PENDAHULUAN
Kebiasaan makanan
Jenis makanan yang dapat dimakan oleh suatu jenis ikan tergantung kepada
trophic level, ukuran, habitat, musim serta adaptasi alat pencernaannya. Ikan
herbivora akan mempunyai komposisi makanan yang berbeda dengan karnivora.
Komposisi makanan makanan ikan yang berukuran kecil akan berbeda dengan ikan
yang besar hal ini selain karena adanya perbedaan dalam bukaan mulut juga dalam
kemampuan mendapatkan makanan serta kebutuhan gizinya.
Berdasarkan jenis-jenis organisme yang dimakannya, ikan dapat
dikelompokkan sebagai berikut : Herbivora yaitu ikan yang makanan utamanya
terdiri dari tumbuhan (pemakan tumbuhan), Karnivora yaitu ikan yang makanan
utamanya terdiri dari hewan (pemakan daging) dan Omnivora yaitu ikan yang
makanannya terdiri dari tumbuhan dan hewan.
Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari dua proses yaitu, proses yang
cenderung untuk menurunkan energi tubuh yang menjadi nyata jika seekor ikan
dipelihara dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa diberi makanan dan suatu
proses yang diawali dari pengambilan makanan dan yang diakhiri dengan penyusunan
unsur-unsur tubuh.
800
700
600
500
400
300
200
100
0
50 100 150 200 250
Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Berat pada Clarias gariepinus
Pada kurva pertumbuhan sigmoid (kurva berat), sekarang dapat dilihat bahwa
laju pertumbuhan (growth rate) (GR = dw/dt) pertama-tama meningkat dan kemudian
menurun dengan bertambahnya waktu. Growth rate maksimum dicapai pada titik
infleksi dalam kurva pertumbuhan sigmoid, laju pertumbuhan relatif menurun dengan
bertambahnya berat dalam waktu.
Body weight
(g) (g d-1) (g.g-1 d-1)
Gambar 2.2. Berat tubuh, laju pertumbuhan dan spesifik growth rate
pada ikan.
60 70
60
50 ln W T = ln W b + g .t
50
40
Wt (g)
ln WT
40
30
30
20 W t = W o e gt
20
W o 10 10
ln W o
0 0
0 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6 7
t( d ) t (d)
70 100
90
60
80
Spesif ic grow th rate (% BW d-1)
50 70
Gr ow th rate (gd-1)
60
40
50 g
30 SGR = g
40
20 30
GR = g W t
20
10
10
0 0
0 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6
t( d ) t (d)
Gambar 2.3. Pertumbuhan eksponensial berat tubuh, GR dan SGR
Wt = wo e gt
In wt = In wo + gt
Dimana :
Wt = berat pada waktu t
Wo = berat awal
e = dasar logaritma natural
g = Koefisien pertumbuhan
Dalam pertumbuhan secara eksponensial ini, spesifik Growth Rate adalah konstan.
GR = dw/dt = gw
SGR = dw/dt w = g
Dengan kata lain koefisien pertumbuhan ini adalah logaritma natural dari
perbandingan berat akhir dengan berat awal.
gt = In (wt/wo)
gt = In wt - In wo
Model ini baik untuk waktu yang singkat / pendek, tetapi kurang baik apabila
digunakan untuk menghitung pertumbuhan seluruh hidup ikan (waktunya). Faktor
terpenting yang menentukan pertumbuhan ikan di dalam pemeliharaan ialah
tersedianya makanan yang cukup.
Makanan
Makanan dalam suatu usaha budidaya dapat dikenal dua kelompok yaitu
makanan alami dan makanan tambahan, Jenis, bentuk serta banyaknya makanan yang
diperlukan berbeda-beda bagi setiap jenis ikan yang mempunyai pilihan dan cara
pengambilan makanan yang berbeda pula. Di dalam kolam, dengan pengarah dari
bermacam-macam faktor, terjadilah serangkaian proses pertumbuhan yang
menghasilkan makanan alami. Banyaknya makanan yang dihasilkan tergantung dari
kesuburan alam atau yang sudah dibantu dengan jalan pemupukan.
Pada cara pemeliharaan yang tradisional / ekstensif ikan yang dipelihara hidup
semata-mata dari makanan alami yang dihasilkan di dalam kolam. Kemudian ada
usaha-usaha memperbaiki kesuburan dengan jalan pemupukan dan penyediaan
makanan tambahan. Semakin meningkat usahanya, makin banyak usaha dilakukan
bagi penyediaan makanan. Pada usaha pemeliharaan intensif, kesuburan alami dapat
sama sekali diabaikan dan makanan yang diperlukan sepenuhnya diusahakan secara
pemberian makanan tambahan dengan bentuk dan susunan serta jadwal yang disusun
secara teliti.
Bentuk makanan hendaknya disesuaikan dengan besarnya ikan dan cara
mengambil makanan. Makanan buatan (pellet) merupakan bentuk yang cocok dan
paling banyak dipakai bagi berbagai jenis ikan, terutama pada usaha-usaha
pembesaran seperti ikan mas, tawes, nila dan sebagainya. Keuntungan dari makanan
buatan antara lain : ukuran dapat dibuat berbeda-beda menurut jenis dan besarmnya
ikan, penggunaannnya mudah,mudah dimakan ikan dan mudah diawasi sehingga
tidak banyak sisa terbuang serta mudah disimpan dalam keadaan kering.
Pertumbuhan ikan yang baik, perlu didukung dengan pemberian makanan
yang cukup mengandung protein, lemak dan karbohidrat serta vitamin dan mineral.
Di dalam praktek, penyusunan didasarkan atas bahan-bahan hewani seperti tepung
ikan, daging dan kerang-kerangan dan bahan nabati seperti dedak, bungkil kedelai,
tepung yang masing-masing terutama sebagai sumber protein dan karbohidrat.
Sedangkan kebutuhan akan lemak dicampurkan dalam bentuk minyak nabati,
levertran dan sebagainya. Perbandingan bahan-bahan tersebut dalam campuran, di
samping perhitungan nilai gizi makanan yang tinggi, tentu saja perlu diperhatikan
dalam segi praktis (mudah diperoleh sepanjang tahun, mudah dikerjakan) dan dari
segi ekonomis biaya yang dikeluarkan dapat memberikan keuntungan yang setinggi-
tingginya. Kualitas dan kuantitas makanan harus disesuaikan dengan jenis dan ukuran
ikannya. Kualitas makanan tidak hanya ditentukan oleh nilai gizi makanan tersebut
tetapi juga ditentukan oleh kemampuan ikan untuk mencerna dan mengabsorbsi
makanan tersebut.
Aspek-aspek kuantitatif pada prinsip makanan untuk pertumbuhan dapat
membedakan antara pemberian makanan (F), laju konsumsi = feeding rate (FR) dan
laju konsumsi relatif = relatif feeding rate yang biasanya dinamakan feeding level =
tingkat konsumsi atau feed ration ( R ).
Tujuan utama pemberian makanan pada ikan secara umum untuk mencapai
pertumbuhan individu atau populasi. Pertumbuhan setiap organisme, termasuk ikan
dapat dianggap berasal dari 2 proses yang berlawanan; proses pertama cenderung
untuk menurunkan energi tubuh (katabolisme) dan proses yang lain cenderung untuk
menaikkan energi tubuh (anabolisme). Pembagian dari makanan yang dimakan pada
proses untung dan rugi (gain + loss) disajikan pada Gambar 2.4.
Energi daya
Pencernaan Urine Hilang
Penerimaan
Makanan Ekskresi dari insang dan
(jumlah permukaan tubuh
energi)
Ekskresi feses
Dalam gambar 2.5. Terdapat empat (4) ration yang berbeda yaitu RO (tanpa
diberi makan), R. Maintenance, R. Maintenance, R. Optium dan R. Maksimum.
1. Ransum O (Ro) menghasilkan pertumbuhan negatif, yang disebabkan oleh adanya
katabolisme substansi tubuh untuk menyediakan energi untuk fungsi utama
organisme hidup. Sehubungan dengan panas dari pembakaran di dalam tubuh
(internal combustion) di hasilkan (panas yang hilang) dengan pengorbanan
kandungan energi diri sendiri.
2. Ransum pemeliharaan (R. Maint), didefinisikan sebagai ransum makanan yang
disediakan untuk pertumbuhan O. Pada ransum ini, energi yang dapat
dimetabolismekan (ME) dipakai secara total (dibakar seluruhnya) ME dalam hal
ini diubah menjadi panas (hilang).
3. Ransum optimal (R. Opt), yang didefinisikan sebagai ransum yang disediakan
untuk perbandingan tertinggi antara pertambahan pertumbuhan dan penerimaan
makanan (atau untuk nilai konversi makanan terendah).
4. Ransum makanan maksimum (R max) yang didefinisikan sebagai ransum
makanan dimana pertambahan makanan tidak menghasilkan pertumbuhan extra.
A B
makanan, metabolisme energi dan pertumbuhan. Dalam hal ini mengikuti suatu pola
dimana, Y adalah nilai makanan, metabolisme atau pertumbuhan dan w adalah berat
tubuh ikan dan a,b adalah konstanta yang nilai 0,67 - 1. Kalau ditransformasikan
rumus umum tadi ke dalam logaritma, maka kita akan dapatkan persamaan = log Y =
y = aWb
ln y = ln a + b ln W
ln a
W (g) ln W
Secara pasti nilai eksponen berat (b) tergantung pada relatif besarnya
perbedaan suatu proses. Secara umum dapat dinyatakan bahwa proses pengambilan
makanan, metabolisme dan pertumbuhan dapat dikontrol beberapa yang
mempengaruhi antara permukaan dan volume (berat tubuh) tergantung pada proses.
Pertumbuhan
- Pertumbuhan = Growth (G)
G = wt - wo (gram)
- Laju pertumbuhan = Growth rate (GR)
GR = (wt - wo)/t (gram/hari)
- Laju pertumbuhan spesifik = Specific Growth Rate (SGR)
SGR = (In wt - In wo)/t x 100% (% BW/hari)
- Laju pertumbuhan relatif berat metabolik = Metabolic Relatif Growth
Rate (RGRm)
RGRm = (wt - wo)/t/BWg 0,8 (gr/gr 0,8 /hari) atau (gr/kg 0,8 /hari)
- Protein yang tersimpan = Retened Protein (Rp)
RP = (wt x Pt) - (wo x Po) (gr Protein)
- Energi yang tersimpan = Retened Energy (RE)
RE = (wt x Et) - (wo x Eo) (Kj)
Catatan :
PE dan PO dalam % ; ET dan EO dalam Kj/gram
Pt = Protein ikan pada waktu t
PO = Protein ikan pada waktu O
EO = Energi ikan pada waktu O
Et = Energi ikan pada waktu t
Makanan
- Makanan = feed (F)
- F = jumlah makanan yang diberikan (gram)
- Laju makanan = Feeding Rate (FR)
- FR = F/t (gram/hari)
- Laju makanan relatif = Feeding level = Feeding ration ( R )
- R = (f/t/BWg) x 100% (%BW/hari)
- Metabolic ration (Rm)
- Rm = f/t/Bwg 0,8 (gr/gr 0,8 /hari) atau (gr/kg 0,8 /hari)
- Protein makanan = Gross Protein (GP)
- GP = F x Pf (gram protein)
- Energi makanan = Gross energy (GE)
- GE = F x Ef (k)
Catatan : Pf = Protein dalam makanan Ef = Energi dalam makanan
Effisiensi Pertumbuhan
– Konversi makanan = Feed Convertion (FC)
FC = (F xBkf)/(wt – wo) (gr/gr)
– Konversi efisiensi = Convertion Efisiency (CE)
CE = (wt – wo) / (f x Bkf) x 100% (%)
= 1/ FC x 100%
– Konversi efisiensi protein (PCE) = Protein yang digunakan Apporent Net Protein
Utilization (NPUA)
NPUA = (wt x Et – wo x Eo) / (F x Ef) x 100% (%)
= RE / GE x 100%
Catatan
Bkf = berat kering makanan
BAB III
STRUKTUR DAN FUNGSI ALAT PENCERNAAN
Seperti halnya pada hewan lain, alat pencernaan ikan terdiri dari saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. umumnya saluran pencernaan, ikan terdiri dari
segmen-segmen berikut : mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pilorik
usus, rektum dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan pankreas.
Dalam mempelajari struktur alat pencernaan, pendekatan yang dilakukan mencakup
pembahasan secara anatomis, histologis dan sitologis. Pendekatan ini dilakukan agar
pembaca dapat dengan mudah melihat keterkaitan antara struktur dan fungsi alat
pencernaan tersebut.
Secara anatomis struktur alat pencernaen ikan berkaitan dengan bentuk tubuh,
kebiasaan makan dan kebiasaan memakan (katagori ikan) serta umur (stadia hidup)
'ikan memakan. Perbedaan struktur anatomis alat pencernaan antara ikan-ikan yang
berbeda bentuk tubuhnya dapat dengan mudah dilihat misalnya antara ikan belut
(Monoptealbus) dengan ikan bawal (Pampus sp). Walaupun kedua jenis ikan tersebut
termasuk kategori yang sama yaitu : karnivora, akan tetapi karena bentuk tubuhnya
berbeda maka struktur anatomis alat pencernaannya berbeda. Berdasarkan kebiasaan
makannya, ikan dibagi dalam 3 kategori yaitu : ikan herbivore, ikan-ikan yang
sebagian besar makanannya terdiri dati tumbuhan. ikan karnivora ikan-ikan yang
sebagian besar tekanannya terdiri dari hewan dan ikan omnivore, ikan-ikan yang
makanannya terdiri dari tumbuhan dan hewan. Struktur saluran pencernaan beberapa
iakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan :
a : ikan trout, Salmo gairdneri
b : ikan "catfish", Ictalurus punctatus
c : ikan mas, Cyprinus carpio
d : ikan bandeng, Chanos chanos
Mulut
Bagian terdepan dari mulut adalah bibir. Pada tertentu, bibit ini tidak
berkembang dan malahan hilang secara total, karena digantikan oleh paruh atau
rahang, seperti ditemukan pada ikan famili Scaridae Diodontidae, Tetraodontidae dan
lain-lain. Pada ikan lain seperti : ikan belanak, Mugil sp.; ikan tambakan, Holostdma
temmincki dan lain - lain, bibir berkembang dengan baik dan menebal, bahkan
mulutnya dapat disembulkan. Nampaknya keberadaan bibir ini berkaitan dengan
cara mendapatkan makanan, sebab pada ikan-ikan yang disebutkan terakhir bibr
dipakai sebagai alat untuk mengambil makanan.
Di sekitar bibir pada ikan-ikan tertentu misalnya ikan ini (Ciarlas batrachus),
ikan mas (Cyprinus Carpio) dan ikan Arawana (Sclerophagus formosus) terdapat
sungut. Sungut ini merupakan perpanjangan dari ujung lateral tonjolan bibir.
Tergantung pada jenis lkan, jumlah sungut ini sengat bervariasi sekali. Pada ikan
lele, terdapat empat pasang sungut yaitu.
a. Sungut mandibula bagian dalam.
b. Sungut mandibula bagian luar,
c. Sugut maksila,
d. Sungut nasal.
Keberadaan sungut ini erat kaitannya dengan kebiasaan makan ikan, ikan-ikan
yang mencari makan didasar perairan umumn memiliki sungut. Dalam hal ini sungut
berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan.
Posisi mulut pada ikan sangat, bervariasi sebagai contoh: ikah mas, memiliki
mulut yang terletak di ujung hidung (terminal), mulut pada ikan kuro Eletheronema
tetradactylum terletak dekat ujung hidung (Sub terminal). Pada ikan julung-julung,
Dermogenys sp mulut terletak di atas hidung (superior) dan pada ikan pari Dasyatis
sp, mulut terletak di bawah (inferior)., Posisi mulut ini ada kaitannya
dengan'kebiasaan inakan ikan tersebut.
Di samping posisi mulut, hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam
kaitannya dengan makanan adalah ukuran bukaan mulut. Ikan-ikan predator
umumnya memiliki ukuran bukaan mulut relatif lebih besar dibandingkan dengan
ikan herbivora. Disamping terdapat perbedaan ukuran bukaan mulut antara katagori
ikan yang satu dengan katagori ikan yang lain; untuk suatu jenis ikan yang sama,
ukuran bukaan mulut ini berubah dengan perubahan ukuran ikan.
Dengan demikian ukuran makanan, yang dapat ditentukan oleh suatu jenis
ikan ditentukan oleh ukuran bukaan mulut ikan. Pada pemeliharaan larva ikan,
kelangsungan hidup larva sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang ukurannya
sesuai dengan bukaan mulut larva. Ukuran rotifera yang disukai oleh larva ikan
kakap, Lates calcarifer ketika, pertama kali makan adalah 33 - 25% dari ukuran
bukaan mulutnya. Larva ikan Siganus guttatus menyukai makanan yang berukuran
62,5% dari bukaan mulutnya. Pada ikan betutu, Oxyeleotris marmorata ukuran
protozoa yang disukai larva betutu berkisar antara 5,27 - 21,09% dari bukaan mulut
maksimum sedangkan ukuran zooplankton yang pertama kali dimakan berukuran
43,15 - 47,23% dari bukaan mulut maksimum.
Faring
Segmen berikutnya setelah rongga mulut adalah rongga pada bagian sisi kiri
dan sisi kanan dari segmen faring terdapat insang. Bagian insang yang mengarah ke
segmen faring adalah tapis insang. Pada ikan yang cara memperoleh makanannya
dengan menyaring organisme air (plankton), maka proses penyaringan makanan
terjadi di bagian/segmen ini. Pada hewan karnivora tapis insang ini tidak berfungsi
sebagai panyaring makanan karena biasanya ukurannya pendek, kaku dan tidak rapat.
Lapisan permukaan faring hampir sama seperti pada permukaan tongga mulut.
Tipe sel yahg mendominasi lapisan permukaannya adalah sel mukus. Di bagian
segmen faring, kadang kala masih ditemukan adanya organ pengecap (taste bud).
Dengan adanya"taste bud", ini maka material yang bukan makanan dibuang melalui
celah insang. Pada, ikan-ikan tidak memiliki organ pengecap, terdapat pemusatan sel
saraf dan jaringan yang berada tepat di bawah lapisan epitelium pada rongga
Buccofarynx, seperti yang ditemukan pada ikan Gadusia chapra. Kelompok sel
syaraf tersebut diduga berperan sebagai 'taste receptor primitif. Organ yang tersebut
terakhir kadang kala tidak hanya terdapat pada dinding rongga buccopharynk tetapi
juga terdapat pada bibir dan lidah.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pada jenis ikan tertentu pada
segmen faring terdapat gigi faring. Keberadaan gigi faring ini berhubungan erat
dengan kebiasaan makanan. Gigi faring ini berkembang dengan baik pada ikan
herbivore pemakan tumbuhan air dan ikan karnivora pemakan gastropoda. Dalam hal
ini gigi faring digunakan untuk menyobek dan menggerus bahan tumbuhan dan
gastropoda.
Esofogus
Keterangan :
Lambung ikan terdiri dari bagian kardiak, fundik dan pilorik. Secara skematik
bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Gambar3.3.
Gambar 3.3. Skema Bagian -bagian lambaung pada beberapa deriils ikan
( sumber Bertin ,1958)
Keterangan :
= Esofogus a = Cyprinus
= Lambung Kardiak b = Esox
= Labung Kaeka c = Anguilla
= Lambung Pilorik d = Raja
e = Mugil
Keterangan : a = Esofogus
A = Mugil b = Gizard
B = Heterotis c = Pilorik kaeka
Pada ikan Cyrinidae (Barbus conchorinus), Rombout (1977 dan 1978) telah
berhasil mengidentifisikasi 4 tipe sel entero endokrin walaupun peran fisiologis dari
hormon yang disekresikannya.masih belum bebas dan masih didiskusikan.
Sedangkan pada mamalia, sekitar 6-11 tipe sel entero-endokrin teridentifikasi dengan
baik. Walaupun peranan dari hormon-hormon gastrointestinal pada ikan masih belum
begitu banyak terungkapkan, namun gambaran peranan dari hormon tersebut depat
dilihat pada Gambar 3.6.
Pilorus
Pilorus merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan.
Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil/menyempit. Pada
beberapa jenis ikan. Misalnya ikan belanak, ikan trout, ikan gabus dan, lain-lain.
terdapat usus-usus kecil dan pendek yang disebut usus buntu. (Pyloric caeca). Jumlah
pilorik ketika ini berkisar dari satu (ophlocephalus striatus) sehingga lebih dari seribu
(salmo sp).
Hal yang mencolok pada segmen ini adalah adanya penebalan lapisan otot
melingkar yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran. Dengan
menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini berarti berbahwa segmen pilorus
berfungsi sebagai pengatur pengeluaran akanan (Chyme) dari lambung ke segmen
usus.
Usus
Usus merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaam. Pada ikan
pembagian segmen usus lebih sederhana bila dibandingkan dengan hewan tingkat
tinggi lainhya. Hal ini karena bentuk serta diameter usus relatif homogen mulai dari
bagian depan hingga bagian belakang. Dengan demikian sering usus ini hanya
dibedakan atas usus depan dan usus belakang. Panjang usus ikan sangat bervariasi
dan berhubungan erat dengan kebiasaan makanannya. Pada ikan herbivora, panjang
usus beberapa kali lipat dari panjang tubuhnya sehingga posisi/kedudukan, usus ini
dalam rongga perut menjadi melingkat-lingkar. Keadaan usus yang sangat panjang
pada ikan herbivora merupakan kompensasi terhadap kondisi pakan. Makanan ikan
herbivora mengandung banyak serat sehingga memerlukan pencernaan yang lebih
lama.
Pada bagian depan usus terdapat dua saluran yang masuk ke dalamnya yaitu
saluran yang berasal dari kantung empedu (ductus cho1edochus) dan yang berasal
dari pankreas (saluran pankreas). Pada ikan-ikan yang pankreasnya, menyebar pada
organ hati (hepato pankreas) hanya terdapat satu saluran yaitu ductus choledochus.
Pilorik kaeka merupakan usus tambahan yang terdapat pada bagian depan
usus. Tidak semua jenis ikan memiliki pilorik kaeka, dan pada ikan yang
memilikinya jumlah, bentuk, kedudukan serta hubungannya dengan usus sangat
bervariasi sekali. Secara umum pilorik kaeka merupakan usus-usus kecil dan pendek
yang terdapat di sekitar usus depan.
Gambar 3.7. memperlihatkan secara anatomi-morfologi bentuk-bentuk usus
pada ikan. Lapisan terdalam dari segmen usus adalah lapisan mukosa. Pada lapisan
mukosa terdapat tonjolan-tonjolan (villi). Pada ikan lele, kedudukan villi pada
dinding usus bagian depan dan tengah tidak beraturan sehingga membentuk jaringan
seperti sarang tawon.
Gambar 3.7. Anatomi-morfologi bentuk-bentuk usus pada ikan (Sumber
: Bertin , 1958)
Pada ikan bertulang rawan (Chondrichthyes) villi pada dinding usus ini
membentuk spiral (spiral valve) dengan bentuk yang beragam
Adanya saluran empedu (ductus choledachus) dan saluran pankreas yang
bermuara ke bagian usus depan menunjukkan bahwa di segmen usus depan masih
terjadi proses pencernaan makanan. Sedangkan keadaan usus, yang panjang, villi-
villi yang ukurannya cukup tinggi serta membentuk jaringan dan adanya mikrovilli
pada sel-sel kolumnar/enterosit menunjukkan adanya Pelipat gandaan luas permukaan
usus. Ditunjang oleh kenyataan babwa sel yang dominan di segmen usus tersebut
adalah enterosit yang berfungsi untuk menyerap zat-zat makanan, maka jelaslah
bahwa usus merupakan tempat terjadi proses penyerapan zat makanan.
Rektum
Kloaka
Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati
anus terletak di sebelah depan saluran genital.
Kelenjar pencernaan pada ikan terdiri dari hati dan pankreas. Kedua organ
tersebut mensekresikan bahan yang akan digunakan dalam proses pencernaan
makanan dan hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke usus depan melalui
saluran "ductus choledochus" dan saluran pankreatik. Dengan adanya hubutigan
antara kelenjar pencernaan dengan usus depan, makanan terbut berada di sekitar usus
depan dan lambung.
Hati
Pankreas
Enzim adalah suatu katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan. Bahan dasar enzim adalah protein, sel hati dapat
dikeluarkan dari sel melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan keluar sel
digunakan untuk pencernaan di luar sel (dinding rongga saluran pencernaan)
(Ektracellular digestiot) sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan
bentuk pencernaan di dalam sel itu sendiri (intracellular digestion).
Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga dengan demikian
kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keakatifan enzim.
Aktivitas enzim dapat dinyatakan antara lain dalam bentuk unit enzim. Satu enzim
adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam
waktu 1 menit pada suhu 25° C dan pada keadaan pH optimal (Weil, 1979).
Vitasse
0 Konsentrasi enzim E
Kuantitas
Substrat
transpormee
3x
2x
1x
t0 t1 t2 waktu
Apabila konsentrasi enzim [E] diperhatiakan tetap dan konsentrasi substrat [S]
dibuat bervariasi maka kecepatan reaksi pertama-tama akan meningkat secara cepat,
tetapi jika [S] terus ditingkatkan, kurva akan cenderung mendatar. Pada nilai [S]
yang tinggi tidak ada lagi peningkatan kecepatan reaksi, dalam hal ini kurva
cenderung sejajar dengan garis batas maksimal (asimtot) (Gambar 4.3)
Vitesse
Vmax
Vmax/2
Km konsentrasi substat
Jika persamaan di atas ditranformasikan ke dalam hukum daya kerja massa maka
akan diperoleh persamaan berikut :
dimana[E] = konsentrasi enzim
[S] = konsentrasi substrat
[ES] = konsentrasi enzim-substrat
KM = nilai afinitas enzim untuk, suatu substrat atau konstanta Michaelis.
Jadi konstanta Michaelis atau konstanta keseimbangan dissosiasi kompleks E-
S sama dengan konsentrasi substrat ketika kecepatan reaksinya mencapai setengah
kecepatan reaksi maksimum. Secara nilai Km berkisar antara 10-2 m - 10-8 M.
Harus bahwa dicatat adalah selalu ukuran afinitas enzim untuk substratnya. Semakin
kuat interaksi E-S akan semakin banyak enzim yang bergabung dengan substrat dan
semakin sedikit keberadaan enzim bebas. Jadi [E] akan lebih kecil dan (E-S] akan
menjadi besar, konsekuensinya KM akan menjadi kecil. Afinitas suatu enzim untuk
suatu substrat sama dengan 1/Km. Jika Km tinggi afinitasnya adalah lemah dan jika
Km rendah maka afinitasnya kuat (besar).
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Gambar
4.4. Gambar tersebut memperlihatkan dua fenomena yang berbeda. Dalam zona
suhu yang lebih rendah, antara suhu 0 dari 40° C, kecepatan reaksi meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu (kurva garis penuh).
Peningkatan kecepatan reaksi ini disebabkan oleh pembentukan kompleks
menjadi aktif ketika energi, panas untuk sisteni reaksi tersedia lebih banyak.
Kemudian pada suhu lebih besar dari suhu optimum (di atas 45°C), maka peningkatan
suhu akan menurunkan, kecepatan reaksi. Penurunan kecepatan reaksi ini karena di
atas suhu tersebut enzim mengalami denaturasi sehingga tidak dapat menghasilkan
produk.
V
Kurva denaturasi
Temperatur optimal
Kurva aktivasi
Temperatur
2 4 6 8 pH
Gambar 4.5. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
gastric juice-1.77
2 Optimum untuk pepsin
5 Gastric juice-infant
Salivary enzymes destroyed
Intestinal content-human
6 Optimum for tryptic digestion of casein
Saliva-notexposed to air-optimum for ptyalin
7 Ptyalin-average-exposed to air
Human blood-7.35
Optimum erepsin-duodenal secretion
8 Optimum for pancreatic lipase-(trypsin?)
9 Pancreatic juice
Gambar 4.6. Grafik pH Optimum untuk Aktivitas Enzim (Sumber :
Wail,1979)
Enzim sangat pekat terhadap senyawa atau gugus diikatnya. Senyawa atau
bahan tersebut senyawa yang dapat menyebabkan denaturisasi atau degradasi pada
protein (enzim). Dengan adanya bahan tersebut maka aktivitas enzim menjadi
terhambat, senyawa atau bahan tersebut dinamakan inhibitor. Tidak semua inhibitor
merugikan; karena dalam sel, inhibitor dapat berfungsi sebagai pengatur reaksi
enzim. Dalam hal ini inhibitor mengontrol produk reaksi enzimatik sehingga hanya
cukup untuk kebutuhan sel saja. Di samping itu penggunaan inhibitor tertentu dalam
beberapa hal memungkinkan untuk menentukan asal asam amino yang membuat
bagian aktif suatu enzim dan berperan dalam pembentukan koplek E-S.
Inhibitor terdiri dari inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
Inhibitor kompbtitif adalah inhibitor analog dengan substrat keberadaannya inhibitor
tersebut akan berkompetisi dengan substrat untuk mengikat bagian yang aktif
(penting) dari enzim. Dengan demikian enzim dapat bergabung baik dengan substrat
maupun dengan inhibitor. Apabila enzim membentuk komplek dengan inhibitor (E-I)
maka jelas enzim tersebut tidak dapat berfungsi sebagai katalisator sebab hanya
kompleks E - S yang memungkinkan terbentuknya produk reaksi enzimatik. Daya
kerja inhibitor kompetitif bergantung pada konsentrasi substrat, konsentrasi inhibitor,
afinitas enzim terhadap substrat dan afinitas enzim terhadap inhibitor. Contoh
inhibitor kompetitif adalah sulfanilamid.
Inhibitor non-kompetitif dapat bergabung baik dengan enzim tetapi pada
bagian yang bukan bagian penting/aktif, sehingga tidak ada kompetisi dengan substrat
untuk bagian penting tersebut, dengan komplek E-S untuk membentuk ESI. Pengaruh
inhibitor tidak dapat dihilangkan dengan penambahan substrat. Daya kerja inhibitor
non kompetitif tergantung pada konsentrasi inhibitor dan affinitas enzim terhadap
inhibitor.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa enzim yang disekresikan ke dalam lumen
(rongga) saluran pencernaan berasal dari mukose laring, pilorik kaeka, pankreas dan
mukosa usus. Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis
protein, lemak dan kharbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Mukosa
lambung, menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimalnya
pada pH rendah. pH rendah ini diakibatkah adanya HCl yang dihasilkan oleh kelenjar
yang sama dengan kelenjar enzim tersebut Pilorik kaeka yang merupakan bentuk
perpanjangan dari usus, terutama mensekresikan enzim yang sama seperti pada
bagian usus. Enzimnya terdiri dari enzim pencerna protein, karbohidrat dan lemak
yang aktif pada pH netral atau sedikit basa. Cairan: pankreatik kaya akan tripsin,
yaitu suatu protease yang aktivitas optimalnya sedikit di bawah pH basa, disamping
itu juga mengandung amilase, mattase dan lipase. Sejumlah ikan tidak memiliki
lambung dan pilorik kaeka sehingga aktivitas proteolitik terutama berasal dari cairan
pankreatik. Hasil dari studi tertentu memberikan dukungan yang jelas bahwa
komposisi cairan digestif berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu
spesies ikan.
4.1.2. Proteinase
Protein adalah bahan organik dengan berat yang tinggi, tersusun dari sejumlah
asam, amino yang disatukan dalam ikatan peptid. Pada hidrolisis protein sederhaha
hanya mengliasilkati asam amino, sedangkan hidrolisis protein yang berikatan dengan
senyawa lain menghasilkan tambahan grup nonprotein. (grup prostetik). Selama
pencernaan, rantai peptid dihidrolisis satu per satu menjadi asam amino atau grup
asam amino. Enzim-enzim pencernaan protein yang dikenal secara umum dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Enzim protease dibagi, ke dalam kelompok yaitu: endopeptidase dan
eksopeptidase. Etidopeptidase berperan sebagai katalisator dalam menghidrolisis
rantai peptid bagian tengah dan rantai peptid yang sangat spesifik. Sedangkan
eksopeptidase mengkatalisis dalam melepaskan ujung asam amino. Endopeptidase
dan eksopeptidase terdapat sebagai enzim intra selular maupun ekstra selular.
Tabel 4.1. Enzim Pencernaan Protein pada Hewan Activator
Activator
Zymogen Enzym
Autocalyst
ENDOPEPTIDASE;PR Pepsinogen HCL
Pepsin
OTEINASES Pepsin
Trypsinogen Enterokinase
Trypsin
Trypsin
Chymotrypsin Trypsin
Chymotrypsin
Pepsin
EKSOPEPTIDASE; Aino Peptidase Ma,MG,Zn
PEPTIDASE Carbonypeptidase Zn
Tripeptidase
Dipeptidase Mn; Mg; Zn
Karbohidrase
Aktivitas amilase pada ekstrak hati dan pankreas ikan mas kira-kira 100 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan ikan "bluegill sunfish" dan "large mouth" bass.
Demikian pula kadar amilase pada ikan trout. (karnivora) lebih rendah; dibandingkan
dengan ikan mas. Aktivitas amilolitik pada saluran pencernaan ikan mas dan ikan
Plecoglossus yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan salmon dan yellow tail
jack. Sebagai gambaran tentang aktivitas enzim dalam kaitannya dengan katagori
ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut ini.
Tabel. 4.3. Hubungan antara katagori ikan dan Aktivitas enzim
pencernaannya (Turpayev dalam Kapoor et a.l., 1976)
Kecernaan Makanan
a. Kecernaan Total
Dalam perhitungan kecernaan total, semua komponen dalam feses dianggap
berasal dari makanan yang dikonsumsi, sehingga rumusnya dinyatakan sebagai
berikut:
IxF
DA = x 100
F
DA = Kecernaan Total
I = Jumlah makanan yang dikonsumsi, yang dapat dinyatakan dalam gram nutrien
atau dalam satuan energi.
F = Jumlah feses yang dihasilkan setelah ikan mengkonsumsi pakan sebesar I.
Besaran F dapat dinyatakan dalam gram nutrien atau dalam satuan energi.
b.Kecernaan Murni
Dalam perhitungan kecernaan murni, hanya komponen feses yang berasal dari
pakan yang diperhitungkan, sedangkan komponen feses yang bersifat endogen tidak
diikut sertakan. Besarnya komponen feses yang bersifat endogen dapat diketahui
dengan mengukur kadar nuttien tertentu misalnya protein, pada feses ikan yang diberi
pakan yang tidak mengandung protein. Pada Kenyataan pengukuran murni sulit
dilakukan, sebab kebanyakan ikan tidak dapat hidup normal apabila pakannya tidak
mengandung nutrien tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung kecernaan
murni, adalah sebagai berikut:
I - (F - FE )
DT = x 100
I
DT = Kecernaan Murni
I = Jumlah makanan yang dikonsumsi
F = Jumlah feses yang dihasilkan
FE = Jumlah komponen feses yarig bersifat endogen.
I, F dan Fp, dapat dinyatakan dalam gram nutrien atau satuan energi
Waktu
pengumpulan Digestibility
feses
Bahan keringa Protein kasarb Lemak kasarc
Feses ari asil
pembedahan
0d 54.7± 0.97 80.5± 0.82 83.9±
Feses dari hasil
penyaringan
1e 66.2± 0.69 90.5± 0.53 87.6± 0.30
4 69.4± 0.41 90.4± 0.21 90.3± 0.67
8 69.7± 0.40 92.4± 0.47 90.2± 0.31
16 71.8± 0.54 90.5± 0.89 92.1± 0.20
Keterangan
a → F = 70,19; df = 4,25; P ≤ 0,05
b → F = 56,35; df = 4,25; P ≤ $0,05
c → P = 59,77; df = 4,15; P ≤ $0,05
d → feses diambil pada 2,5 cm bagian usus yang terbelakang.
e → feses diambil pada 2,5 cm bagian usus yang terbelakang dan direndam dalam
air selama 1 jam, rata-rata kecernaan bahan keringnya adalah 65,5% t 0,66.
DA = Kecernaan Total
I = Jumlah makanan yang dikonsumsi
F = Jumlah feses yang dihasilkan
Nilai I dan F dapat dinyatakan dalam, bentuk, bahan kering, nutrien atau energi.
DA = Kecernaan Total
Ip = Persentase indicator dalam pakan
If = Persentase indicator dalam feses
Np = Persentase nutrien dalam pakan
Nf = Persentase nutrien dalam feses
lp Np
D A = 100 - 100 x x
If Nf
Di dalam memilih bahan yang akan digunakan sebagai indikator, beberapa
persyaratan perlu diperhatikan yaitu:
1) Indikator, merupakan bahan yang dapat bercampur secara merata dengan
bahan makanan selama perjalanan dalam saluran pencernaan.
2) Indikator, merupakan bahan yang tidak dapat dicerna dan diserap.
3) Indikator haruslah merupakan bahan yang tidak berpengaruh negatif terhadap
organiame (hewan uji).
Sehubungan dengan syarat-syarat yang dikemukakan di atas, saat ini ada
beberapa jenis indikator yang biasa digunakan. Indikator-indicator tersebut antara
lain adalah:
1. Bahan organik yang resisten terhadap hidrolisis atau Hidrolysis Resistant
organic Matter (HROM), dengan baban dasar berupa selulosa dan khitin
(Buddington, 1980).
2. Silika (Hichling, 1966).
3. Serat kasar (De Silva dan Perrera, 1983).
4. Hydrolisis Resistant Ash atau Acid Insoluble Ash (AIA) (Bowdn, 1981).
5. Chromic Oxide (Cr203).
Di antara kelima indikator ini, Cr203 yang paling umum digunakan.
Persentase Cr203 yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya sebesar 1%. Selain
faktor ekofisiologis ikan, faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai kecernaan
makanan adalah faktor teknis dalam pengumpulan feses. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa begitu feses dikeluarkan dari anus dan kontak dengan
air maka proses pencucian mulai terjadi. Jadi jelaslah bahwa lamanya kontak feses
dengan air akan menentukan derajat pencucian. Pada kenyataannya teknik
pengumpulan feses berpengaruh terhadap ada atau tidak ada serta lamanya kontak
feses dengan air. Dengan demikian, teknik pengambilan feses dapat mempengaruhi
nilai kecernaan pakan. Beberapa teknik pengambilan feses dalam rangka mengukur
nilai kecernaan pakan yang diungkapkan dalam beberapa pustaka adalah sebagai
berikut:
a. Pengambilan feses dari bagian rektum (Nose, 1960).
b. Pengambilan feses melalui penyedotan atau pembedahan isi rektum ikan
(Windel et al., 1978).
c. Menempatkan ikan pada ruang metabolisme diikuti oleh pengumpulan
fesesnya (Smith, 1971).
d. Pengambilan feses melalui pipa pengendap (agino, et al., 1973).
e. Pengumpulan feses melalui alat pengumpul otomatis (Chodbert et al,
1979).
Masing-masing Metode pengumpulan feses yang diungkapkan, di atas
memiliki kelebihan dan kekurangannya. Namun yahg perlu diperhatikan dalam
pengukuran kecernaan pakan adalah bagaimana mengupayakan agar kontak feses
dengan air sesingkat mungkin.
Kecernaan Protein
Kecernaan protein umumnya tinggi (85-95% untuk tepung ikan) akan tetapi
dapat bervariasi berdasarkan beberapa faktor, antara lain asal protein, ukuran partikel
dan perlakuan terhadap sumber protein sebelum atau pada saat pembuatan pakan
(Choubert, 1983). Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi kecernaan protein
adalah jumlah konsumsi pakan, ukuran ikan, suhu dan komponen non protein dalam
pakan, (Hasting, 1969 dan Peffer, 1982).
Windell, et al. (1978) menyatakan bahwa pada ikan trout, kecernaan protein
menururn dengan meningkatnya kandungan pati (karbohidrat) dalam pakan. Tabel
4.6. menggambarkan tentang nilai kecernaan protein ikan (tepung ikan lemuru) yang
diukur dengan menggunakan ikan trout sebagai hewan uji.
Tabel 4.6. Koefisien Kecernaan Total Tepung Ikan Lemutu Ditentukan
dengan menggunakan Ikan Trout Sebagai Hewan Uji (Cho &
Stinger, 1970 dalam Cho, et al., 1982)
Kecernaan Lemak
Secara umum, koefisien kecernaan lemak yaitu berasal dari ikan (misal
minyak ikan lemuru) adalah tinggi yaitu 90% (Cho, et al. 1982) bahkan dapat
mencapai 95% (Choubert, 1983). Nilai koefisien kecernaan lemak yang berasal dari
ikan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai koefisien kecernaan lemak yang
berasal dari darat menurut nilai koefisien kecernaan lemak tergantung pada asam
lemak, nilainya akan menurun ) Jika titik cair lemak meningkat. Berkaitan dengan
keadaan asam lemaknya, Nose (1976) melaporkah bahwa koefisien
kecernaan asam lemak, jenuh menurun dengan semakin panjang rantai karbonnya,
dan pada panjang rantai karbon yang, sama koefisien pencernaan meningkat dengan
menikatnya derajat ketidak jenuhannya.
Kecernaan Karbohidrat
Kandungan karbohidrat dalam makanan tidak hanya berpengaruh terhadap
nilai koefisien kecernaan karbohidrat itu sendiri, tetapi juga terikoefisien kecernaan
protein terhadap koefisien kecernaan global (Ryckly dan Spannhof, 1973). Cho et al.
(1982) menyatakan bahwa kandungan, karbohidrat, komplek dalam bentuk pati data
dekrin, menyebabkan penurunan nilai koefisien kecernaannya. Karbohidrat dalam
bentuk glukosa, sakarosa, laktosa lebih mudah dicerna dari pati dan dekrin. Namun
Furuchi dan Jone (1981) menyatakan bahwa sejumlah besar glukosa diserap sebelum
aktivitas enzim, karbohidrase dimulai. Hal ini memberikan bahwa sebagian besar
glukosa yang diserap terbuang tanpa dimanfaatkan oleh ikan. Keadaan ini berbeda
dengan jenis karbohidrat yang laju penyerapannya lambat (karbohidrat komplek),
Jenis karbohidrat ini akan lebih tersedia untuk digunakan dibanding glukosa. Pada
ikan karnivora, nilai koefisien kecernaan karbohidrat umumnya berkisar 20-40%,
rendahnya nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan ikan karnivora mencerna
karbohidrat rendah sekali dan mungkin juga mengungkapkan bahwa penggunaan
karbohidrat golongan ikan ini sangat terbatas. Menurut Luquet Lan Bergot (1976),
perlakuan terhadap karbohidrat berupa pengukusan, dapat meningkatkan koefisien
kecernaan zat tepung (pati). Luguet dan Bergot (1976) menyatakan bahwa pengaruh
baik dari pengukusan zat tepung (pati) adalah meningkatnya kecernaan sebesar 50%,
dalam hal ini. sumber karbohidratnya adalan jagung. Garmbaran nilai kecernaan
karbohidrat oleh ikan trout, salmo gairdneri R. diperlihatkan pada Tabel 4.7.
Kandungan Karbohidrat 20 30 40 50 60
dalam makanan (%)
Glukosa 99 99 99 100 100
Sukrosa 100 99 99 99 99
Laktosa 94 95 97 97 96
Dektrin 77 75 60 50 46
a-S.tarch, kentang 69 65 53 38 26
Spesies
Terdapat suatu perbedaan tingkah laku yang besar diantara spesies ikan,
misalnya pola aktivitas yang berbeda (trout yang aktif berlawanan dengan ikan lele
yang kurang aktif). Perbedaan aktivitas tersebut menyebabkan perbedaan dalam
kebutuhan energi dan akibatnya terdapat perbedaan dalam konsumsi oksigen
(mengoksidasi makanan untukmenghasilkan energi). Besarnya negeri yang diberikan
akan sangat berpengaruh terhadap penyusunan unsur-unsur tubuh yang akhirnya akan
menghasilkan suatu pertumbuhan.
Ukuran ikan
Ikan yang mempunyai ukuran lebih kecil,kecepatan metabolismenya lebih
tinggi daripada ikan yang lebih besar. Dengan demikian, kebutuhan energi
0,8
berhubungan dengan berat tubuh sampai sebesar 0,8. Laju metabolisme = W .
Hubungan ini dipertegas dalam Gambar 5.1.
Aktivitas fisiologis
1,00
• Pada 15 oC = x 75 = 47,8 ml O2 / kg 0,8 / jam
1,57
1,00
• Pada 27 oC = x 75 = 133,2 ml O2 / kg 0,8 / jam
0,563
Feeding level
Daya cerna (digestible) dan metabolizable fraksi dari ransum akan menurun
dengan meningkatnya ransum, walaupun perhitungan fraksi kadang-kadang tidak
diketahui dengan pasti feed intakenya. Nilai rata-rata untuk metabolizability dari
ransum berkisar antara 40 – 85%. Besarnya dari penurunan dalam metabolisme telah
diterangkan oleh Huisman tetapi belum tuntas, karena kemungkinan penggunaan nilai
O ox yang salah dan karena feeding level yang tinggi seperti
GE
Growth rate GE Conversion eficiency FE
FE Hm BUE
Hp H
H BUE RE fat ME
ME DE RE protein RE DE
RE
Rm Ropt Rmax Rm Ropt Rmax
5.3.1. Oksigen
100 O2 saturation %
50
T = 30o
0 10 20 30 PO2
Gambar 5.3. Hubungan antara Tekanan Parsial oksigen dan oksigen
saturation hemoglobin ikan dengan rendah (A) berturut -
turut tinggi (B) kebutuhan oksigen lingkungan, After
Powers 1980.
Konversi makanan
4
Konsentrasi O2
0 1 2 3 4 5
Gamber 5.4. Hubungaan antara oksigen terlarut dalam, air dan konversi
makanan Common Carp.Cyprinus carpio pada suhu 23 C
After Huisman E.A 1974.
18o
16o
13o
9o
5o
5.3.2. Nitrogen
Selain bukti - bukti bahwa nitrogen mempunyai peranan yang sangat
penting dala siklus nutrien yang terdapat dalam siklus nurien yang terdapat dalam
perairan, kandungan nitrogen juga dapat membahayakan bagi ikan apabila sangat
jenuh. Kejadian tersebut adalah "gas bubble disease" atau "emboli" yang terjadi
sebagai akibat adanya tekanan total gas, dimana dalam beberapa hal gelembung gas
mengandung juga nitrogen, disebabkan periabilitas jaringan badan adalah lebih
tinggi bagi molekul yang lebih kecil dari pada molekul yang lebih besar, seperti
misalnya molekul oksigen. Tekanan atotal gas dala air dengan mudah dapat
ditingkatkan melalui peningkatan temperatur perairan. Dimana derajat kejenuhan
nitrogen 105 % dapat menyebabakan gas bubble disease bagi anak anak ikan.
5.3.3. Amonia
Pada umumnya nitrogen dalam eksisitem poerairan berada dalam berbagai
bentuk (siklus nitrogen). Amonia adalah asuatu produk yang sangat penting.
Walaupun ikan tahan terhadap NH3 kareana mudah untuk menyesuaikan diri akan
tetapi dengan sebesar 0,006 ppm sudah dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
insang jenis Salmonids (Burows, 1964). Sedang daya racun yang akut bagi ikan jenis
rainbaw trout dan Carp dinayatakan asing-masing 0,2 mg/l dan 2,0 mg/l.
Keseimbangan reaksi berikut ini yang terjadi dala suatu larutan :
NH3 + H2O --------------- NH4 + + OH -
Dari persaaan in ternyata bahwa bentuk yang tidak berionisasi dari
konsentrasi total amonia (NH3 + NH4) tergantung pada ionisasi juga diperngaruhi
oleh tempereature. Pengaruh kombinasi ini diperlihatkan dalam tabel 5.3. Mengingat
daya racun un-ionized ammonia (NH3) yang sangat tinggi, maka nilai pH diatas 10
atau dibawah 7.
Tabel 5.3. Persentase Un-Ionized NH3 didalamlarutan NH4OH didalam
hubungannya dengan pH dan temperature (Huisan E.A, 1970)
Suhu ( °C)
pH
10 15 20 25
7,0 0,3 0,4 0,5 0,6
7,5 1,1 1,3 1,5 2,0
7,6 1,4 1,6 1,9 2,5
7,7 1,8 2,1 2,4 3,4
7,8 2,3 2,6 3,0 4,5
7,9 2,9 3,3 3,8 5,7
8,0 3,6 4,1 4,7 6,8
Mengingat daya racun un ionized aonia (NH3) yang sangat tinggi nmaka nilai
pH diatas 10 atau dibawah 7 adalah sesuai bagi budaidaya iakan dalam sistem (re)
sirkulasi, terutama oleh karena intensitas dari pada proses produksi dalamsistemm
tersebut (1 kg makanan/ pallet yang dikonsumsi oleh ikan dapat memnghasilkan NH4
+ - N sebesar 30 gram)/. Disamping NH4 - N juga menhasilkan nitrogen lainnya.
Seperti misalnya NO2 dan NO3 konsentrasinya tinggi terdapat dalamperairan, dan
apabila konsentrasinya tinggi dapat mempengaruhi kehidupan ikan, terdapat pada
tabel 5.4.
Tabel 5.4. Efek-efek konsentrasi NO2 dan NO3 pda spesies ikan (group
(menurut Muir, 1982)
5.3.4. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kehidupan ikan secara umum
laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai batas tertentu
yang dapat menekan kehidupan ikan dan bahkan menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan selain berpengaruh langsung suhu juga mempengaruhi. kelarutan gas-gas
dalam air termasuk oksigen semakin tinggi suhu, semakin kecil kelarutan oksigen
dalam air, padahal kebutuhan oksigen bagi ikan semakin besar kerena tingkat
metabolisme semakin tinggi. Dalam lingkungan ikan yang poikiloterm, suhu
mempengaruhi dalam batasan species tertentu laju metabolisme.
Dibawah suhu 14C, pemberian makanan untuk grass corps, carp hanyalah
untuk maintenance. Pada temperature yang lebih mencerna makanan lebih banyak
sehingga mendorong meningkatnya biomasass-ransum makanan selama mas
pertumbuhan berbeda sebagai akibatnya diperlukan lebih banyak makanan
dibandingkan pada suhu yang lebih rendah dan juga konversi lebih efisien menjadi
daging dibanding pada suhu yang lebih rendah.
Temperatur air akan mempengaruhi sifat-sifat kimia-fisika perairan maupun
fisiologi ikan. Toleransi ikan terhadap temperatur akan tergantung pada spesies ikan,
tahap perkembangan, oksigen terlarut, pollutan dan musim. Ikan juvenil dan dewasa
biasanya lebih toleran terhadap temperatur dibandingkan dengan ikan yang masih
dalam tahap embrio.
Perubahan temperatur akan mempengaruhi kecepatan metabolisme,
khususnya pada masa permulaan hidup ikan. Pertumbuhan ikan mas pada suhu 30C
adalah sekitar setengah kali dari pada suhu 20C dan nafsu makan ikan mas nyata
menurun apabila suhu airnya meningkat. Jumlah makanan yang dicerna oleh ikan
serta efisiensi metabolisme tergantung pada temperatur air. Hubungan antara suhu
dan rasio, MEp_dan MEm (MEp/MEm) dapat dilihat dalam Gambar 5.6. Dalam
kurva ini lebih terlihat tidak terlalu dengan meningkatnya suhu perairan diikuti oleh
meningkatnya MEp dan MEm tetapi sampai batas suhu yang optimum.
MEp/MEm
T opt T (oC)
Gambar 5.6. Hubungan antara racio MEp dan MEm dan Suhu perairan.
Komponen Temperatur
Keseimbangan
20 25 27,5 30
(KJ/Ikan/hari)
Ho** 0,09 W 0,70 0,08 W 0,79 0,11 W 0,72 0,16 W 0,78
Ho*** 0,08 W 0,64 0,07 W 0,83 0,12 W 0,82
Hm 0,10 W 0,80 0,13 W 0,82 0,16 W 0,85
H Max 0,15 W 0,76 0,325 W 0,77 0,59 W 0,68
Rm 0,19 W 0,77 0,16 W 0,83 0,21 W 0,82 0,24 W 0,85
R max 0,70 W 0,72 0,32 W 0,79 1,82 W 0,74 2,21 W 0,69
RE max 0,23 W 0,65 0,56 W 0,77 0,73 W 0,73 0,90 W 0,65
* W dalam gram, Q ox = 13,6 x KJ/gram
** ditentukan sebagai - RE
*** ditentukan dari konsumsi oksigen
B (berat eksponen)
0.8
0.7
0.6
T (oC)
Variasi ekponen berat (b) dengan temperature secara statistik tidak signifikan
tetapi secara biologi signifikan sedikitnya untuk feed intake maksimum/metabolise.
Assumsi bahwa umumnya eksponen berat untuk stavasi/aintenance metabolise tidak
tergantung pada temperature, tidak akan engubah hubungan seperti yang dimaksud
diatas, mengingat akan eksponen berat untuk feed intake/metabolisme pada
umumnya.
Dari hasil-hasil ini dapat disimpulkan bahwa feed intake metabolisme energi
dan pertumbuhan dalam ikan adalah erupakan subjek yang komplek hubungan antara
berat tubuh dan temperature. Pertumbuhan potensial pada ikan (MEp/MEm)
menunjukkan bahwa ikan dengan ukuran yang lebih kecil encapai temperature
optimalnya lebih tinggi, gambar 5.9. RASio Mep/Men yang lebih besar
menenrangkan bahwa efisinesi pertumbuhannya besar (Hogendoorn, 1983). Yang
juga menurun dengan besarnya ukuran ikan, Gambar 5.10
MEp/MEm
W = 5 gram
W = 200 gram
20 25 30
SGR
T = 25oC
T = 30oC
W
Gambar 5.10. Hubungan antara laju pertumbuhan dan berat tubuh
ikan dengan perbedaan temperature.
Tabel 5.6. Pertumbuhan Potensial pada species ikan (dalam gram atau
Kj/Kg 0,8 /Hari)
BAB. VI
BIOENERGETIK NUTRISI
Pengertian Energi
Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktivitas dan reproduksi.
Penggunaan energi dalam tubuh ikan dijabarkan dalam bioenergetik. Istilah energi
berasal dari Yunani, yang terdiri dari kata "en" berarti di dalam dan "ergon" berarti
kerja, sehingga energi dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi dan
termal) dan dapat diubah. Energi radiasi dari matahari yang digunakan tanaman
untuk membentuk zat-zat makanan dapat digunakan oleh ternak untuk menghasilkan
kerja mekanik. Sebagian besar energi yang terdapat di permukaan bumi berasal dari
matahari, sedang energi yang digunakan untuk kerja adalah energi kimia yang
disimpan dalam pakan ikan. Energi dalam pakan umumnya disebut dengan energi
biologis. Energi biologis terdiri dari beberapa tingkatan sebagaimana terlihat pada
Gambar 6.1.
Energi intake (IE) atau energi kotor (GE) adalah sejumlah panas yang
dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energi
kotor bahan pakan ditentukan dengan jalan membakar contoh bahan pakan dalam
bom kalorimeter. Kandungan IE biasanya dinyatakan dalam satuan Mkal IE/kg BK.
Tidak semua IE bahan pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses.
Energi kotor dalam feses disebut sebagai fecal energy. Energi feses ini selain berasal
dari pakan yang tidak dicerna juga berasal dari saluran pencernaan yang berupa
mukosa, enzim dan bakteri.
Pakan ikan umumnya menghasilkan energi feses sebasar 10 – 40% dari energi
kotor (energi yang dikonsumsi). Apabila data kecernaan energi dan nutrien pada ikan
diketahui, maka total energi feses dapat dihitung dengan rumus:
Ef = (100% - Ed) x Ec
Dimana :
Ef = energi fese
Ed = kecernaan energi
Ec = energi bruto
Energi tercerna (DE) adalah berapa banyak IE yang dapat dicerna dengan cara
mengurangi IE bahan pakan dengan GE feses. Satuan DE adalah Mkal DE/kg BK.
Tidak semua energi yang dicerna akan diserap. Energi termetabolis (ME) adalah
energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh tubuh. Sebagian besar atau
bahkan seluruh energi yang dapat dimetabolisasi akan digunakan untuk proses
metabolisme. Kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi dahulu dan
apabila berlebih dapat digunakan untuk pertumbuhan. Rumus energi termetabolsime
adalah :
ME = Ei – (EVf + EVu)
ME = metabolizable energi
Ei = energi yang dikonsumsi
Ef = energi feses
Eu = energi terbuang lewat ekskresi nitrogen
Produksi panas adalah (H) adalah energi yang berupa kenaikan produksi
panas yang terjadi akibat proses metabolisme dan fermentasi dari zat-zat makanan.
Sampai dengan pengukuran ME, pengukuran dengan teknik bom kalorimeter dapat
digunakan. Pengukuran HE tidak dapat lagi menggunakan bom kalorimeter, namun
dengan teknik kalorimetri hewan. Kenaikan produksi panas ini sebagian besar
berasal dari metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh.
Energi termetabolis digunakan untuk aktivitas/pemeliharaan/hidup pokok
(maintenance) atau untuk pemeliharaan/hidup pokok beserta produksi. Secara umum
energi untuk pemeliharaan/hidup pokok disebut NEm dan energi untuk tumbuh dan
bereproduksi disebut RE. Ikan membutuhkan energi secara kontinyu untyuk
maintenance tanpa melihat apakah ikan mengkonsumsi pakan atau tidak. Ikan yang
sedang dipuasakan akan memperoleh energi dari cadangan energi tubuh. Energi
maintenance digunakan untuk metabolisme basal, dan menyokong tubuh pada saat
istirahat. Metabolisme basal adalah tingkat pembelanjaan energi minimal untuk
mempertahankan struktur dan fungsi jaringan tubuh agar hewan tetap survive.
NEm dalam tubuh digunakan untuk tetap dalam kondisi keseimbangan.
Dalam tingkat ini tidak terjadi penambahan atau pengurangan energi dalam jaringan
tubuh. Nilai NEm umumnya ditentukan dengan mengukur produksi panas ikan
percobaan yang berstatus gizi baik, dipuasakan, ada dalam lingkungan termonetral
dan beristirahat. Produksi panas ikan yang berada dalam kondisi seperti itu disebut
"Basal Metabolic Rate". RE digunakan untuk kerja diluar kemauan, pertambahan
bobot jaringan (pertumbuhan, atau produksi lemak), telur dan sebagainya.
Energi aktivitas pada ikan adalah energi untuk aktivitas berenang. Energi
yang dikeluarkan untuk berenang dapat mengurangi porsi energi yang sebenarnya
dapat digunakan untuk menyusun jaringan tubuh yang baru. Energi berenang
tersebut dapat melebihi jumlah energi yang dikonsumsi dan untuk keseimbangannya
maka energi dipasok dari cadangan energi.
Dari berbagai ketentuan diatas diartikan bahwa semua energi yang terdapat
dalam feses dan dalam urin dianggap hanya berasal dari pakan saja, dengan demikian
maka nilai DE, ME dan NE bukan merupakan nilai energi yang sebenarnya, akan
tetapi merupakan nilai energi semu atau nilai yang tampak atau apparent energy.
Oleh karena itu untuk nilai energi yang sebenarnya atau true energy harus dikoreksi
terlebih dahulu dengan energi yang berasal dari bukan sisa pakan atau yang disebut
energi endogenous. Pengukuran ME pada ikan baik dalam bentuk Apparent
Metabolizabel Energy (AME) maupun True Metabolizable Energy (TME) dapat
dilihat pada Bab Evaluasi Pakan. Energi umumnya diperoleh dari zat-zat makanan
karbohidrat, lemak dan protein. Lemak menyediakan energi dua kali lipat per gram
mol dibandingkan dengan karbohidra dan protein. Setiap gram mol lemak akan
menghasilkan energi sebesar sekitar 9 kkal dibadingkan dengan 4 kkal pada
karbohidrat dan protein.
