Demi ikhtiar keabsahan dan keberkahan ibadah qurban,
kami sediakan Formulir Fiqhi Qurban. Formulir ini tidak sekedar sebagai bahan isian, namun sekaligus sebagai panduan bagi panitia dan pekurban untuk memenuhi fiqh qurban. Bila ingin mendapatkan format Ms Word, silahkan download di: https://drive.google.com/file/d/0B24x90jWrVufcjZIZGdD OHpibEk/view?usp=sharing Mengapa Perlu Formulir Fiqhi Qurban? Karena baik pequrban maupun panitia perlu memperhatikan tuntunan fiqih berikut ini. 1. Tentang Niat Qurban Tujuan: (a) Mengingatkan pequrban untuk melakukan niat, yang merupakan inti ibadah. (b) Agar dapat dibedakan antara Qurban sunnah dan qurban wajib, karena keduanya memiliki kedudukan dan konsekuensi hukum berbeda. Disebutkan dalam Kitab I’anah at-Thalibin, jilid 2 halaman 376, ومعلوم أهنا .أي يشرتط فهيا النية عند اذلحب أو قبهل عند التعيني ملا يضحي به أو أداء سنة، نويت األحضية املسنونة: فيقول، وتسن ابللسان،ابلقلب (إعانة. فإن اقترص عىل حنو األحضية صارت واجبة حيرم األلك مهنا.التضحية )376 /2 ,الطالبني عىل حل ألفاظ فتح املعني “Disyaratkan niat ketika menyembelih, atau sebelumnya yakni ketika menentukan hewan yang akan dijadikan qurban. Sudah maklum bahwa tempatnya niat adalah hati, dan disunnahkan juga dilafadzkan dalam lisan. Orang yang berqurban berniat, “Nawaitul udhiyatal masnunah (Saya niat berqurban sunnah)”, atau “Nawaitu adaa-a sunnatit tadhiyah (Saya niat menunaikan kesunnahan qurban).” Jika ia tidak menyebutkan kata “sunnah”, misalkan hanya mengatakan, “Saya niat berqurban”, maka qurbannya menjadi wajib, sehingga diharamkan atasnya untuk memakan bagian dari hewan qurban itu (baik daging, kulit, dan lainnya, penj).” (c) Agar panitia memilah qurban yang wajib dan sunnah, sehingga qurban wajib atau nadzar tidak diberikan kembali kepada pequrbannya, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, dan juga panitia sendiri Disebutkan dalam al-Bajuri, jilid 2, halaman 300, وال يألك املضحى شيأ من األحضية املنذورة (قوهل وال يألك) اى الجيوزهل األلك 2 فان ألك شيأ غرمه (قوهل املضحى) وكذا من تلزمه نفقته ( ألباجورى جز ) 300 : ص “Pihak yang berqurban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan. Yakni ia tidak boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti pihak pequrban (mudhahhi) adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.” وال يألك املضحى شيأ من األحضية املنذورة ويألك من املتطوع هبا (كفاية ) 241 : ص2 األخيار جز “Pihak yang berqurban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan dan boleh memakannya jika merupakan qurban sunnah.” (اىل ان قال فيجب عليه التصدق جبميعها حىت قرهنا ) وحيرم الالك اخل 333 : ص2 : وظلفها اهـ اعانة الطالبني ج “(Haram memakan dst) sampai ungkapan: maka wajib atas pequrban mensedekahkan seluruh qurbannya hingga tanduk dan kakinya.” Apabila pemilahan antara qurban sunnah dan nadzar/wajib menemui kesulitan, maka dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada, kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang bernadzar/berqurban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya. افىت النووى اكبن الصالح فمين غصب حنو نقد او بر وخلطه مباهل ومل يمتزي ابن (فتح املعني هامش الاعانة هل افراز قدر املغصوب وحيل هل الترصف ىف الباىق )127 : ص1 : ج “Imam Nawawi berfatwa sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan tidak dapat membedakannya bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang dighashabnya dan halal baginya mentasarufkan sisanya.” (d) Penyerahan Berupa Uang Seharga Hewan Ternak Penyerahan sejumlah uang oleh pequrban kepada panitia agar dibelikan ternak layak qurban sekaligus sampai pada penyembelian serta pembagian dagingnya, menurut pandangan ulama adalah boleh sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin, يف فتاوي العالمة الشيخ محمد بن سلامين الكردي حميش رشح ابن جحر عىل اخملترص ما نصه سئل رمحه هللا تعاىل جرت عادة أهل بدل جاوى عىل توكيل من يشرتي هلم النعم يف مكة للعقيقة أو األحضية ويذحبه يف مكة واحلال أن من يعق أو يضحي عنه يف بدل جاوى فهل يصح ذكل أوال أفتوان اجلواب نعم يصح ذكل وجيوز التوكيلـ يف رشاء األحضية والعقيقة ويف ذحبها ولوبغري بدل املضحي )335 : ص2 :والعاق (إعانة الطالبني ج “Dalam kitab Fatawa Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan : Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya ! “. Ya, demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga penyembelihnya sekalipun tidak dilaksankan di negara orang yang berqurban atau beraqiqah.” Ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika penyerahan pequrban kepada panitia itu berupa uang, yaitu panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya. (Lihat : Al-Bajuri, juz 2, halaman 296) Sementara bila seseorang hanya berqurban dengan nilai uang, bukan dengan hewan, maka hukumnya tidak boleh. Dijelaskan dalam Riyadhul Badi’ah, halaman 8, ال تصح التضحية إال ابألنعام ويه اإلبل والبقر األهلية والغمن ألهنا عبادة تتعلق ص4 وكذا يف املوهبة ج,ابحليوان فاختصت ابلنعم اكلزاكة فال جيزئ بغريها )8 (الرايض البديعة ص682 “Qurban tidak sah kecuali dengan binatang ternak, yaitu unta, sapi, atau kerbau dan kambing. Hal ini karena qurban itu terkait dengan binatang, maka dikhususkan dengan ternak sama seperti zakat, sehingga tidak sah selain dengan binatang ternak.” 2. Tentang Perwakilan (wakalah) dan pemberian izin pada panitia (a) Perwakilan (wakalah) Panitia Qurban adalah sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain) guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak pequrban (mudlahhi) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya. Memperhatikan pengertian panitia tersebut maka dalam pandangan fiqih panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi. ويف الرشع تفويض خشص شيأ هل فعهل مما يقبل النيابة اىل غريه ليفعهل حال ) 386 : ص1 حياته (هامش حاشية الباجورى جز “Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup.” (النه انئب عن املولك يف اليد والترصف فاكنت يده كيده ) والوكيل امني )416 : ص3 (حاشية امجلل جز “Wakil adalah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil.” Penyerahan hewan qurban kepada panitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya) pada pihak ketiga. Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak pequrban (mudlahhi) dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah- terima hewan qurbannya. أراكهنا اربعة مولك ووكيل ومولك فيه وصيغة ويكفى فهيا اللفظ من احدهام وعدم الرد من األخر كقول املولك ولكتك بكذا او فوضته اليك ولو مباكتبة او ) 296 : ص1 مراسةل (الباجورى جز “Rukun wakalah ada empat : (1) Muwakkil (2) Wakil (3) Muwakkal fih dan (4) shighat. Pernyataan dari salah pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain sudah mencukupi dalam shighat ini. Misalnya muwakkil mengatakan, ‘Aku wakilkan padamu hal demikian- demikian, atau aku menyerahkan urusan ini padamu.’ (Hal itu sah), meski dengan cara penulisan atau surat.” Qurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak pequrban sendiri atau diserahkannya kepada wakilnya, kecuali qurban nadzar maka tidak ada syarat niat. وال يشرتط ىف املعينة ابتداء ابلنذر النية خبالف املتطوع هبا والواجبة ابجلعل او ابلتعيني عام ىف اذلمة فيشرتط هل نية عند اذلحب او عند التعيني ملا يضحى به 2 (الباجرى جز اكلنية ىف الزاكة وهل تفويضها ملسمل ممزي وان مل يولكه ىف اذلحب ) 296 : ص “Tidak disyaratkan niat dalam qurban yang telah ditentukan sejak permulaan dengan jalan nadzar. Beda halnya dengan qurban sunat dan qurban wajib dengan jalan ja’li (menjadikan) atau ta’yin (menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka disyaratkan niat ketika menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana niat dalam ibadah zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.” (b) Tugas Panitia Qurban Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai dengan pernyataan pihak pequrban saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan di atas. والميكل الوكيل من الترصف الا ما يقتضيه اذن املولك من هجة النطق او من ) 350 : ص1 هجة العرف (املهذب جز “Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.” (c) Panitia Mengambil / Memakan dari Bagian Qurban Sesuai dengan amanat yang diterimanya dari pihak pequrban, yaitu menyembelih dan membagikan dagingnya, maka panitia tidak diperbolehkan mengambil atau memakan sedikitpun daripadanya. Kemudian agar panitia bisa mengambil sebagian daging qurban (sunnah), maka harus ada izin dari pihak mudlahhi agar ia diperbolehkan mengambilnya dalam batas ukuran tertentu. : ص1 وال جيوز هل أخذ شئي األ ان عني هل املولك قدرا مهنا ( الباجورى جز )387 “Tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil sedikitpun, kecuali pihak yang mewakilkan (muwakkil) sudah menentukan sekadar dari padanya untuk pihak wakil.” 3. Tentang Biaya perawatan dan penyembelihan (a) Agar tidak terjadi praktik penjualan kulit qurban, baik oleh panitia, orang yang berqurban, atau atau penerima (mustahiq) kaya, misalnya dengan alasan biaya operasional, atau biaya perawatan dan penyembelihan qurban. Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan, para ulama seluruhnya sepakat untuk mengharamkan menjual daging dan kulit hewan qurban. Dalilnya adalah sabda nabi SAW: ُ َم ْن اَب َع ِجدْل َ ُأحْض ِ َي ِت ِه فَ َال ُأحْض ِ َي َة هَل Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak memperoleh qurban apapun. (HR Hakim). Al-Hakim menshahihkan hadits ini dalam kitab Al-Mauhibah jilid 4 halaman 697. Haramnya menjual kulit hewan qurban ini telah ditetapkan oleh Keputusan Muktamar ke-27 Nahdhatul- Ulama di Situbondo pada tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya: “Menjual kulit hewan qurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut pendapat yang mu’tamad tidak boleh.” (lihat: Ahkamul Fuqaha, halaman 401). Sebagian ulama mazhab As-Syafi’i membolehkan menjual daging hewan qurban sebatas orang miskin yang telah menerimanya. Sedangkan pihak yang memiliki hewan, atau orang yang menerima lewat sedekah, diharamkan menjualnya. Maka untuk keabsahan qurban dan sebagai solusi, kulit qurban diberikan kepada penerima yang fakir/miskin, tidak oleh pequrban, atau panitia yang menjual kulit secara sepihak, atau sebagai wakil dari pequrban, atau oleh penerima yang kaya. (b) Agar tidak terjadi praktik pengupahan tukang potong hewan (jagal) yang diambilkan dari bagian qurban, baik daging maupun kulitnya. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, َوَأ ْن َأت ََصد ََّق ِبلَ ْح ِمهَا،هللا عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َأ ْن َأقُو َم عَىَل بُ ْد ِن ِه ُ هللا َصىَّل ِ ول ُ َأ َم َريِن َر ُس حَن ْ ُن ن ُ ْع ِطي ِه ِم ْن ِع ْن ِداَن: قَا َل، » َوَأ ْن اَل ُأع ِْط َي الْ َج َّز َار ِمهْن َا،و ُجلُو ِدهَا َوَأ ِجلَّهِت َا.َ “Aku (Ali bin Abi Thalib) pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya, dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan aku tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam redaksi lainnya, Imam Ali berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Imam Nawawi dalam Raudhatuth Thalibin, Jilid 2, halaman 222 mengatakan, ب َ ْل ُم ْؤن َ ُة ا َّذلبْ ِح عَىَل الْ ُمضَ ِّحي،ُ َواَل َأ ْن يُ ْع ِط َي الْ َج َّز َار َشيْئًا ِمهْن ُ َما ُأ ْج َر ًة هَل َأ ْو يُ ْط ِع َم ُه ْن اَك َن، َوجَي ُ ُوز َأ ْن يُ ْع ِط َي ُه ِمهْن ُ َما َشيْئًا ِل َف ْق ِر ِه.َوالْ َمهْ ِد ِ ّي مَك ُ ْؤن َ ِة الْ َح َصا ِد ِإ 222 /3 (روضة الطالبني ومعدة املفتني.(غَ ِن ًّيا “Ia (orang yang berqurban, penj) tidak boleh memberikan kepada tukang sembelih dari daging qurban dan hadyu (hewan yang disembelih di tanah suci, penj), sebagai ongkos penyembelihan. Namun, biaya penyembelihan dibebankan kepada orang yang berqurban, seperti ongkos panen. Boleh bagi orang yang berqurban untuk memberi tukang sembelih itu dari qurban dan hadyu, karena kefakiran tukang sembelih itu, atau memberi tukang sembelih itu makan, jika tukang sembelih itu orang yang kaya.” Wallahu a’lam bish-shawab. *) Formulir Qurban disusun oleh Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I., berdasarkan penjelasan seputar qurban oleh Ketua PW LBM NU Jawa Timur, KH Ahmad Asyhar Shofwan, Hasil-Hasil Keputusan Bahtsul Masail, dan rujukan lainnya. Formulir Qurban ala Fikih ini juga telah ditashih oleh Ketua PW LBM NU Jawa Timur KH Asyhar, Ketua PC LBM NU Kota Malang Ust H Athoillah Wijayanto, dan aktifis LBM lainnya.