Anda di halaman 1dari 19

TOP QURBAN

Oleh Muhammad Hery Fadli (Pengasuh ponpes Darul Fuqoha Indonesia)

Pertanyaan populer tentang qurban

1. Hukum Berkurban 1 kambing untuk 1 keluarga ?

2. Hukum menjual kulit kurban?

3. Hukum Memasak daging kurban untuk panitia dan masyarakat ?

4. Hukum berkurban atas nama orang yang sudah meninggal ?

5. Hukum Memberi upah tukang jagal dengan daging/kulit kurban?

6. Hukum berkurban satu kambing dengan 2 niat (kurban dan aqiqah)

7. Satu sapi untuk 7 orang dengan niat berbeda (Qurban dan aqiqah)

8. Hukum berqurban dikampung halaman?

9. Hukum menyaksikan penyembelihan dalam berkurban

10. Hukum daging qurban di berikan kepada non muslim ?

11. Hikmah larangan memotong kuku dan rambut bagian yang berqurban

12. Berapa batas usia hewan yang di qurban kan

13. Haruskan hewan di hadapkan ke arah kiblat saat di sembelih

14. Perbedaan dan persamaan qurban dan aqiqah

JAWABAN

1. 1 kambing untuk satu keluarga

Terkait Doa Nabi pada hadis riwayat imam muslim yang berbunyi :

‫الَّل َّم َق َّب ِم َّم ٍد آِل َّم ٍد ِم ُأَّم ِة َّم ٍد‬


‫ُه َت ْل ْن َحُم َو َحُم َو ْن َحُم‬
“Wahai Allah, terimalah kurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat
Muhammad”
Dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan kurban bisa dipahami bahwa kurban
dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi.

Dalam menyikapi hadis diatas seorang ulama masyhur Imam ibnu hajar Al haytami
pengarang kitan tuhfatul muhtaj ala syarhil minhaj menjelaskan dibawah ini :

‫)ْحَم وٌل َعَلى الَّتْش ِر يِك يِف الَّث اِب‬


(
‫َو‬ ‫ُم‬
Yaitu dalam rangka penyertaan pahala saja dari kurban tersebut.

Imam Ibnu Hajar mengulas praktik kurban Rasulullah SAW. Menurutnya, kurban untuk
satu orang.

Tetapi orang yang berkurban dapat berbagi pahala kepada orang lain.

Imam an-Nawawi berkata:

‫(فرع (ْجَتِز ُئ الَّش اُة َعْن َو اِح ٍد َو اَل ْجَتِز ُئ َعْن َأْك َثَر ِم ْن َو اِح ٍد َلِكْن ِإَذا َض َّح ى‬
‫َهِبا اِح ٌد ِم ْن َأْه ِل اْلَبْيِت َت َأَّدى الِّش َعاَر يِف َح ِّق ِمَج ْيِعِه ْم َتُك ْو ُن الَّتْض ِح َيُة يِف‬
‫َو‬ ‫َو‬
) ‫َح ِّق ِه ْم ُس َّنَة ِكَف اَيٍة (اجملموع‬
Yang artinya: Kambing mencukupi untuk 1 orang dan tidak mencukupi untuk 1 orang
lebih. Namun, jika ada 1 orang menyembelih kambing untuk 1 keluarga, maka ia telah
melakukan syiar untuk keluarganya dan qurban menjadi sunah kifayah bagi mereka (Al-
Majmu’, 8/397).

Dari berbagai keterangan diatas yang dikutip dari beberapa kitab dan pendapat para
ulama dalam hal memahami hadis rasul yang berkurban 1 kambing atas dirinya dan
umatnya yang dimaksud adalah menyertakan keluarga dan umatnya dalam
memperoleh pahalanya saja dari kurban tersebut,tapi udhiyah kamilah (hakikat qurban
yang sempurna untuk yang berkurban, dan qurban itu sendiri adalah Fida'un Nafsi
(tebusan pada setiap jiwa ) artinya setiap individu tetap disunnahkan untuk berkurban

Kesimpulan:

Di dalam madzhab kita Madzhab As-Syafi’i, ulama Syafiiyah membagi hukum


kesunnahan qurban menjadi 2:

1. Satu kambing untuk satu orang maka berlaku sunnah ainiyah (Kesunahan yang
berlaku untuk tiap individu)
2. Satu kambing untuk satu keluarga maka berlaku sunnah kifayah (jika ada satu orang
yang melakukan kurban atas dirinya dan keluarganya maka yang lain mendapatkan
bagian dari penyertaan pahala.

Dari berbagai keterangan di atas, kita dapat memahami bahwa mayoritas ulama
sepakat atas kurban satu ekor kambing hanya untuk seorang. Hanya saja pahalanya
bisa menyertakan orang lain.

Jadi dua hal ini harus dipisahkan, antara kurban dan pahala.
Dari sini pula kita dapat memahami bahwa hadits adakalanya dapat langsung dipahami
secara tekstual. Tetapi adakalanya pemahaman sebuah hadits tertunda karena
menuntut analisa dan kajian lebih mendalam, tidak sekadar tekstual.
Inilah pemahaman dari mazhab Syafi’iyah mengenai hadis Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam seperti yang dikemukakan oleh para ulama.

2. Hukum menjual kulit kurban

Dalam hal orang yang menerima daging kurban adakalanya statusnya faqir ada juga
statusnya kaya.

- Daging kurban yang diberikan kepada faqir statusnya Tamlik (kepemilikan) maka
baginya bebas tashorruf yakni boleh dimakan, boleh disedekahkan kembali, dan boleh
dijual

- Daging kurban yang diberikan kepada orang kaya statusnya DHIYAFAH (suguhan)
maka baginya hanya boleh memakan dan menyedekahkannya kembali, tidak boleh
menjual.

Referensi lengkap lihat dalam kitab Hasyiah I`anatuth Thalibin Jilid 2 hal 379
dijelaskan :

‫ َل ِإْطِعا َأْغِنياِء‬: ‫ ا َك اَن ِّي ا َأ ) ُل‬، ‫َأ ِإ َطا ٍئ ِم اُأْل ِح َّيِة‬


(
‫َن ًئ ْو َقْو ُه َو ُه ُم‬ ‫ْي ْع ُء َش َن ْض ُهَلْم َس َو ٌء‬
. ‫َم ْطُبْو ًخ ا َك َم ا يِف الُّتْح َف ِة َو الِّنَه اَي ِة َو ُيْش َتَر ُط ِفْيِه ْم َأْن َّيُك ْو ُنْو ا ِم َن اْلُمْس ِلِم َنْي‬
‫ِل‬ ‫ِم‬
‫ اَل ْمَت ْيُك ُه ْم ) َأْي اَل ُجَيْو ُز‬:‫ (َقْو ُل ُه‬.‫َأَّم ا َغْيُر ُه ْم َفاَل ُجَيْو ُز ِإْع َط ٓاُؤ ُه ْم ْنَه ا َش ْيًئا‬
‫ ِإْن َك اَن ِم ْلُك ُه ْم ٰذ ِلَك ِلَيَتَص َّر ُفْو ا ِفْي ِه ِب اْلَبْيِع‬:‫ َو َحَمُل ُه‬.‫ْمَتِلْي ُك اَأْلْغِنَي ٓاِء ِم ْنَه ا َش ْيًئا‬
‫ْحَنِو ِه‬
‫َو‬
Daging kurban yang diberikan kepada orang kaya boleh dalam keadaan matang dan
boleh juga dalam keadaan mentah sebagaimana dalam kitab tuhfah dan Nihayah:
Karena bagian yang didapat oleh orang kaya statusnya bukan tamlik (kepemilikan)
yang bisa di jual berbeda dengan orang miskin maka status daging yang ia terima
adalah tamlik kepemilikan yang boleh iya tashorufkam sesukanya sekalipun dijual.

Lanjut pada keterangan didalam Kitab Bughyah hal 258 :

‫ ِخِب َالِف‬، ‫ِلْلَف ِق ِرْي الَّت ُّرُف يِف اْل ْأ ِذ َل ِبَن ِو ِع اْل َلِم ِلِم ْلِكِه ا َط ا‬
‫َم ُيْع ُه‬ ‫َم ُخ ْو َو ْو ْح َبْي ُمْس‬ ‫َص‬ ‫َو‬
‫اْلَغ َل َل ْحَن اْل ِع َل الَّت ُّرُف يِف اْل َد ى َل ِبَن ِو َأْك ٍل َت ُّد ٍق‬
‫َو َص‬ ‫ُه ْح‬ ‫َم ْه‬ ‫ِّيِن َف ْيَس ُه ُو َبْي َبْل ُه َص‬
‫ َألَّن َغا َت َأَّن َك اْل ِّح ي ْف ِس ِه‬، ‫ ِض اَفٍة َل ِلَغ‬.
‫َي ُه ُه ُم َض َن‬ ‫َو َي َو ْو ٍّيِن‬
Artinya :
Bagi orang fakir boleh mentasarufkan untuk apa saja daging yang diberikan kepadanya
walaupun untuk dijual, karena daging itu sudah menjadi miliknya. Berbeda dengan
orang kaya, dia tidak boleh menjual daging qurban akan tetapi boleh mamakannya,
menyedekahkannya dan menyuguhkannya kepada para tamu, karena pada prinsipnya
orang kaya yang menerima bagian daging qurban itu sama dengan orang yang
berqurban sendiri”.

Ini alasannya kenapa daging qurban ketika di berikan kepada orang miskin wajib
mentah sedangkan kepada orang kaya boleh mentah dan boleh matang :

1. Daging kurban yang diberikan kepada orang kaya boleh di berikan dalam keadaan
mentah dan matang,alasannya karena status dagingnya hanya suguhan saja bukan
tamlik (kepemilikan) maka baginya boleh memakan atau disedekahkan lagi namun tidak
boleh dijual

2. Daging kurban yang disedekahkan buat orang miskin wajib dalam keadaan
mentah,alasannya karena status daginya tamlik (kepemilikan) maka ketika mentah
orang miskin tersebut bebas mengelola dagingnya sesuka hatinya, boleh ia makan atau
disedekahkan kembali Bahkan boleh dijual.

3. Hukum memasak daging kurban untuk panitia dan masyarakat

Di jelaskan dalam kitab tausyekh ibnu qosim hal 153 dalam bab wakalah :
‫وال جيوز ل ه أخذ شيء منها إال إن عني ل ه املوكل قدرا منها لكن قال‬
‫بعضهم جيوز لوكيل تفرقة حلم العقيقة أن يأخذ منه قدر كفاي ة ي وم فقط‬
‫للغداء والعشاء ألن العادة تتسامح بذلك‬
Solusinya :

a.Boleh memasaknya Setelah mendapat izin dari sipequrban.

b.Sebagian pendapat boleh memasaknya meski tidak izin asalkan sesuai dengan kadar
yang dimaklumi secara umum

c.Boleh memasaknya setelah daging itu diserahterimakan dari panitia kemudian


diberikan kepada konsumsi atas nama shodaqoh untuk dimasak

d. Dikonsumsi bukan hanya untuk panitia saja tapi melibatkan masyarakat yang lain
yang ada di lokasi

4. Bolehkah Berqurban Atas Nama Almarhum

Dalam madzhab Syafi’i, qurbannya tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum.
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Minhaj:

‫ َو اَل َعْن اْلَم ِّيِت إَذا ْمَل ُيوِص َهِبا‬،‫َو اَل َتْض ِح َيَة َعْن اْلَغِرْي ِبَغِرْي إْذِنِه‬
“Tidak sah qurban untuk orang lain selain dengan izinnya. Tidak sah pula qurban untuk
mayit jika ia tidak memberi wasiat untuk qurban tersebut.”

Kita dapat membagi berqurban untuk mayit menjadi tiga rincian sebagai berikut:

Pertama:
Kebolehan berqurban atas nama mayit hanya sebagai penyertaan dalam pahala
saja,bukan diatas namakan mayyit. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan
keluarganya termasuk yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia.
Dasar dari bolehnya hal ini adalah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berqurban untuk dirinya dan keluarganya, termasuk di dalamnya yang telah meninggal
dunia.
Bahkan jika seseorang berqurban untuk dirinya, seluruh keluarganya baik yang masih
hidup maupun yang telah mati, bisa termasuk dalam niatan qurbannya. Dalilnya,
‫َك اَن الَّر ُج ُل يِف َعْه ِد الَّنِّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم ُيَض ِّح ى ِبالَّش اِة َعْن ُه َو َعْن َأْه ِل‬
‫ِتِه‬
‫َبْي‬
“Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami)
menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”

Dalil diatas di kitab tuhftatul muhtaj berlaku hanya dalam penyertaan pahalanya atas
nama keluarga baik yang hidup atau yang sudah meninggal.

Kedua:
Berqurban untuk mayit atas dasar wasiatnya (sebelum meninggal dunia). Hal ini
dibolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,

‫ا ِمَس َفِإَمَّنا ِإُمْث َلى اَّلِذي ِّد ُلوَن ِإَّن الَّل ِمَس ي ِل‬
‫ي‬
‫َه ٌع َع ٌم‬ ‫َن ُيَب ُه‬ ‫ُه َع‬ ‫َفَم ْن َبَّد َلُه َبْع َد َم َعُه‬
“Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka
sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 181).

‫َو اَل َعْن اْلَم ِّيِت إَذا ْمَل ُيوِص َهِبا‬


Sah kalau sebelumnya wasiat (kitab Al Minhaj)

Pendapat diatas sejalan dengan madzhab As syafii yaitu boleh berqurban atas nama
mayit asalkan Sebelum meninggal telah berwasiat kepada ahli warisnya untuk
diqurbankan

Ketiga:
Berqurban dengan niatan khusus untuk mayit tanpa wasiat dan juga bukan sebagai
penyertaan pahala, maka seperti ini tidak ada sunnahnya (tidak ada contoh dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
berqurban untuk salah satu orang yang telah meninggal dunia dengan niatan khusus.
Beliau tidak pernah berqurban atas nama pamannya, Hamzah radhiyallahu ‘anhu-,
padahal ia termasuk kerabat terdekat beliau. Tidak diketahui pula kalau beliau
berqurban atas nama anak-anak beliau yang telah meninggal dunia, yaitu tiga anak
perempuan beliau yang telah menikah dan dua anak laki-laki yang masih kecil. Tidak
diketahui pula beliau pernah berqurban atas nama istri tercinta beliau, Khodijah
radhiyallahu ‘anha-. Begitu pula, tidak diketahui dari para sahabat ada yang pernah
berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia di antara mereka.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan:
Hukumnya di perinci sebagai berikut:

a. Jika ada wasiat dari mayit maka sah kurbannya (ittifaqul Ulama')
b. Jika tidak ada wasiat dari mayit maka menurut mayoritas ulama' tidak sah atas nama
kurban, melainkan hanya pahala sedekah.
Namun menurut sebagian ulama' (Syech Abu Hasan Al Ubadi) sah kurbannya, dengan
alasan kurban adalah bagian dari sedekah, sedangkan sedekah itu sah di peruntukkan
untuk si mayit, pahala akan sampai dan akan memberi manfaat. (Kitab Al-Majmu'
Syarah Muhadzabab Juz 9 halaman 406).

5. Memberikan daginh/kulit kepada jagal sebagai upah

Diharamkan Upah Dari Bagian Tubuh Hewan

‫ َأْن َأُق وَم َعَلى ُبْد ِنِه َو َأْن َأَتَص َّد َق‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫َأَم َر ىِن َر ُس وُل الَّل ِه‬
‫ ْحَن ِط يِه ِم‬: ‫ِبَل ِم ا ُلوِد ا َأِج َّلِت ا َأْن َال ُأْع ِط ا َّز ا ِم ا َق اَل‬
‫ْن‬ ‫ُن ُنْع‬ ‫َى َجْل َر ْنَه‬ ‫ْح َه َو ُج َه َو َه َو‬
‫ِعْنِدَنا‬
Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku
mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk
melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban
kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal
dari uang kami sendiri”. (HR. Muslim)

Dari hadits ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa tidak dibolehkan untuk
memberi tukang jagal yang diambilkan dari sebagian hasil sembelihan qurban sebagai
upah baginya. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat para ulama Syafi’iyah lainnya,
dan juga menjadi pendapat Atha’, An-Nakha'i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.

Perhatikan! Yang jadi masalah bukan tidak boleh memberi jagal upah atas kerja
mereka. Tetapi yang haram adalah mengupah para jagal dari bagian tubuh hewan yang
telah disembelih untuk qurban. Biasanya kepala sapi dan kambing itulah yang dijadikan
alat pembayaran buat para jagal, termasuk juga kulit, kaki, jeroan dan seterusnya.
Memang dari pada dibuang, kepala, kaki, kulit dan lainnya punya nilai tersendiri. Lalu
kadang panitia secara seenaknya memberikan semua itu sebagai 'jatah' buat para
jagal. Dan oleh karena para jagal ini sudah dipastikan akan dapat 'jatah' yang ternyata
punya nilai jual itu, maka mereka rela tidak diupah, atau setidaknya merendahkan tarif
upah, asalkan bagian dari tubuh hewan itu jadi hak mereka.
Biasanya pemberian kepala, kaki dan kulit itu memang bukan semata-mata upah buat
jagal, tetapi fungsinya sebagai 'tambahan' dari kekurangan upah.
Para jagal biasanya memberikan dua penawaran. Misalnya, kalau mereka dijanjikan
akan diberi jatah kepala, kaki dan kulit, maka tarif upah mereka bisa lebih rendah.
Sedangkan bila mereka tidak diberi jatah semua itu, tarifnya lebih mahal dan
profesional.
Dengan dua tawaran ini, biasanya panitia tidak ambil pusing, ambil saja penawaran
yang pertama, yaitu upah tidak perlu terlalu mahal, karena kepala, kulit dan kaki bisa
dijadikan 'tambahan' pembayaran upah.
Padahal nyata sekali bahwa walaupun cuma kepada, kaki dan kulit, yang memang bisa
saja dibuang begitu saja, namun ketika dijadikan 'bagian' atau 'tambahan' dari upah,
hukumnya sama saja dengan upah itu sendiri maka haram hukumnya.

6. Satu Kambing Diniatkan Qurban Sekaligus Aqiqah

Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini:

Pendapat pertama:
Tidak diperbolehkan,
Imam Ibnu Hajar al-Haitami, salah seorang ulama mazhab Syafii pernah membahas
persoalan ini. Dalam kitab kumpulan fatwanya, al-Fataawa al-Fiqhiyyah al-Kubra ia
menyatakan:

‫الَّل اىَل عن َذ ِح َش اٍة َأَّي ا اُأْلْض ِح َّيِة ِبِنَّيِت ا ِنَّي ِة اْل ِق يَق ِة‬ ‫ِئ‬
‫َه َو َع َفَه ْل‬ ‫َم‬ ‫ْب‬ ‫َو ُس َل َر َمِحُه ُه َتَع‬
‫اَن اىَل ِب ُلوِم ِه ِبَق ِلِه‬ ‫َّل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َف‬ ‫ا‬ ‫َأ‬‫َف‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫وا‬‫ُط‬ ‫ُا‬ ‫اَل‬ ‫أو‬ ‫اَل ِن‬
‫ْو‬ ‫ْبُس َجْلَو َب َج َب َن َع ُه ُس ْبَح ُه َو َتَع ُع‬ ‫ْحَيُص‬
‫ال ذي َدَّل عليه َك اَل ُم اَأْلْص َح اِب َو َج َر ْيَن ا عليه ُمْن ُذ ِس ِنَني َأَّن ُه اَل َت َد اُخ َل يف‬
‫ِل‬ ‫ِل‬ ‫ِح ِة ِق ِة‬
‫ذلك َأِلَّن ُك اًّل من اُأْلْض َّي َو اْلَع يَق ُس َّنٌة َم ْق ُص وَدٌة َذ اَهِتا َو َهَلا َس َبٌب َخُيا ُف‬
‫َسَبَب اُأْلْخ َر ى َو اْلَم ْق ُص وُد منها َغْيُر اْلَم ْق ُص وِد من اُأْلْخ َر ى إْذ اُأْلْض ِح َّيُة ِف َد ٌءا‬
‫ا ِبِّر ِه َش َف ا ِتِه‬ ‫ِد‬ ‫ِق ِف‬
‫عن الَّنْف ِس َو اْلَع يَقُة َد اٌء عن اْلَو َل إْذ هبا ُمُنُّو ُه َو َص اَل ُح ُه َو َر َج ُء َو َع‬.
“(Al-Imam Ibn Hajar al-Haytami) pernah ditanya tentang hukum menyembelih kambing
pada hari-hari berqurban, dengan menggabungkan niat qurban dan aqiqah. Apakah
keduanya menjadi sah atau tidak (dengan satu ekor kambing saja). Beliu menjawab
semoga Allah Swt mencurahkan manfaat dengan ilmu-ilmunya menyatakan bahwa
yang dimaksud oleh para Ashhaab al-Syafi’i (ulama-ulama mazhab Syafi’i) dan yang
kami lakukan sejak bertahun-tahun adalah keduanya tidak bisa digabungkan.
Karena, qurban dan aqiqah itu masing-masing adalah kesunahan yang niat dan
penyebab dilakukannya masing-masing berbeda. Qurban tujuannya adalah penebusan
untuk jiwa, sementara akikah itu “penebusan” untuk anak. Karena dengan tebusan
untuk anak ini, diharapkan ia dapat tumbuh dengan baik serta mendapatkan kebaikan
dan syafaat.” (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra: 4/256 dan Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-
Minhaj)

Pendapat kedua: Diperbolehkan,


Menurut Imam Romli madzhab syafi’i juga hal ini bisa mendapatkan pahala kurban dan
aqiqah. Pahalanya berlipat ganda. Tentu harus diniati dari hati orang yang berkurban
itu. Apabila tidak diniati, tidak akan mendapat pahala kedua-duanya.

(‫)َم ْس َأَلٌة‬: ( )‫َل ْو َنَو ى َاْلَعِق ْيَق َة َو الَّض ِح َّيَة ْمَل ْحَتُص ْل َغْيَر َو اِح َد ٍة ِعْن َد ( (حج‬
)‫َو ْحَيُصُل َاْلُك ُّل ِعْنَد (م ر‬
Artinya: [Masalah] Jika ada orang berniat melakukan aqiqah dan kurban (secara
bersamaan) tidak berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu
Hajar (Al Haitami) dan berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Romli. (Ibnu Hajar
Al Haitami, Itsmidil Ain, [Darul Fikr], h:127).

Kesimpulannya:
Terdapat perbedaan pendapat antar ulama :

- Imam Romli yang memperbolehkan satu hewan dengan diniatkan qurban dan aqiqah
serta mendapatkan dua pahala sekaligus.
- Imam Ibnu Hajar Al Haytami yang tidak memperbolehkan satu kambing diniatkan
qurban dan aqiqah

7. Bolehkah 1 Sapi Digunakan Untuk 7 Orang Dengan Niat Berbeda Qurban Dan
Aqiqah

Perlu diketahui ada beberapa persamaan antara qurban dan aqiqah diantaranya adalah
jenis hewan,umur hewan dan dan syarat ketentuan hewan.

Begitupun kurban, akikah juga boleh dengan menggunakan sapi sekalipun utamanya
menggunakan kambing

Maka untuk menjawab pertanyaan di atas dalam kitab Almajmu’ Syarhul Muhadzab
karya Imam an Nawawi membolehkan satu sapi digunakan untuk akikah tujuh orang
anak. Bahkan menurut beliau, boleh juga satu sapi digunakan untuk tujuh orang dengan
niat dan tujuan yang berbeda.
Misalnya menyembelih satu sapi untuk tujuh orang dengan niat yang berbeda, tiga
orang berniat untuk aqiqah dan lainnya berniat untuk berqurban atau membayar
kafarat.
‫َلْو َذَبَح َبَق َر ًة َأْو َبَد َنًة َعْن َس ْبَعِة َأْو اَل ٍد َأْو اْش َتَر َك ِفيَه ا َمَجاَع ٌة َج اَز َس َو اٌء َأَر اُدوا‬
‫يِف اُاْلْض ِح َّيِة‬ ‫ِق‬ ‫ِق‬
‫ُك ُّلُه ْم اْلَع يَقَة َأْو َبْع ُضُه ْم اْلَع يَقَة َو َبْع ُضُه ْم الَّلْح َم َك َم ا َسَبَق‬
“Jika seseorang menyembelih sapi atau unta untuk tujuh anak atau adanya keterlibatan
sekelompok orang dalam hal sapi atau unta tersebut, maka hukumnya boleh, baik
semua maupun sebagian dari mereka berniat untuk akikah, sementara sebagian yang
lain berniat untuk mengambil dagingnya saja, sebagaimana telah dijelaskan dalam
masalah kurban.”

8. Hukum Berkurban Di Kampung Halaman

Para ulama sepakat bahwa hewan kurban sebaiknya disembelih di tempat atau daerah
di mana sahibulkurban tinggal dan berdomisili. Hal ini agar sahibulkurban tersebut dan
keluarganya bisa menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya dan bisa makan
sebagian daging hewan kurban tersebut.

Imam Nawawi dalam kitabnya Almajmu mengatakan;

‫َاَاْلْفَض ُل َأْن ُّيِض ِّح َى ْيِف َداِرِه َمِبْش َه ِد َأْه ِلِه ٰه َك َذ ا َقاَلُه َأْص َح اُبَنا‬
“Yang paling utama adalah berkurban di daerahnya sendiri dengan disaksikan oleh
keluarganya. Seperti inilah yang dikatakan sahabat-sahabat kami (ulama-ulama
Syafi’iyyah)”

Selain itu, menurut Imam Arramli dalam kitabnya Fatawa Arramli, hewan kurban
disembelih dan wajib didistribusikan untuk fakir miskin yang ada di daerah tempat
tinggal orang yang berkurban. Orang fakir miskin yang ada di daerah sahibul kurban
lebih berhak untuk diperhatikan lebih dahulu dibanding orang lain di luar daerahnya.

Namun demikian, jika di tempat orang berkurban tersebut sudah banyak orang
berkurban dan jumlah orang yang membutuhkan daging hewan kurban sedikit, maka
diperbolehkan memindahkan dan mendistribusikan hewan kurban ke tempat dan
daerah lain yang lebih membutuhkan, baik dalam bentuk hewan yang masih hidup,
uang, atau dagingnya.

Dalam kitab Alfiqhul Islami wa Adillatuhu Syaikh Wahbah Azzuhaili menyebutkan;


‫ ْك ْق ُل ا َك الَّز َك اِة ِم َل ٍد ِإىٰل َل ٍد‬:‫َا ِف َّي ُة‬ ‫ َفَق اَل‬: ‫َاَّم ا َنْق ُلَه ا ِإىٰل َبَل ٍد آَخ ٍر‬
‫َب‬ ‫ْن َب‬ ‫َحْلَن ُي َر ُه َن َه‬
‫َل‬ ، ‫ِإَل ا ِم َأ ِل َل ِدِه‬ ‫َأ‬ ‫ٍم‬ ‫ِإاَّل َأْن َّيْنُقَلَه ا ِإىٰل َق اَبِتِه َأْو ِإىٰل‬
‫َق‬
‫َن‬
‫َو ْو َل‬ ‫َب‬ ‫ْه‬ ‫ْن‬ ‫َه‬‫ْي‬ ‫ْح‬ ‫ُه‬
‫َقْو ْم َو ُج‬ ‫َر‬
‫ِإىٰل َغِرْي ِه َأ َأ اْلَك ا ِة‬.
‫ْم ْجَز ُه َمَع َر َه‬
“Adapun memindahkan hewan kurban ke daerah yang lain, maka ulama-ulama
Hanafiyah berpendapat; ‘Dimakruhkan memindahkan hewan kurban sama seperti zakat
dari satu daerah ke daerah lain kecuali jika memindahkan hewan kurban tersebut untuk
diberikan kepada kerabatnya atau kepada masyarakat yang lebih membutuhkan dari
pada masyarakat di daerahnya sendiri. Jika dia memindahkan hewan kurban bukan
kepada kedua orang tadi, maka hal itu mencukupi namun disertai makruh.

Dari penjelasan di atas, dibolehkan memindahkan hewan qurban ke tempat yang lebih
membutuhkan dibanding tempat orang yang berqurban. Namun jika masyarakat di
tempat orang yang berqurban masih banyak yang membutuhkan, maka sebaiknya
hewan qurban tersebut disembelih di tempatnya sendiri kemudian dibagikan kepada
masyarakat sekitarnya.

9. Haruskah Orang yang Berkurban Menyaksikan Proses Penyembelihan Hewan


Kurbannya

Para ulama menjelaskan, bahwa ketika seseorang menyerahkan penyembelihannya


pada orang lain maka disunahkan bagi orang yang berkurban untuk menyaksikan
prosesi penyembelihan hewan kurbannya, berdasarkan hadits yang mengisahkan
ketika Fatimah radhiyallahu ‘anha berkurban dan menyerahkan penyembelihannya
pada orang lain, ketika hewan kurbannya hendak disembelih nabi berkata kepada
Fatimah;

‫ُط‬ ‫ْق‬ ‫ٍة‬ ‫ْط‬‫َق‬ ‫ا َفاِط ُة ِم ي ِإىَل ُأْض ِح َّيِتَك َفاْش ِدي ا َفِإَّن ْغَف َلِك ِعْن َد َأَّو ِل‬
‫َر َت ُر‬ ‫َه َه ُه ُي ُر‬ ‫َي َم َقْو‬
‫ِم ِم ا ُك ُّل َذْنٍب ِم ْلِتيِه‬
‫َع‬ ‫ْن َد َه‬
“Wahai Fatimah, beranjaklah kepada hewan kurbanmu, lalu saksikanlah, sebab semua
dosa-dosa yang telah engkau perbuat akan diampuni pada saat tetes pertama
darahnya”. (Al-Mustadrok, no.7524, 7525).

Jadi, kesimpulannya orang yang berkurban disunahkan untuk melihat prosesi


penyembelihan hewan kurbannya.

10. Daging Qurban Dibagikan Kepada Non Muslim


Dalam menyikapi pertanyaan di atas para ulama memiliki pandangan yang berbeda
diantaranya yang tertuang di dalam kitab-kitab fiqih di bawah ini.

‫َو ُيْش َتَر ُط ِفْيِه ْم َأْن َّيُك ْو ُنْو ا ِم َن اْلُمْس ِلِم َنْي َأَّم ا َغْيُر ُه ْم َفاَل ُجَيْو ُز ِإْع َط اُؤ ُه ْم ِم ْنَه ا‬
‫ِب‬‫ ِإ اِنُة الَّطاِل‬. ‫ا‬
‫َنْي‬ ‫َش ْيًئ َع‬
Imam Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho al-Dimyati di dalam kitabnya (I’anah al
Thalibin Juz 2/334) juga menyatakan bahwa: Disyaratkan bagi mereka (orang-orang
yang menerima daging hewan kurban) harus dari golongan orang-orang muslim,
sedang selain muslim tidak diperkenankan memberikan kepada mereka sebagian dari
daging hewan kurban.

Perbedaan pendapat ini juga diuraikan oleh imam Zakaria bin Muhammad bin Zakaria
al Anshari di dalam kitabnya (Asna al Mathalib).

‫ َو ُمْق َتَض ى اْلَم ْذ َه ِب َأَّن ُه ُجَيْو ُز ِإْطِع اُمُه ْم ِم ْن َض ِح ِّيِة الَّتَط ُّو ِع‬: ‫َّمُث َق اَل َالَّنَو ِو ُّي‬
‫ِج ِة‬
‫]ُدْو َن اْلَو ا َب ] َاْلَم ْج ُمْو ُع‬
‫َأ‬ ‫َا‬ ‫َل‬‫ا‬ ‫َق‬ ‫ا‬ ‫ٰهِبَذ‬ ‫ًا‬ ‫ر‬‫َأْن ُّيْطِع ِم ا َك اِف‬ : ‫َق اَل َالَّش ِا ُقَد ا ِة‬
‫َحْلَس ُن َو ُبْو‬ ‫َو‬ ‫َم ْنَه‬ ‫ْيُخ ْبُن َم َو ُجَيْو ُز‬ ‫َو‬
‫ َأِلَّن ُه َطَع اٌم َل ُه َأْكُل ُه َفَج اَز ِإْطَعاُم ُه ِللِذِّم ِّي َك اِئِر‬. ‫َثْو ٍر َو َأْص َح اُب ال َّر ْأِي‬
‫َس‬
‫ْاَألْطِع ِة َأِلَّن َد َقُة َتَط ُّو ٍع َف ا ِإْط ا ا ِللِذِّم اَأْلِس ِرْي َك اِئِر َد َقِة‬
‫َس َص‬ ‫ِّي َو‬ ‫َج َز َع ُمَه‬ ‫َم َو ُه َص‬
) ‫الَّتَطُّو ِع (َاْلُم ْغْيِن‬

‫ َو ِخ اَّص ًة ِإْن‬، ‫َو ال َّر اِج ُح ِم ْن َأْقَو اِل اْلُعَلَم اِء َأَّن ُه ُجَيْو ُز ِإْطَع اُم َأْه ِل الِّذ َّم ِة ِم ْنَه ا‬
‫ُة‬ ‫اَل‬ ‫َا‬ . ‫َك ا ا َق ِر ا َأ ِج انًا ِلْل ِّح َأ ا َت َأ َتْأِل فًا ِلُقُل ِهِب‬
‫ْيِف‬ ‫َص‬ ‫ُخْل‬ ‫ْو ْم‬ ‫ُنْو ُف َء ْو ْيَر ُم َض ْي ْو َقَر َب ُه ْو ْي‬
‫َأ َك اِم َأ ِل الِّذ َّم ِة‬
‫ْح ْه‬
Bahwa imam Nawawi berkata: “Penerapan pendapat (hukum memberikan daging
kurban untuk orang kafir) madzhab kami (Syafi’iyah), sesungguhnya diperbolehkan
memberikan daging hewan kurban kepada mereka (orang kafir) dari hewan kurban
sunah bukan kurban yang bersifat wajib. (Al Majmu' Juz 8/425)

Al Syaikh Ibnu Qudamah juga berkata: “Diperbolehkan memberi makan dari daging
hewan kurban kepada orang kafir. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang
dikemukakan oleh imam al Hasan, Abu al Tsauri dan para pakar nasihat, karena daging
hewan kurban adalah jamuan yang boleh ia konsumsi, maka diperbolehkan
memberikan daging hewan kurban kepada kafir dzimmi selayaknya jamuan yang lain,
dan karena kurban merupakan sedekah sunah, maka diperbolehkan memberikannya
kepada kafir dzimmi juga tawanan sebagaimana sedekah sunah yang lain. (Al Mughni”
Juz 9/450)

Pendapat yang unggul (rajih) dari pendapat-pendapat para pakar ilmu menyatakan
bahwa sesungguhnya diperbolehkan memberikan daging hewan kurban kepada orang
kafir dzimmi, terlebih jika mereka dalam kondisi fakir, atau bertetangga dengan orang
yang berkurban, atau kerabat, atau orang yang diharapkan keislamannya. (Al
Khullashoh fi ahkami ahli dzimmah juz 3/148)

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa hukum membagikan


daging kurban kepada non Muslim adalah ada perbedaan pendapat sebagaimana
uraian berikut :

I. Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa hukum membagikan daging hewan kurban


kepada non Muslim adalah tidak boleh secara mutlak.

II. Sebagian Ulama’ yang lain menyatakan bahwa hukum membagikan daging hewan
kurban kepada non Muslim adalah diperinci sebagai berikut:
 Jika kurban tersebut adalah kurban yang bersifat wajib, maka tidak boleh dibagikan
kepada non Muslim (kafir dzimmi).
 Jika kurban tersebut adalah kurban yang bersifat sunah, maka boleh dibagikan
kepada non Muslim (kafir dzimmi).

III. Sebagian Ulama’ yang lain menyatakan bahwa hukum membagikan daging hewan
kurban kepada non Muslim (kafir dzimmi) adalah boleh, terlebih jika mereka dalam
kondisi fakir, atau bertetangga dengan orang yang berkurban, atau kerabat, atau orang
yang diharapkan keislamannya. Pendapat ini adalah pendapat yang unggul (rajih).

11. Berapa batas usia hewan qurban yang boleh disembelih?

Jawaban :
Adapun perincian usia minimal hewan kurban, maka penjelasannya adalah sebagai
berikut beserta dengan dalilnya:

1. Domba usia minimalnya adalah 6 (enam) bulan Hijriyyah


2. Kambing usia minimalnya adalah 1 (satu) tahun Hijriyyah
3.Sapi usia minimalnya adalah 2 (dua) tahun Hijriyyah
4.Unta usia minimalnya adalah 5 (lima) tahun Hijriyyah

Dalil yang menunjukkan ketentuan usia ini adalah hadis shoheh muslim berikut ini;

‫َعْن َج اِبٍر َقاَل‬


‫ِإ ِس ِإ‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬
‫َقاَل َر ُس وُل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم اَل َتْذ ُحَبوا اَّل ُم َّنًة اَّل َأْن َيْع ُس َر َعَلْيُك ْم‬
‫َتْذ وا َذ ًة ِم الَّض ْأِن‬
‫َف ُحَب َج َع ْن‬
Dari Jabir dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah
kamu sembelih hewan untuk berkurban, melainkan Musinnah. Kecuali jika itu sulit kamu
peroleh, sembelihlah Jadza’ah domba.” (H.R. Muslim)

Dalam hadis di atas, Rasulullah Saw memerintahkan agar tidak menyembelih hewan
kurban kecuali hewan kurbannya berupa Musinnah. Istilah Musinnah sama dengan
istilah Tsaniyyah, yakni hewan dengan usia tertentu yang mencakup unta, sapi dan
kambing.

An-Nawawy berkata;

‫شرح النووي على مسلم‬


‫قال العلماء املسنة هي الثنية من كل شئ من االبل والبقر والغنم فما فوقها‬
Para ulama berkata; Musinnah adalah Tsaniyyah dari segala sesuatu yakni dari unta,
sapi dan kambing atau lebih (Syarah An-Nawawi ‘Ala Muslim, Juz 13 hlm 117)

Lebih rinci lagi,

- Musinnah pada unta adalah semua unta yang usianya telah genap 5 (lima) tahun
- Musinnah pada sapi adalah semua sapi yang usianya telah genap 2 (dua) tahun
- Musinnah pada kambing adalah semua kambing yang usianya telah genap 1 (satu)
tahun Hijriyyah.

Dalam Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’ dinyatakan;

‫معجم لغة الفقهاء‬


‫ وهي ثنية ج‬، ‫ ج ثناء وثنيان‬، ‫ كل ما سقطت ثنيته من احليوان‬: ‫الثين‬
‫ ثنيات‬.

‫ ما أمت حولني‬: ‫ ومن البقر‬، ‫ ما أمت مخسة أعوام‬: ‫ من اإلبل‬،


‫ ما أمت حوال‬: ‫ومن الغنم‬
Tsaniyyu adalah setiap hewan yang tanggal gigi serinya. Jamaknya Tsina’ dan
Tsunyan. Bentuk lainya Tsaniyyah yang dijamakkan menjadi Tsaniyyat.
Tsaniyy dari unta adalah unta yang genap berusia lima tahun,
dari sapi yang genap dua tahun dan dari kambing yang genap satu tahun (Mu’jam
Lughoti Al-Fuqoha’, Juz 1/hlm 188)

Jadi, berdasarkan perintah menyembelih Musinnah dalam hadis di atas, bisa difahami
bahwa Rasulullah Saw mensyaratkan usia minimal unta adalah 5 tahun, sapi 2 tahun,
dan kambing 1 tahun, karena Musinnah bermakna Tsaniyyah, sementara Tsaniyyah
secara bahasa memiliki batasan usia sebagaimana yang telah dijelaskan.

Kemudian Nabi menjelaskan, jika Musinnah tidak ada atau sulit di dapatkan, maka
boleh menyembelih Jadza’ah domba. Rasulullah Saw bersabda;

‫َل ُك َتْذ وا َذ ًة ِم الَّض ْأِن‬ ‫ِإ‬


‫اَّل َأْن َيْع ُسَر َع ْي ْم َف ُحَب َج َع ْن‬
Kecuali jika itu sulit kamu peroleh, sembelihlah Jadza’ah domba.” (H.R. Muslim)

Definisi Jadza’ah pada kambing adalah semua kambing yang usianya telah genap 6
(enam) bulan. Dalam Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’ dinyatakan;

‫معجم لغة الفقهاء‬


‫ الشاب القوي وهو من الغنم ما كان عمره‬، ‫ بفتح اجليم مث ال ذال‬: ‫اجلذع‬
، ‫ ومن االبل ما أمت السنة الرابعة ودخل يف اخلامسة‬،‫أكثر من ستة أشهر‬
‫ومن البقر ما دخل يف الثالثة‬
Al-Jadza’ah, dengan memfathahkan Jim dan Dzal adalah pemuda yang kuat. Jika dari
kambing maka maknanya adalah kambing yang usianya lebih dari 6 bulan. Dari unta,
yang genap berusia empat tahun dan masuk tahun ke lima. Dari sapi, yang masuk
tahun ketiga (Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’, Juz 1, hlm 194)

12. Hukum dan hikmah larangan menggunting kuku atau rambut bagi yang ingin
berkurban

Jawaban :

Sesuai dengan hadits Nabi SAW riwayat Muslim dari Ummu Salamah r.a. bahwa
Rasulullah SAQ bersabda:

‫ِإَذا َأْيُت ِه الَل ِذ ي اِحْلَّج ِة َأ اَد َأَح ُد ُك َأْن ُيَض ِّح َفْلُيْم ِس ْك َعْن َش ْع ِر ِه‬
(
‫َي‬ ‫ْم‬ ‫َو َر‬ ‫َر ْم‬
‫ ( ِإَذا َدَخ َلْت اْلَعْش َأ اَد َأَح ُد ُك َأْن ُيَض ِّح َفال ) َأْظَف اِرِه‬: ‫ويف لفظ ل ه‬
‫َو‬ ‫َي‬ ‫ْم‬ ‫ُر َو َر‬
‫َمَيَّس ِم ْن َش َعِر ِه َو َبَش ِر ِه َش ْيًئا‬.
(“Jika kalian melihat hilal Dzul Hijjah, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka
hendaklah menahan diri (tidak memotong) rambut dan kuku-kukunya”. Dalam redaksi
yang lain: “Jika sepuluh hari awal Dzul Hijjah sudah masuk, dan seseorang dari kalian
ingin berkurban, maka hendaknya tidak menyentuh (memotong) rambut dan bulu
tubuhnya sedikitpun”.

‫َﻗﺎَﻝ َﺃْﺻ َﺤ ﺎُﺑَﻨﺎ َﻭاْﻟُﻤ اُﺩ ِﺑﺎﻟَّﻨْﻬ ِﻲ َﻋْﻦ َﺃْﺧ ِﺬ اﻟُّﻈْﻔ ِﺮ َﻭاﻟَّﺸ ْﻌ ِﺮ َاﻟَّﻨْﻬ َﻋْﻦ ِﺇَﺯاَﻟِﺔ اﻟُّﻈْﻔ ِﺮ‬
‫ُﻰ‬ ‫َﺮ‬
‫ِﺑَﻘ ْﻠٍﻢ َﺃْﻭَﻛ ْﺴ ٍﺮ َﺃْﻭ َﻏِﺮْﻴ ِﻩ َﻭاْﻟَﻤ ْﻨِﻊ ِﻣ ْﻦ ِﺇَﺯاَﻟِﺔ اﻟَّﺸ ْﻌ ِﺮ َﺤِﺑْﻠٍﻖ َﺃْﻭ َﺗْﻘ ِﺼ ٍﺮْﻴ َﺃْﻭ َﻧْﺘٍﻒ َﺃْﻭ‬
‫ِﺇ اٍﻕ َﺃْﻭ َﺃ ِﺬِﻩ ِﺑ َﺭٍﺓ َﺃْﻭ َﻏِﺮْﻴ ٰﺫِﻟَﻚ َﻭ ٓا َﺷ ْاِﻹ ِﻂ َﻭاﻟَّﺸﺎِﺭِﺏ َﻭاْﻟ ﺎَﻧِﺔ‬
‫َﻌ‬ ‫َﺳ َﻮ ٌء ْﻌ ُﺮ ْﺑ‬ ‫ْﺧ َﻨْﻮ‬ ‫ْﺣ َﺮ‬
‫َﻭاﻟَّﺮ ْﺃِﺱ َﻭَﻏِﺮْﻴ ٰﺫِﻟَﻚ ِﻣ ُﺷ ِﺭ َﺪ ِﻧِﻪ‬
‫ْﻦ ُﻌْﻮ َﺑ‬
"Ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan larangan memotong kuku
dan rambut adalah menghilangkan kuku dengan dipotong atau dipecahkan. Larangan
menghilangkan rambut adalah dengan digundul, digunting, dicabut, dibakar atau
menggunakan kapur. Baik bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, rambut kepala dan
semua rambut di tubuhnya" (Imam Nawawi, Syarah Muslim 13/139)
Untuk memahami hukum dari hadits di atas maka para ulama madzhab berbeda
pendapat dalam hal ini.

Dalam hal memotong rambut atau kuku bagi yang ingin menyembelih Qurban ada
beberapa pendapat yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi:

‫َﻓَﻘ ﺎَﻝ َﺳ ِﻌْﻴُﺪ ْﺑِﻦ اْلُم َس َّيُب َﻭَﺭِﺑْﻴَﻌُﺔ َﻭَﺃَﻤْﺣُﺪ َﻭِﺇْﺳ َﺤ ﺎُﻕ َﻭَﺩاُﻭُﺩ َﻭَﺑْﻌُﺾ َﺃْﺻ َﺤ ﺎِﺏ‬
‫اﻟَّﺸﺎِﻓِﻌﻰ َﺃَّﻧ ُﻡ َﻠ ِﻪ َﺃ ُﺬ َﺷ ٍﺊ ِﻣ َﺷ ِﺮ ِﻩ َﻭَﺃْﻇَﻔ ﺎِﺭِﻩ ﻰّٰﺘ َﻀ ِّﺤ ﻲِﻓ َﻭْﻗِﺖ‬
‫َﺣ ُﻳ َﻲ‬ ‫ْﻦ ْﻌ‬ ‫ُﻪ ْﺤَﻳُﺮ َﻋ ْﻴ ْﺧ‬
‫ْاُﻷْﺿ ِﺤ َّﻴِﺔ‬
Sa'id bin Musayyab, Rabiah, Ahmad, Ishaaq, Dawud dan sebagian Syafi'iyah
mengatakan haram memotong rambut dan kuku sampai orang tersebut menyembelih
Qurban saat waktunya Qurban

‫َﻭَﻗﺎَﻝ َاﻟَّﺸﺎِﻓِﻌُّﻲ َﻭَﺃْﺻ َﺤ ﺎُﺑُﻪ ُﻫ َﻮ َﻣ ْﻜ ُﺮ ْﻭٌﻩ َﻛ َﺮ اَﻫ َﺔ َﺗْﻨِﺰ ْﻳٍﻪ َﻭَﻟْﻴَﺲ َﺤِﺑَﺮ اٍﻡ‬
Imam Syafi'i dan para muridnya mengatakan makruh tanzih, bukan haram

‫ْﻜ‬ ‫َﻻ‬ ‫َﻭَﻗﺎَﻝ َﺃ ﻮ ِﻨ َﻔ ِﺔ‬


‫ُﺑ َﺣ ْﻴ ُﻳ َﺮ ُﻩ‬
Imam Abu Hanifah berkata: Tidak makruh

‫َﻭَﻗﺎَﻝ َﻣ ﺎِﻟُﻚ ﻰِﻓ ِﺭَﻭاَﻳٍﺔ َﻻُﻳْﻜ َﺮ ُﻩ َﻭْﻲِﻓ ِﺭَﻭاَﻳٍﺔ ُﻳْﻜ َﺮ ُﻩ َﻭْﻲِﻓ ِﺭَﻭاَﻳٍﺔ ْﺤَﻳُﺮ ُﻡ ﻲِﻓ اﻟَّﺘَﻄُّﻮ ِﻉ ُﺩْﻭَﻥ‬
‫اْﻟ اِﺟ ِﺐ‬
‫َﻮ‬
Imam Malik memiliki 2 pendapat, makruh dan tidak makruh. Dalam riwayat lain haram
dalam qurban sunah bukan qurban wajib (Syarah Muslim 13/138)

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bawha larangan memotong kuku atau
menggunting rambut bagi yang ingin berqurban yang dimulai tanggal 1 Djulhijah sampai
hewan kurbannya disembelih adalah sebagai berikut:

- Imam Hanafi menghukumi tidak makruh (boleh) menggunting kuku atau rambut bagi
pequrban
- Imam Malik sebagian menghukumi makruh /sebagian menghukumi tidak makruh
menggunting kuku atau rambut bagi pequrban
- Imam Syafi'i menghukumi makruh /sebagian ulama syafi'iyyah lainnya menghukumi
haram menggunting kuku atau rambut bagi pequrban
- Imam Hambali
Menghukumi haram menggunting kuku atau rambut bagi pequrban

Lalu apa hikmahnya larangan tersebut?

Dalam kitab Ianatut Tholibin karangan Imam Zainuddin Al malibari.

‫ِح ْك ُت ُل اْل ْغِف ِة اْلِعْت ِم الَّناِر ِم ِعِه‬


‫َجِل ْي‬ ‫َم ُه ُمُشْو َم َر َو ُق َن‬
“hikmah dalam larangan menggunting kuku atau mencukur rambut adalah supaya
semua anggota badan mendapatkan ampunan dan dibebaskan dari Neraka.

13. Persamaan perbedaan qurban dan aqiqah

Jawaban :

Persamaan:
1. Kedua-duanya sama-sama dihukumi Sunnah Mu'akkadah (yang sangat dikokohkan).
2. Kedua-duanya sama-sama merupakan Ibadah yang bentuknya sembelihan.
3. Kedua-duanya memiliki syarat yang sama tentang hewan yang sah untuk disembelih.

Perbedaan :
1. Dari Segi Tuntutan Kesunnahannya :
Aqiqah disunnahkan sekali seumur hidup. Sedangkan Qurban disunnahkan setiap
tahunnya.

2. Dari Segi Yang Dituntut Menjalakannya :


Aqiqah kesunnahannya dibebankan kepada orang tua. Sedangkan Qurban
disunnahkan kepada setiap orang.

3. Dari Segi Waktu :


Aqiqah disunnahkan pada hari ke-7 hingga menjelang masa Baligh anak yang
dilahirkan. Sedangkan Qurban waktunya adalah dimulai dari terbitnya Mentari setinggi
tombak pada Hari Raya Qurban (10 Dzul Hijjah) dan dengan berlalunya waktu yang
cukup untuk Shalat 2 rakaat serta 2 Khutbah yang singkat. Waktu Qurban berlanjut
hingga terbenamnya Mentari pada akhir Hari Tasyriq (11-13 Dzul Hijjah).

4. Dari Segi Pemotongan :


Aqiqah dianjurkan agar tulangnya tidak dipotong-potong. Sedangkan Qurban dianjurkan
dipotong-potong.
5. Dari Segi Pembagiannya :
Aqiqah dianjurkan dibagi dalam keadaan sudah dimasak. Sedangkan Qurban harus
dibagi dalam keadaan mentah.

6. Dari Segi Penerimanya:


Daging Aqiqah yang diberikan kepada orang kaya, statusnya menjadi hak milik dan
boleh dijual. Sedangkan daging Qurban yang diberikan kepada orang kaya, statusnya
bukanlah menjadi hak milik dan tidak boleh dijual.

7. Dari Segi Binatangnya :


Hewan Aqiqah disunnahkan menggunakan Kambing, akan tetapi sah beraqiqah dengan
1/7 Sapi ataupun Unta. Sedangkan Qurban paling utamanya adalah 7 Kambing,
kemudian 1 Unta, kemudian 1 Sapi, kemudian 1 Kambing, kemudian 1/7 dari Unta dan
Sapi.

8. Dari Segi Hitungan Hewannya :


Dalam Aqiqah ada pembeda antara anak laki-laki dan perempuan, di mana anak laki-
laki disunnahkan 2 Kambing sedangkan anak perempuan hanya 1 kambing. Dan, untuk
Qurban sendiri tak ada beda antara laki-laki dan perempuan dalam segi hitungan
hewannya.

9. Dari Segi Kesunnahan Lain Yang Menyertai :


Dalam Aqiqah disuannahkan untuk mencukur rambut anak yang lahir, kemudian
ditimbang dengan Emas atau Perak lantas disedekahkan kepada Faqir-Miskin.
Sedangkan orang yang berqurban disunnahkan untuk tidak memotong kuku &
rambutnya sejak awal Dzul Hijjah hingga waktu pemotongan tiba.

Wallahu A'lam Bish-Showab.

Referensi:
1. Busyro Al-Karim, hal. 693-707, cet. Dar Al-Minhaj.
2. Mughni Al-Muhtaj, Juz 6 Hal. 122-144, ce. DKI.
3. Zad Al-Labib, Juz 2

Anda mungkin juga menyukai