Anda di halaman 1dari 4

Korinebakteria

1. Morfologi

Korinebakteria adalah kuman berbentuk batang Grm-positif, tidak bergerak, tidak membentuk
spora, dan membentuk granula yang tidak teratur warnanya(granula monokromatik) yang memberikan
bentuk batang seperti tasbih. Kuman ini sering membentuk susunan yang khas yaitu mirip huruf Cina
atau seperti pagar. Ciri khas korinebakteria adalah ukuran 0,5-1 µm dan panjangnya beberapa µm,
memiliki pembengkakan tidak teratur pada salah satu ujungnya yang memberi bentuk seperti
“pentungan” pada kuman tersebut.

Tiap-tiap korinebakteria pada sediaan yang diwarnai cenderung terletak parallel atau menbentuk sudut
lancip satu sama lain. Percabangan jarang ditemukan dalam biakan. Beberapa spesies merupakan Mikro
Flora Normal (MFN) saluran pernapasan, saluran lendir, dan kulit pada manusia. Corynebacterium
diphtheria dapat menghasilkan eksotoksin yang sangat kuat dan dapat menyebabkan difteri pada
manusia.

2. Sifat Biakan

Kuman ditanam pada serum terkoagulasi Loeffler membentuk koloni kecil, bergranula, dan berwarna
kelabu dengan batas-batas yang tidak teratur. Pada media Loeffler kuman korinebakteria tumbuh lebih
mudah dibandingkan dengan kuman penghuni saluran pernapasan lainnya. Pada agar darah McLeod
yang mengandung kalium telurit direduksi secara intraseluler. Tiga tipe C. diphtheriae secara khas
mempunyai gambara sebagai berikut pada media agar darah McLeod:

1) Jenis gravis – tidak hemolitik, besar, kelabu, tidak teratur, koloni bercorak
2) Jenis mitis – hemolitik, kecil, hitam, permukaan halus, koloni konveks
3) Jenis intermedius – koloni kecil tidak hemolitik dengan sifat diantara dua sifat ekstrim.

Pada biakan kaldu, strain gravis cenderung membentuk biakan yang memanjang ke dalam cairan, strain
mitis tumbuh difus, dan strain intermedius mengendap sebagai sedimen granuler. Pada biakan gula
dapat membentuk asam pada beberapa gula tetapi tidak membentuk gas pada beberapa gula seperti
pada tabel:

Glukosa* Maltosa Sukrosa Urease


C. diphtheriae + + - -
C. xerosis + + + -
C. hofmannii - - - +
C. pyogenes + + + -
 Asam tapi tidak membentuk gas

3. Pathogenesis

Beberapa jenis koronebakteria, khususnya Corynebacterium pseudodiphtericum, Corynebacterium


hofmanni, Corynebacterium xerosis, Corynebacterium pyogenes dan Corynebacterium ulcerans sering
dinamakan kuman difteroid. Kuman ini merupakan MFN pada saluran pernapasan manusia. Difteroid
anaerobic (Propionibacterium acnes) merupakan MFN pada kulit manusia. Patogenesisnya adalah pada
jerawat. Kuman itu menghasilkan lipase yang memecah asam-asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam-
asam lemak ini dapat menimbulkan peradangan jaringan dan menimbulkan jerawat.

Kuman pathogen utama bagi manusia adalah Corynebacterium diphtheria. Di alam Corynebacterium
diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, luka, atau pada kulit orang yang terinfeksi atau
pembawa kuman yang normal. Kuman disebarkan melalui droplet atau kontak pada individu yang
rentan. Kuman virulen kemudian tumbuh pada selaput lendir atau kulit yang lecet dan mulai
menghasilkan toksin. Semua Corynebacterium diphtheriae yang toksigenik mampu mengeluarkan toksin
yang menimbulkan penyakit yang sama.

Kuman difteri dalam selaput terus menghasilkan toksin secara aktif. Toksin ini diabsorpsi dan
mengakibatkan kerusakan toksik yang jauh, khususnya degenerasi parenkima, infiltrasi lemak, dan
nekrosis otot jantung, hati, ginjal, dan adrenal yang kadang-kadang diikuti perdarahan yang hebat.
Toksin juga mengakibatkan kerusakan syaraf, sering mengakibatkan paralisis palatum molle, otot-otot
mata atau ekstrimitas.

4. Diagnosis Laboratorium
a. Bahan pemeriksaan : usap hidung, tenggorokan atau lesi tersangka lainnya sebelum pemberian
antibiotic
b. Sediaan: sediaan mikroskopik yang diwarnai dengan pewarnaan Gram atau metilen blue
menunjukkan batang-batang dalam susunan yang khas
c. Biakan: biakan pada lempeng agar darah, agar miring Loeffler, dan lempeng telurit lalu
diinkubasi pada 370C selama 24 jam.
Semua organism yang menyerupai difteri harus dilakukan tes virulensi sebelum diagnosa bakteriologi
difteri dilakukan. Tes ini adalah tes toksigenisitas sebenarnya dari kuman difteri yang diisolasi. Tes-tes ini
dapat dilakukan dengan 3 metode barikut ini:

1) Tes in-vivo menggunakan hewan percobaan.


2) Tes in-vitro
3) Tes biakan jaringan

5. Epidemiologi

Sebelum dikembangkannya imunisasi buatan, difteri adalah penyakit utama pada anak-anak. Infeksi
terjadi baik secara klinik maupun subklinik pada usia muda dan menyebabkan pembentukan antitoksin
yang tersebar pada penduduk. Reinfeksi tanpa gejala pada waktu dewasa muda dan dewasa berperan
sebagai rangsangan untuk mempertahankan kadar antitoksin yang tinggi. Jadi, sebagian penduduk selain
anak-anak sebenarnya telah kebal terhadap penyakit ini.

Dengan dikenalnya imunisasi buatan, keadaan telah berubah. Setelah imunisasi aktif selama tahun-
tahun pertama kehidupan , kadar antitoksin umumnya cukup sampai dewasas muda. Orang dewasa
muda harus diberikan booster toksoid karena basil difteria toksigenik tidak cukup umum dalam populasi
dari negara berkembang untuk menyebabkan rangsangan subklinik dengan pembentukan daya tahan.
Kadar antitoksin amenurun menurut waktu dan banyak orang tua yang kekurangan sejumlah antitoksin
yang terdapat dalam tubuh untuk melindungi mereka terhadap difteria.

Oleh karena itu, tujuan dasar pencegahan adalah membatasi penyebaran kuman difteri toksigenik pada
penduduk dan mempertahankan tingkat imunisasi aktif setinggi mungkin.

a. Isolasi yaitu membatasi kontak dengan kuman difteri seminimal mungkin. Pemberian antibiotic
secara dini dapat mengurangi risiko kontak. Tetapi pada beberapa kasus dimana kuman difteri
tidak dapat dibarantas oleh penisilin dan eritromisin, maka tonsilektomi dapat dilakukan sebagai
pilihan terakhir.
b. Imunisasi aktif yaitu dengan menggunakan:
1) Cairan toksoid
2) Toksoid untuk absorpsi lambat
3) Campuran toksin-antitoksin

Anda mungkin juga menyukai