Anda di halaman 1dari 3

Menyembelih hewan kurban (seperti kambing, sapi, atau unta) sejatinya

bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt (taqarruban ilallah).


Kendati begitu, berkurban juga efektif sekali untuk syiar Islam. Tak aneh,
jauh sebelum hari raya Idul Adha pelbagai jenis hewan kurban mulai
diperjualbelikan plus metode pembelian dan penyebarannya, baik
konvensional maupun digital.
Gairah ibadah kurban di kalangan umat Islam ini patut diapresiasi. Meski
begitu, perlu juga diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
prosesinya. Berikut ini tujuh hal dalam berkurban yang layak diperhatikan:

1. Hukum Kurban dan Dalilnya. Menurut Imam Syafii dan Imam


Malik, hukum menyembelih hewan kurban itu sunnah
muakkadah (sangat dianjurkan) dilaksanakan setiap tahun bagi
setiap muslim yang mampu. Sementara menurut Mazhab Hanafi,
hukumnya adalah wajib dan dilaksanakan setiap tahun bagi yang
mampu dan tidak sedang berpergian. Dalil berkurban ini
berdasarkan pada: QS. Al-Kautsar, ayat 1-3 yang
berbunyi: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” Sedang dalil menurut hadis mengacu pada
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud,
Tirmizi dan lain-lainnya, dari sahabat Tsauban ra. Dikatakan dalam
matan hadisnya bahwa setiap tahun Rasulullah saw selalu
menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkanya.
Pada hadis yang lain, Rasulullah  juga bersabda: “Tiada bentuk
ibadah yang dilakukan manusia pada hari kurban yang lebih baik
dan dicintai oleh Allah daripada menyembelih hewan kurban.
Sesungguhnya hewan kurban yang dipotong kelak pada Hari Kiamat
akan datang lengkap dengan tanduk, kuku dan rambutnya. Dan
sesungguhnya darah hewan kurban telah diterima oleh Allah swt
sebelum mengalir ke tanah.” (HR. Ibnu Majah dari Aisyah ra).
 

2. Waktu Berkurban. Hewan kurban seyogyanya disembelih pada


tanggal 10 Zulhijjah dan selepas shalat Idul Adha, sebelum
matahari tergelincir. Selain 10 Zulhijjah, menyembelih kurban juag
bisa tiga hari sesudahnya (hari tasyriq).  Perlu diperhatikan: jika
hewan kurban disembelih sebelum shalat Idul Adha, maka jatuhnya
sedekah biasa saja.   Dalilnya sabda Rasulullah saw yang
berbunyi: “Pada hari raya Idul Adha, yang pertama kami lakukan
adalah melaksanakan shalat Idul Adha, kemudian pulang ke rumah
(untuk makan pagi). Sesudah itu baru menyembelih hewan kurban.
Barangsiapa melaksanakan seperti itu, maka telah sesuai dengan
sunnah kami. Dan barangsiapa yang menyembelih hewan kurban
sebelum shalat Idul Adha, maka tidak disebut ibadah kurban, tetapi
hanya sedekah daging biasa yang diserahkan kepada
keluarganya.” (HR. Muslim). Dalam hadis lain, berdasarkan
perkataan Ali ra, juga disebutkan: “Hari-hari menyembelih adalah
hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya.” 
 

3. Penyembelih Kurban. Orang yang berkurban adalah orang yang


disunnahkan menyembelih sendiri hewan kurbannya. Namun begitu,
jika tidak mampu atau tidak terbiasa, orang yang berkurban bisa
meminta bantuan (mewakilkan) kepada orang lain yang mampu,
yakni beragama Islam dan mampu melaksanakan penyembelihan
hewan kurban sesuai kaidah hukum Islam. Bila kurban tidak
dilakukan sendiri alias diwakilkan, maka orang yang berkurban
disunnahkan untuk menghadiri dan menyaksikan
penyembelihannya. Sekurang-kurangnya pada waktu tetesan darah
pertama mengalir untuk menghayati spirit berkurban yang
dilakukan Nabi Ibrahim as atas hewan kambing (kibasy) yang
dianugerahkan Allah swt sebagai pengganti putranya, Nabi Ismail
as. Selain itu, jika penyembelihan hewan kurban dilakukan dengan
cara mewakilkan (meminta bantuan orang lain), maka orang yang
berkurban harus membayar biaya penyembelihan dan tidak boleh
membayar dengan kulit atau sebagian daging hewan kurban.
 

4. Hewan Kurban. Bila hendak berkurban, maka seekor kambing


cukup untuk seseorang. Dalam hadis Ibnu Majah dan Tirmizi
disebutkan: “Dulu, di zaman Rasulullah saw, seseorang berkurban
dengan seekor kambing untuk dirinya dan anggota keluarganya.
Lalu mereka memakannya dan mensedekahkannnya.”  Sementara
sebagian ulama berpendapat, yang paling utama adalah unta untuk
satu keluarga atau sapi untuk satu keluarga, atau kambing untuk
sendiri dan keluarganya atau tujuh hingga sepuluh anggota
keluarga berpatungan untuk seekor unta, atau tujuh orang
berpatungan untuk seekor sapi. Dalam hadis riwayat Jabir
dikisahkan: “Kami menyembelih di Hudaibiyyah bersama Nabi
seekor unta untuk tujuh orang, seekor sapi untuk tujuh orang.”
Adapun syarat kelayakan hewan kurban ada dua. Yakni, pertama: 
umur hewan yang sudah mencukupi. Untuk domba, maka usia yang
mencukupi sudah berumur enam bulan, untuk kambing berumur
setahun, sapi berumur dua tahun, dan unta umurnya sudah lima
tahun; kedua, hewan yang dijadikan kurban bebas dari unsur
cacat. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw yang berbunyi: “Ada
tiga hal yang tidak diperbolehkan dalam berkurban: yang buta dan
jelas kebutaanya, yang sakit dan jelas sakitnya, yang pincang dan
jelas pincangnya, yang kurus yang tidak kelihatan daginnya). Selain
kedua hal tersebut, para ulama juga sepakat bahwa tidak boleh
menjual daging kurban, lemak dan kulitnya. Serta tidak boleh
memberikan sedikitpun kurbanya kepada pemotong kurban sebagai
upahnya. Sabda Nabi saw: “Barangsiapa menjual kulit kurbanya,
maka tidak ada kurban baginya.” Juga hadis yang mengacu pada
perkataan Ali ra bahwa Rasulullah saw memerintahkanku untuk
menyembelih unta dan menyedekahkan dagingnya dan kulitnya dan
tali kekangnya dan tidak boleh memberikan kepada jagal sedikitpun
darinya.
 

5. Alat dan Doa Memotong Kurban. Dalam menyembelih hewan


kurban disunnahkan memakai pisau yang tajam seraya menghadap
kiblat sambil berdoa: “Allahumma hadza minka wa ilaika,
fataqqabbal minni kamaa taqqabalta min sayyidina muhammadin
nabiyyika wa ibrahima khalilika…” Artinya: “Ya Allah ya Tuhan kami,
hewan  kurban ini berasal dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu.
Oleh karena itu, terimalah kurbanku ini sebagaimana Engkau telah
menerima kurban Nabi Muhammad saw, dan Nabi Ibrahim as..”
 

6. Pendistribusian Hewan Kurban. Seyogyanya, hewan kurban


disembelih dan didistribusikan (dibagi-bagikan) kepada kaum fakir
miskin yang ada di daerah tempat tinggal orang yang berkurban.
Namun, jika di daerah lain –seperti daerah kampung halaman
pengkurban (mudhahhi) atau daerah-daerah tertinggal—lebih
membutuhkan maka hewan kurban boleh dipindahkan dan
didistribusikan kepada fakir miskin di daerah atau desa lain, baik
berupa daging, hewan yang masih hidup, atau berbentuk uang yang
kelak digunakan untuk membeli hewan kurban. Pendapat ini telah
disepakati jumhur ulama dan lebih lengkapnya silakan rujuk
kitab al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, Juz III/633 karya Prof. Dr.
Wahbah az-Zuhaili.
 

7. Daging Kurban dan Orang yang Berkurban. Orang yang


berkurban disunnahkan mencicipi daging yang dikurbankanya
sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw. Hal ini
termaktub dalilnya dalam QS. Al-Hajj: 28 yang berbunyi: “Maka
makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” Para ulama
fikih berbeda pendapat ihwal ini. Sebagian ulama beranggapan
bahwa daging kurban boleh diambil oleh orang yang berkurban
sebanyak setengah bagian. Sedang ulama fikih lainnya berpendapat
boleh mengambilnya sebanyak sepertiga.
 
Demikian panduan untuk menyembelih kurban yang dianjurkan berdasarkan
Alquran dan Hadis. Semoga  setiap muslim bisa memerhatikan panduan
tersebut hingga kita bisa benar-benar taqarubban ilallah. (Az/diolah dari
buku Kumpulan Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta 1975-2012)

Anda mungkin juga menyukai