Anda di halaman 1dari 6

1.

Sejarah dan Definisi Syiah


a. Definisi Secara Etimologi dan Epistimologi
Menurut bahasa, pengertian syi’ah adalah pengikut, kelompok atau golongan, seperti yang
terdapat dalam surah as-Saffat (37) ayat 83:
‫مِن شِ ْيعَتِ ِه َ َِلب َْرا ِهي َْم‬
ْ َّ‫( َوإِن‬۸۳)
“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh)”.
Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang, selain
itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61
karya Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin
Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum
muslimin, begitu pula sepeninggal beliau (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu
Hazm).
Syi’ah disebut juga sebagai tasyayyu’, definisi ulama masa sekarang (ulama setelah generasi salaf)
ialah Rafidhah tulen. Maka seorang Syiah ekstrem tidak bisa diterima riwayatnya, dan tidak
bernilai sama sekali. (Tahdzib At-Tahdzib, 1/81)
Di tempat lain, Ibnu Hajar berkata:
‫والتشيع محبة على وتقديمه على الصحابة فمن قدمه على أبي بكر وعمر فهو غال في تشيعه ويطلق عليه رافضي وإال فشيعي‬
‫فإن انضاف إلى ذلك السب أو التصريح بالبغض فغال في الرفض وإن اعتقد الرجعة إلى الدنيا فأشد في الغلو‬
“Tasyayyu’ adalah mencintai Ali dan mengutamakannya dibanding semua sahabat lain, dan jika
mengutamakannya diatas Abu Bakar dan Umar maka dia tasyayyu’ekstrem yang disebut Rafidhah
dan jika tidak maka disebut Syiah, Jika diringi dengan mencela dan membenci keduanya maka
disebut Rafidhah ekstrem. Jka mempercayai Raj’ah bahwa Ali kembali ke dunia maka disebut
Rafidhah yang sangat ekstrem. (Hady As-Sari Muqaddimah Fathil Bari, 1/460)
Definisi Ibnu Hajar dalam dua kitab tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa karakter dalam
aliran Syiah:

• Tasyayyu’=Syiah: Mencintai Ali dan mengutamakannya daripada sahabat lain dengan tetap
meyakini Abu Bakar dan Umar lebih utama daripada Ali.
• Tasyayyu’ ekstrem=Rafidhah: Mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar.
• Rafidhah ekstrem: Mencela Abu Bakar dan Umar
• Rafidhah sangat ekstrem: meyakini Raj’ah (hidupnya kembali imam-imam Syiah di akhir
zaman)

Dalam pengertian lain secara bahasa Syiah artinya loyalis kalau di zaman ini sebagaimana
kutipan didalam buku Prof. DR. Ali Ahmad As-Salus Abu Nu’aim Al-Asfalani pernah
merekam dialog antara Mu’awiyyah bin Abi Sufyan RA dengan Abdullah bin Abbas RA. Saat
itu Mu’awiyyah bertanya, “Wahai Ibnu Abbas, dari kelompok syiah manakah anda, Apakah
dari Syiah Ali atau Syiah Utsmani?” Abdullah bin Abbas sahabat terkemuka yang juga masih
keluarga Rasulullah itu dengan spontan menjawab, “Saya bukan dari kedua jenis itu, sebab
saya dari Syiahnya Rasulullah.” Fragmen historis yang dinukil oleh Abu Nu’ain Al-Asfalani
dalam kitab Hiyat Al-Auliya ini dideskripsikan dengan jelas betapa sejak dari awalnya pun
terminologi Syiah telah dipahami dengan berbagai makna, ada Syiah Ali, Syiah Utsman, tetapi
ada juga Syiah Rasulullah SAW.
Syi’ah menurut penganutnya adalah kelompok yang percaya penuh bahwa Nabi SAW
berwasiat. Menurut Syi’ah yang membentuk identitas kesyi’ahan adalah prinsip dasar wasiat
Ali, yaitu Ali adalah pemimpin umat sepeninggal Nabi saw. Jika diteliti lebih dalam yang
mengeluarkan pernyataan tentang wasiat ali adalah ‘Abdullah bin Saba, dia menggunakan
cara analogi yang rusak (qiyas fasid) untuk mengklaim adanya wasiat Ali. Ia mengatakan,
“Sesungguhnya telah ada seribu Nabi dan setiap Nabi mempunyai wali. Sedangkan Ali
walinya Muhammad s.a.w. kemudian dia berkata lagi,”Muhammad adalah penutup para Nabi
sedangkan Ali adalah penutup para wali.”Kemudian Abdullah bin Saba berkata kepada
mereka, “Sesungguhnya Usman telah merebut urusan ini dengan tanpa kebenaran, padahal ini
adalah wasiatnya Rasulullah s a.w., maka bangkitlah kalian dan bergeraklah. Mulailah untuk
mencerca pejabat kalian tampakan amar ma’ruf nahyi munkar. Niscaya manusia serentak
mendukung dan ajaklah mereka kepada perkara ini”. Seluruh sejarawan baik Syi’ah maupun
Ahlusunnah sepakat bahwa orang yang menyalakan api fitnah dan kerusakan, serta berkeliling
dikota-kota dan desa-desa untuk memprovokasi kaum muslimin tidak ta’at kepada Khalifah
Usman bin ‘Affan (Menantu nabi SAW) adalah ‘Abdullah bin Saba dan Konco-konconya dari
kalangan Yahudi. Merekalah yang menyalakan api pembangkangan dan menyalakannya
kembali jika telah padam, hingga berhasil membunuh menantu Rasulullah SAW tersebut.