Glikogen
Glukosa Glukosa-1-P
Glukosa-6-P
Fruktosa-6-P
Fruktosa-1,6-diP
1,3-di-P-gliserat
3-P-gliserat
2-P-gliserat
Fosfoenol piruvat
Melalui mitokondria
piruvat
KoA-SH
H2O
Sitrat
Oksaloasetat NADH + H+
H2O
NAD+ Cis-aconitat
Malat H2O
SIKLUS
KREBS
H2O Isositrat
NAD+
Fumarat NADH + H+
CO2
α -ketoglutarat
FADH+ NAD+
NADH + H+
Suksinat Suksinil KoA
FAD CO2 + 2H
H2O GDP + Pi
PI GTP
Glikogen
Glukosa Glukosa-1-P
Asetil KoA
Glukosa-6-P
KoA-SH
Fruktosa-6-P
H O 2
Sitrat
+
Fruktosa-1 ,6-diP
NADH + H Oksaloasetat
H2O
+
Gliseraldehida-3-P NAD Cis-aconitat
dihidroksi fosfat
Malat H2O
1,3-di-P-gliserat SIKLUS
KREBS
H 2O Isositrat
3-P-gliserat NAD+
Fumarat NADH + H
+
CO 2
α-ketoglutarat
2-P-gliserat + +
FADH NAD
+
NADH + H
Asam palmitat (C16:0) merupakan salah satu asam lemak yang paling banyak
diketahui proses metabolismenya, oleh karena itu untuk memudahkan pembahasan
selanjutnya akan dipakai asam lemak ini. Proses penguraian asam lemak dimulai
dengan tahap β -oksidasi. Proses oksidasi ini berlangsung dalam mitokondria.
Tahap pertama adalah menggiatkan asam palmitat bebas dengan asetil koenzim A
dalam sitoplasma, oleh enzim asil koenzim A sintetase menghasilkan palmitoil
koenzim A. Pada reaksi ini sebagai sumber energi digunakan satu molekul ATP
untuk satu molekul palmitil koenzim A yang terbentuk. Dalam hal ini terjadi dua
reaksi pemecahan ikatan fosfat berenergi tinggi, yaitu terhidrolisisnya ATP menjadi
AMP + PPi dan terurainya PPi menjadi 2 Pi oleh enzim pirofosfattase. Dengan
demikian untuk menggiatkan satu molekul asam lemak dalam tahap reaksi ini,
digunakan energi yang didapatkan dari pemecahan dua ikatan fosfat berenergi tinggi
dari satu molekul ATP. Tahap reaksi kedua, palmitoil koenzim A diangkut dari
sitoplasma ke dalam mitokondria dengan bantuan molekul pembawa yaitu karnitin
yang terdapat dalam membran mitokondria.
Reaksi tahap ketiga adalah proses dehidrogenasi palmitoil koenzim A yang
telah berada di dalam mitokondria dengan enzim asil koenzim A dehidrogenase yang
menghasilkan senyawa enoil koenzim A. Pada reaksi ini FAD (flavin adenin
dinukleotida) yang bertindak sebagai koenzim direduksi menjadi FADH2. Dengan
mekanisme fosforilasi bersifat oksidasi melalui rantai pernafasan suatu molekul
FADH2 dapat menghasilkan dua molekul ATP.
Pada tahap reaksi keempat, ikatan rangkap pada enoil koenzim A dihidratasi
menjadi 3-hidroksipalmitoil koenzim A hidratase.
Reaksi tahap kelima adalah dehidrogenase dengan enzim 3-hidroksianil
koenzim A dehidrogenase dan NAD+ sebagai koenzimnya. Pada reaksi ini 3-
hidroksipalmitoil koenzim A dioksidasi menjadi 3-ketopalmitoil koenzim A,
sedangkan NADH yang terbentuk dari NAD+ dapat dioksidasi kembali melalui
mekanisme fosforilasi bersifat oksidasi yang dirangkaikan dengan rantai pernafasan
menghasilkan tiga molekul ATP.
Reaksi tahap terakhir adalah mekanisme oksidasi-β adalah pemecahan
molekul dengan enzim asetil koenzim A asetiltransferase atau disebut juga tiolase.
Pada reaksi ini satu molekul koenzim A (CoA) bebas berinteraksi dengan 3-
ketopalmitoil keenzim A menghasilkan satu molekul asetil koenzim A dan sisa rantai
asam lemak dalam bentuk koenzim A-nya, yang mempunyai rantai dua atom karbon
lebih pendek dari palmitoil koenzim A semula.
Proses degradasi asam lemak selanjutnya adalah pengulangan mekanisme
oksidasi-β secara kontinu sampai rantai panjang asam lemak tersebut habis dipecah
menjadi molekul asetil koenzim A. Dengan demikian satu molekul asam palmitat
(C16) menghasilkan 8 molekul asetil koenzim A (C2) dengan melalui tujuh kali
oksidasi-β . Setelah semua reaksi β -oksidasi berakhir maka dilanjutkan dengan
masuk dalam siklus Krebs. Reaksi keseluruhan dari katabolisme asam lemak
palmitat dapat dilihat pada Gambar 6.5.
Biosintesis asam lemak dari asetil koenzim A terjadi di hampir semua bagian
tubuh ikan, terutama dalam jaringan hati dan jaringan lemak. Biosintesis ini
berlangsung melalui mekanisme yang dalam beberapa hal berbeda dengan oksidasi
asam lemak. Secara keseluruhan biosintesis asam lemak terbagi menjadi tiga tahap
utama. Tahap pertama pembentukan malonil koenzim A dari asetil koenzim A.
Tahap kedua adalah pemanjangan rantai asam lemak sampai terbentuknya asam
palmitat secara kontinu dengan tiap kali penambahan malonil keenzim A dan
pelepasan CO2. Tahap ketiga adalah pemanjangan rantai asam palmitat secara
bertahap bergantung pada keadaan dan komposisi faktor penunjang reaksi dalam sel.
Tahap pertama dimulai dengan reaksi antara asetil koenzim A dengan gugus
SH (sulfhidril) dari molekul ACP (acyl carrier protein) merupakan reaksi pemul
dalam mekanisme biosintesisi asam lemak. Reaksi ini dikatalisis oleh salah satu dari
enam enzim sintetase kompleks, ACP-asiltransferase, dengan persamaan reaksi :
ATP
Asetil KoA AMP
CoASH PP i
(1) KoA-SH
Asam lemak asil asam lemak koenzim
H2 O Tiokinase A FAD
Sitrat (2)
Palmitoil-CoA dehidrogenase
NADH + H + FADH
Oksaloasetat
Enoil koenzim H2O
A H2O
NAD+ Cis-aconitat
Enoil hidrase (3)
Malat H2O
Hidroksiasil koenzsim A
SIKLUS NAD
KREBSdehidrogenase
Hidroksisiasil (4)
H2O Isositrat
NAD+ +
NADH + H
Fumarat Ketoasil
NADH + H+ koenzim A
CO 2
α-ketoglutarat
CoASH
FADH+ NAD+
+
NADH
(5) + H
Suksinat Tiolase
Suksinil KoA
CO2
CO2 + 2H
FAD HO
GDP + Pi
H 2O GTP
Pi
Gambar 6.5. Katabolisme asam palmitat
CO2
CH3CO SCoA HOOCCH2CO SCoA
ACP-SH asetil-CoA malonil-CoA ACP-SH
ACP-asiltransferase ACP-malonil
transferase
CoASH CoASH
CH3CO S ACP HOOCCH2CO S ACP
Sintase-SH
ACP-SH
CH3CO S sintase
Sintase-SH
O COOH CO2
CH3 C CH CO S ACP CH3COCH2CO S ACP
Asetoasetil-S-ACP
NADPH + H+
NADP+
β -ketoasil-ACP reduktase
OH O
enoill-ACP hidratase
H2O
Asetil KoA
Oksaloasetat Fumarat
Metionin
Isoleusin
Valin
Isoleusin
Leusin
Triptofan Asetoasetil KoA Aspartat Tirosin
Fenilalanin
Fenilalanin
Tirosin
Triptofan Asparagin
Lisin
Leusin
KoA-SH
Glukosa Asam lemak Asam amino
H2O
Sitrat
+
NADH + H Oksaloasetat
H2O
NAD+ Cis-aconitat
Malat H2O
SIKLUS
KREBS
H2O Isositrat
NAD+
Fumarat NADH + H+
CO 2
α-ketoglutarat
FADH+ NAD+
+
NADH + H
BAB VII
KEBUTUHAN NUTRISI BAGI IKAN
Asam lemak jenuh mempunyai atom hidrogen dua kali lebih banyak dari atom
karbonnya, dan tiap molekulnya mengandung dua atom oksigen. Asam lemak jenuh
mengandung semua atom hidrogen yang mungkin, dan atam karbon yang berdekatan
dihubungkan oleh ikatan valensi tunggal. Asam lemak jenuh dapat dipandang
berdasarkan asam asetat sebagai anggota pertama dari rangkaiannya. Anggota-
anggota lebih tinggi lainnya dari rangkaian ini terdapat khususnya dalam lilin.
Beberapa asam lemak berantai cabang juga telah diisolasi dari sumber tumbuh-
tumbuhan dan binatang. Asam-asam lemak jenuh memiliki titik cair yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam yang tidak jenuh, untuk atom C yang sama
banyaknya. Rantai asam lemak jenuh yang lebih panjang, titik cairnya lebih tinggi
dibandingkan dengan yang rantainya lebih pendek. Contoh asam-asam lemak jenuh
dapat dilihat pada Tabel 7.2.
Tabel 7.2. Asam-asam lemak jenuh
Metabolisme protein
Proses metabolisme protein didahului dengan proses katabolisme
(penguraian) protein menjadi asam amino. Dalam sel, asam amino akan dibentuk
kembali menjadi protein dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut
meliputi proses pembukaan (inisiasi), perpanjangan (elongasi) dan pengakhiran
(terminasi). Proses sintesis protein melibatkan asam amino, transfer RNA (tRNA),
massanger RNA (mRNA) dan ribosom. Dalam sel yang tidak aktif, terdapat asam
amino bebas, tRNA, ribosom dan prekursor mRNA (yaitu nukleosisde trifosfat
bebas). Bila sel memerlukan protein, maka akan terjadi rangkaian aktivitas yang
dimulai dengan : (1) transkripsi mRNA dalam inti sel, kemudian mRNA masuk ke
dalam sitoplasma, (2) asam amino bebas akan berikatan dengan tRNA membentuk
asam amino asil tRNA, (3) amino asil tRNA akan menempel pada mRNA yang cocok
di ribosom, yang selanjutnya akan menyebabkan asam-asam amino saling berikatan
membentuk polipeptida, dan (4) setelah terjadi proses sintesis protein berakhir,
mRNA akan terurai menjadi ribonukleosisdetrifosfat dan ribosom akan kembali
terpisah menjadi unit-unitnya.
Langkah pertama dalam proses inisiasi (pembukaan) dibuka oleh N-formil-L-
methionine-transfer RNA complex (fMet-tRNAfMet). Kompleks ini dapat mengenal
initiator kodon (kodon pembuka) AUG (atau GUG) yang merupakan tanda untuk
memulai pengkodean rangkaian protein dalam mRNA dan dapat membedakan dari
AUG internal, yang juga kode dari metionin (atau GUG internal yang merupakan
kode dari valin). oleh N-formil-L-methionine-transfer RNA complex (fMet-tRNAfMet)
dapat memulai sintesis protein karena ada dua sebab, yaitu : (1) hanya fMet-
tRNAfMet yang dapat langsung mengikat P site (permukaan P) di ribosom sedangkan
semua aminoacyl-tRNA hanya dapat mulai mengikat pada A site (permukaan A) dan
(2) hanya fMet-tRNAfMet yang dapat berikatan dengan hidrogen pada kodon pembuka.
Tabel 7.4 menunjukkan posisi masing-masing asam amino dalam pembentukan
ikatan peptida
Tabel 7.4. Posisi masing-masing asam amino dalam pembentukan ikatan
peptida
Keterangan :
BV = Biological Value
N = Nitrogen
Keterangan :
B = retensi nitrogen
I = nitrogen intake
U = nitrogen yang keluar lewat urine
F = nitrogen yang keluar lewat feses
Nilai protein netto digunakan karena teknik pengukuran nilai biologis protein
menimbulkan masalah pada ikan, yaitu adanya kesulitan untuk memisahkan antara
feses dan urin. Rumus yang digunakan adalah:
NPV = Bf - Bk + Ik x 100
If
Keterangan :
Bf : Nitrogen ikan yang diberi pakan percobaan
Bk : Nitrogen ikan yang diberi pakan bebas nitrogen
If : Konsumsi nitrogen pakan percobaan
Ik : Konsumsi nitrogen pakan bebas nitrogen
Protein netto juga dapat diestimasi dengan metode lain, yaitu efisiensi retensi
protein, dengan cara pengukuran:
ERP = Gf - Gk x 18%
Pf
Keterangan :
Gf : penambahan atau pengurangan bobot ikan pada pakan percobaan
Gk : penambahan atau pengurangan bobot ikan pada pakan bebas N
Pf : konsumsi protein pakan percobaan
18% : kandungan protein pada ikan
H20 H+ + OH-
Laktat- + H+ asam laktat
Sumber lainnya adalah susu yang mengandung lebih dari 115 mg persen.
Padi-padian umumnya rendah kalsium. Tepung gandum putih mengandung kira-kira
20 mg. Beras mengandung kurang lebih 6 mg kalsium per 100g. daging umumnya
merupakan sumber yang miskin akan kalsium dan hanya mengandung 10 - 15 mg
persen. Sayuran umumnya merupakan sumber kalsium yang kurang baik.
Kalsium fosfat tulang disimpan dalam matriks organik yang berserat lunak
dan terdiri atas serat-serat kolagen serta sedikit gel mukopolisakarida. Matriks
organiknya dapat mengeras karena kapur. Mineral tulang terdiri dari dua sumber
kalsium fosfat yang secar fisik daan kimiawi berbeda yaitu sumber fase amorf atau
non kristal dan fase kristal minimal. Fase amorf adalah suatu fase campuran yang
mengandung trikalsium fosfat terhidrasi dan juga kalsium fosfat sekunder. Bentuk
kristalnya mirip dengan hidroksiaapatit, tetapi mengandung juga kira-kira 3%
karbonat dan 1% sitrat. Ion mineral lainnya diperkirakan terikat terutama pada
permukaan kristal apatit. Tulang-tulang muda mengandung fase amorf lebih banyak,
yang dibuat pertama kali pada pembentukan tulang dan merupakan prekursor fase
apatik. Tulang dewasa mengandung apatit lebih banyak.
Kerja kalsium tampaknya melalui reseptor protein intrasel (kalmodulin) yang
mengikat ion-ion kalsium bila konsentrasinya mengikat sebagai respon terhadap
stimulus. Bila kalsium terikat pada kalmodulin maka dapat mengatur aktivitas
sejumlah besar enzim, termasuk berperan dalam metabolisme siklik nukleotida,
fosforilasi protein, fungsi sekresi, kontrsksi otot, penyususnan mikrotubuli,
metabolisme glikogen, dan pengaliran kalsium. Kebutuhan kalsium bervariasi
tergantung pada jenis ikan. Kebutuhan mineral pada ikan dapat dilihat pada Tabel
7.9.
Tabel 7.9. Kebutuhan kalsium pada ikan
7.3.3.2. Fosfor
Fosfor berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik,
metabolisme energi, karbohidarat, asam amino dan lemak, tarnsportasi asam lemak
dan bagian koenzim. Sehingga fosfor sebagai fosfat memainkan peranan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel hidup. Karena itu, kekurangan fosfor akibat
defisiensi makanan biasa tidak terjadi. Fosfat terdapat dalaam sel sel sebagai ion
bebas pada konsentrasi beberapa miliekuivalen per liter dan juga merupakan bagian
penting asam-asam nukleat, nukleotida dan beberapa protein. Dalam ruang
ekstraseluler, fosfat bersirkulasi sebagai ion bebas dan terdapat sebagai hidroksiapatit,
komponen utama dari tulang. Semua sel mempunyai mempunyai enzim-enzim yang
dapat menguikatkaan fosfat dalam ikatan ester ataau anhidrida asam ke molekul-
molekul lain. Enzim-enzim juga terdapat di dalam dan diluar sel untuk melepaskan
fosfat dari molekul-molekul yang mengandung fosfat. Yang termasuk kelompok
terakhir enzim-enzim ini adalah beberapa fosfatase yang mempunyai peranan penting
dalam pencernaan bahan-bahan makanan dalam usus. Sumber fosfor terutama
berasal dari hewan dan sumber sintetis. Beberapa sumber fosfor terdapat dalam
Tebel 7.10.
Tabel 7.10. Sumber fosfor
Sumber fosfor lainnya adalah susu yang merupakan sumber penting dengan
kandunga 93 mg persen. Beras giling mengandung fosfor sebanyak 140 mg persen.
Daging dan ikan mengandung fosfosr sebanyak 100 - 200 mg persen.
Fosfat bebas diabsorpsi dalam jejenum bagian tengah dan masuk aliran darah
melalui sirkulasi portal dan berlangsung dengan pengankutan aktif yang
membutuhkan natrium maupun secar difusi. Pengaturan absorpsi fosfat diatur oleh
1α ,25-dehidroksikalsiferol. Fosfat ikut serta dalam siklus pengaturan derivat aktif
vitamin D3. Bila kadar fosfat serum rendah, pembentukan 1,25-dehidroksikalsiferol
dalam tubulus renalis dirangsang yang menyebabkan absorpsi fosfat dari usus.
Ekskresi fosfat terjadi terutama dalam ginjal daan dibawah pengaturan yang
rumit. Fosfat plasma dengan jumlah 80 - 90% difiltrasi pada glomerulus ginjal, dan
jumlah fosfat yang diekskresi dalam urin menunjukkan perbedaan antara jumlah yang
difiltrasi dan yaang direabsorpsi oleh tubulus proksimal daan tubulus distal ginjal.
1,25 dehidroksokalsiferol merangsang reabsorpsi fosfat bersama kalsium dalam
tubulus proksimal. Tetapi hormon paratiroid mengurangi reabsorpsi fosfat oleh
tubulus renalis dan dengan demikian mengurangi efek 1,25-dehidroksikalsiferol pada
eksresi fosfat. Bila tidak adaa efek kuat hormon paratiroid, ginjal mampu memberi
respon terhadap 1,25-dehidroksikalsiferol dengan pengambilan semua fosfat yang
difiltrasi. Kebutuhan fosfor bervariasi tergantung pada jenis ikan. Kebutuhan ikan
akan mineral fosfor dapat dilihat pada Tabel 7.11.
Tabel 7.11. Kebutuhan fosfor pada ikan
7.3.3.3. Natrium
Natrium adalah kation Na+ utama cairan ekstrasel dan sebagian besar
berhubungan dengan klorida dan bikarbonat dalam pengaturan keseimbangan asam
basa. Ion natrium juga penting dalam mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh
dan dengan demikian melindungi tubuh terhadap kehilangan cairan yang berlebihan.
Pada bagian empedu, ion natrium dan kalium berfungsi untuk mengemulsi lemak.
Walaupun ion natrium banyak ditemukan dalam bahan makanan, sumber utama
dalam makanan adalah garam dapur (NaCl).
Pengaturan konsentrasi natrium dan/ataau kadaar natrium dalam tubuh
melibatkan dua proses utama, yaitu kontrol terhadap pengeluaran natrium oleh tubuh
dan kontrol terhadap masukan natrium. Konsentrasi natrium di dalam caairan
ekstraseluler diusahakan agar relatif konstan dengan suatu mekanisme rumit yang
melibatkan kecepatan penyaringan glomerulus ginjal, sel-sel peralatan
juxtaglomerulus ginjal, sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem syaraf simpatis,
konsentrasi katekolamin, natrium dan kalium di dalam peredaran darah, faktor
ketidaa dan tekanan darah.
Pengangkutan natrium melalui dinding epitel usus nampaknya tergantung
pada suatu sistem "pompa" dan "rembesan" pasif yang terdapat pada membran
pembatas daari sel-sel tersebut. Pada duodenum dan jejunum, NaCl berpindah dari
daarah ke usus bila cairan hipotonik memasuki darah. Pada ileum, absorpsi NaCl
terjadi dari larutan hipotonik. Glukosa di dalam cairan luminal meningkatkan
absorpsi natrium di dalam jejunum.
