KELOMPOK 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tular Vektor dan Zoonotik merupakan penyakit menular melalui Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit; antara lain malaria, demam berdarah, filariasis
(kakingajah), chikungunya, japanese encephalitis (radang otak), rabies (gila anjing),
leptospirosis, pes dll.Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan
dan banyak ditemukan di masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang
cukup tinggi serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah
serta memberikan dampak kerugian ekonomi masyarakat.Vektor adalah artropoda yang
dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. Binatang
Pembawa Penyakit adalah binatang selain artropoda yang dapat menularkan,
memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit di Indonesia telah teridentifikasi terutama terkait dengan penyakit
menular tropis (tropical diseases), baik yang endemis maupun penyakit menular
potensial wabah. Mengingat beragamnya penyakit-penyakit tropis yang merupakan
penyakit tular Vektor dan zoonotik, maka upaya pengendalian terhadap Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit menjadi bagian integral dari upaya penanggulangan
penyakit tular Vektor, termasuk penyakit-penyakit zoonotik yang potensial dapat
menyerang manusia. Beberapa Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang diketahui;
antara lain : Nyamuk,Lalat, Kecoa, Pinjal, Tikus.
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau
menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. vektor yang berperan sebagai
penular penyakit dikenal sebagai arthropoda borne diseases atau sering juga disebut
sebagai vector borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali
bersifat endemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian. Hal ini
berhubungan juga dengan Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya yang
diatur dalam Permenkes No. 50 tahun 2017, Dimana pengendalian vektor merupakan
semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi
berisiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah.
Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa Barat
dan nomor dua di Pulau jawa. Karakteristik lingkungan yang dimiliki oleh Kabupaten
Sukabumi cukup beragam, dari wilayah pesisir hingga daerah dataran tinggi, wilayah
perkotaan hingga perdesaan. Sebaran wilayah ini tentu saja menjadikan beberapa
vektor dan binatang pembawa penyakit banyak ditemukan dan menjadi faktor risiko
penularan beberapa penyakit tular vektor dan zoonosis. Kabupaten Sukabumi, sudah
lama dikenal sebagai daerah endemis malaria di Provinsi Jawa Barat. Meskipun sudah
mendapatkan sertifikat bebas malaria di tahun 2022, Kabupaten Sukabumi masih
memiliki daerah reseptif malaria di beberapa kecamatan. Setidaknya ada 16 wilayah
yang masih ditemukan vektor malaria yang mayoritas terdapat di wilayah pesisir salah
satunya adalah Palabuhanratu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Simpenan.
Selain malaria, tahun 2021 kasus DBD di Kabupaten Sukabumi dilaporkan sebanyak
561 kasus (open data Jabar). Tentu saja perlu dilakukan kegiatan survey vektor agar
dapat dilakukan upaya pengendalian yang tepat berdasarkan karakteristik dari vektor
dan lingkungannya.
Secara astronomis Kabupaten Sukabumi terletak antara 6º57´-7º25´ Lintang
Selatan dan 106º49´-107º Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi ini berupa
daratan seluas 4.145 km², dengan batas administratif sebagai berikut :
Kabupaten Sukabumi terdiri dari 47 Kecamatan, 381 Desa dan 5 Kelurahan yang
secara keseluruhan mempunyai luas 4.145 km². Penduduk Kabupaten Sukabumi saat
ini sebesar 2,699,285 jiwa (DPPKB Kab. Sukabumi, 2021) dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 1,01 persen pada tahun 2020 sampai tahun 2021 dan Total Fertility
Rate (TFR) sebesar 2,23. Sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian
sebagai petani dan nelayan khususnya penduduk di wilayah pesisir selatan. Peta
wilayah Sukabumi dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Sukabumi
Selain DBD dan Malaria, yang perlu diwaspadai juga adalah meningkatnya kasus
Leptospirosis di beberapa daerah di pesisir selatan jawa seperti Pangandaran. Bukan
tidak mungkin, Kabupaten Sukabumi juga memiliki risiko peningkatan kasus
Leptospirosis mengingat ada beberapa kesamaan baik itu karakteristik lingkungan
maupun dari karakteristik masyarakatnya. Keberadaan tikus di sekitar lingkungan
rumah perlu diwaspadai dan dipantau sebagai upaya kewaspadaan dini penyebaran
kasus Leptospirosis. Selain ketiga penyakit yang disebutkan di atas, masih ada
beberapa penyakit lain yang disebarkan oleh lalat dan lipas seperti disentri dan diare.
Survei keberadaan vektor dan binatang pembawa penyakit di sekitar rumah atau
lingkungannya sangat penting dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
ledakan kasus atau KLB. Sampai saat ini, kegiatan surveilans vektor dan binatang
pembawa penyakit masih terus dilakukan secara rutin untuk mencegah penularan
lebih luas dan merumuskan tindakan pengendalian yang paling tepat dan efisien.
Kebutuhan surveilans inilah yang mendorong dilakukannya kegiatan survei vektor dan
binatang pembawa penyakit di wilayah Kabupaten Sukabumi khususnya daerah
pesisir selatan.
Berdasarkan hal tersebut perlu adanya kegiatan penyelidikan vektor dan binatang
pembawa penyakit dari sisi faktor lingkungan untuk mengetahui tingkat populasi,
menentukan teknik pengendalian yang tepat, efisien dan efektif dalam upaya
mengelola lingkungan untuk mencegah berkembangnya atau menekan populasi
vektor/serangga pengganggu dalam rangka mencegah penyakit dan meningkatkan
kenyamanan hidup manusia tanpa mengganggu kelestarian lingkungan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui indeks kepadatan vektor dan binatang pembawa penyakit di wilayah
perimeter wilker KKP Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni 2023
2. Tujuan khusus
a) Mengetahui indeks kepadatan vektor dan binatang pembawa penyakit di wilayah
perimeter wilker KKP Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi pada Bulan Juni
2023;
b) Mengetahui indeks kepadatan larva Aedes spp di wilayah perimeter wilker KKP
Pelabuhan Ratu pada bulan Juni 2023;
c) Mengetahui indeks kepadatan lalat di wilayah perimeter wilker KKP Pelabuhan
Ratu pada bulan Juni 2023;
d) Mengetahui kepadatan tikus di wilayah perimeter wilker KKP Pelabuhan Ratu
pada bulan Juni 2023;
e) Mengetahui indeks kepadatan larva Anopheles di Wilayah Puskesmas
Simpenan Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni 2023;
f) Mengetahui indeks kepadatan nyamuk Anopheles di Wilayah Puskesmas
Simpenan Kabupaten Sukabumi pada bulan Juni 2023.
C. Sasaran
Lingkungan dan masyarakat di wilayah perimeter wilker KKP Pelabuhan Kabupaten
Sukabumi
D. Waktu dan Tempat
Waktu : Rabu-Kamis, 7-8 Juni 20223
Tempat : Wilayah perimeter KKP Bandung wilker Pelabuhan Ratu dan Desa
Loji Wilayah Puskesmas Simpenan Kabupaten Sukabumi
BAB II
PROSES KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
3. Prosedur Survei
Metode yang digunakan dalam kegiatan survei jentik DBD adalah dengan
survei larva untuk mengetahui positif atau negatifnya jentik didalam maupun
diluar rumah serta tempat-tempat umum yang ada disekitarnya. Adapun cara
dalam melakukan survei jentik yaitu:
a) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan
air dengan mengambil satu ekor jentik menggunakan cidukan (gayung
plastik) atau menggunakan pipet panjang jentik lalu diidentifikasi lebih lanjut
serta jentik yang diambil ditempatkan dalam botol kecil dan diberi label.
b) Visual
Cara visual dilakukan dengan melihat/mengamati keberadaan jentik pada
setiap genangan air dengan bantuan senter.
Perhitungan kepadatan jentik Aedes aegypti menggunakan rumus
sebagai berikut:
a) House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa
HI =
b) Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
seluruh kontainer yang diperiksa
CI =
ABJ =
2. Prosedur Survei
Kegiatan survei lalat merupakan kegiatan pengumpulan data primer
dengan melakukan survei kepadatan lalat di wilayah perimeter Pelabuhan Ratu.
Pengamatan kepadatan lalat dilaksanakan dengan menggunakan Fly grill yang
didasarkan pada sifat lalat yang cenderung untuk hinggap pada tepi-tepi atau
tempat yang bersudut tajam dalam kurun waktu tertentu. Fly grill diletakkan pada
tempat-tempat yang telah ditentukan berdekatan dengan tempat sampah,
penampungan ikan dan lainnya.
Jumlah lalat yang hinggap setiap 30 detik, dihitung sedikitnya pada setiap
lokasi dilakukan 10 kali perhitungan dan 5 perhitungan tertinggi dibuat rata-
ratanya dan dicatat dalam kartu pencatatan. Angka rata-rata ini merupakan
index dalam lokasi tertentu. Interpretasi hasil pengukuran jumlah lalat yang
hinggap pada Fly grill per 10 x 30 detik. Hasil di analisa berdasarkan Permenkes
RI Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Serta Pengendaliannya menyaratkan standar baku mutu lalat adalah < 2.
C. Survei larva & nyamuk dewasa Anopheles di Desa Loji Wilayah Puskesmas
Simpenan Kabupaten Sukabumi
1. Alat dan Bahan
a) Pipet tetes
b) Cawan petri
c) Global positioning System /GPS
d) Cidukan/gayung
e) Saringan
f) Aspirator
g) Salino Refractometer
h) Formulir survei
i) Streo microscope
j) Kain kasa
k) Paper cup
l) Botol larva 50 ml
m) Spidol tahan air
n) Kertas tissue
o) Hygrometer
p) Senter
q) Object glass
r) Cover glass
s) Jarum pinning
t) Kloroform
u) Alkohol
v) Kutek bening
2. Prosedur Survei
a) Pengamatan Jentik Anopheles
(1) Metode dilakukan dengan cara perhitungan indeks habitat berupa
pengamatan pada breeding place nyamuk Anopheles sp yaitu pada
genangan air, rawa, saluran air, muara/sungai, lubang pohon, lagun,
kubangan, lekukan bekas kaki hewan, galian tanah dan lain-lain.
(2) Pengukuran suhu dan salinitas pada tempat – tempat potensial perindukan
larva dengan menggunakan refractometer dan alat pengukur suhu pada air.
(3) Identifikasi predator, tanaman/ tumbuhan dan keberadaan lumut yang berada
dalam tempat potensial perindukan tersebut.
(4) Penangkapan larva dilakukan dengan menggunakan dipper /cidukan yang
dilakukan pada berbagai macam genangan air seperti sawah, rawa, saluran
air, muara/sungai, danau, lagun, lubang pohon, kubangan, lekukan bekas
kaki hewan, galian tanah dan lain-lain. Penangkapan juga dilakukan di
genangan air sekitar rumah.
(5) Larva dalam dipper/cidukan diambil dengan menggunakan pipet dan
dipindahkan ke botol kecil.
(6) Vial diberi label yang berisi berdasarkan lokasi larva diambil, tanggal, tipe
tempat perkembangbiakan dan nama kolektor/pengambil.
(7) Mengisi formulir yang telah disiapkan.
b) Pengamatan Nyamuk Anopheles Dewasa
(1) Metode Umpan badan dan resting.
(2) Lakukan penangkapan nyamuk di dalam rumah (human bit) dan di luar rumah
(human bit)
(3) Penangkapan di dalam rumah dilakukan selama 40 menit dan 10 menit
berikutnya dilakukan penangkapan nyamuk di dinding
(4) Penangkapan di luar rumah dengan umpan orang selama 40 menit dan 10
menit berikutnya dilakukan penangkapan di kandang dan sekitarnya
(5) 10 menit digunakan untuk istirahat dan collecting nyamuk
(6) Nyamuk yang menggigit kaki, tangan dan bagian tubuh lainnya ditangkap
dengan menggunakan aspirator dengan penerangan senter
(7) Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke dalam paper cup yang terpisah
untuk tiap – tiap waktu penangkapan
(8) Paper cup ditutup kain kasa yang diberi lubang dan disumbat dengan kapas
(9) Paper cup diberi label yang berisi tanggal, jam penangkapan dan tempat
penangkapan
(10) Hasil tangkapan, suhu, kelembaban dan kolektor/pengambil dicatat dalam
formulir
c) Identifikasi Jentik Anopheles Dewasa
(1) Siapkan petridisk berisi larva dengan air sedikit mungkin
(2) Masukkan air hangat 600C atau panaskan dengan lilin sampai larva mati
(3) Larva yang telah mati dimasukkan ke dalam vial kecil berisi alcohol 70%
(4) Melakukan identifikasi pada larva Anopheles sp.
(5) Anopheles sp. tidak memiliki siphon (pipa udara)
(6) Saat bernafas tubuh larva berhimpit dengan permukaan air
d) Identifikasi Nyamuk Anopheles Dewasa
(1) Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan chloroform yang
diteteskan pada kapas penyumbat
(2) Melakukan identifikasi pada nyamuk Anopheles dewasa (lihat buku kunci
identifikasi nyamuk).
D. Survei Kepadatan Kecoa di daerah perimeter wilker KKP Pelabuhan Ratu
1. Alat dan Bahan Pemasangan Perangkap
a) Sticky Trap
b) Alat tulis
c) Senter
2. Prosedur survei
Survei menggunakan sticky trap yang diletakkan di tempat-tempat potensial
keberdaan kecoa. Kecoa yang tertangkap kemudian dihitung indeks
kepadatannya dan diidentifikasi. Berikut cara menghitung indeks kepadatan
kecoa:
c) Identifikasi Pinjal
Tikus yang tertangkap dimasukan ke dalam kantung tikus dan dibius
menggunakan chloroform dalam kotak eksekusi. Setelah 1 s/d 15 menit
keluarkan tikus untuk dilakukan idenifikasi. Identifikasi dilakukan dengan
melihat karakteristik tikus (warna, berat, mamae, dan jenis kelamin) serta
ukuran-ukuran tikus sesuai kunci identifikasi tikus. Selanjutnya badan tikus
disisir untuk menemukan pinjal pada tikus. Identifikasi pinjal yang telah
ditemukan dilakukan mikroskopis. Adapun perhitungan indeks silakukan
dengan rumus sebagai berikut:
Penentuan Indeks Tikus dan Indeks Pinjal dengan formula :
BAB III
HASIL KEGIATAN
BAB III
HASIL KEGIATAN
=
5/10 x 100% = 50 %
(ABJ) =
=
5/10 x 100% = 50%
3. Identifikasi Jentik
Berdasarkan hasil survei jentik yang dilakukan di wilker KKP Palabuhan ratu,
Kabupaten Sukabumi pada 7 Juni 2023, berikut spesies jentik yang diperoleh:
Tabel 3.3 Hasil Identifikasi Jentik di KKP Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi
No Tempat Perindukan Hasil Identifikasi
1. Drum Aedes aegypti
Terdapat sisik
sisir berbentuk
trisula
Gambar 3.1 Hasil Identifikasi Jentik Nyamuk Aedes aegypti
B. Survei kepadatan lalat di wilayah perimeter KKP Bandung Wilker Pelabuhan Ratu
1 Lokasi A 27 18 4 7 5 10 6 9 18 0 104
Analisis Hasil
Angka Kepadatan Lalat
Banyaknya Nyamuk
Jenis Tempat
No Total MBR
Nyamuk Penangkapan 18.00- 19.00- 20.00- 21.00-
19.00 20.00 21.00 22.00
Dari hasil penangkapan tikus diperoleh 3 tikus dengan spesies Rattus norvegicus
tadan 3 tikus Rattus novergicus (success trap) sebesar 21,4 %. Tikus yang telah
ditangkap kemudian diperiksa keberadaan pinjal pada tikus, dari hasil pemeriksaan
ditemukan adanya 1 ekor pinjal Xenopsylla cheopis sehingga indeks umum pinjal adalah
0.3 dan masih memenuhi ambang batas index pinjal yaitu <1.
Keterangan :
W = Weight E = Ear
HB = Head and Body HF = Hind Foot
T = Tail TL = Total Lengt
MF = Mamae Formula
Tabel 1. 2 Spesies Kecoa Tertangkap pada Wilayah Perimeter KKP Pelabuhan Ratu
Dapur Bu Nyai 1 20 0 0
Dapur Bu Dewi 3 60 0 0
Dapur Bu Tini 1 0 0 0
Pak Junaidi 0 20 0 0
Dapur Bu Leni 0 0 0 0
PEMBAHASAN
A. Survei Larva Aedes spp di wilayah perimeter KKP Bandung wilker Palabuhan
Ratu
1. Kepadatan Jentik
a) House Index (HI)
Berdasarkan hasil perhitungan House Index (HI) diperoleh bahwa dari 10
rumah yang diperiksa terdapat 5 rumah yang positif jentik. Secara keseluruhan,
angka House Index di wilayah perimeter KKP Palabuhan Ratu adalah 50%.
Menurut WHO (2005), nilai standar HI adalah < 1 % hal ini menunjukan bahwa nilai
HI di wilayah perimeter sudah melewati standar yang di tetapkan oleh WHO
sehingga rumah-rumah yang ada di wilayah tersebut berpotensi besar menjadi
tempat perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti.
b) Container Index (CI)
Berdasarkan hasil perhitungan Container Index (CI) diperoleh bahwa dari 18
kontainer diperiksa, ditemukan 5 kontainer terdapat jentik (positif) dan 12 kontainer
lainnya tidak ditemukan jentik (negatif) dengan nilai CI sebesar 27,78%. Menurut
WHO (2013), nilai standar baku untuk Container Index (CI) adalah <5%. Hal ini
menunjukkan bahwa penyebaran jentik nyamuk Aedes aegypti yang terdapat di
dalam kontainer di wilayah perimeter KKP Palabuhan Ratu sudah melewati standar
sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian populasi.
Pencegahan dan pengendalian populasi vektor DBD dapat dilakukan
dengan pengendalian vektor terpadu secara kimia, mekanis, dan biologis yaitu PSN
3M Plus yaitu (1) Menguras tempat penampungan air; (2) Menutup tempat
penampungan air; dan (3) Memanfaatkan kembali atau medaur ulang serta Plus
yaitu menaburkan bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk,
menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada ventilasi, gotong
royong membersihkan lingkungan, periksa tempat penampungan air, meletakkan
pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup, memberikan larvasida pada
penampungan air yang susah dikuras, memperbaiki saluran dan talang air yang
tidak lancar, dan menanam tanaman pengusir nyamuk.
c) Angka Bebas Jentik (ABJ)
Angka Bebas Jentik merupakan indikator penentuan status bebas DBD
pada suatu wilayah. Angka Bebas Jentik (ABJ) dapat dikatakan baik jika nilai
tersebut melebihi 95% dari total rumah yang diperiksa (Permenkes RI, 2017).
Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan kombinasi antara HI (House Index), CI
(Container Index), BI (Breteau Index), sehingga dapat diketahui nilai berdasarkan
rumah, kontainer dan keduanya. Berdasarkan perhitungan ABJ di atas diketahui
nilai ABJ di wilayah perimeter KKP Palabuhan Ratu sebesar 50% yang
menandakan bahwa nilai ABJ dibawah standar baku mutu. Nilai ABJ yang masih
dibawah standard baku mutu menunjukkan bahwa kepadatan jentik nyamuk di
wilayah tersebut masih tinggi sehingga risiko penularan penyakit DBD juga tinggi.
Kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti di suatu wilayah harus dikontrol
dan dengan penanganan yang tepat dengan melakukan pemutusan rantai
penularan melalui pemetaan dan pengendalian populasi nyamuk. Pemetaan
(survei) jentik nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk menentukan distribusi, habitat
utama vektor, densitas populasi dan tingkat kerentanan vektor terhadap insektisida
sehingga pengendalian populasi dapat dilakukan dengan optimal.
3. Identifikasi Jentik
Berdasarkan hasil identifikasi jentik yang ditemukan di wilayah perimeter KKP
Palabuhan Ratu diketahui bahwa spesies jentik yang ditemukan yaitu Aedes
aegypti. Berikut taksonomi Aedes aegypti:
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
Hasil identifikasi tersebut ditandai dengan adanya siphon, sisik sisir dalam
satu baris dan berbentuk trisula, serta antena pendek dan sederhana. Hasil
identifikasi jentik ini menggambarkan bahwa wilayah perimeter KKP Palabuhan
Ratu berisiko terjadi penularan penyakit DBD. Hal itu karena, nyamuk jenis Aedes
aegypti merupakan vektor penyakit DBD.
Air yang ada pada kolam memiliki air yang keruh dan memiliki kadar garam
0%. Hal ini disebabkan karena Desa Loji merupakan daerah dataran yang terletak
jauh dari perairan air asin sehingga kemungkinan terkontaminasinya air tawar
dengan air asin sangat kecil. Jenis perairan yang dimanfaatkan untuk
perkembangbiakan Anopheles berbeda- beda. Beberapa spesies larva Anopheles
menyukai hidup di sawah, kolam, mata air dan genangan air yang bersifat sementara
atau di rawa-rawa yang permanen dan lainlain yang airnya tawar. Sebagian besar
lainnya hidup di habitat rawa-rawa, muara sungai, lagun yang airnya asin. Tumbuh-
tumbuhan atau vegetasi yang ditemukan di kolam ini berupa eceng gondok dan
kangkung. Keberadaan vegetasi dapat menyebabkan peningkatan kepadatan jentik
karena menyediakan tempat bersembunyi dan makanan sehingga jentik dapat
bertahan hidup.
Hasil penelitian Wigati dkk tahun 2006 bahwa karakteristik ekologi habitat
Anopheles sp di kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa spesies Anopheles
sundaicus ditemukan di persawahan, sedangkan jentik Anopheles vagus, Anopheles
barbirostris banyak dityemukan di persawahan, kolam dan kubangan.
Pada tabel 2, didapatkan hasil bahwa spesies nyamuk yang berhasil
ditemukan selama penangkapan pada malam hari di kendang ternak adalah
Anopheles vagus, sedangkan di dalam dan luar rumah tidak ditemukan. Ciri-ciri yang
menunjukkan Anopheles vagus adalah adanya corak pada sayap lebih dari tiga,
ujung proboscis terdapat corak putih yang lebar, dan tarsus kaki depan yang juga
terdapat bercak putih lebar. Berikut adalah taksonomi dari Anopheles vagus :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Sub Famili : Culicinae
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles vagus
Berdasarkan hasil penelitian Amrul Munif dkk tahun 2008 di Sukabumi tahun
2008 bahwa Anopheles vagus berperan sebagai vektor poternsial karena
mempunyai indeks sporozoit 0.0012 dan kontak dengan manusia cukup tinggi
dengan MBR 177.5 per orang per malam. Walaupun anopheles vagus bersifat
zoofilik namun mempunyai peluang yang cukup bersar karena lokasi kandang hewan
yang berdekatan dengan rumah warga.
Jumlah tikus yang tertangkap yaitu sebanyak 3 ekor yang terdiri dari
spesies Rattus norvegicus (3 ekor). Total tikus yang tertangkap yaitu di dalam
rumah sebanyak 3 ekor.
Tingkat keberhasilan pemasangan perangkap (trap success) berbanding
lurus dengan kepadatan relatif tikus, maksudnya semakin tinggi persentase trap
success semakin tinggi juga kepadatan relatif tikus pada suatu wilayah. Kriteria
trap success (TS) pada kondisi normal adalah sebesar 7% dihabitat rumah /
sekitarnya dan 2% di luar rumah (kebun). Pemasangan perangkap di beberapa
rumah di perimeter KKP Pelabuhan Ratu diletakkan didalam dan diluar rumah.
Dari hasil penghitungan trap success didapatkan hasil sebesar 21,4 %. Hal
tersebut menunjukkan hasil trap success lebih besar dari standar baku mutu
kesehatan lingkungan untuk binatang pembawa penyakit yaitu kurang dari 1%.
Selain itu tikus yang telah ditangkap diperiksa keberadaan pinjal dan hasil
pemeriksaan ditemukan 1 ekor pinjal Xenopsylla cheopis sehingga indeks umum
pinjal 0,3 dan masih memenuhi baku mutu sebesar <1. Walaupun indeks pinjal
di bawah baku mutu, adanya pinjal harus tetap diwaspadai dikarenakan pinjal
bisa menyebarkan penyakit dan parasit lain. Pinjal juga bisa menjadi perantara
penyebaran penyakit bakterial seperti riketsia, mycoplasma, tularenia dan
bartonella.
Survei tikus ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti peletakkan
perangkap, model perangkan dan jenis umpan yang dipakai. Pemasangan
perangkap yang tepat sangat penting untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Perangkap diletakkan didalam dan luar rumah yang digunakan sebagai jalan
tikus (runway) atau tanda-tanda keberadaan tikus lainnya seperti adanya terlihat
kotoran tikus, bau khas tikus, bekas urin tikus, galian atau sarang tikus dan lain-
lain.Faktor utama kepadatan tikus yang tinggi pada habitat rumah disebabkan
karena banyak makanan yang disukai oleh tikus, sehingga tikus menjadi tertarik.
Di lingkungan pemukiman kumuh hingga perumahan mewah dapat ditemukan
tikus berkeliaran atau bersarang.
Jenis tikus tertangkap dari dalam rumah adalah tikus domestik. Tikus
domestik melakukan aktivitasnya (mencari makan, berlindung, bersarang, dan
berkembang biak) sangat dekat dengan aktivitas manusia. Sehingga apabila
banyak tikus domestik yang tertangkap berarti memang sanitasi di dalam rumah
kurang terjaga sehingga menyebabkan habitat potensial bagi kehidupan tikus.
Keberhasilan penangkapan di habitat rumah biasanya lebih tinggi daripada di
habitat luar rumah seperti kebun, sawah, dan hutan.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap keberhasilan
penangkapan tikus adalah tingkah laku tikus itu sendiri. Tikus adalah hewan
yang berkemampuan tinggi dan memiliki indera peraba dan pendengaran yang
baik serta otaknya pun berkembang baik, sehingga tikus dapat belajar.
Tikus dapat mempelajari dengan cepat apa yang baik dan tidak baik
untuk kepentingan dirinya sendiri. Jika tikus telah memiliki pengalaman
memakan suatu jenis makanan tertentu akan menyebabkan sakit perut yang
parah, maka mereka tidak akan memakan makanan sampai kedua kalinya, akan
tetapi setelah beberapa lama hal tersebut dilupakan, sehingga mungkin dia
mencoba memakan lagi.
2. Kepadatan pinjal
Hasil survei pinjal pada 3 ekor tikus yang ditemukan terdapat 1 pinjal
Xenopsylla cheopis yang berarti indeks pinjal khusus sebesar 0,3. Angka
tersebut menunjukkan bahwa kepadatan pinjal yang diperoleh masih memenuhi
standar baku mutu. Walaupun
3. Identifikasi Tikus
Hasil dari kegiatan survei didapatkan tikus jenis Rattus norvegicus
sejumlah 3 ekor. Berdasarkan identifikasi tikus pertama tersebut mempunyai
berat 202,19 gr, panjang badan 208 mm, panjang ekor 178 mm, panjang total
386 mm, panjang kaki belakang 42 mm, dan panjang telinga 15 mm berkelamin
jantan, tikus kedua mempunyai berat 148 gr, panjang badan 185 mm, panjang
ekor 93 mm, panjang total 278, panjang telinga 20 mm, jumlah pasangan susu
3+3 dan berkelamin betina. Sedangkan satu ekor yang lain mati sebelum
dibedah berjenis kelamin jantan.
Memiliki perilaku nokturnal tetapi sering dijumpai mencari makan pada
siang hari. Habitat Rattus norvegicus yaitu pada setiap bangunan dengan
makanan tersedia, bangunan apartemen, rumah, kandang, gudang, toko, rumah
pemotongan hewan, lumbung, bangunan ternak, bahkan selokan dan
dumpsters. suka bersarang di dekat air. Tikus ini tidak ahli dalam memanjat
tetapi ahli dalam berenang, ekor yang lebih pendek dari tubuhnya membuat tikus
ini menjadi sangat mudah berenang karena habitatnya di air/riol/got di daerah
pemukiman penduduk dan pasar.
4. Identifikasi pinjal
Ditemukan 1 ekor pinjal Xenopsylla cheopis dari 3 ekor tikus yang tertangkap,
sehingga indeks pinjal 0,3. Xenopsylla cheopis memiliki ciri- ciri tanpa genal
comb dan tanpa pronotal comb. Xenopsylla cheopis juga disebut kutu tikus tropis
yang merupakan parasit dari tikus terutama dari jenis Rattus. Pinjal jenis ini baik
jantan maupun betina berperan sebagai vektor penyakit pes, murine, typus serta
infeksi cacing. Pinjal merupakan esktoparasit yang mencari makanannya dengan
cara menusukkan mulutnya ke kulit tikus lalu menghisapnya dan pada saat inilah
terjadi transmisi penyakit dari pinjal kepada inangnya.
Berdasarkan permenkes No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesling
dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
serta Pengendaliannya menyaratkan :
1. Standar Trap Success melebihi nilai ambang batas yang disyaratkan yaitu
sebesar 21,4%
2. Tikus tertangkap berjumlah 3 ekor Rattus norvegicus
3. Standar indeks pinjal umum adalah < 2 sehingga indeks pindal umum di
perimeter KKP Palabuhan Ratu bulan Juni 2023 dalam kategori memenuhi
syarat
E. Survei Kecoa
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil survei entomologi yang dilakukan di Desa Loji Kabupaten
Sukabumi dapat disimpulkan bahwa:
1. Survei Vektor DBD
a) Hasil pengukuran kepadatan jentik diperoleh nilai HI, CI, dan ABJ masing-
masing sebesar 50%, 50%, dan 27,78%.
b) Tempat perindukan jentik yang ditemukan yaitu pada drum yang berbahan
plastik yang semuanya berada di dalam rumah
c) Hasil identifikasi jentik yang ditemukan pada container yaitu spesies Aedes
aegypti.
2. Survei Vektor Malaria
a) Hasil survei jentik Anopheles sp ditemukan positif jentik Anopheles sp pada
kolam;
b) Nyamuk Anopheles sp ditemukan pada penangkapan nyamuk di kandang sapi.
3. Survei Tikus dan Pinjal
Berdasarkan permenkes No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesling dan
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta
Pengendaliannya menyaratkan :
a. Standar Trap Success melebihi nilai ambang batas yang disyaratkan yaitu
sebesar 21,4%
b. Tikus tertangkap berjumlah 3 ekor, 3 ekor Rattus norvegicus
c. Standar indeks pinjal umum adalah < 2 sehingga indeks pindal umum di
perimeter KKP Pelabuhan Ratu bulan Juni 2023 dalam kategori memenuhi
syarat
4. Survei Kecoa
Indeks kepadatan kecoa yang ditemukan yaitu 1.
5. Survei Lalat
Hasil pengamatan saat survei lalat diketahui sebagai besar spesies adalah lalat hijau
(Chrysomya megacephala) dan lalat daging (Sarchopaga sp). Dan angka kepadatan
lalat melebihi standar sesuai Permenkes no 50 tahun 2017 yaitu 16,4.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, rekomendasi yang dapat dilakukan
yaitu:
1. Survei Vektor DBD
a) Perlu dilakukan upaya promotif berupa sosialisasi hasil temuan dan tindak
lanjutnya untuk pencegahan penyakit DBD.
b) Perlu dilakukan pemantauan jentik berkala pada wilayah perimeter KKP
Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi untuk memutus rantai penularan DBD.
c) Perlu dilakukan upaya peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ) melalui
pengendalian vektor terpadu yaitu PSN 3M Plus sehingga dapat mencapai
angka batu mutu >95%.
d) Perlu meningkatkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J)
2. Survei Vektor Anopheles
a) Perlu dilakukan upaya promotif pada masyarakat untuk waspada dengan
melakukan pencegahan berupa memakai repellen saat beraktivitas di malam
hari terutama saat berada kandang.
b) Perlu dilakukan pemantauan berkala pada tempat perindukan potensial
Anopheles sp.
c) Perlu dilakukan pengendalian vektor pada kolam sawah dengan memperbanyak
predator alami seperti ikan
d) Perlu membersihkan tanaman air didalam kolam sawah seperti eceng gondok
dan rumput liar karena dapat menjadi tempat istirahat jentik Anopheles sp.
e) Disarankan kepada masyarakat sekitar untuk menggunakan baju lengan
panjang ketika beraktivitas di malam hari, menggunakan repellent serta
menggunakan kelambu ketika tidur di malam hari.
3. Survei Tikus dan Pinjal
a) Perlu dilakukannya monitoring tikus berkala
b) Perlu dilakukannya upaya menjaga kebersihan lingkungan agar tidak
menambah tempat perindukan tikus dan memodifikasi lingkungan supaya tikus
tidak masuk ke rumah.
c) Melakukan pengendalian secara fisik dengan menggunakan trap tikus secara
berkala untuk mengurangi populasi serta memperhatikan penggunaan trap
secara berulang.
4. Survei Kecoa
a) Perlu dilakukan modifikasi lingkungan dengan menutup celah-celah yang ada di
dinding dan menutup saluran air yang terbuka.
b) Melakukan sosialisasi kepada warga dan pemilik warung tentang pengelolaan
sanitasi rumah tangga yang baik.
5. Survei Lalat
a) Perlu dilakukan edukasi khususnya pada lokasi yang menyediakan pelayanan
jasa makanan dan minuman terhadap kepadatan lalat rumah
b) Perlu dilakukan pengendalian terhadap lalat.
DAFTAR PUSTAKA