Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang Lahirnya Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Ketika Nabi SAW wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama
yang mereka jalani. Klasifikasi sosial yang ada pada saat itu terdiri dari 3
golongan, yaitu orang muslim, orang kafir, dan orang munafik. Namun begitu
Nabi wafat, perselisihan diantara mereka terjadi tentang pemimpin yang
akan

menjadi

pengganti

Nabi

SAW.

Namun

akhirnya,

kekuatan

kepemimpinan para sahabat Nabi tersebut mengalahkan semua ambisi dan


fanatisme kesukuan, sehingga menggiring mereka pada kesepakatan untuk
memilih Abu Bakar As-Shidiq sebagai kholifah. Setelah Ia wafat, khilafah
berpindah tangan Umar bin Khatab, sahabat Nabi terbaik setelah Abu Bakar.
Hingga akhirnya khalifah Umar menemui ajalnya setelah ditikam oleh
seorang budak Persia, yaitu Abu Luluah al-Majusi. Setelah ia wafat, khilafah
berpindah ketangan kholifah Utsman bin Affan, menantu Nabi SAW. Ia dibaiat
sebagai kholifah berdasarkan hasil rapat tim formatur yang dibentuk oleh
Umar menjelang wafatnya.
Setelah 6 tahun dari masa pemerintahan Utsman, friksi internal dan
gejolak

politik

seputar

kebijakan-kebijakan

Utsman

mulai

muncul

kepermukaan dan menjadi sasaran kritik sebagian masyarakat. Dalam


kondisi tersebut, unsur-unsur Majusi dan Yahudi ikut bermain dalam
mengeruhkan suasana, sehingga lahirlah berbagai kekacauan dan beragam
propaganda dengan membawa kepentingan menurunkannya dari jabatan
melalui amr maruf dan nahi mungkar, sehingga hal tersebut barakhir
dengan terbunuhnya kholifah Utsman ditangan kaum pemberontak.
Khilafah berpindah tangan ke Ali bin Abi Tholib, menantu dan sepupu
Nabi serta sahabat terbaik setelah wafatnya Utsman. Namun beragam
kekacauan

yang

terjadi

pada

Utsman

sangat

berpengaruh

terhadap

pemerintahan Ali bin Abi Tholib. Pada masa pemerintahannya terjadi perang
saudara besar-besaran antara Ali dengan kelompok Aisyah, Tholhah, dan
Zubair dalam perang jamal, kemudian terjadi perang shiffin dengan
kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan.

Pada masa pemerintahannya, muncul satu kelompok dari pengikut Ali


yang memisahkan diri dan kemudian dinamakan dengan aliran khowarij.
Mereka mendefinisikan iman dengan keyakinan yang disertai pengamalan,
sehingga keyakinan tidaklah berguna ketika tidak disertai pengamalan. Oleh
karena itu, khowarij mengkafirkan pelaku dosa. Khowarij berpandangan
bahwa Utsman, Ali, Aisyah, Tholhah, Zubair, Muawiyah, dan pengikut mereka
dalam perang Jamal dan Shiffin adalah kafir. Khowarij hanya mengakui
kholifah Abi Bakar dan Utsman.
Pada masa Ali, lahir juga aliran Sabaiyah dari kalangan Rafidhah
(Syiah) yang dipimpin oleh Abdulloh bin Saba. Mereka berpandangan
bahwa Ali adalah Tuhan. Ajaran Abdulloh bin Saba ini dilanjutkan oleh
golongan syiah yang terpecah menjadi 3 golongan besar, yaitu Imamiyah,
Zaidiyah, dan Ismailiyah. Kelompok syiah yang ekstrim seperti Imamiyah dan
Ismailiyah mengkafirkan seluruh sahabat Nabi kecuali empat orang.
Setelah benturan pemikiran antara Syiah dan Khowarij semakin keras
pasca proses arbitrase antara Ali dan Muawiyah. Situasi tersebut menjadi
sebab lahirnya satu kelompok yang netral (tidak memilih antara pihak
manapun). Menurut kelompok ini, ketika kita tidak dapat menentukan mana
pihak yang salah dan mana yang benar, maka kita harus mengembalikan
persoalan ini kepada Allah. Dengan pandangan ini, kelompok tersebut
akhirnya

dinamakan

aliran

Murjiah

(kelompok

yang

mengembalikan

persoalan kepada Allah).


Pada akhir generasi sahabat, lahir aliran Qadariyah yang dipimpin oleh
Mabad al-Juhani, Ghailan al-Dimasyqi dan Jaad bin Dirham. Kelompok ini
berpandangan bahwa perbuatan manusia terjadi karena rencana sendiri
bukan karena takdir Allah. Pendangan mereka menuai penolakan keras dari
kalangan sahabat yang masih hidup pada saat itu, seperti Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Abbas, dan lain sebagainya.
Pada masa al-Imam al-Hasan Al-Bashri lahir kelompok Mutazilah yang
dirintis oleh Atho al-Ghazzal yang membawa faham manzilah baina al
manzilataini (tempat antara dua tempat). Aliran ini berpandangan bahwa

