Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Teknologi DNA rekombinan telah mungkinkan bagi kita untuk: mengisolasi DNA
dari berbagai organisme, menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang
berbeda sehingga terbentuk DNA rekombinan, memasukkan DNA rekombinan ke
dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA rekombinan dapat
berepilkasi dan bahkan dapat diekspresikan. Jadi, Teknologi DNA Rekombinan
merupakan kumpulan teknik atau metoda yang digunakan untuk mengkombinasikan
gen-gen di dalam tabung reaksi. Teknik-teknik tersebut meliputi:
Pustaka Genom digunakan untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah
diklonkan.
Pelacak DNA / RNA digunakan untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA yang
diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar.
http://biologikubiologimu.blogspot.com/2008/09/teknologi-dna-rekombinan.html
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun
DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul
DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada
umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai
bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih
longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi.
Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi
apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi
denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat pewarna
DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa molekul DNA. DNA
plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada jumlah yang
diserap oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian, perlakuan
menggunakan etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA kromosom lebih
tinggi daripada kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat dipisahkan melalui
sentrifugasi kerapatan.
Enzim Restriksi
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik
maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat
ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang
berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda (l). Virus l digunakan untuk
menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi
strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi
strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama
banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini,
dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1.
Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K,
maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak
1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K
mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun
pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada
strain K.Pada waktu bakteriofag l yang diisolasi dari strain C diinfeksikan ke strain K,
molekul DNAnya dirusak oleh enzim endonuklease restriksi yang terdapat di dalam
strain K. Di sisi lain, untuk mencegah agar enzim ini tidak merusak DNAnya sendiri,
strain K juga mempunyai sistem modifikasi yang akan menyebabkan metilasi
beberapa basa pada sejumlah urutan tertentu yang merupakan tempat-tempat
pengenalan (recognition sites) bagi enzim restriksi tersebut.
DNA bakteriofag l yang mampu bertahan dari perusakan oleh enzim restriksi pada
siklus infeksi pertama akan mengalami modifikasi dan memperoleh kekebalan
terhadap enzim restrisksi tersebut. Namun, kekebalan ini tidak diwariskan dan harus
dibuat pada setiap akhir putaran replikasi DNA. Dengan demikian, bakteriofag l yang
diinfeksikan dari strain K ke strain C dan dikembalikan lagi ke strain K akan menjadi
rentan terhadap enzim restriksi. Metilasi hanya terjadi pada salah satu di antara kedua
untai molekul DNA. Berlangsungnya metilasi ini demikian cepatnya pada tiap akhir
replikasi hingga molekul DNA baru hasil replikasi tidak akan sempat terpotong oleh
enzim restriksi.
Enzim restriksi dari strain K telah diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya, enzim
ini dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim restriksi tipe
I. Banyak enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri
lainnya. Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian
dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II.
Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan
sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan
strain bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama dalam
tata kerja rekayasa genetika.
Enzim restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat umum yang penting
sebagai berikut:
1. Mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di dalam
molekul DNA
2. Memotong kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat tempat
pengenalannya
3. Menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa.
Sebagian besar enzim restriksi tipe II akan mengenali dan memotong urutan pengenal
yang mempunyai sumbu simetri rotasi. Pemberian nama kepada enzim restriksi
mengikuti aturan sebagai berikut. Huruf pertama adalah huruf pertama nama genus
bakteri sumber isolasi enzim, sedangkan huruf kedua dan ketiga masing-masing
adalah huruf pertama dan kedua nama petunjuk spesies bakteri sumber tersebut.
Huruf-huruf tambahan, jika ada, berasal dari nama strain bakteri, dan angka romawi
digunakan untuk membedakan enzim yang berbeda tetapi diisolasi dari spesies yang
sama.
Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh beberapa
pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini akan
menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena masing-masing
untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang
runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula
disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung kohesif. Hal itu berbeda dengan
enzim restriksi seperti Hae III, yang mempunyai tempat pemotongan DNA pada
posisi yang sama. Kedua fragmen hasil pemotongannya akan mempunyai ujung 5’
yang tumpul karena masing-masing untai tunggalnya sama panjangnya. Fragmen-
fragmen DNA dengan ujung tumpul (blunt end) akan sulit untuk disambungkan.
Biasanya diperlukan perlakuan tambahan untuk menyatukan dua fragmen DNA
dengan ujung tumpul, misalnya pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau
penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’.
Ligasi Molekul - molekul DNA
Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus
menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen
DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor
yang sudah berbentuk linier. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi
fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA
ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang
telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika
cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara
yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul.
Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu pemberian enzim
deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’.
Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang
selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Suhu optimum bagi aktivitas
DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara
alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan
akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya
dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi (reaksi) yang
diperpanjang (sering kali hingga semalam).Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen
DNA genomik dan DNA vektor, khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi
atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi
akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi.
Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain
penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan
enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul
DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau
penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’ seperti telah disebutkan di atas.
Transformasi Sel Inang
Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA
genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut.
menggunakan teknik elektroforesis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa
fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor
sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke
dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam
campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada
sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama
lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan
transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu
setelah dimasuki molekul DNA rekombinan. Teknik transformasi pertama kali
dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A. Higa, yang melakukan
transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya, transformasi pada beberapa spesies bakteri
lainnya yang mempunyai sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah
dapat dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah
dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada
medium minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan
menggunakan preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian
transformasi dilakukan menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga
dikembangkan pada transformasi E.coli.
Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium
klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari
bakteriofag l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa
sel-sel yang diperlakukan dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid.
Frekuensi transformasi tertinggi akan diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di
dalam larutan CaCl2 pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan
45ºC selama lebih kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA
dengan larutan CaCl2 tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak
terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya
daripada molekul DNA kecil.Mekanisme transformasi belum sepenuhnya dapat
dijelaskan. Namun, setidak-tidaknya transformasi melibatkan tahap-tahap berikut ini.
Molekul CaCl2 akan menyebabkan sel-sel bakteri membengkak dan membentuk
sferoplas yang kehilangan protein periplasmiknya sehingga dinding sel menjadi
bocor. DNA yang ditambahkan ke dalam campuran ini akan membentuk kompleks
resisten DNase dengan ion-ion Ca2+ yang terikat pada permukaan sel. Kompleks ini
kemudian diambil oleh sel selama perlakuan kejut panas diberikan.
Seleksi Transforman dan Seleksi Rekombinan
Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA
rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman
yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang
membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel
yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Cara
seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid.
Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi
dilakukan, yaitu:
(1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal,
(2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan
(3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen
yang diinginkan.
Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat
yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor,
maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk
membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang
terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara
kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang
terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan
dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang
pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi
berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan
antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-
koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar,
dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja.
Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-
posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi
koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan
koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.
http://mickeyamekan.blogspot.com/2009/01/dasar-dasar-teknologi-dna-
rekombinan.html
Sabtu, 2009 Januari 24
Enzim Restriksi
Salah satu sebab cepatnya perkenmbangan teknologi DNA adalah penemuan berbagai
macam enzim yang dapat mengkatalisis pembelahan DNA di beberapa tempat yang
dapat di produksi. Enzim ini disebut enzim restriksi atau endonuklease restriksi.
...
Semua nuklease, enzim yang ditemukan pertama kali mampu memecah ikatan
fosfodiester asam nukleat, menunjukkan ketergantungan dalam urutan yang samhat
kecil, yang paling spesifik adalah T1 RNase, yang diketahui hanya dapat memotong
berikut tempat suatu sisa guanin. Pada RNA tertentu ditemukan tempat pemutusan
yang sangat disukai, tetapi hal ini mencerminkan molekul RNA untai tunggal yang
terlipat ke dalam susunan tiga simensi yang kompleks, dan bukan menunjukkan
kecenderungan apapun bagi enzim untuk melakukan pemotongan dalam urutan basa
tertentu. Pandangan umum yanh berlaku adlah bahwa nuklease yang sangat spesifik
tidak akan pernah akan ditemukan, dan oleh sebab itu pemisahan fragmen DNA yang
berlainan bahkan dari DNA virus, tidak akan mungkin. Satu - satunya dasar untuk
berpikir lain adlah pengamatan, yang dimulai pasa awal tahun 1953, bahwa bila
molekul DNA daei suatu galur E. coli dimasukkan kedalam galur E. coli yang lain,
DNA tadi jarang berfungsi secara genetik. Malahan, DNA asing hampir selalu sepa
dipecah - pecah ke dalam kepingan - kepingan kecil. jarang sekali molekul DNA yang
menginfeksi tidak akan terurai, karena entah bagaimana caranya DNA itu mengalami
midifikasi, sehingga DNA tadi dengan semua keturunannya sekarang dapat
memperbanyak diri pada galur bakteri yang baru. Dalam tahun 1966 analisis kimia
DNA virus kecil yang dimodifilasi dengan cara seperti itu, sehingga dapat
mempertahankan diri dalam galur E. coli yang berbeda, mengungkapkan adanya satu
atau beberapa basa yang termetilkan yang tidak terdapat dalam DNA yang tidak
mengalami modifikasi. Basa termetilkan tidak disisipkan dalam bentuk itu ke dalam
rantai DNA yang sedang tumbuh, bsa - basa itu timbul melalui edisi gugus metil yang
dikatalisasi secara enzimatik ke dalam rantai DNA yang baru disintesiskan.
Enzim restriksi dibedakan dalam 2 golongan atas dasar cara enzim memecah DNA.
Enzim golongan I mengenal urutan pasangan nukleotid spesifik dan kemudian
memecah DNA pada tempat tidak spesifik jauh dari tempat pengolahan. Enzim yang
terlibat dalam sistem restrilsi K dan B E. coli termasuk dalam golongan ini.
sebaliknya, enzim golongan II, memecah DNA pada temat pengenalan spesifik.
Endonuklease restriksi kelompok II telah diisolasi dalam sejumlah besar
mikroorganisme.
http://mickeyamekan.blogspot.com/2009/01/enzim-restriksi.html