Walaupun ion natrium ekstravaskuler berada dalam keseimbangan dengan ion
natrium intravaskuler (plasma), konsentrasi natrium intravaskuler mungkin tidak
menggambarkan jumlah total natrium dalam tubuh. Sehingga apabila ikan
mempunyai ion natrium serum yang rendah (hiponatremia) mungkin tidak
kekurangan ion natrium tubuh, tetapi bahkan mungkin kelebihan air intravaskuler (da
mungkin ekstravaskuler). Hal yang sama peningkatan ion natrium serum dapat
terjadi pada kandungan ion natrium yang rendah atau normal bila terdapat kehilangan
air (dehidrasi). Pada penyakit ginjal, kemampuan menghemat ion natrium seringkali
hilang dan terjadi gangguan keseimbangan natrium, klorida, kaalium dan air yang
parah. Defisiensi natrium menyebabkan tulang lunak, hipertropi adrenal dan
mengurangi penggunaan protein dan energi.
Kebutuhan natrium harus selalu mengikuti keseimbangan dengan klorida.
Keseimbangan yang dianjurkan adalah 1 : 1. Beberapa penelitian menunjukkan
pemberian natrium clorida sebesar 1 – 4 persen belum meunjukkan hasil yang
optimal untuk pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan pada ikan
rainbow trout, coho salmon, atlantic salmon, channel catfish dan red sea bream.
Bagaimanapun suplemen tinggi garam mendatangkan pengaruh pertumbuhan dan
efisiensi pakan pada coho salmon dan rainbow trout.
7.3.3.4. Kalium
Kalium adalah unsur teringan yang mengandung isotop radioaktif alami.
Secara umum fungsi dari kalium adalah metabolisme normal, memelihara volume
cairan tubuh. Konsentrasi pH, hubungan tekanan osmotik, mengaktifkan enzim
intraseluler dan pada empede bekerja samaa dengan natrium berfungsi untuk
mengemulsikan lemak. Kalium adalah kation (K+) utama cairan intarsel. Dengan
demikian, sumber utama kalium adalah materi seluler dari bahan pakan. Kalium
mudah terserap usus halus, sebanding dengan jumlah yang dimakan dan beredar
dalam plasma. Kalium dalam cairan ekstrasel memasuki semua jaringan dalam tubuh
daan dapat mempunyai efek yang sangat besar pada fungsi organ, terutama
depolarisasi dan kontraksi jantung.
Ginjal tidak dapat menghemat ion kalium seefektif ginjal menghemat ion
natrium. Penghematan natrium selalu disertai dengan pembuangan kaalium dan ini
merupakan efek aldosteron. Bila intake ion kalium kurang dari kebutuhan minimal,
konsentrasi ion kalium serum akan menurun, ion kalium intarsel juga akan menurun
dan tbulus renalis bersama-sama sel-sel tubuh mulai menggunakan proton (H+)
sebagai pengganti K+. Apabila konsentrasi H+ meningkat maka akan menyebabkan
asidosis intraseluler. Kehilangan K+ obligatorik oleh tubulus renalis diganti dengan
kehilangan H+ obligatorik, karena tubulus renalis menghemat Na+ dengan membuang
H+, bukan membuang K+. Hal ini akan menyebabkan alkalosis ekstraseluler dan
asidosis intraseluler. Kebutuhan kalium bervariasi tergantung jenis ikannya.
Kebutuhan natrium dapat dilihat pada Tabel 7.12.
Tabel 7.12. Kebutuhan kalium pada ikan
7.3.3.5. Magnesium
Ion magnesium terdapat pada semua sel. Magnesium berperan sangat penting
sebagai ion esensial di dalam berbagai reaksi enzimatis dasar pada metabolisme
senyawa antara. Semua reaksi di mana ATP merupakan substrat, substrat sebenarnya
adalah Mg2+-ATP. Hal yang sama, Mg2+ dikhelasi di antara fosfat beta dan gama dan
mengurangi sifat kepadatan anionik ATP, sehingga Mg2+ dapat mencapai daan
mengikat secara reversibel tempat protein spesifik. Sehingga semua sintesis protein,
asam nukleat, nukleotida, lipid dan karbohidrat dan pengaktifan kontraksi otot
memerlukan magnesium.
Absorpsi Mg2+ terjadi di seluruh usus halus dan jelas kelihatan lebih
tergantung pada banyaknya yang tersedia daripada faktorain, misalnya vitamin D.
Absorpsi Mg2+ bukan proses aktif, daan tidak adaa mekanisme bersama untuk
transport kalsium dan magnesium melalui dinding usus. Dalam plasma, sebagian
besar Mg2+ terdapat dalam bentuk yang padat difiltrasi oleh glomerulus ginjal. Akan
tetapi ginjal mempunyai kemampuan luar biasa untuk mempertahankan Mg2+.
Kebutuhan magnesium pada ikan terlihat pada Tabel 5.8. berikut ini.
Magnesium berperan pada adaptasi respiratori pada ikan air segar. Kebutuhan
magnesium dapat dipenuhi dari pakan dalam air. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa konsentrasi magnesium dalam air sebesar 46 mg per liter cukup untuk
memenuhi kebutuhan magnesium pada ikan rainbow trout. Pada ikan laut,
suplementasi magnesium pada pakan mungkin tidak penting.
Defisiensi magnesium pada ikan menyebabkan anorexia, pertumbuhan
lambat, mortalitas meningkat, dan pengurangan kandungan magnesium pada jaringan
tubuh ikan. Pada rainbow trout, defisiensi magnesium juga menyebabkan calsinosis
ginjal, vertebrae deformity dan degenerasi serat otot dan sel epitel sekum pilorik dan
filamen insang. Kadar tinggi kalsium, protein, dan fosfat dalam makanan akan
mengurangi absorpsi Mg2+ dari usus. Malabsorpsi pada diare kronis, malnutrisi pada
protein kalori dan kelaparan daapat menyebabkan defisiensi magnesium. Keracunan
magnesium jarang terjadi pada fungsi ginjal normal. Efek depresan magnesium pada
sistem syaraf biasanya mendominasi gejala toksisitas hipermagnesemia.
Mineral esensial mikro
Mineral esensial mikro terdiri dari seng, besi, mangan, tembaga, molibdenum,
dan selenium. Mineral mikro tersebut esensial bagi ikan walaupun diperlukan dalam
jumlah sedikit.
7.3.4.1. Seng
Seng telah dikenal sebagai unsur esensial sejak lebih dari seratus tahun yaang
lalu. Seng hampir sama melimpahnya dalam tubuh hewan seperti besi. Terdapat
sekitar dua puluh empat metaloenzim yang dikenal, termasuk karbonat anhidrase,
laktat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, alkali fosfatase, dan timidin kinase.
Penelitian akhir-akhir ini memperkirakan bahwa seng mempunyai peranan dalaam
metabolisme prostaglandin atau proses-proses yang diperantarai oleh prostaglandin.
Fungai esensial untuk kehidupan organisme adalah bagian integral dari
metalloenzim (lebih dari 70%) meliputi dehidrogenase, aldolase, dan fosfatase. Ikan
mengakumulasi seng dari air dan sumber pakan. Bagaimanapun seng yang berasal
dari pakan lebih efisien dibandingkan dari air. Insang ikan rainbow trout berperan
besar pada ekskresi seng.
Bentuk pitat kompleks dengan elemen transisi seperti besi, dan mangan dalam
saluran pencernaan mencegah absorpsi seng. Bioavaibilitas seng di fishmeal
berkurang apabila ada kandungan trikalsium fosfat. Suplemen seng yang lebih tinggi
sebaiknya diberikan pada pakan ikan untuk mengkompensasi kekurangan
bioavaibilitas seng yang disebabkan oleh pitat dan trikalsium fosfat.
Rainbow trout dan common carp mentoleransi 1.700 – 1.900 mgZn/kg pakan
tanpa pengaruh yang merugikan pertumbuhan dan kehidupan ikan. Bagaimanapun,
pakan dengan konsentrasi seng sebesar 1.000 mg/kg pada rainbow trout mengurangi
konsentrasi hemoglobin, hematrocit dan hepatic copper.
Dalam lumen usus, berbagai faktor nampaknya berpengaruh pada
ketersediaan seng untuk diabsorpsi. Faktor-faktor ini antara lain adalah zat-zat yang
diproduksi dan dicerna secara endogen. Zat-zat berbobot molekul rendah seperti
metionin, histidin, sistein, sitrat, pikolinat, prostaglandin E2, glutation tereduksi dan
ligan-ligan kecil lainnya telah terbukti membantu penyerapan seng daalam usus.
Dalam lumen usus terdapat faktor pengikat seng yang tampaknya disekresi oleh
pankreas dan membantu absorpsi seng. Seng dapat diasingkan dalam sel mukosa oeh
protein pengikat seng (sink binding protein). Seng kemudian diangkut ke molekul
albumin pada sisi serosa membran sel mukosa.
Absorpsi seng oleh mukosa usus bervariasi terbalik dengan jumlah
metalotionein mukosa yang ada. Metalotionein mukosa oleh karenanya
mengendalikan absorpsi seng sebagai tanggapan terhadap keadaan seng plasma oleh
pengasingan seng dalam mukosa. Metalotionein dalam hepatosit juga dimanfaatkan
untuk penyimpanan sementara atau detoksikasi seng, sehingga baik dalam hati
maupun usus, protein ini merupakan ligan kunci untuk mempertahankan homeostasis.
Seng hilang dari tubuh oleh pengendapan dalam sel mukosa dan pengelupasan ke
dalam feses sebaga Zn-metalotionein.
Tembaga dapat mempengaruhi absorpsi seng dengan mengadakan kompetisi
pada tempat pengikatan molekul albumin dalam ruaang intravaskuler. Fosfat dan
kaalsium kadar tinggi memperberat defisiensi seng. Seng disekresi dalam getah
pankreas dan dalam jumlah sedikit dalam empedu, jadi feses merupakan jalan utama
ekskresi seng. Seng dapat diikat oleh metalotionin hati bila intake seng bertambah.
Setelah diabsorpsi usus, seng mula-mula mengumpul di hati dan kemudian
didistribusikan ke jaringan-jaringan. Dalam plasma, kira-kira 2/3 diikat dengan
suaatu alfa-2 makroglobulin. Sejumlah kecil mengkompleks dengan asam amino dan
mungkin dengan ligan laainnya. Seng yang mengkompleks dengan aalbumin siap
diseraap oleh jaringan. Walaupun demikian mekanisme penyerapannya oleh jaringan
belum diketahui. Penyerapan oleh hati secara positif dipengaruhi oleh mediator
endogen leukosit, hormon adrenokortikotropik, daan hormon paratiroid. Kebutuhan
ikan akan seng dapaat dilihat pada Tabel 7.14.
Tabel 7.14. Kebutuhan seng pada ikan
7.3.4.2. Besi
Besi adalah satu dari unsur yang paling banyak dari kerak bumi. Besi juga
merupakan mineral esensial mikro yang paling melimpah. Kurang lebih 2/3 dari besi
beredar sebagai hemoglobin, 1/10 sebagai mioglobin dan kurang dari 1% terdapat
pada transferin dari semua enzim besi dan protein redoks. Sisanya terdiri dari
simpanan besi feritin dan hemosiderin yang terdapat terutama pada haati, limpa dan
sumsum tulang. Fungsi utama besi adalah unruk transport oksigen oleh hemoglobin.
Besi ferro (Fe2+) dan besi ferri (Fe3+) bersifat sangat sukar laarut pada pH netral, dan
diperlukan sistem khusus untuk transport besi dan memasukkan ino-ion ini kedalam
tempat-tempat fungsional mereka.
Sumber besi utama adalah daging, tumbuhan polong, tetes tebu, dan kerang-
kerangan. Sumber sintetis terdiri dari ferric okside dengan kandungan besi 35% dan
ferrous sulphate dengan kandungan besi sebesar 20%. Besi dalam bahan pakan
terutama terdapat dalam bentuk ferri, terikat kuat pada molekul organik. Dalam
lambung, dimana pH kurang daari 4, ion ferri dapat berdisosiasi dan bereaksi dengan
senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah seperti fruktosa, asam askorbat, asam
sitrat, dan asam-asam amino untuk membentuk kompleks yang dapat memungkinkan
ion ferri tetap larut dalam pH netral cairan usus. Dalam lambung, besi tidak terlepas
dari hem tetapi diteruskan seperti semula ke usus.
Dikenal dua macam besi dalam bahan pakan yaitu besi hem dan besi non hem.
Besi hem diabsorpsi utuh oleh sel mukosa usus, dan hem kemudian dipecah oleh
suatu enzim pemecah hem dan besi dibebaskan dalam sel. Besi yang dibebaskan
kemudian dipindahkan ke sisi serosal sel mukosa dengan menggunakan menkanisme
pengangkutan intraseluler yang sama seperti yang digunakan oleh besi non hem. Besi
non hem diabsorpsi dalam bentuk ion ferro. Ion ferro diabsorpsi ke dalam sel
mukosa duodenum dan jejenum proksimal dan segera dioksidasi menjadi ferri. Ion
ferri terikat oleh suatu molekul pengemban intraseluler (intracellular carrier
molecule). Dalam sel, molekul karrier membawa ion ferri ke mitokondria dan
kemudian tergantung pada keaadaan metabolisme besi individual.
Besi ditrasport ke tempat penyimpanan daalam sumsum tulang dan sampai
batas tertentu ke hati dalam bentuk ion ferri, terikat pada transferin plasma. Pada
tempat penyimpanan itu, ion ferri diubah lagi menjadi apoferitin sebagai bentuk
cadangan yang stabil tetapi mengalami pertukaran. Feritin dalam sistem
retikuloendotelial merupakan bentuk cadangan besi yang dapat diambil. Feritin
adalah protein dengan kemampuan besar untuk menyimpan besi yang terdapat padaa
hewan. Feritin bekerja sebagai penyimpan sementara untuk mencegah penambahan
toksik kadar besi dan suatu cadaangan yang daapaat dikerahkan jangka panjang.
Akan tetapi feritin dapat mengalami denaturasi, kehilangan subunit apoferitin dan
kemudian beragregasi (berkumpul) ke misel-misel hemosiderin. Hemosiderin
mengandung lebih banyak besi dibandingkan feritin dan terdapat sebagai partikel-
partikel. Besi dalam hemosiderin tersedia untuk pembentukan hemoglobin, tetapi
mobilisasi besi jauh lebih lambat dari hemosiderin dibanding dari feritin. Besi yang
ditimbun akan disimpan sebagai endapan hemosiderin dalam hati, pankreas, kulit dan
sendi yang menyebabkan penyakit.
Transferin adalah β -globulin yang bertanggung jawab untuk pengangkutan
besi antara jaringan-jaaringan hewan. Senyawa ini mengambil besi yang dilepaskan
daalam aaliran daarah dari mukosa usus, dan dari katabolisme hem dalam sistem
retikuloendotelial. Transferin berkaitan dengan protein albumin dari kuning telur,
dan laaktoferin dari susu dan lain-lain sekresi. Kebutuhan ikan akan besi bervariasi
seperti terlihat pada Tabel 7.15.
Tabel 7.15. Kebutuhan besi pada ikan
Defisiensi besi terjadi apabila kapasitas besi intraseluler bertambah, dan lebih
banyak besi akan diabsorpsi bila tersedia dalam makanan. Defisiensi besi
menyebabkan terjadinya anemia, penurunan volume sel-sel darah merah daan
depigmentasi. Pada kelebihan besi (iron overload) kapasitas dan kejenuhan karier
besi intraseluler berkurang.
Pada brook trout, red sea bream, yellowtail, eel dan carp, defisiensi besi
menyebabkan anemia mikrositis. Pada banyak kasus defisensi besi tidak
mempengaruhi pertumbuhan. Defisensi besi menyebabkan warna hati normal
berubah menjadi kuning putih pada ikan carp. Pada catfish, defisiensi besi menekan
hematocrit, hemoglobin, konsentrasi plasma besi dan kejenuhan transferin. Ferro
clorida dan ferro sulfat sama efektifnya untuk mencegah anemia pada red sea bream.
Efek dari kelebihan besi secara umum adalah mengurangi pertumbuhan,
meningkatkan kematian, diare dan rusaknya histopatologi pada sel liver.
7.3.4.3. Mangan
Sifat-sifat dasar mangan pertama kaali dilaporkan daari hasil penelitian hewan
percobaan pada tahun 1931. Konsentrasi mangan dalam jaringan-jaringan hewan
relatif konstan terhadap umur. Mangan banyak terdapat pada kacang-kacangan, biji-
bijian utuh, daan sayuran tetapi sedikit terdapat pada daging, ikan dan produk susu.
Kebutuhan ikan akan mangan dapat dilihat pada Tabel 7.16.
Tabel 7.16. Kebutuhan mangan pada ikan
7.3.4.4. Tembaga
Tembaga tersebar luas dalam pakan. Tembaga merupakan elemen yang
sangat dubutuhkan oleh hewan biarpun dalam komposisi yang relatif sedikit.
Tembaga berada dalam banyak enzim dan esensial untuk aktivitas enzim. Tembaga
bercgabung dengan citokrom oksidase pada rantai transport elektron dalam sel.
Cuproenzim lainnya dijumpai pada jaringan tubuh ikan yang meliputi dismutase,
tirosinase, lisil oksidase, ceruloplasmin, dan dopamine β -hidroksilase. Konsentrasi
tembaga yang tinggi dijumpai pada jantung, hati, otak dan mata. Tembaga berada
sebagai kompleks tembaga-protein dalam plasma.
Absorpsi tembaga dalam traktus gastrointestinal memerlukan mekanisme
spesifik, karena sifat alamiah ion kupri (Cu2+) yang sangat tidak larut. Dalam sel
mukosa usus, tembaga mungkin berikatan dengan protein pengikat metal (banyak
mengandung sulfur) dengan berat molekul rendah yaitu metalotionein pada bagian
tionein. Biosintesis metalotionein diinduksi dengan pemebrian Zn, Cu,Cd dan Hg
dan diblokir oleh inhibitor-inhibitor sintesis protein. Meskipun tembaga akan
merangsang produksi protein hati yang berikataan dengan tembaga, seng juga
diperlukan untuk akumulasi Cu-tionein. Seng akan menstabilkan Cu-tionein terhadap
degradasi oksidatif. Tembaga masuk dalam plasma, dimana tembaga terikat pada
asam-asam amino, terutama histidin, dan pada albumin serum pada tempat
pengikatan tunggal yang kuat. Dalam kurang dari satu jam, tembaga yang baru
diserap diambil dari sirkulasi oleh hati.
Hati memproses tembaga melalui dua jalan, yaitu : tembaga diekskresi dalam
empedu ke dalam traktus gastrointestinal, dimana tembaga tidak diabsorpsi kembali.
Ternyata, homeostasis tembaga dipertahankan hampir seluruhnya oleh ekskresi bilier,
semakin tinggi dosis tembaga, semakin banyak yang diekskresikan dalam feses.
Jalan kedua metabolisme tembaga dalam hati adalah penggabungan tembaga sebagai
bagian integral seroloplasmin, suatu glikoprotein yang semata-mataa disintesis dalam
hati. Seruloplasmin bukan protein pembawa Cu2+, karena tembaga seruloplasmin
tidak bertukar dengan ion tembaga atau tembaga yang terikat dengan dengan
molekul-molekkul lain. Seroluplasmin mengandung 6 - 8 atom tembaga, setengah
bagiaan ion kupro (Cu+) dan setengahnya lagi ion kupri (Cu2+). Kebutuhan ikan akan
mangan dapat dilihat pada Tabel 7.17.
Tabel 7.17. Kebutuhan tembaga pada ikan
Ikan nampak lebih toleran pada tembaga yang berasal dari pakan daripada
tembaga yang larut dalam air. Konsentrasi 0.8 – 1.0 mg tembaga per liter sebagai
tembaga sulfat dalam air beracun pada banyak spesies ikan. Tetapi pada ikan choho
salmon dijumpai sangat toleran pada tembaga dengan konsentrasi 1.000 mg/kg pada
pakan dengan hanya mengalami kelambatan pertumbuhan dan rusaknya pimgmentasi.
Keracunan tembaga menyebabkan penurunan pertumbuhan, efisiensi pakan dan
menaikkan jumlah tembaga dalam hati pada ikan rainbow trout.
Gejala defisiensi tembaga meliputi anemia, neutropenia, osteoporosis dan
depigmentasi serta gangguan syaraf. Defisiensi tembaga mengganggu proses kaitan
lintas jaringan ikat protein, kolagen, dan elastin. Gangguan ini dapt berupa kelainan
tulang dan kerusakan sistem kardiovaskuler. Gejala defisiensi tembaga yang paling
tragis adalah kematian mendadak akibat pecahnya pembuluh darah utama atau
jantungnya. Keracunan tembaga termasuk diare dengan feses biru-hijau hemolisis
akut dan kelainan fungsi ginjal.
7.3.4.6. Selenium
Selenium diperkirakan mengganti belerang dalam asam amino protein.
Selenium adalah unsur penting glutation peroksidase, suatu enzim yang peranannya
sebagai antioksidan intarseluler yang sangat mirip dengan fungsi serupa vitamin E
atau α -tokoferol. Sebagian besar selenium dalam makanan berbentuk asam amino
selenometionin. Suplemen selenium yang ditambahakan ke dalam makanan ikan
berbentuk anorgaanik seperti natrium selenit. Selenometionin dan natrium selenit
mempunyai poteinsi yang sama untuk mencegah kondisi defisiensi selenium dan
dapat meningkatkan aktivitas jaringan glutation peroksidase. Akan tetapi,
selenometionin dapat meningkatkan kadar selenium dalam darah dan jarinfgan lebih
tinggi dibandingkan dengan natrium selenit. Hal ini mungkin disebabkan oleh
penggabungan selenometionin ke dalam struktur utama jaringan protein di tempat
metionin, sehingga selenium hanya tersedia bagi hewan setelah katabolisme asam
amino selenium. Selenium ini berfungsi sebaga simpanan yang tak teratur atau pool
buffer yang menyediakan selenium dari dalam tubuh apabila penyediaan selenium
dari pakan terhenti.
Absorpsi selenium tampaknya berlangsung tanpa pengendalian fisiologis.
75
Absorpsi Se dalam bentuk larutan selenit lebih besar dari 90%. Walaupun
demikian, data-data mengenai absorpsi selenium yang terdapat dalam pakan masih
terbatas. Hewan mengeluarkan beberapa senyawa selenium melalui urin dan
pernafasan. Produksi metabolit ekskresi tersebut semakin banyak dengan
meningkatnya konsumsi selenium. Ion trimetil selenomium adalah satu-satunya
metabolit urin yang telah teridentifikasi, walaupun dalam urin ada beberapa jenis
metabolit lainnya. Dimetil selenida bersifat volatil dan ditemukan dalam nafas bila
konsumsi selenium sangat tinggi. Jadi hewan mengatur kandungan selenium melalui
proses ekskresi. Jika unsur ini tersedia dalam jumlah terbatas, produk ekskresipun
sedikit. Sedangkan bila kebutuhan sudah terpenuhi kelebihan selenium dikurangi
dengan mengubahnya menjadi metabolit ekskresi.
Hanya satu fungsi enzimatik selenium yang diketahui. Selenium adalah unsur
penting dari glutation peroksidase. Enzim ini dapat menghancurkan hidrogen
peroksida dan hidrioperoksida-hidroperoksida oerganik dengan pengurangan
ekuivalen dari glutation. Peranan fisiologis yang pasti dari glutation peroksidase
yang bergantung pada selenium masih belum jelas karena katalase juga mampu
memindahkan hidrogen peroksida dan glutation peroksida yang tidak bergantung
padaa selenium juga mampu memindahkan hidroperoksida organik. Jadi
selenoenzim mungkin berfungsi sebagai penahan oksidan tetapi fungsi alternatif juga
telah ada. Kebutuhan ikan akan selenium dapat dilihat pada Tabel 7.18.
Tabel 7.18. Kebutuhan selenium pada ikan
7.3.4.7. Yodium
Yodium merupakan mineral mikro yang terdapat luas di bumi. Yodium
kurang larut dalam air, tetapi apabila molekul yodium (I2) berkombinasi dengan
yodida membentuk poliyodida akaan menyebabkan yodium sangat mudah larut dalam
air.
Dalam saluran pencernaan, yodium direduksi menjadi yodida, dan dalam satu
jam seluruhnya akan diabsorpsi oleh usus halus. Yodotirosin, yodotironin, beberapa
yodopeptida rantai pendek, dan senyawa-senyawa yang diyodinasikan secara
radiografi diabsorpsi tanpa deyodinasi. Yodium di dalam semua senyawa anorganik
dan banyak senyawa organik tersedia secara biologis.
Yodium esensial untuk biosintesis hormon tiroid, tiroksin dan triyodotironin.
Ikan memperoleh yodium dari air melalui pompa branchial dan sumber pakan. Pada
ikan rainbow trout komposisi yodium 80% berasal dari air, 19 persen dari pakan dan
1 persen dari pengolahan kembali yodium dari degradasi hormon tiroid.
Pemanfaatan yodium untuk sekresi hormon tiroid berlangsung melalui tiga
tahap. Pertama, dari plasma menyeberangi membran sel adalaah suatu proses aaktif
melawan gradien listrik dan massa. Konsentrasi normal yodida di dalam sel tiroid
adalah 30 - 40 kali lebih tinggi daripada dalam serum. Kedua, pada batas pemisah
sel dan koloid, suatu peroksidase menjadi alat pengoksidasi yodida menjadi suatu
"senyawa antara yod". Enzim ini juga membantu pembentukan monoyodotirosin dan
diyodotirosin dengan menggabungkan yodium ke dalam residu tirosil dari
tiroglobulin. Penggabungan oksidatif berikutnya dari yodotirosin ke dalam hormon
tiroid, tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3), juga dilaksanakan oleh peroksidase yang
sama, mungkin bekerja sama dengan enzim lain. Akhirnya, tiroglobulin dicakup oleh
sitoplasma sel tiroid. Pencernaan tiroglobulin dilakukan melalui proteolisis. Fase
sekresi berakhir dengan terjadinya difusi hormon-hormon ke dalam kaapiler-kapiler
melalui ruang ekstrseluler.
Tiroid, suatu kelenjar penyimpan mengandung yodium sebanyak 8,0 - 10,0
mg per 20 g berat kelenjar. Yodium pada tiroid yang terikat pada triglobulin sebesar
95%. Kira-kira 45% yodium pada tiroid terdapat dalam bentuk tiroksin dan 3%
dalam bentuk triyodotironin, sedangkan sebesar kira-kira 42% dalam bentuk
yodotirosin.
Defisiensi yodium menyebabkan gondok yang tidak dikenal dalam dunia ikan.
Awal defisensi yodium dicirikan oleh suatu peningkatan ekskresi hormon tiroid
simpanan yang bersifat kompensasi dan ekskresi normal yodida di dalam urin. Selagi
simpanan hormon tiroid terus-menerus terdeplesi, pembersihan yodida anorganik
plasma di tiroid meningkat dengan suatu penurunan ekskresi yodida di dalam urin
yang sebanding. Setelah itu pengambilan yodidaa stabil oleh tiroid sama dengan
jumlah yodida yang diekskresikan dalam bentuk hormon tiroid. Konsentrasi yodida
anorganik plasma menurun, sama seperti kandungan yodium tiroid. Pada saat ini,
defisiensi yodium dapat diatasi, ataau akan berkembang menjadi kronis.
Pada ikan brook trout, defisiensi yodium menyebabkan hiperplasia tiroid.
Defisiensi asam askorbat menyebabkan hipoaktivitas kelenjar tiroid sebagaimana
131
ditunjukkan oleh penurunan akumulasi I oleh kelenjar tiroid ikan scorbutic
snakehead. Kebutuahn minimum yodium pada banyak ikan belum ditetapkan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi yodium dan fluorin pada
pakan (4.5 mg/kg) esensial untuk melindungi atlantic salmon dari infeksi penyakit
bakteri ginjal.
7.3.4.8. Molibdenum
Molibdenum berfungsi sebagai metaloenzim xantin oksidase, aldehida
oksidase, dan sulfit oksidase. Sampai saat ini belum diketahui sistem metabolisme
kecuali bentuk heksavalen yang larut air diabsorpsi dengan baik melalui usus. Urin
adalah jalan utama ekskresi molibdenum. Terdapat beberapa bukti bahwa
molibdenum dapat mempengaruhi metabolisme tembaga dengan mengurangi efisiensi
penggunaan tembaga dan bahkan mungkin mobilisasi tembaga dari jaringan.
Pemberian pakan dengan defisiensi molibdenum pada ikan menyebabkaan
kelambatan pertumbuhan, khususnya ketika pakan mengandung level rendah natrium
tungstate.
Piridoksal fosfat banyak terlibat dalam reaksi enzimatik asam amino seperti
transaminasi, dekarboksilasi dan dehidrasi. Piridoksal fosfat juga berfungsi dalam
biosintesis porpirin dan katabilisme glikogen. Fungsi lain piridoksal fosfat adalah
terlibat dalam sintesis neurotransmiters-5-hydroxytryptamine dan serotonin dari
triptopan. Sebagai konsekwensinya, tanda defisiensi piridoksi meliputi nervous
disorder, ketidakteraturan berenang, hiperiritabilitas dan sawan pada ikan salmon,
glithead sea bream, channel catfish, common carp, yellowtail dan japanese eel.
Tanda-tanda defisiensi yang lain adalah anoreksia dan rendahnya
pertumbuhan biasanya menimpa ikan dalam 3 – 6 minggu setelah mendapat pakan
defisiensi piridoksin. Defisiensi piridoksin juga dilaporkan menyebabkan bermacam-
macam perubahan histopatologi pada hati dan ginjal ikan rainbow trout serta jaringan
pencernaan. Aktivitas enzim aminotransferase tertentu yang mengendung piridoksal
fosfat sebagai koenzim sudah digunakan sebagai indeks status piridoksin pada ikan.
Aktivitas serum atau tissue alanin dan atau aspartat aminotransferase sudah
digunakan untuk mengevaluasi status piridoksin pada ikan common carp, rainbow
trout, chinook salmon, turbot dan gilthead sea bream.
7.4.2.6. Biotin
Penemu biotin adalah Wildiers (1901). Biotin adalah derivat imidazol yang
banyak terdapat dalam bahan makanan alam. Biotin identik dengan apa yang
diperkenalkan sebagai protective factor X atau vitamin H. Vitamin H ini diisolasi
dari hati. Vitamin H ini juga disebut anti egg white injory factor. Biotin juga identik
dengan koenzim koenzim R, yang merupakan faktor pertumbuhan dan untuk respirasi
pada beberapa bkteri. Biotin berperan dalam sintesa oksaloasetat, dalam
pembentukan urea, asam-asam lemak dan purin. Dalam kenyataannya biotin
berperan sebagai gugus prostetik koenzim yang bergabung dengan CO 2 dengan
senyawa organik. Vitamin ini berwarna putih, stabil terhadap panas, mengandung
sulfur dan asam valerat, larut dalam air dan 95% etanol, mudah rusak oleh asam dan
basa kuat dan mengalami dekomposisi pada temperatur 230 - 232oC.
Biotin diabsorpsi di ileum. Bakteri usus mensintesa biotin, dan kuning telur
merupakan sumber biotin yang bagus. Putih telur mentah mengandung faktor
antibiotin (suatu protein yang disebut avidin) yang menyebabkan tidak aktifnya
vitamin itu karena mengikat biotin dengan kuat. Sehingga mencegah absorpsi dari
usus daan menyebabkan defisiensi biotin.
Dalam metabolisme, biotin berperan sebagai fiksasi CO2 yang selanjutnya
ditransfer substrat yang lain. Karboksibiotin adalah biotin yang berikatan dengan
CO2 di mana gugus karboksil bertaut pada gugus N biotin. Pembentukan
karboksibiotin memerlukan ATP. Reaksi penerimaan CO2 dan pemberian CO2
bersifat bolak-balik atau reversibel.
Sumber biotin adalah hati, yeast, kacang tanah, telur, tanaman berdaun hijau,
jagung, gandum, biji-bijian laainnya dan ikan. Biotin biasanya ditambahkan pada
pakan ikan sebagai D-biotin dalam campuran premiks multivitamin. Kebutuhan ikan
akan biotin dapat dilihat pada Tabel 7.26.
Tabel 7.26. Kebutuhan biotin pada ikan
Struktur kimia vitamin adalah C20H29OH. Sifat vitamin A adalah tidak tahan
oksidasi, tidak tahan radiasi apalagi dalam suhu tinggi, dalam bentuk kristal berwarna
kuning pucat. Apabila vitamin A masuk ke dalam tubuh maka akan masuk jalur
metabolisme dan akan berperan dalam retina mata. Dalam retina tersebut terdapat
rhodopsin yang terdiri atas vitamin A dan opsin (protein). Ada empat macam opsin
dalam retinal (ada dua tipe sel), yaitu satu buah rod-rodopsin yang sensitif terhadap
sinar dengan intesitas rendah maksimum 498 nm (paling penting untuk hewan
malam)-scitopic vision dan tiga buah terdapat pada cones yang sensitif terhadap tiga
warna yaitu biru, hijau dan merah (trichromatic) yang merupakan warnaa cerah-
photopic vision. Sel cone ikan lebih dominan. Bila retina terkena sinar, rhodopsin
terurai menjadi trans retinal opsin. Oleh enzim isomerase, trans terinal dapat diubah
menjadi cis retinal. Dalam keadaaan gelap, cis retinal dan opsin dibentuk lagi
menjadi rhodopsin.
Vitamin A dalam usus akan mengalami hidrolisis retynil ester menjadi retinol
yang kemudian diserap dan terus menjalani reesterifikasi dalam sel usus. Setelah itu
bentuk ester vitamin A ini diserap melalui saluran limfa ataau aada yang langsunfg
diserap dan terus masuk dalam peredaran darah sebagai ester palmitat. Dalam darah,
vitamin A ditransportasi dalaam bentuk RBP (Retinal Binding Protein) yang
mempunyai berat molekul kurang lebih 20.000 dan mempunyai motilitas α 1 dalam
elektroporesis. RBP ini beredar dalaam darah sebagai prealbumin yang mirip dengan
thyroxine binding prealbumin.
Vitamin A bersifat esensial dalam pembentukan pigmen retinal yang
dibutuhkan bagi penglihatan. Di samping itu vitamin A juga penting untuk
pertumbuhan normal, terutama jaringan epitel dan tulang. Fungsi lain dari vitamin A
adalah memelihara organ pernafasan, pencernaan, urogenitalia, ginjal dan mata,
mencegah ataxia hebat pada ikan muda, pertumbuhan, memelihara membran mucus
yang normal, reproduksi, pertumbuhan matriks tulang yang baik dan tekanan
cerebrospiral yang normal.
Kebutuhan vitamin A pada ikan bervariasi. Vitamin A ditambahkan pada
pakan ikan sebagai asetat, palmitat atau propionat ester dalam bentuk campuran
premiks multivitamin. Kebutuhan ikan atas vitamin A dapat dilihat pada Tabel 7.31.
Tabel 7.31. Kebutuhan vitamin A pada ikan
Kebutuhan vitamin D pada ikan tergantung pada sumber fosfor daalam pakan,
banyaknya daalam imbangan kaalsium dengan fosfor, dan besarnya kesempatan
hewan untuk terkena sinar matahari langsung. Kebutuahn vitamin D pada ikan
meningkat apabila pakan mempunyai kandungan fosfor availabel (tersedia) yang
rendah, seperti pada fosfor pitat atau bentuk fosfor lain yang rendah ketersediaannya.
Defisiensi vitamin D menyebabkan timbulnya rickets pada tulang karena
kekurangan kalsium. Keadaan ini dapat menimbulkan pembengkakan sendi. Seperti
halnya vitamin A, vitamin D diekskresikan dari tubuh secara amat perlahan, melalui
empedu, oleh karena itu apabila terlalu banyak dimakan dapat menimbulkan
keracunan. Kadar vitamin D yang tinggi di dalam darah mempengaruhi metabolisme
kalsium, hingga dapat terjadi problem neurologik, serta terjadinya deposisi kalsium
pada jaringan-jaringan lunak. Hal ini dapat terjadi apabila keadaan berlangsung lama.
Apabila defisiensi kronis akan terjadi distorsi kerangka.
Defisiensi vitamin D menyebabkan pertumbuhan rendah, menaikkan
kandungan lemak hati, mengganggu homeostasis kalsium yang dimanifestasikan oleh
tetanus pada otot skeletal putih dan perubahan ultrastruktural pada serat otot putih
epaxial musculature pada ikan rainbow trout. Pada ikan channel catfish yang diberi
pakan defisien vitamin D selama 16 minggu menyebabkan rendahnya pertumbuhan,
tingkat kalsium dan fosfor tubuh rendah dan rendahnya mineral tubuh total.
7.4.3.3. Vitamin E (tokoferol)
Penemu vitamin E adalah Evans dari USA padaa tahun 1936. Vitamin E
(tokoferol) adalah minyak yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya benih
gandum, beras dan biji kapas. Susunan kimia vitamin E terdiri dari nukleus chroman
dan rantai samping isoprenoid. Sifat umum vitamin E adalah tahan panas, mudah
dioksidasikan dan rusak apabila terdapat dalam lemak tengik. Terdapat tiga jenis
vitamin E, yaitu tokoferol. Perbedaanya terletak pada gugus R1, R2 dan R3. α -
tokoferol adaalah bentuk vitamin E yang paling aktif ataau paling efektif, sedang
efektivitasnya sebagai antioksidan berturut-turut dari γ , β dan α . Derivat yang
lain adalah delta, zeta, epsilon dan eta.
Absorpsi vitamin E dari usus dilakukan dengan adanyaa asam empedu.
Vitamin E tidak begitu dapat dipergunakan bila diberikan secara parental. Tubuh
mempunyai kemampuan luas untuk menimbun vitamin E, terutama daalam hati.
Keadaan ini dapaat dimanfaatkan apabila induk kaaya aakan vitaamin E maaka anak
yang dilahirkaan telah mempunyai cadangan vitamin E.
Vitamin E berperan sebagai kofaktor untuk sitokrom reduktase pada otot
rangka dan otot jantung. Vitamin E juga berfungsi sebagai anti oksidan, yaitu
mencegah oto oksidasi pada asam-asam lemak tak jenuh serta menghambat timbulnya
peroksidasi dari lipida pada membran sel. Selain itu juga berfungsi dalam reaksi
fosforilasi, metabolisme asam nukleat, sintesis asam askorbat dan sintesis ubiquinon,
reproduksi, mencegah encephalomalasia dan distorsi otot.
Vitamin E terdapat di alam yaitu pada lemak dan minyak hewan atau tanaman
terutama bagian kecambah gandum, telur, dan colustrum susu sapi. Kebutuhan
vitamin E pada ikan bervariasi. Vitamin E ditambahkan pada pakan ikan dalam
bentuk tepung kering pada DL-α -tocopheryl acetate. Kebutuhan ikan atas vitamin E
dapat dilihat pada Tabel 7.33.
Tabel 7.33. Kebutuhan vitamin E pada ikan
Silase
Silase adalah hijauan makanan yang diawetkan dengan cara tertentu (proses
ensilase). Hasilnya masih dalam keadaan segar dan masih mempunyai gizi yang
cukup tinggi. Proses ensilase adalah proses penguraian dan pembentukan zat-zat
makanan karena aktivitas sel-sel tanaman yang masih hidup. Proses ensilase dibagi
menjadi dua tahap, yaitu proses aerob dan an aerob. Proses aerob meliputi aktivitas
respirasi sel-sel tanaman yang memerlukan oksigen dan membentuk CO2, H2O dan
energi. Proses fermentasi an aerob terjadi karena aktivitas enzim dan bakteri. Pada
proses tersebut, karbohidrat akan dirombak menjadi alkohol, asam organik, asam
karbonat, air dan melepaskan panas. Bahan pengawet yang digunakan untuk proses
pembuatan silase ini adalah tetes, dedak, tepung jagung dan lain-lain yang berfungsi
mempercepat penurunan pH.
Sumber energi
Bahan makanan ikan sumber energi mempunyai kandungan protein kurang
dari 20 persen dan serat kasar kurang dari 18 persen. Contoh bahan makanan ikan
sumber energi adalah : biji-bijian dan butir-butiran, limbah penggilingan, buah-
buahan, akar-akaran dan umbi-umbian. Contoh-contoh biji-bijian dan butir-butiran
adalah jagung, sorghum, dan gandum . Contoh limbah penggilingan antara lain
adalah empok, dedak, dan menir. Contoh buah-buahan adalah pisang, apel dan lain-
lain. Contoh akar-akaran dan umbi-umbian adalah singkong, ketela rambat dan lain-
lain. Nilai energi bruto dari beberapa bahan makanan sumber energi dapat dilihat
pada Tabel 8.1. berikut ini.
Tabel 8.1. Nilai energi bruto dari beberapa bahan makanan sumber
energi
Sumber protein
Bahan makan sumber protein adalah bahan makanan yang kaya akan protein
dengan nilai protein diatas 20 persen. Bahan makanan ikan sumber protein yang
berasal dari hewan adalah tepung ikan, tepung daging, tepung darah, jerohan, dan
lain-lain. Bahan makanan ikan sumber protein yang berasal dari tumbuhan adalah
kacang-kacangan, bungkil-bungkilan dan lain-lain. Nilai protein dari beberapa bahan
makanan dapat dlihat pada Tabel 8.2.
Tabel 8.2. Nilai protein dari beberapa bahan makanan sumber protein
No. Bahan makanan Nilai protein (%)
1. Tepung ikan 50-55
2. Tepung udang 40
3. Tepung darah 75-80
4. Tepung daging 55
5. Skim milk 34-35
6. Butter milk 32
7. Daun petai cina 25-28
8. Daun singkong 20
9. Daun turi 23
10. Kacang kedelai 40
11. Kacang tanah 25
12. Kacang hijau 24
13. Bungkil kacang kedelai 44-48
14. Bungkil kacang tanah 25-35
15. Ampas tahu 43
16. Tepung hati 63
Sumber vitamin
Bahan makanan ikan sumber vitamin umumnya berasal dari tanaman, yaitu
biji-bijian, butir-butiran, buah-buahan, daun-daunan dan umbi-umbian dan sebagian
berasal dari hewan. Bahan makanan ikan sumber vitamin dapat dilihat pada Tabel
8.3.
Tabel 8.3. Nilai vitamin dari beberapa bahan makanan sumber vitamin
No. Bahan makanan Nilai vitamin (IU/gram)
Sumber vitamin A
1. Minyak hati ikan paus 400.000
2. Minyak hati akan tuna 150.000
3. Minyak hati ikan hiu 150.000
4. Minyak tubuh ikan sarden 750
5. Mentega susu 35
6. Keju 14
7. Telur 10
8. Susu 1,5
Sumber provitamin A
9. Tepung daun alfalfa 530
10. Tepung daun dan batang alfalfa 330
11. Tepung daun dan batang alfalfa kering udara 150
12. Hijauan kering 150
13. Wortel 120
14. Bayam 100
15. Jagung kuning 8
Sumber tiamin
16. Susu, ragi, hati, butir-butiran, kuning telur,
rumput kering dan ginjal
Sumber riboflavin
18. Susu, keju, telur, ikan, bungkil-bungkilan dan
ginjal
Sumber asam pantotenat
18. Hati, kuning telur, susu, bungkil kacang tanah,
jerami lafalfa, tetes, beras dan dedak gandum
Sumber asam nikotenat
19. Susu, daging, telur, ragi, bungkil-bungkilan
rumput kering dan butir-butiran
Sumber piridoksin (vitamin B6)
20. Ragi, hati, urat daging, kuning telur, susu dan
sayur-sayuran
Sumber biotin
21. Ragi, jerohan, molasses, susu dan butir-butiran
Sumber asam folat
22. Hijauan, jerohan, butiran, kacang kedelai dan
hasil ikutan hewan
Sumber vitamin B12
23. Susu, daging, tepung ikan, dan hasil ikutan hewan
Sumber kolin
24. Susu, daging, telur, ikan dan lemak.
Sumber vitamin D
25. Minyak hati ikan cod, minyak hati ikan tuna,
minyak ikan sarden, telur, dan susu.
Sumber vitamin E
26. Minyak tumbuh-tumbuhan, butir-butiran, telur,
colustrum susu sapi, minyak jagung, minyak biji
kapas.
Sumber vitamin K
28. Hijauan, jaringan hewn, tepung ikan yang sedang
membusuk,
Feed additive
Feed additive adalah makanan tambahan yang berfungsi untuk
mengoptimalkan produksi ikan. Umumnya feed additive mempunyai efek sampingan
yang kurang baik bagi ikan. Oleh sebab itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan feed additive adalah spesifikasi tambahan yang dibutuhkan ikan,
digunakan secara bersama-sama atau sendiri, bentuk yang digunakan dan diberikan,
kapan waktu penghentian penggunaan dan berap biaya tambahan yang dikeluarkan.
Pengelompokan feed additive berdasarkan aktivitas dan cara kerjanya adalah :
1. Feed additive untuk meningkatkan seleksi dan konsumsi pakan yang dibagi
menjadi dua macam yaitu untuk perekat pellet (pellet binder) contohnya adalah
lignin sulfonat, sesulosa ester, natrium benfoat dan kondensasi urea
formaldehida. Sedangkan yang lainnya adalh untuk vlafouring agen (penambah
rasa dan warna pada pakan) yang contohnya adalah pemanis, garam dan
pewarna.
2. Feed additive untuk membantu proses pencernaan dan absorbsi zat makanan.
Contohnya antara lain antibiotika, enzim, dan senyawa arsen. Antibiotika untuk
membantu pertumbuhan mikro organisme yang mensintesa zat-zat makanan dan
menghalangi tumbuhnya mikro organisme yang patogen, disamping juga dapat
membunuh mikro organisme yang berbahaya di saluran pencernaan sehingga
meruntuhkan mikro organisme dan keraknya yang menempel di dinding usus
sehingga dinding usus menjadi lebih tipis sehingga penyerapan zat-zat makanan
meningkat. Fungsi enzim adalah untuk mempercepat proses pencernaan zat
makanan dalam saluran pencernaan. Sedangkan fungsi senyawa arsen adalah
untuk menghambat pertumbuhan mikro flora intestinal yang menghambat proses
pencernaan zat-zat makanan.
3. Feed additive untuk membantu proses metabolisme. Sebagai contoh adalah
hormon dan zat penenang. Hormon digunakan lewat suntikan atau ditambahkan
dalam pakan. Hormon yang umum digunakan adalah estrogen, stibustrol dan
dietil stibustrol. Zat penenang bekerja dengan menekan syaraf pusat sehingga
pergerakan ikan menjadi lebih lamabt. Contoh zat penenang antara lain adalah
aspirin, resperpin dan hidroksinin.
4. Feed additive untuk pencegahan penyakit dan kesehatan ternak. Contohnya
adalah bahan pengawet dan anti oksidan. Fungsi bahan pengawet adalah untuk
meningkatkan daya simpan pakan, memperbaiki daya cerna pakan, menghambat
aktivitas mikro organisme yang dapat merusak pakan dan meningkatakan
konversi pakan. Contoh bahan pengawet adalah asam propionat dan natrium
benzoat. Anti oksidan berfungsi untuk menghindari oksidasi. Contoh anti
oksidan adalah butylated hidroksi toluena, butylated hidroksi anisol, non dihidro
gualaretic, vitamin E, antibiotika, preparat sulfa dan senyawa halquinol.
5. Feed additive untuk memperbaiki kualitas produksi. Contohnya antara lain
adalah hormon, enzim dan premiks.
Anti nutrisi pada bahan makanan ikan
Jalur glikolisis
Asam piruvat
Melanoat Fenol
Alkaloid
Terpen/Isopren
Sinamat Flavonoid
Umumnya terjadinya anti nutrisi berasal dari jalur metabolis glukosa maupun
asam amino. Glukosa umumnya melewati jalur glikolisis dan/atau siklus Krebs
kemudian menyimpang pada sistem metabolisme sekunder. Asam amino umunya
melewati jalur deaminasi dan/atau siklus Krebs dan kemudian menyimpang melalui
metabolisme sekunder. Secara lebih rinci daur metabolisme glukosa dan asam amino
yang menuju metabolisme sekunder dapat dilihat pada Gambar 8.2.
CO2
Fotosintesis
(CH2O)n
Protein (CH2O)n-P gula, polisakarida
Asam nukleat pati, selulosa,
hemiselulosa
Phenol Steroid
1. Apoecynaceae
2. Amaryldaceae
3. Barberidaceae
4. Caricaceae
5. Crassulaceae
6. Caryophyllaceae
8. Dioscoriaceae
8. Erythroxylaceae
9. Euphorbiaceae
10. Liliaceae
11. Leguminosae
12. Menispermaceae
13. Papilionaceae
14. Papaveraceae
15. Graminae
16. Ranunculaceae
18. Rutaceae
18. Rubiaceae
19. Rhamnaceae
20. Solanaceae
No. Fisiologis
1. Biji-bijian
a. Rye Tripsin inhibitor
b. Milo Tannin
2. Umbi-umbian
a. Kentang Alkaloid solanum
b. Cassava Sianogenik glukosida
3. Suplemen protein
a. Kacang kedelai Tripsin inhibitor
b. Kapas Gosipol
4. Hijauan
a. Alfalfa Saponin
b. Leucaena spp. Mimosin
5. Rumput-rumputan
a. Rumput tropik Oksalat
b. Hijauan sorgum Sianogem
6. Lain-lain
a. Hijauan brassica Brassica anemia factor
8.2.2.1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa,
biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid terdistribusi secara luas pada
tanaman. Diperkirakan sekitar 15 – 20% vascular tanaman mengandung lakaloid.
Banyak alkaloid merupakan turunan asam amino lisin, ornitin, fenilalanin, asam
nikotin, dan asam antranilat. Asam amino disintesis dalam tanaman dengan proses
dekarboksilasi menjadi amina, amina kemudian dirubah menjadi aldehida oleh amina
oksida. Alkaloid biasanya pahit dan sangat beracun.
Alkaloid ini diklasifikasikan lagi berdasarkan tipe dasar kimia pada nitrogen
yang terkandung dalam bentuk heterosiklik. Klasifikasi alkaloid tersebut meliputi
pirrolizidine alkaloids, peperidine alkaloids, pyridine alkaloids, indole alkaloids,
quinolizidine alkaloids, steroid alkaloids, policyclic diterpene alkaloids, indolizidine
alkaloids, tryptamine alkaloids, tropane alkaloids, fescue alkaloid dan miscellaneous
alkaloid. Peranan alkaloid dalam jaringan tanaman tidak pasti, mereka telah dikenal
sebagai produk metabolik atau substansi
Tanaman yang kaya akan alkaloid adalah apocynaceae, barberidaceae,
liliaceae, menispermaceae, papaveraceae, papilionaceae, ranunculaceae, rubiaceae,
rutaceae dan solanaceae. Sedangkan golongan yang mempunyai alkaloid sedang
adalah caricaceae, crassulaceae, erythroxylaceae dan rhamnaceae. Sedangkan yang
tidak mengandung alkaloid adalah labiatae dan salicaceae.
8.2.2.2. Glikosida
Glikosida adalah eter yang mengandung setengah karbohidrat dan setengah
non karbohidrat (aglikon) yang bergabung dengan ether bond. Glikosida biasanya
adalah substansi yang pahit. Seringkali aglikon dikeluarkan oleh aksi enzimatis
ketika jaringan tanaman mengalami luka. Klasifikasi lebih lanjut dari glikosida
adalah sianogenik glukosida, goitrogenik glukosida, coumarin glukosida, steroid dan
triterpenoid glukosida, nitropropanol glikosida, visin, calsinogenik glikosida,
karboksiatraktilosida, dan isovlavon.
8.2.2.3. Protein
Beberapa inhibitor penting dalam tanaman adalah protein. Anggotanya
meliputi protease (tripsin) dan amilase inhibitor, lektin (hemaglutinin), enzim, protein
sitoplasma tanaman.
8.2.2.5. Karbohidrat
Hanya sedikit sekali problem keracunan dari senyawa karbohidrat. Xilose
yang merupakan gula heksosa menyebabkan pengurangan pertumbuhan dan katarak
pada mata babi dan ayam. Pada oligosakarida, raffinosa tidak dapat dicerna dalam
usus halus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri di hindgut. β -glukan pada
gandum kebanyakan menyebabkan problem nutrisi pada unggas.
8.2.2.6. Lemak
Sangat jarang lemak menyebabkan karacunan. Lemak yang beracun meliputi
asam erucic pada rapeseed, yang menyebabkan myocardial lesions pada tikus.
Lemak lainnya yang beracun adalah asam lemak siklopropenoid yang terdiri dari
asam sterkulat dan asam malvalat pada biji kapas yang menyebabkan albumin
berwarna pink berkembang pada telur yang disimpan, juga menyebabkan
kokarsinogen.
8.2.2.8. Glikoprotein
Beberapa contoh glikoprotein adalah lektin dan avidin. Avidin adalah
glikoprotein pada albumin telur yang menyebabkan antagonistis dengan vitamin B
(biotin). Telur mentah dapat digunakan untuk mempengaruhi defisiensi biotin dalam
eksperimen binatang. Defisiensi biotin terjadi
8.2.2.8. Glikolipid
Penyebab dari annual ryegrass toxicity (ARGT) diidentifikasi sebagai
keluarga glikolipid yang disebut corinetoksin. Anti nutrisi ini disintesis oleh
corynebacterium yang membentuk koloni, diproduksi oleh nematoda di dalam biji
ryegrass. Glikolipin ini mempengaruhi otak sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan dan mudah terkejut.
8.2.2.10. Resin
Senyawa resin bukan bagian yang penting dari banyak gambaran struktur,
tetapi umumnya mempunyai ciri-ciri fisik yang pasti. Resin larut dalam banyak
pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air dan tidak mengandung nitrogen. Salah
satu contoh resin adalah cicutoxin yang merupakan racun yang penting pada tanaman
cicuta spp. Cicutoxin merupakan salah satu racun yang sangat spektakuler yang
diketahui selama ini. Aksi langsungnya adalah pada sistem nervous sentral yang
memproduksi violent convultion.
H H
HOOC C CH2 HOOC C CH2 OH
NH2 NH2
Fenilalanin Tirosin
1 2
HOOC CH = CH HOOC CH = CH
OH
Asam sinamat Asam P-coumarin
OHC3 OH
Asam ferulat Asam kafeat
8.2.2.13. Mikotoksin
Mikotoksin adalah hasil metabolisme jamur yang merupakan anti nutrisi bagi
hewan. Mikotoksin menyebabkan peristiwa penyakit pada peternakan sedikitnya
pada 25 kasus penyakit. Beberapa mikotoksin antara lain adalah aflatoksin,
fomopsin, tremorgen, T-2 toxin, citrinin, ochratoxin, sporidesmin dan zearalenon.
Mikotoksin menyebabkan penurunan kondisi seperti kematian akut pada unggas
(turkey X diseases) kanker liver pada trout, lupinosis, fescue foot pada sapi,
keracunan sweet clover, facial eczema pada domba, ryegrass sraggers dan ergotisme.
R2 C≡ N
Residu gula hampir selalu D-glukosa. Pada umumnya R1 adalah grup alifatik
atau aromatik dan R2 sebagian besar ditempati Hidrogen. Banyak senyawa-senyawa
yang mengandung sianida yang sudah ditemukan dalam tanaman, antara lain :
amigdalin, prunasin, sambunigrin, vicianin, durrin dan zierin yang fraksi glikonnya
(yang tidak mengandung sianida) terdiri dari gugus phenil dan gula-gula sederhana.
Kelompok yang lain yaitu linamarin (2(β -D-glukopiranosiloksi)2 isobutironitril) dan
lotaustralin (2(β -D-glukopiranosiloksi)2 methil butironitril) dengan fraksi glikon
berupa keton dan glukosa (Gambar 8.5. sampai dengan 8.8).
H3C C≡ N
R O-glukosa
Keterangan :
Apabila R = CH3, maka senyawa kimianya adalah linamarin
Apabila R = C2H3, maka senyawa kimianya adalah luteustralin
H3C C≡ N
C CH
H2C O-glukosa
C≡ N
O-gula
Keterangan :
Apabila ikatan gula adalah glukosa S-isomer maka senyawa kimianya : prunasin, R-
isomer maka senyawa kimianya : sambunigrin dan Campuran R,S maka senyawa
kimianya : prulaurasin
Apabila ikatan gula adalah gentibiosa maka senyawa kimianya adalah amygdalin
Aapabila ikatan gula adalah vicianosa maka senyawa kimianya adalah vicianin
C≡ N
HO CH
O-glukosa
Keterangan :
Apabila S-isomer maka senyawa kimianya adalah dhurrin
Apabila R-isomer maka senyawa kimianya adalah taksifilin
C C
L-valin Linamarin
NH2
I
C C
L-isoleusin Lotaustralin
NH2 H
I I
OH CH C COOH OH C C≡ N
L-tirosin dhurrin
NH2
I
CH2C COOH C C≡ N
I
O
I
C6H12O6
L-fenilalanin Prunasin
Gambar 8.9. Struktur homolog antara senyawa glukosida sianogenik
dengan asam amino
Emulsin, suatu sistem enzim yang didapat pada biji almond (Prunus
amygladus, Rosaceae) akan mengkatalisis baik hidrolisis gula maupun pembentukan
asam sianida. Pada amigladin, gentibiosa mula-mula terhidrolisis menjadi glukosa
(membentuk prunasin), kemudian molekul glukosa kedua lepas. Emulsin spesifik
untuk glikosida sianogenik aromatik, sedangkan linammarinase (glukosidase) yang
terdapat pada biji flax, white clover dan ubi kayu akan mengkatalisa hidrolisis baik
glikosida alifatik maupun aromatik tapi tidak mengkatalisis diglukosida. Secara
lebih rinci, dua contoh anti nutrisi dari senyawa glukosida sianogenik (linamarin dan
lotaustralin) serta derivatnya (asam sianida) dikemukakan dibawah ini.
R1 H R1 H R1 OH
C C C
R2 CH COOH R2 CH R2 C≡ N
I II
NH2 NOH
Asam amino Aldoxim Nitril
R1 O-glukosa R1 OH
C C
R2 C≡ N R2 C≡ N
Gkulosida sianogenik α -hidroksi nitril
8.2.3.1.1. Linamarin
Linamarin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. Sistem
metabolisme dalam tanaman menyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam
amino L-valin adalah linamarin. Komposisi kimiawinya dapat disajikan pada
Gambar 8.11. berikut ini.
H3C O-glukosa
C
H3C C≡ N
CH3 CH3
linamarin glukosa aceton
8.2.3.1.2. Lotaustralin.
Lotaustralin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. Sistem
metabolisme dalam tanaman menyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam
amino L-isoleusin adalah lotaustralin. Komposisi kimiawinya dapat disajikan pada
Gambar 8.13. berikut ini.
H3C O-glukosa C
C
H5C2 C≡ N
R2 O H
Dalam kacang kedelai, anti tripsin mempunyai dua macam tipe yaitu : (1)
Kunitz inhibitor yang mempunyai ukuran molekul 20.000 sampai dengan 25.000
dengan aktifitas yang spesifik pada tripsin, terdiri dari 181 residu asam amino dengan
2 ikatan disulfida dan 63 asam amino yang aktif. Kunitz inhibitor bergabung dengan
stichiometically tripsin yaitu 1 mol inhibitor tidak aktif, 1 mol tripsin yang reaksinya
terjadi seketika dan salah satu bentuknya sangat sempit. Kunitz inhibitor
menunjukkan reaksi tripsin sebagai penghambat dengan cara yang sama yaitu reaksi
dengan pencernaan protein lain, tetapi sejumlah ikatan non kovalen dibentuk pada
tempat aktif dalam sebuah ikatan kompleks yang tidak dapat dirubah dan (2)
Bowman-Birk inhibitor (BBI) yang mempunyai ukuran molekul 6.000 sampai dengan
10.000 dengan proporsi ikatan disulfida tinggi dan dengan aktifitas menghambat
tripsin dan kimotripsin dengan cara mengikat pada tempat yang bebas, dan larut
dalam 60 persen etanol tetapi tidak larut dalam aseton. BBI mempunyai dua tempat
aktif yaitu satu menjepit tripsin dan yang satu menjepit kimotripsin kompleks. BBI
mempunyai rantai tunggal polipeptida dengan 71 asam amino dan 7 ikatan disulfida.