Tentang Abdullah bin Saba para ulama telah memberikan penilaian diantaranya :
1. Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya prinsip Rafidhah (Syi’ah) berasal dari zindiq Abdullah
bin Saba.”
2. Adz-Dzahabi berkata, “Abdullah bin Saba adalah ghulat zanadiqah (zindiq ekstrim), sesat dan
menyesatkan.”
3. Ibnu Hajar berkata, “Abdullah bin Saba adalah zindiq ekstrim…ia memiliki pengikut yang
dikenal Sabaiyah. Mereka memiliki keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan. Ali bin
Abi Thalib telah membakar mereka pada masa kekhalifahannya”.
Dalam buku yang dikarang oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab edisi revisi berjudul Sunnah Syiah
bergandengan tangan mungkinkah? Ada narasi yang mengarah pada menyangsikan keberadaan
Abdullah bin Saba sebagaimana yang ditulis dalam buku tersebut di halaman xxiv-xxviii. Narasi
tersebut sekurang-kurangnya membuat ragu pembaca buku tersebut tentang keberadaan Abdullah
bin Saba atau bahkan mungkin akan menyangsikannya, dan ini jelas satu narasi yang berbahaya
karena dia hendak mencabut keburukan dari akarnya sebab tentang Abdullah bin Saba ini tidak
diragukan lagi tentang keberadaannya begitu pula ajaran-ajaran yang disebarkannya yang
menimbulkan kegaduhan dan perang saudara diantara para sahabat kala itu sebagaimana yang
sudah kami jelaskan diatas.
Syi’ah dapat dipastikan merupakan ahli bid’ah sebagaimana terlihat dalam ajaran-
ajarannya yang memuat dua jenis bid’ah baik “bid’ah mukaffiroh” yaitu yang menyebabkan
kekafiran pada pelakunya dan “bid’ah mufasiqoh” yaitu bid’ah yang menyebabkan kefasikan bagi
pelakunya. Atau dalam ungkapan lain, bid’ah Syiah terbagi dua:
1. Bid’ah shugra (kecil), seperti bersikap sebagai Syiah (pengikut dan pendukung Ali), secara tidak
ekstrim. Bid’ah ini terjadi pada banyak tabi’in dan generasi setelah mereka.
2. Bid’ah kedua adalah bid’ah kubra (besar), seperti menolak keabsahan khalifah selain Ali bin
Abi Thalib secara mutlak; bersikap ekstrim dalam penolakan itu;melakukan pembunuhan karakter
terhadap Abu Bakar dan Umar; dan mengkampanyeukan sikap itu. Maka ,riwayat pada pelaku
bid’ah ini tidak bisa dijadikan hujjah.

