Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bernapas adalah sebuah proses yang dilakukan oleh sebagian besar mahluk
hidup di muka bumi ini. Dalam prosesnya, bernapas juga memerlukan suatu sistem
yang kita kenal sebagai sistem pernapasan. Di dalam sistem pernapasan, kita
memiliki apa yang disebut sebagai saluran pernapasan. Saluran pernapasan
merupakan sebuah saluran yang berawal dari hidung ataupun mulut dan berakhir di
paru-paru.
Saluran pernapasan kita terdiri dari saluran hidung  faring  laring 
trakea  bronkus  bronkiolus  alveolus. Saluran pernapasan ini bisa dibagi
menjadi dua yaitu saluran pernapasan atas dan juga saluran pernapasan bawah.
Saluran pernapasan atas dimulai dari saluran hidung hingga faring. Walaupun
mempunyai sistem pertahanan tersendiri pada saluran pernapasan, namun saluran
pernapasan ini juga rentan terhadap berbagai macam penyakit, misalnya saja yang
sering kita kenal sebagai infeksi saluran pernapasan.
Penyebab infeksi ini bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah
bakteri. Ada berbagai macam bakteri yang bisa menyebabkan infeksi pada saluran
pernapasan. Bakteri-bakteri ini bisa menular melalui berbagai cara seperti melalui
udara, droplet, air, dan lain-lain. Terdapat beberapa bakteri penyebab infeksi saluran
pernapasan, diantaranya Streptococcus, Mycobacterium tuberculosis, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza, Corynebacterium diphtheriae, Mycoplasma
pneumonia, Bordetella pertussis, dan Legionella pneumophila.

1.2. rumusan masalah


Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap beberapa jenis bakteri
patogen yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi ilmiah
kepada sesama mahasiswa farmasi khususnya dan masyarakat secara umum tentang
jenis-jenis bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan. Selain itu juga diharapkan
adanya pengembangan untuk pengobatan penyakit berdasarkan informasi yang
terdapat dalam makalah.

ii
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah
metode pustaka dan studi literatur. Dengan metode ini, penulis mencari dan
mengumpulkan informasi penting yang sesuai dengan topik penulisan dari berbagai
sumber seperti beberapa buku, artikel dan website atau situs-situs internet yang
terkait.

1.5. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu Bab I:
Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.  Bab II: Pembahasan, serta Bab III:
Penutup, yang terdiri atas Kesimpulan dan Saran.

ii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Streptokokus
Streptokokus adalah patogen penting karena banyak infeksi hebat yang
disebabkannya dan karena komplikasi yang mungkin terjadi setelah sembuh dari
infeksi akut itu. Komplikasi yang terjadi setelah infeksi streptokokus meliputi
demam reumatik dan glomerulonefritis akut.

Ciri-ciri Utama
Mikroba bersifat Gram-positif, bentuk kokus dengan penataan tunggal,
berpasangan atau berantai. Lazimnya bersifat fakultatif anaerob, katalase-negatif
dan fermentatif.
Mikroba ini banyak ditemukan di alam dan juga sebagai mikroba komensal
pada hewan. Streptococcus yang bersifat patogen dapat ditemukan pada kulit,
mukosa mebran, traktus genitalis dan saluran pencernaan.

Sifat Biakan
Beberapa galur Streptococcus hanya dapat tumbuh dalam keadaan
anaerobik. Kelompok ini agak berbeda dengan Streptococcus lainnya yang
lazimnya bersifat anaerobik oleh karena tidak dapat mensintesis senyawa “heme”.
Kelompok Streptococcus anaerobik ini tidak dapat mensintesis sitokromdan dengan
demikian tidak dapat melakukan fosforilasi oksidatif yang ditengahi oleh sitokrom-
ETS. Berdasarkan sifat ini, maka untuk mengisolasi Streptococcus seringkali
ditambahkan inhibitor sitokrom yaitu Na-azide.

Hemolisis
Daya kerja Streptococcus pada eritrosit kuda merupakan salah-satu dasar
identifikasi kelompok ini. Pada umumnya galur yang bersifat patogen menghasilkan
hemolisisn yang melisiskan eritrosit kuda. Ini disebut beta-hemolisis dan ditandai
oleh zone terang disekeliling koloni pada biakan agar darah.
Pada kelompok vriridans akan terlihat hemofilis-alpha yang ditandai oleh
perubahan warna kehijauan di sekitar kolonisetelah 18-24 jam bila diinkubasikan
pada suhu 370 C. Bila Streptococcus kelompok ini kemudian diinkubasikan pada
suhu yang rendah maka akan terlihat zone jernih di luar zone kehiajauan. Zone hijau
ini tidak akan berubah warna meskipun diinkubasikan lebih lama.

ii
Infeksi Biogenik
Kelompok bakteri yang terutama menghasilkan nanah adalah
staphylococcus, streptococcus dan corynebacterium. Bila bakteri piogenik merasuki
jaringan maka akan terjadi proses peradangan yang ditandai dilatasi vaskuler dan
peningkatan jumlah neutrofil dan plasma. Neutrofil akan melingkupi bakteri dengan
proses fagositosis. Dalam proses fagositosis ini ada bakteri yang dihancurkan tetapi
ada juga bakteri yang resisten terhadap enzim lisozim dan berkembang biak dalam
neutrofil. Bakteri ini ada yang berbentuk toksin, sehingga menghancurkan neutrofil.
Enzim yang dikeluarkan oleh neutrofil akan menyebabkan pencairan dari jaringan
sel yang mati dan juga sel-sel fagosit. Sel dan jaringan yang mencair ini terlihat
sebagai nanah yang kental dan bewarna kuning. Sifat kental dari nanah ini
disebabkan deoksiribonukleoprotein dari inti sel yang rusak dan mati.

2.2. Mycobacterium
Ciri Utama Mycobacteria
Mikroba yang termasuk kelompok ini bersifat tahan asam, berbentuk batang
halus, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan bersifat aerobic. Penguraian
karbohidrat dilaksanakan melalui proses oksidasi.

Komponen Mycobacteria
Mikroba ini tidak menghasilkan eksotoksin. Kandungan lipidnya sangat
tinggi (20-40% dari berat kering) bahan ini diduga sebagai penyebab resistensi
pertahanan humoral, desinfektans, larutan asam dan basa.
            Dinding sel yang tebal dari mycobacterium kaya akan asam mikolat dan
asam lemak lainnya, sehingga menyebabkan mikroba ini bersifat hidrofobik dan
bersifat impermeable terhadap zat warna.
            Lipida yang terdapat pada mycobacterium ialah :
1.      Asam Mikolat
2.      LIlin D
3.      Mikosida
4.      Glikolipida

Mekanisme Infeksi Mycobacterium tuberculosis


Mikroba dikeluarkan melalui sputum dan saluran pernafasan. Infeksi terjadi
melalui muntahan atau saluran pernafasan. Lesion utama terjadi pada paru-paru dan
limfoglandula.

ii
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Tuberkulosis
1.      Kepadatan jumlah hewan dalam satu kandang.
2.      Faktor genetic
3.      Kekebalan alami dan kekebalan perolehan
Patogenesis
Manifestasi penyakit tergantung pada masuknya mikroba. Jika terjadi
melalui inhalasi, maka paru-paru dan limfoglandula tracheobronchial yang
terserang. Jika melalui ingesti, maka jalur infeksi terjadi melalui limfoglandula
mesenterium, dinding usus dan hati melalui sistem portal. Mikroba dari
limfoglandula dapat mencapai duktus thorasikus melalui infeksi umum.
Hipersensitivitas dan kekebalan seluler digertak disertai dengan penghambatan
perkembangbiakan dan penyebaran mikroba.

Patogenitas Mycobacterium  tuberculosis


Mikroba ini dapat menginfeksi manusia, primata dan kera. Primata dan kera
dapat ditulari oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi
terjadi melalui sisa makanan tercemar, gejala terlihat pada limfoglandula di daerah
kepala. Ayam jarang terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan
percobaan, marmot bersifat peka terhadap infeksi M. tuberculosis.

Pengobatan
Penggunaan obat mungkin tidak dapat diterapkan pada hewan. Obat yang
paling ampuh dalam pengobatan tuberculosis adalah isoniazid. Obat ini digunakan
bersama para-aminosalisilat atau ethambutol dan kadangkala bersama dengan
streptomycin merupakan “triple therapy”. Pengobatan dapat diberikan selam 3
tahun, namun untuk streptomycin pengobatan dilakukan untuk beberapa bulan saja.
Beberapa galur dapat menjadi resisten terhadap streptomycin dan gangguan
terhadap syaraf pendengaran dapat terjadi. Selain itu terdapat pula galur yang
resisten terhadap isoniazid. Rifampin juga merupakan obat manjur dan dapat
digabung dengan ioniazid. Penggabungan kedua obat ini sering diberikan pada
hewan penderita di kebun binatang.

Pencegahan
Di lapangan, diagnosis dilakukan dengan uji tuberkulin yang didasarkan
pada “Delayed-hypersensitivity”. Beberapa macam tuberculin dapat digunakan,
semuanya mengandung protein mycobacterium yang menyebabkan hewan

ii
terinfeksi menjadi hipersensitif . “Old Tuberculin” menurut Koch merupakan filtrat
dari biakan M. tuberculosis yang berumur 8 minggu.

Kekebalan
Meskipun antibody diproduksikan dalam tuberkulosis, imunitas terutama
disebabkan (Cell Mediated Immunity) CMI. Vaksin yang terutama digunakan ialah
vaksin BCG yang merupakan M. bovis yang hidup dan diatenuasikan dengan
menumbuhkannya pada biakan kentang-gliserin empedu dengan pemindahan
berulang kali. Vaksin ini digunakan untuk pencegahan penyakit pada pedet.
Hipersensitivitas terhadap tuberkulin menunjukan resistensi terhadap
tuberkulin. Reaksi ini terkadang bersifat negatif bila tingkat infeksinya parah
ataupun bila terdapat kelemahan tedapat pada CMI.

2.3. Streptococcus pneumoniae (Pneumokokus)


Pada tahun 1881, George Sternberg dan Louis Pasteur menemukan bakteri
ini dalam saliva manusia di tempat yang terpisah. Walaupun mereka dapat membuat
septikemia dengan menyuntikkan kuman ini pada kelinci, namun mereka tidak
menghubungkannya dengan penyakit pneunomia. Kemudian pada tahun 1886
diketahui bahwa kuman ini dapat menyebabkan pneumonia lobaris, oleh Frunkel
dan Weischselbaum di tempat yang terpisah juga.

Koloni Kuman dan Sifat Biak


Kuman ini merupakan positif Gram berbentuk diplokokus dan seperti lanset.
Namun pada perbenihan tua dapat nampak sebagai negatif Gram, tidak membentuk
spora, tidak bergerak (tidak berflagel). S. pneunomiae adalah anaerob fakultatif,
larut dalam empedu dan merupakan alfa hemolitis. Selubungnya terutama dibuat
oleh jenis yang virulen.
S. pneunomiae tumbuh pada pH normal, yaitu 7,6-7,8, dan jarang terlihat
tumbuh pada suhu di bawah 25C dan di atas 41C, melainkan tumbuh dengan suhu
optimum 37,5C. Glukosa dan gliserin meningkatkan perkembangbiakannya, tapi
bertambahnya pembentukan asam laktat dapat menghambat dan membunuhnya,
kecuali jika ditambahkan kalsium karbonat 1% untuk menetralkannya. Dalam
lempeng agar darah sesudah pengeraman selama 48 jam akan terbentuk koloni yang
bulat kecil dan dikelilingi zona kehijau-hijauan identik dengan zona yang dibentuk
oleh Streptococcus viridans. Perbedaan antara S. pneumoniae dengan S. viridans
tersebut adalah sifat S. viridans yang lisis dalam larutan empedu 10% (otolisis) atau

ii
natrium desoksikholat 2% dalam waktu 5-10 menit. Pneumokokus dapat dibedakan
dengan kokus lainnya, sebab kuman ini dihambat pertumbuhannya oleh optokhin.

Manifestasi Klinis
Infeksinya pada manusia yang khas ialah menyebabkan penyakit pneumonia
lobaris. Penyakit lain yang disebabkannya juga adalah sinusitis, otitis media,
osteomielitis, artritis, peritonitis, ulserasi kornea, dan meningitis. Pneumonia lobaris
dapat menyebabkan komplikasi berupa septikemia, empiema, endokarditis,
perikarditis, meningitis dan artritis.

Pengobatan
Penisilin merupakan obat yang sangat efektif. Yang berbahaya bila terjadi
infeksi sekunder oleh Stafilokokus yang resisten terhadap penisilin dan antibiotika
lainnya. Dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mengobati meningitis agar dapat
mencapai selaput otak. Namun, akhir-akhir ini pneumokokus sudah resisten
terhadap banyak preparat antibiotika, misalnya tetrasiklin, eritromisin, dan
linkonmisin. Peningkatan resistensi terhadap penisilin juga terlihat pada
Pneumokokus yang diisolasi dari New Guinea.

2.4. Haemophilus Influenzae


Bakteri H. influenzae  pertama kali ditemukan oleh Richard Pfeiffer (1892)
ketika sedang terjadi wabah influenza. H. influenzae disalah artikan sebagai
penyebab influenza sampai tahun 1933, ketika etiologi virus flu menjadi jelas.

Koloni Kuman dan Sifat Biakan


H. influenzae mempunyai ukuran (1 µm X 0.3 µm). Bakteri ini berbentuk
cocobacillus negatif Gram dan merupakan anaerob fakultatif. Pada 1930, bakteri ini
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu koloni R yang dibentuk oleh kuman-kuman tak
bersimpai (NTHi) dan koloni S yang dibentuk oleh kuman-kuman bersimpai.
Kuman-kuman koloni S dianggap virulen dan secara serologik dibagi dalam
6 tipe berdasarkan simpainya: a,b,c,d,e, dan f. Penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa H. influenzae tak bersimpai (rough) biasa diasosiasikan
dengan penyakit saluran pernafasan kronik, terutama pada orang dewasa.
Sedangkan H. influenzae bersimpai merupakan penyebab penyakit-penyakit invasif
seperti meningtis, piartrosis, sellulitis, pneumonia, perikarditis, dan epiglotitis akut.
Salah satu jenis dari kuman bersimpai ini adalah H. influenzae tipe b (Hib), yang

ii
merupakan penyebab sebagian besar penyakit invasif, termasuk penyakit
pneunomia dan meningitis bakterial akut pada bayi dan anak-anak.

Penyeberan
Infeksi oleh H. influenzae terjadi setelah mengisap droplet  yang berasal dari
penderita baru sembuh, atau carrier, yang biasanya menyebar secara langsung saat
bersin atau batuk. H. influenzae menyebabkan sejumlah infeksi pada saluran
pernafasan bagian atas seperti faringitis, otitis media, dan sinusitis yang terutama
penting pada penyakit paru kronik. Meningitis karena H. influenzae jarang terjadi
pada bayi berumur kurang dari 3 bulan dan tidak umum dijumpai pada anak-anak
diatas umur 6 tahun. Pada anak-anak, selain meningitis, H. influenzae tipe b juga
menyebabkan penyakit bacterial epiglottitis akut.

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala klinis yang disebabkan penyakit ini cukup banyak, tergantung
letak infeksi dan jenis penyakit yang disebabkannya. Anak-anak mungkin memiliki
gejala klinis yang berbeda tiap pribadi, namun jika disimpulkan, gejala klinis
tersebut adalah Irritability (kekurangan makanan dan nutrisi saat bayi, demam
(pada bayi prematur temperaturnya dibawah normal), sakit kepala, muntah, sakit di
leher, sakit di punggung, posisi badan yang tidka biasa, kepekaan terhadap cahaya,
epiglottitis, dyspnoea (sulit bernafas), dysphagia (sulit menelan), septic arthritis,
cellulitis, pneumonia, sepicaemia, osteomyelitis, bacteramia, dan empyema. Kasus
Hib jarang terjadi pada bayi di bawah 3 bulan atau di atas 6 tahun. Biasanya terjadi
pada umur 4-18 bulan.

Pengobatan
Pemilihan antibiotika yang akan digunakan dapat ditentukan dengan tes
kepekaan secara in vitro. Kebanyakan H. influenzae peka terhadap ampisilin,
khloramfenikol, tetrasiklin, sulfonamida dan kotrimoksasol, dan terapi dengan salah
satu atau kombinasi obat-obat ini, namun kepekaan kumannya sendiri dan hasil
suatu terapi tidak dapat diperkirakan. Terapi untuk anak atau bayi yang terinfeksi
meningitis karena Hbi dapat diberikan dexamethasone atau campuran dari
cefotaxime sodium/ceftriaxone sodium/ampicillin dengan chloramphenicol.
Sementara untuk pencegahannya, dapat digunakan vaksin khas polisakarida
simpai (vaksin PRP). Disarankan juga untuk menjaga pola hidup bersih di daerah
yang padat penduduk.

ii
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Singkatnya, materi pembelajaran pada bakteri yang memasuki tubuh melalui
saluran pernafasan  ini merupakan materi dasar yang wajib untuk dipelajari dan
dipahami secara mendalam. Materi yang secara umum mencakup Streptococcus,
Haemophilus influenza, Mycobacterium tuberculosis, Bardetela pertussis,
Streptococcus pneumoniae, Corynebacterium dipththeriae, Mycoplasma
pneumonia, Legionella pneumophila merupakan bakteri yang dpaat menyebabkan
penyakit pada saluran pernafasan. Materi-materi dasar dalam pelajaran
mikrobiologi ini berguna untuk mempelajari materi selanjutnya yang tentu saja
lebih rumit. Dalam makalah ini materi duraikan secara singkat agar para pembaca
lebih mudah memahaminya.

3.2. Saran
Dengan adanya makalah sederhana ini, penyusun mengharapkan agar para
pembaca dapat memahami materi bakteri yang memasuki tubuh melalui saluran
pernafasan ini dengan mudah. Saran dari penyusun agar para pembaca dapat
menguasai materi singkat dalam makalah ini dengan baik, kemudian pembaca dapat
mengetahui cara pencegahan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang
memasuki saluran pernafasan dan mengetahui cara mengobatinya.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Lay, Bibiana. W, dan Hastowo Sugoyo 1992. MIKROBIOLOGI. Jakarta : CV Rajawali.


Wheller dan Volk. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta  : P.T. Gelora
Aksara Pratama

ii
MAKALAH MIKROBIOLOGI
BAKTERI PATOGEN PADA SALURAN
PERNAPASAN

ii
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta
alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta segala isinya, karena berkat pimpinan,
bimbingan, bantuan, izin serta bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Bakteri Patogen Pada Saluran Pernapasan” ini tepat pada waktunya.
Topik pada makalah ini adalah bakteri patogen, khususnya mengarah pada
pembahasan mengenai bakteri penyebab infeksi pada saluran pernapasan. Kami
mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku, internet, maupun orang-orang
yang memiliki kemampuan lebih mendalam mengenai topik yang kami bahas.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi peningkatan kualitas makalah ini.

                                                                                                                         

Kolaka, 03 Januari 2014

                                                          ANDIK PRASETYONO

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

ABSTRAK............................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan....................................................................... 1
1.4. Metode Penulisan...................................................................... 2
1.5. Sistematika Penulisan................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Streptokokus ............................................................................. 3


2.2. Mycobacterium......................................................................... 4
2.3. Streptococcus pneumoniae (Pneumokkokus) .......................... 6
2.4. Haemophilus Influenzae............................................................ 7

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan .............................................................................. 8


3.2. Saran ......................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 10

ii
 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
DAFTAR ISI     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
ABSTRAK     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
BAB I.  Pendahuluan     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4
I.1.    Latar Belakang    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
I.2.    Rumusan Masalah     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 5
I.3.    Tujuan Penelitian     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
I.4.     Metode Penulisan     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
I.5.     Sistematika Penulisan     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
BAB II.  Pembahasan     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
II.1.     Streptococcus    . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .6
II.2.      Mycobacterium tuberculosis     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .10
II.3.      Streptococcus pneumoniae     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .14
II.4.      Haemophilus influenza    . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . 16
II.5.      Mycoplasma pneumoniae      .. . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . .19
II.6.     Corynebacterium diphtheriae    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . .23
II.7.      Bordetella pertussis    . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .  . .. .  . . . . ..  . . 28
II.8.      Legionella pneumophila     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .34
BAB III. Penutup    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .  ..  . ..  .  . . . . . . . . .38
III.1.    Kesimpulan     . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..38
III.2.    Saran     . . . . .. ... .  . . ..  ..  ..  ..  . ..  . . . . . . . . .. .. . . . . . . .. . .  . . . . . .38

Daftar Pustaka     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .39

ii
ABSTRAK

Saluran pernafasan adalah pintu gerbang utama, tempat bakteri mungkin memasuki
tubuh. Dalam makalah ini tekanan diletakkan pada mikroorganisme yang menginvansi
dengan melalui saluran pernafasan serta penyakit yang ditimbulkannya.
Satu penjelasan tentang bagaimana saluran pernafasan bawah tetap bebas dari
mikroorganisme berpusat pada pelapisan salurannya, dengan silianya dan sel-sel yang
menyekresi lendir. Kerja sekresi lendir dan gerakan silia yang terkombinasi cenderung
menghasilkan “eskalator” mukosilia yang dengan efektif membuang setiap bakteri atau
partikel lain yang mungkin telah memperoleh jalan sampai saluran pernafasan bawah.
Hal lain yang perlu diperhatikan pula ialah bahwa dalam makalah ini tekanan
diletakkan pada mikroorganisme yang masuk terutama melalui saluran pernafasan .
beberapa di antara organisme ini mungkin mempunyai pintu gerbang masuk lainnya juga.
Masih ada organisme  lain yang kadang-kadang memasuki tubuh dan menimbulkan
penyakit melalui saluran pernafasan yang tidak tercakup dalam makalah ini karena
langkahnya sebagai penyebab penyakit.

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai