Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelabuhan laut merupakan pintu gerbang lalu lintas orang, barang dan

alat angkut baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Peningkatan

perkembangan teknologi alat angkut yang semakin cepat membuat jarak antar

negara seolah semakin dekat, karena waktu tempuh yang semakin cepat

sehingga mobilitas orang dan barang melebihi inkubasi penyakit menular

( Depkes RI, 2007, h. 4 ).

Selain menjadi pintu gerbang yang menghubungkan antar daerah,

pulau, benua maupun antar bangsa pelabuhan juga merupakan salah satu

pintu strategis bagi masuknya vektor penular penyakit. Hal ini mengakibatkan

dampak negatif di bidang kesehatan yaitu percepatan, perpindahan dan

penyebaran vektor penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat

angkut, orang maupun barang bawaan (Depkes RI, 2007, h. 4).

Kantor Kesehatan Pelabuhan memiliki peran yang sangat penting

yaitu sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian

Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Dalam

mewujudkan kondisi pelabuhan yang bebas dari penularan penyakit, KKP

mempunyai wewenang untuk mencegah dan mengendalikan vektor penular

penyakit yang masuk dan keluar pelabuhan dengan melakukan upaya

1
2

pemutusan mata rantai penularan penyakit secara profesional sesuai standar

dan persyaratan yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2008).

Salah satu keberhasilan KKP dalam upaya pengendalian vektor yaitu

berhasil mengidentifikasi kapal yang di duga membawa vektor penyakit.

Menurut Kepala Seksi Karantina dan Surveilans Epidemiologi KKP Kelas II

Medan pada wawancara bulan Desember 2007 diperoleh informasi bahwa

sekitar 80- 90 % kapal yang masuk ke pelabuhan Belawan selama tahun

2006/2007 masih teridentifikasi membawa vektor penular penyakit. Keadaan

tersebut sangat berpotensi terhadap penyebaran penyakit karantina dan

penyakit menular potensial wabah yang datang dari luar negeri seperti kolera

dan pes. Jenis penyakit seperti ini dapat meresahkan dunia internasional

sehingga membutuhkan respon cepat dalam penanganan antar negara yang

dalam IHR (International Health Regulation) 2005 disebut PHEIC (Public

Health Emergency of International Concern) (WHO, 2007). Dari data tahun

1994 di India jumlah kasus pes sebanyak 1400 orang dan 50 kematian (Case

Fatality Rate = 3,57 %). Kasus ini sempat meresahkan dunia internasional

sehingga setiap negara melakukan pengawasan ketat terhadap kapal yang

datang dari India atau kapal yang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan di India

(Depkes RI, 2000).

Salah satu vektor penyebab pes yaitu adanya tikus dan ektoparasit

tikus terutama pinjal yang berpotensi menularkan penyakit pes, murine typhus

dan tularemia yang dapat ditularkan kepada manusia. Penyakit pes

merupakan penyakit karantina sesuai dengan IHR tahun 1669. Penyakit yang
3

dikenal dengan nama pesteurellosis atau yersiniosis/plague/sampar ini

bersifat akut disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis (Pesteurella pestis)

(Ditjen PPM & PL, Depkes RI, 2000).

Semakin padat tikus akan berakibat pada penyebaran pes yang

semakin cepat. Tidak hanya menyebabkan pes saja tapi urine tikus juga dapat

menyebabkan penyakit leptospirosis yang penularannya terjadi ketika banjir

kencing tikus terbawa oleh air sehingga bisa menular ke orang yang sehat.

Berdasarkan data selama tahun 2001-2006 wabah pes muncul kembali

setiap tahun di beberapa negara seperti Zambia, India, Vietnam, Algeria,

Kongo dengan jumlah kasus 2793 dan kematian 233 orang (CFR = 8,34 %).

Penyakit ini masih endemis di beberapa negara Afrika seperti Congo,

Madagaskar, Malawi, Mozambique, Namibia, Tanzania, Uganda, Zambia,

Zimbabwe, dan negara-negara Amerika Latin antara lain Bolivia, Brazil,

Ekuador, Peru, dan di Asia seperti Vietnam dan India (WHO, 2007).

Wilayah pelabuhan menjadi wilayah rawan penyebaran tikus, karena

penularan dapat terjadi di alat angkut, maupun barang bawaan. Berdasarkan

data hasil pengamatan kepadatan tikus di Pelabuhan Tanjung Intan pada

periode tiga tahun terakhir yaitu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.

Didapat tahun 2011 Indeks pinjal di wilayah perimeter adalah 0,14 sedangkan

untuk daerah buffer adalah 1,08 dengan indeks pinjal tertinggi pada bulan

November sebesar 2,75. Pada tahun 2012 indeks pinjal di daerah perimeter

adalah 0,36 dengan indeks pinjal tertinggi pada bulan Juni adalah 1,5

sedangkan indeks pinjal di daerah buffer adalah 0,56 dengan indeks pinjal
4

tertinggi pada bulan Mei sebesar 1,9. Pada tahun 2013 indeks pinjal di daerah

perimeter tertinggi sebesar 2,5 yaitu pada bulan Mei.

Atas dasar hal itu, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian

dengan Judul Studi Kepadatan Tikus dan Pinjal di Daerah Buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap Tahun 2016

B. Rumusan Masalah

1. Masalah umum

Bagaimana tingkat kepadatan tikus dan pinjal di daerah buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap Tahun 2016?

2. Masalah khusus

a. Bagaimana gambaran spesies tikus yang ada di daerah buffer

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap?

b. Berapa tingkat kepadatan tikus yang ada di daerah buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap?

c. Bagaimana gambaran spesies pinjal yang ada di daerah buffer

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap?

d. Berapa indeks pinjal yang ada di daerah buffer Pelabuhan Tanjung

Intan Cilacap?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mendeskripsikan kepadatan tikus dan indeks pinjal di daerah buffer

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Tahun 2016


5

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi spesies tikus yang ada di daerah buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap

b. Menghitung tingkat kepadatan tikus yang ada di daerah buffer

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap

c. Mengidentifikasi spesies pinjal yang ada di daerah buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap

d. Menghitung indeks pinjal yang ada di daerah buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai bahan tambahan sumber informasi bagi peneliti lain tentang

kepadatan tikus.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pentingnya menjaga kesehatan

lingkungan terutama sanitasi agar tempat perindukan tikus dapat

terkendali.

3. Bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan

Sebagai bahan pertimbangan dalam monitoring dan evaluasi terhadap studi

kepadatan tikus dan pinjal di daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan

Cilacap Tahun 2016.


6

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan penelitian kesehatan lingkungan dengan

penekanan pada bidang vektor.

2. Ruang Lingkup Materi

Lingkup materi ini adalah studi kepadatan tikus dan pinjal di daerah buffer

Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap Tahun 2016.

3. Ruang Lingkup Lokasi / Sasaran

Penelitian ini dilakukan di daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap.

4. Ruang Lingkup Metode

Metode penelitian ini menggunakan metode cross sectional.

5. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2016.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

1. Vektor

Menurut Ditjen PP dan PL (2006, h. 2) :

Serangga maupun arthopoda lain yang dapat berperan dalam penularan

penyakit-penyakit tertentu.

Menurut Chasan S. Kusnandi (2006, h. 14) :

Binatang (serangga) yang dapat menyebarkan penyakit dari orang yang

sakit ke orang yang tidak sakit termasuk dalam pengertian ini adalah tikus

(pinjal) dan arthopoda yang lain.

2. Tikus

Menurut Ditjen PP dan PL (2006, h. 37) :

Tikus adalah binatang pengerat yang merugikan manusia karena

menghabiskan atau merusak makanan, tanaman, barang-barang dan lain-

lain harta benda. Kehidupan tikus disebut juga Commensal, yaitu

makan, tinggal dari dekat manusia.

3. Pinjal

Menurut Ditjen PP dan PL (2008, h. 11) :

Adalah serangga dari ordo Siphonaptera berukuran kecil (1,5-4 mm),

berbentuk pipih dibagian samping (dorso lateral). Kepala-dada-perut

7
8

terpisah secara jelas. Pinjal tidak bersayap, berkaki panjang terutama kaki

belakang, bergererak aktif di daerah rambut inang dan dapat melompat.

Menurut Ririh Yudhastuti (2011, h. 44) :

Pinjal termasuk ordo Siphonaptera, Aphaniptera dan Suctoria, tidak

bersayap dengan kaki belakang yang kuat sehingga dapat meloncat 15 cm

(vertical) dan 30 cm (horizontal).

4. Pes

Menurut Ririh Yudhastuti (2011, h. 168) :

Pes (Plague) merupakan penyakit zoonosis terutama pada tikus dan

rodent lainnya dan dapat ditularkan kepada manusia .

5. Daerah perimeter dan buffer menurut Ditjen PP dan PL (2008, h. 2-3) :

Daerah perimeter

Adalah daerah pelabuhan yang digunakan untuk tempat kapal bersandar

(dermaga), gedung-gedung, tempat bongkar muat barang dan kantor-

kantor pemerintahan maupun swasta yang berada didalam wilayah

pelabuhan.

Daerah buffer

Adalah daerah pelabuhan diluar perimeter dengan radius minimal 400

meter dari batas daerah perimeter. Daerah ini meliputi wilayah pemukiman

penduduk, sekolah, sarana ibadah, sarana olah raga dan lain-lain


9

B. TIKUS

1. Klasifikasi Tikus

Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok

mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk

menggolongkannya kedalam ordo Rodensia (hewan mengerat), sub ordo

Myomorpha, family Muridae, dan sub family Murinae. Menurut Ditjen

PP&PL (Depkes RI 2008).

Menurut Dirjen PPM dan PL (2002, h.4) tikus dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Sub kelas : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub family : Muridae

Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus

2. Morfologi Tikus

Morfologi tikus tidak hanya mengetahui bentuk tikus tersebut,

dengan bentuk bulat, persegi, bulat panjang, dan sebagainya, melainkan

termasuk warna bulunya dan ukuran-ukuran tertentu dari bagian-bagian


10

tubuhnya, demikian bagian tertentu dari tengkoraknya yang dianggap

penting. Hal ini kemudian dipakai sebagai dasar untuk membedakan jenis-

jenis tikus yang satu dengan yang lainnya, yaitu untuk mengadakan

identifikasi secara morfologis. Bagian-bagian tikus tersebut dilakukan

pengukuran, satuannya dinyatakan dalam millimeter dan diberi singkatan-

singkatan. Bagian- bagian tubuh tersebut adalah :

a. Panjang kepala dan panjang badan yaitu diukur dari ujung moncong

sampai anus, disingkat dengan H dan B (Head dan Body).

b. Panjang ekor yaitu diukur dari anus sampai ke ujung ekor, dan

dinyatakan dengan satuan milimeter serta disingkat dengan T (Tail).

c. Panjang telapak kaki belakang, diukur dari ujung tumit sampai ke

ujung kuku (cakar), disingkat dengan HF (Hind Foot).

d. Panjang telinga yaitu dari tabik (legokan atau lekukan) pada dasar

telinga sampai ke ujung daun telinga, disingkat dengan E (Ear).

e. Panjang tengkorak tikus, dimulai dari ujung tonjolan di belakang

kepala sampai ke ujung tulang hidung disingkat dengan Sk (Skull).

Di samping mengetahui ukuran bagian-bagian tubuh tersebut perlu

pula diketahui susunan puting susunya. Puting susunya tersusun dalam dua

kelompok yaitu bagian depan atau bagian anterior (pectoral mammae) dan

bagian belakang atau bagian posterior (pelvic/abdominal mammae).

Rumus dari susunan susu tersebut ditulis dengan menyatakan beberapa

pasang bagian belakang (perut) dan jumlahnya tidak dinyatakan dalam

pasangan tapi dalam satuan (Chasan S Kusnandi, 2006).


11

3. Biologi Tikus

Anggota Muridae ini dominan di sebagian kawasan di dunia.

Potensi reproduksi tikus dan mencit sangat tinggi dan ciri yang menarik

adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat dan menggigit

benda-benda yang keras). Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan

bawah, masing-masing sepasang. Gigi seri ini secara tetap akan tumbuh

memanjang sehingga merupakan alat potong yang sangat efektif, tidak

mempunyai taring dan graham (premolar).

Karakteristik lainnya adalah cara berjalan dan perilaku hidupnya.

Semua rodensia komersal berjalan dengan telapak kakinya. Beberapa jenis

rodensia adalah Rattus norvegicus, Rattus rattus diardii, Mus musculus

yang perbandingan bentuk tubuhnya seperti terlihat pada gambar 1.

R.norvegicus (tikus got) berperilaku menggali lubang ditanah dan hidup

dilubang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii (tikus rumah) tidak

tinggal di tanah tetapi di semak-semak atau di atap bangunan. Bantalan

telapak kaki jenis tikus ini di sesuikan untuk kekuatan menarik dan

memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada bantalan telapak kaki

terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia penggali bantalan

telapak kakinya halus (Gambar 2). Mus musculus (mencit) selalu berada di

dalam bangunan, sarangnya biasa di temui di dalam dinding, lapisan atap

(eternit), kotak penyimpanan atau laci.


12

Gambar 2.1 Beberapa jenis rodensia (tikus dan mencit) berdasarkan


ukuran bentuk tubuhnya
Sumber : Buku Pedoman Pengedalian Tikus. Ditjen PP&PL, Depkes RI,
2008

Gambar 2.2 Tipe kaki rodensia (tikus dan mencit)


Sumber : Buku Pedoman Pengedalian Tikus. Ditjen PP&PL, Depkes RI,
2008
13

a. Kemampuan indera

1) Mencium

Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif atau

keluar sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan

kepala ke kiri dan ke kanan. Mengeluarkan jejak bau selama

orientasi sekitar sarangnya sebelum meninggalkannya. Urin dan

sekresi genital yang memberikan jejak bau yang selanjutnya akan

dideteksi dan diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting untuk rodensia

karena dari bau ini dapat membedakan antara tikus sefamili atau

tikus asing. Bau juga memberikan tanda akan bahaya yang telah

dialami.

2) Menyentuh

Rasa menyentuh sangat berkembang di kalangan rodensia

komersial, ini untuk membantu pergerakannya sepanjang jejak di

malam hari. Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap

digunakan selama menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan

benda lain yang dekat sangat membantu dalam orientasi dan

kewaspadaan binatang ini terhadap ada atau tidaknya rintangan di

depannya.

3) Mendengar

Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak.

Disamping itu rodensia dapat mendengar suara ultra.


14

4) Melihat

Mata tikus khusus melihat pada malam hari. Tikus dapat

mendeteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter dan dapat

membedakan antara pola benda yang sederhana dengan objek yang

ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan persepsi atau

perkiraan pada jarak lebih 1 meter, perkiraan yang tepat ini sebagai

usaha untuk meloncat bila diperlukan.

5) Mengecap

Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dapat

mendeteksi dan menolak air minum yang pahit dan mengandung

senyawa racun.

b. Kemampuan fisik

1) Menggali

R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali

untuk tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali

dapat mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.

2) Memanjat

Rodensia komersal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau

tikus rumah yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih

beradaptasi untuk memanjat dibandingkan dengan got atau riul.

Namun demikian kedua species tersebut dapat memanjat kayu dan

bangunan yang permukaannya kasar. Tikus got atau riul dapat

memanjat pipa baik di dalam maupun di luar.


15

3) Meloncat dan melompat

R. norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari

kedaan berhenti tikus got dapat melompat sejauh 1,2 meter. M.

musculus meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.

4) Menggerogoti

Tikus menggerogoti bahan bangunan atau kayu, lembaran

alumunium maupun campuran pasir, kapur dan semen yang

mutunya rendah.

5) Berenang dan menyelam

Baik R. norvegicus, R. rattus dan M. musculus adalah perenang

yang baik. Tikus yang disebut pertama adalah perenang dan

penyelam yang ulung, perilaku yang semi akuatik, hidup di saluran

air bawah tanah, sungai dan area lain yang basah. (Ditjen PP&PL,

Depkes RI, 2008)

4. Tanda Keberadaan Tikus

Menurut Ririh Yudhastuti (2011, h. 46) ada beberapa keberadaan tikus,

yaitu :

a. Gnawing (Bekas gigitan)

Melihat bekas gigitan yang ditinggalkan tikus pada bahan-bahan yang

biasanya terbuat dari kayu, seperti pada pintu, jendela, kotak-kotak

kayu di rumah. Bekas gigitan tersebut terjadi karena tikus selalu

mengasah giginya agar tetap tajam. Jadi, jika di sekitar tempat tinggal
16

banyak ditemukan bekas gigitan tikus, ini merupakan salah satu

petunjuk bahwa di sekitar lingkungan pemukiman terdapat tikus.

b. Burrows ( Galian/lubang tanah )

Tikus jenis muridae tunneling Rodent, dan karena itu senang membuat

terowongan atau lubang di berbagai tempat seperti di dalam tanah,

dekat tempat sampah, yang maksudnya dipakai sebagai tempat

bersembunyi atau bersarang.

c. Dropping (Kotoran)

Dengan melihat kotoran tikus yang biasanya ditemukan pada daerah

yang sering dilaluinya, yaitu dekat sumber makanan. Kotoran tikus

yang masih baru adalah lunak, mengkilap dan biasanya berwarna

gelap, sedangkan kotoran yang lama keras dan jika diremuk berbentuk

bubuk. Dengan adanya kotoran tikus tersebut, maka dapat dipastikan

bahwa ada tikus disekitar tempat tinggal tikus.

d. Runways ( Alur jalan )

Salah satu kebiasaan tikus adalah selalu menempuh jalan yang sama

ketika keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dengan demikian

terbentuklah jalan tikus yang mudah dikenali dari bentuknya yang

khas.

e. Footprint (Bekas telapak)

Jika tikus berjalan di tempat yang berdebu, maka jejak kaki tikus dan

ekornya dapat dikenali pada tempat yang berdebu tersebut.


17

f. Rub mark (Bekas Gesekan)

Tubuh tikus biasanya berlemak, sehingga jika tikus berjalan dan

kebetulan bersentuhan dengan benda sekelilingnya akan tinggal bekas-

bekas badan yang mudah dikenali.

5. Species tikus

a. Rattus argentiventer (Tikus sawah)

Gambar 2.3 Tikus sawah


Sumber : www.agriskmanagementforum.org.

Tikus sawah jenis ini paling banyak menimbulkan keruskan pada

pertanaman padi dan palawija di sawah, tikus ini hampir serupa dengan

tikus rumah. Badan berkisar antara 130-210 mm, ekor biasanya sedikit

lebih pendek daripada ukuran kepala dan badan. Warna bulu bagian

bawah putih campur kelabu, warna punggung dan kepala kuning

coklat. Puting susu tikus betina 3 pasang di dada dan 3 pasang di perut

(12 buah) ( Suyanto, 2006).


18

b. Banditoca indica (Tikus wirok)

Gambar 2.4 Tikus wirok


Sumber : www.batconsultancy.co.uk

Tikus wirok dikenal sebagai tikus paling besar dan beratnya dapat

mencapai 50 gram atau lebih. Bulunya kasar dan panjang tidak merata.

Warna coklat kehitaman. panjang dari ekor bisa mencapai 500 mm.

Ekornya lebih pendek dari badan, ukuran telapak kaki belakang 47-55

mm. Panjang telinga 29-33 mm. Tikus betina berputing susu di dada

dan perut masing-masing 3 pasang (12 buah). Tikus wirok ini hidup di

kebun, padang ilalang, kadang hidup juga disawah ( Ristiyanto, 2014)

c. Rattus tanezumi (Tikus rumah)

Gambar 2.5 Tikus rumah


Sumber : www.wildsingapore.per.sg
19

Tikus ini hampir menyebar ke seluruh pelosok tanah air mengikuti

pola persebaran penduduk. Tikus rumah yang berukuran sedang

memiliki nama ilmiah Tanezumi, sedangkan tikus rumah yang kecil

nama ilmiahnya yaitu Mus musculus. Tikus ini dijumpai dirumah dan

pekarangan sekitarnya dapat pula mencari makan di sawah sekitar

rumah atau gudang. Panjang badan 100-190 mm, ekor lebih panjang

atau sama dengan panjang badan dan kepala. Panjang kaki belakang 35

mm dan telinga 20 mm. Warna bulu bagian punggung dan bagian perut

hampir serupa yaitu coklat kelabu. Tikus betina berputing susu 2

pasang di dada dan 3 pasang di perut. Tikus rumah suka barang di

tempat gelap diatas loteng dan diantara perabotan. Tikus ini sangat

potensial untuk menjadi hama gudang ( Ristiyanto, et al, 2014).

d. Rattus norvegicus (Tikus riul)

Gambar 2.6 Tikus riul


Sumber : www.kompasiana.com

Tikus ini mempunyai panjang badan dan ekor 300-400 mm, Ekornya

lebih pendek. Rambutnya jarang dan berwarna kelabu hitam atas dan

bawah. Permukaan ekor bagian bawah agak puncak di bandingkan


20

dengan bagian atasnya, juga kaki belakangnya berwarna pucat atau

keputihan. Panjang telapak kaki belakang 40-45 mm, telinga 23 mm.

Betina berputing susu di dada dan perut sama yaitu 3 pasang (12

buah). Tikus riul membuat sarang di dalam tanah, di rumah atau di

pekarangan. Mencari makan di tempat sampah dan di dalam dapur

terkenal sebagai tikus jorok. Di gudang dapat merusak bahan yang

disimpan dan sekaligus mencemari. Dalam hal ini tikus riul dapat

menjadi hama terhadap bahan makanan yang dsimpan di gudang dan

menularkan penyakit ( Ristiyanto, et al, 2014).

e. Juvenile (Tikus Muda)

Gambar 2.7 Tikus muda

Tikus muda/juvenile adalah spesies tikus dengan usia di bawah 2

bulan,tikus ini masih sulit untuk dilakukan identifikasi. Tikus muda

akan mencapai kematangan seksual pada usia 4 bulan, kegiatan tikus

akan terus meningkat mulai umur 2-9 bulan. Rata-rata tikus tidak bisa

hidup lebih dari 12 bulan, bahkan para ahli mengatakan bahwa lama

hidup tikus sekitar 6 bulan.


21

6. Bionomik Tikus

Aktivitas harian tikus secara teratur bertujuan untuk mencari pakan,

minuman, pasangan dan oreientasi kawasan. Jarak yang ditempuh relatif

sama dan disebut dengan daya jelajah harian (home range). Selama

orientasi kawasan, tikus akan lebih mengenali situasi lingkungan terutama

pakan yang disukai, sumber air, dan juga tempat perlindungan untuk

menyelamatkan diri. Sifat ingin tahu terhadap lingkungan sekitar

menjadikan tikus dapat mengenali benda-benda, baik yang menetap

maupun benda yang baru asing, termasuk umpan beracun atau perangkap

yang dipasang oleh manusia. Sebagai hewan mamalia yang berukuran

kecil, ruang gerak tikus tidak terlalu luas. Hal ini menjadi sumber pakan

disekitar tempat tinggal yang cukup memadai. Aktivitas harian tikus

mencapai jarak rata-rata 30 m dan tidak pernah lebih dari 200 m, pada

waktu banyak pakan. Apabila pakan bagi tikus lapang sudah tidak

mencukupi, misalnya terjadi kekeringan atau bencana alam lainnya. Akan

terjadi perpindahan atau migrasi yang dapat mencapai jarak 700 m atau

lebih. Berdasarkan pertimbangan daya jelajah tikus, dapat diperkirakan

jumlah tempat umpan yang dibutuhkan untuk satuan tertentu dan jarak

antara satu tempat umpan dengan tempat umpan lainnya. Hal ini

dimaksudkan agar pengumpanan yang dilakukan dapat lebih efektif dan

efisien (Ditjen PP&PL, Depkes RI, 2008).


22

7. Lingkungan Hidup Tikus

Menurut Ristiyanto (2007, h. 26-31) menyebutkan bahwa

lingkungan yang berpengaruh terhadap tikus antara lain :

a. Lingkungan abiotik

1) Suhu

Tikus mempunyai kisaran suhu yang relatif terbatas. Untuk tikus di

daerah tropis perubahan suhu lingkungan yang ekstrim kurang

berpengaruh terhadap perilaku binatang tersebut. Namun di daerah

beriklim sedang dan dingin perubahan suhu yang sangat ekstrim

memperngaruhi perilaku biologis tikus daerah tersebut. Untuk tikus

yang hidup di daerah dingin biasanya akan berhibernasi

disarangnya selama musim dingin yang suhunya dibawah 00c.

Perbedaan suhu hanya akan mempengaruhi spesies tikus yg ada

ditempat tersebut.

2) Cahaya

Sinar yang tampak pada mata tikus berkisar 1200-2500 A. Padahal

untuk manusia sendiri sinr yg tmpak pada mata berkisar aantara

3000-7600 A (390-760u). Oleh karena itu tikus lebih menyukai

kegiatan malam hari dari pada siang hari sehingga disebut binatang

noktural.

3) Tanah

Merupakan faktor penting dalam menentukan kelangsungan hidup

tikus, terutama tikus yang bersifat terestial. Walaupun hubungan


23

timbal baliknya dari jenis tanah dan kehidupan tikus belum diteliti

secara rinci, namun dilihat bentuk tubuh tikus, binatang ini telah

beradaptasi dengan lingkungan tanah, seperti kepalanya berbentuk

runcing, hampir tanap leher, dan tubuhnya berbentuk silinder yang

kompak. Matanya kecil dan hanya mampu membedakan terang

atau gelap, dan melihat bentuk secara sederhana, serta buta warna.

Kaki depan dan belakangnya telah beradaptasi untuk menggali

tanah seperti mempunyai jari-jari dan telapak kaki yang halus,

tanpa lamella seperti tikus yang bersifat arboreal.

4) Air

Air merupakan komponen penting dalam kehidupan di bumi ini.

Demikian pula tikus, kebutuhan akan air setiap jenis tikus

bervariasi tergantung dari besar kecil ukuran badan dan habitat

tikus. Beberapa jenis tikus kehidupannya telah berevolusi kearah

binatang semi akuatik seperti tikus got (Rattus norvegicus) dan

tikus sawah (Ratus argentiventer).

b. Lingkungan biotik

1) Tumbuhan

Interaksi antara tumbuhan dengan tikus umumnya dipandang dari

sudut mangsa-mangsa yaitu tikus sebagai hama tanaman, setiap

tikus menyukai daerah yang didominasi oleh rumput alang-alang.


24

2) Predator

Populasi tikus di alam tidak terlepas dari musuh alami berupa

predator atau pemangsa, seperti kucing, anjing, ular, dan burung.

Besarnya populasi tikus salah satunya tergantung dengan jumlah

predator. Berbagai penyebab turunnya populasi predator alami

adalah perburuan liar, perusakan, dan perubahan habitat yang

berlangsung semakin hebat.

3) Parasit dan patogen

Populasi tikus dapat menurun tajam karena parasit dan patogen

yang menginfeksinya. Parasit dan patogen tersebut mampu

membunuh tikus secara langsung atau lewat penyakit dan

gangguan karena gigitan arthropoda. Seekor pinjal dewasa yang

mengandung bakteri pes Yersinia pestis mampu membunuh tikus

2-5 hari. Oleh karena itu, apabila terjadi wabah penyakit pes, maka

populasi tikus mengalami penurunan yang sangat tajam. Sejumlah

pinjal Xenopsylla cheopis yang berada di sarang tikus dapat

membunuh anak tikus berumur 7 hari dalam waktu kurang dari 14

hari.

8. Penyakit yang ditularkan oleh tikus

a. Pes (Plague)

Pes merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent

lainnya dan dapat ditularkan kepada manusia. Penyakit pes disebabkan

oleh bakteri Pasteurella pestis atau Yesernia pestis. Gejala penyakit ini
25

yaitu peradangan dan pembengkakan pada kelenjar limfa, perdarahan

di kulit. Vektor pes ditularkan dari tikus ke manusia melalui gigitan

pinjal yang merupakan vektor dari penyakit ini. Jenis pinjal yang

dikenal sebagai vektor penyakit pes antara lain Xenopsylla cheopis,

Culex iritans, Neopsylla sondaica, Stivallus cognatus. Ada beberapa

cara penularan penyakit pes, yaitu :

1) Manusia memasuki daerah enzootic di daerah Sylvatic zone,

2) Masuknya tikus hutan yang membawa pinjal tersebut menyerang

tikus di permukiman masyarakat.

3) Terjadinya kontak rodent dan pinjalnya dengan sumber pes di

daerah sylvatik, yang dapat menimbulkan enzootic dan endemic

pada manusia.

b. Leptospirosis

Leptospirosis atau juga dikenal dengan penyakit Weil (Weill disease)

yang diberikan sebagai penghargaan kepada penemu pertama bakteri

ini yaitu Adolf Weill di Heidelberg tahun 1870. Penyakit zoonosa

dengan aspek anthropozoonoses yang disebabkan oleh infeksi bakteri

yang berbentuk spiral dari genus leptospira yang pathogen, menyerang

hewan dan manusia. Leptospirosis atau penyakit kuning adalah

penyakit yang disebabkan oleh Spirochaeta leptospira

ichterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal atau urine tikus.

Penularan penyakit ini melalui kontak dengan urine tikus atau kontak

dengan jaringan tikus yang mengandung leptospira. Cara penularannya


26

yaitu melalui selaput lendir atau luka di kulit bila terpapar oleh air

yang tercemar dengan urine tikus.

c. Scrub typhus

Penyakit ini tidak hanya melibatkan tikus, namun ada ricketsia yang

hidup dalam vektor yg dikenal dengan Trombicula akamushi atau

Trombicula delieusis. Kedua jenis Trombicula ini pada stadium biasa

hidup bebas dalam tanah, tetapi stadium larvanya hidup dalam darah

tikus. Bila seekor Trombicula terkena rickersia, maka penyakit yang

berkembang biak dan terbawa tikus dan anak-anaknya. Larva yang

baru ditetaskan dalam keadaan cepat dapat mencari host baru,

kemungkinan larva yang membawa ricketsia ini menghisap darah

manusia karena tidak ditularkan pada manusia yang akhirnya

menderita Scrub typhus. Gejala penyakit ini adalah bintik-bintik merah

menyerupai cacar pada permukaan tubuh.

d. Murine typhus

Penyakit ini disebabkan oleh Ricketsia typhi yang ditularkan dari tikus

ke manusia melalui gigitan pinjal Xenoptella cheopis. Penyakit ini

sangat dekat hubungannya dengan penyakit pes sehingga mungkin

sekali infeksinya terjadi secara bersamaan. Gejala penyakit ini pada

manusia adalah sakit kepala, kedinginan, prostration, demam dan nyeri

diseluruh tubuh.
27

e. Rat Bite Fever

Penyebab penyakit ini menimbulkan gelaja kedinginan, demam,

muntah, dan sakit kepala. Demam karena gigitan tikus ini terutama

terjadi pada anak-anak di bawah umur 12 tahun dengan masa inkubasi

1-22 hari.

f. Salmonellosis

Salmonellosis secara umum merupakan penyakit pada manusia atau

hewan disebabkan oleh kuman dari genus Salmonella enteriditis dapat

menyebabkan kematian. Penyebaran penyakit ini dari tikus ke

manusia, terutama akibat kontaminasi feces dan urine tikus pada

makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Gejala yang timbul

pada manusia akibat infeksi bakteri ini adalah sakit perut, muntah,

diare, mual, demam yang diikuti dengan dehidrasi.

g. Lymphaic choriomeningitis

Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus (1 cm virus) yang

ditularkan ke manusia. Penularan penyakit ini melalui kontak dengan

feces, urine, atau air liur yang mengkontaminasi makanan atau debu.

Gejala penyakit ini dimulai dari gejala yang mirip influenza,

mengantuk, gangguan reflex dan anastesi kulit. Selain seperti tersebut

diatas, tikus dapat pula menimbulkan berbagai gangguan dan kerugian

antara lain : Menimbulkan kerugian ekonomi karena tikus memakan

bahan bahan makanan dan menimbulkan kerusakan pada perabot


28

rumah tangga dan juga kerusakan pada bangunan atau gudang

penyimpanan bahan makanan (Ditjen PP&PL, Depkes RI, 2008).

C. PINJAL

Pinjal adalah anggota phylum arthopoda ordo siphonoptera yang

merupakan parasit pada binatang mengerat dan burung (ektoparasit = parasit

luar tubuh), yang menularkan penyakit. Siklus hidup pinjal sangat tergantung

pada hospes dimana ia mendapatkan makanan berupa darah mengsanya.

Dengan kepadatan populasi hospesnya, penularan penyakit yang ditularkan

oleh pinjal dapat dicegah dengan mengurangi populasi pinjal atau hospesnya

(Ditjen PP&PL, Depkes RI, 2008).

1. Klasifikasi pinjal

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Shiphonaptera

Famili : Pulicidae

Genus : Xenopsylla

Species :Cheopis (Departemen Parasitologi FKUI 2008).

2. Xenopsylla cheopis (pinjal tikus)

Xenopsylla cheopis adalah parasit dari hewan pengerat, terutama

dari genus Rattus, dan merupakan dasar vektor untuk penyakit pes dan

murine tifus. Hal ini terjadi ketika pinjal menggigit hewan pengerat yang
29

terinfeksi, dan kemudian menggigit manusia. Pinjal tikus oriental terkenal

memberikan kontribusi bagi Black Death (Kadarsan dkk, 1983)

Gambar 2.8. Xenopsylla cheopis


Sumber : www.commons.wikipedia.org

3. Morfologi pinjal

Pinjal adalah jenis serangga yang mempunyai metamorfosis

sempurna, bentuk imago dan larvanya berbeda. Larva pinjal memiliki

bentuk seperti larva lalat hanya pada larva pinjal terdapat rambut-rambut

yang digunakan untuk melenting. Sedangkan bentuk imago dorsal-lateral

dan pembagian kepala, toraks, dan abdomen sudah terlihat. Ukuran tubuh

pinjal antara 1,5-4 mm, kira-kira lebih sedikit kecil dari biji wijen dan

berbentuk pipih di bagian samping (dorsal lateral). Kepala, dada, dan perut

terpisah secara jelas dan terdapat tiga pasang kaki pada dada dan satu

pasang terakhir sangat besar, sehingga menjadikan mereka mampu untuk

melompat. Pinjal tidak memiliki sayap. Pinjal memiliki mata dan antena,

yang mendeteksi panas, getaran, karbon dioksida, bayangan, dan

perubahan arus udara, yang semuanya menunjukkan makan yang mungkin

ada di dekatnya. Serangga ini berwarna coklat seperti biji mahoni,


30

ditemukan hampir di seluruh tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal

dewasa parasitik, sedang pradewasanya hidup di sarang, tempat

berlindung, atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus. Pinjal

memiliki panjang 1,5-4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari pada

betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Kepalanya

lekuk tempat antena yang bersegmen disimpan. Tiga segmen thoraks

dikenal sebagai pronotum, mesonotum, dan metanutum (metathoraks).

Segmen yang terakhir tersebut berkembang biak untuk menunjang kaki

belakang yang mendorong pinjal tersebut saat meloncat. Di belakang

pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk

sisir, yaitu ktenedium pronotal. Sedangkan diatas mulut pada beberapa

jenis terdapat duri kuat berbentuk sisir, yaitu ktenedium genal. Pinjal

betina memiliki spermateka seperti kantung dekat ujung posterior

abdomen sbg tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan

mempunyai alat yang seperti per melengkung yaitu aedeagus atau penis

bertikindi di lokasi yang sama (Dantje T. Sembels, 2009, h. 22).

4. Ciri-ciri pinjal menurut Tuti R. Hadi (1985, h.1 )

a. Kepala

Bentuk kepala hampir segitiga, kira-kira pada bagian tengah terdapat

lekukan yang berisi antena. Di depan lekukan terdapat mata. Di depan

mata terdapat bulu halus yang disebut bulu okuler. Pada bagian mulut

terdapat palpus labial. Pada bagian bawah genal, kadang-kadang


31

terdapat bulu kasar yang tersusun seperti sisir dan disebut sisir genal

(genal comb).

b. Dada

Pada sisi punggung (dorsal) terdapat tiga ruas yaitu pronotum,

nesothorax dan methathorax. Pada sisi perut (ventral), terbagi atas

bagian prepleoron dan metapleoron yang biasanya lebih kecil. Pada

bagian pronoturn kadang-kadang terdapat deretan bulu tebal yang

disebut pronoturn (pronoturn comb).

c. Perut (Abdomen)

Bagian perut terdiri atas sepuluh ruas, pada sisi dorsal disebut tergit,

dan pada sisi vental disebut stemit, pada ujung dorsal terdapat alat

perasa yang disebut phygidium.

d. Alat reproduksi

Pinjal betina memiliki alat reproduksi yang terdiri dari spermateca

yang bentuknya bermacam-macam, dan dihubungkan dengan saluran

spermateca yang sedikit membesar pada bagian-bagian tengah,

diteruskan pada bursa copulatrix dan saluran kecil yg bercabang-

cabang, kearah luar tubuh dan uterus. Pada pinjal jantan memliki

clasper diujung, manulabrium, lempeng penis, batang penis dan

segmen ujung yang memiliki bentuk khusus.

e. Kaki

Pinjal memiliki tiga kaki, yang masing-masing kaki memiliki lima

ruas, yaitu coxa, trochanter, femur, tibia, dan tarsus yang beruas-ruas
32

antara 4-5 buah. Kaki pinjal dilengkapi dengan cakar yang kuat dan

bulu-bulu kaki belakang lebih panjang yang digunakan untuk

melompat.

f. Alat pencernaan makanan

Proses masuknya makanan dari mulut, ditelan melalui parinx, dengan

bantuan pompa parinx dan terus melewati esophagus kemudian

proventiculuc, baru masuk dalam perut. Di dalam perut penyerapan

makanan dengan tuba malphigi, diteruskan ke usus dan akhirnya

keluar sebagai feses.

5. Kebiasaan hidup pinjal menurut Dantje T.Sembel (2009)

Pinjal dewasa biasanya hidup sebagai ektoparasit, terutama pada

hewan berdarah panas. Kebiasaan yang lain, pinjal selalu berusaha

menghindari dari cahaya, sehingga bila ada sinar, pinjal akan berusaha

untuk bersembunyi dalam kegelapan. Untuk kelangsungan hidupnya pinjal

akan selalu membutuhkan darah, disamping juga tertarik pada kehidupan

hospesnya. Bila karena ada sesuatu hal hospes yang ditumpanginya mati,

maka pinjal akan meninggalkannya dan berusaha untuk mencari hospes

yang baru. Hal yang mungkin penting artinya dalam penularan

penyakit,yang disebabkan oleh adanya pinjal. Dalam perhitungan jumlah

pinjal dikenal dengan dua jenis angka indeks :

jumlah seluruh pinjal yang diperoleh


a. Indeks pinjal umum = jumlah tikus yang tertangkap

jumlah spesies pinjal tertentu


b. Indeks pinjal spesifik = jumlah tikus yang tertangkap
33

Xenopsylla cheopis merupakan jenis pinjal penular penyakit pes

dan muryne thyus yang utama maka angka indeks pinjal X. Cheopis yang

paling diperhatikan. Disarankan untuk melakukan penyemprotan racun

serangga apabila angka indeksnya lebih dari 2,0 di daerah endemis.

Pengamatan indeks pinjal bulan berjalan dibandingkan indeks maksimum

dan minimum lima tahun terakhir. Untuk mengamati terjadinya kasus pe

diantara tikus, dapat dilihat dari besarnya indeks pinjal. Seperti diketahui

bahwa tikus merupakan host dari vektor penyakit pes (Xenopsylla

cheopis). Apabila suatu saat indeks pinjal melonjak diantara rata-rata

(keadaan normal), maka perlu diwaspadai apakah kenaikan indeks pinjal

tersebut disebabkan berpindahnya pinjal dari satu tikus ke tikus yang lain,

karena tikus sebagai hostnya telah mati. Menurut SOP Dirjen PP & PL

(2009, h.102), disebutkan bahwa dinamakan indeks pinjal normal apabila

indeks pinjal =1, sedangkan dinamakan indeks pinjal tidak normal apabila

indeks pinjal >1. Seperti diketahui, bahwa pinjal sangat memerlukan darah

segar tikus guna makanannya. Apabila tikus sebagai hostnya mati, maka

pinjal akan berpindah ke tikus hidup yang lain. Dengan demikian, indeks

pinjal akan meningkat. Pengamatan ini bisa dikombinasikan dengan pola

maksimum dan minimum indeks pinjal selama lima tahun terakhir.

Apabila indeks pinjal bulan berjalan masih dibawah pola maksimum lima

tahunan, maka dapat diprediksikan penularan pes masih relatif aman.

Namun, apabila indeks pinjal bulan berjalan melewati pola maksimum

indeks pinjal lima tahunan, maka perlu ditingkatkan kewaspadaan terhadap


34

penularan penyakit pes baik diantara tikus maupun penularan dari tikus ke

manusia.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan pinjal menurut Susanti

(2001)

a. Suhu dan Kelembaban

Perubahan periodik kondisi cuaca atau iklim biasanya diikuti fluktuasi

suhu dan kelembaban udara. Perkembangan jenis setiap pinjal

mempunyai variasi musiman yang berbeda. Udara yang kering

mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kelangsungan

hidup pinjal. Suhu dalam sarang tikus lebih tinggi selama musim

dingin dan lebih rendah selama musim panas daripada suhu luar. Suhu

di luar dan dalam sarang memperlihatkan bahwa suhu di dalam sarang

cenderung berbeda dengan suhu ruang.

b. Cahaya

Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksik negatif). Pinjal

jenis ini biasanya tidak mempunyai mata, sebaliknya pinjal yang

bersifat fototaksik positif mempunyai mata. Pada sarang tikus yang

kedalamannya dangkal populasi pinjal ini tidak akan ditemukan karena

sinar matahari dapat menembus sampai dasar sarang. Pada sarang tikus

yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai jalan yang berkelok

sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar sarang, sehingga

pada tikus ini akan dapat ditemukan banyak pinjal.


35

c. Parasit

Bakteri Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit pinjal.

Pinjal yang mengandung bakteri pes pada suhu 10oC - 15oC dapat

bertahan hidup selama 50 hari, sedangkan pada suhu 27oC hanya dapat

bertahan hidup selama 23 hari.

d. Predator

Predator pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan

populasi pinjal pada tikus. Beberapa predator pinjal seperti semut dan

kumbang kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan pinjal

dewasa.

D. Upaya Pengendalian Tikus

Menurut Chasan S. Kusnadi (2006, h. 95), upaya pengendalian tikus

secara berdaya guna dan berhasil guna hanya mungkin diperoleh apabila kita

telah mengenal dengan baik kehidupan tikus beserta segala sifat dan

kebiasaannya. Disamping itu, upaya pengendalian tikus tersebut akan

memperoleh daya guna bila dipahami beberapa prinsip dasar dan teknik

pengendalian.

1. Prinsip dasar

Upaya pengendalian populasi tikus, merupakan kunci keberhasilan

program pengendalian tikus di dalam masyarakat. Pada suatu waktu

tertentu, setiap kawasan memiliki kemampuan tertentu dalam mendukung

kehidupan tikus. Jumlah populasi tikus di suatu daerah dipengaruhi oleh

dua faktor yaitu : population force and population changes dan faktor-

faktor pembatas.
36

2. Teknik pengendalian

Secara garis besar usaha pengendalian tikus dapat dikelompokkan

menjadi :

a. Perbaikan sanitasi lingkungan dengan maksud menghilangkan sumber

makanan dan tempat persembunyian. Usaha perbaikan sanitasi

lingkungan dalam rangka pemberantasan tikus ditempuh menurut

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Penyimpanan sampah

2) Penyimpanan barang yang masuk berguna

3) Pengumpulan sampah

4) Pembuangan sampah

b. Merencanakan pembunuhan tikus secara berhasil guna

Di dalam program pengendalian tikus di masyarakat, pembunuhan

tikus merupakan bagian yang penting dalam rangka meningkatkan

sanitasi dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Usaha pembunuhan

tikus dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada garis besarnya usaha

pembunuhan tikus dilakukan dengan cara peracunan, perangkap,

penggasan dan menggunakan predator.


37

E. ALOGARITMA PENGENDALIAN TIKUS DAN PINJAL DI PELABUHAN

Persiapan : Pelaksanaan :

1. Perangkap 1. Pemetaan IDENTIFIKASI


2. Umpan 2. Jadwal kerja
3. Tenaga 3. Pemasangan
4. Kendaraan perangkap

Tikus Pinjal

Sukses Trap
Indeks pinjal

Lebih dari 1

Sama
dengan 1
Pemberantasan

Evaluasi

Tindak Lanjut

Laporan

Gambar 2.9. Sumber SOP diterbitkan Oleh Dirjen PP & PL, No.Dokumen:
02.005.2009 yang telah di modifikasi
38

F. Kerangka Teori

Daerah
Buffer KKP Tikus Pinjal
Cilacap

1. Klasifikasi tikus 1. Klasifikasi pinjal


2. Morfologi tikus 2. Xenopsylla cheopis
3. Biologi tikus 3. Morfologi pinjal
4. Tanda keberadaan 4. Ciri - ciri pinjal
tikus 5. Kebiasaan hidup pinjal
5. Spesies tikus 6. Faktor - faktor yang
6. Bionomik tikus mempengaruhi
7. Lingkungan hidup kehidupan pinjal
tikus

Penyakit- penyakit
yang ditularkan oleh
tikus dan pinjal

Upaya pengendalian
tikus

Gambar 2.10. Kerangka Teori


Sumber : Rahmawati (2012) yang telah dimodifikasi
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
1. Komponen Penyusun

a. Input : Kepadatan tikus dan pinjal di daerah buffer Pelabuhan Tanjung

Intan Cilacap tahun 2016.

b. Proses : Data tikus yang diambil adalah dengan cara penangkapan

tikus menggunakan perangkap hidup (life trap), kemudian di

identifikasi spesies tikus, identifikasi pinjal dan menghitung indeks

pinjal di daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap tahun 2016.

c. Output : Kepadatan tikus dan pinjal di daerah buffer Pelabuhan

Tanjung Intan Cilacap tahun 2016.

Penelitian akan dilaksanakan berdasarkan kerangka konsep sebagai berikut:

1. Angka Kepadatan Tikus Kepadatan


Tikus dan
2. Identifikasi Tikus
Pinjal di
daerah buffer
Pelabuhan
1. Indeks Pinjal Tanjung Intan
Cilacap
2. Identifikasi Pinjal

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

39
40

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional masing-masing Variabel
Cara
Definisi Satuan/
No Variabel pengukuran Skala data
Operasional kategori
data
1 Tikus Binatang Menghitung Cage trap Jumlah
pengerat yang tikus tikus yang
tertangkap tertangkap
di wilayah
pelabuhan
(Buffer).
2 Identifikasi Penentuan jenis Membandingk Spesies Nominal
tikus tikus yang an dengan tikus
tertangkap kunci
berdasarkan identifikasi
kunci identifikasi.
3 Pinjal Serangga dari Menghitung Ekor Ordinal
ordo pinjal
Siphonaptera
yang ada di tubuh
tikus.
4 Indeks pinjal Perhitungan pinjal yang tertangkap
Persentase Rasio
angka indeks X100%
tikus yang tertangkap
yang diperoleh
dari rumus
jumlah seluruh
pinjal yang
diperoleh dibagi
dengan jumlah
tikus yang
tertangkap.
5 Identifikasi Penentuan jenis Membandingk Spesies Nominal
pinjal spesies pinjal an dengan pinjal
yang tertangkap kunci
berdasarkan mengidentifika
kunci identifikasi. si
6 Kepadatan Perhitungan tikus yang tertangkap
Ekor Ordinal
tikus angka yang
trap yang terpasang
diperoleh dari
rumus jumlah
tikus yang
tertangkap di bagi
dengan jumlah
perangkap yang
dipasang.
41

C. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional dengan

pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk mendapatkan angka

kepadatan tikus dan pinjal di daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap.

D. Waktu dan Lokasi

1. Waktu : Dilaksanakan pada bulan April Juni 2016

2. Lokasi : Penelitian dilakukan di daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan

Cilacap.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua tikus dan pinjal yang berada di

rumah warga di daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap.

2. Sampel

Sampel yang di ambil adalah tikus dan pinjal yang berhasil di tangkap di

daerah buffer Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap dengan menggunakan

perangkap tikus hidup (life trap) sebanyak 60 perangkap.


42

F. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Umum

Data umum dalam penelitian ini meliputi :

1) Letak geografis KKP Kelas II Cilacap.

2) Wilayah kerja KKP Kelas II Cilacap.

a. Data khusus

Data khusus dalam penelitian ini meliputi : jenis umpan, jenis

perangkap, jumlah tikus, jenis tikus, indeks pinjal dan jenis pinjal.

2. Sumber Data

a. Data Primer

1) Jenis tikus

2) Jumlah tikus (success trapping)

3) Jenis pinjal

4) Indeks pinjal

b. Data Sekunder

Data ini diambil dari KKP Kelas II Cilacap.

3. Cara Pengumpulan Data

Data tikus yang diambil adalah dengan cara penangkapan tikus

menggunakan perangkap hidup (life trap) kemudian dihitung keberhasilan

penangkapan tikus (success traping), identifikasi spesies tikus, identifikasi

pinjal dan menghitung indeks pinjal.


43

a. Pemasangan perangkap

Pemasangan perangkap di lakukan di tiga titik lokasi atau tiga lokasi

RT/RW di daerah buffer dalam satu waktu dengan total perangkap

yang dibagikan 60 buah. Pada tiap lokasi akan dibagikan perangkap

(trapping) dengan jumlah 20 perangkap yang nantinya akan di bagikan

ke setiap rumah warga. Perangkap di periksa setiap hari (selama 5 hari)

sebelum aktivitas mulai ramai (pagi hari). Pisahkan perangkap yang

berisi tikus dan dimasukan kedalam karung kain dan diberi label.

b. Waktu

Waktu yang diperlukan untuk kegiatan pembagian perangkap tikus 6

hari yaitu pada tanggal 9-14 Mei 2016, kemudian perangkap yang

sudah di bagikan ke rumah warga di periksa setiap harinya (selama 5

hari) sebelum aktivitas mulai ramai (pagi hari). Pisahkan perangkap

yang berisi tikus dan dimasukan kedalam karung kain dan diberi label.

Jika ada perangkap yang tidak berisi tikus di diamkan dan di periksa

hari berikutnya.

c. Perhitungan dan identifikasi

Perhitungan tikus dilakukan dengan cara menghitung jumlah tikus

yang tertangkap di tiap wilayah kemudian di lakukan identifikasi

menggunakan kunci identifikasi, setelah itu dilakukan penyisiran tikus

untuk mendapatkan pinjal kemudian dilakukan identifikasi

menggunakan kunci identifikasi.


44

4. Instrumen atau alat pengumpulan data

a. Formulir pemeriksaan tikus dan alat tulis.

b. Perangkap tikus (cage trap).

c. Kunci Identifikasi Tikus dan Pinjal.

d. Alat transportasi roda 4 atau 2

e. Kantong

f. Baskom

g. Sisir/sikat

h. Timbangan

i. Mikroskop

j. Objek glass

k. Aspirator pinjal

l. Tabung gelas

m. Botol-botol vial untuk parasite lain

n. Penggaris

o. Kapas

p. Sarung tangan

q. Masker

r. Kaca slide

s. Cover glass

t. Label
45

G. Prosedur Kerja

1. Peletakan perangkap tikus

Prosedur kerja perangkap tikus dengan menggunakan life trap di letakkan

di tempat yang terdapat tanda keberadaan tikus di dalam rumah warga di

daerah buffer adalah sebagai berikut :

a. Penangkapan tikus di daerah buffer KKP Cilacap dengan memasang

60 perangkap hidup (life trap).

b. Umpan yang digunakan dalam life trap ini menggunakan kelapa bakar.

c. Pemasangan perangkap dilakukan dalam waktu enam hari dan

perangkap akan di periksa setiap harinya selama lima hari berturut-

turut. Apabila ada perangkap yang tidak berisi tikus di diamkan dan

akan di periksa kembali keesokan harinya.

2. Identifikasi tikus

a. Tikus yang tertangkap di masukkan ke dalam kantong kain putih,

kemudian kantong diikat rapat.

b. Masukan kantong-kantong yang berisi tikus ke dalam kantong plastik

besar yang sudah disiapkan.

c. Tuangkan chloroform pada kapas dan masukan ke dalam kantong

plastik, tunggu kurang lebih 15 menit atau sampai tikus benar-benar

mati.

d. Tikus di ambil dengan cara di pegang bagian kepala, posisi jari

telunjuk dan jari tengah diapitkan pada kepala tikus.


46

e. Lakukan identifikasi dengan cara pengukuran terutama terhadap berat

badan (BB), panjang kepala di tambah badan (H&B), ekor (T), cakar

(HF), telinga (E), tengkorak (SK) dan susunan putingnya. Dengan cara

sebagai berikut :

1) Diukur panjang total dari ujung mulut hingga ujung ekor (mm).

2) Diukur panjang ekor dari pangkal hingga ujung ekor (mm).

3) Diukur panjang telapak kaki sampai ujung kuku (mm).

4) Diukur panjang telinga (mm).

5) Dihitung kelenjar mamae dengan rumus puting susu atau diukur

testis.

6) Dilihat warna bulu punggung dan perut, warna ekor bagian atas

dan bawah, bulu badan (kasar atau halus) terutama pangkal ekor.

7) Identifikasi tikus menggunakan kunci identifikasi tikus.

8) Catat dalam form.

3. Penyisiran pinjal tikus

a. Letakan tikus di atas wadah berwarna putih, lakukan penyisiran pada

rambut-rambut tikus searah dengan tumbuh rambutnya, periksa

kantong tempat tikus.

b. Pinjal yang jatuh ke dalam wadah diambil kemudian di masukkan ke

dalam tabung.

c. Hitung jumlah pinjal yang di dapat dan catat dalam form.


47

4. Identifikasi pinjal

a. Letakkan pinjal di atas obyek glass.

b. Pinjal di letakkan di bawah mikroskop coumpound dengan pembesaran

40X, 100X.

c. Lihat dan amati setiap bagian tubuh pinjal dengan di cocokkan

menggunakan kunci identifikasi pinjal.

d. Kemudian catat dalam form.

H. Pengolahan Data

1. Entri Data, proses memasukan data.

2. Editing, kegiatan editing yang dilakukan meliputi koreksi dan seleksi

terhadap data yang masuk.

3. Saving, penyimpanan terhadap data yang sudah diolah dalam flashdisk,

CD dan lembar print out.

4. Tabulating, data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi, disusun

berdasarkan subyek, tabulasi dilakukan secara manual.

I. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat untuk mengetahui Studi

Kepadatan Tikus dan Pinjal di Daerah Buffer Pelabuhan Tanjung Intan

Cilacap. Data untuk subjek yang diteliti disajikan dalam bentuk dianalisis

secara deskriptif.

Anda mungkin juga menyukai