Anda di halaman 1dari 113

SKRIPSI

ANALISIS HUBUNGAN KEPADATAN TIKUS DENGAN


PINJAL SERTA POTENSI PENULARAN PENYAKIT
BERBASIS TIKUS DAN PINJAL DI PELABUHAN LAUT
TENAU KUPANG TAHUN 2018

OLEH
DIAN SAMSARA BM
1407010079

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018

ii
SKRIPSI

ANALISIS HUBUNGAN KEPADATAN TIKUS DENGAN


PINJAL SERTA POTENSI PENULARAN PENYAKIT
BERBASIS TIKUS DAN PINJAL DI PELABUHAN LAUT
TENAU KUPANG TAHUN 2018

OLEH
DIAN SAMSARA BM
1407010079

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018

iii
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,

rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Kepadatan

Tikus dengan Pinjal serta Potensi Penularan Penyakit Berbasis Tikus dan Pinjal di

Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dari awal penyusunan skripsi ini hingga

disidangkannya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

patut mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak

Mustakim Sahdan, S.KM., M.Kes selaku Pembimbing I, Ibu Sintha L. Purimahua,

S.KM., M.Kes selaku pembimbing II yang dengan tulus hati memberikan

bimbingan, masukan dan arahan yang bermanfaat bagi penulis dalam

penyempurnaan skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik serta Bapak Soni Doke, S.Pt., M.Kes selaku penguji yang telah

bersedia untuk menguji Skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Apris A. Adoe, S.Pt., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat UNDANA Kupang;

2. Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM., M.Kes selaku ketua program studi ilmu

kesehatan masyarakat FKM UNDANA Kupang;

3. Ibu Sarci M. Toy, S.KM., M.PH selaku Dosen Penasehat Akademik yang

telah membimbing penulis selama menempuh perkuliahan;

iv
4. Para dosen pengajar di FKM UNDANA yang dengan tulus, sabar dan ikhlas

membagikan ilmu dan membantu penulis dengan caranya masing-masing;

5. Pak Yohanes Baki, Amd.Kep, Pak Emanuel Nawagega, Amd.KL dan Pak

Dominggus Ongky Diaz, Amd.KL selaku Pegawai dari Kantor Kesehatan

Pelabuhan Kelas III Kupang yang senantiasa meluangkan waktu

membimbing Peneliti hingga mendampingi Peneliti sampai ke lapangan

dalam proses penangkapan tikus.

6. Keluarga tersayang Mama, Abah, Shepia, Kak Amy dan Alman yang tidak

henti memberikan motivasi, dan berbagai dukungan kepada penulis;

7. Keluarga besar kelas A-GEN FBI FKM Undana Tahun 2014 yang selalu

memberi dukungan. Terkhusus Fachry, Farhan, Adnam, Ochyk dan Ata yang

selalu setia berjuang bersama penulis sampai saat ini.

8. Abang, Yunda, Adinda dan rekan-rekan seperjuangan HMI Cabang Kupang

terkhusus Komisariat IPPERTATEK, rekan-rekan di FOSMI As-Syifa FKM

Undana, yang telah bersama-sama memberikan dukungan kepada penulis;

Seluruh pihak yang telah mendukung penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung hingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Akhir kata, tak ada gading yang

tak retak. Begitu pula dengan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

penelitian ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kupang, September 2018

Penulis

v
ABSTRAK

ANALISIS HUBUNGAN KEPADATAN TIKUS DENGAN PINJAL SERTA


POTENSI PENULARAN PENYAKIT BERBASIS TIKUS DAN PINJAL DI
PELABUHAN LAUT TENAU KUPANG TAHUN 2018. Dian Samsara BM,
Mustakim Sahdan, Sintha L. Purimahua, (xiv + 83 halaman + 7 lampiran).
Tikus merupakan binatang pengerat (rodensia) yang lebih dikenal sebagai hama
tanaman pertanian, perusak barang di gudang dan hewan pengganggu yang
menjijikkan di perumahan dan perkantoran. Didalam tubuh tikus terdapat
ektoparasit seperti Pinjal, Kutu, Caplak, dan Tungau yang juga sangat
berpengaruh terhadap penularan penyakit. Dalam rangka mencegah penyakit yang
ditularkan, dibawa dan disebabkan oleh tikus dan pinjal maka perlu
memperhatikan kepadatan tikus dan ektoparasitnya. Tujuan Penelitian ini adalah
untuk menganalisis hubungan Kepadatan Tikus terhadap Pinjal Serta Potensi
Penularan Penyakit di Pelabuhan Laut Tenau Kupang tahun 2018. Penelitian ini
adalah Observasional analitik dengan menggunakan metode survey dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tikus dan
pinjal yang ada di Pelabuhan laut Tenau Kupang. Sampel adalah tikus dan pinjal
yang tertangkap. Penangkapan tikus dilakukan dengan memasang Perangkap
Hidup (Life trap) di area perimeter dan buffer kemudian tikus disisir untuk
mendapatkan Pinjal. Hasil Penelitian ini ditemukan 9 (sembilan) spesies tikus
yaitu : Rattus diardiii, Rattus Exulans,Rattus Alexandrinus, Rattus Novergicus,
Rattus-rattus, Rattus Frugivorus, Mus Musculus, Bandicota Indica, Bandicota
Banglensis, dan 1 (satu) jenis celurut spesies Suncus Murinus, 2 (dua) jenis Pinjal
yaitu Xenopsylla Cheopis dan Pullex Irritans. Kepadatan tikus di Pelabuhan Laut
Tenau Kupang adalah 0,83% dan Indeks Pinjal 0,184. Analisis hubungan
menggunakan Uji Coefisien Contingency dengan ɑ=0,05. Kepadatan Tikus dan
Pinjal tidak memiliki Hubungan yang kuat karena Approx.sig = 0,361 (ρ value
>0,05). Masing-masing spesies tikus dan pinjal yang ditemukan di Pelabuhan Laut
Tenau Kupang berpotensi menularkan penyakit kepada manusia diantaranya
Infeksi Hantavirus (Haemoragic fever with syndrom renal), scrub typhus, murine
typhus, spottted fever group rickettsiae (SFG rickettsiae), pes, leptospirosis,
salmonellosis dan schistosomiasis.
Kata kunci : Kepadatan tikus, Pinjal, Penularan Penyakit Berbasis Tikusdan
Pinjal , Pelabuhan Laut
Daftar Pustaka : 27 (1999-2017)

vi
ABSTRACT

ANALYSIS OF CORRELATION BETWEEN DENSITY OF RAT WITH


FLEA AND THE POTENTIAL OF DISEASES CONTAGION BASED ON
RAT AND FLEA IN HARBOUR OF TENAU KUPANG 2018. Dian Samsara
BM, Mustakim Sahdan, sintha L. Purimahua, (xiv+ 83 Pages + 7 Attachments)
Rat is a rodent animal which is well known as agricultural pests, destroyer of
goods and disturber- disgusting animal at housing and office affairs. Inside of rat
body, is found ectoparasites such as fleas, louses, ticks and mites that very
influential to contagion of diseases. In order to prevent the diseases that
contagion, brought and caused by rat and flea, then it is necessary to pay attention
of density of rat toward flea and the potential of diseases contagion in harbor of
Tenau, Kupang year of 2018. This research is observational using the method of
survey by approach of cross sectional. Population in this research are all rats and
fleas in Harbor of Tenau. Samples are all rats and fleas that had been trapped. The
trapping of rats was done by using life trap at perimeter area and buffer then the
rats were combed out to take fleas. The result of this research shows that there
were 9 species of rats that had been found i.e. Rattus diardii, Rattus Exulans,
Rattus Alexandinus, Rattus Novergicus, Rattus-rattus, Rattus Frugivorus, Mus
Musculus Bandicota Indica, Bandicota Banglensis, and one species of sort that
was suncus Murinus, 2 types of fleas i.e. Xenopsylla Cheopis and Pulles Irritans.
The density of rat in harbor of Tenau is 0,83% and the index of flea is 0,184. The
analysis uses coefficient contingency test withal α = 0,05. The density of rat and
flea don't have a strong correlation because Approx.sig=0,361 (ρ value >0,05).
Each species of rat and flea that had been found in Harbor of Tenau are potentially
trasnmitt the diseases to human such as hantavirus infectious (Haemaragic fever
with syndrome renal), scrub typhus, murine typhus, spotted fever group
rickettsiae (SFG rickettsiae). Pest, leptospirosis, Salmonellosis and
schistosomiasis.
Keywords: The density of rat, Fleas, Diseases contagion based on Rat and Flea,
Harbor
References : 27 (1999-2017)

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...........................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI..........................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................vi

ABSTRACT...........................................................................................................vii

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

DAFTAR TABEL....................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii

DAFTAR SINGKATAN......................................................................................xiii

DAFTAR ISTILAH..............................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................6
D. Manfaat..................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8

A. Tikus......................................................................................................8
B. Kepadatan Tikus...............................................................................20
C. Ektoparasit.........................................................................................23
D. Pinjal....................................................................................................26
E. Potensi Penularan Penyakit Bawaan Tikus dan Pinjal ............32
F. Tinjauan tentang Pelabuhan Laut.................................................34
G. Kerangka Konsep..............................................................................36

viii
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................40


B. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................40
C. Populasi dan Sampel........................................................................40
D. Definisi Operasional........................................................................41
E. Jenis, Teknik, dan Instrumen Pengumpulan Data .....................42
F. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data ....................46
BAB IV HASIL DAN BAHASAN.......................................................................50

A. Hasil.....................................................................................................50
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................50
2. Spesies Tikus dan Pinjal.................................................................54
3. Tingkat Kepadatan Tikus dan Indeks Pinjal...................................58
4. Hubungan Kepadatan Tikus terhadap Indeks Pinjal......................60
5. Potensi Penularan Penyakit............................................................61
B. Bahasan...............................................................................................63
1. Spesies Tikus dan Pinjal.................................................................63
2. Tingkat Kepadatan Tikus dan Pinjal..............................................67
3. Hubungan Kepadatan Tikus dan Pinjal..........................................70
4. Potensi Penularan Penyakit............................................................72
5. Hambatan Penelitian.......................................................................77
BAB V PENUTUP.................................................................................................79

A. Simpulan.............................................................................................79
B. Saran....................................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................81

Lampiran................................................................................................................84

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Ciri-Ciri Morfologi dari Rattus Novergicus, Rattus


II.1 Diardii dan Mus Musculus ................................................ 18

II.2 Perkembangbiakan dan Umur Tikus .................................


20
II.3 Jenis Pinjal di Indonesia dan Inangnya .............................
29
II.4 Daftar Penyakit dan Patogen Bersumber Tikus ................
32
Distribusi Tikus Berdasarkan Waktu dan Area di
IV.1
Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018 .................... 52

Distribusi Spesies Tikus Berdasarkan Waktu dan Area


IV.2 Penangkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun
2018................................................................................... 53

Distribusi Spesies Pinjal Berdasarkan Spesies Tikus dan


IV.3 Area Penangkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang
Tahun 2018 ....................................................................... 55

Distribusi Kepadatan Tikus Per Hari Selama 5 Hari


IV.4 Pemasangan Perangkap di Pelabuhan Laut Tenau
Kupang Tahun 2018 .......................................................... 56
Distribusi Indeks Per Hari Selama 5 Hari Pemasangan
IV.5 Perangkap di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun
2018................................................................................... 57

Hubungan Kepadatan Tikus terhadap Indeks Pinjal di


IV.6
Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahu 2018........................ 58

Potensi Penularan Penyakit Berdasarkan Spesies Tikus


IV.7
di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018 ................ 60
Potensi Penularan Penyakit Berdasarkan Spesies Pinjal
IV.8
di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun
2018................................................................................... 61

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman

Instrumen Pengamatan Infestasi Tikus .....................


1 84
Form Hasil Pemasangan Perangkap Tikus................
2 85
Kunci Identifikasi Tikus ...........................................
3 86
Dokumentasi .............................................................
4 87
Hasil Pengukuran .....................................................
5
88
Hasil uji Koefisient Contingency...............................
6 91
7 Riwayat Hidup Peneliti.............................................. 92

DAFTAR GAMBAR

xi
Gambar Judul Gambar Halaman

1 Jenis Tikus Berdasarkan Bentuk dan Ukuran


Tubuhnya................................................................. 9

2 Siklus Hidup Tikus.................................................. 19

3 Pinjal........................................................................ 22

4 Kutu.......................................................................... 23

5 Caplak....................................................................... 23

6 Tungau...................................................................... 24

7 Siklus Hidup Pinjal.................................................. 27

8 Perangkap Hidup (Life Trapp)................................. 42

xii
DAFTAR SINGKATAN
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

IHR : International Health Regulation

BPS Badan Pusat Statistik

KKP : Kantor Kesehatan Pelabuhan

IPU : Indeks Pinjal Umum

IPK : Indeks Pinjal Khusus

B2P2VR : Balai Besar Penelitian Pengembangan Vektor dan


Reservoir

xiii
DAFTAR ISTILAH

Accidental Sampling : Pengambilan sampel didasarkan pada


kenyataan bahwa mereka kebetulan muncul.

Accidental host : Inang/hostyang mengandung parasit yang


tidak biasa dalam tubuhnya sehingga secara
kebetulan parasit dapat hidup dalam
tubuhnya hingga mencapai stadium dewasa.

Approx.sig : Nilai signifikan

Buffer area : daerah yang berda di luar perimeter ditarik


garis keliling radius 400 meter dari garis
perimeter dan bertindak sebagai daerah
penyangga terhadap penularan suatu
penyakit karantina.

Diagnosis : Pemeriksaan gejala penyakit

Ektoparasit : Sejenis parasit yang hidup di permukaan


tubuh inangnya.

Faktor risiko : Atribut individu seperti riwayat, usia, jenis


kelamin, keluarga dan kebiasaan (aktivitas
seksual, merokok dan penyalah gunaan
narkoba).

Filogenetik : Hubungan evolusi antara berbagai spesies


makhluk hidup.

Infeksi : Terpajan agent penyakit

Karantina : Tempat pengasingan dan/atau tindakan


sebagai upaya pecegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit atau
organisme pengganggu dari luar negeri dan
dari suatu area ke area lain di dalam negeri.

Kategorial : Pengklasifikasian

Kepadatan tikus : jumlah populasi tikus yang ada serta


dampaknya pada penularan penyakit.

xiv
Komensal rodent : Hewan pengerat yang sering berhubungan
atau hidup berdampingan dengan manusia.

Korelasi : Hubungan

Larva : Bentuk mudahewan yang


perkembangbiakannya melalui metamerfois.

Life trapp : Perangkap hidup

New Emerging disease : Infeksi yang barumuncul dalam sebuah


populasi atau pernah ada sebelumnya
meningkat dalam sebuah wilayah.

Observasi : Pemantauan terhadap suaru proses atau


objek dengan maksud merasakan kemudian
memahami fenomena tersebut.

Patogen : Agen biologis yang menyebabkan penyakit


pada inangnya

Perimeter area : Daerah yang dilingkupi oleh garis khayal


yang meliputi keseluruhan bangunan di
wilayah pelabuhan laut dimana dilaksanakan
kegiatan sehari-hari

Populasi : Kumpulan semua individu dalam suatu batas


tertentu

Potensial : Kemampuan menimbulkan sesuatu

Re-emerging disease : Infeksi yang muncul kembali setelah terjadi


penurunan yang signifikan atau infeksi yang
pernah adasebelumnya dan muncul kembali
dengan peningkatan yang cepat.

Reproduksi : Pengembangbiakan

Reservoir : Binatang, serangga atau tanaman dimana


agen infektif biasanya hidup dan
berkembang biak demi kelangsungan
hidupnya.

Rodensia : Hewan pengerat

Sampel : Sebagian dari populasi

xv
Sanitasi : Usaha untuk membina dan menciptakan
suatu keadaan yang baik

Serologis : Ilmu yang mempelajari reaksi antigen,


antibodi secara invitro agar dapat
menegakkan diagnosa suatu penyakit
infeksi.

Siphonaptera : Serangga lateral, bersayap dan


holometabola.

Surveilans epidemiologi Pengumpulan sistematis dan analisis data


secara terus menerus.

Survey : Teknik riset dengan memberi batas yang


jelas atas data, penyelidikan, peninjauan.

symmetric measures : Hubungan yang setara berdasarkan


perhitungan chi square

Trap succes : Keberhasilan penangkapan

Vektor : Organisme yang menyebarkan agen infeksi


(patogen) dari inang ke inang.

Wabah : Penyebaran penyakit selama periode yang


singkat di suatu daerah

Zoonotik : Penyakit yang bersumber dari hewan dan


dapat ditularkan kepada manusia

xvi
1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tikus merupakan binatang pengerat (rodensia) yang lebih dikenal sebagai

hama tanaman pertanian, perusak barang di gudang dan hewan penganggu yang

menjijikkan di perumahan dan perkantoran. Belum banyak yang diketahui dan

disadari bahwa hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai

penyakit kepada manusia (Depkes RI, 2015).

Tikus termasuk jenis binatang yang perkembangannya sangat cepat

apabila kondisi lingkungan menguntungkan bagi kehidupannya. Faktor yang

sangat menunjang reproduksi tikus meliputi tersedianya makanan, minuman dan

tempat persembunyian atau perlindungan. Tersedianya faktor yang menunjang

reproduksi tikus sangat berhubungan dengan aktifitas manusia sehari-hari.

Sanitasi lingkungan yang buruk, sampah yang tidak dikelola dengan baik serta

tumpukan barang yang yang tidak rapi menujukkan infestasi tikus di suatu

lingkungan. Didalam tubuh tikus terdapat ektoparasit seperti Pinjal, Kutu, Caplak,

dan Tungau yang juga sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit (Depkes

RI, 2015).

Interaksi manusia, tikus, dan penyakit biasanya terjadi secara insidental

atau kebetulan. Semua penyakit pada tikus berpotensi ditularkan ke manusia.

Penyakit tular rodensia ditularkan melalui kontak langsung (digigit tikus) dan

tidak langsung (berinteraksi dengan ektoparasit). Dampak penyakit bersumber

tikus dapat ringan hingga fatal, bahkan beberapa jenis penyakit sangat mematikan.

1
2

Pinjal merupakan serangga kecil siphonaptera, dan mengalami metamerfosis

sempurna. Pinjal dewasa bersifat parasitik, sedangkan pradewasanya hidup

disarang atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus. Pinjal berperan sebagai

vektor penyakit, diantaranya adalah penyakit pes.

Secara alamiah pinjal mempunyai ketergantungan terhadap rodent, karena

pinjal hidup dengan cara mengkonsumsi darah rodent. Bila darah rodent yang

dikonsumsi positif mengandung Y. Pestis, maka bakteri tersebut akan menyumbat

kerongkongan pinjal yang mengakibatkan kelaparan berkepanjangan pada pinjal.

Rodent yang dishisap darahnya terus menerus oleh pinjal akan mati dan pinjal

akan segera meninggalkan bangkai rodent untuk mencari rodent lain. Pinjal bebas

ini jika tidak segera menemukan rodent lain sebagai sumber makanan, maka akan

menghisap makhluk lain yang ditemui bahkan manusia

Perkembangan teknologi kedokteran dunia telah mengidentifikasi terdapat

31 jenis penyakit penyakit bersumber tikus yang disebabkan oleh cacing, 28 jenis

penyakit disebabkan oleh virus, 26 penyakit disebabkan oleh bakteri, 14 jenis

penyakit disebabkan oleh protozoa, 8 jenis penyakit disebabkan oleh ricketsia, 4

jenis penyakit disebabkan oleh jamur dan 1 jenis penyakit yang disebabkan oleh

cacing akanthosepalan . Beberapa penyakit diantaranya sudah pernah dilaporkan

kasusnya di Indonesia, yaitu Haemorhagic Fever with renal syndrom (HFRS),

Pes, Leptospirosis, murine Typhus,melioidiosis, dan scrub typhus (B2P2VRP,

2015)

Pes merupakan penyakit bersumber tikus yang mendapat perhatian utama

dari Departemen Kesehatan RI. Penyebaran pes melalui pelabuhan laut maka
3

perlu dilakukan surveilans tikus dan pinjal oleh petugas pemerintah dan

masyarakat. Penyakit leptospirosis juga masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat. reservoir penyakit leptospirosis adalah tikus rumah. Haemorhagic

Fever with renal syndrom (HFRS) sebagai new emerging disease di Indonesia

secara serologi telah ditemukan di berbagai spesies tikus di daerah pelabuhan laut

dan daerah pedalaman.dan terbukti bersirkulasi pada R. Novergicus dan R. Rattus

Diardii. Secara serologis Muryne typhus ditemukan pada rodensia dan manusia.

Muryne typhus merupakan penyakit di daerah perkotaan. Sedangkan scrub typhus

tersebar luas di daerah transmigrasi.

Data WHO pada tahun 2010 sampai 2015 ditemukan 3.248 kasus penyakit

pes yang dilaporkan di seluruh dunia, 584 diantaranya tidak dapat diselamatkan.

Selain dilaporkan pada tanggal 21 November 2014 terjadi outbreak (wabah) pes

di Madagascar Benua Afrika sebanyak 80 kasus dengan kematian 40 orang,

dengan kasus pes pulmo sebanyak 2% (Triyono, 2016).

Di Indonesia penyakit ini kemungkinan timbul kembali (re-emerging

desease) dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (Depkes RI, 1999).

Sampai dengan tahun 2015, di Indonesia khusunya di Pulau Jawa masih terdapat 4

daerah fokus pes, yaitu di Provinsi Jawa Timur di Kabupaten Pasuruan

Kecamatan Tosari dan Kecamatan Nongkojajar, Jawa tengah di Kabupaten

Boyolali kecmatan Selo dan Kecamatan Cepogo, DI Yogyakarta di Kabupaten

Sleman Kecamatan Cangkringan, dan Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bandung

Kecamatan Ciwidey.
4

Kota Kupang sendiri sampai saat ini belum ditemukan kasus pes pada

manusia, namun berdasarkan survey yang dilakukan Dharma (2012) ditemukan

bahwa Pelabuhan Laut Tenau Kota Kupang perlu waspada terhadap Penularan

penyakit pes karena ditemukan kepadatan tikus di Pelabuhan Laut Tenau Kupang

sebesar 29,4% dengan indeks pinjal sebesar 0,20 %.

Persebaran penyakit pes di Indonesia tak lepas dari peranan pelabuhan

sebagai pintu masuk arus angkutan, penumpang dan barang sekaligus berpotensi

sebagai pintu gerbang transformasi penyebaran penyakit yang berdampak pada

kesehatan masyarakat karena adanya penyakit karantina, penyakit menular baru

(new emerging disease), maupun penyakit menular lama yang muncul kembali

(re-emerging disease). Adanya potensi persebaran penyakit tersebut merupakan

dampak dari kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan transportasi,

perdagangan bebas, serta cepatnya mobilitas penduduk antar negara maupun

wilayah.

Pelabuhan Laut Tenau Kupang merupakan salah satu pelabuhan terbesar di

Propinsi Nusa Tenggara Timur, dengan lalu lintas kapal yang semakin meningkat

tiap tahunnya baik kapal-kapal dari dalam maupun luar negeri. Berdasarkan data

arus kunjungan kapal laut di Pelabuhan Laut Tenau Kupang pada tahun 2014

jumlah kedatangan kapal sebanyak 1.286 (BPS NTT, 2014). Berdasarkan hal

tersebut maka potensi lalu lintas dan berpindahnya tikus dari dan ke Pelabuhan

Laut Tenau menjadi sangat terbuka.

Priyotomo (2015) dalam survey kepadatan tikus dan pinjal di area

perimeter dan buffer Pelabuhan tanjung Intan menemukan bahwa kepadatan tikus
5

tertinggi berada di area buffer pelabuhan dibandingkan di area perimeter. Selain

itu ditemukan berbagai jenis ektoparasit yang menginfeksi tubuh tikus dengan

jumlah infestasi ektoparasit terbanyak yang mendominasi yaitu jenis pinjal. Hal

ini sekaligus menjelaskan bahwa dengan tingginya kepadatan tikus maka semakin

banyak pula tempat bagi pinjal untuk melangsungkan kehidupannya.

Dalam rangka mencegah penyakit yang ditularkan, dibawa dan disebabkan

oleh tikus dan pinjal, maka perlu memperhatikan kepadatan tikus dan

ektoparasitnyanya. Identifikasi penyakit bersumber tikus pada populasi tikus di

pelabuhan juga berperan sebagai peringatan untuk siap mengobati kasus pada

manusia yang mungkin terjadi. Hal ini sejalan dengan Internasional Health

Regulation (IHR) 1969 revisi 2005 yang menyatakan bahwa indeks pinjal dan

kepadatan tikus pada area pelabuhan udara dan pelabuhan laut terutama pada

daerah perimeter harus 0 (Nol).

Observasi awal yang dilakukan peneliti di Pelabuhan Laut Tenau Bulan

september Tahun 2017 dan survei yang dilakukan peneliti dengan memasang lima

perangkap tikus (life trapp) selama satu hari didapati bahwa ditemukan 2 ekor

tikus di pelabuhan tersebut dan lebih banyak lagi tikus-tikus tersebut akan

muncul pada malam hari. Selain itu didapati bahwa adanya tubuh tikus yang telah

mati di area buffer dan perimeter sebanyak 3 ekor. Sanitasi lingkungan pelabuhan

yang buruk juga memungkinkan menjadi jangkauan distribusi tikus.

Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Analisis Hubungan Kepadatan Tikus dengan Pinjal


6

serta Potensi Penularan Penyakit Berbasis Tikus dan Pinjal di Pelabuhan Laut

Tenau Kupang Tahun 2018”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “adakah hubungan kepadatan tikus dengan

pinjal serta potensi penularan penyakit berbasis tikus dan pinjal di Pelabuhan

Laut Tenau Kupang?”

C. Tujuan

a. Tujuan umum

Menganalisis hubungan kepadatan tikus dengan pinjal pinjal serta

potensi penularan penyakit berbasis tikus dan pinjal di Pelabuhan Laut Tenau

Kupang tahun 2018.

b. Tujuan khusus

1) Mengetahui spesies tikus dan pinjal di Pelabuhan Laut Tenau Kupang

tahun 2018

2) Menganalisis tingkat kepadatan tikus dan indeks pinjal di Pelabuhan

Laut Tenau Kupang tahun 2018

3) Menganalisis hubungan kepadatan tikus dengan indeks pinjal di

Pelabuhan Laut Tenau Kupang tahun 2018


7

4) Menganalisis potensi penularan penyakit berbasis tikus dan pinjal di

Pelabuhan Laut Tenau Kupang tahun 2018.

D. Manfaat

1. Bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Kupang

Sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan program pemberantasan

vektor penyakit yang ditularkan tikus dan pinjal di wilayah Pelabuhan laut

maupun Udara.

2. Bagi PT PELINDO III Kupang

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan kesehatan lingkungan

pelabuhan agar dapat meningkatkan sanitasi pelabuhan laut.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi peneliti dimasa yang

akan datang tentang hubungan kepadatan tikus dengan pinjal pinjal serta

potensi terjadinya penularan penyakit berbasis tikus dan pinjal.

4. Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan tentang kepadatan tikus dan pinjal dan aplikasi

pengetahuan yang telah didapatkan pada bangku kuliah serta pengalaman

berharga bagi peneliti.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tikus

1. Pengertian Tikus
Tikus adalah binatang pengerat, termasuk suku Muridae, merupakan

hama yang mendatangkan kerugian, baik di rumah, kantor, maupun di sawah,

berbulu, berekor panjang, pada rahangnya terdapat sepasang gigi seri

berbentuk pahat, umumnya berwarna hitam dan kelabu, tetapi ada juga yang

berwarna putih, (Depkes RI, 2008).

Menurut Priyambodo (Sigit, 2006, h. 195) tikus adalah satwa liar yang

sangat sering berhubungan dengan kehidupan manusia. Adapun Menurut

Depkes RI (2008,h.1) tikus adalah hewan mengerat (rodensia) yang lebih

dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang di gudang dan

hewan pengganggu yang menjijikan di perumahan.

2. Klasifikasi Tikus
Tikus termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia (hewan

menyusui). Para ahli zoology (ilmu hewan) sepakat menggolongkannya ke

dalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), sub ordo Myomorpha, family

Muridae, dan sub family Murinae, (Depkes RI, 2008). Untuk lebih jelasnya,

tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


9

Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Sub kelas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Myomorpha
Family : M uridae
Sub famili : Murinae
Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus
Spesies : Bandicota
bangalensis, bandicota
8
indica, Mus muscullus,
Rattus arginteventer, Rattus
exulans, Rattus norvegicus,
Rattus rattus diardii, Rattus
tanezimu, Rattus tiomanicus
3. Jenis-jenis Tikus
Tikus dapat di bagi menjadi 2 golongan yaitu :

1) Tikus besar (rat), contoh : Rattus Novergicus (Tikus riol), Rattus rattus

Diardi (tikus atap), Rattus-rattus alexandricus (tikus akexandria dan

Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)

2) Tikus Kecil (mencit), contoh : Mus musculus (tikus rumah),

Sumber : Depkes RI, 2008

Gambar 1. Jenis-jenis tikus berdasarkan ukuran bentuk tubuhnya.

4. Kebiasaan dan Habtat

Tikus dikenal menempati hampir di semua habitat (binatang

kosmopolitan), jangkauan distribusi berdasar ketinggian tempat (altitudinal)

sangat luas, dari pantai hingga gunung (0-2000 mdpl). Sarang tikus
10

ditemukan dipohon (± 25 m), dalam tanah kedalaman 2 m. Hutan dengan

vegetasi rapat, padang ilalang, hingga tanah berbatu tidak bervegetasi dapat

dijadikan hunian tikus. Lingkungan berair, seperti rawa-rawa, got, saluran air

tidak asing bagi tikus. Di lingkungan pemukiman kumuh hingga perumahan

mewah dapat ditemukan tikus berkeliaran atau bersarang. Oleh karena itu ada

bermacam-macam nama lokal tikus dan digunakan sebagai pembeda jenis

atau sub spesies, misalnya tikus rumah untuk R. tanezumi, tikus ladang untuk

R.exulans, tikus sawah untuk R. argentiventer. Pengetahuan nama lokal atau

bahasa inggris sangat membantu dalam identifikasi.

Berikut ini merupakan persebaran tikus berdasarkan hubungannya

dengan kehidupan manusia dan kesehatan :

1. Jenis tikus domestik (Domestic species)

Tikus domestik melakukan aktivitas hidup (mencari makan, berlindung,

bersarang, dan berkembang biak) sangat bergantung dengan aktivitas

manusia. Jenis ini dikenal pula sebagai synanthropic atau hidupnya di

lingkungan pemukiman manusia. Banyak dijumpai di berbagai bagian

lingkungan rumah, gudang, kantor dan fasilitas umum lainnya sepert

pasar, terminal, stasiun dan Bandar udara. Tikus menyukai tempat gelap

dan kotor, seperti di atap, sela-sela dinding, sisa-sisa bahan bangunan,

serta tempat sumber pakan seperti: dapur, lemari, tempat menyimpan

hasil panen atau pakan ternak. Contoh tikus rumah R. tanezumi, tikus got

R. norvegicus, dan mencit rumah Mus musculus

2. Jenis peridomestik (Peridomestic species)


11

Aktivitas hidup tikus ini sebagian besar dilakukan di luar rumah.

Dijumpai di lahan pertanian, perkebunan, sawah dan pekarangan rumah,

misalnya tikus ladang R. exulans, tikus sawah R. argentiventer, tikus

wirok Bandicotaindica, dan mencit sawah M. caroli. Tikus domestik dan

peridomestik juga disebut tikus komensal (comensalrodent) karena sering

kontak dan berhubungan dengan manusia

3. Jenis salivatik (Salyvatic species)

Tikus jenis ini aktivitas hidupnya dilakukan jauh dari lingkungan

manusia, memakan tumbuhan liar, bersarang di hutan dan jarang

berhubungan dengan manusia. Tikus dada putih Niviventer fulvescens,

tikus belukar R.tiomanicus.Tikus peridomestik dan silvatik sering

disatukan sebagai jenis lapangan (field species). Melakukan aktivitas

tidak terbatas di dalam lingkungan dikelola manusia, walaupun kadang-

kadang tinggal sementara di dalam rumah. Dengan tingginya mobilitas,

maka tidak jarang tikus domestik ditemukan di lingkungan peridomestik

dan salivatik. Begitu pula sebaliknya, bahkan jenis tikus silvatik dapat

ditemukan di dalam rumah.

5. Kemampuan Alat Indera dan Fisik

Rodensia termasuk binatang nokturnal, keluar sarangnya dan

aktif pada malam hari untuk mencari makan. Untuk itu memerlukan suatu

kemampuan yang khusus agar bebas mencari makan dan menyelamati diri

dari predator (pemangsa) pada suasana gelap.

1) Kemampuan Alat Indera


12

Tikus mempunyai indera sangat menunjang setiap aktivitasnya,

indera penglihatan kurang berkembang baik dibanding 4 indera

lainnya.

a) Indera penglihatan

Indera ini berupa saraf penerima rangsang cahaya terletak di

mata, sebagai binatang malam tikus mempunyai mata sangat

peka terhadap cahaya dengan intensitas tinggi. Mata tikus sangat

baik untuk melihat dalam keadaan gelap atau remang remang

pada jarak 10 m, bahkan mencit dapat mengenali benda pada

jarak 15 m dan melihat sedalam 1 m. seperti kelompok pengerat

lain, tikus merupakan binatang buta warna. Semua benda dilihat

sebagai warna kelabu. Pada intensitas cahaya lemah tikus

kurang dapat menerima rangsang sehingga lebih mudah

dikendalikan.

b) Indera Penciuman

Penciuman tikus sangat baik, bermanfaat untuk mencium urine

dan sekresi genital dari tikus lain. Tikus dan mencit

mengeluarkan feromon untuk menandai wilayah jelajah, benda

benda baru, menemukan pakan, perkawinan, menunjukkan arah

pergerakkan dan sarana komunikasi dengan tikus kelompok

lainnya.

c) Indera perasa
13

Indra perasa tikus terdapat pada lidah dan berkembang dengan

sangat baik. Tikus got mampu membedakan umpan dengan

kandungan estrogen 2 ppm. Tikus juga mampu mendeteksi

minuman dengan kandungan senyawa phenylthiocarbamide 3

ppm

d) Indera peraba

Rangsang rabaan, sebenarnya berupa tekanan yang diterima

saraf. Pada tikus saraf ini terdapat di pangkal rambut yang

tersebar di seluruh bagian tubuhnya. Rambut halus dan panjang

yang tumbuh diantara rambut normal pada bagian wajah, kepala,

tungkai, bagian tepi dan bawah tubuhnya disebut vibrissae.

Bentuk rabaan tersebut dapat berupa sentuhan dengan lantai,

dinding maupun benda benda didekatnya, hal ini dapat

membantu tikus untuk menentukan arah dan memberi tanda

apabila ada rintangan. Tikus biasanya bergerak antar objek

melalui lintasan khusus dan selalu diulang ulang. Perilaku ini

disebut tigmotaksis

e) Indera pendengar

Tikus memiliki tanggap akustik bimodal cochlear, artinya

memiliki dua puncak akustik yang dapatterdengar oleh tikus.

Puncak tersebut ada pada selang audible, puncak pertama

frekuensi 40 kHz untuk tikus dan 20 kHz untuk mencit, puncak


14

kedua pada suara ultrasonik yang dihasilkan oleh tikus 100 kHz

dan mencit 90 kHz.

2) Kemampuan Fisik

Dalam menunjang aktivitas hidupnya tikus juga memiliki

kemampuan fisik bersifat istimewa, seperti:

a. Menggali

R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali

untuk tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali

dapat mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.

b. Memanjat

Rodensia komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau

tikus rumah yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih

beradaptasi untuk memanjat dibandingkan dengan tikus riol/got.

Namun demikian kedua spesies tersebut dapat memanjat kayu dan

bangunan yang permukaannya kasar. Tikus riol/got dapat memanjat

pipa baik didalam ataupun diluar.

c. Meloncat dan melompat

R. norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari

keadaan berhenti tikus got dapat meloncat sejauh 1,2 meter. M.

Musculus dapat meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.

d. Menggerogoti
15

Tikus menggerogoti bahan bangunan atau kayu, lembaran

alumanium ataupun campuran pasir, kapur dan semen yang

mutunya rendah.

e. Berenang dan menyelam

Baik R. norvegicus, R rattus diardi dan M. Musculus adalah

perenang yang baik. Tikus yang disebut pertama adalah perenang

dan penyelam yang ulung, perilaku yang semi akuantik, hidup di

saluran air bawah tanah, sungai dan arial lain yang basah.

6. Tanda-Tanda Keberadaan Tikus

Infestasi rodensia di suatu tempat dapat diketahui secara awal dengan

mengamati tanda-tanda tetentu. Dalam hubungan inilah perlu diketahui tanda-

tanda yang menunjukan kemungkinan adanya tikus yang antara lain sebagai

berikut :

a) Bekas gigitan (gnawing)

Bekas gigitan yang ditinggalkan tikus pada benda yang terbuat dari

kayu atau kain. Biasanya dapat dilihat pada pintu, jendela dan

bekas-bekas lain.

b) Alur jalan (run ways)

Salah satu kebiasaan tikus adalah selalu senang memakai jalan yang

sama (jalan antara sarang dan tempat mencari makan) dan biasanya

berjalan searah dengan dinding (baik vertikal maupun horisontal).

Jarang tikus menyebrang ruangan. Bekas jalan (run ways) tikus ini

pada umumnya kotor dan berminyak.


16

c) Bekas gesekan (rub mark)

Segala benda-benda yang tersentuh tikus selalu kotor dan

berminyak

d) Lubang terowongan (burrows)

Biasanya tikus membuat lubang. Lubang-lubang tersebut

merupakan jalan masuk ke dalam terowongan di dalam tanah. Baik

di dalam tanah yanga terbuka, dekat timbunan sampah, di tepi

landasan, di atas gudang-gudang langsung didirikan di atas tanah

maupun di sepanjang selokan.

e) Kotoran (dropping)

Biasanya kotoran tikus dapat di kenal karena mempunyai tanda-

tanda sebagai berikut :

1. Untuk kotaran yang baru bentuknya lembek, mengkilap dan

pada ujungnya berwarna gelap.

2. Untuk kotoran yang sudah lama, bersifat keras, kering dan

pada umumnya berwarna abu-abu.

3. Bekas telapak (tracks path)

Bekas kaki tikus dapat dilihat dengan jelas. Bekas kaki yang

lama selalu tertutup debu. Kaki belakang tikus mempunya 5

jarak kaki, sedangkan kaki depan mempunyai 4 jarak kaki.

Jejak kaki belakang lebih nampak dari pada kaki depan,

sedangkan ibu jari tidak nampak

f) Suara (voice)
17

Jika terdapat banyak tikus mereka sering terdengan berlari-lari dan

mencicit di atas rumah. Setelah hari menjadi gelap atau saat mereka

sedang mencari makan di dalam rumah.

g) Tikus hidup dan tikus mati (live and death rat)

Di dalam rumah kadang ditemukan tikus yang sudah mati, di

samping tikus yang hidup sedang berlari-lari di dalam rumah.

Dengan ditemukannya tikus yang telah mati dan yang masih hidup

menunjukan adanya tikus di dalam rumah.

h) Sarang (nest)

Sarang tikus terletak di dalam lubang, pada pohon-pohonan dan

tanaman-tanaman yang lain, (Depkes RI, 2008).

7. Morfologi Tikus

Menurut Priyambodo (Sigit, 2006, h. 198) ordo rodensia merupakan

ordo yang terbesar dari kelas mamalia karena memiliki jumlah spesies yang

terbanyak yaitu ± 2000 spesies atau (40 %) dari 5000 spesies untuk seluruh

kelas mamalia. Dari 2000 spesies rodensia ini hanya kurang lebih 160 spesies

tikus yang ada di Indonesia dan hanya 9 spesies yang paling berperan sebagai

hama tanaman pertanian, pemukiman, dan vektor pathogen pada manusia.

Kesembilan spesies itu adalah:

1. Rattus ratus diardi ( tikus rumah )


2. Rattus norvegicus ( tikus riul )
3. Rattus tromonilus ( tikus pohon )
4. Rattus argentiventer ( tikus sawah )
5. Rattus exulans ( tikus ladang )
6. Bandicota indica ( tikus wirok besar)
18

7. Bondicota bengalensis (wirok kecil)


8. Mus musculus ( mencit rumah )
9. Mus carolis ( mencit ladang )

Dari kesembilan spesies tersebut, hanya empat spesies yang menjadi hama

penting dibidang pemukiman yaitu: B. bangalensis, R. Norvegicus, R. Rattus

diardi, dan M. Musculus. Berikut merupakan ciri morfologi pada B. bangalensis,

R. Norvegicus, R. Rattus diardi, dan M. Musculus tabel II.1 :

Tabel II.1. Ciri – ciri morfologi dari Rattus Norvegicus, Rattus Rattus Diardi
dan Mus Musculus

R. Norvegicus R. Rattus Diardi M. Musculus


Berat 150-600 gram 80-300 gram 10-21 gram
Hidung tumpul, Hidung rucing,
Kepala & Hidung runcing, badan kecil,
badan besar, badan kecil, 16-21
badan 16-10 cm
pendek, 18-25 cm cm
Lebih pendek dari
kepala + badan,
bagian atas lebih Lebih panjang dari
tua dan warna pada kepala +
Sama atau lebih panjang sedikit
mudah di bagian badan, warna tua
Ekor dari kepala + badan, tak
bawahnya dengan merata, tidak
berambut, 7-11 cm
rambut pendek berambut, 19-25
kaku, 16-21 cm cm

Relatif kecil,
Besar, tegak, tipis,
separoh tertutup Tegak, besar untuk ukuran
dan tak berambut,
Telinga bulu, binatang,
25-
jarang lebih dari 15mm/kurang
28 mm
20-23 mm
Bulu Bagian punggung Abu-abu Satu sub spesies abu-abu cokelat
abu-abu kecoklatan sampai bagian perut, keabu-abuan,
19

kehitaman bagian
punggung, bagian
kecoklatan, perut Lainnya : keabu-abuan bagian
keabu-abuan kemungkinan punggung dan putih keabu-
bagian perut putih atau abu- abuan bagian perut
abu, hitam keabu-
abuan
Sumber : Depkes RI, 2015

Menurut Depkes RI (1985) Tanda-tanda morfologi yang perlu

diperhatikan untuk pencirian jenis tikus, yaitu:

a) Warna dan jenis rambut

b) Warna dan panjang ekor

c) Bentuk dan ukuran tengkorak, dari ujung tonjolan belakang sampai

kepada ujung tulang hidung (SK=Skull).

d) Panjang total, dari ujung hidung sampai ujung ekor (total leght = TL)

e) Panjang ekor, dari pangkal sampai ujung (panjang ekor/tail = T) Panjang

telapak kaki belakang, dari tumit sampai ujung kuku (panjang

f) kaki belakang Hind foot = HF)

g) Panjang telinga, dari pangkal daun telinga sampai ujung daun telinga

(Ear = E)

h) Berat badan (dalam gram) (weight = W)

i) Jumlah puting susu pada binatang betina (Dada) + perut (p) = jumlah

puting susu di pasangan bagian dada dan perut. Contoh 2+3 =10 artinya 2

pasang di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut dan jumlahnya 10

buah.

8. Reproduksi tikus
20

Tikus mempunyai umur dewasa sangat cepat, masa kebuntingannya

sangat pendek dan berulanga-ulang dengan jumlah anak yang banyak, pada

setiap kebuntingan. Keadaan semacam ini dapat dilihat pada gambar 2 dan

tabel II.2 di bawah ini :

Gambar 2. Siklus hidup tikus

Tabel II.2. Perkembangbiakan dan umur tikus

Masa R. Norvegicus R. Rattus Riardi M. Musculus

Umur dewasa 75 hari 68 hari 42 hari

Masa bunting 22-24 hari 20-22 hari 19-21 hari


Rata-rata jumlah tikus yang
(0,7 – 32,48) (12,9-48,8) (19,8-50,5)
bunting (%)
Jumlah embrio rata-rata 8,8 6,2 5,8

Per tikus betina (7,9-9,9) (3,8-7,9) (3,9-7,4)

Adanya kebuntingan 4,32 5,42 7,67

Produksi/ betina/ tahun 38,0 33,6 44,5


Sumber : Depkes RI, 2015
21

B. Kepadatan Tikus

Kepadatan tikus merupakan suatu metode atau cara yang digunakan

untuk mengetahui jumlah populasi tikus yang ada serta dampaknya pada

penularan penyakit. Penangkapan dilakukan pada tikus untuk diketahui pinjal

yang ada dan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat penyebaran penyakit

yang diakibatkan oleh hewan rodent (oktavia et al. 2011).

Kepadatan tikus di suatu wilayah diperkirakan dengan melihat trap

succes (keberhasilan penangkapan). Berdasarkan PERMENKES RI No. 50 Tahun

2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan, trapp succes dihitung

menggunakan rumus berikut :

Σtikus yang terperangkap


Trap succes= x 100 %
jumlah perangkap x jumlah hari

Contoh, pemasangan 50 perangkap tikus yang dilakukan selama 10 hari

mendapatkan 5 tikus. maka trap succes dihitung sebagai berikut :

 Jumlah tikus yang didapatkan 5 ekor

 Jumlah perangkap yang dipasang selama 10 hari sebanyak 50 buah.

5
Trap succes= x 100 %=10 %
50

Nilai ambang batas untuk kepadatan tikus berdasarkan Kepmenkes RI No 50

Tahun 2017 adalah harus kurang dari 1%. Namun untuk pelabuhan laut maupun

udara kepadatan tikus harus sama dengan 0 (nol).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan tikus terdiri dari :


22

1) Jenis dan tempat persembunyian

Tikus meninggalkan sarang tidak terlalu jauh, tikus rumah berkeliaran

disekitar rumah ± 10 sampai 30 feet dari sekitar sarang sedang tikus atap dan

norwayrat sekitar 100-200 feet. Tetapi mereka kebanyakan meninggalkan

sarangnya dalam jarak 20 - 40 meter untuk mencari makanan dan bahan

pembuat sarang. Apabila makanan sulit diperoleh karena kebakaran, banjir atau

berakhirnya musim cocok tanam, maka tikus-tikus itu akan berkeliaran lebih

jauh lagi. Biasanya tikus-tikus tidak senang ditempat yang ramai (misalnya

gaduh oleh suara mesin), melainkan senang hidup pada tempat-tempat yang

terdapat banyak sumber makanan dan makanan sisa, seperti di tempat sampah,

lemari, dapur, saluran dalam tanah/got/riol, lubang pohon, tumpukan barang-

barang (Sigit, 2006).

2) Suhu dan kelembaban

Suhu dan kelembaban udara mempunyai pengaruh penting pada

perkembangan tikus, umur dan aktifitas tikus suhu harian lebih dari 30 0C dengan

kelembaban udara berkisar antara 60-67 % merupakan kondisi yang tidak

menguntungkan bagi perkembangan tikus. Kondisi optimum yang sesuai

perkembangan hidup tikus adalah suhu harian berkisar antara 200C - 300C

dengan kelembaban 80-90 % (Priyambodo, 2006).

3) Ketersediaan dan jenis makanan


23

Tikus-tikus menyukai padi-padian, kacang-kacangan, jagung, sayur-

sayuran, dan hampir seluruh makanan yang disimpan didalam gudang atau

bahan makanan yang ada di pasar. Merekapun menyukai jagung yang dikupas,

umbi-umbi dan buah-buahan (Kusnaedi, 2004). Tikus-tikus menyukai bau

harum dari kebanyakan makanan yang dimakan oleh manusia. Mereka hanya

makan sedikit setiap kali makan. Seekor tikus yang lapar, akan makan hampir

apa saja yang ditemuinya disamping itu tikus suka mengerat barang-barang

keras atau sekedar mengasah giginya yang tumbuh terus. Kebanyakan tikus-

tikus ini makan dan berkeliaran dimalam hari, untuk sekor tikus yang dilihat

oleh seseorang mungkin ada sebanyak 20 sampai 30 ekor tikus yang tak tampak

(Sigit, 2006).

4) Intensitas cahaya

Pada sarang tikus yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan

ditemukan karena sinar matahari mampu menembus sampai dasar liang.

Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai

jalan yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang

(Sigit, 2006).

C. Ektoparasit

Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar

dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (host).

Sebagian terbesar dari kelompok ektoparasit yaitu golongan serangga (Kelas

Insecta), dan lainnya adalah kelompok akari (Kelas Arachnida) seperti caplak

atau sengkenit, tungau, laba-laba, dan kalajengking.


24

Kelompok parasit ini juga meliputi parasit yang sifatnya tidak menetap

pada tubuh inang, tetapi datang - pergi di tubuh inang. Adanya sifat berpindah

inang tentu tidak berarti ektoparasit tidak mempunyai preferensi terhadap inang.

Seperti parasit lainnya, ektoparasit juga memiliki spesifikasi inang, inang

pilihan, atau inang kesukaan. Weber (1982), menemukan dua kelompok

artropoda ektoparasit, yaitu serangga (pinjal dan kutu), serta tungau (larva

tungau, tungau dewasa, dan caplak) pada rodensia, khususnya tikus, baik tikus

domestik, peridomestik, maupun silvatik.

1) Pinjal

Pinjal adalah jenis serangga yang masuk dalam ordo sipnoptera yang

secara morfologi berbentuk pipih lateral dan berukuran kecil (Sembel,

2009)

Gambar 3. Pinjal

2) Kutu

Kutu adalah serangga dari ordo Anoplura yang selama hidupnya

menempel pada rambut inang. Tubuh kutu terbagi 3 bagian yaitu kepala,

dada ,perut, berukuran 0,5 mm – 1 mm. Kutu pipih dibagian perut (dorso

ventral) dan kepala lebih sempit dari pada dada, tidak bersayap dan di

ujung kaki-kakinya terdapat kuku besar untuk bergantung pada rambung


25

inang, bergerak lambat, berwarna putih dan umum ditemukan menempel

pada rambut, punggung dan perut ( Depkes RI, 2008 ).

Gambar 4. Kutu

3) Caplak

Caplak adalah sejenis kutu hewan yang termasuk kedalam kelompok laba-

laba (Aranchnida). Caplak dibedakan dari serangga (insekta) karena

kepa;a-dada-perut bersatu menjadi suatu bentuk yang terlihat sebagai

badannya. Caplak dibedakan atas 2 famillia atau Argasidae (caplak lunak)

dan ixodidae (caplak keras). Pada caplak keras dibagian depan (anterior)

terlihat ada semacam kepala yang sebenarnya adalah bagian dari

mulutnya/capitulum, sedangkan pada caplak lunak bagian mulutnya tidak

terlihat dari arah punggung (dorsal).

Gambar 5. Caplak

4) Tungau
26

Tungau adalah Arthropoda yang telah mengalami modifikasi pada

anatominya. Kepala-dada-peru bersatu. Ukuran 0,5 mm-2mm, termasuk

ordo akariformes, familia tromboculidae. Tungau aktif bergerak dan

berwarna putih kekuningan atau kecoklatan. Banyak ditemukan di seluruh

tubuh tikus terutama di badan bagian atas dan bawah. Larva tungau

merupakan tahap pradewasa dari tungau trombokulid. Larva tungau

berukuran tidak lebih dari 0,5 mm, berkaki tiga pasang, bergerak pasif,

menempel berkelompok dibagian dalam daun telinga atau pangkal ekor

rodensia. Larva tungau trombokulid bersifat parasit sedangkan tungau

dewasa hidup bebas.

Gambar 6. Tungau

Menurut Brotowijoyo (1987), fenomena pada satu inang (tikus)

ditemukan berbagai jenis ektoparasit pada waktu yang bersamaan dikenal

sebagai poliparasitisme (poliektoparasitisme). Parasitisme seperti ini biasanya

disebabkan oleh adanya lingkungan inang yang serasi dengan ektoparasit

tersebut.

D. Pinjal

1. Pengertian Pinjal
27

Pinjal adalah jenis serangga yang masuk dalam ordo sipnoptera yang

secara morfologi berbentuk pipih lateral dan berukuran kecil (Sembel, 2009).

2. Klasifikasi Pinjal

Ordo siphonoptera terdiri dari 16 famili, 200 genus dan 1800 jenis

(Holan, 1964). Berikut merupakan klasifikasi pinjal :

Kelas : Insekta
Ordo : siphonatera
Famili :Pulicidae
Genus : Xenopsyla
Spesies : Xenopsylla cheopis,Xenopsylla astria,

3. Morfologi Pinjal

Menurut soviana (Sigit, 2006) pinjal yang masuk ke dalam sub spesies

Ctenochepalides felis formatipica memiliki dahi yang memanjang dan

meruncing di ujung anterior. Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di

belakang lekuk antena. Kaki belakang dari sub spesies ini terdiri dari enam

ruas dorsal dan manubriumnya tidak melebar di apical, sedangkan pinjal yang

masuk ke dalam sub spesies C. felis formatipica memiliki dahi yang pendek

dan melebar serta membulat di anterior. Pinjal pada sub spesies ini memiliki

jajaran rambut satu sampai delapan yang pendek di belakang lekuk anten. Kaki

belakang dari pinjal ini terdiri atas tujuh ruas dorsal dan manubrium melebar di

apical.

Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh

berbentuk pipih bilateral dengan panjang 1,5 - 4,0 mm, yang jantan biasanya

lebih kecil dari yang betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap

darah. Pinjal mempunyai kritin yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal
28

sebagai pronotum, mesonotum dan metanotum (metathoraks). Segmen yang

terakhir tersebut berkembang, baik untuk menunjang kaki belakang yang

mendorong pinjal tersebut saat meloncat. Di belakang pronotum pada beberapa

jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk sisir, yaitu ktenedium pronotal.

Sedangkan tepat diatas alat mulut pada beberapa jenis terdapat sebaris duri

kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu ktenedium genal. Duri-duri tersebut sangat

berguna untuk membedakan jenis pinjal.

Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat

ujung posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan yang

jantan mempunyai alat seperti per melengkung, yaitu aedagus atau penis

berkitin di lokasi yang sama. Kedua jenis kelamin memiliki struktur seperti

jarum kasur yang terletak di sebelah dorsal, yaitu pigidium pada tergit yang

kesembilan. Fungsinya sebagai alat sensorik. Mulut pinjal bertipe penghisap

dengan tiga silet penusuk (epifaring dan stilet maksila). Pinjalmemiliki antena

yang pendek, terdiri atas tiga ruas yang tersembunyi ke dalam lekuk kepala.

4. Siklus Hidup Pinjal

Pinjal termasuk serangga holometabolous atau metamorfosis

sempurna karena daur hidupnya melalui 4 tahap yaitu telur, larva, pupa,

dewasa.Pinjal betina dapat bertelur pada tubuh inang atau meninggalkan tubuh

inang, tergantung dari jenisnya, demikian pulah jumlah telur yang dikeluarkan

oleh setiap jenis pinjal berbeda-beda. Pinjal betina Echiophaga gallnica dan
29

pinjal pasir tunga penetrans masuk kedalam kulit inang untuk bertelur didalam

luka yang dibuatnya, sedang Senopsylla cheopis bertelur di antar rambut inang,

jumlah telur yang dikeluarkan pinjal betina berkisar antara 3 - 18 butir. Seekor

pinjal betina Xenopsylla cheopis mampu bertelur 2 - 6 kali sebanyak 300 - 400

butir selama hidupnya atau bahakan lebih, sedang Cteno cephalides dan Pulexs

iritans bertelur sebanyak 448 butir selama 196 hari. Peletakan telur terjadi

setelah pinjal betina menghisap darah.

Telur pinjal berukuran 0,4 - 0,5 mm, bentuk oval berwarna putih dan

saat akan menetas berwarna kuning kecoklatan karena telur tersebut kering,

maka mudah terjatuh di tempat inang melakukan aktivitasnya, seperti di

sarang, lantai karpet dan lain-lain. Dalam kondisi normal telur pinjal akan

menetas menjadi larva setelah 2-12 hari.

Bentuk larva pinjal seperti ular berbulu kasar, berukuran berkisar

antara 2 - 6 mm dan berwarna putih, badannya terdiri atas kepala tiga ruas

thoraks dan sepuluh ruas abdomen. Type mulutnya pengunyah yang terdiri dari

sepasang madibula. Pada tahap ini pekah terhadap sinar matahari sehingga

pada suhu tinggi dan kelembaban rendah larva cepat mati karena tidak dapat

mempertahankan kehilangan air tubuhnya. Larva mengalami ganti kulit 2 kali

dan menjadi kepompong setelah 9-12 hari.Larva akanmembungkus dirinya

dengan bahan-bahan organik yang ada disekitarnya membentuk kokon.

Kepompong pinjal berwarna kuning kecoklatan. Lama stadium ini

lebih kurang 1 minggu, stadium kepompong berakhir setelah pinjal muncul


30

dengan merobek bagian tengah kokon, setelah pinjal dewasa dapat hidup

selama 2 bulan.

Gambar 7. Siklus hidup Pinjal

5. Jenis-Jenis Pinjal

Beberapa jenis Pinjal dan Tikus yang menjadi Inangnya dapat dilihat

pada tabel II.3. berikut

Tabel II.3. Jenis Pinjal di Indonesia dan Inangnya

No Jenis Pinjal Jenis Tikus/Inang Lain Lokasi

1 Xenopsylla nesiote Rattus Macleari Jawa


Rattus Tanezumi
Rattus Novergicus
2 Xenopsylla cheopis Jawa, Sumatera
Rattus Exculans
Bandicota indica
3 Stivalius abacetus Mus sp Papua
R. tanezumi
R. rattus jalorensis
4 S.. cognatus Jawa
R. lepturus
M. musculuc
Rattus rattus
5 Pulex iritans Jawa
Rattus Exculans

Sumber : Ristiyanto, 2004

6. Ekologi Pinjal

Kehidupan pinjal dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a) Suhu dan kelembaban


31

Perubahan periodik kondisi cuaca atau iklim biasanya diikuti

fluktuasi suhu dan kelembaban udara perkembangan setiap jenis pinjal

mempunyai variasi musiman yang berbeda-beda. Udara yang kering

mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kelangsungan

hidup pinjal. Suhu dalam sarang tikus lebih tinggi selama musim dingin

dan lebih rendah selama musim panas daripada suhu luar. Suhu di luar dan

di dalam memperlihatkan bahwa suhu di dalam sarang cenderung berbalik

dengan suhu luar.

b) Cahaya

Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis negatif).

Pinjal jenis ini biasanya tidak mempunyai mata, sebaliknya pinjal yang

bersifat fototaksis positif mempunyai mata. Pada sarang tikus yang

kedalamannya dangkal populasi tidakakan ditemukan karenan sinar

matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sehingga pada sarang

tikus ini banyak ditemukan pinjal.

c) Parasit

Bakteri Yersinia Pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit

pinjal di sarang tikus. Pinjal yang mengandung bakteri pes pada suhu 10-

15ºC hanya bertahan hidup selama 23 hari. Pada kondisi normal bakteri

pes akan berkembang cepat, kemudian akan menyumbat mulut pinjal,

sehingga pinjal tidak bisa menhisap darah dan akhirnya mati.

d) Predator
32

Predator pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan

populasi pinjal di sarang tikus. Beberapa predator seperti semut dan

kumbang kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan pinhal

dewasa.

7. Indeks Pinjal

Kepadatan pinjal pada tikus disebut dengan indeks injal. Kepadatan

investasi rata-rata dari pinjal yang ditemukan pada tikus yang diperiksa disebut

Indeks Umum Pinjal, sedangkan dan kepadatan jenis pinjal tertentu disebut

dengan indeks pinjal khusus.

Indek umum pinjal adalah jumlah pinjal umum (semua pinjal) dibagi

dengan semua tkus yang tertangkap dan diperiksa. Adapun Indeks pinjal

khusus adalah jumlah pinjal Xenopsylla Cheopis dibagi dengan jumlah tikus

yang tertangkap dan diperiksa.

Berdasarkan PERMENKES RI No. 50 Tahun 2017 tentang Standar

Baku Mutu Kesehatan Lingkungan, perhitungan jumlah pinjal dikenal dua jenis

rumus angka indeks yaitu :

jumlah pinjal yang diperoleh


Indeks Pinjal Umum=
jumlah tikus yang tertangkap

jumlah XenopsyllaCheopis yang didapat


Indeks Pinjal Khusus=
jumlah tikus yang tertangkap

Nilai ambang batas untuk Indeks Pinjal berdasarkan Permenkes RI No. 50

Tahun 2017 adalah harus kurang dari 2%. Namun untuk pelabuhan laut maupun

udara indeks pinjal harus sama dengan 0 (nol).


33

E. Potensi Penularan Penyakit Bawaan Tikus dan Pinjal

Potensi penularan penyakit adalah kemampuan suatu unsur

penyebab penyakit untuk dapat mencapai manusia sebagai pejamu (Marzuki,

2014). Suatu penyakit menular dikatakan mempunyai potensi untuk menular jika

terdapat salah satu faktor penting yaitu faktor penyebab (agent), sumber penularan

dan cara penularan khusus (mode of transmission).

Faktor penyebab atau agent penyakit merupakan organisme

penyebab penyakit. Sumber penularan orang atau hewan yang dapat membawa

atau menyebabkan penyakit pada orang lain, dalam hal ini disebut reservoir

maupun resources). Sedangkan cara penularan khusus (mode of transmission)

adalah suatu mekanisme dimana agent atau penyebab penyakit tersebut ditularkan

dariorang ke orang lain, atau dari reservoir kepada induk semang baru. Penularan

ini melalui berbagai cara yaitu melalui kontak langsung, udara, makanan atau

minuman serta mealui vektor.

Perkembangan teknologi kedokteran telah mengidentifikasi 112

penyakit bersumber tikus dan terbagi berdasar jenis patogennya :

Tabel II.4. Daftar Penyakit dan Patogen Bersumber Tikus

No Patogen dan Penyakitnya


A Cacing (31 penyakit)
Cat tapeworm infection; Cysticercosis; Dog tapeworm infection;
34

Dwarf tapeworm; Hydatidosis; Inermicapsifer infection; Polycystic


hydated disease; Railietiniasis; Sparganosis; Angiostrongyliasis;
Ascariasis; Aspicularis; Capillariasis; Cutaneous larva migrans;
Entarobiasis; Gnathosomiasis; Pinworm infection; Strongyloidiosis;
Toxocoriasis; trichinosis; Cacingan Parascaris equorum; Chinese
liver fluke;
Banzi; Colorado tick fever; Crimean-Congo haemorrhagic fever;
Duck hepatitis virus; Eastern Equine encephalitis;
Encephalomyocarditis; Penyakit mulut dan kuku, Penyakit
tangan, kaki dan mulut; Japanese B encephalitis; Kyasanar
forest disease; Lassa virus; Louping III; Lymfotic
B
chariomeningitis; ponawasan encephalitis; Pox; Pseudorabies;
Rabies; Rift valley fever; St Louis encephalitis; Venezuelan
equine encephalitis;Velogenic vicerotropic form of newcastle
disease; Western equine encephalitis; Witwaterstrand,
Haemorrhagic fever with renal syndrome
Arizona infection; Atrophic rhinitis, Brucellosis;
Campylobacteriosis; Colibacillosis; Erysipeloid; infectious
coryza, Leptospirosis; Listeriosis; Melioidiosis;
C Paracolobactrum infection; Pasteurellosis; Pes; Demam gigitan
tikus; Relapsing fever; Salmonellosis; Shigellosis;
Streptococcosis, Tuberculosis; tularemia; tyzzers disease; tyzzera
disease; Yersiniosis;
Amebiasis; balantidiasis; coccidiosis; Giardiasis;
Toxoplasmosis; Chagas disease; Babesiosis; Visceral
D
leishmaniasis; American leishmaniasis;Old world leishmaniasis;
Nosematosis; Sacosporidiosis
Rickketsia (8 penyakit)
Bartonellosis; Boutonneeuse fever; Murine typhus; North asian
E
tick typhus; Q fever; Rickettsialpox; Rocky mountain spotted
fever; Scrub typhus
F Jamur (4 penyakit)
35

Candidiasis; Pneumocytosis; Ringworm; Sporotrichosis


Akanthosepalan (1 penyakit)
G
Penyakit cacingan kepala duri
Sumber : B2P2VR, 2015

Penulisan dicetak tebal merupakan penyakit yang sudah dilaporkan

di Indonesia. Diantaranya yaitu Haemorrhagic fever with renal syndrome,

Leptospirosis, Melioidiosis, Pes, Murine typhus, Scrub typhus.

F. Tinjauan tentang Pelabuhan Laut

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun

2001, Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan

ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, untuk naik

turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapai dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat

perpindahan intra dan antar transportasi.

Pelabuhan merupakan titik simpul pertemuan atau aktifitas keluar

masuk kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai pintu gerbang transformasi

penyebaran penyakit. Dan merupakan ancaman global terhadap kesehatan

masyarakat karena adanya penyakit karantina, penyakit menular baru (new

emerging diseases), maupun penyakit menular lama yang timbul kembali (re-

emerging diseases). Ancaman penyakit tersebut merupakan dampak negatif dari

diberlakukannya pasar bebas atau era globalisasi, dan dapat menimbulkan

kerugian besar baik pada sektor ekonomi, perdagangan, sosial budaya, maupun

politik yang berdampak besar kepada suatu negara atau daerah.


36

Institusi yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan dan

pengendalian vektor di pelabuhan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).

KKP merupakan Unit Pelaksanaan Teknis pusat yang berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan

peraturan menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah melaksanakan pencegahan

masuk keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah,

pelaksanaan kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah pelabhan

/bandara dan lintas batas darat serta pengendalian dampak resiko lingkungan

(Depkes RI, 2008).

Dalam hubungan pelayanan kesehatan baik kapal maupun orang,

pengawasan sanitasi dan pengendalian Vektor penyakit di pelabuhan dibagi dalam

2 area yaitu :

a) Perimeter Area (Ring Bewaking)

Perimeter area merupakan daerah yang dilingkupi oleh garis khayal yang

meliputi keseluruhan bangunan di wilayah pelabuhan laut dimana

dilaksanakan kegiatan sehari-hari. wilayah darat pelabuhan ini harus bebas

penyakit menular, bebas binatang dan vector penular penyakit. Untuk

Pelabuhan Laut Tenau Kupang adalah sejauh 90 meter dari garis pantai

atau berada dlam pagar (pembatas) pelabuhan.

b) Buffer area (Protective area)


37

Buffer area merupakan daerah yang berda di luar perimeter ditarik garis

keliling radius 400 meter dari garis perimeter dan bertindak sebagai daerah

penyangga terhadap penularan suatu penyakit karantina.

G. Kerangka Konsep

1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Pelabuhan laut sebagai pintu masuk arus angkutan, penumpang dan

barang berpotensi sebagai pintu gerbang transformasi penyebaran penyakit

yang berdampak pada kesehatan masyarakat karena adanya penyakit

karantina, penyakit menular baru (new emerging disease), maupun penyakit

menular lama yang muncul kembali (new emerging disease). Adanya potensi

persebaran penyakit tersebut maka perlu memperhatikan kepadatan tikus dan

ektoparasitnyanya di wilayah pelabuhan.

Tikus merupakan hewan pengerat yang dapat menyebarkan dan

menularkan berbagai penyakit kepada manusia.Perkembangan teknologi

kedokteran telah mengidentifikasi 112 penyakit bersumber tikus dan terbagi

berdasar jenis patogennya. Didalam tubuh tikus terdapat ektoparasit seperti

Pinjal, Kutu, Caplak, dan Tungau yang juga sangat berpengaruh terhadap

penularan penyakit.. Diantara ektooparasit lainnya, pinjal mempunyai

peranan penting sebagai vektor penyakit Pes. Kepadatan pinjal dalam tubuh

tikus disebut Indeks Pinjal. Untuk mengetahui potensi penularan penyakit

bersumber tikus dan pinjal maka perlu untuk melakukan pengamatan terhadap

Angka Kepadatan tikus dan Indeks Pinjal sebagai peringatan untuk siap

mengobati kasus pada manusia yang mungkin terjadi.


38

2. Kerangka hubungan antar variabel

Spesies/Jenis
Tikus

Pelabuhan
-Buffer area Tikus
-Perimeterarea Potensi
Kebiasaan dan Kepadatan penularan
Habitat tikus penyakit

Pinjal Indeks Pinjal

Kutu
: Variabel indipenden yang diteliti
Ektoparasit Caplak
: Variabel independen yang tidak diteliti
: Variabel Dependen yang diteliti
Tungau
39

3. Hipotesis

Ada hubungan antara kepadatan tikus dengan indeks pinjal di Pelabuhan

Laut Tenau Kupang.


40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Observasional analitik dengan menggunakan metode survey dengan pendekatan

cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara observasi atau

pengumpulan data sekaligus di waktu yang bersamaan (point time approach).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Laut Tenau Kota Kupang,

Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu sejak bulan April

2018- Mei 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua tikus dan pinjal yang ada

di daerah perimeter dan buffer area.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua tikus dan pinjal yang

tertangkap pada saat penelitian (Accidental Sampling).

40
41

D. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kriteria objektif Cara Skala


pengukuran

1 Spesies Semua tikus yang masuk 1. Rattus ratus Formulir Nominal


Tikus dan kedalam perangkap hidup diardi identifikasi
Pinjal (life trapp) yang dipasang 2. Rattus tikus dan
pada area perimeter dan norvegicus Pinjal
buffer kemudian dilakukan 3. Rattus
penyisiran tubuh tikus untuk tromonilus
4. Rattus
memperoleh pinjal.
argentiventer
5. Rattus exulans
6. Bandicota
indica
7. Bondicota
bengalensis
8. Mus musculus
9. Mus carolis
(Priyambodo, 2006)

2 Kepadatan Keberhasilan penagkapan 1. Kepadatan tikus Perhitungan Nominal


tikus (Trap Succes) yang mengacu tinggi jika > 0
pada jumlah tikus yang 2. Kepadatan tikus
tertangkap per periode rendah jika = 0
penangkapan berdasarkan (WHO, 2005)
jumlah perangkap yang
dipasang di wilayah
pelabuhan Laut Tenau
Kupang

3 Indeks Jumlah pinjal yang 1. Indeks pinjal Perhitungan Nominal


Pinjal tertangkap pada masing- tinggi jika > 0
masing tubuh tikus 2. Indeks pinjal
dibandingkan dengan rendah jika = 0
jumlah tikus yang disisir. (WHO, 2005 )

4 Potensi Kemampuan kepadatan tikus 1. Berpotensi jika Pengamatan Nominal


Penularan dan pinjal untuk kepadatan tikus
Penyakit menyebabkan terjadinya dan pinjal di area
berbasis penyakit pada manusia pelabuhan > 0
tikus dan sebagai pejamu. 2. Tidak berpotensi
pinjal jika kepadatan
tikus dan pinjal
= 0. (WHO,
2005).
42

E. Jenis, Teknik, dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a) Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan

sendiri oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini meliputi yaitu data

yang didapat langsung dari hasil survey tikus dan pinjal di wilayah

Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2017 yaitu jumlah tikus yang masuk

kedalam perangkap hidup (life trap) dan jumlahpinjal yang didapatkan

dari tubuh tikus yang disisir.

b) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi,

sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain misalnya pada peneitian

sebelumnya, dan data yang diperoleh dari laporan surveilans Kantor

Kesehatan Pelabuhan Kelas III Kupang dan data kependudukan Kelurahan

Alak.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pada proses pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti di

dampingi oleh 1 (satu) orang pendamping visitor dari PT Pelindo III selaku

pengelola Pelabuhan Laut Tenau Kupang, 2 (dua) orang pegawai Kantor

Kesehatan Pelabuhan Kelas III Kupang dan 3 orang rekan mahasiswa dari

FKM Undana. Adapun teknik pegumpulan data adalah sebagai berikut :


43

a. Pemetaan

Survei lingkungan macam apapun seyogyanya dimulai dengan

perijinan dan pengamatan lokasi survei. Dalam penelitan ini survey

lingkungan dilakukan sehari sebelum dilakukan pemasangan

perangkap. Hasil yang diperoleh dalam kegiatan pemetaan ini adalah

gambaran tataletak/tataruang yang sebenarnya pada Pelabuhan laut

Tenau Kupang dan penentuan titik sampel di area perimeter dan area

buffer.

Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan, lokasi pemasangan

perangkap hidup tikus (life trap) di area perimeter dilakukan di gudang

bengkel, gedung terminal dan lapak pedagang. Sedangkan pada area

buffer pemasangan perangkap dilakukan di perkantoran rumah makan,

dan rumah warga.

Penentuan titik sampel pada area perimeter dilakukan

berdasarkan survey awal pada semua tempat (bangunan) dengan

melihat adanya tanda-tanda kehidupan tikus seperti : bekas gigitan

(gnawing), lubang terowongan (burrows), alur jalan (run ways), kotoran

(dropping), bekas gesekan (rub mark), suara (voice), tikus hidup dan

tikus mati (live and death rat), sarang (nest). Sedangkan pada area

buffer penentuan titik sampel dilakukan dengan cara purposive

sampling karena area buffer masuk kedalam wilayah RT 16/RW 05

Kelurahan Alak. Semua bangunan yang berada di area buffer diberi


44

nomor, pada form pemetaan dicatat kode dan nomor rumah serta nama

kepala keluarga. Jumlah minimum 10 rumah yang dipilih pada RT 16

menggunakan perimbangan sebagai berikut:

1) Rumah ditemukan tanda-tanda kehidupan tikus

2) Rumah yang terdapat tumpukan-tumpukan barang yang tidak

tertata rapi.

Rumah yang berdekatan dengan tempat pembuangan sampah

b. Pengamatan faktor lingkungan

Faktor lingkungan biotik dan abiotik berpengaruh terhadap

ukuran dan penyebaran populasi tikus. Pengamatan faktor lingkungan

abiotik meliputi suhu, kelembaban, sinar, angin dan Ph. Pengamatan

faktor biotik meliputi pengamatan terhadap tumbuhan dan binatang.

Pengamatan tumbuhan meliputi struktur vegetasi (bentuk kehidupan,

ukuran, manfaat daun dan tekstur daun) dan rimbunan tanaman (semak,

tumbuhan lain-lain). Sedangkan pengamatan binatang meliputi jenis,

kebiasaan makan, jumlah dan habitat.

Berdasarkan kegiatan pengamatan faktor lingkungan diketahui

lokasi penelitian tidak terdapat hutan dengan vegetasi rapat, tidaka ada

burung hantu dan ular sebgai predator utama tikus namun banyak

ditemukan anjing dan kucing di sekitar lokasi penelitian. meskipun

anjing dan kucing bukanlah predator utama tikus, tetapi keberadaan

hewan-hewan ini dapat mempengaruhi kepadatan tikus di lokasi

penelitian.selain itu hambatan-hambatan yang mungkin akan terjadi


45

selama proses penangkapan tikus seperti kemungkinan masuknya

binatang selain tikus kedalam perangkap hidup (life trap) serta

kemungkinan hilang atau bergesernya perangkap yang telah terpasang.

c. Pelaksanaan survei tikus

Pelaksanaan survei tikus dimulai dengan persiapan alat dan

bahan yaitu perangkap hidup tikus tikus (life trap) dan pemasangan

umpan roti dan ikan kering. Jumlah perangkap yang harus dipasang di

area pelabuhan minimum 100 perangkap dan maksimum 500 perangkap

selama 5 hari berturut-turut. Dalam penelitian ini dipasang 100

perangkap per hari dengan jumlah pemasangan pada masing-masing

area perimeter dan buffer sebanyak 50 perangkap. Peneliti bersama 3

(tiga) orang rekan FKM Undana menyiapkan perangkap dengan

memasang umpan serta memasang nomor kode pada tiap perangkap.

Kemudian perangkap yang telah siap selanjutnya diletakkan pada tiap

titik sampel pada sore hari antara pukul 15-17.00 dan akan diambil

keesokan harinya antara pukul 07.00-09.00.

Gambar 8. Perangkap hidup (life trap)

Perangkap yang berisi tikus kemudian dimasukkan ke dalam

kantong kain dan diberi label. Perangkap bekas berisi tikus kemudian

dicuci dengan air dan sabun dan dikeringkan, kemudian perangkap


46

tersebut diberikan umpan dan dipasang kembali pada tempat yang telah

di tentukan pada satu hari berikutnya pada pukul 16.00 dan diambil

keesokan harinya pukul 06.00 secara serentak. Tikus yang telah

dimasukkan kedalam kantong kain selanjutnya proses identifikasi dan

penyisiran tubuh tikus untuk mendapatkan pinjal dilakukan oleh pihak

KKP Kelas III Kupang.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Meneliti pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran, untuk itu

membutuhkan alat ukur atau dinamakan instrumen penelitian (Sugiyono,

2013). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkap

hidup (life trap) untuk menangkap tikus, kunci identifikasi tikus, kunci

identifikasi pinjal dan formulir-formulir lain yang berkaitan dengan

pencatatan data seperti Instrumen Pengamatan Infestasi Tikus dan Form Hasil

Pemasangan Perangkap Tikus.

F. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

1. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, data hasil survey dan pemeriksaan

laboraturium dilakukan pengolahan dengan bantuan laptop menggunakan

Microsoft Word dan Microsoft Excel. Data yang terkumpul akan mengalami

proses editing (pemeriksaan), coding (pengkodean), entry (pemasukan), dan

cleaning (pembersihan).

2. Analisis Data
47

Analisis data menggunakan analisis inferensial (uji hipotesis

penelitian) dengan statistik Non parametris antara lain dengan menggunakan

analisis korelasi yaitu Metode yang digunakan untuk mengukur keeratan

hubungan (asosiasi atau korelasi) antara dua variabel yang keduanya bertipe

nominal (kategorik) . Analisis inferensial adalah teknik statistik yang

digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk

populasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan sofware

computer (SPSS for Window) versi 16.0 forwindows.

Analisis data dalam penelitian ini menghasilkan distribusi frekuensi

dan persentase dari tiap variabel, yaitu pada variabel spesies tikus dan

pinjal, kepadatan tikus dan indeks pinjal. Kemudian digunakan analsis Chi

Square untuk menganalisis keeratan hubungan atau korelasi antar dua

variabel, yaitu untuk menguji hubungan antara Kepadatan tikus terhadap

indeks pinjal. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan statistik

Non parametrik. Dari bebebrapa teknik pengujian non parametrik peneliti

menggunakan teknik koefisien kontingensi (Contingency coeffisient).

Koefisien kontingensi digunakan untuk menghitung hubungan antar variabel

bila datanya berbentuk nominal atau keterangan bersifat kategori.

Teknik koefisien kontingensi mempunyai kaitan erat dengan teknik Chi

Kuadrat ( Chi Square), karena rumus yang digunakan mengandung nilai Chi

Kuadrat (χ²). Adapun rumus koefisien kontingensi adalah sebagai berikut :

C=
√ χ2
N+χ ²
48

Keterangan :

C = Koefisien

χ² = Nilai Chi Kuadrat

N = jumlah sampel

Sedangkan nilai Chi Kuadrat diperoleh dengan cara berikut :


k
(O−E) ²
χ ²=∑
i=1 E

Keterangan :

χ² =Nilai Chi Kuadrat

Oi = frekuensi yang di observasi

Ei = frekuensi yang diharapkan

Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis yang ditetapkan dalam

penelitian ini adalah :

χ² hitung adalah ≤ χ² tabel, Ho diterima dan Ha ditolak

χ² hitung > χ² tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Sementara untuk mengetahui erat atau tidaknya ketergantungan variabel

yang satu pada variabel yang lainnya dilakukan dengan cara

membandingkan nilai Cmaks – C, makin besar dekat Nilai C dengan

Cmaksmaka maka ketergantungan variabel satu dengan variabel lainnya

adalah erat. Sebaliknya jika lebih kecil, maka ketergantungan kurang erat,

nila Cmaks dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :

C maks=
√ m−1
m
49

Keterangan :

Cmaks= nilai C maksimum

m = besar nilai yang paling kecil diantara r dan k

3. Penyajian Data

Data yang telah dianalisis selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi.
50

BAB IV

HASIL DAN BAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pelabuhan Laut Tenau Kupang terletak di wilayah Kelurahan Alak

Kecamatan Alak Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan hak

pengelolaan pelabuhan di bawah Perseroan Terbatas (PT) Pelabuhan

Indonesia III. Pelabuhan Laut Tenau Kupang merupakan pelabuhan laut

terbesar di Provinsi NTT dan merupakan salah satu sentra perekonomian bagi

provinsi Nusa Tenggara Timur. Pelabuhan Laut Tenau secara geografis

terletak antara 10º11’26”-10º12’17” Lintang selatan dan 123º31’36”-

123º32’03 Bujur Timur. Ketinggian antara 1-4 m dari atas permukaan laut

(dpl). Luas lingkungan kerja pelabuhan Tenau Kupang ±2.681,70 Ha, dengan

batas-batas willayah sebagai berikut :

a. Sebelah timur berbatasan dengan Bengkel Navigasi.

b. Sebelah barat berbatasan dengan Dermaga Perikanan.

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Semau.

d. Sebelah selatan berbatasan dengan Depot Pertamina.

Dalam hubungan pelayanan kesehatan baik kapal maupun orang,

pengawasan sanitasi dan pengendalian Vektor penyakit di pelabuhan dibagi dalam

2 area yaitu :

50
51

a) Daerah Perimeter

Daerah perimeter adalah daerah yang mencakup 90 m dari garis

pantai ditarik secara radial ke arah luar yang meliputi: gedung perkantoran,

gudang transit barang, lapangan penumpukan peti kemas, gudang bengkel,

gedung terminal penumpang, dan kios-kios serta lapak pedagang dimana

dilaksanakan kegiatan sehari-hari dan atau berada di dalam pagar

(pembatas) pelabuhan.

Gedung perkantoran, gudang transit barang, dan lapangan

penumpukan peti kemas merupakan area yang hanya bisa dimasuki oleh

petugas yang berkepentingan saja. Gudang transit barang digunakan

sebagai tempat penyimpanan atau transit barang-barang kapal seperti

sembako, kain, alat rumah tangga, dan sebagainya. Sedangkan lapangan

penumpukan peti kemas digunakan untuk menyimpan peti kemas

(container) yang telah di standarisasi dan teratur yang berfungsi sebagai

pembungkus barang-barang yang dikirim. Ketiga area ini sudah

menerapkan prinsip Rat Profing (anti tikus) pada bangunannya mengingat

banyak aktifitas penting yang dilakukan setiap hari. Dengan kata lain ketiga

area ini steril dan bebas tikus sehingga pemasangan perangkap tikus (Life

Trap) hanya dilakukan pada gudang bengkel, gedung terminal dan kios-

kios serta lapak pedagang saja.

Gudang bengkel di pelabuhan digunakan untuk menyimpan barang

bekas seperti bangkai mobil truk, tumpukan pagar bekas, botol bekas, serta

barang bekas lainnya yang berserakan dan tertumpuk tidak rapi. Sebagian
52

ruangan gudang bengkel dijadikan kamar tidur oleh pekerja yang bertugas

menjaga gudang bengkel tersebut. Di gedung terminal penumpang yang

digunakan penumpang untuk menunggu keberangkatan kapal mempunyai

fasilitas sanitasi yang cukup memadai, namun beberapa ruangan seperti

kamar mandi dan ruang pemeriksaan kesehatan yang sudah tidak terpakai

lagi digunakan untuk menumpuk kursi, meja, alat pembersih yang rusak

sehingga banyak terdapat tanda-tanda kehidupan tikus seperti lubang galian

dan kotoran tikus. Pada kios-kios serta lapak pedagang digunakan untuk

berdagang baik sembako maupun warung makan dadakan (beroperasi

hanya pada saat ada jadwal kapal penumpang) namun sebagian kios

tersebut sudah dibuat menyerupai rumah darurat yang dapat ditinggali

sehingga beberapa kegiatan seperti memasak, mencuci, mandi, tidur dapat

dilakukan di warug makan dadakan tersebut.

Tumpukan barang yang tersusun tidak rapi serta banyak aktifitas yang

dilakukan maka semakin banyak pula sampah yang akan dihasilkan. Jika

tidak dikelola dengan baik maka dapat dijadikan sarang bagi tikus. Keadaan

seperti ini juga akan mendukung perkembangbiakan tikus karena

tersedianya sumber makanan bagi tikus.

b) Daerah Buffer

Daerah buffer adalah daerah yang berada di luar perimeter ditarik

garis keliling sejauh radius 400 meter dari garis perimeter dan bertindak

sebagai daerah penyangga terhadap penularan penyakit karantina. Daerah

buffer terdiri dari gedung perkantoran, rumah makan dan rumah warga
53

dengan jenis bangunan rumah yang bervariasi baik permanen maupun

semi permanen. Daerah buffer termasuk wilayah Kelurahan Alak yaitu

mencakup RT 16/RW 05.

Jenis bangunan rumah warga bervariasi ada permanen dan semi

permanen. Kondisi bangunan ada yang bahan kayu dengan atap daun

lontar dan berlantai tanah dan ada juga yang beton permanen. Disekitar

perumahan warga terdapat tumpukan tidak terpakai yang tertumpuk tidak

rapi, fasilitas sanitasi seperti tempat pembuangan sampah hanya tersedia di

beberapa rumah saja dan pada umumnya tempat sampah terbuka.

Sedangkan keadaan sanitasi lingkungan untuk perumahan dinas Pelindo III

cukup baik dimana tersedia tempat sampah serta saluran pembuangan air

limbah rumah tangga. Menurut Priyambodo (2006) Kondisi rumah yang

berlantaikan tanah serta tumpukan barang yang tidak tersusun dengan rapi

di sekitar rumah warga akan memudahkan tikus untuk membuat

lubang/sarang sebagai tempat persembunyian.

Di area buffer juga terdapat rumah makan, di sekitar rumah

makan terdapat limbah padat berupa sisa-sisa makanan yang di buang di

samping rumah makan. Keadaan ini menjadi salah sau faktor pendukung

perkembangbiakan tikus yang mana tikus memiliki kecendrungan untuk

makan makanan yang disenagi manusia serta akan membuat sarang yang

tak jauh dari sumber makanan tersebut.


54

2. Spesies Tikus dan Pinjal

a) Jumlah Tikus Tertangkap

Hasil penangkapan tikus yang dilakukan di area perimeter dan area

buffer Pelabuhan Laut Tenau Kupang pada bulan Mei 2018 dapat dilihat

pada tabel IV.1 dibawah ini :

Tabel IV.1. Distribusi Tikus Berdasarkan Waktu dan Area Penangkapan di


Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018

Jumlah Tikus yang


Σ Tertangkap Per Hari
Lokasi Total
Perangkap
I II III IV V
Area Perimeter
Gudang bengkel 18 2 1 0 1 0 4

Gedung terminal 12 1 0 0 0 1 2

Lapak pedagang 20 3 2 1 1 1 8
Total 50 6 3 1 2 2 14
Area Buffer
Rumah makan 12 3 2 1 1 1 8
Perkantoran 8 1 1 0 0 0 2

Rumah warga 30 3 2 5 2 2 14
Total 50 7 5 6 3 3 24
Total Perimeter +
100 13 8 7 5 5 38
Buffer

Pada tabel IV.1 diketahui total jumlah tikus yang diperoleh selama

5 (lima) hari pemasangan perangkap adalah 38 ekor. Jumlah tikus

tertangkap di area perimeter sebanyak 14 ekor. Sedangkan di area buffer

sebanyak 24 ekor.
55

b) Spesies Tikus

Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei tahun 2018

di Pelabuhan Laut Tenau Kupang ditemukan 9 (sembilan) spesies tikus

dan 1 (satu) jenis celurut. Spesies tikus yang ditemukan yaitu : Rattus

Diardii, Rattus Alexandrinus, Rattus Exulans , Rattus rattus, Mus

musculus, Rattus novergicus, Rattus frugivorus, Bandicota Indica,

Bandicota Banglensis dan spesies celurut yaitu Suncus murinus. 9

(sembilan) ekor spesies tikus ini ditemukan pada lokasi bangunan yang

berbeda-beda. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV.2 di

bawah ini:

Tabel IV.2. Distribusi Spesies Tikus Berdasarkan Waktu dan Area


Penangkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018

Σ Spesies Tikus yang Tertangkap Per Hari


Lokasi Perang Total
I II III IV V
kap
Area Perimeter
Gudang
18 2 (Ra) 1 (Bi) 0 1 (B i) 0 4
bengkel
Gedung
12 1 (Mm) 0 0 0 1 (Bb) 2
terminal
Lapak
20 3 (Rd) 2 (Rd, Re) 1 (Rf) 1 (Re) 1 (Rf) 8
pedagang
Total 50 6 3 1 2 2 14
Area Buffer
Rumah
12 3 (Rd) 2 (Rn) 1 (Rd) 1 (Bi) 1 (Rd) 8
makan
0
Perkantoran 8 1 (Rn) 1 (Rr) 0 0 2
Rumah
30 3 (Ra) 2 (Rr) 5 (Mm) 2 (Mm, Re) 2 (Mm, Rd) 14
warga
Total 50 7 5 6 3 3 24
Total
Perimeter + 100 13 8 7 5 5 38
Buffer
56

Keterangan : Rd = Rattus diardii Ra= Rattus alexandrinus Re= Rattus exulans Rr=Rattus rattus
Mm=Mus musculus Rn=Rattus novergicus Rf=Rattus frugivorus Bi=Bandicota Indica
Bb=Bandicota Bangalensis

Berdasarkan tabel IV.2 diketahui spesies tikus tertangkap di area

perimeter paling banyak ditemukan pada kios/lapak pedagang yaitu

sebanyak 8 ekor dan paling sedikit ditemukan pada gedung terminal

penumpang yaitu 2 ekor. Sedangkan pada area buffer jumlah tikus paling

banyak ditemukan pada rumah warga yaitu 14 ekor dan paling sedikit

ditemukan pada perkantoran yaitu 2 ekor . Adapun spesies tikus yang

paling banyak ditemukan dalam hasil penelitian ini adalah Rattus Diardii

(10 ekor), Rattus Alexandrinus (7 ekor) dan Mus Musculus (6 ekor).

c) Spesies Pinjal

Hasil penyisiran yang dilakukan pada 38 ekor tikus tertangkap di

Pelabuhan Laut Tenau Kupang bulan Mei tahun 2018 ditemukan 7 (tujuh)

ekor pinjal. Kemudian Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan 2 spesies

pinjal yaitu Xenopsylla Cheopis dan Pullex Iritans di Pelabuhan laut tenau

kupang. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV.3 dibawah

ini:
57

Tabel IV.3. Distribusi Spesies Pinjal berdasarkan Spesies Tikus dan Area
Penangkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018

Σ Tikus Σ Pinjal
Spesies Tikus yang Spesies Pinjal yang
yang yang %
Disisir Diperoleh
Disisir Diperoleh
Area Perimeter
Rattus Diardi 5 1 14,2 Xenopsylla Cheopis
Rattus exulans 1 1 14,2 Xenopsylla Cheopis
Mus musculus 1 1 14,2 Xenopsylla Cheopis
Rattus Frugivorus 2 1 14,2 Xenopsylla Cheopis
Bandicota Indica 2 - - -
Bandicota bangalensis 1 - - -
Rattus alexandrinus 2 1 14,2 Xenopsylla Cheopis
Jumlah 14 5 100
Area Buffer
Rattus Diardi 5 - - -
Rattus exulans 1 - - -
Rattus Novergicus 3 - - -
Mus musculus 5 - - -
Bandicota Indica 1 - - -
Rattus rattus 3 1 50,0 Pullex Iritan
Rattus alexandrinus 6 1 50,0 Xenopsylla Cheopis
Jumlah 24 2 100
Total 38 7 100

Berdasarkan tabel IV.3 diketahui pada area perimeter dari 14

ekor tikus yang disisir diperoleh 5 ekor pinjal. Sedangkan pada area buffer

dari 24 ekor tikus yang disisir diperoleh 2 ekor pinjal. Adapun spesies

pinjal yang paling banyak ditemukan adalah Xenopsylla Cheopis (6 ekor).

Sedangkan spesies pinjal yang paling sedikit ditemukan adalah Pullex

Iritan (1 ekor).
58

3. Tingkat Kepadatan Tikus dan Indeks Pinjal

a) Kepadatan Tikus

Tabel IV.4. Distribusi Kepadatan Tikus Per Hari Selama 5 Hari


Penangkapan Berdasarkan Kategori di Pelabuhan Laut Tenau
Kupang Tahun 2018
Σ Perangkap Σ Tikus Kepadatan Tikus
Hari Kategori
Yang Dipasang Tertangkap (%)
I 100 13 13
II 100 8 8
III 100 7 7 Tinggi
IV 100 5 5
V 100 5 5
Total 500 37 7,6

Pada tabel IV.4 diketahui selama 5 (lima) hari penangkapan tikus

diperoleh Kepadatan tikus per hari maupun kepadatan tikus secara

keseluruhan di wilayah Pelabuhan Laut Tenau Kupang tergolong Tinggi.

Adapun Kepadatan Tikus secara keseluruhan di Pelabuhan Laut Tenau

Kupang Tahun 2018 diperoleh berdasarkan hasil perhitungan berikut :

Σtikus yang terperangkap


Trap succes= x 100
jumlah perangkap x jumlah hari

38
¿ x 100 %
500 x 5

38
=¿
500

¿ 7,6 %
59

b) Indeks Pinjal

Berdasarkan hasil penyisiran tubuh tikus per hari selama 5 (lima)

hari pemasangan perangkap di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Taun 2018

terdapat indeks pinjal dengan kategori tinggi dan indeks pinjal dengan

kategori rendah. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV.5

berikut :

Tabel IV.5 Distribusi Indeks Pinjal Per Hari Selama 5 Hari Penangkapan
Berdasarkan Kategori di Pelabuhan Laut Tenau Kupang
Tahun 2018
Jumlah Tikus Jumlah Pinjal Indeks
Hari Kategoi
yang Disisir yang Didapat Pinjal
I 13 3 0,23 Tinggi
II 8 1 0,125 Tinggi
III 7 2 0,28 Tinggi
IV 5 1 0,2 Tinggi
V 5 0 0 Rendah
Total 38 7 0,184 Tinggi

Berdasarkan tabel IV.5 diketahui selama 5 (lima) hari

penangkapan tikus diperoleh indeks pinjal per hari di Pelabuhan Laut

Tenau Kupang dengan kategori tinggi ada 4 (empat). Sedangkan indeks

pinjal dengan kategori rendah sebanyak 1 (satu). Adapun Indeks Pinjal

secara keseluruhan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018

diperoleh berdasarkan hasil perhitungan berikut :

jumlah pinjal yang diperoleh


Indeks Pinjal=
jumlah tikus yang tertangkap
60

7
¿
38

=0,184

4. Hubungan Kepadatan Tikus dengan Indeks Pinjal

Hubungan Kepadatan Tikus dengan Indeks Pinjal di Pelabuhan

Laut Tenau Kupang tahun 2018 dapat dilihat pada tabel IV.6 dibawah ini :

Tabel IV.6. Hubungan Kepadatan Tikus dengan Indeks Pinjal di


Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018
Indeks Pinjal
Kepadatan Total
Tinggi Rendah P-value
Tikus
Σ % Σ %
Tinggi 4 80 1 20 5
Rendah 0 0 0 5 0 1,000
Total 4 0 1 100 5

Berdasarkan tabel IV.6. diketahui kepadatan tikus tinggi dengan

indeks pinjal tinggi sebanyak 4 (80%) dan kepadatan tikus tinggi dengan

indeks pinjal rendah ada 1 (20%). Sedangkan kepatan tikus rendah dengan

indeks pinjal tinggi dan kepadatan tikus rendah dengan indeks pinjal rendah

tidak ada (0%). Hasil uji Chi-Square pada Fisher’S Exact test menunjukkan

bahwa nilai p-value sebesar 1,000. Karena nilai p-value (1,000) < Alpha

(0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Kepadatan

Tikus terhadap Indeks Pinjal di Pelabuhan Laut Tenau Kupang. Kemudian

pada tabel symmetric measures menunjukkan bahwa Coefisien Contingensi

yaitu 0,378 termasuk hubungan lemah negatif. Maka dapat disimpulkan

Kepadatan Tikus dan Pinjal tdak memiliki keeratan hubungan, karena pada

Approx.sig = 0,361 (p value < 0,05).


61

5. Potensi Penularan Penyakit

Diketahui Kepadatan tikus secara keseluruhan di Pelabuhan Laut

Tenau Kupang adalah 7,6%. Sedangkan Indeks Pinjal keseluruhan adalah

0,184. Sesuai dengan International Health Regulation (IHR) 1969 revisi 2005

yang menyatakan bahwa indeks pinjal dan kepadatan tikus pada area

pelabuhan udara dan peabuhan laut, baik buffer maupun perimeter area harus

0 (nol) maka Pelabuhan Laut Tenau Kupang termasuk dalam wilayah yang

berpotensi dalam penularan penyakit bersumber tikus.

Dalam penelitian ini ditemukan 9 (sembilan) spsies tikus yaitu :

Rattus diardii, Rattus Exulans, Mus Musculus, Rattus Novergicus, Rattus

Frugivorus , Rattus Alexandrinus, Rattus rattus, Bandicota Indica, Bandicota

Banglensis dan 1 (satu) jenis Celurus yaitu Suncus Murinus. Kemudian dari

hasil penangkapan tikus dilakukan penyisiran pada tubuh 38 ekor tubuh tikus

tertangkap dan diperoleh 7 ekor pinjal yang terdiri dari 1 ekor Pulex iritans

dan 6 ekor Xenopsylla Cheopis. Masing-masing spesies tikus dan pinjal

tersebut berpotensi menularkan penyakit kepada manusia. Keterangan

selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV.7 dibawah ini :


62

Tabel IV.7. Potensi Penularan Penyakit Berdasarkan Spesies Tikus di


Pelabuhan Laut Tenau Kupang tahun 2018
Spesies Tikus Penyakit yang berpotensi ditularkan
Rattus diardii Infeksi Hantavirus (Haemoragic fever
with syndrom renal), scrub typhus,
Pes, leptospirosis, salmonellosis,
Meningitis Eosinofilik
(Angiostrongyliosis).
Rattus Exulans Infeksi Hantavirus, scrub typhus,
Spotted fever Group rickettsiae (SFG
Ricketsiae), Pes, leptospirosis,
salmonellosis, schistosomiasis,
Meningitis Eosinofilik
(Angiostrongyliosis),
Echionostomiasis.
Mus Musculus Infeksi Hantavirus, murine typhus,
salmonellosis
Rattus Novergicus Infeksi Hantavirus (Haemoragic fever
with syndrom renal), scrub typhus,
murine typhus, Spotted fever Group
rickettsiae (SFG Ricketsiae),
leptospirosis, salmonellosis,
Meningitis Eosinofilik
(Angiostrongyliosis)
Rattus Frugivorus Leptospirosis, salmonellosis,
Rattus Alexandrinus Salmonellosis
Rattus rattus Infeksi Hantavirus, murine typhus,
Spotted fever Group rickettsiae (SFG
Ricketsiae), salmonellosis
Bandicota Indica scrub typhus, salmonellosis,
Bandicota Banglensis scrub typhus, salmonellosis
Sumber : Ristiyanto 2004

Tabel IV.7 menunjukkan bahwa ada 10 (sepuluh) jenis penyakit

bersumber tikus dan mencit yang berpotensi ditularkan oleh 9 (sembilan)

spesies tikus yang ditemukan di wilayah Pelabuhan Laut Tenau Kupang bulan

Mei tahun 2018. Diantaranya adalah Infeksi Hantavirus, scrub typhus,

murine typhus, Spotted fever Group rickettsiae (SFG Ricketsiae), Pes,


63

Leptospirosis, salmonellosis, schistosomiasis, Meningitis Eosinofilik

(Angiostrongyliosis) dan Echionostomiasis. Spesies tikus Rattus diardii,

Rattus Exulans dan Rattus Novergicus merupakan reservoir paling dominan

dalam membawa penyakit berbasis tikus dan Pinjal di Pelabuhan Laut Tenau

Kupang.

Tabel IV.8. Spesies Pinjal Serta Jenis Penyakit yang Berpotensi


Ditularkan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang tahun 2018
Spesies Pinjal Penyakit yang berpotensi ditularkan
Pullex iritan Dermatitis alergi, Demam pada Kucing
Xenopsylla Cheopis Dermatitis alergi, Pes, rickettsiosis (Scrub typhus,
Murine typhus, SFG)

Tabel IV.8 dapat diketahui Pinjal Xenopsylla Cheopis merupakan

vektor yang paling dominan dalam menularkan penyakit berbasis rodensia.

B. Bahasan

1. Spesies Tikus dan Pinjal

a) Spesies Tikus

Tikus merupakan binatang pengerat (rodent) yang

mendatangkan kerugian baik di rumah, kantor, maupun di sawah.

Tubuh tikus berbulu, berekor panjang, pada rahangnya terdapat

sepasang gigi seri berbentuk pahat. Umumnya tubuh tikus berwarna

hitam dan kelabu tetapi ada juga yang berwarna putih. Para ahli

Zoology sepakat untuk menggolongkannya kedalam ordo Rodensia

(hewan yang mengerat), sub ordo Mymorpha, family Muridae, dan sub

family Murinae (Depkes RI, 200).


64

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 5

(lima) hari pemasangan perangkap dengan total perangkap 500

perangkap hidup tikus (life trap) diperoleh total 38 ekor tikus dengan

rincian pada area perimeter sebanyak 14 ekor sedangkan di area buffer

sebanyak 24 ekor tikus tertangkap. Dari hasil identifikasi ditemukan 9

spesies tikus yaitu : Rattus rattus Diardii, Rattus Novergicus, Mus

Musculus, Rattus Exulans, Rattus Alexandrinus, Rattus rattus, Rattus

Frugivorus, Bandicota Indica , Bandicota Banglensis.

Jenis tikus yang paling banyak tertangkap dalam penelitian ini

adalah adalah Rattus Diardii, Rattus Alexandrinus, dan Mus musculus.

Hal ini dikarenakan ketiga spesies ini merupakan tikus yang

mempunyai habitat di pemukiman dan sudah beradaptasi dengan baik

dengan aktifitas kehidupan manusia serta menggantungkan hidupnya

(pakan dan tempat tinggal) pada kehidupan manusia sehingga disebut

sebagai commensal rodent. Secara umum kondisi sanitasi Pelabuhan

Laut Tenau Kupang belum terlalu baik. Penataan kios/lapak pedagang

dan rumah makan tidak tertata dengan rapi. Banyak bahan dan barang

bekas pada gudang pelabuhan yang juga tertumpuk tidak rapi sehingga

berpotensi menjadi tempat persembunyian tikus. berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan peneliti, beberapa tempat yang berpotensi

sebagai tempat persembunyian tikus adalah tumpukan material pagar

bekas di gudang bengkel, kamar tidur pekerja pelabuhan dan pemilik

lapak dagang, serta lemari jualan yang berisikan barang dagangan.


65

Selain itu sampah sisa jualan yang sengaja dibuang sangat mendukung

kelangsungan hidup tikus di wilayah itu.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Priyotomo (2015) tentang studi kepadatan tikus dan

ektoparasit di daerah perimeter dan buffer pelabuhan Laut Cilacap yang

menemukan spesies tikus terbanyak di area buffer adalah Rattus

Tanezumi dan Rattus Novergicus.

Tikus yang tertangkap dalam penelitian ini pada umumnya

berjenis kelamin betina. Banyaknya tikus betina yang tertangkap

dibandingkan tikus jantan disebabkan oleh sifat tikus betina yang lebih

aktif mencari makan sedangkan tikus jantan lebih banyak berperan

dalam menjaga sarang atau wilayah teritorialnya sehinngga tikus betina

cenderung lebih mudah ditangkap. Jumlah tikus betina yang lebih tinggi

ini berpotensi untuk bertambahnya populasi tikus di lokasi penelitian

karena siklus reproduksi yang cepat pada tikus.

Dalam penelitian ini ditemukan pula binatang selain tikus yakni

ditemukan jenis celurut dari spesies suncus murinus. Morfologi celurut

apabila dilihat sepintas mirip dengan tikus kecil atau mencit, tetapi bila

diamati lebih detail ada beberapa perbedaan yang menunjukkan bahwa

celurut bukanlah hewan pengerat seperti tikus melainkan tergolong

kedalam hewan insektivora. Hewan insektivora adalah hewan yang

makanan utamanya adalah serangga.

b) Spesies Pinjal
66

Pinjal adalah serangga dari ordo siphonaphtera berukuran kecil

(antara 1,5-4mm), berbentuk pipih di bagian samping (dorsal lateral).

Kepala-dada-perut terpisah secara jelas. Pinjal dewasa bersifat parasitic

sedang pradewasanya hidup di sarang tempat berlindung atau tempat-

tempat yang sering dikunjungi tikus (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan hasil Penyisiran 38 ekor tubuh tikus tidak semua

pinjal menginfestasi tubuh tikus yang tertangkap di wilayah Pelabuhan

Laut Tenau Kupang. Dari 5 spesies yang tertangkap di area perimeter,

hanya 5 ekor spesies yang terinfestasi Pinjal yaitu Rattus Diardii,

Rattus Exculans, Mus Musculus, Rattus Frugivorus. Sedangkan di area

buffer, dari 7 spesies yang tertangkap hanya 2 ekor spesies tikus yang

terinfestasi Pinjal yaitu .Rattus rattus dan Rattus Alexandrinus. Hasil

identifikasi ditemukan 2 jenis pinjal yaitu Xenopsylla Cheopis dan

Pullex Iritans. Xenopsylla Cheopis merupakan pinjal yang khas

ditemukan pada tikus domestik yang habitatnya di dalam rumah. Pinjal

ini lebih suka pada tikus rumah dikarenakan kondisi kering pada sarang

tikus rumah mendukung perkembangbiakan larva pinjal. larva pinjal

tidak dapat bertahan lama pada kondisi lingkungan yang lembab dengan

suhu udara yang rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Priyotomo (2015) tentang studi kepadatan tikus dan ektoparasit di

daerah perimeter dan buffer pelabuhan laut Cilacap yang menemukan


67

jenis pinjal yg menginfestasi Tikus di pelabuhan Cilacap adalah

Xenopsylla Cheopisdan Pullex Iritans.

Pada proses penyisiran tidak hanya ditemukan ektoparasit jenis

pinjal namun ditemukan pula ektoparasit lain seperti caplak, tungau dan

kutu. Menurut Brotowijoyo dalam Ristiyanto disebutkan bahwa

fenomena satu inang (tikus) ditemukan berbagai jenis ektoparasit pada

waktu yang bersamaan dikenal sebagai poliparasitisme. Parasitisme

seperti ini biasanya disebabkan karena adanya lingkungan inang yang

serasi dengan ektoparasit tersebut.

2. Tingkat Kepadatan Tikus dan Pinjal

a) Tingkat Kepadatan Tikus

Kepadatan tikus merupakan suatu metode atau cara yang

digunakan untuk mengetahui jumlah populasi tikus yang ada serta

dampaknya pada penularan penyakit. Penangkapan dilakukan pada

tikus untuk diketahui pinjal yang ada dan dapat digunakan untuk

mengetahui tingkat penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh hewan

rodent (oktavia et al. 2011).

Selama 5 hari pemasangan perangkap dengan total perangkap

500 buah, diperoleh kepadatan tikus di Pelabuhan Laut Tenau Kupang

adalah 7,6%. Hal ini berarti kepadatan tikus di wilayah Pelabuhan Laut

Tenau Kupang dapat dikategorikan rendah. Berdasarkan PERMENKES

No 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan

dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa


68

Penyakit serta Pengendaliannya, Kepadatan tikus haruslah < 1% dan

dikatakan tinggi jika >1%. Namun khusus untuk wilayah pelabuhan laut

maupun udara, berdasarkan International Health Regulation revisi

2005, Kepadatan tikus harus sama dengan 0 (nol).

Tingginya Kepadatan tikus di wilayah Pelabuhan Laut Tenau

Kupang dipengaruhi oleh keberhasilan penangkapan (Trap succes)

selama proses penangkapan tikus. Populasi tikus sangat dipengaruhi

oleh lingkungan biotik dan abiotik. Kedua lingkungan tersebut sangat

mempengaruhi struktur komunitas tikus yang terdapat di suatu habitat.

Lingkungan biotik adalah segala makhluk hidup baik flora maupun

fauna yang keberadaan atau ketiadaanya dapat menyebabkan meningkat

atau menurunnya persebaran populasi tikus (Rusmini, 2011).

Lingkungan biotik tersebut terdiri dari vegetasi, predator tikus dan

parasit dan patgen yang menginfeksi tikus. Sedangkan lingkungan

abiotik merupakan lingkungan fisik dan kimia meliputi suhu,

pencahayaan, dan keberadaan sarang tikus yang mempengaruhi

populasi tikus di lingkungan sekitar (Priyambodo, 2003). Berdasarkan

hasil observasi yang dilakukan peneliti melalui pengamatan faktor

lingkungan, tidak terdapat burung hantu dan ular sebagai predator

utama tikus di lokasi penelitian. Hal ini tentunya mempengaruhi

tingginya kepadatan tikus di lokasi penelitian. Selain itu trap succes

juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Kualitas perangkap yang

baik, umpan yang tepat dan Kepadatan tikus yang relatif tinggi.
69

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dharma (2012) di Pelabuhan Laut Tenau Kupang tentang Survei

Kepadatan Tikus dan Pinjal di Pelabuhan Laut Tenau Kupang yang

menyatakan bahwa kepadatan tikus di wilayah Pelabuhan Laut Tenau

Kupang adalah 29,45%.

b) Indeks Pinjal

Kepadatan pinjal pada tikus disebut dengan indeks umum

pinjal, yaitu untuk mengetahui kepadatan infestasi rata-rata dari pinjal

yang ditemukan dan untuk mengetahui kepadatan jenis pinjal tertentu

disebut dengan indeks pinjal khusus. Standar International Health

Regulation (IHR) 1969 revisi 2005 menyatakan bahwa indeks pinjal

dan kepadatan tikus pada area pelabuhan udara dan pelabuhan laut

haruslah 0 (nol).

Berdasarkan hasil penyisiran pada 38 ekor tikus yang

tertangkap di wilayah Pelabuhan Laut Tenau Kupang ditemukan 7 ekor

pinjal dengan rincian 5 ekor di area perimeter dan 2 ekor di area buffer.

Indeks pinjal keseluruhan area Pelabuhan Laut Tenau Kupang adalah

0,184. Indeks Pinjal di wilayah Pelabuhan Laut Tenau Kupang

tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh angka kepadatan tikus di

wilayah Pelabuhan Laut Tenau yang relatif rendah. Semakin banyak

sarang tikus maka semakin banyak pula tempat untuk pinjal

melangsungkan hidupnya, sebaliknya jika populasi tikus rendah maka

semakin sedikit pula tempat pinjal untuk mendapatkan inangnya.


70

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dharma (2012) di Pelabuhan Laut Tenau Kupang tentang Survei

Kepadatan Tikus dan Pinjal di Pelabuhan Laut Tenau Kupang yang

menyatakan bahwa Indeks Pinjal di wilayah Pelabuhan Laut Tenau

Kupang adalah 0,20.

Indeks Pinjal banyak disebutkan bergantung pada hewan

inang, faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pinjal telah banyak

diteliti. Van der Mescht (2016) mengatakan kepadatan pinjal

bergantung pada inangnya. Temperature dan curah hujan dalam

penelitiannya dikatakan lebih berpengaruh signifikan terhadap

kepadatan pinjal. Xenopsylla Cheopis merupakan spesies pinjal yang

paling sering ditemui pada tikus di daerah tropis, sehingga terdapat

curah hujan yang signifikan sepanjang tahun di Kota Kupang. Bahkan

di bulan terkering Kota Kupang masih memiliki banyak curah hujan.

Jika mengacu pada penelitian Mescht maka mikro dan curah hujan di

Kupang sangat sesuai untuk mendukung perkembangan pinjal sebab

salah satu faktor yang mendukung ekologi pinjal yaitu suhu dan

kelembaban.

3. Hubungan Kepadatan Tikus dengan Pinjal

Keberadaan Pinjal banyak disebutkan bergantung pada

keberadaan hewan inang, akan tetapi faktor lingkungan juga memiliki

pengaruh besar. Faktor cuaca seperti suhu hangat, kelembababan tinggi

sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan Pinjal. Pinjal hidup


71

dengan cara memparasit dan berada hampir diseluruh permukaan tubuh

hospes (tikus dan mencit) yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa hidup

sebagai parasit, yang muda (pra dewasa) hidup ditanah atau daun semak-

semak ataupun di liang liang menunggu tikus lewat untuk ditumpangi.

Jumlah populasi tikus yang tinggi menjadi faktor pendukung tingginya

jumlah pinjal. Karena tikus merupakan tempat hidup (hospes) bagi pinjal

serta mendapatkan makanan dengan cara menghisap darah tikus.

Hasil uji coefisien contingency menunjukkan bahwa hubungan

kepadatan tikus dengan pinjal tidak memiliki hubungan yang Kuat. Hal ini

dapat disebabkan oleh keragaman ektoparasit yang hidup pada permukaan

tubuh tikus. Dari hasil penyisiran 38 ekor tubuh tikus dan celurut yang

ditemukan diperoleh 84 ekor ektoparasit yang meliputi jenis pinjal kutu,

caplak dan tungau dimana ektoparasit Caplak menjadi ektoparasit yang

paling dominan. Selain itu proses mematikan tikus yang telah tertangkap

memperoleh jumlah pinjal yang diperoleh. Jika tikus yang telah dimatikan

tidak segera dilakukan penyisiran maka tubuh tikus akan dingin sehingga

pinjal akan berpindah mencari tempat lain.

Menurut Kosnov (2014) kelimpahan pinjal yang cenderung

tinggi hanya terjadi pada Inang yang secara Filogenetik masih berkerabat

dekat. Interaksi tikus dan pinjal bersitfat ektoparasit obligate. Dalam

interaksi ini pinjal dewasa selalu hidup menempel pada permukaan tubuh

tikus. tidak seperti kutu yang menghabiskan seluruh hidupnya dengan

menempel di permukaan tubuh tikus. Interaksi pinjal dan tikus tampaknya


72

berhubungan dengan faktor lingkungan tikus sebagai inang. Pada umumnya

pinjal menyukai mamalia yang hidup di dalam sarang, lubang dan gua yang

terinfeksi pinjal. Hal ini sesuai dengan kebiasaan dan habitat tikus yang suka

membuat lubang sebagai sarangnya. Beberapa jenis pinjal cenderung

mempunyai kesamaan struktur dengan inangnya. Dalam penelitian ini

spesies Pinjal Xenopsylla Cheopis Paling banyak ditemukan. Pinjal

Xenopsylla Cheopis lebih banyak menginfestasi Rattus diardii, Mus

Musculus, Rattus Alexandrinus dan Ratus Exulans. Keempat spesies ini

merupakan rodent komensal, paling banyak ditemui pada lingkungan dekat

pemukiman manusia. Hal ini sesuai dengan berbagai studi yang mengatakan

bahwa sebagian besar tikus rumah merupakan inang utama Xenopsylla

Cheopis. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa semakin tinggi kepadatan

tikus maka semakin tinggi pula indeks pinjal sebab pinjal senantiasa

membutuhkan tikus untuk melangsungkan hidupnya.

Hasil peneitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan

Widjaja (2016) yang menyatakan bahwa Kepadatan Pinjal tidak ditentukan

oleh letak geografis (datran tinggi/rendah) melainkan lebih ditentukan oleh

kepadatan Inangnya.

4. Potensi Penularan Penyakit Berbasis Tikus dan Pinjal

Potensi penularan penyakit adalah kemampuan suatu unsur

penyebab penyakit untuk dapat mencapai manusia sebagai pejamu (Marzuki,

2014). Suatu penyakit menular dikatakan mempunyai potensi untuk menular

jika terdapat salah satu faktor penting yaitu faktor penyebab (agent), sumber
73

penularan dan cara penularan khusus (mode of transmission). Cara penularan

khusus (mode of transmission) adalah suatu mekanisme dimana agent atau

penyebab penyakit tersebut ditularkan dari orang ke orang lain, atau dari

reservoir kepada induk semang baru. Penularan ini melalui berbagai cara

yaitu melalui kontak langsung, udara, makanan atau minuman serta mealui

vektor.

Penyakit zoonotik bersumber mamalia kecil liar yang terdiri dari

rodensia (tikus dan mencit) dan insektivora (celurut) seperti Infeksi

Hantavirus (demam berdarah dengan sindrom renal), scrub typus, Pes,

Leptospirosis atau penyakit lain yang dapat ditularkan langsung melalui

kontak/gigitan rodensia maupun melalui berbagai jenis ektoparasit vektor

seperti kutu, pinjal, caplak dan tungau masih sangat sedikit mendapat

perhatian dan dilaporkan di Indonesia. Penyakit tersebut dapat digolongkan

emerging disease yang penting dan perlu untuk lebih diperhatikan dengan

meningkatnya populasi global, frekuensi perjalanan dan mudahnya

transportasi domestik dan mancanegara.

International Health Regulation (IHR) 1969 revisi 2005

menyatakan bahwa indeks pinjal dan kepadatan tikus pada area pelabuhan

udara dan peabuhan laut, baik buffer maupun perimeter area harus 0 (nol).

Berdasarkan hasil penelitian ini kepadatan tikus dan indeks pinjal di

Pelabuhan Laut Tenau Kupang adalah tergolong tinggi sehingga Pelabuhan

Laaut Tenau Kupang termasuk daerah reseptif atau daerah berpotensi karena

telah memenuhi salah satu syarat potensi terjadinya potensi penularan


74

penyakit yaitu tersedia Host dan environment namun Agent belum ada.

masing-masing spesies tikus yang ditemukan di lokasi penelitian merupakan

Host dari beberapa penyakit zoonotis bersumber tikus yang pernah

dilaporkan di Indonesia, diantaranya Infeksi Hantavirus, Scrub thypus,

murine thypus, Pes, Leptosperosis dan salmonellosis.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dharma (2012) di Pelabuhan Laut Tenau Kupang tentang Survei

Kepadatan Tikus dan Pinjal di Pelabuhan Laut Tenau Kupang yang

menyatakan bahwa Pelabuhan laut Tenau Kupang termasuk dalam wilayah

yang berpotensi dalam penularan penyakit yang bersumber tikus.

Ristiyanto (2004) menghimpun 6 (enam) jenis penyakit zoonotis

bersumber rodensia yang pernah dilaporkan di Indonesia diantaranya Infeksi

Hantavirus yang menyebabkan Haemoragic fever with renal syndrom

(HFRS) , Scrub typhus, murine typhus, Pes, Leptospirosis, Salmonellosis.

Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini :

a. Infeksi Hantavirus

Infeksi Hantavirus yang menyebabkan Haemoragic fever with

renal syndrom (HFRS) sebagai new emergging disease di Indonesia aecara

serologis telah ditemukan pada berbagai spesies tikus di 6 (enam)

Pelabuhan Laut dan 2 (dua) daerah pedalaman di Indonesia. virus ini telah

terbukti bersirkulasi pada Rattus Novergicus dan Rattus diardii. Secara

genetik strain baru Virus Hantaan asal Indonesia (Jakarta) yang didapat
75

dari jaringan paru-paru Rattus Novergicus dan Rattus diardii telah

ditemukan.

b. Scrub typhus

Scrub typhus tersebar luas terutama di daerah transmigrasi, perlu

survei tikus dan ektoparasitnya di daerah baru terutama bekas hutan dan

mengisolasi rickettsiae serta penelitian epidemiologi di daerah

transmigeasi. Secara serologis murine typhus ditemukan pada hewan dan

manusia. sera positif scrub typhus positif pada hewan ditemukan pada

Rattus Exulans, Rattus Novergicus Rattus rattus dan Rattus timomatticus

(ibrahim et.al., 1999)

c. Murine typhus

Secara serologis murine typhus dan SFG rickettsiae ditemukan

pada rodensia dan manusia di Indoneisa dan merupakan penyakit di daerah

perkotaan. Murine thypus dilaporkan secara serologis pada rodensia yang

tertangkap di daerah sekitar pelabuhan laut di Jakarta dan daerah

Pegunungan Boyolali dengan Prevalensi 14,7%. Antibodi murine typhus

ditemukan pada Rattus Novergicus dan Rattus rattus. Prevalensi pada

Rattus Novergicus adalah yang teringgi 38,0% (Ima Nurisa et.al., 2002).

d. Pes

Pes merupakan penyakit bersumber tikus yang mendapat

perhatian utama daripemerintah Departemen R.I. Penyebaran pes melalui

pelabuhan makaperlu surveilans tikus dan pinjal di pelabuhan oleh

petugas, pemerintah dan masyarakat. Siklus penularan pes terjadi antara


76

tikus-pinjal-tikus ; manusia hanya sebagai inang kebetulan (accidental

host/dead end). Penelitian dinamika penularan pes di Jawa Tengah yang

pernah dilakukan menunjukkan bahwa penyebab pes adalah Yersenia

Pestis yang berkembang baik/terpelihara dala tikus rumah, Rattus diardii

dan Rattus Exulans sebagai inang reservoir di Boyolali, Jawa Tengah.

Vektor yang terlibat dalam penularan pes adalah pinjal Xenopsylla

Cheopis.

e. Leptospirosis

Leptospira disebabkan oleh bakteri dari genus leptospira, family

leptospiraceae. Reservoir dari patogen ini adalah manusia dan hewan. Di

indonesia, kasus leptospirosis pertama kali ditemukan di Sumatera pada

1971 (Fresh dkk, 1977). Penyakit ini diketahui menyebar pada tikus

komensal. Pada awal tahun 2002 terjadi banjir besar di jakarta yang diikuti

dengan wabah leprospirosis pada manusia. Hasil pemeriksaan sebanyak

142 ekor tikus yang ditangkap setelah kejadia luar biasa tersebut terdiri

dari Rattus Novergicus, Rattus diardii, Rattus Exulans dan suncus murinus

memperlihatkan 54,9% serologis positif terhadap leptospirosis.

f. Salmonellosis

Salmonellosis disebabkan oleh bakteri genus Salmonella.

Salmonella typhi menyebabkan demam tipes. Penularan pada manusia

melalui makanan yang tercemar urin/feses tikus. Salmonellosis tersebar

secara luas di alam.

g. Schistosomiasis
77

Schistomiasis disebabkan oleh trematoda Schistosoma

japonicum. Pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1937. Siklus

penularan penyakit ini melalui mamalia (tikus/manusia)-siput-mamalia

(tikus/manusia). Penelitian Schistosomiasis Telah lengkap. Ada

kemungkinan terjadi hibridisasi Schistosoma japonicum dan Schistosoma

incognitum. Beberapa tikus yang berhubungan dengan penuran penyakit

ini adalah Rattus exulans, Rattus marmosurus, Rattus hoffmani, Rattus

chysocomus rallus, Rattus celebensis (Carney dkk, 1974).

5. Hambatan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hambatan yang dialami

peneliti terkait proses penangkapan tikus di Pelabuhan Laut Tenau Kupang.

Hambatan-hambatan dalam penelitian ini sangat berpengaruh terhadap

jumlah tikus yang diperoleh peneliti selama periode pemasangan perangkap

5 (lima) hari berturut-turut. Beberapa hambatan tersebut diantaranya :

a) Lokasi Pelabuhan Laut Tenau Kupang yang padat akan segala

aktifitas menyebabkan beberapa perangkap tikus (life trap) yang

telah diletakkan pada posisinya bergeser ataupun dipindahkan oleh

petugas pelabuhan serta para pemilik lapak dagangan yang berada di

sekitar Pelabuhan. Bergeser dan berpindahnya perangkap

menyebabkan perangkap tikus (life trap) tidak lagi berada pada jalur

tikus ketika sedang keluar mencari makan.

b) Perangkap yang sudah pernah dimasuki oleh tikus pada hari pertama

tidak lagi dimasuki tikus di hari berikutnya. Hal ini dikarenakan pada
78

saat tikus terjebak dalam perangkap (life trap) dan dalam keadaan

stress ataupun tertekan, tikus akan mengekskresikan Feromon untuk

mengisyaratkan bahaya kepada tikus lainnya. Feromon merupakan

sejenis zat kimia yang dieksresikan tikus sebagai isyarat kimiawi

dan saat dikeskresikan dapat dicium oleh tikus lain.

c) Jenis Perangkap tikus hidup (life trap) sangat peka terhadap sentuhan

sehingga jika terkena sedikit sentuhan maka mulut perangkap secara

otomatis tertutup. Beberapa perangkap saat diperiksa kembali pada

keesokan harinya dalam keadaan tertutup tanpa terisi tikus

didalamnya. Hal ini dikarenakan perangkap tersebut dipindahkan

oleh pemilik rumah ataupun pemilik kios di sekitar pelabuhan

dengan alasan takut prangkapnya hiang atau dicuri orang.

d) Dalam proses penangkapan tikus hanya digunakan 2 (dua) jenis

umpan yaitu ikan kering dan roti sehingga kurang efektif. Dalam

proses penangkapan tikus, umpan harus diganti setiap hari. Beberapa

umpan lainnya yang efektif bila digunakan yaitu kelapa bakar dan

kacang.
79

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Spesies tikus yang ditemukan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang

sebanyak 9 (sembilan) spesies yaitu Rattus diardii, Rattus Novergicus,

rattus Exulans, Mus musculus, Rattus Alexandrinus, Rattus rattus,

rattus Novergicus, Bandicota Indica, Bandicota Banglensis, dan spesies

pinjal yang ditemukan sebanyak 2 (dua) spesies Xenopsylla Cheopis

dan Pullex iritans.

2. Kepadatan tikus di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018 yaitu

7,6% dan indeks pinjal di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahn 2018

yaitu 0,184.

3. Tidak ada hubungan antara Kepadatan tikus dan pinjal di Pelabuhan

Laut Tenau Kupang (ρ value = 1,000). Dengan keeratan hubungan

negatif lemah Approx.sig = 0,361 (ρ value > 0,05 ).

4. Berdasarkan standar indeks pinjal dan angka Kepadatan tikus menurut

International Health Regulation 1965 revisi 2005 maka Pelabuhan Laut

Tenau Kupang termasuk dalam wilayah berpotensi dalam penularan


80

penyakit bersumber tikus dan pinjal kepada manusia, diantaranya

Infeksi Hantavirus (Haemoragic fever with syndrom renal), scrub

typhus, murine typhus, spottted fever group rickettsiae (SFG

rickettsiae), pes, leptospirosis, salmonellosis dan schistosomiasi,

B. Saran
79
75
1. Bagi kantor Kesehatan Pelabuhan agar dapat melakukan survey

kepadatan tikus dan Pinjal secara rutin sehingga diperoleh data yang

akurat sebagai acuan dalam menentukan sistem kewaspadaan dini

terhadap potensi penularan penyakit bersumber tkus dan pinjal di

Pelabuhan.

2. Bagi Pelindo III sebagai pengelola pelabuhan yang memegang peran

kunci guna menjamin keberlangsungan dan kelancaran angkutan laut

untuk dapat bekerja sama dengan Pihak KKP Kelas III Kupang dan lintas

sektor lain dalam menekan kepadatan tikus dan pinjal dengan melakukan

sosialisasi terkait penyakit bersumber tikus dan pinjal untuk

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pegawai.

3. Bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dengan cara menjaga

kebersihan lingkungan pelabuhan agar tidak menjadi sarang tikus yang

dapat menimbulkan kerugian dalam bidang kesehatan dan ekonomi

masyarakat.
81

4. Bagi peneliti lain agar dapat mempertimbangkan variabel lain untuk

melakukan penelitian tentang tikus dan pinjal seperti mengkaji dan

mengkonfirmasi kandungan endoparasit pada Pinjal tikus.


82

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1999. Bahan Pelatihan Entomologi Stasiun Penelitian Vektor


Penyakit Salatiga

__________. 2015. Pedoman Pengendalian Tikus dan Mencit.Jakarta; Ditjen PP


dan PL

__________. 2008. Pedoman Penanggulangan Pes di Indonesia. Jakarta: Subdit


Zoonosis Ditjen PP & PL

__________.2009. Standar Operasional Prosedur Nasional Kegiatan Kantor


Kesehatan Pelabuhan di Pintu Masuk Negara. Jakarta: Ditjen
PP & PL

Anne Ahira. 2007. Mengenal jenis-jenis Tikus sebagai hewan percobaan.


Bandung .http://www.anneahira.com/tikus.htm, (12 september 2017
pukul 20.00)

Carney, W.P., Purnomo, M. Soedomo, P.F.D. Van peneenand J.S . Saroso. 1974.
Mammalian schistosomiasis in Indonesia. Proc. Third International
Congress of parasitology., Munich.

Dharma, Bernadinus. 2012. Survey Kepadatan Tikus Dan Pinjal Serta Potensi
Penularan Penyakit Di Pelabuhan Laut Tanjung Lontar Tenau Kupang.
Skripsi ; universitas Nusa Cendana

Hastono S.P., 2006. Statistik Kesehatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.


In Indonesia. Vector Borne Zoonotic Dis.

Kahar, Fatmawati. 2012. Perbedaan Jenis Umpan Terhadap Jumlah Tikus


Terperangkap di Pelabuhan Laut Tenau. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik
Kesehatan Kupang.

Krasnov BR, Shenbrot GI, Khokhlova IS, Poulin R. Relationships between


parasite abundance and the taxonomic distance among a parasite’s host
species: An example with fleas parasitic on small mammals. Int J
Parasitol.

Listriyani I. 2006. SurveiKepadatan Tikus di Pasar Peterongan dan Pasar


Wonodri. Skripsi. Semarang: Universitas Muhammadiyah

Mayasari, A. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Rumah Warga dengan Jumlah


Tikus dan Kepadatan Pinjal di Desa Selo Boyolali. Fakultas
83

Kesehatan Masyarakat. Skripsi. Surakarta: Universitas


Muhammadiyah

Mulyono, Arief. 2016. Rickettsia pada Pinjal Tikus (Xenopsylla Cheopis) di


Daerah Pelabuhan Semarang, Kupang dan Maumere. Diambil dari
https://www.researchgate.net/publication/312250379 (25 september
2017

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehata. Jakarta: Rineka Cipta

Priyambodo S. 2006. Tikus dalam Hama Pemukiman Indonesia, Pengenalan


Biologi dan Pengendalian Hama Pemukiman. Sigit SH, (ed.) Bogor:
Fakultas Kedoktera Hewan Institut Pertanian Bogor

Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus. Jakarta: Penebar Swadaya

Priyotomo. 2015. Studi kepadatan tikus tikus dan ektoparasit di daerah buffer dan
perimeter Pelabuhan Laut Cilacap. Universitas Diponegoro. Vol 3 No 2
(ISSN: 2356-3346). http/ejournal-s1. Undip.ac.id.

Raharjo, Jarohman. 2012. Studi Kepadatan Tikus dan Ektoparasit (Fleas) Pada
Daerah Fokus dan Bekas Pes. Prosiding Seminar Kesehatan Nasional;

Ristiyanto, Farida DH. 2005. Rodentologi Kesehatan. Salatiga : Balai Besar


Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit

Ristiyanto, Ima Nurisa. 2004. Penyakit bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) di
Indonesia. Jurnal ekologi kesehatan Vol 4 No 3 (ISS :2354-8754)
https://www.ejournal.litbang.depkes.go.id

Ristiyanto, T.R. Hadi, dan Hermanus Man. 1994. Survey tikus dan Ektoparasit
serta peranannya dalam penularan penyakit virus Hantaan di
Pelabuhan Maumere, Flores. Maj Parasitol. Ind. 7(2):45-52

S Dasi, Arfah. 2016. Faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Tikus di Pasar Oeba
Kota Kupang. Fakultas kesehatan Masyarakat. Skripsi. Kupang :
Universitas Nusa Cendana

Santoso, L. 2009. Pengantar Rodentologi Kesehatan Masyrakat. Semarang:


Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Kesehatan
Masyarakat UNDIP

Schmid, B.V., U Buntgen, W.R. Easterday, C. Ginzler, L. Walloe, B. Bramanti &


N.C. Stenseth, 2015. Climate-driven introduction of the black
death and successive plague reintroduction into Europe. PNAS
112(10):3020-3025.
84

Sigit, Harsoyo Singgih dkk. 2006. Pengendalian Hama Pemukiman Indonesia.


Bogor: IPB Fakulitas Kedokteran Hewan

Syamruth, Y. 2009. Buku Ajar Biostatistika Inferensial(Aplikasi Dalam Ilmu-Ilmu


Kesehatan). Kupang: Undana Press.

Triyono. 2016. Keberhasilan Penangkapan Tikus dan Identifikasi Pinjal Sebagai


Sistem Kewaspadaan Dini Terhadap Potensi Penularan Penyakit Pes di
Pelabuhan Banten. Tesis. Pascasarjana Universitas Gajah Mada
Yogayakarta

Van der Mescht L, le Roux PC, Matthee CA, Raath MJ, Matthee S. The influence
of life history characteristics on flea (Siphonaptera) species distribution
models. Parasit Vectors

Widjaja S, Williams M, Winoto I, et al. Geographical assessment of rickettsiosis


85

Lampiran

LAMPIRAN
86
87

Lampiran 4
DOKUMENTASI

Survey tanda-tanda kehidupan tikus Penomoran lokasi tanda kehidupan tikus

Persiapan dan pemberian umpan perangkap Pemasangan perangkap hidup (Life trap)

Pemasangan perangkap bersama petugas pengambilan perangkap yang berisikan


tikus
8788

Lampiran 5
HASIL PENGUKURAN

1. Hasil Identifikasi Jenis Kelamin Tikus yang Tertangkap Berdasarkan


Area Penagkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018

Lokasi Jenis kelamin Jumlah %


Area Perimeter Jantan 4 28,6
Betina 10 71,4
Jumlah 14 100
Area Buffer Jantan 7 29,1
Betina 17 70,7
Jumlah 24 100
Total 38 100

2. Keragaman Ektoparasit pada Tikus dan Celurut yang tertangkap


Berdasarkan Area Penangkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang
Tahun 2018

Keragaman Ektoparasit %
Spesies tikus total
ΣP % ΣK % ΣC % ΣT %

Area Perimeter
Rattus Diardi 1 14,2 3 25 0 0 2 15,3 6 12,0
Rattus exulans 1 14,2 0 0 1 7,6 4 40,7 6 12,0
Mus musculus 1 14,2 0 0 1 7,6 0 0 6 12,0
Rattus 1 14,2 1 8,3 3 23,0 2 15,3 7 14,0
Frugivorus
Bandicota 0 0 2 16,6 1 7,1 0 0 3 6,0
Indica
Bandicota 0 0 2 16,6 2 15,3 2 15,3 6 12,0
bangalensis
Rattus 1 14,2 0 0 3 23,0 2 15,3 6 12,0
alexandrinus
Celurut 2 28,0 4 33,3 3 23,0 1 7,6 10 20,0
Jumlah 7 100 12 100 14 100 13 100 50 100
Area Buffer
88
89

Rattus Diardi 0 0 2 20,0 1 10,0 3 25,0 6 17,6


Rattus exulans 0 0 1 10,0 3 30,0 3 25,0 7 20,5
Rattus 0 0 1 10,0 1 10,0 3 25,0 5 14,7
Novergicus
Mus musculus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bandicota 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
indica
Rattus rattus 1 50,0 3 30,0 2 20,0 0 0 6 176
Rattus 1 50,0 1 10,0 3 30,0 2 20,0 7 20,5
Alexandrinus
Celurut) 0 0 2 20,0 0 0 1 10,0 3 8,8
Jumlah 2 100 10 100 10 100 12 100 34 100
Total 9 100 22 100 24 100 25 100 84 100
Keterangan : P: Pinjal K : Kutu C : Caplak T : Tungau

3. Hasil Perhitungan Kepadatan Tikus Per Hari Berdasarkan Waktu


Penangkapan di Pelabuhan Laut Tenau Kupang Tahun 2018
Hari Σ Perangkap Σ Tikus Kepadatan Tikus Kategori
Yang Dipasang Tertangkap (%)

I 100 13 13
II 100 8 8
Tinggi
III 100 7 7
IV 100 5 5
V 100 5 5

ΣTikus tertangkap
Kepadatan tikus hari ke- I Kepadatan Tikus= x 100 %
jumlah perangkap x hari

13
¿ x 100 % = 13 %
100 x 1

Kepadatan tikus hari ke- II

8
x 100 % = 8 %
100 x 1

Kepadatan tikus hari ke- III

7
x 100 % = 7%
100 x 1
89

90

Kepadatan tikus hari ke- IV

5
x 100 % = 5%
100 x 1

Kepadatan tikus hari ke- IV

5
x 100 % = 5 %
100 x 1

4. Indeks Pinjal Per Hari Berdasarkan Jumlah Tikus Yang disisir Per
Hari Selama Penangkapan Tikus di Pelabuhan Laut Tenau Kupang
Tahun 2018

Hari Jumlah Tikus yang Jumlah Pinjal Indeks Kategori


Disisir yang Didapat Pinjal
I 13 3 0,23 Tinggi
II 8 1 0,125 Tinggi
III 7 2 0,28 Tinggi
IV 5 1 0,2 Tinggi
V 5 0 0 Rendah
Total 38 7 0,184 Tinggi

Indeks Pinjal hari ke- I


pinjal yang diperoleh 3
Indeks Pinjal= = ¿ = 0,23
jumlah tikus yang disisr 13
Indeks Pinjal hari ke- II
1
=0,125
8
Indeks Pinjal hari ke- III
2
=0,28
7
Indeks Pinjal hari ke- IV
1
=0,2
5
90

Indeks Pinjal hari ke- IV


0
=0
5
86
84

Lampiran 1

KEMENTRIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDRAL PCEGAHAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS IIIKUPANG
Alamat : Jalan Adisucipto-Penfui-Kupang-NTT Telp: (0380) 881021 Email :kkp.Kupang@yahoo.Com

INSTRUMEN PENGAMATAN INFESTASI TIKUS


Wilker :
Tanggal : Lokasi : Perimeter/ Buffer
No Kode Lokasi Tanda-Tanda Kehidupan Tikus Keterangan

Dropping Run ways Track Gnawing Burrows Rat Lain-lain


Life/dead

Ect : Voice/urine

Mengetahui,
Pejabat KKP Kelas III Kupang Entomolog/SaniterWilayah kerja
87
85

Lampiran 2

KEMENTRIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDRAL PCEGAHAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS IIIKUPANG
Alamat : Jalan Adisucipto-Penfui-Kupang-NTT Telp: (0380) 881021 Email :kkp.Kupang@yahoo.Com
FORM HASIL PEMASANGAN PERANGKAP TIKUS
Wilayah kerja : Jumlah Hari Pemasangan : 1/ 2 /3 /4 /5
Tanggal kegiatan : Jumlah perangkap :

No Sex Pengukuran Panjang (mm) Berat Jenis Ektoparasit


(G) Tikus
Badan Ekor Telapak Lebar Testis Jumlah Pinjal Mite Fick Chigger
Kaki Telinga Pasang
(P) (K) (C) (T)
Susu

Mengetahui, Koordinator wilayah kerja Entomolog/Kolektor


Pejabat KKP Kelas III Kupang
88
86

Lampiran 3
KUNCI IDENTIFIKASI TIKUS

JENIS WARNA WARNA DADA &


NO WARNA EKOR H +B TAIL HIND FOOT EARS MAME HABITAT
TIKUS PUNGGUNG PERUT
1 Rattus Sawomatang Abu –abu Bagian atas gelap 140-240 mm 80 – 115 % 32 – 45 mm 20 - 23 mm 3+3=12 Got, daerah perkotaan dan
norvegicus bagian bawah pucat pelabuhan
2 Rattusrattus Sawomatang Sawomatang keabu – Semuagelap 125-205 mm 90 – 20 % 31-39 mm 18 - 29 mm 2+3=10 Rumah dan gudang
abuan
3 Rattusexulea Sawomatang keabuan Abu –abu Semuagelap 90-135 mm 90 - 110 % 20 – 25 mm 14 - 17 mm 2+2=8 Ladang .kebun
ns
4 Musmusculu Sawomatangkeabu – Sawomatang keabu – Seluruhnya atau 60-90 mm 90 - 120 % 14 – 17 mm 11 – 12 mm 3+2=10 Rumah dan gudang
s abuan, bululembut abuan setengahnya telanjang
5 R. r. diardil Sawomatng keabu – Sawomatang abu – abu Semuanya gelap 125 -205 mm 90 -120 % 31 – 39 mm 18 – 29 mm 2+3=10 Rumah dan gudang
abuan sampai atau abu – abu
kehitaman
6 R.r.alesandri Coklat Putih keabu –abuan Semuanya gelap 125 -205 mm 90 – 120 % 31 – 39 mm 18 – 29 mm 2+3=10 Rumah
anus
7 R.r.frugivoru Coklat Putih kekuningan Semuanya gelap 125 -205 mm 90 – 125 % 31 – 39 mm 18 – 29 mm 2+3=10 Pohon buah – buahan
s
8 Badicotaban Abu – abu gelap Abu – abugelap Semuanya gelap 175 - 200 mm 70 -95 % 28 – 42 mm 19 – 25 mm Variabel (12– Tebing – tebing dekat
glensis /sawomatang abu – 20) sawah
abu, bulu kasar
dengan bristies
(bulukeras)

9 Bandicotaind Abu – abugelap Abu – abugelap Semuanya gelap 200 -300 mm 80 -105 % 42 – 52 mm 48 – 58 mm 3+3=12 Tebing – tebing dekat
ica /sawomatang abu – sawah
abu, bulu kasar
dengan banyak
bristies (bulukeras)
89

10 Rattusargenti Coklat muda Kecoklatan Semuanya gelap ± 234 mm ± 180 % ± 36 mm ± 20 mm 3+3=12 Di sawah
venter
90
91

Lampiran 6
Hasil Uji Coefisen Contingency

kepadatan tikus * indeks pinjal Crosstabulation

Count

indeks pinjal

tinggi Rendah Total

kepadatan tikus tinggi 0 0 0

rendah 0 5 5

Total 0 0 0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .139a 1 .709

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .138 1 .710

Fisher's Exact Test 1.000 .700

Linear-by-Linear Association .111 1 .739

N of Valid Casesb 5

a. 4 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .378 .361

N of Valid Cases 5
91
92

Lampiran 7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Dian Samsara BM


Tempat, Tanggal Lahir : Kalabahi, 17 Sepember 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nama Orang Tua
1. Ayah : Wahab Ahmad BM
2. Ibu : Ratnawati Bunga Lolong
Anak ke- : Satu (1) dari dua (2) bersaudara
Riwayat Pendidikan
1. SD Islam Cokroaminoto 1 Kalabahi : Tahun 2001-2007
2. SMP Negeri 1 Kalabahi : Tahun 2007 - 2010
3. SMA Negeri 1 Kalabahi : Tahun 20010 - 2013
4. FKM Undana : Tahun 2014 – 2018

Riwayat Organisasi
1. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat IPPERTATEK
2. Anggota Forum Silaturahim Mahasiswa Islam Asy-Syifa FKM Undana

Anda mungkin juga menyukai