Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TYPHOID

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Disusun Oleh :
SRI ANDINI PUSPITASARI
(202073050)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI KAB.MOJOKERTO
TA.2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini diajukan oleh:


Nama : SRI ANDINI PUSPITASARI
NIM : 202073050
Program Studi : PROFESI NERS

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah

Mojokerto, 22 Desember 2020

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(…………………….) (…………………………..)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(…………………….)
BAB I
KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi [ CITATION Nur15 \l 1033 ].
Tifoid termasuk infeksi sistemik dengan gejala yang khas yaitu demam.
Adapun demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini umumnya
memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi) naik-turun. Hal ini
terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari hampir tidak terjadi demam.
Hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh penderita maupun keluarga penderita
(Dinkes, 2013).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan dengan atau tidak dengan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya
diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang terinfeksi
(Valman, 2006).
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008) disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan
kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup
baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta
mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman
ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella
typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut ngastiyah (2005), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul
gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.

Periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda :

Keluhan Dan Gejala Demam Tifoid


Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu pertama Panas berlangsung Gangguan saluran Bakterimia
insidious, tipe panas cerna
stepladder yang
mencapai 39-40oC,
menggigil, nyeri
kepala
Minggu Kedua Rash, nyeri abdomen, Rose Spot, Vaskulitis, hiperplasi
diare, atau konstipasi, splenomegali, pada peyer’s patches
delirium hepatomegali nodul tifoid pada
limpa dan hati
Minggu Ketiga Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada
perdarahan saluran ketegangan peyer’s patches,
cerna, perforasi, syok abdomen, koma nodul tifoid pada
limpa dan hati
Minggu Keluhan menurun Tampak sakit Kolelitiasi, carrier
Keempat berat, kakeksia kronik
Sumber: Penyakit infeksi di Indonesia hal:197 dalam Nurarif dan Kusuma 2015

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal
dari feses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari kuman
tersebut (Ngastiyah, 2005).
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan
limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke
peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati,
limpa dan organ-organ lainnya ( Suriadi, 2006).
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo
endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan
organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit,
terjadi Hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi Ulserasi plaks player. Pada
minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus
dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar,
kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelaianan pada usus halus
(Suriadi, 2006).
Perjalanan penyakit demam typhoid juga di sampaikan oleh Rohim (2002)
adalah: pada fase awal demam typhoid biasa ditemukan adanya gejala saluran napas
atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah melalui
jaringan limfoid di faring. Terbukti dalam suatu penelitian bahwa Salmonella typhi
berhasil diisolasi dari jaringan tonsil penderita demam typhoid, walaupun pada
Salmonella typhi percobaan lain seseorang yang berkumur dengan air yang
mengandung hidup ternyata tidak menjadi terinfeksi. Pada tahap awal ini penderita
juga sering mengeluh nyeri telan yang disebabkan karena kekeringan mukosa mulut.
Lidah tampak kotor tertutup selaput berwarna putih sampai kecoklatan yang
merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-kadang tepi lidah
tampak hiperemis dan tremor. Bila terjadi infeksi dari nasofaring melalui saluran tuba
eustachi ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul selama
demam typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: hyperplasia, nekrosis
jaringan, ulserasi, dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus peyer tersebut
menyebabkan penderita mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare,
perdarahan dan perforasi. Diare dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik
yang khas, dijumpai dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua. Karena
respon imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam typhoid adalah sel
mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo nuclear hanya sedikit dan pada
umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak terjadi aktivasi adenil
siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada serotipe invasif tidak didapatkan adanya
diare. Tetapi bila terjadi diare seringkali hal ini mendahului fase demam enterik.
Penulis lain mengatakan bahwa diare dapat terjadi oleh karena toksin yang
berhubungan dengan toksin kolera dan enterotoksin E. coli yang peka terhadap
panas.
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di
kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang
dihasilkan pada proses inflamasi (histamine, bradikinin, dan serotonin) merangsang
ujung saraf sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan
karena peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut
membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan
mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Konstipasi
dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik.
Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus
dapat menembus lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak
adanya distensi abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan meteorismus atau
timpani yang disebabkan konstipasi dan penumpukan tinja atau kurangnya tonus
pada lapisan otot intestinal atau lambung.

E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah (2005) antara
lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari),
diberikan empat kali sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol
dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah
relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena
basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan
(2008) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara
lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus
c. Mobilisasi bertahap bila tidak demam, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan
juga decubitus
e. Defekasi dan BAK perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare
f. Diet
1. Diet yang sesuai cukup kalori dan tinggi protein
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari (Smeltzer & Bare, 2002)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula ditemukan
anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit
demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

H. KOMPLIKASI
1. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga/setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang,
dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokaliasasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, &
Utami, 2013).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN KASUS TYPHOID
A. Pengkajian
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no
register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan penanggung
jawab.
2. Alasan Masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan kembung, nafsu
makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual , muntah,
diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor,
gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau pernah
menderita penyakit lainnya?
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam typoid atau
penyakit keturunan?
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Biasanya badan lemah
b. TTV : peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi
d. Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran.
5. Pemeriksaan B1-B6
a. B1 (Breathing)
Sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi akan
mengalami perubahan jika terjadi respon akut dan gejala batuk kering. Pada
beberapa kasus berat bisa didapat adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia.

b. B2 (Blood)
Penurunan tekanan darah, keringat dingin, dan diaphoresis sering didapatkan pada
minggu pertama. Kulit pucat dan akral dingin berhubungan dengan penurunan
kadar hemoglobin. Pada minggu ketiga respon toksi sistemik dapat mencapai otot
jantung dan terjadi miokarditis dengan manifestasi penurunan curah jantung
dengan tanda denyut nadi lemah, nyeri dada, dan kelemahan fisik.
c. B3 (Brain)
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan terjadi penurunan perfusi serebral
dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan mental seperti
halusinasi dan delirium. Pada beberapa pasien bisa didapatkan kejang umum yang
merupakan respon terlibatnya system syaraf pusat oleh infeksi S. Typhi.
Didapatkan icterus pada sclera terjadi pada kondisi akut.
d. B4 (Blader)
Pada kondisi berat akan didapatkan penurunan urin output respon dari penurunan
curah jantung.
e. B5 (Bowel)
Inspeksi :
a) Lidah kotor berselaput putih dan tepi hipremis disertai mistomtatitis.
Tanda ini jelas mulai Nampak pada minggu kedua berhubungan dengan
infeksi sistemik dan endotoksin kuman.
b) Sering muntah
c) Perut kembung
d) Distensi abdomen
Auskultasi :
Didapatkan penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada minggu
pertama dan terjadi konstipasi, serta selanjutnya meningkat akibat diare.
Perkusi :
Didapatkan suara timpani abdomen akibat kembung.
Palpasi :
a) Hepatomegaly dan splenomegaly. Pembesaran hati dan limfa
mengindikasikan infeksi yang mulai terjadi pada minggu kedua.
b) Nyeri tekan abdomen merupakan tanda terjadinya perforasi dan
peritonitis.

f. B6 (Bone)
Respon sistemik akan menyebabkan maise. Kelemahan fisik umum dan
didapatkan kram otot ekstremitas. Pemeriksaan integument sering didapatkan
kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam, dan terpenting sering
didapatkan tanda roseola (bintik merah pada leher, punggung dan paha).
Roseola merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4
mm berwarna merah, pucat, serta hilang pada penekanan, lebih sering terjadi
pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Roseola ini merupakan
emboli kuman dimana didalamnya mengandung kuman salmonella dan
terutama didapatkan diperut, dada, dan terkadang bokong maupun bagian
fleksor dari lengan atas (Muttaqin dan Sari, 2011).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hypertermi b.d proses infeksi salmonella thypi
2. Nyeri akut b.d proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang anadekuat dan peningkatan suhu
tubuh
5. Defesiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi atau informasi yang tidak adekuat

C. Rencana Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella  Typhi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam batas normal (360c-370c)
 Nadi dan RR dalam batas normal
 Klien mengatakan badan tidak panas lagi
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia
Rasional : Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan suhu tubuh.
Rasional : agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul
c. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Rasional : menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.
d. Batasi pengunjung.
Rasional : Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa
panas.
e. Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
Rasional : Tanda- tanda vital merupakn acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien
f. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
g. Berikan kompres hangat.
Rasional : Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik.
Rasional : antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk
mengurangi panas.

D. lmplementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari pelaksanaan adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, memfasilitasi
koping. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi independent (suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk/ perintah dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya). Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis, tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang memerlukan kerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan
dokter (Nursalam, 2000).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana keperawatan dan
implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang memungkinkan perawat untuk
memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, perencanaan dan implementasi
(Nursalam,2011).
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai