Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tikus adalah hewan mengerat yang lebih dikenal sebagai hama tanaman
pertanian, perusak barang di gudang dan hewan penggangu. Tikus juga dikenal
bisa hidup berdampingan dengan manusia namun belum banyak diketahui dan
disadari bahwa hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai
penyakit kepada manusia. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi
berbagai agen penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan
cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia melalui ludah, urin dan
fesesnya ataupun melalui gigitan ektoparasitnya (kutu, pinjal, caplak dan tungau).
Salah satu penyakit bersumber tikus adalah penyakit Pes. Penularan
penyakit Pes terjadi melalui gigitan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) yang
terinfeksi bakteri Yersinia pestis. Penyakit tersebut merupakan salah satu penyakit
yang terdaftar dalam karantina internasional, termasuk dalam Undang-undang
No 1 tahun 1962 tentang karantina laut, Undang-undang No. 4 tahun 1984
tentang wabah penyakit menular dan termaktub di dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang penyakit yang
menimbulkan wabah, serta diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan No.
451I/PD.03.04/IF/1999.
Pes merupakan penyakit bersifat akut. Penyakit Pes dikenal ada 2 macam
yaitu Pes bubo ditandai dengan demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak
enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer (lipat paha,
ketiak dan leher). Sedangkan Pes pneumonic ditandai dengan gejala batuk hebat,
berbuih, air liur berdarah, dan sesak nafas (Simanjuntak, 2006).
Di Indonesia masih terdapat beberapa daerah fokus Pes antara lain
Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY dan Jawa Timur. Mengacu pada hal
tersebut, Kementrian Kesehatan RI dalam Rencana Strategi (Renstra) telah

1
memasukan penyakit Pes sebagai potensi permasalahan pembangunan kesehatan
tahun 2010-2014 (Depkes RI, 2010).
Penularan penyakit Pes dapat juga terjadi melalui alat angkut kapal. Hal
tersebut diakibatkan salah satu sifat tikus yang selalu bermigrasi ke tempat yang
banyak makanan dan terlindung termasuk ke atas kapal yang sedang sandar di
pelabuhan (Depkes RI, 2006).
Antisipasi terhadap hal tersebut dilakukan melalui pelaksanaan
pengawasan tikus di atas kapal yang sandar di pelabuhan oleh Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Kementrian
Kesehatan RI (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008).
Pengawasan tikus di atas kapal merupakan upaya sistem kewaspadaan dini
(SKD) terhadap penyakit Pes. Upaya tersebut dilaksanakan KKP melalui 2
kegiatan pokok yaitu pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus di kapal
menjelang kedatangannya pertama kali di suatu pelabuhan serta pengawasan
pelaksanaan persyaratan pencegahan migrasi tikus selama kapal sandar di
pelabuhan.
Secara umum pengawasan tikus di atas kapal laut domestik di Indonesia
belum intensif dilakukan. Fungsi pengawasan tikus di atas kapal oleh KKP masih
lebih diintensifkan pada kapal-kapal yang datang dari pelabuhan luar negeri. Hal
tersebut disebabkan belum adanya konsep baku standar operasional prosedur
(SOP) pengawasan tikus di atas kapal secara spesifik sehingga acuan yang dipakai
KKP selama ini adalah SOP sanitasi kapal yang butir uraian kegiatannya masih
bersifat umum.
Pelaksanaan pengawasan tikus di atas kapal pada pelabuhan perikanan
merupakan topik sangat penting untuk dikaji karena selain sebagai langkah
antisipasi penularan penyakit Pes, juga berfungsi untuk mencegah kontaminasi
produksi perikanan serta upaya preventif penularan penyakit bersumber tikus
lainnya terhadap anak buah kapal (ABK).

1.2 Rumusan permasalahan

2
Pengawasan tikus di atas kapal merupakan upaya sistem kewaspadaan dini
(SKD) terhadap penyakit Pes melalui 2 kegiatan pokok yaitu pemeriksaan tanda-
tanda kehidupan tikus pada kapal menjelang kedatangan pertama kali di suatu
pelabuhan dan memeriksa serta mengawasi pelaksanaan persyaratan pencegahan
migrasi tikus di atas kapal selama kapal sandar di pelabuhan. Bagaimana
pelaksanaan pengawasan tikus di atas kapal pada PPS Nizam Zachman Tahun
2010?

1.3 Batasan Masalah


Terdapat beberapa faktor terkait pengawasan tikus di atas kapal. Topik
kajian pada magang ini lebih di arahkan untuk mengetahui input, proses, dan
output pengawasan tikus di atas kapal pada PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun
2010.

1.4 Tujuan dan manfaat


Untuk mengetahui gambaran pengawasan tikus di atas kapal yang sandar
pada PPS Nizam Zachman tahun 2010.

1.4.1 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui gambaran input pengawasan tikus di atas kapal pada
PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010.
2. Untuk mengetahui gambaran proses pengawasan tikus di atas kapal pada
PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010.
3. Untuk mengetahui gambaran output pengawasan tikus di atas kapal pada
PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010.

1.5 Rincian Pelaksanaan


1. Rincian Pelaksanaan Kerja Praktek berisi uraian mengenai waktu, tempat,
dan jadwal pelaksanaan, supervisor/penyelia KP (jika ada).
2. Fasilitas yang didapatkan, misalnya: share PC, meja kerja, makan siang,
transport, uang saku (jika ada maka harus menyebutkan nilainya).

3
3. Rincian pelaksanaan juga menyertakan schedule pelaksanaan kerja
praktek, mulai dari observasi, pengumpulan data, pembuatan program,
analisis, pembuatan laporan dan sebagainya.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan menjelaskan secara singkat bagian – bagian apa
yang termuat dari bab dan sub bab dalam laporan kerja praktek.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengawasan Tikus di Kapal


Menurut surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
288/Menkes/SK/III/2003, penyehatan sarana dan bangunan umum, adalah upaya
kesehatan lingkungan, dalam pengendalian faktor risiko penyakit pada sarana dan
bangunan umum. Faktor resiko penyakit adalah hal-hal yang memiliki potensi
terhadap timbulnya penyakit.
Institusi yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan dan
pengendalian vektor di atas kapal dan pelabuhan adalah KKP. KKP merupakan
UPT pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan RI.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan yang menyatakan bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan
adalah melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan
penyakit menular potensial wabah, pelaksanaan kekarantinaan, pelayananan
kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat serta
pengendalian dampak risiko lingkungan.
Salah satu upaya yang dilakukan KKP dalam rangka menunjang
pencegahan masuk keluarnya penyakit karantina khususnya penyakit Pes adalah
melalui kegiatan pengawasan tikus pada alat angkut. Upaya tersebut diharapkan
dilaksanakan secara baik dan berkesinambungan mengingat penyakit Pes adalah
salah satu penyakit yang terdaftar dalam penyakit karantina internasional.
Untuk menunjang kualitas dan kuantitas pelaksanaan upaya tersebut,
diperlukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang
diarahkan untuk menyediakan tenaga kesehatan yang professional dan mampu

5
menjawab tuntutan era pasar bebas. Permenkes 373/MENKES/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Sanitarian menetapkan kualifikasi minimal yang harus
dimiliki oleh SDM kesehatan yang memberikan pelayanan sanitasi sesuai dengan
jenjang keprofesiannya.

2.1.1 Tujuan dan Manfaat Pengawasan Tikus di atas Kapal yang


Sandar di Pelabuhan

2.1.1.1 Tujuan
a) Tujuan kualitatif pelaksanaan pengawasan tikus di atas kapal adalah
tercapainya jumlah kapal bebas tikus.
b) Tujuan kuantitatif pelaksanaan pengawasan tikus di atas kapal yang sandar
di pelabuhan adalah tercapainya jumlah kapal yang diperiksa sesuai
standar kekarantinaan kesehatan.

2.1.1.2 Manfaat Pengawasan tikus di atas kapal


Terlaksananya pengawasan tikus di atas kapal yang sandar di pelabuhan
dengan pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus secara cermat dan
berkesinambungan serta dilaksanakannya persyaratan pencegahan migrasi tikus
pada kapal yang sandar di pelabuhan maka diharapkan potensi penularan penyakit
bersumber tikus terutama penyakit Pes dapat diminimalisir.

2.1.2 Tinjauan tentang Tikus


Tikus adalah mamalia yang sangat merugikan, mengganggu kehidupan
serta kesejahteraan manusia. Tikus dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah
satunya penyakit Pes yang merupakan penyakit karantina dan dapat menimbulkan
wabah khususnya di wilayah pelabuhan domestik maupun pelabuhan internasional
WHO (World Health organization) dalam IHR (International Health
Regulations) tahun 2005.
Tikus merupakan binatang malam, dimana pada siang hari gerakannya
lamban. Tikus lebih suka pada tempat-tempat yang sempit dan membuat jalan di
sepanjang garis antara dinding dan lantai, sifat penting dari tikus adalah

6
melakukan migrasi ke tempat yang banyak terdapat makanan dan terlindung
(Depkes RI, 2002).
2.1.2.1 Siklus Hidup Tikus
Tikus mencapai usia kematangan seksual setelah 4 bulan. Untuk semua
jenis tikus rumah, rata-rata seekor betina dapat beranak 3 sampai 6 kali dalam satu
tahun. Kegiatan tikus akan meningkat mulai berumur 2 bulan sampai 9 bulan.
Rata-rata umur tikus lebih dari 12 bulan (Depkes RI, 2002).

2.1.2.2 Kebiasaan dan habitat.


Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir di
semua habitat. Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang dekat hubungannya dengan
manusia adalah sebagai berikut :
1. Rattus norvegicus
- Tikus ini suka menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit
benda-benda keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb. Bersarang
dan menggali lubang pada saluran air kotor atau di bawah pondasi
bangunan sekitar pelabuhan, dalam rumah dan gudang.
- Bentuk tubuh gemuk dengan berat antara 200-500 gram.
- Panjang badan sampai dengan 240 mm.
- Warna bagian atas gelap dan bagian bawah pucat.
2. Rattus-rattus diarrdi
- Jenis tikus ini hidup di rumah-rumah dan bangunan dengan membuat
sarang di atas atap, tikus ini lebih dikenal sebagai tikus rumah.
- Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang
ulung, menggigit benda-benda yang keras. Hidup dilobang pohon,
tanaman yang menjalar.
- Bentuk tubuh langsing dengan berat antara 110 – 340 gram.
- Panjang badan 125 – 205 mm.
- Warna tubuh sawo matang keabu-abuan.
3. Mus mucculus

7
- Mus mucculus suka bersarang ditumpukan kertas dalam gudang,
rumah dan bangunan lainnya. Jenis tikus ini lebih sering mencari
makanan di dalam rumah dan bangunan.
- Termasuk tikus pemanjat, kadang-kadang menggali lobang,
menggigit hidup didalam dan diluar rumah.
- Bentuk tubuh kecil dengan berat hanya sampai 21 gram.
- Warna tubuh seluruhnya sawo matang dengan panjang badan 60 – 90
mm.

2.1.2.3 Kemampuan alat indera dan fisik


Tikus termasuk binatang nokturnal, keluar sarangnya dan aktif pada
malam hari untuk mencari makan. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan yang
khusus agar bebas mencari makanan dan menyelamatkan diri dari predator pada
suasana gelap.
a. Kemampuan alat indera
1. Mencium
Tikus mempunyai daya cium yang tajam, sebelum keluar sarangnya
ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala kekiri dan
kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi sekitar sarangnya
sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital yang
memberikan jejak bau yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti
oleh tikus lainnya. Bau penting untuk tikus karena dari bau ini dapat
membedakan antara tikus sekeluarga atau tikus asing. Bau juga
memberikan tanda akan bahaya yang telah dialami.
2. Menyentuh
Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan tikus komensal, ini
untuk membantu pergerakannya sepanjang jejak dimalam hari.
Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap digunakan selama
menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan benda lain yang dekat
sangat membantu dalam orientasi dan kewaspadaan binatang ini
terhadap ada atau tidaknya rintangan di depannya.

8
3. Mendengar.
Tikus sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu
tikus dapat mendengar dan menerima suara ultra.
4. Melihat.
Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari. Tikus dapat
mendekteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter dan dapat
membedakan antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang
ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan perkiraan pada jarak
lebih 1 meter, perkiraan yang tepat ini sebagai usaha untuk meloncat
bila diperlukan.
5. Mengecap.
Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dapat
mendekteksi dan menolak air minum yang mengandung
phenylthiocarbamide 3 ppm. Phenylthiocarbamide dikenal sebagai
PTC, atau phenylthiourea, merupakan senyawa organik yang selera
sangat pahit atau hampir tawar tergantung pada genetika dari
pengecap.
b. Kemampuan fisik.
1. Menggali
R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali untuk
tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali dapat
mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.
2. Memanjat.
R. komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau tikus rumah
yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih beradaptasi
untuk memanjat dibandingkan dengan tikus got. Namun demikian
kedua spesies tersebut dapat memanjat kayu dan bangunan yang
permukaannya kasar. Tikus got dapat memanjat pipa baik di dalam
maupun di luar.
3. Meloncat dan melompat.

9
R.norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih. Dari keadaan
berhenti tikus got dapat melompat sejauh 1,2 meter. M. musculus
meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.

4. Menggerogoti.
Tikus menggerogoti bahan kayu, lembaran alumunium maupun
campuran pasir, kapur dan semen yang mutunya rendah.
5. Berenang dan menyelam.
Baik R. norvegicus, R. rattus dan M. musculus adalah perenang yang
baik. Tikus yang disebut pertama adalah perenang dan penyelam
yang ulung, perilaku yang semi akuatik, hidup disaluran air bawah
tanah, sungai dan areal lain yang basah.

2.1.2.4 Ektoparasit pada Tikus


Ektoparasit yang ditemukan menginfestasi tikus terdiri dari :
1. Pinjal
Pinjal adalah serangga dari ordo Siphonaptera berukuran kecil (antara 1,5–
4 mm), berbentuk pipih dibagian samping. Kepala-dada-perut terpisah
secara jelas. Pinjal tidak bersayap, berkaki panjang terutama kaki
belakang, bergerak aktif di antara rambut inang dan dapat meloncat.
Serangga ini berwarna coklat muda atau tua, ditemukan hampir di seluruh
tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa bersifat parasitik
sedang predewasanya hidup di sarang, tempat berlindung atau tempat-
tempat yang sering dikunjungi tikus.
2. Kutu
Kutu adalah serangga dari ordo Anoplura yang selama hidupnya
menempel pada rambut inang Tubuh kutu terbagi 3 bagian yaitu kepala-
dada-perut berukuran 0,5 mm – 1 mm. Kutu pipih dibagian perut dan
kepala lebih sempit daripada dada, tidak bersayap dan di ujung kaki
kakinya terdapat kuku besar untuk bergantung pada rambut inang bergerak

10
lambat, berwarna putih dan umum ditemukan menempel pada rambut
punggung dan perut.
3. Caplak
Caplak adalah sejenis kutu hewan yang termasuk ke dalam kelompok laba-
laba. Caplak dibedakan dari serangga karena kepala-dada-perut bersatu
menjadi suatu bentuk yang terlihat sebagai badannya. Caplak dibedakan
atas keluarga yaitu Argasidae dan Ixodidae. Pada caplak keras di bagian
depan terlihat ada semacam kepala yang sebenarnya adalah bagian dari
mulutnya, sedangkan pada caplak lunak bagian mulutnya tidak terlihat dari
arah punggung.
4. Tungau
Tungau adalah Arthropoda yang telah mengalami modifikasi pada
anatominya. Kepala-dada-perut bersatu. Ukuran badan 0,5 mm-2 mm,
termasuk ordo Acariformes, familia Trombiculidae. Tungau aktif bergerak
dan berwarna putih kekuningan atau kecoklatan. Banyak ditemukan di
seluruh tubuh tikus terutama di badan bagian atas dan bawah. Larva
tungau berukuran tidak lebih dari 0,5 mm, berkaki tiga pasang, bergerak
pasif, menempel berkelompok di bagian dalam daun telinga atau pangkal
ekor tikus. Larva tungau trombikulid bersifat parasitik sedang tungau
dewasa hidup bebas.

2.1.2.5 Perkiraan Jumlah Tikus


Jumlah tikus dapat diperkirakan dengan cara, bila ditemukan 1 ekor tikus
yang hidup sama dengan 20 ekor tikus yang ada. Tetapi perkiraan ini dapat lebih
efektif lagi setelah dilakukan pengamatan yang khusus, seperti yang biasa
dilakukan oleh petugas kesehatan pelabuhan dengan cara, bila ditemukan 1
tumpukan kotoran tikus sama dengan 1 ekor tikus (Depkes RI, 2003).

2.1.2.6 Bebarapa penyakit bersumber tikus


Penyakit bersumber tikus yang disebabkan oleh berbagai agen penyakit
seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing dapat ditularkan kepada
manusia melalui feses, urin dan ludah atau gigitan tikus dan melalui gigitan vektor

11
ektoparasit tikus (kutu, pinjal, caplak, tungau). Beberapa penyakit yang ditularkan
melalui tikus, pernah dilaporkan secara klinis dan serologis pada manusia dan
reservoir tikus di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1
Jenis -jenis penyakit yang telah dilaporkan secara klinis atau serologis pada
manusia dan hewan rodensia reservoir di Indonesia
Penyakit Penyebab Penyakit Vektor Cara
penularan
Pes Bakteri Yersinia Pinjal Melalui gigitan
pestis
Murine typhus, Rickettsia mooser Pinjal Melalui sisa
hancuran
tubuh pinjal
terinfeksi
lewat luka
akibat
garukan
Scrub typhus Rickettsia Tungau Melalui gigitan
trombikulid tungau
Spotted fever Rickettsia conorii Caplak Melalui gigitan
group caplak
Rickettsiae
Leptospirosis Bakteri Leptospira - Melalui selaput
lendir
atau luka dikulit
bila
terpapar oleh air
yang
tercemar dengan
urin
tikus
Salmonelosis Salmonella - Melalui gigitan
tikus
atau
pencemaran
makanan
Demam gigitan Bakteri Spirillum atau - Melalai luka
tikus Streptobaccillus gigitan
Tikus
Trichinosis Cacing Trichinella - Tidak langsung

12
spiralis dengan
cara memakan
hewan
pemakan tikus
Angiostongiliasis Cacing - Dengan cara
Angiostrongilus memakan
sejenis keong
yang
menjadi inang
perantata
penyakit ini
Demam berdarah Virus hantavirus - Melalui udara
Korea (Hantavirus), yang
tercemar
feses,urin atau
ludah tikus yang
infektif
Sumber: Depkes RI 2002
2.1.3 Pemeriksaan Tanda-tanda Kehidupan Tikus di atas Kapal
Menurut Ehler and Steel dalam (Soejoedi, 2005:55) pemeriksaan visual
dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda keberadaan tikus berupa kotoran
tikus dan jejak kaki tikus. Selain itu harus diperhatikan tanda-tanda lain seperti :
sisa keratan pada pintu, kasa, buku dan kawat kasa yang berlubang bekas lewat
tikus, pemeriksaan secara penciuman, informasi dari ABK. Penilaian adanya
kehidupan tikus di atas kapal yaitu:
a. Dropping (kotoran tikus), tersebar halus dan berbentuk
kumparan (spindle shape), kotoran baru (lembek, hitam gelap dan
mengkilap) sedang kotoran lama (keras, abu-abu hitam).
b. Runways, tikus suka mempergunakan jalan yang sama
untuk keluar dari sarangnya mencari makan dan sebagainya, karena
bulunya tikus kotor dan berlemak maka akan terdapat bulu menempel pada
jalan tikus.
c. Tracks atau bekas tapak kaki, dapat dilihat jelas pada
tempat-tempat lantai yang berdebu halus.
d. Gnawing, bekas gigitan, tikus menggigit untuk tiga
keperluan yakni : untuk membuat jalan menembus tempat makanan, untuk
mengunyah makanan dan sebagai binatang pengerat ia harus selalu

13
menggigit-gigit agar gigi seri tetap pendek, selain bahan-bahan yang
empuk kadang-kadang metal seperti pipa leding dan lain-lain digigit pula.
e. Tikus hidup, jika pada waktu pemeriksaan kapal
ditemukan tikus dalam keadaan hidup. Sedangkan tikus mati, jika pada
waktu pemeriksaan ditemukan tikus mati akibat peracunan atau terinfeksi
Pes. Apabila terlihat satu ekor tikus sewaktu pemeriksaan berarti
diperkirakan ada 20 ekor di kapal itu.
Selanjutnya menurut Soejoedi (2005:59), pemeriksaan untuk mengetahui
tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal dilakukan dengan mengamati ruangan-
ruangan sebagai berikut:
a) Haluan, biasanya digunakan sebagai tempat tali kapal, gudang cat dan
peralatan deck kapal, dan rantai jangkar.
b) Palka yaitu ruangan cargo, bagi kapal type General Cargo dan kapal type
curah (Bulk Ship), atau ruang penyimpanan container bagi kapal type
Container Ship atau tanki bagi kapal type Tanker Ship, tetapi untuk kapal
type Bulk Ship, Tanker Ship, dan Container Ship bagian ini bisa diabaikan
karena biasanya tidak didapati tikus.
c) Ruangan hunian awak kapal dan penumpang apabila kapal penumpang,
ruangan meliputi anjungan, kamar peta (chart room), gudang perbekalan,
toilets dsb.

2.1.3.1 Pelaksana Pengawasan Tikus di atas Kapal


Pelaksana pengawasan tikus di atas kapal sesuai SOP pemeriksaan sanitasi
kapal adalah fungsional sanitarian yang telah mengikuti pelatihan sanitasi kapal.
Kualifikasi pendidikan profesi sanitarian sesuai Kepmenkes nomor
373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi sanitarian adalah lulusan
Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH), Akademi Kontrolir Kesehatan
(AKK), Akademi Penilik Kesehatan (APK), Akademi Penilik Kesehatan
Teknologi Sanitasi (APK-TS), Pendidikan Ahli Madya Kesehatan Lingkungan
(PAM-KL), atau lulusan Pendidikan Tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan
Kesehatan Lingkungan.

14
2.1.3.2 Tugas Pokok Pengawasan Tikus di atas Kapal yang sandar di
pelabuhan
a. Pemeriksaan
kedatangan kapal
Pemeriksaan menjelang kedatangan kapal di pelabuhan adalah untuk
mengetahui validitas SSCEC (Ship Sanitation Control Exemption
Certificate) yang dimiliki oleh kapal. Validitas SSCEC hanya dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan langsung petugas di atas kapal. Jika
terdapat tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal yang memiliki SSCEC
maka petugas pemeriksa akan merekomendasikan hasil pemeriksaan untuk
penerbitan SSCC (Ship Sanitation Control Certificate). Selanjutnya kapal
yang disertifikasi SSCC akan dilakukan tindakan pembasmian tikus di atas
kapal.
b. Pengawasan
persyaratan pencegahan migrasi Tikus
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengawasi pelaksanaan persyaratan
migrasi tikus di atas kapal yang sandar di pelabuhan dengan obyek
pengamatan:
- Posisi sandar kapal
Apakah bergandengan dengan kapal lain atau tidak. Untuk mencegah
migrasi tikus antar kapal, diberlakukan ketentuan pelarangan
bergandengan saat sandar di pelabuhan.
- Tali tambat kapal
Yang perlu diperhatikan adalah posisi tali tambat dikaitkan ke kapal
lain atau tidak.
- Penangkal Tikus
adalah alat yang didisain menyerupai kerucut yang berfungsi sebagai
penghalang tikus pada tali tambat kapal baik di buritan maupun di
haluan kapal.

15
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan alat ini adalah kondisi
kualitas penangkal tikus serta terpasang baik atau tidak.
- Pemasangan lampu sebagai penerangan pada malam hari yang
menerangi seluruh tangga.
- Posisi tangga kapal
Jarak tangga dengan kade harus lebih dari 60 cm. Hal tersebut
diberlakukan terutama pada malam hari untuk mengindari
kemungkinan tikus naik ke atas kapal.

c. Pemeriksaan rutin
kapal
Masa berlaku sertifikat sanitasi kapal adalah 6 bulan sehingga
pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal akan dilakukan
menjelang habis masa berlaku sertifikat sanitasi kapal.

2.1.3.3 Waktu Pengamatan Tikus di atas kapal


Pengamatan tikus sebaiknya dilakukan setiap dua bulan pada setiap
tahunnya. Dasar pertimbangannya adalah masa reproduksi tikus. Menurut Ditjen
P2PL Kementrian Kesehatan (1996:10) pengamatan tikus di atas kapal
dilakukan secara teratur melalui pemeriksaan kapal dengan interval waktu sebagai
berikut :
- Kapal penumpang : pemeriksaan dilakukan setiap saat kapal akan
berangkat dari suatu pelabuhan.
- Kapal ferry : pemeriksaan dilakukan secara acak, sekali setiap dua
minggu.
- Kapal penumpang dan barang : pemeriksaan dilakukan setiap 2 bulan
dihitung dari tanggal surat keterangan sanitasi kapal yang diterbitkan
- Kapal tunda dan kapal tanker : pemeriksaan dilakukan pada saat habis
berlaku sertifikat sanitasi kapal.

2.1.3.4 Bahan dan Alat Pengamatan Tikus Di atas Kapal


Bahan dan alat untuk pengamatan tikus di atas kapal adalah :

16
1. Formulir pencatatan tanda-tanda keberadaan tikus pada kapal.
2. Formulir Pemeriksaan Penangkal Tikus di Kapal.
3. Formulir Pemeriksaan higiene dan sanitasi kapal.
4. Senter
5. Hand scoon
6. Surat Tugas
7. Alat-alat tulis dan clib board

2.1.3.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Pemeriksaan


1. Petugas KKP naik ke atas kapal bertemu dengan nakhoda atau perwira
jaga.
2. Petugas KKP menjelaskan maksud dan memperlihatkan Surat Tugas.
3. Petugas KKP ditemani awak kapal melakukan pemeriksaan sanitasi kapal.
4. Pemeriksaan sanitasi kapal berdasarkan pada formulir pemeriksaan
sanitasi kapal.
5. Petugas melakukan analisis hasil pemeriksaan dan menetapkan
rekomendasi hasil pemeriksaan.
6. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada nakhoda dan saran tindak lanjut.
7. Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada atasan langsung.
8. Tindakan lanjut hasil pemeriksaan dalam bentuk penerbitan SSCEC dan
tindakan penyehatan untuk penerbitan SSCC.
9. Tindakan penyehatan berupa rekomendasi disinseksi, deratisasi,
dekontaminasi dan disinseksi.

17
BAB III
ANALISIS DAN PERANCANGAN

Pada bab ini menjelaskan segala sesuatu tentang objek yang menjadi
sasaran untuk pelaksanaan kerja praktek. Bagian ini meliputi :

3.1 Latar belakang perusahaan


Bagian ini berisi sejarah perusahaan, struktur perusahaan, dan bagian
bagian lain yang dianggap perlu diketahui dalam kerja praktek(cukup ½ - 1
halaman),

3.2 Sistem yang sedang berjalan


Pada Bagian ini membahas tentang sistem yang sedang berjalan selama ini
di perusahaan. Baik sistem yang masih bersifat manual maupun sistem yang sudah
terkomputerisasi.Untuk sistem Client-Server disertakan juga data flow diagram
(DFD) sistem yang lama, untuk Sistem berbasis web dan perancangan situs web
menyertakan struktur web yang sedang berjalan.

3.3 Analisa Pengembangan


3.3.1 Analisa Sistem Baru
3.3.2 Kebutuhan Sistem (Hardware, Software)

18
3.3.3 Kebutuhan User

3.4 Perancangan Sistem Baru


yang digunakan (SDLC atau Web Design Plan), menjelaskan apa saja
yang akan direncanakan pada tiap tahap SDLC atau web design plan. Pada bagian
ini membahas mengenai perancangan Flow Chart, ERD, data flow diagram
(DFD), database, relasi antar file database, rancangan user interface, rancangan
struktur web, dll
3.4.1 Flow Chart
3.4.2 Data Flow Diagram
3.4.3 ERD
3.4.4 Data Dictionary
3.4.5 Rancangan antar mukaInterface

19
BAB IV
PEMBAHASAN
Bagian ini menjelaskan tentang perancangan sistem yang akan dibuat,
meliputi :
4.1 Implementasi
Pada sub bab ini membahas mengenai implementasi sistem yang dibuat
berdasarkan perancangan yang telah dilakukan, bagian ini menjelaskan mengenai
pembuatan program, membahas sistem disertai tampilan sistem baru, termasuk
penjelasan proses upload ke web hosting (untuk perancangan situs web).

4.2 Pengujian Sistem


Pada bagian ini, selain sistem yang telah dibuat di ujikan pada beberapa
PC, juga dilakukan uji proses. Dimana dalam uji proses tersebut terdapat dua
kolom, yakni nama proses dan hasil dari proses tersebut

20
PENUTUP
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Kesimpulan merupakan bagian dari isi laporan Pelaksanaan Kerja Praktek


yang memuat informasi mengenai kesimpulan dari perancangan yang telah dibuat
untuk menjawab permasalahan yang ada pada bab I.

5.2 Keterbatasan
Saran biasanya berisi anjuran dari mahasiswa terhadap pihak-pihak lain
untuk memperbaiki kelemahan yang terdapat pada perancangan tersebut.
5.3 Rekomendasi
Berisi rekomendasi penulis untuk perbaikan sistem dimasa depan,
termasuk rekomendasi software yang digunakan untuk membangun sistem, dan
hal lain yang dianggap perlu

21
DAFTAR PUSTAKA
Alfikri, Fauzan, 1994. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja
Ajun Penyuluh KB Di DKI, Jakarta.
Budiarto Eko dan Dewi Anggraini, 2003. Pengantar Epidemiologi, EGC,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Direktorat Jenderal PP&PL Depkes, 2009. Dokumen Standar Operasional
Prosedur Pemeriksaan Sanitasi Kapal, Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta.
Depkes RI, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.
356/Menkes/Per/IV/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Kesehatan Pelabuhan.
Depkes RI, 2008, Profil PP & PL 2008. Depkes RI, Jakarta
Direktorat Jenderal PP&PL Depkes, 2007. Petunjuk Teknis Disinseksi
kapal laut dan Pesawat Udara. Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2007a. Pedoman Teknis Pengendalian Risiko Lingkungan di
Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas, Jakarta.
Depkes RI, 2007b. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Ditjen PP dan PL.

22
Depkes RI, 2007. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor.
373/Menkes/SK/III/2007, Standar Profesi Sanitarian.
Depkes RI, 2005a. International Health Regulation (IHR) 2005
Depkes RI, 2005b. Pedoman Pengendalian Tikus di Rumah Sakit
Depkes RI, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
288/MENKES/SK/III/2003 Tentang Pedoman Penyehatan Sarana
Dan Bangunan Umum. Jakarta.
Depkes RI, 2002. Pedoman Pengendalian Kecoa di Rumah Sakit, Jakarta.
Djatmiko, YH, 1996. Perilaku Organisasi, CV Alfabeta. Bandung.
Depkes RI, 1996. Buku Pedoman KKP, edisi 3. Jakarta
Donnelly, Gibson, dan Ivancevich. 1996. Manajemen Edisi Sembilan Jilid
1. Alih Bahasa: Zuhad Ichyaudin. Jakarta : Erlangga.
Douwes, Muchsin, 1997. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Perawat
RSU Islam, Solo, Universitas Indonesia, Jakarta
http://andhikaprima.wordpress.com/2009/09/15/profil-pelabuhan-
perikanan-indonesia/, Profil Pelabuhan Perikanan Indonesia,
diakses tanggal, 21 Juli 2010, jam 15.59 WIB
Hasibuan, M., 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi 2, Jakarta
Ismail Ishak, 2003. (Tesis) Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Kinerja Petugas Sanitasi dalam Upaya Menurunkan House Index
Di Lima Propinsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Iskandar, 1999 (Tesis) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja
Petugas Sanitasi Puskesmas Dalam Upaya Peningkatan Cakupan
Air Bersih di Kabupaten Pidie Provinsi Daerah Aceh, Universitas
Indonesia. Jakarta
Iskandar, A., 1989. Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu,
Jakarta,Pusdiknakes.
Ilyas, Yaslis, 1998. Kinerja, Teori Penilaian Dan Penelitian, FKM UI,
Jakarta.
Jufrihadi, 2009. (Tesis) Efektifitas Fumigan Metil Bromida Untuk
Pemberantasan Tikus di Kapal dengan Menggunakan Sistem

23
Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang.
Medan, Universitas Sumatera Utara.
Kelompok I PBL, 2010. Laporan PBL di PPS Nizam Zachman
2010. Progdi S1 Kesehatan Masyarakat, UPN
“Veteran”. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategi tahun 2010-2014.
Kementrian Kesehatan, Jakarta.
KKP Tanjung Priok, 2009a. Laporan Tahunan KKP Tanjung Priok.
Jakarta.
KKP Tanjung Priok, 2009b. Kunci Identifikasi Tikus
KKP Wilayah Kerja Muara, 2009. Laporan tahunan KKP Tanjung Priok
Wilayah Kerja Muara Baru. Jakarta
KKP Medan, 2005. Penetapan Kinerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas II Medan
Kertonegoro, S, 2001. Perilaku Di Tempat Kerja, Yayasan
Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996.
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid
II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung Agung.
Lembaga Administrasi Negara, 1999, Pedoman Penyusunan
LAKIP, Jakarta.
Mansur Ahmad, 2007. (Tesis) Kinerja Pengawas Kapal
Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta) Jakarta, Institut
Pertanian Bogor.
Malayu S.P. Hasibuan. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Mathis, Robert L dan Jackson H, 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Thomson Jakarta

24
M. Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan
Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Manullang, M, 1978. Pengembangan Pegawai, BLKM, Medan.
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan ketiga,
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan
pertama, Jakarta: Rineka Cipta.
Noeriswan, 1997, Analisis Kebutuhan Akan Training, Lembaga Psikologi
Terapan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 1984. Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyarakat,
FKM UI, Jakarta
Notoatmodjo, S, 2002. Pengembangan Sumber Daya Manusia, edisi
Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Pipin, Farida, 2001. (Tesis) Hubungan Kepuasan Kerja dan Persepsi Kerja
Perawat Di Ruang rawat Inap RS Jiwa Pusat Bogor, Universitas
Indonesia, Jakarta
Prawirosentono Suryadi, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Kebijakan Kinerja Karyawan, BPFE, Yogyakarta

Siregar Ismail, 2009. (Tesis). Pengaruh Determinan Perilaku Anak Buah


Kapal (ABK) Terhadap Pengendalian Vektor Penular Penyakit
Pada Kapal Yang Sandar di Pelabuhan Belawan). Medan.
Universitas Sumatera Utara.

Simkespel, 2007. Sistem Informasi Kesehatan Pelabuhan (online),


htttp/www.simkespel.net/laporan/kegiatansetahun, asp, diakses
tanggal 12 Juni 2010.

25
Simanjuntak, G.M., 2006. Ancaman Bio-Terorisme Terhadap Kesehatan
Masyarakat Pelabuhan , Makalah Pelatihan Petugas Karantina,
Ciloto 8–16 Maret 2006
Supriyadi, dkk. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Sanitasi Pada
Kapal Yang Sandar Di Pelabuhan Pangkalbalam Pangkalpinang
Tahun 2005, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Desember 2006
Soejoedi, H., 2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina,
Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(1) : 53-66.
Siswanto Sastrohadiwiryo. 2003. .Manajemen Tenaga Kerja Indonesia.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Siagian, SP., 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta
Soemadipraja, R, Sam Askari, 1997. (Tesis) Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kinerja Pemberantasan Penyakit kusta Di
Kabupaten Sumedang. Universitas Indonesia, Jakarta
Suprihanto, Jhon, 1991. Pengembangan Karyawan, BPFE, Yogyakarta
Siagian, SP., 1989. Filsafat Administrasi. Jakarta: Haji Mas Agung.
Siagian, SP, 1983. Peranan Staf Dalam Manajemen, PT Gunung Agung,
Jakarta.
Sukarsini, 1983. Pendidikan Dan Pengetahuan, Jakarta
WHO, 2005. International Health Regulation 2005, Alih Bahasa Kumara
Rai, First Annoted Edition. Geneva.

26

Anda mungkin juga menyukai