Anda di halaman 1dari 9

‫فقه األضحية‬

Fiqih Qurban 1: Cara Penyembelihan


Hewan yang boleh dimakan tidak lepas dari dua keadaan:

Pertama. Hewan jinak yang berada di tangan kita. Hewan yang dapat kita kurung, lepas,
kendarai atau tunggangi, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

????????? ?????? ???????????? ???????? ???????? ????? ????? ??


??????? ????????????? ??????????????
??????????? ????? ????????? ????? ?????????? ???????? ???????
?? ????? ????????????? ???????? ??????????? ????????? ???????
??????? ????? ????? ??????????? ???? ??????????? ???????? ????
? ???????? ??????????????
“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas
punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di
atasnya; dan supaya kamu mengucapkan:”Maha Suci Dia yang telah menundukkan
semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya,dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami”. (QS. al Zukhruf [43]: 12-14)

Kedua. Hewan yang berada di luar jangkauan kita, menjauh dari kita dan sulit
menangkapnya dan ini ada dua jenis:

1. Jenis hewan yang terpisah dari manusia, seperti  di hutan, padang pasir, gunung
dan sebagainya. Jenis ini dinamakan hewan liar.
2. Jenis hewan yang jinak dan tidak liar namun terjadi keadaan kabur dan jauh dari
jangkauan kita dan dianggap liar. Jenis ini dalam bahasa Arab dinamakan al
Na’am al Mutawahisy.

Jenis-jenis ini semua memiliki tata cara penyembelihan yang berbeda-beda sesuai
keadaannya.

Oleh karena itu perlu sekali diketahui pengertian sembelihan (al Dzakah) dan tata
caranya agar dapat memilah-milah cara penyembelihan yang sesuai syari’at.

Pengertian penyembelihan (al Dzakah)


Kata al Dzakah dalam etimologi bahasa Arab bermakna sembelihan. Sedangkan dalam
istilah syariat al Dzakah (sembelihan) ini memiliki pengertian sebab yang menjadikan
halnya memakan daging hewan darat secara ikhtiyari.
Dengan demikian maka sembelihan itu ada dua jenis:

1. Sembelihan dengan digorok atau dalam bahasa Arabnya al Dzabhu.


2. Sembelihan dengan ditusuk atau dalam bahasa Arabnya al Nahru.

Al Dzabhu adalah menyembelih dengan cara memutus tenggorokan dari badan pada
persendian antara kepala dengan leher di bawah dagu. Inilah yang sudah dikenal banyak
dalam menyembelih sembelihan selain unta.

Sedangkan al Nahru adalah menyembelih hewan dengan cara menusukkan pisau atau
sejenisnya di bagian Lubbah (bagian bawah leher tempat kalung), dan ini khusus untuk
unta saja.

Pengkhususan al Nahru pada unta dan al Dzabhu pada selainnya adalah sunnah, karena
Allah menyebutkan kata al Nahru pada penyembelihan onta dan al Dzabhu pada
selainnya, seperti firmanNya:

??????? ????????? ?????????


“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan naharlah (berkorbanlah)”. (QS. al
Kautsar [108]: 2)

Dan firmanNya:

?????? ????? ?????? ?????????? ????? ??????? ???????????? ???


?????????? ???????? ??????? ?????????????? ??????? ????? ????
??? ????????? ???? ??????? ???? ????????????
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:”Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata:”Apakah kamu hendak
menjadikan kami buah ejekan?”. Musa menjawab:”Aku berlindung kepada Allah
sekiranya menjadi seorang dari orang-orang yang jahil”. (QS. al Baqarah [2]: 67)

Serta firmanNya:

????????????? ???????? ???????


Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar. (QS. al Shaffat
[37]: 107)

Hukum Penyembelihan
Para ulama Islam telah bersepakat ketidakhalalan hewan yang dimakan dagingnya
kecuali ikan-ikanan dan belalang tanpa disembelih atau yang semakna dengannya.
Dasar kesepakatan ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

????????? ?????????? ??????????? ????????? ???????? ?????????


?? ???????????? ???????? ????? ???? ????????????????? ???????
????????? ?????????????????? ?????????????? ??????????? ????
????? ?????? ??????????????
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.”
(QS. al Maidah [5]: 3)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

??? ???????? ??????? ???????? ????? ??????? ???????? ?????????


“Semua yang ditumpahkan darahnya dan disebut nama Allah atasnya maka makanlah!”
(Muttafaqun ‘Alaihi).

Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa sembelihan dan menyebut nama Allah adalah syarat
kehalalan hewan tersebut.

Hikmahnya
Diantara hikmah penyembelihan yang disampaikan para ulama adalah:

1. Keharaman dalam hewan yang dimakan adalah pada darah yang tertupah (al Dam
al Masfuh) dan ini akan hilang hanya dengan penyembelihan. Padahal Allah telah
berfirman:

????????????? ????????????? ?????? ???? ??????? ?????? ?


????????????
“Mereka menanyakan kepadamu:”Apakah yang dihalalkan bagi mereka”.
Katakanlah:”Dihalalkan bagimu yang baik-baik”. (QS. al Maidah [5]: 4).

Sedangkan hewan tersebut tidak baik kecuali dengan ditumpahkan darahnya


dengan disembelih. Oleh karena itu, diharamkan bangkai karena masih ada al
dam al masfuh-nya.

2. Pembeda antara hewan yang dimakan manusia dengan binatang buas.


3. Pengingat manusia tentang kemurahan Allah kepadanya dengan
diperbolehkannya menghilangkan nyawa hewan tersebut dan memanfaatkannya
setelah hewan tersebut mati.

Fiqih Qurban 3: Alat dan Bagian yang Disembelih


Kategori: Fiqih Tanggal: Nov 22, 2009 | 1 Komentar

Telah lalu dipaparkan syarat pertama dalam penyembelihan secara syar’i. Sekarang akan
dijelaskan syarat kedua.

Syarat Kedua: Syarat yang Berhubungan dengan Alat Potong atau Sembelih

Syarat yang berhubungan dengan alat potong atau alat sembelih ada dua:

Pertama: Alat sembelih harus tajam, memotong atau menyobek dengan ketajamannya
bukan dengan beratnya.

Kedua: Tidak berupa gigi dan kuku.

Apabila telah ada dua syarat ini dalam penyembelihan, maka halal sembelihannya, baik
alat tersebut berupa besi, batu, kayu atau kaca. Dikecualikan gigi dan kuku, karena 
keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

??? ???????? ??????? ???????? ????? ??????? ???????? ?????????


?????? ???????? ??????????? ????????????????? ???? ?????? ???
??? ???????? ???????? ???????? ????????? ??????? ???????????
“Semua yang darahnya tertumpah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah!
Bukan memakai gigi dan kuku. Saya akan sampaikan tentang hal itu. Adapun gigi maka
ia adalah tulang, sedangkan Kuku maka itu adalah alat potongnya orang Habasyah.”
(HR. Al Bukhari)

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam ini menegaskan bahwa semua alat
potong yang dapat menumpahkan darah hewan sembelihan dengan ketajamannya
menjadikan sembelihan sah secara syar’i, kecuali dua; yaitu Gigi dan Kuku. Pengertian
kuku di sini adalah kuku manusia dan selainnya dari hewan-hewan baik yang masih
bersambung dengan tubuhnya atau sudah terpisah. Seperti menyembelih dengan kuku
harimau atau binatang buas lainnya. Inilah pendapat mayoritas ulama dan yang rajih
karena keumuman hadits di atas.

Memotong dengan Potongan Tulang

Para ulama  berselisih pendapat tentang hukum memotong hewan dengan potongan
tulang dalam dua  pendapat:
1. Diperbolehkan, karena yang dilarang hanyalah gigi sehingga diperbolehkan 
memotong hewan dengan potongan  tulang  selain gigi.
2. Tidak diperbolehkan karena  larangan bersifat umum pada semua tulang. Inilah 
pendapat madzhab Syafi’i, dengan berlandaskan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam :

{ ?????? ???????? ???????? }


“Adapun gigi maka ia adalah tulang”

Pernyataan beliau ini menjelaskan ketidakbolehan menyembelih dengan tulang. Mereka


menyatakan bahwa pengertian hadits di atas adalah “adapun gigi, maka  ia adalah  tulang
dan semua tulang tidak boleh dijadikan alat penyembelihan”. Dengan demikian ada
ketetapan sembelihan tidak boleh dengan tulang. Oleh karena itu, beliau mencukupkan
denga menyatakan: ????????  seakan-akan sembelihan dengan tulang sudah dikenal para
sahabat tidak diperbolehkan lalu syari’at mengokohkannya. Dalam hal ini imam al
Bukhari membuat judul bab dalam kitab Shahih al Bukhari dengan: “Bab Tidak
Disembelih dengan Gigi, Tulang dan Kuku.”

Yang rajih tentang hal ini adalah pendapat kedua yang tidak memperbolehkannya.
Wallahu A’lam

Syarat Ketiga: Memotong yang Wajib Dipotong dalam Penyembelihan

Para ulama sepakat bahwa bagian yang disembelih adalah leher dan Lubbah dan tidak
boleh menyembelih di bagian lainnya. Dikhususkan bagian ini dalam penyembelihan,
karena ia adalah tempat berkumpulnya pembuluh darah dan urat, sehingga akan mudah
tumpah darah dan cepat hilangnya nyawa. Sehingga dengan demikian, dapat menjadikan
daging lebih bagus dan lebih mudah bagi hewan yang disembelih. Sembelihan di leher
dinamakan al Dzabh dan ini untuk selain unta, sedangkan sembelihan di Lubbah yaitu
bagian yang ada di pangkal leher dan di atas dada dinamakan Nahr dan ini  khusus untuk
unta. Denga demikian, sembelihan di leher bagian atas dinamakan al Dzabh dan di
bagian bawah leher dinamakan Nahr.

Adapun yang wajib dipotong dalam sembelihan adalah memotong empat bagian:

1. Tenggorokan, yaitu saluran keluar masuk nafas.


2. Kerongkongan, yaitu saluran masuk makanan dan minuman dan ia berada
dibawah kerongkongan.
3. dua urat leher yang ada di dua sisi leher mengapit kerongkongan atau tenggorokan
yang merupakan saluran darah.

Disepakati bila keempat bagian tersebut terpotong, maka sembelihannya sempurna.


Namun para ulama berselisih dalam masalah berikut ini:
1. Bila terpotong sebagian dari empat bagian tersebut, apakah sah sembelihannya?
Yang rajih dalam masalah ini adalah cukup dengan memotong sebagian dari
empat hal terebut. Kemudian timbul masalah lain yaitu:
2. Apabila sah, bagian mana yang harus dipotong?
Yang rajih adalah memotong tiga bagian darinya tanpa ditentukan, Karena ketiga
bagian tersebut adalah dua urat leher dan kerongkongan atau tenggorokan,
mungkin juga tenggorokan dan kerongkongan dengan salah satu dari dua urat
leher tersebut. Kedua hal di atas dapat menumpahkan darah dan mempercepat
kematian hewan sembelihan.
3. Hukum sembelihan yang kelewatan hingga memotong sungsum tulang lehernya
yang memanjang dari tulang belakang sampai otak.
Yang rajih dalam permasalahan ini adalah sah sembelihannya dengan
kemakruhan karena menambah sakit pada hewan tersebut
4. Hukum sembelihan dari tengkuknya.
Yang rajih dalam masalah ini adalah sah sembelihannya apabila alat potong
tersebut memotong bagian yang wajib dipotong dalam keadaan hewan tersebut
masih bernyawa walaupun sedikit.

Fiqih Qurban 4: Harus Baca Basmalah


Kategori: Fiqih Tanggal: Nov 25, 2009 | 5 Komentar

Telah lalu disampaikan syarat kedua dan ketiga dalam penyembelihan yang syar’i dan ini
kelanjutannya,

Syarat Keempat: Menyebut Nama Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman menjelaskan syarat keempat ini dalam Al
Qur’an yang berbunyi:

???????? ?????? ?????? ????? ??????? ???????? ???? ???????? ??


???????? ??????????? ????? ?????? ?????? ?????????? ?????? ???
??? ????? ??????? ???????? ?????? ??????? ?????? ??? ??????? ?
????????? ?????? ??? ????????????? ???????? ? ??????? ????????
???????????? ??????????????? ???????? ?????? ? ????? ??????? ?
??? ???????? ???????????????? ???????? ??????? ????????? ????
??????? ? ????? ????????? ??????????? ????????? ???????????? ?
???? ??????? ????????????? ????? ?????????? ?????? ???? ??????
?? ????? ??????? ???????? ????????? ???????? ? ??????? ???????
?????? ?????????? ?????? ??????????????? ???????????????? ? ?
????? ??????????????? ????????? ?????????????
“Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. Mengapa kamu tidak mau
memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan
sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain)
dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang
lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. Dan tinggalkanlah dosa yang
nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa,
kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah
kerjakan. Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu;dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang musyrik” (QS. al An’am [6]: 118-121)

Para ulama sepakat disyari’atkannya menyebut nama Allah dalam penyembelihan dengan
dasar ayat ini.

Hukumnya

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum menyebut nama Allah (mengucapkan
‘bismillah’) ini, namun yang rajih adalah wajib dengan dasar sebagai berikut:

1. Firman Allah ’Azza wa Jalla yang artinya,

”Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu;dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang musyrik.” (QS. al An’am [6]: 121)

2. Hadits Rafi’ bin Khudaij yang berbunyi: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

??? ???????? ??????? ???????? ????? ??????? ???????? ?????????


?????? ???????? ??????????? ????????????????? ???? ?????? ???
??? ???????? ???????? ???????? ????????? ??????? ???????????
“Semua yang darahnya tertumpah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah!
Bukan memakai gigi dan kuku. Saya akan sampaikan tentang hal itu. Adapun gigi maka
ia adalah tulang, sedangkan Kuku maka itu adalah alat potongnya orang Habasyah.”
(HR. Al Bukhari)
Inilah pendapat yang di-rajih-kan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika menyatakan:
“Inilah pendapat yang paling rajih, karena Al Qur’an dan Sunnah menggantungkan
kehalalan dengan menyebut nama Allah pada banyak ayatNya.”[1]

Hikmah Pensyariatannya

Disyari’atkan menyebut nama Allah dalam penyembelihan karena dapat


memperbagusnya dan menolak syaithan dari penyembelih dan hewan sembelihannya.
Apabila tidak dibacakan nama Allah, maka syaithan dapat mencampuri penyembelih dan
hewan yang disembelih hingga memberikan kejelekan pada hewan tersebut. [2]

Bacaan yang Disyariatkan Sebagai Menyebut Nama Allah

Demikian juga dalam permasalahan ini, namun yang rajih adalah harus dengan bismilah
tidak bisa diganti dengan lainnya. Hal ini berdasarkan amalan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika menyembelih membaca: “Bismillah”. Amalan inilah yang
menjelaskan kemutlakan ayat perintah menyebut nama Allah. Inilah yang di-rajih-kan
Syaikh Shalih Al Fauzan.

Waktu Membacanya

Menurut kesepakatan para ulama bahwa waktu membacanya adalah pada waktu
penyembelihan, sebab tidak terwujud makna menyebut nama Allah dalam penyembelihan
kecuali pada waktunya dan diperbolehkan dibaca menjelang waktu penyembelihan dalam
waktu yang sebentar dan tidak lama dari penyembelihan.

Hukum Sembelihan yang Tidak Jelas Apakah Dibacakan Bismilah Atau Tidak?

Permasalahan ini langsung dijawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist
A’isyah, beliau berkata:

????? ??????? ??????? ??????????? ?????? ??????? ???????? ????


????? ????? ??????? ?????????? ??????????? ??? ??????? ???????
? ????? ??????? ???????? ???? ??? ??????? ??????? ???????? ???
????? ????????? ??????? ????????? ???????? ?????? ???????????
“Sesungguhnya satu kaum bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
ada satu kaum memberi kami daging yang kami tidak mengetahui apakah dibacakan
padanya nama Allah atau tidak? Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
Bacalah padanya ‘Bismilah’ dan makanlah! Aisyah menyatakan bahwa mereka tersebut
baru masuk Islam.” (HR. Al Bukhari)

Dari hadits ini dapat diambil satu hukum, yaitu seseorang bila mendapatkan daging yang
telah disembelih orang lain, maka ia diperbolehkan memakannya dan menyebut nama
Allah, dengan dasar prasangka baik kepada orang lain.
Syaikh Shalih Al Fauzan memberikan penjelasan sebagai berikut: “Apabila yakin bahwa
sang penyembelih tidak menyebut nama Allah, maka tidak boleh memakannya. Bila tidak
mengetahuinya apakah dibacakan padanya nama Allah atau tidak, maka boleh
memakannya, karena tidak diwajibkan kamu mengetahui dibacakan bismilah atau tidak
dalam semua yang ada di pasar kaum muslimin dari sembelihan kaum muslimin atau ahlu
kitab. Karena kaum muslimin semua mengetahui dan bisa mengucapkan ‘bismilah’ dan
seorang muslim harus diberi prasangka baik selama belum jelas yang menyelisihinya dan
ahlu kitab sama hukumnya dengan mereka.”

Demikian syarat-syarat penyembelihan yang ada. Semua sembelihan yang telah


memenuhi empat syarat di atas adalah sembelihan yang sah menurut syari’at.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Anda mungkin juga menyukai