BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masuk ke Indonesia pada tahun 1911 melalui pelabuhan dan alat transportasi laut
terbawa oleh kapal – kapal pengangkut beras dari Rangoon, Myanmar masuk
melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya (Simanjuntak, 2002). Pes juga masuk
melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang tahun 1916 dan menyebar ke daerah
ke pegunungan. Tahun 1923 pes diduga masuk Pelabuhan Cirebon dan tahun 1927
pada tahun 1916, di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Jawa Tengah tahun
1970, dan pada 1987 di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan Jawa Timur
Luar Biasa terjadi lagi pada daerah yang sama pada tahun 1997 dengan jumlah
2
penderita 5 orang tanpa ada kematian (Depkes RI, 1999), dan pada tahun 1998
kejadian luar biasa pes, kasus pes cenderung terjadi pada kurun waktu 10 tahunan.
Sejak pes masuk ke Indonesia melalui pelabuhan sampai terjadi KLB tahun 1997
Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari tahun 2004 sampai
2009 terdapat kasus pes sebanyak 12.503 kasus dengan kematian 843 orang, data
ini dilaporkan dari 16 Negara di Afrika, Asia dan Amerika dengan CFR 6,7%.
Dari benua Afika terdapat 8 Negara yang melaporkan kasus pes, total kasus
sebanyak 12.209 kasus dengan kematian 814 orang, di Asia total kasus 149 kasus
dengan kematian 23 orang dan di Amerika terdapat 145 kasus dengan kematian 6
orang (WHO, 2010). Menurut WHO (2014) dilaporkan bahwa pada tanggal 21
sebanyak 80 kasus dengan kematian 40 orang, dengan kasus pes pulmo sebanyak
2%.
Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk bagi penularan pes
termasuk pelabuhan Banten. Saat ini, terjadi peningkatan arus transportasi saat ini
maka upaya – upaya pengamatan bukan saja dilaksanakan di daerah fokus dan
bekas daerah pes tetapi pengamatan harus tetap dilaksanakan dan ditingkatkan di
daerah pelabuhan guna mencegah penularan pes dan menangkal masuknya pes
Menurut IHR 2005 pasal 22 menyatakan bahwa fasilitas umum pada pintu
masuk (pelabuhan) dalam kondisi bersih dan bebas dari sumber infeksi atau
3
bertanggung jawab terhadap peti kemas, alat angkut, barang dan orang dijamin
tikus rodent sebagai inang pes host plague, dengan meningkatnya kepadatan tikus
rodent maka kepadatan pinjal sebagai vektor juga akan meningkat secara dratis,
hal ini dapat menfasilitasi terjadinya penularan pes plague pada populasi hewan
dalam struktur umur, fase perkembangan atau komposisi genetik dari individu –
2013).
Menurut Brooks dan Rowe (1987) kondisi lingkungan yang kurang terjaga
kebersihannya merupakan tempat yang sesuai bagi kehidupan tikus. Selain itu
penularan pes dari satu wilayah ke wilayah lain. Pelabuhan laut merupakan pintu
hewan dan barang yang berpotensi sebagai faktor risiko transmisi pes (Simanjutak,
2006).
penting dalam sistem kewaspadaan dini (SKD) dan pengendalian vektor merupakan
kondisi lingkungan pelabuhan, rat fall (tikus mati tanpa sebab yang jelas),
pemantauan kepadatan tikus dan pinjal, serta pemantauan tersangka pes (plaque
rantai penularan yaitu menekan populasi tikus dan pinjal sebagai vektor pes (Depkes,
Dalam rangka mengetahui secara dini adanya potensi penularan pes dari tikus
rodent ke hewan lain serta pada manusia perlu adanya siystem kewaspadaan dini
(SKD). Ada beberapa variabel penting dalam mendiagnosa terjadinya penularan pes
di suatu wilayah antara lain: adanya musim paceklik atau panen raya, terganggunya
habitat tikus seperti banjir, kebakaran hutan dan bencana alam lainnya, ditemukan
5
tikus mati tanpa sebab, hasil penangkapan tikus di dalam lebih besar daripada di luar,
Indeks pinjal umum (IPU) ≥ 2 dan indeks pinjal khusus (IPK) ≥ 1 serta tikus
Menurut Ristiyanto et. all (2004) dalam penelitiannya di daerah endemis pes
di kecamatan Selo dan Cepogo Boyolali didapatkan hasil jenis tikus yang
tertangkap yaitu tikus rumah (Rattus – rattus tanezumi) sebanyak 27 ekor jantan dan
40 ekor betina dengan trap success (0,062 ekor/perangkap) serta pinjal Xenopsylla
cheopis yang didapat sebanyak 58 ekor. Sedangkan jenis tikus kebun (Rattus
exulans) tikus yang tertangkap 29 ekor jantan dan 25 ekor betina dengan ( 0,113
ekor/perangkap) serta pinjal Xenopsylla cheopis yang didapat sebanyak 11 ekor. Hal
ini didukung dengan penelitian Raharjo dan Ramadhani (2012), di daerah fokus pes
dan bekas fokus pes, didapatkan trap success di Boyolali 5,3%, Sleman 10,6%,
baik internasional (antar negara) maupun nasional (antar pulau). Menurut data yang
diperoleh dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Banten selama tahun 2012-
2014, kapal yang datang dari luar negeri sebanyak 4.357 kapal dan kapal yang
datang dari daerah terjangkit sebanyak 287 kapal (6,6%). Seperti kapal-kapal yang
datang dari Afrika, Amerika dan Asia yang merupakan wilayah endemik pes,
Menurut data KKP Kelas II Banten Tahun 2014 bahwa telah dilakukan
6
surveilans terhadap tikus dan pinjal di wilayah perimeter pelabuhan Merak Banten
diperoleh data tahun 2010 trap success 0,06, indeks pinjal 0,84, tahun 2011
trap success 0,04, indeks pinjal 0,47 tahun 2012 trap success 0,03, indeks pinjal
0,75 dan tahun 2013 trap success 0,03, indeks pinjal 0,34. Dan untuk wilayah buffer
tikus dan indeks pinjal sebagai sistem kewaspadaan dini terhadap potensi penularan
B. Perumusan Masalah
yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri, yang melayani Bongkar muat
tikus dan pinjal sebagai Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap potensi
penangkapan tikus dan indeks pinjal sebagai sistem kewaspadaan dini pes.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum
penularan pes dengan indikator keberhasilan penangkapan tikus dan indeks pinjal
Tujuan khusus
7
Pelabuhan
Banten.
D. Keaslian Penelitian
yaitu melihat jenis tikus dan ektoparasit sedangkan perbedaannya penelitian ini
lebih fokus pada kepadatan tikus dan indeks pinjal yang dilakukan di pelabuhan.
timur. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama – sama meneliti kepadatan
tikus rumah Rattus tanezzumi Temminch dan tikus kebun polinesia R. exulans
Peal 1848 di daerah eEnzootik pPes di lereng Ggunung Mmerapi Jawa Tengah.
sedangkan perbedaannya penelitian ini hanya melibatkan dua jenis tikus dan
habitatnya berbeda.
8
pes. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama – sama meneliti tentang
inisaya adalah membedakan kepadatan tikus dan indeks pinjal antara wilayah
E. Manfaat Penelitian
pelabuhan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
2. Gejala pes
Pes bersifat akut dengan tanda-tanda klinis demam tinggi, tubuh dingin,
menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat,
dan leher (bubo sebesar buah duku, bentuk oval, lunak dan nyeri) maka disebut
pes bubo, dan pada pes pneumonik dengan gejala klinis batuk hebat, berbuih,
air liur berdarah, susah bernafas dan sesak nafas. Masa inkubasi pes bubo 2- 6
hari, sedangkan masa inkubasi pes pneumonik 2-4 hari (Tikhromirov, 1999).
Manusia bisa terinfeksi melalui gigitan pinjal atau kontak dengan hewan
yang terinfeksi seperti tikus. Dalam 3-4 hari mulai sakit mendadak ditandai
10
dengan demam, malaise, lemah dan nyeri kepala. Demam sering tinggi (suhu >
410C) dan tidak tenang, organisme bergerak dari tempat permulaan inokulasi ke
limfonodi regional, menyebabkan kelenjar limfe sangat lunak dan sakit yang
disebut bubo. Limfonodi khas membesar, melekat dan sangat lunak. Tempat
yang paling sering adalah lipat paha, walaupun kelenjar aksila atau servikel
a. Pes bubo
Pes bubonik merupakan bentuk klasik, gejala berupa demam, sakit kepala,
sampai 6 hari setelah terinfeksi Y. pestis melalui gigitan pinjal atau luka
pada tipe bubonik ini. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah dan diare
sering terjadi. Lesi kulit jarang terjadi biasanya pada tempat yang kena
b. Pes septikemik
septikimia yang disebabkan oleh gram negatif lain. Gejala berupa demam,
c. Pes pneumonik
Pes pneumonik merupakan bentuk infeksi Y. Pestis yang jarang terjadi tetapi
mematikan. Penyakit ini menyebar melalui tetesan atau percikan ludah dari
dari demam mirip flu, hingga pneumonia yang ditandai dengan batuk dan
produksi sputum berdarah. Periode inkubasi pes pneumonik satu sampai tiga
lain dan pertumbuhan Y. pestis lebih lambat sehingga mudah ditutupi oleh
bakteri ini akan berkembangbiak dengan cepat pada hati dan limfa,
sebaliknya pada kondisi yang sama tidak terjadi pada bakteri kontaminan.
Pengamatan dilakukan 3-4 hari setelah inokulasi pada jaringan hati atau
limfa. Secara makroskopis hati dan limfa terlihat membesar dan kadang-
untuk menegakkan diagnosis pes karena adanya reaksi non spesifik, metode
yang masih digunakan adalah aglutinasi lateks, aglutinasi yang terdiri dari
darah merah kambing (Goat Red Blood Cells = GRBC) sebagai partikel
Goat Red Blood Cells = sGRBC) dengan sampel serum tikus sebagai hospes
perantara. Sel darah merah kambing sebagai partikel pembawa hanya dapat
6. Epidemiologi pes
a. Penyebaran pes
Menurut Tikhromirov (1999) daerah pes secara alami meliputi daerah tropis
dan sub tropis dan sebagian kecil kawasan yang lebih hangat pada kisaran
antara 550 LU dan 400 LS. Pertambahan yang luar biasa dari kehadiran suatu
penyakit dalam populasi hewan (Epizootik) ini terjadi selama musim panas
yang panjang, cuaca kering, lembab dan ketika suhu rata-rata harian > 30 0
13
negara berkembang dan negara maju. Pandemi pes pertama kali dikenal
sebagai Yustinian plague yang pada abad XIV hampir sepertiga populasi
Eropa meninggal. Pandemi terjadi di Asia, Afrika dan pada abad XX pes
periode tahun 1979 – 1995 kasus pes di Benua Afrika total kasus 9.120
(CFR = 6,57%) dan di Benua Asia termasuk Indonesia total kasus 4.707
bersifat gram negatif, ukuran 1,5-2 x 0,5-0,7 µm, bipolar dengan pewarnaan
optimum pada 280 C, pH yang optimum 7,2 – 7,6 tetapi dapat bertahan
hidup pada pH 5 – 9,6 (Perry dan Fetherston, 1997 dalam Novi Hendri
2009).
14
atau hospes selama infeksi atau peradangan (Carniel dan Hinnebusch, 2004
c. Vektor pes
Vektor pes adalah pinjal (flea) yang hidup sebagai ektoparasit pada tikus.
rambut inang, dapat meloncat dan berwarna coklat muda atau tua
pinjal sangat kecil, berbentuk oval, berukuran 0,4-0,5 mm, berwarna putih
Dalam siklus hidup pinjal dari telur sampai dewasa membutuhkan waktu 18
bahkan sampai 200 hari, pupa membutuhkan waktu 7 hari sampai 1 tahun
dan dewasa bisa bertahanan hidup lebih dari 4 tahun (Ristiyanto et.all,
2014).
Kelompok pinjal tikus yang berperan di bidang kesehatan adalah dari famili
Brasiliensis.
16
Kriteria yang sering digunakan untuk menentukan jenis pinjal meliputi jumlah
deret bulu pada abdomen bagian dorsal, ada atau tidak adanya mata, ada atau
tidaknya sisir genal dan pronotal, jumlah sisir genal atau pronotal, bentuk
antena, bentuk spermateka pada betina, bentuk terminalia pada jantan dan
untuk melihat ciri – ciri tersebut dengan jelas dalam identifikasi, pinjal perlu
Bandicota indica merupakan vektor untuk pes dan murine tifus. Hal ini
kontribusi bagi black death (Sekra et al., 2010). Infestasi pinjal bahkan
akhir 1960an. Hal ini disebabkan pinjal dapat menularkan bakteri Yersinia
pestis, penyebab pes, dari tikus ke manusia (Kadarsan et al., 1986). Siklus
Tungkai ke-3 berukuran lebih besar dan lebih panjang dari pada dua
Pinjal ini mempunyai sisir pronotal berjumlah 12, tanpa sisir genal, mata
sangat jelas dan bulu okuler banyak terdapat di depan mata. Pinjal ini
Jenis ini mempunyai dua sisir pronotal tanpa sisir genal dan mata sangat
jelas. Pinjal ini sangat dominan di daerah pegunungan Pulau Jawa, inang
utamanya tikus dada putih (R.attus niviventer) dan tikus pohon (R.attus
tiomanicus).
Cara penularan pes menurut Depkes RI (2008) dibagi menjadi 6 cara yaitu:
19
a. Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang – orang yang bila
digigit oleh pinjal tikus hutan infektif, ini dapat terjadi pada pekerja-
rekreasi/keamping di hutan.
b. Penularan pes ini dapat terjadi pada para pekerja yang berhubungan erat
penelitian di hutan, saat lukanya terkena darah atau organ tikus yang
kedalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), sub ordo Myomorpha, family
Muridae, dan sub family Murinae. Untuk lebih jelasnya, tikus dapat
Ekor Lebih pendek dari Lebih panjang dari Sama atau lebih
kepala & badan, kepala& badan,warna panjang sedikit dari
warna ekor tua merata, tidak kepala& badan, tak
bagian atas lebih
21
Telinga Relatif kecil, Besar, tegak, tipis dan Tegak, besar untuk
separoh tertutup tak berambut 25 – ukuran hewan
bulu,ukuran 28 mm tikus,ukuran
jarang lebih dari 15 mm/kurang
20-23 mm
sebagai berikut:
a. Masa bunting relatif singkat, sejak tikus kawin hingga melahirkan hanya
dengan rata – rata 6 ekor per kelahiran. Tikus sawah (R. argentiventer)
18 ekor.
e. Cepat menjadi dewasa, setelah berumur 2 – 3 bulan, anak tikus sudah siap
melakukan perkawinan.
f. Siap kawin sepanjang tahun, tikus jantan siap kawin setiap saat terutama di
daerah tropis. Di daerah beriklim sedang dan dingin , testis tikus masuk ke
rongga perut sehingga tidak dihasilkan sperma, sehingga tikus jantan tidak
subur. Pada suatu saat populasi tikus akan menurun apabila kondisi
penelitian dilaporkan bahwa angka kematian tikus rumah (R. tanezumi) per
bulan adalah 20% pada tikus jantan dan 17% pada tikus betina (Ristiyanto et
al., 2014).
Panjang ujung kepala sampai ekor 300 – 400 mm, panjang ekor 170 –
mamae 3 + 3 = 12. Warna rambut badan atas dan rambut bagian perut
cokelat hitam. Rambutnya agak jarang dan rambut dipangkal ekor kaku
Rumus mamae 2 + 3 = 10. Warna rambut badan atas cokelat tua dan
rambut badan bawah (perut) cokelat tua kelabu. Tikus ini banyak
10. Warna rambut badan atas cokelat kelabu, rambut bagian perut putih
rambut bagian perut putih. Ekor bagian atas berwarna cokelat dan
26
12. Warna rambut badan atas cokelat muda berbintik – bitnik putih,
rambut bagian perut putih atau cokelat pucat. Terdapat di sawah dan
Panjang ujung kepala sampai ekor kurang dari 175 mm, ekor 81 – 108
2 = 10. Warna rambut badan atas dan bawah cokelat kelabu. Terdapat di
(Linnaeus, 1758).
m. Hutan dengan vegetasi rapat, padang ilalang, hingga tanah berbatu yang
rawa – rawa, got, saluran air merupakan tempat yang tidak asing bagi
argentiviter, tikus got untuk R. norvegicus dan tikus belukar atau tikus
pasar, selokan dan lain – lain. Tikus menyukai tempat gelap dan kotor,
seperti di atap, sela – sela dinding, sisa - sisa bangunan (material), serta
hasil panen atau pakan ternak. Kedekatan hubungan antara tikus dengan
seperti pes. Contoh tikus domestic adalah tikus rumah (R. tanezumi)
rumah. Tikus jenis ini misalnya tikus lading (R. exulans) tikus got (R.
berhubangan dengan manusia. Jenis ini antara lain tikus dada putih (R.
dan silvatik. Begitu pula sebaliknya, bahkan jenis tikus silvatik dapat
al., 2014).
14. Ekologi Tikus
Tikus berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, baik lingkungan
disuatu habitat.
15. Lingkungan abiotik meliputi:
a. Suhu dan kelembaban
Tikus mempunyai kisaran suhu relatif terbatas, batas atas lebih bersifat
plague pada manusia (Schmid et al., 2015 ;& Ari et al., 2011 ).
kandungan uap air yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Jika
udara kekurangan uap air yang besar maka daya penguapannya juga
besar. Pinjal terinfeksi mampu hidup selama 50 hari pada suhu 100C –
150C dan bila suhu 270C hanya bertahan selama 23 hari, kemudian
b. Cahaya
Bagi mata tikus sinar yang tampak terletak di kisaran 1.200 – 2.500 Å.
c. Tanah
hasil dari iklim dan vegetasi, peta tipe – tipe tanah utama (zonal) dari
bumi menjadi gabungan dari iklim dan vegetasi. Apabila dilihat dari
d. Sarang
dalam rumah, misal mencit rumah (Mus musculus), sudut atau kotak
sudah cukup untuk ditimbun potongan kertas atau bahan pakaian yang
lubang pohon, tempat sampah dan sebagainya. Jenis tikus rumah (R.
e. Curah Hujan
kepadatan pinjal sebagai vektor pes juga akan meningkat secara dratis.
musim dingin tikus tidak aktif atau beristirahat sehingga pada awal
musim panas kepadatan pinjal (vector) juga tinggi, hal ini menyebabkan
prevalensi pes tinggi (Schmid et al., 2015 dan Kausrud et al., 2007).
atau tumbuhan tertentu sebagai habitat tikus rupanya sangat erat dengan
iklim mikro yang disebabkan oleh vegetasi serta rasa aman dari
gangguan predator.
b. Predator
33
adanya musuh alami (predator) seperti kucing, anjing dan ular, burung
2014).
c. Parasit dan Patogen
Selain dari predator, populasi tikus dapat menurun tajam karena parasit
dikenal sebagai ektoparasit dan cacing yang hidup di dalam tubuh tikus
tikus yaitu serangga (kutu dan pinjal) dan acarina (caplak, tungau dan
dapat membunuh anak tikus berumur 7 hari dalam waktu kurang dari 14
suatu individu parasit diuntungkan oleh interaksi yang terjadi dan individu
bahwa parasitisme hanya terjadi bila salah satu spesies bergantung dan
ditumpanginya.
meliputi habitat dan lingkungan tikus serta kesediaan makanan yang cukup
jenis parasit pada satu atau beberapa inang. Parasit ini mempunyai batasan
inang.
ektoparasit seperti kutu, pinjal, tungau, dan caplak. Tikus dapat terinfestasi
35
oleh ektoparasit karena adanya interaksi fisik inang; interaksi dapat berupa
kontak seksual, perkelahian atau karena hidup bersama dalam satu sarang
(Rivera et al., 2003 dalam Prawasti 2011). Brown et al. (1995) melaporkan
pada bagian tubuh tertentu seperti kepala dan punggung, pinjal ditemukan
reseptivitas ditentukan oleh adanya host (tikus) dan vektor (pinjal), iklim
pes secara tidak langsung melalui peningkatan populasi host dan vektor.
B. Landasan Teori
Pes merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis
Kejadian pes akan meningkat apabila terjadi peningkatan kontak dengan pinjal
yang infektif yang mengandung bakteri Yersinia pestis yang dapat menularkan
penyakit pes, risiko penularan dan kontak dengan pinjal sebagai vektor pes akan
lingkungan baik abiotik (suhu, kelembaban, curah hujan, tataguna lahan dan
dengan lingkungan dan tingginya arus perdagangan barang dan jasa. Transportasi
penyakit pes, karena penyakit pes bisa masuk ke pelabuhan – pelabuhan lewat
kapal – kapal yang merapat ke dermaga, baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri yang dapat membawa host, vektor yang terinfeksi bakteri
C. Kerangka Teoritis
Lingkungan Abiotik:
Suhu
Kelembaban
Curah hujan
pH
Cahaya
Tanah
Air Uji Bakteriologis Uji Serologis
Sarang
Bencana alam
Lingkungan Biotik:
Vegetasi/tumbuhan Kepadatan Tikus Potensi penularan Pes di
Predator Pelabuhan Banten
Indeks Pinjal
Parasit
Patogen
I
Jenis Tikus dan
Ektoparasit
Uji Bio Molekuler (PCR)
Jenis Habitat
Gambar 15. Kerangka teoritis
38
D. Kerangka Konsep
Lingkungan Abiotik:
Suhu
Kelembaban
Curah hujan
Lingkungan Biotik:
Vegetasi
Predator Kepadatan Tikus Potensi penularan pes di
Pelabuhan Banten
Indeks Pinjal
Jenis Habitat
Jenis tikus
Ektoparasit pinjal???
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian ini adalah penelitian terapan, hasil penelitiannya berupa informasi yang
akurat tentang spesies dan kepadatan tikus, ektoparasit (pinjal) serta faktor
B. Variabel Penelitian
Sebagai variabel bebas pada penelitian ini adalah habitat dan lingkungan
Populasi adalah semua tikus dan ektoparasit (pinjal) yang ada di sekitar
lokasi penangkapan tikus. Sampel adalah tikus dan ektoparasit (pinjal) yang
berhasil tertangkap dan ditemukan pada saat penelitian dengan besar sampel
(pinjal), spesies pinjal, indeks pinjal umum, indeks khusus pinjal serta
Besar sampel tikus dan pinjal mengacu pada jumlah minimum tikusrodensia
untuk mendapatkan indeks pinjal yang representatif (Schwan, 1984), yaitu 15 ekor
tikus per periode penangkapan (2-4 hari). Sampel tikus dan pinjal dipilih secara
D. Lokasi Penelitian
perumahan penduduk).
E. Waktu Penelitian
April 2016.
F. Definisi Operasional
dan ektoparasitnya seperti rumah, kantin, kantor, gudang, sawah, kebon dan
3. Predator adalah semua jenis hewan pemangsa tikus yang berada di lokasi
nominal (satuan:ekor)
impor, hal ini ditentukan oleh adanya vektor, iklim dan kondisi ekologis yang
Indeks Umum Pinjal (IUP) dan Indeks Khusus Pinjal (IKP) serta trap succes.
semua jenis yang tertangkap oleh perangkap tikus hidup dipasang dalam satu
periode (2-4 hari) dibagi jumlah perangkap yang dipasang dikalikan dengan
persen, skala data: ordinal (Sub. Dit. Zoonosis, 1999). Trap success > 7%
7. Indeks umum pinjal adalah jumlah seluruh pinjal yang dikumpulkan (tanpa
yang diperiksa, skala data: ordinal (Ristiyanto et al., 2014). Indeks umum
8. Indeks khusus pinjal adalah jumlah pinjal jenis A terkumpul dari inang jenis
jenis A dibagi dengan jumlah total inang jenis Y diperiksa dikalikan dengan
100, skala data: ordinal (Ristiyanto et al.,2014). Prevalensi ≥ 30% tinggi dan
12. Data meteorologi adalah suatu data tentang keadaan cuaca yang meliputi
13. Suhu udara adalah suhu minimum dan maksimum udara yang berada di
14. Kelembaban udara adalah kelembaban relatif pada lokasi penelitian yang
diukur pada saat penangkapan tikus dengan hygrometer, skala data: ratio
(satuan: %).
15. Curah hujan adalah besaran volume air yang turun ke permukaan bumi setiap
tikus dan pinjal dan tergantung pada jenis, derasnya dan jumlah hari hujan,
16. Alat transportasi laut adalah semua alat apung atau sarana apung yang berada
nominal.
17. Perimeter yaitu wilayah pelabuhan yang berjarak 100 meter dari dermaga
18. Buffer yaitu daerah pelabuhan yang merupakan penyangga pelabuhan yang
19. Pemukiman kumuh yaitu pemukiman dengan tingkat hunian dan kepadatan
yang sangat tinggi, bangunan tidak teratur, kualitas rumah yang sangat rendah
dan tidak memadai prasarana dan sarana dasar seperti air minum, jalan, air
20. Endemis yaitu penyakit atau infeksi sering berada di dalam populasi manusia
21. Enzootik yaitu penyakit atau infeksi yang sering berada di dalam populasi
Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi:
b. Kantong kain
c. Timbangan
e. Kantong plastik
f. Kertas label
g. Kapas
h. Kloroform
j. Formulir data
a. Nampan putih, 40 x 25 x 6 cm
c. Pinset halus
e. Botol kecil, 5 cc
f. Label kertas
i. Aquadest
j. KOH 10%
k. Asam asetat
l. Balsem kanada/Etelen
m. Mikroskop
3. Lain – lain:
a. Buku catatan
b. Alat tulis
c. Kertas lap
46
d. Plastik alas
e. Thermohygrometer
f. Sarung tangan
g. Masker
h. Kendaraan roda 4
H. Jalannya Penelitian
Banten
2. Tahap pelaksanaan
a. Penangkapan tikus
bersumber tikus ada beberapa macam perangkap antara lain : live trap
back trap atau snap trap (perangkap mati, tikus yang tertangkap akan
tertangkap berada dalam keadaan melekat pada dasar), gin trap (perangkap
yang berupa jerat), dan pit fall trap (perangkap yang berupa lubang
hari berturut-turut (2-4 hari) setiap satu kali survei, selama penelitian
perangkap tikus yang dipasang sebanyak 100 - 200 perangkap untuk setiap
sore hari mulai pukul 16.00 WIB kemudian perangkap diambil esok
tikus ke dalam perangkap, dipasang umpan seperti kelapa bakar, ikan asin
48
dibiarkan di tempat selama 2–3 hari, tetapi setiap hari perangkap harus
tanggal, bulan, tahun, tempat (atap, dapur, kebun, jenis pohon, dan
0,05 mg/Kg berat badan tikus dilanjutkan Ketamin HCL dosis 50 – 100
mg/Kg berat badan tikus dengan cara menyuntikkan pada otot tebal
(hari,bulan,tahun).
49
b. Identifikasi tikus
Ukuran standar untuk identifikasi tikus adalah panjang total badan dan
ekor, yaitu dari ujung hidung sampai ujung ekor (PT), panjang ekor dari
pangkal sampai ujung (panjang ekor = PE), panjang telapak kaki belakang,
dari tumit sampai ujung kuku (K), panjang telinga dari pangkal sampai
ujung daun telinga (T) dan penimbangan berat badan. Semua ukuran badan
tikus dalam literature ilmu binatang diutarakan dalam unit sistem metrik,
paling lazim dalam millimeter (mm), untuk ukuran linear dan untuk bobot
pengawal (guard hair) dan rambut bawah (under fur). Rambut pengawal
ada yang berbentuk seperti duri, biasanya pangkal rambut melebar dan
Rambut yang tidak berbentuk duri, lebar pangkal dan ujung rambutnya
Konsistensi rambut pengawal bentuk duri kasar atau kaku seperti pada
maxomys bartelsi, atau rambut pengawal bentuk duri tidak sama panjang,
berwarna cokelat tua, rambut perut berwarna putih krem. Demikian pula
tikus dada putih (Niviventer bukit) mempunyai ekor bagian atas berwarna
Tikus betina mempunyai organ mamae (kelenjar susu) yang tumbuh baik
tengkorak dan bentuk giginya. Ukuran tengkorak tikus besar, sedang dan
incisivum terhadap molar pertama rahang atas dan berbagai posisi palatum
dan susunan gigi tikus juga berbeda sehingga juga digunakan sebagai
dalam Asam asetat selama ½ jam (30 menit). Pinjal yang sudah terlihat
atas dan kepala mengarah kesebelah kanan, setelah tertata rapi ditetesi
buku kunci identifikasi pinjal dari Depkes RI, kemudian dihitung nilai
Indeks pinjalnya.
I. Analisis Data
menghitung kepadatan tikus relatif dengan rumus dari Ristiyanto (2014) yaitu
dibagi dengan jumlah perangkap yang digunakan dikali 100. Dan untuk indeks
1. Indeks khusus pinjal yaitu Jumlah pinjal jenis A terkumpul dari inang jenis Y
dibagi dengan jumlah individu – individu jenis inang Y yang diperiksa dikali
2. Indeks umum pinjal yaitu jumlah seluruh pinjal yang dikumpulkan (tanpa
diperiksa.
BAB IV
A. Hasil Penelitian
dimana???)
Kota Cilegon berada dibagian paling ujung sebelah Barat Pulau Jawa dan
53
Merak mempunyai iklim tropis dengan suhu rata – rata 22 0 C – 330 C, curah
5 Kelembaban(rata-rata) % 79
6 Topogarafi - pantai
Sumber ; BMKG Banten 2015
b. Tataguna lahan
perumahan penduduk.
Banten baik daerah perimeter maupun daerah buffer dilakukan pada habitat
tikus sebanyak 300 perangkap hidup (live trap), didapatkan jenis tikus yang
2 R. norvegicus 0 0 0 10 6 16 12 14 26 42 49
3 M. musculus 0 2 2 0 0 0 1 1 2 4 5
4 S. murinus 0 1 1 0 5 5 0 3 3 9 10
Total 3 8 11 12 18 30 17 28 45 86 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tikus dan cecurut yang
ekor (72,7%) dan berdasarkan jenis kelamin betina tertinggi 8 ekor (72,7%), di
habitat Kantin tikus dan cecurut tertangkap sebanyak 30 ekor, tertinggi R.attus
ekor (60%), dan habitat Perumahan tikus dan cecurut tertangkap sebanyak 45
55
betina 28 ekor (62,2%). Menurut wilayah, wilayah perimeter tikus dan cecurut
buffer tikus dan cecurut yang tertangkap sebanyak 45 ekor, tertinggi R.attus
ekor yang paling banyak jenis Rattus norvegicus 42 ekor (49%), habitat yang
Pelabuhan Merak Banten yang paling banyak berjenis kelamin betina sebanyak
54 ekor (62,8%).
Banten sebanyak 300 perangkap dengan perincian 150 perangkap untuk area
perimeter (kantor dan kantin) dan 150 perangkap untuk area buffer (perumahan
succes
56
Pelabuhan Merak Banten selama penelitian dari bulan Februari sampai April
R. norvegicus 0 0 0 16 11 69 26 17 65
Total 10 8 80 25 19 76 42 26 62
57
habitat kantor sebanyak 80%, terdiri R. Tanezumi 75% dan M. Musculus 100%.
selanjutnya dilakukan identifikasi pinjal dan semua pinjal (55 ekor) termasuk
ini.
Kantor Kantin
Tikus Tikus Jml IKP IUP Tikus Tikus Jml IKP IUP
tertangkap terinfestasi pinjal tertangkap terinfestasi pinjal
58
R. norvegicus 0 0 0 0 0 16 11 22 2 1,4
Pinjal 1,8 dan Indeks Umum Pinjal 1,4, R. tanezumi mempunyai Indeks
Khusus Pinjal tertinggi yaitu 1,8. Sedangkan habitat kantin mempunyai Indeks
Khusus Pinjal 2,2 dan Indeks Umum Pinjal 1,6, tertinggi R. tanezumi dengan
Indeks Khusus Pinjal 2,1. Jadi di wilayah perimeter Pelabuhan Merak Banten
mempunyai Indeks Khusus Pinjal 2 dan Indeks Umum Pinjal 1,6, tertinggi
selanjutnya dilakukan identifikasi pinjal dan semua pinjal (54 ekor) termasuk
ini
Tabel 7. Indeks pinjal di wilayah buffer pelabuhan Merak Banten (Februari – April
2016)
Jenis tikus Buffer
Perumahan
59
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa indeks khusus pinjal di wilayah
buffer/perumahan 2,1 dan indeks umum pinjal 1,3. R. tanezumi dengan indeks
khusus tertinggi 2,7 sedangkan indeks umum pinjal tertinggi M. musculus 1,5.
pinjal sebanyak 109 ekor pinjal, selanjutnya dilakukan identifikasi pinjal dan
Merak Banten sebanyak 2 dan indeks umum pinjalnya 1,4, berdasarkan jenis
Sedangkan untuk indeks umum pinjal tertinggi juga R. tanezumi yaitu 1,6.
Berdasarkan habitatnya indeks khusus pinjal tertinggi kantin 2,2 dan indeks
umum tertinggi juga kantin yaitu 1,6. Untuk lokasi antara perimeter dan buffer
mempunyai indeks khusus pinjal sama yaitu 2, sedangkan untuk indeks umum
pinjal wilayah perimeter 1,6 lebih tinggi daripada wilayah buffer 1,3.
predator tikus yaitu kucing, serta adanya vegetasi seperti rumput, berbagai
tanaman hias, tanaman palawija, ubi kayu, pohon beringin, petai china,
B. Pembahasan
61
baik dari luar negeri maupun dalam negeri dengan kepadatan sekitar 20.000
dari pulau Jawa ke Pulau Sumatera atau sebaliknya baik berupa orang
potensial wabah yang terbawa dari perpindahan orang, barang maupun alat
(trap succes) masih rendah, hal ini dikarenakan penggunaan perangkap tikus
yang kurang bagus seperti perangkap sudah berkarat atau perangkap tikus
yang sudah digunakan tidak dibersihkan atau dicuci dengan air panas atau
direndam pada cucian beras untuk menghilangkan lemak bekas tikus sehingga
apabila dipasang kembali tikus mau masuk perangkap. Dalam penelitian yang
yang bagus. Pemilihan umpan tikus yang kurang tepat atau tidak berganti –
ganti hanya menggunakan kelapa bakar dan ikan asin. Pada penelitian ini,
pemilihan umpan, kepadatan tikus dan cara penempatan perangkap tikus yang
kurang tepat di runway tikus, karena tikus mempunyai sifat thigmotaxis yaitu
mempunyai lintasan yang sama saat mencari makan, sarang dan aktivitas
harian lainnya.
sebagian besar berjenis Rattus norvegicus, hal ini berkaitan dengan habitat
rendah semisal pelabuhan yang banyak terdapat saluran air, selokan dan riol –
riol. Rattus tanezumi lebih menyukai habitat tidak bervegetasi sampai habitat
rumah sehingga tikus jenis ini tidak bisa dipisahkan dengan manusia
2. Fauna Tikus
63
sebanyak 77 ekor tikus dan 9 ekor cecurut (Suncus murinus). Jenis tikus
selokan dan riol – riol yang merupakan habitat Rattus novergicus, ini sesuai
pelabuhan. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa tikus Rattus norvegicus
senang bersarang dan mencari makan di saluran air kotor atau got – got
sangat kondusif untuk kehidupan tikus. Menurut Brooks dan Rowe dalam
kebersihannya merupakan tempat yang sesuai bagi kehidupan tikus. Selain itu
tikus yang berperan sebagai reservoir pes daerah enzootik adalah jenis Rattus
Merak Banten sebesar 25,7%, yang terdiri dari habitat kantor 13,3%, habitat
kantin 33,3% dan habitat perumahan 28% (tabel 7), trap succes wilayah
buffer 28% lebih tinggi daripada wilayah perimeter 23,3%. Hal ini
pelabuhan Merak Banten tinggi karena lebih dari 7%. Ini sesuai dengan
perumahan yang sangat padat, lembab, tidak memiliki halaman, juga kondisi
kurang dan jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya sangat dekat, hal
ini menyebabkan sirkulasi udara yang tidak baik dan cenderung sangat
rumah yang tidak terawat, kotor, kurang pencahayaan serta adanya indikasi
kebersihan lingkungan rumah yang kurang baik (Depkes RI, 2002). Hal ini
pemilihan umpan, kepadatan tikus dan cara penempatan perangkap tikus yang
kurang tepat di runway tikus, karena tikus mempunyai sifat thigmotaxis yaitu
mempunyai lintasan yang sama saat mencari makan, sarang dan aktivitas
harian lainnya
yang baru dengan kualitas yang bagus. Pemilihan umpan tikus yang kurang
tepat atau tidak berganti – ganti hanya menggunakan kelapa bakar dan ikan
asin. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan umpan kelapa bakar yang
tempat yang dilalui tikus karena tikus akan selalu melalui jalan yang biasa
dilewati.
(62,8%) lebih banyak daripada jenis kelamin jantan 32 ekor (37,2%). Hal ini
ditangkap daripada tikus jantan, karena dalam kelompok tikus, tikus betina
serangan predator. Sehingga tikus betina lebih sering keluar sarang untuk
mencari pakan dan lebih banyak yang masuk dalam perangkap. Jumlah tikus
betina yang lebih banyak ini berpotensi untuk bertambahnya populasi tikus di
lokasi penelitian. Seekor tikus betina dapat dikawini 200 – 500 kali dalam
sekali masa subur (yang lamanya 6 jam saja). Medway juga melaporkan
Malaysia. Selain itu menurut Purwanto (2006), jumlah tikus betina yang
tinggi juga dikarenakan angka kematian per bulan pada tikus jantan lebih
untuk bertambahnya populasi tikus karena siklus reproduksi yang cepat pada
hidup.
prosentase tikus terinfestasi pinjal tertinggi yaitu 80% dengan jenis tikus
terinfestasi pinjal tertinggi Rattus tanezumi 60%. Dan seluruh pinjal yang
ditemukan pada tikus adalah Xenopsylla cheopis, ini sesuai dengan penelitian
Xenopsylla cheopis. Pada umumnya Xenopsylla cheopis lebih suka pada tikus
pinjal yang memerlukan kondisi kering seperti pada sarang tikus rumah,
pinjal tidak dapat bertahan di tempat yang lembab dan suhu udara rendah
merupakan jenis pinjal yang sangat mudah berpindah dari satu host ke host
lain baik itu sejenis maupun berbeda jenis. Ditemukan Xenopsylla cheopis
host ke host lain, dikarenakan habitat Rattus norvegicus yaitu selokan air
Banten ditemukan indeks umum pinjal sebesar 1,6 dan indeks khusus pinjal
jika indeks umum pinjal lebih dari dua dan indeks khusus pinjal lebih dari
manusia.
tahun 2000, suatu wilayah dikatakan waspada terhadap penularan pes jika
30% tikus dihuni pinjal (prosentase tikus terinfestasi pinjal > 30%), indeks
khusus pinjal Xenopsylla cheopis > 1 dan indeks umum pinjal > 2. Jika
Menurut WHO (1991) dalam Ristiyanto (2014) ada 2 unsur utama yang
hidup tikus dan membuat struktur bangunan rumah dengan bahan anti tikus.
4. Faktor ekologis dengan trap succes, prosentase tikus terinfestasi pinjal dan
indeks pinjal
pelabuhan mempunyai hujan dan panas yang relatif sama. Variasi suhu
dratis sehingga pinjal mencari host alternatif seperti manusia, hal ini
Ari et al.,2011).
Dengan curah hujan yang relatif tinggi di pelabuhan Merak Banten, akan
berdampak pada ketersediaan air yang cukup buat kehidupan tikus, hal ini
indeks khusus pinjal Xenopsylla cheoipis antara 1,5 – 2,3 dan tikus
terinfestasi pinjal antara 31% - 80%. Hal ini menunjukkan bahwa trap
standar indikator sistem kewaspaan dini (SKD) pes. Ini disebabkan karena
indeks pinjal juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Bahmanyar
penangkapan tikus pada musim hujan lebih banyak dari musim kemarau,
hal ini dikarenakan tikus pada musim hujan lebih banyak berkeliaran
proses metamorfosa.
china, tanaman kayu keras seperti pohon beringin dan sono,. Vegetasi
tikus cukup baik (Ristiyanto, 2014). Menurut Harrison dan Quah (1962),
vegetasi atau tumbuhan tertentu sebagai habitat tikus rupanya sangat erat
dengan iklim mikro yang disebabkan oleh vegetasi serta rasa aman dari
tanaman besar seperti bambu, pohon beringin, petai china dan tanaman
yaitu kucing. Keberadaan populasi tikus tidak terlepas dari adanya musuh
penangkapan tikus (trap succes) tertinggi kantin 33,3% dan perumahan 28%.
pakan dan kondisi lingkungan kantin dan perumahan yang kurang baik
sehingga sangat mendukung dan cocok untuk perkembangbiakan tikus. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Arumsari dkk (2012), bahwa kondisi
lingkungan yang kuran baik atau kotor sangat mendukung dan cocok untuk
Banten banyak ditemukan saluran air kotor/got. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa tikus senang bersarang dan mencari makan di saluran air kotor/got
tikus yang menghuni selokan (got), baik selokan kecil yang berada disekitar
rumah maupun selokan besar yang berada yang berada di bawah tanah di
daerah Perkotaan. Jika jenis ini tidak ada, maka tikus rumah yang
menggantikannya.
72
potensi terjadi penularan pes. Ini sesuai laporan dari Myanmar bahwa di
wilayah pelabuhan yang berperan sebagai reservoir pes enzootik yaitu Rattus
Menurut Ristiyanto (disitasi Riesti, 2010), indeks umum pinjal lebih dari
dua dan indeks khusus pinjal lebih tinggi dari satu untuk Xenopsylla cheopis
surveilans di bidang kesehatan indeks umum pinjal dan indeks khusus pinjal
tikus, seperti pes dan epizootik penyakit diantara tikus pada suatu daerah
vektor dan habitatnya. Untuk daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia indeks
pinjal sebesar 1,0 atau lebih pada rodent (tikus) yang tertangkap maka dapat
Ramadhani, 2012).
tahun 2000, suatu wilayah dikatakan waspada terhadap penularan pes jika 30%
tikus dihuni oleh pinjal (tikus terinfestasi pinjal), indeks khusus pinjal
73
Dari hasil penangkapan tikus, tikus terinfestasi pinjal dan indeks khusus
dengan indikator Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) pes di atas, maka wilayah
struktur bangunan serta kebiasaan dari masyarakat itu sendiri. Secara garis
besar metode pengendalian tikus ada 4 cara yaitu pengendalian secara sanitasi,
C. Hambatan Penelitian
74
penelitian yaitu:
perangkap tikus yang dipasang di luar rumah, kantor dan kantin sehingga tikus
tidak mau masuk perangkap bahkan ada perangkap yang diambil penghuninya
3. Adanya lalu lalang orang dan barang di pelabuhan Merak Banten selama 24
BAB V
A. Kesimpulan
ditemukan 3 jenis tikus yaitu Rattus tanezumi, Rattus norvegicus, Mus musculus
75
Umum Pinjal (IUP) 1,6 dan Indeks Khusus Pinjal (IKP) Xenopsylla cheopis.
Merak Banten berpotensi terjadi penularan pes atau Pelabuhan Merak Banten
B. Saran
bersih dan bebas dari sumber infeksi atau kontaminasi termasuk vektor penyakit
dan reservoir, ini sesuai dengan International Health Regulation (IHR) 2005.
76
Salah satunya pelabuhan harus bebas dari tikus dan pinjal yang bertindak sebagai
1. Dilakukan surveilans terhadap tikus dan pinjal secara optimal baik di wilayah
perimeter maupun buffer Pelabuhan Merak Banten, karena dari hasil penelitian
pinjal dan indeks khusus pinjal Xenopsylla cheopis sama tingginya antara
sebaiknya dibersihkan dengan detergen dan dibilas dengan air panas atau
direndam dengan air cucian beras untuk menghilangkan bau lemak yang
selama ini menggunakan umpan ikan asin dan kelapa bakar. Pada penelitian ini
yaitu sesuai jalan yang dilalui tikus, ketika tikus keluar masuk sarang dalam
memasang rat guard pada tali kapal untuk mencegah tikus keluar masuk dari
6. Dilakukan kerjasama baik lintas program atau lintas sektoral dalam menjaga
RINGKASAN
pestis. Dalam UU No. 1 tahun 1962 tentang karantina laut pes termasuk penyakit
karantina internasional yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa. Pes masuk
ke Indonesia pada tahun 1911 melalui pelabuhan dan alat trasportasi laut yang
78
1916, di Cepogo Boyolali tahun 1970 dan tahun 1987 di Tutur Pasuruan Jawa
Timur dengan CFR 83,7%. Data WHO tahun 2010 menunjukkan bahwa dari
tahun 2004 sampai 2009 terdapat kasus pes sebanyak 12.503 kasus dengan
kematian 843 orang (CFR = 6,7%), tahun 2014 dilaporkan outbreak pes di
Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk bagi penularan pes,
dengan meningkatnya arus transportasi saat ini maka upaya pengamatan bukan
saja dilaksanakan di daerah fokus dan bekas daerah fokus pes tetapi pengamatan
juga dilakukan di daerah pelabuhan guna mencegah penularan pes dan menangkal
dan ektoparaasitnya. Pada musim hujan, suhu dan kelembaban sangat cocok untuk
ektoparasit meningkat pula, populasi tikus juga dipengaruhi oleh vegetasi dan
dipandang sebagai faktor yang berpengaruh langsung terhadap penularan pes dari
satu wilayah ke wilayah lain. Pelabuhan laut merupakan pintu gerbang kegiatan
79
ekonomi, lalulintas dan bersandarnya alat akut manusia, hewan dan barang yang
Dalam rangka mengetahui secara dini adanya potensi penularan pes dari
rodent ke hewan lain serta pada manusia perlu adanya sistem kewaspadaan dini
(SKD). Menurut WHO tahun 1988 dan pedoman pemberantasan pes di Indonesia
tahun 2000, suatu daerah dikatakan waspada terhadap penularan pes jika 30%
lebih tikus dihuni oleh pinjal, indeks khusus pinjal Xenopsylla cheopis > 1, hasil
penangkapan tikus di dalam lebih besar daripada di luar (kepadatan tinggi > 7%).
lalulintas laut baik dari luar negeri maupun dalam negeri, sehinggga diperlukan
pengawasan terhadap kepadatan tikus dan pinjal serta lingkungan dalam rangka
Banten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tikus, kepadatan tikus, indeks
pinjal, tikus terinfestasi pinjal dan potensi penularan pes di pelabuhan Banten.
cross sectional, dengan variabel bebas habitat, lingkungan biotik dan abiotik
sedangkan variabel terikat kepadatan tikus dan indeks pinjal untuk mengetahui
Populasi penelitian ini adalah semua tikus dan pinjal yang berada di lokasi
penelitian, sedangkan sampelnya adalah semua tikus dan pinjal yang tertangkap di
lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini di wilayah perimeter dan buffer pelabuhan
80
Merak Banten yang terdiri dari habitat kantor, kantin dan perumahan penduduk.
Hasil penelitian di pelabuhan Merak Banten ditemukan tiga jenis tikus yaitu
Rattus tanezumi, Rattus norvegicus, Mus musculus dan cecurut (Suncus murinus).
berdasarkan jenisnya tertinggi Rattus norvegicus 42 ekor (49%) dan terendah Mus
68,9%, habitat kantor merupakan habitat tertinggi terinfestasi pinjal 80%, jenis
Xenopsylla cheopis 2 dan indeks umum pinjal 1,6.. Habitat kantin merupakan
didapatkan data suhu udara berkisar 270C sampai 300C, kelembaban 82% - 85%
dan curah hujan 88 mm – 272 mm, serta ditemukan predator (kucing) dan vegetasi
seperti berbagai jenis rumput, tanaman palawija, pohon petai china, pohon
beringin dan sono , ini semua digunakan untuk kelangsungan hidup tikus dan
pinjal.
tahun 2000, suatu daerah dikatakan waspada terhadap penularan pes jika 30%
lebih tikus dihuni oleh pinjal, indeks khusus pinjal Xenopsylla cheopis >1 , hasil
penangkapan tikus di dalam lebih besar daripada di luar (kepadatan tinggi > 7%).
dini di atas, pelabuhan Merak Banten berpotensi terjadi penularan pes atau
DAFTAR PUSTAKA
Ari, T.B., S. Neerincxk, K.L. Gage, K. Kreppel, A. Laudisoit, H. Leirs & N.C.
Stenseth , 2015. Plague and climate scale matter. Plospathog
7(9):e1002160.
Arumsari, W.,Sutiningsih, D.,Hestiningsih, R.2012. Analisis faktor lingkungan
abiotic yang mempengaruhi keberadaan leptospirosis pada tikus di
Kelurahan Sambiroto, Tembalang, Semarang. Jurnal kesehatan
masyarakat. Volume 1, Nomor 2, halaman 514-524.
82
Brook, J.E and F.P. Rowe. 1987. Commensal rodent control, vector control series
rodent (Training and Information Guide). Vector Biology and Control
Division. WHO. Geneva.
Baker, E.W and Wharton, G.W. 1964. An introduction to acarology, The Macmilla
Co. New York.
Barodji. 1990. Beberapa aspek biologi kutu tikus Xenopssyla cheopis (Rothschild)
dan peranannya dalam kesehatan. Stasiun Penelitian Vektor penyakit,
Salatiga.
Bahmanyar, M and Cavanaugh, D.C. 1976. Plague manual. World Health
Organization, Geneva.
BMKG Banten. 2015. Laporan tahunan iklim wilayah Cilegon dan
sekitarnya
Brown et al (1995)
Chu, M.C., Thomas, J.Q, Betty, A.W, Leon, G.C. 1995. Plague laboratory
manual. Plague section, Bacterial zoonosis branch, Div. Vector Borne
Deseases. National Centre for infection diseases control and
prevention. Fort collins.
Chu, 2000......
Dharmojono, H. 2001. Penyakit menular dari binatang ke manusia. Millenium
publisher. Jakarta: 99 – 110
Davis A.T. 1992. Dasar biologi dan klinis penyakit infeksi edisi ke- 4 dalam
terjemahan Soetaryo dan Amik Wahab.FK UGM.Yogyakarta
Depkes, 1995....
Depkes R.I. 1999. Pedoman penanggulangan pes Indonesia. Ditjen PP & PL.
Jakarta.
Depkes R.I. 2000.Petunjuk pemberantasan pes di Indonesia. Dirjen PPM & PL.
Jakarta
Depkes R.I. 2002. Pedoman pengendalian tikus. Dirjen PPM & PL. Jakarta
Depkes R.I. 2004......
Depkes R.I. 2008. Pedoman penanggulangan pes di Indonesia. Ditjen PP &
PL. Jakarta.
Depkes R.I. 2008. Pedoman pengendalian tikus. Ditjen PP & PL. Jakarta.
Depkes R.I. 2009. Standar operasional prosedur nasional kegiatan kantor
kesehatan pelabuhan di pintu masuk negara. Ditjen PP & PL. Jakarta.
Diba 2009.....
Dina Supriyati dan Adil Ustiawan, 2013. Spesies tikus, cecurut dan pinjal yang
ditemukan di pasar Kota Banjarnegara. FKM UNDIP. Semarang
Gage, K.L. 1995. Plague prevention, Plague section Bacterial zoonosis branch,
Div. Vector Borne Deseases. National Centre for infection diseases
control and prevention. Fort collins.
Gindo Simanjuntak, Gindo, Widarso. 2006. Ancaman Bio-terorisme terhadap
kesehatan masyarakat pelabuhan. Makalah pelatihan petugas karantina.
Ciloto 8 – 16 Maret 2006
Gindo Simanjuntak, Gindo, Widarso, Cecilia, Suroso. 2002. Pengamatan
pinjal bagian dari usaha pemberantasan pes di pulau jawa, Seminar
parasitology Internasional. Bogor.
83