Dalam Islam: Memahami Aliran-Aliran dalam Teologi islam
( Yogyakarta, 2018) hal 58
tindakan oleh Ali untuk memeranginya yang dikenal dengan nama perang Nahrawan,
yang berujung pada pembunuhan Ali oleh ibn Muljam pada tanggal 24 Januari 661 M.
Pasca wafat Ali tersebut, terjadilah pertarungan berebut kekuatan politik
antara pendukung – pendukung Ali, pendukung Muawiyah, dan barisan yang kontra
terhadap keduanya. Pendukung Ali menuntut agar ke –Khalifahan tetap dipegang oleh
ali bait, dan untuk merealitaskan itu mereka mengangkat hasan sebagai khalifah.17
17
Ibid, hal 61
18
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam ( Bumiayu, Teras ) , hal 91
2. Syi’ah Sab’iyah ( Syi’ah Tujuh )
Istilah Syi’ah Sab’iyah dianalogikan dengan Syi’ah Itsna Asyariyah. Istilah ini
memberikan pengertian bahwa sekte ini hanya mengikuti tujuh imam, yaitu Ali,
Hasan, Husan, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Jafar Ash-Shadiq dan
Ismail bin Jafar. Itsna Asyari’yah membatalkan Ismail bin Jafar sebagai imam
ketujuh karena disamping tak memiliki kebiasaan yang tak terpuji. Syi’ah
Sab’iyah menolak pembatalan tersebut berdasarkan sistem pengangkatan imam
dalam Syi’ah dan menganggap Ismail sebagai imam Ketujuh. Syi’ah Sab’iyah
percaya bahwa islam di bangun atas tujuh pila, antara lain iman, thaharah, sholat,
zakat, puasa, dan jihad.
3. Syi’ah Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam
kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Sekte ini berbeda dengan sekte
Syi’ah lainnya yang mengakui Muhammad Al-Baqir, Putra Zainal Abidin yang
lainnya sebagai imam kelima, Dari Zaid bin Ali inilah Zaidiyah diambil. Syi’ah
Zaidiyah merupaka sekte Syi’ah yang paling moderat. Abu Zahrah mengatakan
bahwa kelompok inilah yang paling dekat dengan Sunni.
4. Syi’ah Ghulat
Istilah Ghulat berasal dari kata ghalaba-yaghlu-ghuluw artinya bertambah dan
naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan jadi ekstrim melampui batas.
Syi’ah Ghulat adalah sekelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebi-
lebihan atau ekstrim.
Doktrin- doktrin keagamaan Syi’ah dan dianut dalam tradisi Syi’ah :19
1. Ahlul bait. Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam
sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat
Nabi Muhammad Saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup
istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, Hnya Bani
Hasyim. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, Ali, Fatimah, Hasan, Husain,
dan imam – imam dari keturunan Ali bin Abi Thalib.
2. Al-Bada. Dari segi bahasa, bada berarti tampak. Doktrin al-bada adalah keyakinan
bahwa Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah
ditetapkan-Nya dengan peraturan dan keputusan yang baru. Menurut Syiah,
19
Muhammad Fathurrohman, Pemikiran Kalam Dalam Islam: Memahami Aliran – aliran dalam Teologi Islam
( Yogyakarta,Kalimedia, 2018) hal 66
perubahan keputusan Syi’ah Allah itu bukan bukan karena Allah naru mengetahui
suatu Maslahat, yang sebelumya tidak diketahui oleh-Nya.
3. Asyura
Asyura berasal dari kata ‘ Asyarah’, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah
hari ksepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sabagi hari
berkabung umum untuk memperingati wafatnya imam Husain bin Ali dan
keuarganya di tangan pasukan yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61
H di Karbala, Irak.
4. Imamah( kepemimpinan ).
Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi Saw wafat harus ada pemimpin-
pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi.
5. Ishmah.
Ismah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad Saw,
telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa. Ali Syari’ati
mendefinisilkan ishmah sebagai prinsip yang mengatakan bahwa pemimpin suatu
komunitas atau masyarakat yakni, orang yang memegang kadali nasib di
tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan.
6. Mahdawiyah
Berasal dari kata Mahdi, yang berarti keyakinan akan datangya seorang juru
selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka
bumi ini. Jru selamat itu adalah Imam Mahdi. Dalam Syi’ah figure Imam jelas
sekali. Ia adalah seorang imam yang diyakini mereka.
7. Marja’iyyah atau Walayah al-Faqih. Kata marja’iyyah berasal dari kata marja
yang artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata Wilayah al-Faqih terdiri
dari dua kata: Wilayah yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan dan faqih
berarti ahli fiqih atau ahli hukum islam . Wilayah al-Faqih mempunyai arti
kekuasaan atau kepemimpinan para fuqaha.
8. Raj’ah
Adalah keyakinan akan di hidupkannya kemabli sejumlah hamba Allah swt yang
paling saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan
kebesaran dan kekuasaan Allah swt di muka bumi.
9. Taqiyah
Sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya
yang dapat menimpa dirinya.
10. Tawassul
adalah memohon sesuatu pada Allah dengan menyebut pribadi atau kedudukan
seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali vupaya doannya cepat dikabulkan.
11. Tawwali dan Tabarri.
Kata Tawwali berasal adari kata tawwala fulanan yang artinya mengangkat
seseorang sebagai pemimpinnya. Adapun Tabbarri berasal adarikata tabarra‘an
fulanyang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang.
D. Tokoh-Tokoh Syi’ah
Dalam pertimbangan Syiah, selain terdapat tokoh-tokoh popular seperti Ali
bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husain bin Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang
mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu
Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Jafar al-Shadiq.
Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang- orang besar pada zamannya.
Pemikirannya Jafar al-Shidiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan
ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam
Malik, Imam Syafi’I dan imam Ahmad bin Hanbal. Adapun Zid bim’Ali bin Husain
Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh.
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syiah, diantaranya:
1. Nashr bin Muhazim
2. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
3. Ahmad bin Abi’Abdillah al-Barqi
4. Ibrahim bin Hillal al –Tsaqati
5. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
6. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
7. Ali bin Babaweeh al-Qomi
8. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
9. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
10. Muhammad bin Hamam al-Iskafi
11. Muhammad bi’Ummar al-Kasyi
12. Ibn ‘Aqil al-Ummani
13. Ayatullah Ruhullah AL-Qomi
14. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
15. Sayyid Husseyn Fadhulullah
16. Murtadha Muthahhri
17. ‘Ali Syari’ati
18. Jalaluddin Rakhmat
19. Hasan Abu Ammar.20
Selain itu ada pendapat lain, yaitu dari al-Syarastani. Beliau membagi Syiah
kedalam lima kelompok yaitu:
a. Kaisaniyah
b. Zaidiyah
c. Imamiyah
d. Ghulat ( Syi’ah sesat)
e. Isma’iliyah
Sedangkan al-Asy’ari membagi Syi’ah menjadi tiga kelompk:
a. Syi’ah Ghaliyah
b. Syi’ah Imamiyah ( Rafidhah )
c. Syi’ah Zaidiyah
21
Ibid, hal 71
BAB VI
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA