Anda di halaman 1dari 12

c  

     

 

³Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran³.
(Mansjoer, 2000: 432).

³Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandai
adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran´.
(Soegijanto, 2002: 1).

³Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus,
dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh´.
(Tambayong, 2000: 143).

³Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi´.
( Ovedoff, 2002: 514).

    
Menurut Lewis, Et al (2000: 192) ³Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhi´.

Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid adalah
Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh organisme yang termasuk
dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B, salmonella enteretidis
bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A,
salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii.

Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari demam
typoid adalah bakteri Salmonella typhi.

     
Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus
halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat
pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial
system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES
dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman
kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian
kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman
tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan
reinfeksi di usus.

Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama
dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281).
Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat
pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam.

   


Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala demam typoid
adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah.

Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif,
lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae
jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422).

Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:

p p
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak
tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur -angsur naik setiap hari, menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur
turun dan normal kembali.

 p p
p p p p
pp
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen
dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.

 p p p pp


Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala
lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.

  p
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung
ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali,
terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

Ä   
Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus
halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:

p 
 ppp  , bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri
perut dengan tanda-tanda renjatan.

 
p , timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat
udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan
diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

 
, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang
(defense musculair) dan nyeri tekan.

Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia)
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu
Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang
kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

Î 
  
Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah:
a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia).
b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.
c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.
d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif.
e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama
minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes
widal).

Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid,
tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal
empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.

Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui:


O
pp  
Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini
tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.


pp  p 

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam
typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
= pp pp
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typoid.

   ! p
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga
pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah
divaksinasi terhadap demam typoid.

Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau
peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid,
meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies
salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada
biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433).

Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:
p  "  , yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).

  "  #, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).

  "  $, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.

'

  
  
Faktor yang berhubungan dengan klien:
p  p pp  : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

 
%p&%p  : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.

 
pp  p pp: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.

 p&pp    pp   : obat-obat tersebut dapat menghambat


terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.

  $pp p p pp  p: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa,
titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun.
Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.

  '   p  (      p  p  %p: keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
 pppp: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella dimasa lalu.

ï     


Menurut Copstead, et al (2000: 170) ³Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi
yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin,
sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol´.

³Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu:


O
p!pp
Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi
pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

 
Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut
dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada
pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran
dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.

= p
Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:

a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan
selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi
4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.

b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol.
Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol.
Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.

c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan


kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan
leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.

d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih


sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan
sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.

e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin


generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.

f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal
belum diketahui dengan pasti.

Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat
simtomatik antara lain:
a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak
berguna.

b. Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan
selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu
badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi,
karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps´. (Sjaifoellah, 1996: 440).

Ö 
 
³Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,
jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada
anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7 %´. (Sjaifoellah, 1996: 441).

Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada anak baik,
asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi
tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti:
a. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris continue.
b. Kesadaran sangat menurun (supor, koma atau delirium).
c. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi.

!  
   
    

  
  Menurut Doenges (1999: 476-485) adalah:

p ")p p 'pp 


Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/
kerja sehubungan dengan proses penyakit.

  p
Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi
termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.

 'p *
Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.
Tanda: Menolak, perhatian menyempit.

 * p
Gejala: Diare/konstipasi.
Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya
peristaltik.

 +ppp(pp
Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.
Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran
mukosa pucat.

 #%
Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.

 ,%( %ppp
Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.
Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.

 ppp
C, penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.„C-40„Gejala: Peningkatan suhu
tubuh 38

 'p p 
Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di
alami.


% p(
 p pp
Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.

    
 
Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu:

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat ditempat tidur/ tirah baring.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual,
muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare.

e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.

f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis


berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

 
" 
 

p  
p   p     p p 


')-
1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
pp : Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi.
2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam melaksanakan
upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat paha
dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan intake
cairan dengan perbanyak minum.
pp : Membantu mengurangi demam.

3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam.
pp : Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien.

4) Monitor penurunan tingkat kesadaran.


pp : Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

6) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.


pp : Untuk mempercepat proses penyembuhan.

5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
pp : Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi basil
salmonella typhi.

  p  pp 


p   p  
p p  p
p  p   p

p 

')-
1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan, minuman, ganti
baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku.
pp : Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya komplikasi yang
berhubungan dengan pergerakan yang melanggar program tirah baring.

2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.


pp : Partisipasi keluarga sangat penting untuk mempermudah proses keperawatan dan
mencegah komplikasi lebih lanjut.

3) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses
penyembuhan
pp : Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju metabolisme dan
infeksi.

!      !pp  


p   p  p p  p   p   p
 p
   pp  p   
p  p p p 


')-
1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik) jika diperlukan.
pp : Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan berat
ringannya kekurangan cairan.

2) Monitor tanda-tanda vital


pp : Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien.
3) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.
pp : Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.

4) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.


pp : Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien.

5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.


pp : Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan.

  p p p    p  p  


p  
 
p   p   p
 p  p p  p  p
 p p pp     p   
p  p p p

')-
1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
pp : Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat menentukan
intervensi yang sesuai dan efektif.

2) Monitor adanya penurunan berat badan.


pp : Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan 500 gr/minggu.

3) Monitor lingkungan selama makan.


pp : Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk
makan.

4) Monitor mual dan muntah.


pp : Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi.

5) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.


pp : Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat
proses penyembuhan.

6) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.


pp : Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.

7) Berikan makanan yang terpilih.


pp : Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
pp : Membantu dalam proses penyembuhan.

 p 
p   p  pp p  pp     
p 

')-
1) Monitor tanda dan gejala diare.
pp : Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan.

2) Identifikasi faktor penyebab diare.


pp : Mengetahui penyebab diare sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
3) Observasi turgor kulit secara rutin.
pp : Turgor kulit jelek dapat menggambarkan keadaan klien.

4) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare.


pp : Untuk membantu dalam proses penyembuhan.

5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan.
pp : Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi diare.

6) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.


pp : Untuk melanjutkan intervensi dan pemberian obat berikutnya.

7) Evaluasi intake makanan yang masuk.


pp : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien.

8) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian cairan IV.


pp : Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.

  p  
p   p   pp pp  
p 

')-
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.
pp : Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/
terjadi komplikasi.

2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri.


pp : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti
stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta
membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.

3) Beri kompres hangat pada daerah nyeri.


pp : Untuk menghilang nyeri.

4) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik.


pp : Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.

  p   p
p   p     p  
p    pp  p   

p   p   p   p pp   p p  p p p

')-
1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
pp : Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.

2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.


pp : Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab, tanda dan
gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid.

3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
pp : Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.
 # 
Evaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada klien dengan demam typoid.

Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:


p   
p   p     p p 

*)p p-
1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,6-37,5 C).
2) Klien tidak demam lagi.
3) Klien tidak gelisah.
4) Turgor kulit baik.
5) Kesadaran compos mentis.

  p  pp 


p   p  
p p  p
p  p   p

p
*)p p-
1) Kebutuhan mandi, makan, minum, eleminasi, ganti pakaian, kebersihan mulut, rambut,
kuku dan genetalia terpenuhi.
2) Klien berpartisipasi dalam tirah baring.
3) Klien mobilisasi secara bertahap.

!      !pp  


p   p  p p  p   p   p
 p
   pp  p   
p  p p p 

*)p p-
1) Masukan dan haluaran cairan seimbang.
2) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

  p p p    p  p  


p  
 
p   p   p
 p  p p  p  p
 p p pp     p   
p  p p p
*)p p-
1) Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan.
2) Klien tidak lagi mual, dan muntah.
3) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran dengan nilai
laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

 p 
p   p  pp p  pp  
p 
*)p p-
1) Tidak mengalami diare.
2) Turgor kulit baik.

   p  
p   p   pp pp  
p 
*)p p-
1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
2) Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat secara adekuat.

  p   p
p   p     p  
p    pp  p   

p   p   p   p pp   p p  p p p
*)p p-
Keluarga klien mengerti tentang penyakit anaknya.

Anda mungkin juga menyukai