Anda di halaman 1dari 9

Hiperemesis Gravidarum

   
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang terjadi secara
berlebihan selama hamil. Mual dan muntah (morning sickness) pada
kehamilan trimester awal sebenarnya normal. Namun, pada hiperemesis
gravidarum, mual dan muntah dapat terjadi sepanjang hari dan berisiko
menyebabkan dehidrasi.
Tidak hanya dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan ibu hamil
mengalami gangguan elektrolit dan penurunan berat badan. Kondisi ini perlu segera
ditangani untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada ibu hamil dan
janinnya.

Penyebab Hiperemesis Gravidarum


Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tetapi kondisi ini
sering kali dikaitkan dengan tingginya kadar hormon human chorionic gonadotropin
(HCG) dalam darah. Hormon ini dihasilkan oleh ari-ari (plasenta) sejak trimester
pertama kehamilan dan kadarnya terus meningkat sepanjang masa kehamilan.
Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil lebih berisiko mengalami
hiperemesis gravidarum, yaitu:

 Baru pertama kali mengandung


 Mengandung anak kembar
 Menderita obesitas
 Memiliki keluarga yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum
 Mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya
 Mengalami hamil anggur

Gejala Hiperemesis Gravidarum


Gejala utama hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah saat hamil, yang
bisa terjadi hingga lebih dari 3–4 kali sehari. Kondisi ini bisa sampai mengakibatkan
hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. Muntah yang berlebihan juga dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami pusing, lemas, dan dehidrasi.
Selain mual dan muntah secara berlebihan, penderita hiperemesis gravidarum juga
dapat mengalami gejala tambahan berupa:

 Sakit kepala
 Konstipasi
 Sangat sensitif terhadap bau
 Inkontinensia urine
 Produksi air liur berlebihan
 Jantung berdebar
Gejala hiperemesis gravidarum biasanya muncul di usia kehamilan 4–6 minggu dan
mulai mereda pada usia kehamilan 14–20 minggu.

Pengobatan Hiperemesis Gravidarum


Berbeda dengan morning sickness yang penanganannya dapat dilakukan di rumah,
penderita hiperemesis gravidarum perlu menjalani perawatan di rumah sakit.
Pengobatan yang diberikan ditentukan berdasarkan tingkat keparahan gejala dan
kondisi kesehatan ibu hamil secara keseluruhan.
Pengobatan bertujuan untuk menghentikan mual dan muntah, mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang akibat muntah berlebihan, memenuhi kebutuhan nutrisi, dan
mengembalikan nafsu makan.
Beberapa obat yang dapat diberikan oleh dokter adalah:

 Obat antimual, seperti promethazine


 Vitamin B1 atau tiamin
 Pyridoxine atau vitamin B6
 Suplemen vitamin dan nutrisi.

Jika hiperemesis gravidarum menyebabkan ibu hamil tidak mampu menelan cairan
atau makanan sama sekali, dokter akan memberikan obat dan nutrisi melalui infus.
Selain melalui infus, ibu hamil juga dapat menerima asupan makanan melalui selang
makan.

Preeklamsia
   

Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah dan kelebihan protein


dalam urine yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
Bila tidak segera ditangani, preeklamsia bisa menyebabkan komplikasi
yang berbahaya bagi ibu dan janin.
Salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia adalah usia
ibu hamil yang di bawah 20 tahun atau lebih dari 40 tahun. Kondisi ini perlu segera
ditangani untuk mencegah komplikasi atau berkembang menjadi eklamsia yang
dapat mengancam nyawa ibu hamil dan janin.

Penyebab Preeklamsia
Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini
diduga terjadi akibat kelainan perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang
berfungsi menyalurkan darah dan nutrisi untuk janin.
Kelainan tersebut menyebabkan pembuluh darah menyempit dan muncul reaksi
yang berbeda dari tubuh ibu hamil terhadap perubahan hormon. Akibatnya, terjadi
gangguan pada ibu hamil dan janin.
Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu
preeklamsia, yaitu:

 Riwayat penyakit ginjal, diabetes, hipertensi, penyakit autoimun, dan gangguan


darah
 Riwayat preeklamsia sebelumnya
 Riwayat preeklamsia dalam keluarga
 Kehamilan pertama
 Kehamilan selanjutnya setelah jeda kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun
 Hamil di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
 Mengandung bayi kembar
 Obesitas saat hamil
 Kehamilan yang sedang dijalani merupakan hasil metode bayi tabung (in vitro
fertilization)

Gejala Preeklamsia
Gejala utama preeklamsia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan adanya
protein dalam urine (proteinuria). Gejala tersebut umumnya bisa terdeteksi saat
pemeriksaan kehamilan rutin.
Gejala lain preeklamsia yang umum terjadi adalah:

 Sakit-kepala berat
 Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau sensitif terhadap cahaya
 Nyeri di ulu hati atau perut kanan atas
 Pusing dan lemas
 Sesak napas
 Frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun
 Mual dan muntah
 Bengkak pada tungkai, tangan, wajah, dan beberapa bagian tubuh lain
 Berat badan naik secara tiba-tiba

Pengobatan Preeklamsia
Preeklamsia dapat teratasi jika janin dilahirkan atau dengan menangani gejala yang
dialami ibu hamil sampai kondisinya siap untuk melahirkan. Beberapa penanganan
yang dapat dilakukan yaitu:

Pemberian obat-obatan
Sejumlah obat-obatan yang dapat diresepkan untuk menangani preeklamsia adalah:

 Antihipertensi, seperti metildopa, untuk menurunkan tekanan darah


 Kortikosteroid, untuk mempercepat perkembangan paru-paru janin
 MgSO4, untuk mencegah komplikasi kejang pada ibu hamil
Perawatan di rumah sakit
Bila preeklamsia yang dialami ibu hamil cukup berat atau makin parah, perawatan di
rumah sakit diperlukan agar kondisinya tetap terpantau. Selama perawatan, dokter
akan melakukan tes darah, NST, dan USG secara rutin.

Perawatan setelah melahirkan


Setelah melahirkan, pemantauan kondisi ibu dan bayi tetap perlu dilakukan.
Umumnya, pasien perlu menjalani rawat inap beberapa hari setelah melahirkan.
Pasien juga tetap perlu mengonsumsi obat antihipertensi yang diresepkan oleh
dokter dan melakukan kontrol rutin selama 6 minggu setelah melahirkan.

Eklamsia
   

Eklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan


darah tinggi dan kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Kondisi gawat darurat ini bisa terjadi setelah penderitanya mengalami
preeklamsia.
Eklamsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklamsia. Eklamsia umumnya jarang
terjadi, tetapi harus segera ditangani karena dapat membahayakan nyawa ibu hamil
dan janinnya. Kondisi ini umumnya terjadi saat usia kehamilan mencapai 20 minggu
atau lebih.

Penyebab Eklamsia
Sampai saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum diketahui
secara pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga disebabkan oleh kelainan bentuk dan
fungsi plasenta.
Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu
preeklamsia dan eklamsia, yaitu:

 Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya


 Riwayat preeklamsia atau eklamsia dalam keluarga
 Hamil di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
 Riwayat penyakit diabetes, penyakit ginjal, anemia sel sabit, obesitas, serta penyakit
autoimun, seperti lupus dan sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan kembar
 Kehamilan yang sedang dijalani merupakan hasil metode bayi tabung (IVF)

Gejala Eklamsia
Gejala utama eklamsia adalah kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
persalinan. Eklamsia selalu terjadi setelah preeklamsia. Sementara preeklamsia
sendiri dapat timbul sejak kehamilan mencapai usia 20 minggu.
Preeklamsia ditandai dengan tekanan darah yang lebih dari 140/90 mm Hg, adanya
protein dalam urine, dan dapat disertai dengan pembengkakan di tungkai. Jika tidak
mendapatkan penanganan, preeklamsia bisa menyebabkan eklamsia.
Pada beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai dengan:

 Tekanan darah makin tinggi


 Sakit kepala yang parah
 Mual dan muntah
 Sakit perut terutama di bagian kanan atas
 Bengkak di tangan dan kaki
 Gangguan penglihatan
 Frekuensi dan jumlah urine berkurang (oligouria)
 Peningkatan kadar protein dalam urine

Jika terus berlanjut, penderitanya dapat mengalami kejang. Kejang ini bisa terjadi
sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Kejang eklamsia dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Namun, ada dua fase
kejang yang bisa terjadi saat mengalami eklamsia, yaitu:

 Fase pertama
Pada fase ini, kejang berlangsung selama 15–20 detik, yang disertai dengan kedutan
di wajah, kemudian terjadi kontraksi otot di seluruh tubuh.
 Fase kedua
Kejang fase kedua berlangsung selama 60 detik, yang dimulai dari rahang, kemudian
menjalar ke otot muka, kelopak mata, dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh.
Pada fase ini, kejang eklamsia menyebabkan otot berkontraksi dan rileks secara
berulang-ulang dalam waktu yang cepat.

Pengobatan Eklamsia
Satu-satunya cara untuk menangani eklamsia adalah dengan melahirkan bayi yang
dikandung. Pada ibu hamil dengan preeklamsia yang berisiko mengalami eklamsia,
dokter akan melakukan beberapa penanganan, seperti:

 Memberikan obat pengontrol tekanan darah dan vitamin


 Menyarankan untuk bed rest di rumah sakit atau di rumah dengan pengawasan dari
dokter
 Memantau kondisi janin dan ibu hamil secara berkala

Pada ibu hamil yang mengalami eklamsia, dokter akan memberikan obat antikejang.
Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) melalui infus menjadi pilihan pertama untuk
menangani kejang pada eklamsia.
Namun, bila kejang tidak membaik dengan pemberian magnesium sulfat, dokter
dapat memberikan obat golongan benzodiazepin dan phenytoin.
Kehamilan Ektopik: Gejala, Penyebab,
Penanganan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kandungan
(rahim), hal ini terjadi ketika sel telur yang dibuahi malah menempel pada
organ-organ di luar rahim, biasanya di salah satu saluran tuba. Dengan
demikian kehamilan tidak bisa berkembang menjadi janin, dan tentunya
akan menimbulkan masalah pada kebanyakan kasus.

Seperti kita ketahui dalam proses kehamilan, sel telur yang telah dibuahi


akan melakukan perjalanan sampai akhirnya menempel pada rahim dan
tumbuh di sana. Dalam kasus kehamilan ektopik, telur yang telah dibuahi
secara abnormal tidak menempel pada rahim.

Gejala Kehamilan Ektopik?
Mual dan nyeri payudara adalah gejala umum pada kehamilan ektopik
ataupun kehamilan dalam rahim. Pada awalnya sama persis dengan hamil
normal. Namun, gejala berikut ini lebih sering terjadi pada hamil di luar
kandungan apabila mengalami gangguan sehingga lebih sering disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu (KET), kondisi ini dapat menunjukkan
keadaan darurat medis:

 Rasa nyeri tajam di perut, panggul, bahu, atau leher.


 Sakit parah yang terjadi di salah satu sisi perut.
 Bercak ringan atau flek yang keluar dari jalan lahir atau bisa
jadi perdarahan hebat.
 Pusing atau pingsan.
 Rasa tertekan pada dubur.

Penyebab Kehamilan Ektopik?


Sayangnya, belum diketahui secara pasti apa penyebab kehamilan
ektopik. Dalam beberapa kasus, kondisi di bawah ini berhubungan dengan
kehamilan ektopik:
 Peradangan dan jaringan parut pada saluran tuba akibat penyakit
sebelumnya seperti infeksi, atau operasi pada daerah tuba.
 Faktor hormonal
 Kelainan genetik
 Cacat lahir
 Kondisi medis yang mempengaruhi bentuk dan kondisi saluran tuba
dan organ reproduksi
Selain penyebab di atas, ada beberapa kelompok wanita yang
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kehamilan ektopik, antara lain
sebagai berikut:

 Usia ibu 35 tahun atau lebih


 Pernah operasi panggul aau toperasi perut sebelumnya
 Riwayat penyakit radang panggul
 Sejarah endometriosis
 Konsepsi yang tetap terjadi meskipun sudah ligasi tuba (steril)
atau alat kontrasepsi (IUD)
 Konsepsi yang terjadi berkat bantuan obat kesuburan
 Merokok
 Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
 Riwayat penyakit menular seksual (PMS), seperti gonore atau klamidia
 Memiliki kelainan struktural dalam saluran tuba yang membuat telur
kesulitan untuk bergerak

Pengobatan Kehamilan Ektopik

Keadaan kehamilan ektopik dengan perdarahan merupakan keadaan gawat darurat yang harus
dilakukan tindakan secepat mungkin. Kehamilan ektopik dapat diobati dalam beberapa cara
sebagai berikut:

 Penggunaan metotreksat, dapat diberikan pada kehamilan ektopik yang telah dideteksi secara
dini sehingga tidak menimbulkan gangguan lainnya. Metotreksat dapat membantu penyerapan
kantung kehamilan dan menyelamatkan saluran indung telur. Terapi ini hanya boleh
dilakukan oleh dokter dengan pertimbangan usia dan progresivitas kehamilan.
 Jika saluran indung telur telah meregang atau bahkan robek dan mengalami perdarahan,
sebagian atau seluruh jaringan tersebut harus segera diangkat untuk menghentikan
perdarahan. Seluruh akibat perdarahan yang dihasilkan karena kehamilan ektopik merupakan
keadaan gawat darurat dan harus ditangani segera dengan pembedahan.
 Bedah laparaskopi, prosedur ini merupakan tindakan untuk mengevakuasi perdarahan yang
terjadi di dalam rongga perut atau rongga panggul dengan sayatan kecil untuk memasukkan
kamera dan alat laparaskopi. Penyembuhan cenderung lebih cepat dibandingkan prosedur
bedah konvensional

ENYAKIT SERTA KELAINAN PLASENTA DAN SELAPUT JANIN


PENYAKIT TROFOBLAS

Yaitu penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas.


Ditemukan pada wanita hamil dan teratoma dari ovarium.
Terbagi menjadi : - Gestational Trophoblastic Disease
- Non Gestational Trophoblastic Disease

Pada hakekatnya merupakan kegagalan fungsi reproduksi.


Disini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa
degenerasi hidropik dari jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut MOLA
HIDATIDOSA

Gejal-gejala
Mual, enek , pusing dan lain-lain yang lebih hebat.
Uterus lebih besar dari umur kehamilan.
Perdarahan pervaginam, terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh, rata-rata 12-14 minggu,
bersifat intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
Anemia.
Bisa disertai preeklampsia (eklampsia), terjadi lebih muda dari kehamilan biasa.
Bisa terjadi tirotoksikosis, emboli sel trofoblas ke paru-paru

Pengobatan terbagi dua :


1. Good prognosis
bila periode laten kurang dari 4 bulan, kadar HCG waktu masuk kurang dari
100.000 mIU/ml dan metastasis hanya sampai paru-paru.
Terapi tunggal dengan methotrexate, 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut,
Berhenti satu minggu, kemudian diulangi lagi sampai kadar HCG mencapai
Normal 3 kali berturut-turut.
2. Poor prognosis
kriteris selebihnya, selain yang termasuk di good prognosis.
Terapi kombinasi, gunakan leucovorin untuk atasi efek samping.
Digunakan methotrexate, actinomycin D dan chorambucil.
Interval paling sedikit 2 minggu.

Dapat dilakukan histerektomi, dengan dilanjutkan sitostatika pad kasus dengan pendarahan yang
hebat atau uterus yang besar.

Prognosis.
Dengan pengawasan yang ketat dan pengobatan yang adekuat, derajat kesembuhan 100%,
kecuali stadium IV ( di Negara maju).
Angka kematian di negara berkembang tahun 1985 : 18,5%
Bila seorang telah sembuh dari koriokarsinoma, kemudian hamil, maka hasil kehamilannya tidak
akan terpengaruh oleh pemberian sitostati

Anda mungkin juga menyukai