Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PANITIA QURBAN

A. Panitia (Wakil)
Panitia Qurban adalah sekelompok orang-
orang tertentu yang pada umumnya
dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir
masjid, mushalla, instansi dan lain-lain)
guna menerima kepercayaan (amanat) dari
pihak pequrban (mudlahhi) agar
melaksanakan penyembelihan hewan
qurban dan membagikan dagingnya.
Memperhatikan pengertian panitia tersebut
maka dalam pandangan fiqih panitia adalah
wakil dari pihak mudlahhi.
‫والوكيل امين النه نائب عن املوكل في اليد والتصرف فكانت يده‬
416 ‫ ص‬3 ‫كيده حاشية الجمل جز‬
“Wakil adalah pengemban amanah, karena
ia sebagai pengganti muwakkil (yang
mewakilkan) dalam kekuasaan dan
tasharruf, jadi kekuasannya seperti
kekuasaan pihak muwakkil.”
1
B. Wakalah
‫وفي الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل النيابة الى‬
‫ ص‬1 ‫ هامش حاشية الباجورى جز‬.‫غيره ليفعله حال حياته‬
386
“Wakalah menurut syara’ adalah
penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu
yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-
urusan yang bisa digantikan (pihak lain),
kepada pihak lain agar dikerjakannya
diwaktu pihak pertama masih hidup.”
Penyerahan hewan qurban kepada panitia
(wakil) haruslah melalui pernyataan yang
jelas dalam hal status qubannya (sunat /
wajib) maupun urusan yang diserahkannya
(menyembelih saja atau dan juga
membagikan dagingnya) pada pihak ketiga.
Oleh karenanya harus ada pernyataan
mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak
pequrban (mudlahhi) dan penerimaan oleh

2
pihak panitia, lalu serah-terima hewan
qurbannya.
‫يكفى فيها‬p‫أركانها اربعة موكل ووكيل وموكل فيه وصيغة و‬
‫اللفظ من احدهما وعدم الرد من األخر كقول املوكل وكلتك‬
1 ‫بكذا او فوضته اليك ولو بمكاتبة او مراسلة( الباجورى جز‬
: 296 )‫ص‬
“Rukun wakalah ada empat : (1) Muwakkil
(2) Wakil (3) Muwakkal fih dan (4) shighat.
Pernyataan dari salah pihak dan tidak ada
penolakan dari pihak yang lain sudah
mencukupi dalam shighat ini. Misalnya
muwakkil mengatakan, ‘Aku wakilkan
padamu hal demikian-demikian, atau aku
menyerahkan urusan ini padamu.’ (Hal itu
sah), meski dengan cara penulisan atau
surat.”
C. Tugas Panitia Qurban
Tugas pokok panitia adalah menyembelih
dan membagikan dagingnya kepada pihak
yang berhak sesuai dengan pernyataan
3
pihak pequrban saat penyerahan hewan
qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun
tidak diperkenankan melanggar amanah ini
sebagaimana keterangan di atas.
‫واليملك الوكيل من التصرف اال ما يقتضيه اذن املوكل من‬
350‫ ص‬1 ‫ املهذب جز‬.‫جهة النطق او من جهة العرف‬
“Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan
tasharuf melainkan sebatas izin yang
didapat dari muwakkil melalui jalan
ucapan atau adat yang berlaku.”
Sesuai dengan amanat yang diterimanya
dari pihak pequrban, yaitu menyembelih
dan membagikan dagingnya, maka panitia
tidak diperbolehkan mengambil atau
memakan sedikitpun daripadanya.
Kemudian agar panitia bisa mengambil
sebagian daging qurban (sunnah), maka
harus ada izin dari pihak mudlahhi agar ia
diperbolehkan mengambilnya dalam batas
ukuran tertentu.
4
‫وال يجوز له أخذ شيئ األ ان عين له املوكل قدرا منها ( الباجورى‬
: 387)‫ ص‬1 ‫جز‬
“Tidak boleh bagi wakil (panitia)
mengambil sedikitpun, kecuali pihak yang
mewakilkan (muwakkil) sudah menentukan
sekadar dari padanya untuk pihak wakil.”
D. Biaya perawatan dan penyembelihan
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
ْ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ُ َ َ َ َ
‫ وأن‬،‫للا صلى للا علي ِه وسلم أن أقوم على بد ِن ِه‬ ِ ‫أمرِني رسول‬
َ ْ َ َّ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ ُ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ
،» ‫ وأن ال أع ِطي الجزار ِمنها‬،‫ودها وأ ِجل ِتها‬ ِ ‫أتصدق ِبلح ِمها وجل‬
َ ْ ْ ْ ُ ُ ْ َ َ َ
.‫نحن نع ِط ِيه ِمن ِعن ِدنا‬: ‫قال‬
“Aku (Ali bin Abi Thalib) pernah
diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk mengurusi penyembelihan
ontanya, dan agar membagikan seluruh
bagian dari sembelihan onta tersebut, baik
yang berupa daging, kulit tubuh maupun
pelana. Dan aku tidak boleh
memberikannya kepada jagal barang
5
sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lainnya, Imam Ali berkata,
“Kami mengupahnya dari uang kami
pribadi.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi dalam Raudhatuth Thalibin,
Jilid 2, halaman 222 mengatakan,
َ َ ْ َّ ُ َ ْ ُ ْ َ ُ َ ً َ ْ ُ َ ُ ْ ً ْ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ
‫ بل مؤنة الذب ِح على‬،‫وال أن يع ِطي الجزار شيئا ِمنهما أجرة له‬
ً‫ َو َي ُجو ُز َأ ْن ُي ْعط َي ُه م ْن ُه َما َش ْيئا‬. ‫صاد‬َ ‫ضحي َو ْاملَ ْهدي َك ُم ْؤ َنة ْال َح‬ َ ُ‫ْامل‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ًّ َ َ َ ْ ُ َ ْ ُ ْ َ ْ َ
‫روضة الطالبين وعمدة‬. (‫ أو يط ِعمه ِإن كان غ ِنيا‬،‫ِلفق ِر ِه‬
3/ 222(‫املفتين‬
“Ia (orang yang berqurban, penj) tidak
boleh memberikan kepada tukang sembelih
dari daging qurban dan hadyu (hewan
yang disembelih di tanah suci, penj),
sebagai ongkos penyembelihan. Namun,
biaya penyembelihan dibebankan kepada
orang yang berqurban, seperti ongkos
panen. Boleh bagi orang yang berqurban
untuk memberi tukang sembelih itu dari
qurban dan hadyu, karena kefakiran tukang
6
sembelih itu, atau memberi tukang
sembelih itu makan, jika tukang sembelih
itu orang yang kaya.”
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid
disebutkan, para ulama seluruhnya sepakat
untuk mengharamkan menjual daging dan
kulit hewan qurban. Dalilnya adalah sabda
nabi SAW:
ُ‫ضح َي َة َله‬ ْ ‫ضح َيته َف َل ُأ‬
ْ ‫اع ج ْل َد ُأ‬
َ ‫َم ْن َب‬
ِ ِِ ِ ِ
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban,
maka dia tidak memperoleh qurban
apapun.” (HR Hakim). Al-Hakim
menshahihkan hadits ini dalam kitab al-
Mauhibah jilid 4 halaman 697.
Dari Hadits dan pendapat ulama diatas
dapat disimpulkan bahwa biaya pengurusan
hewan qurban, mulai menyembelihan,
pengupasan kulit dan seterusnya
dibebankan pada orang yang berkorban,
tidak boleh menjual apapun dari bagian
7
hewan qurban untuk upah pekerja atau
lainnya.
Haramnya menjual kulit hewan qurban atau
lainnya ini telah ditetapkan oleh Keputusan
Muktamar ke-27 Nahdhatul-Ulama di
Situbondo pada tanggal 8-21 Desember
1984. Bunyinya: “Menjual kulit hewan
qurban tidak boleh kecuali oleh
mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit
itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq
yang kaya, menurut pendapat yang
mu’tamad tidak boleh.” (lihat: Ahkamul
Fuqaha, halaman 401).
Sebagian ulama mazhab As-Syafi’i
membolehkan menjual daging hewan
qurban sebatas orang miskin yang telah
menerimanya. Sedangkan pihak yang
memiliki hewan, atau orang yang menerima
lewat sedekah, diharamkan menjualnya.
Maka untuk keabsahan qurban dan sebagai
solusi, kulit qurban diberikan kepada
8
penerima yang fakir/miskin, tidak oleh
pequrban, atau panitia yang menjual kulit
secara sepihak, atau sebagai wakil dari
pequrban, atau oleh penerima yang kaya.
E. N i a t

Niat merupakan unsur penting dalam


beribadah, termasuk ibadah qurban.
Dengan niat akan dapat dibedakan antara
qurban sunnah dan qurban wajib karena
keduanya memiliki kedudukan dan
konsekuensi hukum berbeda. Bagi panitia
harus mengingatkan kepada mudlahhi
(yang berkurban) untuk melakukan niat,
Disebutkan dalam Kitab I’anah at-Thalibin,
jilid 2 halaman 376,

‫أي يشترط فيها النية عند الذبح أو قبله عند التعيين ملا يضحي‬
‫نويت‬: ‫ فيقول‬،‫ وتسن باللسان‬،‫ومعلوم أنها بالقلب‬. ‫به‬
‫فإن اقتصر على‬. ‫ أو أداء سنة التضحية‬،‫األضحية املسنونة‬

9
‫إعانة الطالبين‬. ‫نحو األضحية صارت واجبة يحرم األكل منها‬
, 2/ 376)‫على حل ألفاظ فتح املعين‬
“Disyaratkan niat ketika menyembelih,
atau sebelumnya yakni ketika menentukan
hewan yang akan dijadikan qurban. Sudah
maklum bahwa tempatnya niat adalah hati,
dan disunnahkan juga dilafadzkan dalam
lisan. Orang yang berqurban berniat,
“Nawaitul udhiyatal masnunah (Saya niat
berqurban sunnah)”, atau “Nawaitu adaa-
a sunnatit tadhiyah (Saya niat menunaikan
kesunnahan qurban).” Jika ia tidak
menyebutkan kata “sunnah”, misalkan
hanya mengatakan, “Saya niat
berqurban”, maka qurbannya menjadi
wajib, sehingga diharamkan atasnya untuk
memakan bagian dari hewan qurban itu
(baik daging, kulit, dan lainnya, penj).”
Untuk qurban wajib atau nadzar mudlahhi
(yang berqurban) tidak boleh menikmati
daging qurbannya, demikian juga orang-
10
orang yang menjadi tanggungannya dan
juga panitia qurban.

Disebutkan dalam al-Bajuri, jilid 2,


halaman 300

‫وال يأكل املضحى شيأ من األضحية املنذورة قوله وال يأكل اى‬
‫اليجوزله األكل فان أكل شيأ غرمه قوله املضحى وكذا من‬
300 ‫ ص‬2 ‫تلزمه نفقته ألباجورى جز‬
“Pihak yang berqurban tidak boleh
memakan sedikitpun dari qurban yang
dinadzarkan. Yakni ia tidak boleh
memakannya, lalu jika memakannya sedikit
saja maka wajib mengganti. Seperti pihak
pequrban (mudhahhi) adalah orang-orang
yang wajib ditanggung nafkahnya.”

‫وال يأكل املضحى شيأ من األضحية املنذورة ويأكل من املتطوع‬


24 ‫ ص‬2 ‫ كفاية األخيار جز‬.‫بها‬

11
“Pihak yang berqurban tidak boleh
memakan sedikitpun dari qurban yang
dinadzarkan dan boleh memakannya jika
merupakan qurban sunnah.”
‫ويحرم االكل الخ الى ان قال فيجب عليه التصدق بجميعها‬
: 333‫ ص‬: 2 ‫حتى قرنها وظلفها اهـ اعانة الطالبين ج‬
“(Haram memakan dst) sampai ungkapan:
maka wajib atas pequrban mensedekahkan
seluruh qurbannya hingga tanduk dan
kakinya.”
Maka dari itu panitia qurban harus jeli dan
teliti memisahkan antara qurban wajib dan
qurban sunnah. Apabila pemilahan antara
qurban sunnah dan nadzar/wajib menemui
kesulitan, maka dianggap cukup dengan
cara memisahkan daging seukuran qurban
nadzar/wajib dari daging yang ada,
kemudian mensedekahkan sisanya kepada
selain yang bernadzar/berqurban wajib dan
orang-orang yang wajib ditanggung
nafkahnya.
12
‫افتى النووى كابن الصلح فيمن غصب نحو نقد او بر وخلطه‬
‫بماله ولم يتميز بان له افراز قدر املغصوب ويحل له التصرف‬
127‫ ص‬: 1 ‫فى الباقى فتح املعين هامش االعانة ج‬
“Imam Nawawi berfatwa sebagaimana
Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang
ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau
biji gandum dan mencampurkannya dengan
harta miliknya dan tidak dapat
membedakannya bahwa baginya boleh
memisahkan seukuran barang
dighashabnya dan halal baginya
mentasarufkan sisanya.”

F. Teknik Pembagian Daging Qurban

Pembagian daging qurban berhubungan


erat dengan jenis qurban itu sendiri.Artinya
apabila qurbannya tergolong qurban wajib
maka semua harus dibagikan kepada
mustahiqnya, mudlahhi (orang yang
berkorban) dan orang yang menjadi
13
tanggungannya tidak boleh memanfaatkan
atau menikmati dari hewan qurbannya.
Sedangkan untuk qurban sunnah menurut
pendapat ulama ada 3 teknik pembagian,
yaitu :
1.Yang paling afdal, yaitu mensedekahkan
semuanya, dan disunnahkan bagi
mudlahhi untuk makan sedikit dari daging
hewan qurbannya, dan dianjurkan hati
(kabid), dengan tujuan mngharapkan
berkah darinya.
2.Disedekahkan separo dan dimakan
separo, hal ini didasarkan pada firman
Allah surat al-Hajj ayat 28 ;

‫ﻟﻴﺸﻬﺪﻭا ﻣﻨﺎﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﻭﻳﺬﻛﺮﻭا اﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﻣﻌﻠﻮﻣﺎﺕ‬


‫ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺭﺯﻗﻬﻢ ﻣﻦ ﺑﻬﻴﻤﺔ اﻷﻧﻌﺎﻡ ﻓﻜﻠﻮا ﻣﻨﻬﺎ ﻭﺃﻃﻌﻤﻮا‬
)28( ‫اﻟﺒﺎﺋﺲ اﻟﻔﻘﻴﺮ‬

Maka makanlah sebahagian daripadanya


dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk

14
dimakan orang-orang yang sengsara dan
fakir.

3.Dimakan sepertiga dihadiahkan sepertiga


dan disedekahkan sepertiga. Hal ini
berdasarkan firman Allah surat al-Hajj
ayat 36 ;

‫ﻭاﻟﺒﺪﻥ ﺟﻌﻠﻨﺎﻫﺎ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﺷﻌﺎﺋﺮ اﻟﻠﻪ ﻟﻜﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﺧﻴﺮ ﻓﺎﺫﻛﺮﻭا‬


‫اﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺻﻮاﻑ ﻓﺈﺫا ﻭﺟﺒﺖ ﺟﻨﻮﺑﻬﺎ ﻓﻜﻠﻮا ﻣﻨﻬﺎ‬
‫ﻭﺃﻃﻌﻤﻮا اﻟﻘﺎﻧﻊ ﻭاﻟﻤﻌﺘﺮ ﻛﺬﻟﻚ ﺳﺨﺮﻧﺎﻫﺎ ﻟﻜﻢ ﻟﻌﻠﻜﻢ‬
)36( ‫ﺗﺸﻜﺮﻭﻥ‬

Maka makanlah sebahagiannya dan beri


makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-
minta) dan orang yang meminta.

G. Kulit Hewan Qurban


Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid
disebutkan, para ulama seluruhnya sepakat
untuk mengharamkan menjual daging dan
15
kulit hewan qurban. Dalilnya adalah sabda
nabi SAW:
ُ‫ضح َي َة َله‬ ْ ‫ضح َيته َف َل ُأ‬
ْ ‫اع ج ْل َد ُأ‬
َ ‫َم ْن َب‬
ِ ِِ ِ ِ
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban,
maka dia tidak memperoleh qurban
apapun.” (HR Hakim). Al-Hakim
menshahihkan hadits ini dalam kitab al-
Mauhibah jilid 4 halaman 697.
Haramnya menjual kulit hewan qurban ini
telah ditetapkan oleh Keputusan Muktamar
ke-27 Nahdhatul-Ulama di Situbondo pada
tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya:
“Menjual kulit hewan qurban tidak boleh
kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas
kulit-kulit itu) yang fakir/miskin.
Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut
pendapat yang mu’tamad tidak boleh.”
(lihat: Ahkamul Fuqaha, halaman 401).
Dalam kitab ai-Majmu’ juz II hal 150
dijelaskan :
16
‫وال يجوز بيع شيئ من الهدي واالضحية نذرا كان او تطوعا‬
Tidak diperbolehkan menjual sedikitpun
dari hewan hadiah dan qurban, baik itu
nadzar atau sunat.
Sebagian ulama mazhab As-Syafi’i
membolehkan menjual daging hewan
qurban sebatas orang miskin yang telah
menerimanya. Sedangkan pihak yang
memiliki hewan, atau orang yang menerima
lewat sedekah, diharamkan menjualnya.
Maka untuk keabsahan qurban dan sebagai
solusi, kulit qurban diberikan kepada
penerima yang fakir/miskin, tidak oleh
pequrban, atau panitia yang menjual kulit
secara sepihak, atau sebagai wakil dari
pequrban, atau oleh penerima yang kaya

Demikian pula haram menjadikan kulit


sebagai ongkos penyembelih, walaupun
qurban itu qurban sunnah. Dalam kitab
Hasyiyatul Bajuri juz II hal 311 dijelaskan :
17
‫ويحرم ايضا جعله اجرة للجزارولو كانت االضحية تطوعا‬

Haram juga menjadikan kulit sebagai


ongkos penyembelih walaupun qurban itu
qurban sunnah

Larangan ini tentu bagi sebagian besar


masyarakat terasa berat, lebih-lebih bagi
panitia qurban. Oleh karena itu perlu
menemukan solusinya, yaitu mengikuti
pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad bahwa menjual kulit hewan qurban
adalah boleh, namun hasil penjualan tetap
wajib disedekahkan sebagaimana
dagingnya kepada mustahiq qurban, bukan
untuk ongkos jagal dan pekerja atau
dimasukkan kas masjid.
Dalam Kifayatul Akhyar hal 701 dijelaskan
:
‫وعند ابي حنيفة رحمه للا انه يجوز بيعه ويتصدق بثمنه‬

18
Menurut Imam Abu Hanifah bahwa boleh
menjual kulit qurban dan harus
mensedekahkan harganya (hasil
penjualannya).
H. Memakan daging Qurban

Tugas pokok panitia adalah menyembelih


dan membagikan dagingnya kepada pihak
yang berhak (mustahiq) sesuai dengan
maksud dan tujuan pihak mudlahhi
(pequrban) saat penyerahan hewan qurban.
Oleh karena itu pihak wakil/panitia
sedikitpun tidak boleh memakan daging
qurban, sebab hal itu sudah menyalahi
amanah dari pihak pequrban.

Solusi agar panitia dapat mencicipi


sebagian dari daging yang diamanahkan
kepadanya, maka pihak panitia harus
mengajukan permintaan secara terus terang
kepada pihak mudlahhi (pequrban) supaya
diperkenankan mengambil sebagian untuk
19
konsumsi panitia atau setidaknya ada
dugaan kuat pihak pequrban merelakannya,
karena yang demikian itu telah menjadi hal
yang lumrah. Dalam kitab al-Muhadzdzab
juz 1 hal 350 dijelaskan ;
‫وال ميلك الوكيل من التصرف إال ما يقتضيه اذن املوكل من جهة‬
‫النطق أو من جهة العرف‬
Seorang wakil (panitia) tidak berkuasa
tentang urusan tasharruf melainkan
sebatas izin yang didapat dari muwakkil
(pequrban) melalui jalan ucapan atau adat
yang berlaku.

I. Blanko Qurban

Untuk tertib administrasi dan lebih hati-hati


serta untuk keabsahan ibadah qurban, baik
bagi panitia maupun mudlahhi, berikut ada
formulir yang harus diisi oleh mudlahhi
maupun panitia

FORMULIR QURBAN
20
Nomor :

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Alamat :
No. HP :
Sebagai Pihak I, menyatakan dengan
sesungguhnya, dengan niat tulus
semata-mata mengharap Ridla Allah,
bermaksud melakukan ibadah qurban
melalui panitia qurban Masjid atau
Musholla ____________________
sebagai Pihak II.
Berkaitan dengan hal tersebut saya
menyatakan sekaligus memohon
dibimbing untuk melakukan beberapa
21
hal untuk keabsahan dan diterimanya
qurban saya.

__________________,
__________________
______

Pihak I Pihak
II

_______________________
________________________

NIAT QURBAN

1. Berupa Hewan Ternak

22
Saya _______________________niat
berqurban sunnah/wajib karena
mengharap Ridla Allah berupa
_______________ sebanyak ____ ekor
atas nama :
a. ___________________________
b. ___________________________
c.___________________________
d. ___________________________
e. ___________________________
f. ___________________________
g. ___________________________

2. Masih Berupa Uang


Pihak I
Saya menyerahkan uang sejumlah Rp.
___________________ kepada panitia
qurban Masjid/Musholla
____________________ sebagai wakil
untuk dibelikan hewan ternak layak
qurban sunnah/wajib berupa
______________, _____ ekor.
23
Selanjutnya saya mewakilkan kepada
panitia untuk meniatkan qurban pada
hewan yang telah dibeli dengan
mengatasnamakan pada
_______________________

Pihak II
Saya terima penyerahan dan
perwakilan sesuai ketentuan tersebut.

Pihak I Pihak
II

_______________________
________________________

24
PENYERAHAN DAN PEMBERIAN IZIN
PADA PANITIA

Pihak I (Mudlahhi)
Saya
______________________mewakilkan
kepada panitia qurbqn Masjid/Musholla
__________________ sebagai wakil
untuk proses penyembelihan dan
pembagian qurban tersebut. Terkait
pembagian qurban sunnah saya
mengijinkan/tidak mengijinkan pada
panitia untuk ikut mendapatkan jatah
dari hewan qurban saya.

Pihak II (Panitia)
Saya terima perwakilan sesuai
ketentuan tersebut.

Pihak I Pihak
II
25
_______________________
________________________

26

Anda mungkin juga menyukai