seorang muslim yang fasik tidak dikatakan mukmin dan tidak dikatakan kafir
dan diakhirat nanti dia akan kelak dineraka bersama dengan orang-orang
kafir. Selain aliran tersebut diatas muncul aliran Najjariyah, Karramiyah dan
Wahhabi.
Berdasarkan data sejarah yang ada, setelah terjadinya fitnah pada
masa kholifah Utsman bin Affan kemudian aliran-aliran yang menyimpang
dari ajaran islam yang murni dan asli bermunculan satu persatu, maka pada
periode akhir generasi sahabat Nabi SAW istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah
mulai diperbincangkan dan dipopulerkan sebagai nama bagi kaum muslimin
yang masih setia kepada ajaran islam yang murni dan tidak terpengaruh
dengan ajaran-ajaran baru yang keluar dari mainstrem. Hal ini dapat
dibuktikan dengan memperhatikan beberapa riwayat yang menyebutkan
bahwa istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah diriwayatkan dari sahabat Nabi
generasi junior (sighor al-shohabah) sepert Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu
Said al-Khurdi. Ibnu Abbas (3SH-68H/619-688)

Tokoh-Tokoh Ahlus Sunnah Wal Jamaah


Mereka adalah para sahabat yaitu yang beriman terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah
SAW, pernah melihat beliau, dan mati dalam keadaan Islam-, para tabiin, atbaaut taabiin dan
juga orang-orang yang berjalan di atas manhaj mereka serta mengikuti mereka dengan baik
sampai hari kiamat.
Di antara tokoh-tokoh sahabat adalah: para Khulafaaur Rasyidin, sepuluh orang yang sudah
dijamin masuk jannah, Ahlul Badar, Ahlu Uhud, dan Ahlu Baiatur Ridwan. Di antara tokohtokoh tabiin: Uwais Al Qarny, Said bin Al Musayyib, Urwah bin Az Zubair, Saalim bin
Abdullah bin Umar, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Masud, Muhammad bin Al
Hanafiyyah, Ali bin Al Hasan Zainal Abidin, Al Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar As
Shidiq, Al Hasan Al Bashary, Muhammad bin Sirrin, Umar bin Abdul Aziz, dan Muhammad bin
Syihab Az Zuhri. Sedangkan di antara tokoh-tokoh Atbaa-ut Tabiin adalah: Malik bin Anas, Al
Auzaaiy, Sufyan Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, dan Allaits bin Said.
Kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, di antara tokoh-tokohnya adalah: Abdullah bin
Mubarak, Waki, As Syafii, Abdurrahman bin Mahdiy, dan Yahya bin Said Al Qathan.
Kemudian para murid mereka yang mengikuti manhaj mereka, di antara tokoh-tokohnya adalah:
Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Main, dan Ali bin Al Madaniy. Kemudian murid-murid mereka di
antaranya adalah: Al Bukhary, Muslim, Abu Hatim, Abu Zurah, At Tirmidzi, Abu Daud, dan An
Nasai.
Kemudian orang-orang yang berjalan di atas manhaj mereka, selanjutnya dari generasi-generasi
yang menyusul mereka seperti: Ibnu Jarir At Thabariy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah, Al
Khatib Al Baghdadiy, Ibnu Abdil Bar, Abdul Ghanny Al Maqdisy, Ibnu As Shalah, Ibnu
Taimiyyah, Al Mizzy, Ibnu Katsir, Ad Dzahabiy, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, dan Ibnu Rajab Al
Hanbaliy.
Kemudian orang yang menyusul mereka dan mengikuti jejak langkah mereka dalam berpegang
teguh kepada Al Kitab dan As Sunnah dan memahaminya dengan pemahaman para sahabat
sampai datangnya hari kiamat. Dan orang yang terakhir dari mereka memerangi Dajjal (Lihat: Al

Baaitsul Hatsits, hal. 173-174, Limaadza ikhtartu Manhajas Salaf, edisi terjemahan, hal. 77-78 ).
Mereka itulah yang disebut dengan As Salaf Ahlul Hadits. Wallahu Alam bis Shawwab.
Ajaran-ajaran Ahlussunnah adalah:
1.

Megimani dan mengamalkan semuaq yang datang dari Rosulillah saw. Baik yang
tercantum di al-Quran ataupun di Hadits sebagai bukti dari sikap ubudiyyah pada Allah

2.

SWT.
Tidak mencaci makai para Sahabat Nabi, tetapi menghormati dan memintakan ampunan

3.

untuk mereka.
Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama Madzahib dalam berbagai masail diniyah

4.

fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.


Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk menawil yang sampai pada

5.

batas mentasybihan maupun pentathilan (menafikan sifat-sifat Allah)


Meyakini bahwa al-Quran adalah Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan tidak

6.

mengalami perubahan.
Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban /

7.
8.

dlarurah aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syariat Islam.


Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
Mencintai ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syiah (dibatasi pada 12

9.

imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).


Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mumin dapat melihat Allah SWT

sebagaimana dalam firman-firmanNya.


10. Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya.
11. Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan
nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
12. Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah itu adalah
Sahabatnya, setelahnya adalah TabiinTabiit Tabiin dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai