Anda di halaman 1dari 6

SELEKSI TRANSFORMAN DAN SELEKSI REKOMBINAN

Seleksi sel yang telah mengalami transformasi

Transformasi pada sel kompeten merupakan prosedur yang tidak efisien,meskipun sel
telah dipersiapkan dengan saksama. Walaupun 1 ng pBR322 dapat menghasilkan
1000 - 10000 transforman, inj hanya menunjukkan pengambilan 0,01% dari semua
molekul yang ada. Lagi pula 10000 transforman hanya merupakan proporsi yang
sangat kecil dari jumlah total sel kompeten yang ada dalam kultur. Hal ini berarti
bahwa suatu cara tertentu harus dicari untuk membedakan sel yang telah mengambil
plasmid dari beribu-ribu sel yang teidak mengalami transformasi. Pemecahan atas
masalah ini adalah dengan menggunakan penanda yang dapat diseleksi (selectable
marker) yang dibawa oleh plasmid.

Gambar 5.4 seleksi sel yang mengandung plasmid Pbr322 dengan penanaman pada
medium agar yang mengandung ampisilin dan/atau tetrasiklin.

Pada PBR322, dengan menunjuk pada Gb. 5.4, akan terlihat bahwa hanya sel- sel
E.coli yang membawa plasmid yang mampu membentuk koloni pada medium agar
yang mengandung ampisilin atau tetrasiklin. Kebanyakan vektor kloning plasmid
membawa paling sedikit satu gena yang memberikan resistensi terhadap antibiotik
pada sel tuan rumah dan seleksi untuk transforman hanya dilakukan dengan menanam
sel pada medium agar yang mengandung antibiotik yang sesuai. Resistensi tergantung
pada adanya enzim di dalam sel yang telah ditransformasi; yang dikode oleh plasmid,
yang mendetoksifikasi antibiotik. Jika sel yang telah ditransformasi ditanam pada
medium selektif segera setelah kejutan panas, maka hanya akan terdapat enzim dalam
jumlah yang terbatas karena sel baru saja mengambil plasmid daa ekspresi gena
plasmid baru saja berjalan. Sebelum penanaman,sel-sel ditempatkan pada medium
cair dengan volume kecil tanpa antibiotik dan kemudian diinkubasi dalam waktu yang
pendek. Ini memungkinkan replikasi dan Ekspresi plasmid mulai, sehingga bila sel ini
ditanam dan bertemu denganantibiotic,maka selini akan sudah mensintesis enzim
resistensi yang cukup untuk dapat tetap hidup (Gb.5.5)

Gambar 5.5 Ekspresi fenotipik.


Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus
melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya,
di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk
mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Pada
dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang
tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau
berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau
gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan
sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat
dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara
kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang
hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa
kemungkinan ketigalah yang terjadi.

Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen
tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro
menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Penjelasan lebih
rinci tentang teknik PCRI. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara
yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis
agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja.
Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang
terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate).
Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang
diinginkan.

Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan merupakan suatu upaya perbanyakan gen
tertentu di dalam suatu sel lain atau lebih dikenal dengan kloning gen, sehingga dalam hal ini terjadi
pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan menyisipkan molekul DNA ke dalam suatu
vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel
organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Dalam hal ini perlu dilakukan beberapa teknik yaitu
teknik isolasi DNA, teknik pemutusan DNA dengan menggunakan enzim retriksi endonuklease, teknik
penyambungan DNA dan teknik pemasukan DNA ke dalam sel lain. Dalam penggunaan DNA rekombinan
ini memungkinkan didapatkannya produk dengan gen tertentu dalam waktu yang lebih cepat dan dalam
jumlah yang besar daripada perlakuan secara konvensional.

Dalam perlakuan dengan menggunakan DNA rekombinan ini dilakukan beberapa tahapan yang tercakup
semua teknik di atas:
1. Isolasi DNA yang diawali dengan melakukan perusakan serta penghilangan dinding sel. Dalam proses
ini dapat dilakukan secara mekanis ataupun dengan cara enzimatis. Setelah perusakan sel telah
dilakukan, langkah selanjutnya adalah pelisisan sel hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan buffer
nonosmotik, serta deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS).
Remukan sel yang diakibatkan oleh lisisnya sel dibuang dengan melakukan sentrifugasi sehingga bisa
dibedakan antara bagian yang rusak serta organel target. Yang pada akhirnya didapatlkan DNA yang
nantinya dilakukan pemurnian dengan penambahan amonium asetat dan alkohol. Teknik isolasi DNA ini
dapat diaplikasikan untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Plasmid pada
umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently
closed circular sedangkan DNA kromosom ikatan antara kedua untaiannya lebih longgar. Hal ini akan
menyebabkan DNA plasmid lebih rentan terhadap terjadinya denaturasi protein apabila dibandingkan
dengan DNA kromosom. Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik
genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya
sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau
bakteriofag lambda. Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika l
yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi
strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah
yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari
strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain
K, maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah
yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika
direinfeksikan pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem
restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K.

2. Selanjutnya adalah pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan
ini dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak merusak DNA. Selain
itu strain tersebut juga mempunyai suatu sistem modifikasi yang menyebabkan pemutusan basa pada
urutan tertentu yang merupakan recognition sites bagi enzim restriksi tersebut. Pemotongan DNA
genomik dan DNA vektor dengan menggunakan enzim restriksi ini harus menghasilkan ujung-ujung
potongan yang kompatibel dalam arti setiap fragmen DNAnya harus dapat disambungkan dengan DNA
vektor yang sudah berbentuk linier.

3. Tahap penyambungan DNA terdapat beberapa cara, yaitu penyambungan dengan menggunakan
enzim DNA ligase dari bakteri, penyambungan dengan menggunakan DNA ligase dari sel E. coli yang
telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau sering disebut dengan enzim T4 ligase. Serta dengan
pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’.
Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi
menggunakan DNA ligase. Aktiviotas enzim ini berada pada suhu 37 oC. namun, proses penyambungan
biasa dilakukan pada suhu 4 dan 15oC.
4. Tahap berikutnya adalah analisa terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta
analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA dengan menggunakan teknik elektroforesis. Hasil dari
penyambungan ini dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dalam hal ini
pada campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen
DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi
ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi. Sehingga diharapkan sel inang mengalami
perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.

5. Tahap selanjutnya adalah seleksi transforman dan seleksi rekombinan. Cara seleksi sel transforman
akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang
dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti
transformasi gagal,sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan sel inang dimasuki
vektor rekombinan dengan atau tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan
antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel
inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah
yang terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari
fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak yang pembuatannya dilakukan secara in vitro
menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction .

Rekombinasi memiliki tiga mekanisme dasar dalam menjalani prosesnya. Yaitu transformasi, konjugasi
dan transduksi. Transformasi merupakan transfer DNA telanjang yang umumnya berasal dari satu sel
bakteri ke dalam sel yang berbeda. Prosesnya adalah ketika sebuah sel bakteri pecah atau lisis maka
DNA sirkular akan terlepas ke lingkungan. Efisiensi transformasi bergantung pada kompetensi sel.
Konjugasi merupakan pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung melalui kontak sel
dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya
terjadi pada bakteri gram negatif. Sedangkan transduksi merupakan transfer materi genetik dari satu
bakteri ke bakteri lainnya dengan menggunakan virus bakteri sebagai vektor. Transfer ini menggunakan
prinsip dasar dari galur donor yang menyediakan DNA bagi galur resipien. Perbedaan utamanya dengan
transfer DNA lainnya adalah DNA ditransfer melalui perantaraan bakteriofag. Terdapat beberapa jenis
teknologi rekombinasi yang sedang berkembang saat ini, diantaranya adalah:

1. Homologous recombination

_ Meningkatkan keragaman

_ Menjaga integritas genome (DNA repair)


2. Site-specific recombination

_ Termasuk non homolog bagian DNA rekombinasi di bagian spesifik.

_ Fragmen DNA bergabung kembali untuk membuat kombinasi baru

_ Fragmen yang menyediakan lokasi tertentu dimana akan terjadinya rekombinasi dan integrasi genom
virus Immunoglobulin gen _ DNA splicing

3. Transposition

_ Bagian terkecil DNA (transposons) yang dapat bergerak sendiri untuk beberapa lokasi dalam
kromosom inang DNA.

_ Integrasi segmen kecil dari DNA ke dalam kromosom

_ Terjadi di lokasi yang berbeda dalam genom segmen DNA.

Anda mungkin juga menyukai