‫ حدثتا في أثناء‬،‫ " أول بدعة حدثت في اَلسالم بدعة الخوارج والشيعة‬:‫قال شيخ اَلسالم أبو العباس ابن تيمية رحمه هللا تعالى‬
‫ وأما الشيعة فحرق غاليتهم‬،‫ أما الخوارج فقاتلوه فقتلهم‬:‫ فعاقب الطائفتين‬،‫خالفة أمير المؤمنين علي بن أبي طالب رضي هللا عنه‬
‫ إتحاف الجماعة بما جاء في الفتن‬-." ‫ وأمر بجلد من يفضله على أبي بكر وعمر‬،‫ فهرب منه‬،‫ وطلب قتل عبد هللا بن سبأ‬،‫بالنار‬
307‫ظ‬1:)‫هـ‬1413 :‫ والمالحم وأشراط الساعة لحمود بن عبد هللا بن حمود بن عبد الرحمن التويجري (المتوفى‬-

Berkata Syaikh Islam Abul Abbas Ibnu Taymiyyah Rahimahullah Ta’ala : Bid’ah pertama
dalam islam adalah bid’ah khawarij dan syi’ah keduanya muncul dimasa kekhilafahan Amirul
Mukminin Ali Bin Abi Thalib RA kemudian Ali menghukum kedua kelompok itu adapun
Khawarij mereka memerangi Ali lalu Ali pun memerangi mereka, dan adapun syi’ah maka Ali
membakar (sebagai hukuman) yang ghulluw diantara mereka dengan api dan menuntut dihukum
matinya Abdullah Bin Saba kemudian Ali mengasingkannya dan memerintahkan mencambuk
siapapun yang menganggap dirinya lebih utama dari Abu Bakar dan Umar (Ittihaful Jama’ah Bima
Jaa Fil Fitani Wal Malahimi Wa Asroti Sa’ati, Karya Mahmud Bin Abdullah Bin Hamud Bin
Abdurrahman Attaujiri, Wafat : 1413 H, Jil 1, hlm : 307).

