QURBAN
Secara harfiah, berarti Pendekatan/Mendekatkan diri.
Secara istilah:
“.. « َم ا َع ِم َل آَد ِم ٌّى ِمْن َعَم ٍل َيْو َم الَّن ْح ِر َأَح َّب ِإَلى ِهَّللا ِمْن ِإْه َر اِق الَّد ِم
“ Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi
mengalirkan darah (qurban)”. (HR. Tirmidzi)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyembelih hewan kurban.
1. Menurut Imam al-Syafi’i dan imam Malik, hukum berkurban adalah sunnah muakkadah (sangat
dianjurkan) dan dilaksanakan setiap tahun bagi orang Islam yang mampu.
2. Sedangkan menurut Imam Hanafi, hukumnya wajib bagi orang yang memiliki kemampuan.
Berdasarkan Hadis Nabi saw:
َم ْن َك اَن َلُه َسَع ٌة َو َلْم ُيَضِّح َفاَل َي ْق َر َب َّن ُمَص اَّل َن ا .3
1. Ihsan dalam Niat Berkurban
2. Ihsan dalam Memilih Hewan Kurban
3. Ihsan dalam Menyembelih Hewan
Kurban
4. Ihsan dalam Mendistribusikan Daging
Kurban
Niat berkurban hendaknya semata-mata untuk
mendekatkan diri kepada Allah, bukan diniatkan sebagai
sesaji atau riya’.
َلْن َيَناَل َهَّللا ُلُح وُم َها َو اَل ِد َم اُؤ َها َو َلِكْن َيَناُلُه الَّتْقَو ى ِم ْنُك ْم
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak
dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya (QS. Al Hajj/22:37)
Dari Hasan As-Sabt, ia mengatakan :
“Rasulullah SAW memerintahkan kami dalam
dua hari raya ( Iedul Fitri dan Iedul Adha)
untuk memakai pakaian terbaik, wangi-
wangian terbaik, dan berqurban dengan
hewan yang termahal yang kami mampu.
“HR. al-Hakim)
b. Hewan ternak harus halalan (milik sendiri, dibeli, dapat dari hibah,
dll.), bukan binatang curian.
c. Hewan kurban harus thayyib (sehat, tidak berpenyakit dan tidak
cacat).
Jika berpenyakit atau cacat seperti pincang, buta, pecah tanduknya atau
daun telinga, ekor, dan lidahnya terputus, maka tidak sah untuk
dijadikan kurban.
Esophagus
1. Hewan dipingsankan, sebelum disembelih.
2. Setelah dipingsankan, hewan yang akan disembelih tetap
dalam keadaan hidup (bernyawa) sehingga jika tidak jadi
disembelih tetap dapat hidup secara normal.
3. Sesudah dipingsankan, hewan tersebut baru dipotong
dengan menggunakan pisau yang tajam sehingga dapat
memutuskan saluran pernafasan (trachea/hulqum), saluran
makanan (oesophagus/marik), dan dua urat leher
(wadajain)-nya. Pemotongan hewan dilakukan oleh petugas
pemotong hewan yang beragama Islam dan terlebih dahulu
membaca
()بسم هللا الرحمن الرحيم
4. Sesudah dipotong dan darahnya telah berhenti mengalir,
isi perut hewan tersebut dikeluarkan semua dan selanjutnya
dagingnya dipotong-potong.
1. Pada dasarnya hewan kurban boleh dibagi dengan rumus: 1/3 daging untuk
dimakan dan disimpan si pengkurban, 1/3 untuk sedekah, dan 1/3 nya lagi
untuk hadiah, berdasarkan surat Al-Hajj ayat 28.
)28( َفُك ُلوا ِم ْن َه ا َو َأْط ِع ُم وا اْلَب اِئَس اْلَفِقيَر
..……
2. 1/3 daging untuk pos sedekah, didistribusikan kepada kaum fakir miskin
yang ada di desa atau daerah tempat tinggal mudhahhi (orang yang
berkurban). Akan tetapi jika di daerah lain lebih membutuhkan, maka hewan
qurban boleh dipindahkan ke daerah lain.
3. 1/3 daging untuk pos hadiah, boleh untuk orang kaya, (Yahudi, Nasrani), dll.
4. 1/3 daging sisanya untuk yang berkurban. Bahkan disunnahkan mencicipi
daging kurbannya sebagaimana dinyatakan Rasulullah SAW
" كلوا وأطعموا وادخروا
"
Makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi
simpanlah..”HR. al-Bukhari dan Muslim)
5.Daging atau organ tubuh hewan kurban (kulit,
kepala, kaki, jerohan, dll.) tidak boleh dijual
(oleh muqorrobin atau untuk membayar upah
orang yang menyembelihnya).
6.Daging kurban, dibagikan dalam keadaan masih
mentah dan segar.
7.Cara pembagian daging kurban kepada para
mustahiq harus memperhatikan harga diri
mereka, sebaiknya diantar langsung.
8.Penjual hewan kurban dan panitia pelaksana
ibadah kurban agar menjaga ketertiban dan
kebersihan tempat penjualan/tempat
penyembelihan hewan kurban, sehingga
terkesan bersih, rapi, dan sehat, selain bisa
memelihara citra positif Islam.
َل ا َق ا َذ َه ِب َو . ا ًراِف َك ا َه ْن ِم َم ِع ْط ُي ْنَأ ُزو َيُج َو : ٌل ْص َف
َو َأْص َح اُب الَّر ْأ، َو َأُبو َث ْو ٍر، اْلَح َس ُن
ِي
Artinya, “Pasal: dan boleh memberikan makan
dari hewan kurban kepada orang kafir. Inilah
pandangan yang yang dikemukakan oleh Al-
Hasanul Bashri, Abu Tsaur, dan kelompok
rasionalis (ashhabur ra’yi).
(Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Beirut, Darul
Fikr, cet ke-1, 1405 H, juz XI, halaman 105).
1SI FATWA MUI NOMOR 32 TAHUN 2022
Tentang Hukum Berkurban dengan Hewan yang Terkena PMK.
Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK ditafshil sebagai berikut:
1.Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah
kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah
dijadikan hewan kurban.
2.Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga
terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus
hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
3.Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam
rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan
ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
4.Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah
lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah),
maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
1.Meningkatkan keimanan.
2.Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3.Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela
(kikir, pelit, dll.)
4.Mempererat ukhuwah Islamiyah dan
basyariah).
Wassalamu’alaikum wr.wb.