Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah
lahir). Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium
uterus untuk berkontraksi dan memendek. Atonia Uteri adalah suatu
kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi
maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali.
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam
usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari
uterus.
Manifestasi Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
Tanda dan gejala atonia uteri
1. perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes.
Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai
gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai
anti pembeku darah
2. konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. fundus uteri naik
4. terdapat tanda-tanda syok
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
TINDAKAN SEGERA
Pantau keadaan ibu dan tanda- tanda vital ibu untuk mencegah
terjadinya tanda dan gejala syok
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara
IM,IV,atau SC
Memberikan drivat prostaglandin F2a ( carboprost tromethamine ) yang
kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual
muntah, febris, dan taki kardia.
Pemberian misoprostol 800-1000ug per rectal
Lakukan kompresi bimanual internal
Ajarkan keluraga cara Kompresi bimanual eksternal
Kompresi aorta abdominalis
Pasang infuse RL untuk mencegah dehidrasi pada ibu akibat perdarahan
yang di alami
Jika perdarahan tidak berhenti segera rujuk pasien ke fasilitas yang lebih
memadai untuk menghidari terjadinya komplikasi yang lebih berat yang
akan berujung pada kematian, disertai inform consent.
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah di masa kehamilan dengan frekuensi serta
gejala yang jauh lebih parah daripada morning sickness.
Pada morning sickness, mual dan muntah biasanya hanya berlangsung dalam 14 minggu pertama
periode kehamilan dan umumnya dialami di pagi hari. Namun pada kasus hiperemesis
gravidarum, mual atau muntah bisa terus berlangsung lebih dari 14 minggu atau bahkan hingga
bayi lahir. Gejalanya pun bisa muncul sepanjang hari dan bukan di pagi hari saja. Tercatat ada
beberapa penderita hiperemesis gravidarum yang mengalami mual hingga 50 kali dalam sehari.
Hiperemesis gravidarum tidak boleh diabaikan dan harus ditangani secara medis. Selain dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini juga dapat berpengaruh buruk pada kesehatan fisik
dan psikologis penderitanya, serta pertumbuhan bayi di dalam kandungan.
Gejala Hiperemesis Gravidarum
Berikut ini beberapa gejala hiperemesis gravidarum, di antaranya:
Mual dan muntah parah secara berkepanjangan.
Pusing.
Sakit kepala.
Jantung berdebar.
Dehidrasi.
Konstipasi.
Ketosis atau peningkatan kadar asam keton yang bersifat toksik di dalam darah dan urine.
Deep Vein Thrombosis (DVT) atau penggumpalan darah di dalam pembuluh vena.
Berat badan bayi rendah.
Selain berdampak pada fisik, gejala hiperemesis gravidarum juga dapat mengarah pada masalah
lainnya, seperti:
Menurunnya kualitas hidup penderita akibat aktivitas sehari-hari yang terganggu, baik di dalam
kehidupan keluarga, sosial, maupun pekerjaan.
Memiliki keluarga dekat (misalnya ibu, kakak, atau adik) yang pernah menderita hiperemesis
gravidarum.
Obat-obatan steroid.
2.3.2. Tujuan
Tujuan tindakan tersebut adalah mencapai his 3x dalam 10 menit,
lamanya 40 detik
Indikasi
Induksi atau augmentasi
Pemantauan selama tindakan
Pemantauan denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil, dan
periksa denyut jantung janin (DJJ)
Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit : (1) kecepatan
infus oksitosin, (2) frekuensi dan lamanya kontraksi, (3) Denyut jantung
janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit dan selalu langsung setelah
kontraksi. Apbila DJJ kurang dari 100 menit/menit, segera hentikan
infuse
b. Prostaglandin
Indikasi:
Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi
persalinan
Pemantauan selama pemberian:
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa
denyut jantung janin (DJJ). Catat semua pengamatan pada partograf
Metode pemberian:
Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau gel 2 3 mg
ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam
kemudian (jika his tidak timbul)
Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infuse oksitosin jika:
(1) Ketuban pecah, (2) Pematangan serviks telah tercapai, (3) Proses
persalinan telah berlangsung, (4) atau pemakaian prostaglandin telah 24
jam.
c. Misoprostol
Indikasi:
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus
kasus tertentu misalnya : (1) Preeklampsia berat / eklampsia dan serviks
belum matang sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan
atau bayi terlalu premature untuk bisa hidup, (2) Kematian janin dalam
rahim lebih dari 4 minggu belum in partu, dan terdapat tanda tanda
ganguan pembekuan darah
Metode pemberian:
Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan
jika his tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam
Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis
menjadi 50 mcg tiap 6 jam
Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai, dan jangan lebih dari 4
dosis atau 200 mcg
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri.
Oleh karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap
Jangan memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian
misoprostol
d. Amniotomi
Indikasi:
Induksi atau augmentasi
Dari hasil pemeriksaan monitoring denyut jantung janin, diambil
tindakan yang dapat mencegah terjadinya janin jeopardy
Dari pemeriksaan kontraksi intrauterus, ketika dalam proses persalinan
kontraksi tidak memenuhi syarat
Elektif amniotomi dapat dilakukan untuk mendeteksi mekonium
Pemantauan selama tindakan:
Periksa denyut jantung janin
Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi , posisi, penipisan,
dan bukaan serviks dengan menggunakan sarung tangan DTT
Tekhnik tindakan
Masukkan kokher yang dipegang tangan kiri dengan bimbingan
telunjuk dan jari tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban
Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk menorehkan gigi
kokher hingga merobek selaput ketuban
Cairan ketuban akan mengalir perlahan. Catat warnanya, kejernihan,
pewarnaan, mekonium,jumlahya. Jika ada pewarnaan mekoneum,
suspek gawat janin
Pertahankan jari tangan dalam vagina agar cairan ketuban mengalir
perlahan dan ykin tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang
menumbung
Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah
kontraksi uterus. Apabila ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih
dari 180 DJJ/menit) suspek gawat janin
Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam, berikan
antibiotka pencegahan: PenisilinG 2 juta unit IV atau ampisilin 2g IV
(ulangi tiap 6 jam sapai kelahiran). Jika pasien tidak ada tanda tanda
infeksi sesudah kelahiran, antibiotik dihentikan
Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi dalam 1 jam setelah
amniotomi, mulailah dengan infuse oksitosin
Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia,infus
oksitosin dilakukan bersamaan dengan amniotomi
e. Kateter Foley
Indikasi:
Kateter foley merupakan alternative lain di samping pemberian
prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan
Jangan lakukan kateter Foley jika ada riwayat perdarahan, ifeksi
vaginal, ketuban pecah, pertumbuhan janin terhambat
Metode tindakan
Pasang speculum DTT di vagina
Masukkan kateter Foley pelan pelan melalui serviks dengan
menggunakan forsps DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati ostium
uteri internum
Gelumbangkan balon kateter dengan menggunakan 10 ml air
Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina
Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau
sampai 12 jam
Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian
lanjutkan dengan infuse oksitosin
f. Laminaria
Dengan menggunakan laminaria dapat tercapai pematangan cerviks.
Dapat dipasang saat malam hari sebelum dilakukan kelahiran pada
keesokan harinya
g. Stripping Membranes
Metode tindakan:
Memasukkan tangan telunjuk ke dalam ostium sedalam mungkin dan
kemudian memutari ostium 360 derajat hingga 2 x putaran.
Komplikasi:
Dapat berpotensi menimbulkan infeksi, perdarahan dari plasenta previa
yang tidak terdiagnosa sebelumnya atau plasenta letak rendah, dan
resiko rupture membrane
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam,
berkeringat di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena
orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ lain
menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada hasil radiologi
(biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis
cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test
(TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan memerlukan pemberian banyak macam antibiotik
dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan
diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi
tuberkulosis resisten multi-obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes
penapisan penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil CalmetteGurin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,[3] dan infeksi
baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik.[3] Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta
kasus kronis yang aktif di tingkat global.[4] Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan kasus
baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara berkembang.[5]
Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun 2006, sementara kasus baru mulai
menurun sejak tahun 2002.[5] Tuberkulosis tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari populasi
di berbagai negara di Asia dan Afrika yang melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif,
sementara di Amerika Serikat, hanya 510% saja yang menunjukkan hasil positif.[1] Masyarakat di dunia
berkembang semakin banyak yang menderita Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah.
Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS.[6]
Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi keadaan telah
membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.
Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah penyakit menular paru-paru yang
disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan dari penderita TB aktif yang
batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air liur dan terinhalasi oleh orang sehat yang tidak memiliki
kekebalan tubuh terhadap penyakit ini.
TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di dunia. Data WHO menunjukkan
bahwa pada tahun 2015, Indonesia termasuk dalam 6 besar negara dengan kasus baru TB terbanyak.
alodokter-tuberkulosis2
TB paling sering menyerang paru-paru dengan gejala klasik berupa batuk, berat badan turun, tidak nafsu
makan, demam, keringat di malam hari, batuk berdarah, nyeri dada, dan lemah. Jenis batuk juga bisa
berdahak yang berlangsung selama lebih dari 21 hari.
Saat tubuh kita sehat, sistem kekebalan tubuh dapat memberantas basil TB yang masuk ke dalam tubuh.
Tapi, sistem kekebalan tubuh juga terkadang bisa gagal melindungi kita.
Basil TB yang gagal diberantas sepenuhnya bisa bersifat tidak aktif untuk beberapa waktu sebelum
kemudian menyebabkan gejala-gejala TB. Kondisi ini dikenal sebagai tuberkulosis laten. Sementara basil
TB yang sudah berkembang, merusak jaringan paru-paru, dan menimbulkan gejala dikenal dengan istilah
tuberkulosis aktif.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil tersebut menyebar di udara melalui
semburan titik-titik air liur dari batuk pengidap TB aktif.
Terdapat sejumlah orang yang memiliki risiko penularan TB yang lebih tinggi. Kelompok-kelompok
tersebut meliputi:
Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pengidap HIV/AIDS, diabetes, atau orang
yang sedang menjalani kemoterapi.
Perokok.
Pecandu narkoba.
Orang yang sering berhubungan dengan pengidap TB aktif, misalnya petugas medis atau keluarga
pengidap.
Tuberkulosis termasuk penyakit yang sulit untuk terdeteksi. Dokter biasanya menggunakan beberapa
cara untuk mendiagnosis penyakit ini, antara lain:
Rontgen dada.
Tes Mantoux.
Tes darah.
Tes dahak.
Penyakit yang tergolong serius ini dapat disembuhkan jika diobati dengan benar. Langkah pengobatan
yang dibutuhkan adalah dengan mengonsumsi beberapa jenis antibiotik dalam jangka waktu tertentu.
Sementara langkah utama untuk mencegah TB adalah dengan menerima vaksin BCG (Bacillus Calmette-
Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib dan diberikan sebelum bayi
berusia 2 bulan.
Risiko Komplikasi Tuberkulosis
Apabila tidak diobati, bakteri TB dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan berpotensi mengancam jiwa
pengidap. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
Meningitis.
Kerusakan sendi.
Batuk-batuk yang bisa menjadi batuk berdahak. Batuk ini berlangsung selama 21 hari atau lebih.
Kelelahan.
Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut. TB bisa disembuhkan jika diobati
dengan seksama dan tepat.
Tidak semua basil TB yang masuk ke tubuh langsung menyebabkan gejala (tuberkulosis aktif). Ada juga
kasus di mana basil TB bersembunyi tanpa memicu gejala sampai suatu hari berubah aktif. Kondisi ini
dikenal sebagai tuberkulosis laten. Selain tidak mengalami gejala, pengidap tuberkulosis laten juga tidak
menular. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia mengidap TB laten.
Sementara TB yang berkembang, merusak jaringan paru, dan menimbulkan gejala-gejala dalam
beberapa minggu setelah terinfeksi dikenal dengan istilah tuberkulosis aktif. Sangat penting agar TB
jenis ini diobati karena termasuk penyakit menular.
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil ini menyebar di udara melalui
semburan titik-titik air liur dari batuk pengidap tuberkulosis aktif.
Meski demikian, penularan TB tidaklah semudah penyebaran pilek atau flu karena umumnya
membutuhkan beberapa waktu. Makin lama seseorang terpapar atau berinteraksi dengan penderita TB,
risiko penularan akan makin tinggi. Misalnya, anak yang tinggal serumah dengan pengidap TB akan
memiliki risiko tinggi untuk tertular.
Risiko penularan TB juga berpotensi meningkat bagi kelompok-kelompok orang tertentu, di antaranya
adalah:
Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya pengidap HIV, diabetes, kanker, serta
orang yang kekurangan gizi.
Pengguna tembakau, misalnya dalam bentuk rokok. Hampir 20 persen kasus TB dipicu oleh merokok.
Selain paru-paru, basil TB juga bisa menyerang tulang, otak, sistem pencernaan, kelenjar getah bening,
sistem saluran kemih, serta sistem saraf.