b.Sejarah Syi’ah
Menurut sejarah, aliran syiah muncul setelah pembunuhan khalifah utsman bin affan pada
masa ke khalifahan abu bakar. Umar masa-masa awal kekhalifahan utsman yaitu pada masa tahun-
tahun awal jabatannya, umat islam bersatu tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir ke
khalifahan utsman terjdillah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahan,
disitulah muncul kelompok pembuat fitnah dan kedzaliman dan mereka pun membunuh ustman,
yang pada akhirnya umat islam pun berpecah belah. Tampak pendapat yang paling populer adalah
bahwa syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah ali dengan pihak
muawiyah bin abu sufyan RA di sifffin yang lazim disebut sebagai peristiwa at-takhim ( arbitrasi).
Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan
ali. Mereka ini disebut golongan khawarij ( orang-orang yang keluar dari barisan ali). Sebagian
besar orang yang tetap setia kepada kholifah disebut syiah ali (pengikut ali).,
Penyebab:Tuntutan Qisas atas pembunuh Usman yg disikapi dgn perbedaan pendapat
antara pihak Mu’awiyyah dengan pihak Ali bin Abu Thalib. Perbedaan ijtihad tersebut hingga
sampai menyatakan pemberontak bagi lawannya. Ulama berbeda pendapat ttg jumlah mereka yg
mjd korban dlm shiffin. Ibnu Khaitsamah menyebutkan bahwa jumlah yg terbunuh dlm perang tsb
mencapai 70.000,Ibnul Qayyim menyebutkan jumlahnya lebih dari 70.000,bila ditotalkan,
pertempuran yang terjadi sekitar 35 jam.
Syiah adalah kenyataan sejarah umat Islam yang terus bergulir.Lebih dari 1.000 tahun,
Syiah mengalami perjalanan sejarah, tidak serta merta hadir dipanggung perdebatan dan konflik
sosial seperti saat ini. Sepanjang sejarah itu, konflik Syiah selalu ada dalam dimensi-dimensi
waktu yang berbeda dengan segala pernik persoalan. Kapan Syiah itu muncul, juga mengalami
pertentangan. Dilihat dari data sejarah, jika yang dimaksud dengan Syiah adalah kelompok yang
mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abu Tholib dan keturunannya (ahlul ba’it) maka
cikal bakal kemunculan kelompok Syiah sudah ada sejak awal kepemimpinan Islam pasca
kerasulan Muhammad.
Kemunculan kelompok Syiah dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan para sahabat
nabi dengan ahlul bait (keluarga nabi) tentang siapa yang menggantikan kedudukan Nabi SAW
setelah meninggalnya. Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, muncul fakta ada sebagian
dari umat Islam yang berpendapat bahwa sebenarnya Ali bin Abi Thalib-lah yang berhak
memegang tampuk pimpinan Islam pada waktu itu. Kepercayaan ini berpangkal pada pandangan
tentang kedudukan Ali dalam hubungannya dengan Nabi, para sahabat dan kaum muslimin
umumnya.Sahabat Ali ra adalah orang terdekat nabi, sebagai menantu dari anaknya, Fatimah.
Dalam perjuangan Islam, Ali juga tidak diragukan lagi pengorbanannya. Kuatnya keyakinan
kelompok pendukung ali peristiwa Ghodir Khumm setelah menjalankan haji terakhir, nabi
memerintahkan pada Ali sebagai penggantinya dihadapan umat muslim, dan menjadikan Ali
sebagai pelindung mereka (Thabathaba’i, 1989). Akan tetapi yang terjadi tidak seperti yang
diinginkan oleh kelompok Syiah. Menurut kalangan Syiah, ketika nabi wafat pada saat jasadnya
terbaring belum dikuburkan, ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk memilih kholifah
bagi kaum muslimin, dengan alasan menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan problem sosial
saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul-bait yang sedang sibuk dengan acara
pemakaman. Sehingga Ali dan sahabat-sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah
tidak mungkin diubah lagi, ketika Abu Bakar didaulat menjadi khalifah pertama. (Thabatha’i,
1989: 39).
Anda mungkin pernah mendengar dialog antara ulama Sunni dan Syiah tentang orang-
orang Syiah yang suka mencuri sandal pada zaman Nabi SAW. Dialog berakhir setelah ulama
Syiah membantah kebiasaan mencuri itu karena Syiah belum ada pada masa itu. Tidak diketahui
dari mana sumber kisah ini, ada yang mengatakan bahwa itu hanya lelucon untuk Syiah saja.
Namun hal itu menimbulkan pertanyaan, yang bukan lelucon bagaimana, benarkah Syiah belum
ada pada masa Nabi? Lantas kapan Syiah muncul? Berikut beberapa pendapat, terutama dari
ulama-ulama Syiah sendiri:

1. Syiah muncul pada awal Islam pada zaman Nabi saw dan dibawa oleh Beliau sendiri. Beliau
menyeru kepada tauhid dan pengagungan Ali secara bersamaan. Pendapat ini diyakini oleh
para ulama Syiah seperti Muhammad Husein Az-Zain, An-Nubakhti, Khamaeini. Bahkan
Hazan Asy-Syirazi mengatakan, “Tidak ada Islam kecuali Syiah. Tidak ada Syiah kecuali
Islam. Islam dan Syiah adalah dua nama yang hakikatnya adalah satu yang diturunkan oleh
Allah dan kabar gembira yang dibawa Rasul.”
2. Syiah muncul pada perang Jamal, ketika Ali berperang dengan Thalhah dan Zubair. Pendapat
ini diyakini oleh Ibnu Nadim (Abul Faraj Muhammad bin Ishaq Al-Baghdadi, dikenal sebagai
penganut mu’tazilah dan syiah). Ia mengklaim bahwa orang-orang yang berjalan bersama Ali
dan mengikutinya pada waktu itu, mereka disebut Syiah.
Dalam sejarah islam Penyebab Internal:Tuntutan Qisas atas pembunuh Usman yg disikapi
dgn perbedaan pendapat antara pihak ‘Aisyah,Thalhah, dan Zubair dengan pihak Ali bin Abu
Thalib. Penyebab eksternal: Para pengikut Ibnu Saba memiliki keinginan yang kuat untuk menyulut
api fitnah dan mengobarkannya hingga terbebas dari Qisas. Para pengikut Ibnu Saba semakin
gencar melakukan provokasi yang mengarah pada pecahnya pertempuran.mereka menyerang
kelompok lain,saling mengejek dan melontarkan kata-kata permusuhan satu sama
lain,memprovokasi agar terseret dalam perang,hingga akhirnya pecah pertempuran yang sengit
dan kejam. Jumlah korban ada yang menyebutkan 10.000,15.000,20.000, dan bahkan
30.000,namun semua riwayatnya tidak kosong dari kecacatan.jumlah yang realistis beradasarkan
pertimbangan riwayat yang benar adalah 200 orang.

3. Syiah muncul pada perang Shiffin. Ini adalah pendapat Al-Khuwansari, Ibnu Hamzah Ath-
Thusi, Abu Hatim, Ibnu Hazm, dan Ahmad Amin.[6]
4. Syiah muncul setelah kematian Husein ra. Ini adalah pendapat Kamil Musthafa Asy-Syaibi.
Ia adalah ulama Syiah. Mengklaim bahwa Syiah setelah kematian Husein berubah menjadi
aliran yang memiliki ciri khas.[7]
5. Syiah muncul pada akhir kekuasaan Utsman dan menguat pada masa Ali.[8]

Pendapat yang mengatakan bahwa Syiah sudah ada pada zaman Nabi SAW dan kata-kata Syiah
telah beredar luas pada masa itu beliau tidaklah bersandar kepada dalil apa pun kecuali kepalsuan.
Ulama Syiah, Muhammad Mahdi Al-Husaini Asy-Syirazi mengatakan,[9] “Mereka dinamai oleh
Rasul dengan sebutan itu (Syiah) karena beliau memberikan isyarat kepada Ali as:
‫هَذَا َوشِيعَتُهُ هُ ُم ْالفَائ ُِزونَ يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬
“Ini (Ali) dan kelompoknya, merekalah yang menang pada hari kiamat.”[10]
Namun ini adalah pendapat palsu. Seperti disebutkan oleh Muhammad Al-Husein di Ashlusy
Syi’ah wa Ushuliha, pendapat yang mengatakan bahwa lafaz Syiah sudah ada pada zaman Nabi
hanya bersandar pada kepalsuan.
Syiah menguatkan pendapat itu dengan riwayat yang direka-reka atas nama Nabi saw.
Tidak ada yang shahih satu pun. Ulama Syiah sendiri, Ibnul Hadid, mengatakan, “Sumber
kepalsuan dalam hadits-hadits keutamaan (fadhail) adalah dari Syiah. Pada awal masalah ini,
Syiah membuat banyak hadits palsu tentang keutamaan imam-imam mereka. Mereka mereka-reka
hadits ini untuk alat permusuhan.”
Menurut para peneliti pendapat yang lebih kuat adalah pendapat ketiga, yakni Syiah
muncul setelah perang Shiffin, ketika khawarij membelot dan membentuk kelompok sendiri di
Nahrawan. Pada sisi lain yang berlawanan dengan Khawarij, muncullah para pengikut dan
pendukung Ali yang menjadi cikal bakal pemikiran Syiah dan menguat secara bertahap sampai
ekstrem. Analisis tersebut menunjukkan adanya kesamaan dalam proses lahirnya kesesatan dan
aliran menyimpang, mulai dari kaum Nuh masa lalu, Syiah, Khawarij, Nawashib, sampai Yazidi
di Irak. Khawarij lahir dari kekecewaan kepada pihak tertentu, lalu berkembang menjadi
kebencian, pengafiran dan penghalalan darah. Tidak berbeda, Syiah lahir dari dukungan kepada
Ali bin Abi Thalib, lalu menjadi kecintaan yang berlebihan bahkan sampai menuhankannya. Ali
bin Abi Thalib sendiri pada masa hidupnya telah membakar orang-orang yang menuhankan
dirinya. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan,
“Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali).”

Anda mungkin juga menyukai