Mekanisme kerja anti tripsin dalam tubuh ternak dimulai dengan interaksi
antara tripsin (T) dengan substrat inhibitor (I) yang mengandung lisin dan arginin dan
membentuk ikatan peptida berbentuk tetrahedral (TI)t. Bila reaksi terjadi dalam
keadaan asam, maka anti tripsin akan cenderung menjadi substrat normal (TI)t.
Kemudian melalui pemecahan ikatan peptida dari enzim asal (TI)a, akan terbentuk
senyawa antara tetrahedral yang kedua (TI)t dan selanjutnya dihasilkan lagi senyawa
antara inhibitor (I) kedua. Mekanisme interaksi antara tripsin dengan inhibitor dapat
dilihat pada Gambar 8.15.
NH2 NH2
NH NH
NH OH OH
H2O
-OH-C=O-O-C-OH-O-C O-O-C-OH-OH-C=O
Anti tripsin akan memacu pembentukan dan sekaligus pelepasan zat seperti
pankreozimin yang bersifat seperti hormon dari dinding usus. Zat ini akan
merangsang pengeluaran enzim dari pankreas. Seperti diketahui pengeluaran enzim
dari pankreas diatur oleh mekanisme umpan balik karena adanya tripsin dan
kimotripsin dalam usus. Jelasnya, berkurangnya jumlah tripsin dan kimotripsin
dalam usus akan merangsang pengeluaran enzim-enzim pankreas dengan jalan
mengikat tripsin dan kimotripsin aktif dalam usus halus. Dengan demikian dengan
adanya anti tripsin, pankreas akan mengeluarkan enzim secara berlebihan. Karena
enzim itu sendiri adalah protein, maka ternak yang diberi pakan yang mengandung
anti tripsin tidak saja tidak dapat menggunakan protein yang terdapat dalam pakan
tersebut, melainkan juga kehilangan protein tubuh lewat enzim yang dieluarkan
secara berlebihan. Akibatnya ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung
anti tripsin akan mengalami beberapa gejala seperti kesulitan mengkonsumsi pakan,
hipertropi pankreatik dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel jaringan pankreas,
gangguan pencernaan protein, gangguan absorpsi lemak, pengurangan sulfur asam
amino dan terhambatnya pertumbuhan.
Pakan ikan yang mengandung anti tripsin cenderung akan membentuk
perluasan pankreas. Spesies yang berat pankreasnya melebihi 0,3 persen terhadap
berat tubuh akan cenderung meningkatkan perluasan pankreas, dimana pengecilan
ukuran pankreas menjadi tidak mungkin. Perluasan pankreas akan memperbesar
sekresi tripsin. Tripsin yang berlimpah dari perluasan pankreas menyebabkan
kekurangan sulfur asam amino. Efek yang paling akhir terjadi adalah terhambatnya
pertumbuhan.
Hampir semua anti tripsin dalam tanaman dapat dirusak oleh panas. Lebih dari
95 persen aktifitasnya dirusak dengan perlakuan panas dalam waktu 15 menit pada
suhu 100oC. Penggilingan pakan yang menggunakan ekstruder sangat efektif dalam
menghancurkan anti tripsin. Faktor penting dalam mengontrol perusakan anti tripsin
adalah suhu, lama pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air. Pemanasan yang
berlebihan akan merusak zat makanan yang lain seperti asam amino dan vitamin.
8.2.3.3. Aflatoksin
Aflatoksin merupakan kelompok yang terkait dengan keluarga struktur
bisfuranocoumarin yang diproduksi terutama oleh strain beracun dari aspergilus
flavus dan Aspergilus parasiticus. Hanya separuh dari strain tersebut yang diketahui
memproduksi racun. Meskipun jamur-jamur lain seperti Penicullum spp, Rhizopus
spp, Mucor spp dan streptomyces spp dapat memproduksi aflatoksin namun
relevansinya terhadap produksi ternak belum dapat diketahui. Nama aflatoksin
berasal dari Aspergillus (a), flavus (fla) dan toxin.
Aflatoksin dihasilkan oleh strain aspergillus yang tersebar luas dalam air dan
tanah. Pada saat kondisi lingkungan mendukung, tersedia substrat (berupa pakan atau
benih) sumber nutrisi, maka jamur akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Bentuk akhir dari aflatoksin akan sangat tergantung pada kondisi lingkungan (suhu,
kelembaban dan aerasi), substrat serta tipe jamur. Sebagai contohnya aspergillus
flavus yang tumbuh pada jagung, spasies ini akan memproduksi aflatoksin jenis B1
dan B2, sementara aspergillus parasiticus yang tumbuh pada jenis jagung yang sama
akan mampu menghasilkan keempat jenis racun tersebut. Sedangkan pada kedelai,
hanya sedikit aflatoksin B1 yang dapat dihasilkan oleh kedua jenis aspergillus
tersebut. Aspergillus flavus merupakan koloni jamur yang dapat menyerang benih.
Aspergillus flavus dapat membentuk koloni pada berbagai biji-bijian sumber pakan
ternak yang penting, termasuk dalam hal ini adalah jagung, padi-padian, kacang-
kacangan, biji kapuk, gaplek, kopra dan berbagai jenis biji-bijian yang lain. Secara
umum faktor lingkungan yang dibutuhkan untuk tumbuhnya jamur penghasil
aflatoksin tersebut adalah kelembaban lebih kurang 14 persen dan suhu lebih kurang
25 persen serta aerasi (O2) tertentu. Apabila persyaratan tersebut dipenuhi maka
investasi jamur akan terjadi dengan cepat.
Periode kritis yang berpotensi tinggi untuk investasi jamur tersebut adalah
periode pertumbuhan, periode panen, saat transportasi dan dalam periode
penyimpanan sangat rentan bagi tiga macam bahan, yaitu jagung, biji kapuk dan
kacang-kacangan. Kelompok padi dan kedelai biasanya terserang pada saat periode
penyimpanan. Faktor kondisi penyimpanan yang memacu munculnya jamur
disamping kelembaban dan suhu optimal juga pengaturan tingkat aerasi, karena
perbedaan suhu dapat menyebabkan migrasi kelembaban udara, rusaknya kernel dan
spora yang disebabkan oleh serangga serta harus terbebas dari debu, biji benih
rumput, dan pecahan kernel juga sanitasi didalam gudang harus diperhatikan secara
benar.
Pada jagung yang ditanam sepanjang musim kering dapat mengalami
kerusakan akibat serangga seperti ulat atau kumbang yang memakan bagian dalam
kernel. Kernel yang telah rusak akan lebih mudah terserang spora jamur yang
mungkin terbawa pada tubuh serangga. Kemudian spora tumbuh dan berkembang
biak dengan menggunakan nutrisi yang dihasilkan oleh kernel. Faktor pemacu
meningkatnya kontaminasi aflatoksin pada jagung adalah tertinggalnya jagung
diladang setelah tua, penanaman tertutup, kompetisi dengan semak dan tumput,
kelembaban jagung tinggi, mampu meningkatkan produksi aflatoksin. Penyimpanan
dalam silo hampa udara, atau penggunaan beberapa zat pengawet dapat
memperlambat pertumbuhan jamur secara efektif. Penyimpanan jagung kering secara
non aerobik akan dapat menyebabkan invasi berbagai jamur. Sedangkan untuk sisa
pakan yang ingin digunakan lebih dari sehari atau dua hari dapat disimpan dalam
kotak pakan maupun di dalam tempat pakan.
Pada biji kapuk, aflatoksin merupakan masalah utama yang disebabkan oleh
serangan serangga. Aspoergillus flavus menembus dinding karpel biji kapuk
sehingga timbul kerusakan yang akn dipergunakan sebagai lubang keluar ulat kapuk
yang berwarna pink. Kontaminasi kronis di lapangan terkait dengan kondisi suhu
lingkungan sekitar 34oC atau lebih sepanjang musim semi (Juli sampai dengan
Agustus di USA) yang disertai hujan deras yang tiba-tiba. Apabila pemanenan biji
kapuk dilakukan sebelum uap air/kelembaban menguap, biasanya aflatoksin akan
segera timbul dalam penyimpanan. Saat biji kapuk yang berisi aflatoksin diambil
minyaknya, maka sebagian besar racunnya terkumpul di dalam bungkilnya. Bungkil
biji kapuk merupakan sumber protein untuk pakan ternak dan unggas. Pada tahun
1960 terjadi kasus serius dalam penetasan ikan Trout yang diberi bungkil biji kapuk
karena timbul kanker hati akibat aflatoksin yang terkandung dalam bungkil biji kapuk
tersebut. Sedangkan pemberian bungkil biji kapuk yang terkontaminasi aflatoksin
untuk ternak perah menimbulkan masalah akibat adanya kemungkinan terjadi
translokasi metabolis aflatoksin M1 ke dalam air susu.
Sedangkan pada kacang tanah, jamur Aspergillus spp. dapat muncul ketika
kacang masih berada di dalam tanah dan belum digali, saat dikeringkan atau diangin-
anginkan serta dalam periode penyimpanan. Sebelum penggalian, invasi telah timbul
akibat dipacu oleh tekanan musim kering, kerusakan biji kacang ataupun ketuaan.
Setelah penggalian, invasi dan pembentukan jamur didukung dengan kelembaban 14
sampai dengan 30 persen namun dapat dicegah dengan kelembaban yang lebih tinggi.
Bungkil kacang tanah yang digunakan sebagai pakan biasanya membawa sejumlah
besar spora aspergillus, akibatnya apabila kondisi kelembaban dan suhu lingkungan
mendukung maka penyebaran spora akan terjadi dengan cepat dan mudah
berkembang biak. Proses pembentukan aflatoksin dalam tumbuhan secara umum
dapat digambarkan pada Gambar 8.16.
Gen
Regulasi transkripsional
MRNA
Regulasi translasional
Ketersediaan substrat
8.2.3.4. Cyclopropionid
Cyclopropinoid adal;ah jaringan asam lemak tak jenuh yang terdiri atas
sterculit dan asam malvalit yang terbentuk dalam minyak biji kapuk pada tingkat 1-
2% dari minyak mentah pada rposes pembuatan yang kurang sempurna. Dilihat dari
ciri fisik yang dimiliki oleh asam cyclopropinoid yakni sejenis obat bius dimana
mengikat organel dalam sel yang menghasilkan energi, mempunyai serat kasar tinggi,
palatabilitas rendah yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, lignin dan silikat.
Adapun rumus bangun dari Cyclopropinoid terdapat pada Gambar 8.17.
CH2
Asam Sterkulat
CH2
Asam Malvalat
8.2.3.5. Mimosin
Mimosin merupakan senyawa asam amin heterosiklik, yaitu asam amino yang
mempunyai rantai karbon melingkar dengan gugus berbeda. Dalam hal ini yang
mempunyai gugus keton dan hidroksil pada inti pirimidinya, yang diketahui bersifat
toxic. Mimosin sering disebut leusenina, dengan rumus molekul C8H10O4N2. Dilihat
dari strukturnya mimosin merupakan turunan dari protein , hal ini dicirikan oleh
adanya unsur N pada strukturnya. Sebab hal yang membedakan antara protein dengan
karbohodrat dan lemak secara struktural adalah adanya unsur N.
Secara struktural mimosin hampir sama dengan tyrosin , tapi berbeda pada
fungsinya. yaitu merupakan zat anti nutrisi ysng berada pada salah satu bahan pakan,
dimana zat tersebut apabila dikonsumsi oleh ternak dapat menyebabkan penurunan
penampilan hewan ternak tersebut. Bahkan pada salah satu zat ani nutrisi lain dapat
menyebabkan kematian. Sedangkan tyrosin merupakan hormon yang berfungsi
sebagai pencegah gondok. Mimosin mempunyai rumus bangun pada Gambar 8.18.
HO NH2
O N CH2 CH COOH
DHP ini yang menyebabkan terhambatnya fungsi iodin dalam kelenjar tyroid .
Adanya metabolisme DHP tersebut yang dapat menyebabkan racun dalam
metabolisme tuubuh. Sedang faktor penyebab animea adalah dikarenakan
metabolisme dimetyl disufide. Pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi
pemberian bahan pakan yang mengandung senyawa tersebut dalam ransum yaitu
kurang dari 5%. Mimosin diketahui stabil dan sedikit larut dalam air. Kelarutannya
adalah 1 : 500 (1 gram dalam 500 cc air) sehingga apabila senyawa tersebut
dilarutkan lebih dari 500cc air maka senyawa tersebut akan berkurang sifat toxiknya.
Mimosin merupakan senyawa yang tidak mudah rusak pada pemanasan biasa , kadar
kerusakannya mulai terjadi jika dilakukan pemanasan tinggi, sekitar 227-2280C, hal
ini dapt dipakai sebagai pencegahan keracunan dengan memanasan terlebih dulu
bahan paka yang mengandung senyawa tersebut sebelum diberikan kepada ikan.
8.2.3.6. Gosypol
Gosypol merupakan salah satu dari sekian banyak zat anti nutrisi yang banyak
terdapat pada pakan ikan, dan merupakan senyawa golongan polifenol dengan nama
kimia 1,1’-6,6’-7,7’–heksahidroksi–5,5’–diisopropil–3,3’–dimetil (2,2’–binaflatena)–
8,8’–dikarboksaldehida yang lebih mudah disebut gosypol dengan rumus kimia C30
H30O8. Gosypol adalah padatan berbentuk habkur kuning dengan bobot molekul
518,5. Gosypol memiliki gugus fungsional yang reaktif terhadap senyawa didalam
tubuh terutama yang memiliki gugus amino dan ion besi sehingga menganggu reaksi
biokimia tubuh.
Gosypol adalah senyawa reaktif dan menunjukkan keasaman kuat yang dapat
bertindak sebagai fenol ataupun aldehid, gosypol dengan asam dibasis membentuk
garam netral bila dilarutkan dalam alkali. Gosypsol pada titik leleh suhu 1840C
terkristalisasi dalam eter pada suhu 1990C dalam chloroform dan pada suhu 2140C
dalam ligroin. Adanya interval yang banyak karena polimerfisma dari gypsol . Dalam
bentuk kristal mudah larut dalam larutan organik dan sangat peka terhadap cahaya.
Gosypol pada umumnya terdapat didalam biji-bijian seperti biji kapas, biji
kapuk, ataupun biji okra, selain itu terdapaat pula pada bagian lain dari tanaman
seperti batang, daun , benang sari dan kulit kapas. Pada tanaman kapas sebagai salah
satu penghasil bungkil yang merupakan penghasil protein dan energi yang tinggi bagi
makanan ikan. Tetapi sangat disayangkan protein tersebut tidak dapat digunakan
secara bebas oleh ikan karena mengandung polifenol, gosypol bebas ataupun yang
terikat dapat meracuni ikan yang memakannya. Gosypol bebas adalah yang paling
berbahaya , bungkil biji kapas yang kaya akan gosypol mengandung ± 0,517%
sedangkan gosypol yang terikat misalnya dengan senyawa FeSO4 tidak berbahaya.
Dalam praktek 400 mg gosypol bebas per kg makanan dapat meimbulkan
gejala keracunan dalam 6-8 minggu, Gejala-gejala keracunan tersebut erat
hubungannya dengan konsentrasi dan waktu gosypol tersebut dimakan oleh ikan yang
bersangkutan. Efek gosypol terlihat nyata pada beberapa hari setelah ikan tersebut
memakan gosypol. Pemberian buungkil biji kapas pada ikan memberikan pengaruh
terhadap penurunan kualitas telur. Minyak biji kapas mengandung asan lemak
dengan rantai cyclopropena yang mana menyebabkan warna merah jambu pada putih
telur , asam lemak ini juga yang menyebabkan deposisi yang besar dari stearic dam
asam palnitik didalam depot lemak. Jadi telur ikan yang mengkonsumsi minyak biji
kapas memiliki asam stearic lebih besar.
OH
O
HO
OH
OH
Tannin terdiri dari dua kelompok, yaitu condensed tannin dan hydrolizable
tannin. Kelompok condensed tannin merupakan tipe tannin yang terkondensasi,
tahan terhadap degradasi enzim, tahan terhadap hidrolisa asam, dimetilasi dengan
penambahan metionin, sering kompleks susunannya dan banyak dijumpai dalam biji-
bijian sorghum. Condensed tannin diperoleh dari kondensasi flavanol-flavanol
seperti catechin dan epicatechin, tidak mengandung gula dan mengikat protein sangat
kuat sehingga menjadi rusak. Komposisi kimianya dapat dilihat pada Gambar 8.20.
OH
HO OH
OH
OH
OH
HO OH
OH
OH
OH
HO OH
OH
HO
HO COOH
O
HO -CH=CH-C-O
OH
HO OH
HO -CH=CH-COOH
HO
Caffeic acid
Oksidasi polifenol
O CH=CH-COOH
HO Caffaqumone
8.2.3.8. Patulin
Patulin adalah sebuah hemiacetal lactone yang dihasilkan oleh beberapa
spesies dalam genus aspergillus, penicillum, dan bhyssoclamys. Jamur-jamur tersebut
umumnya terdapat pada buah-buahan, seperti apel, jeruk , anggur dan serealia (beras,
jagung, gandum dan shorgum) Racun tersebut selain beracun bagi tanaman inang,
juga bagi hewan dan memiliki aktivitas yang berpotensi antibiotik. Hampir semua
jenis jamur penghasil patulin dapat diketahui pada tahun 1940–an pada saat penelitian
antibiotik sedang intens dilakukan. Struktur kimia patulin dapat dilihat pada Gambar
8.23.
O
O C
OH
O
Kemunculan patulin didalam bahan pangan dan pakan dapat diketahui secara
pasti hingga terbukti bahwa kontaminasi alami dalam produk–produk pertanian
menyebabkan terjadinya pembusukan buah pada berbagai jenis apel dan jenis apel
juss/cider. Pada komoditi ini ditemukan kandungan patulin sekitar 1000 ppm. Racun
ini juga diimplikasikan dalam kasus keracunan beberapa ternak dan kambing.
Menurut prinsipnya jamur yang berpotensi mengkotaminassi pangan dan pakan,
diurutkan jamur-jamur tersebut mulai dari P, U, Pe, Pm, Pc, A clavatus, A.t, dan B
nivea. Meskipun jamur penghasil patulin tersaebut ditemukan secara berkala di dalam
bahan pangan seperti sereal dan legum , namun racun itu tidak dan belum dapat
dideteksi secara tepat. Patulin relatif tidak stabil dibawah kondisi alkalin dan asam
berat, namun cukup stabil dalam lingkungan asam. Hal tersebut dihitung berdasarkan
kestabilannya pada suhu tinggi masing-masing bahan. Sepanjang waktu
pemecahannya, patulin bereaksi dengan sulfidril yang mengandung asam-asam amino
atau protein pembentuk ikatan patulin sistein. Meskipun kurang reaktif dibanding
patulin, namun ikatan yang terjadi mampu menghambat beberapa racun yang
berpotensi dari bentuk racun semula. Belum ada studi toxikologis yang terkait dengan
pengaruh patulin pada ternak domestik, namun ada beberapa bukti tidak langsung
yang menunjukkan gejala toksikosi patulin.
Patulin juga bersifat racun pada bekteri, protozoa dan jamur. Pada
kenyataannya meskipun telah diuji kemungkinan penggunaan antibiotik pada
manusia secara ekstensif tapi terbukti menjadi terlalu beracun. Beberapa peneliti
berspekulasi bahwa ingesti patulin akan dapat merusak gastrointesnital mikroflora.
Belum ada study metabolisme ikan terkait dengan hal tersebut. Study pada tikus
menngindikasikan metabolisme yang cepat dan pemusnahan. Oleh karena itu dapat
diperkirakan bahwa patulin memiliki potensi yang rendah untuk meninggalkan residu
dalam bahan pakan alami ikan.
Pada pengujian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi makanan yag
megandung patulin dapat diketahui bahwa LD50 patulin adalah sebesar 29 mg/kg dan
setelah 2 hari sejak pemberian patulin semua tikus mati dan didapatkan adanya
pembengkakan perut karena terisi penuh cairan, pada penelitian lain dengan cara
injeksi patulin ke otot tikus didapat bahwa patulin mempunyai LD50 sebesar 0,3
sampai 0,7 mg/20 gram berat tikus. Upaya pencegahan terhadap timbulnya racun
tersebut dapat dilakukan dengan cara mencegah infeksi atau tumbuhnya jamur dapat
dilakukan dengan mengatur kondisi penyimpanan bahan sehingga jamur tidak dapat
tumbuh.
Salah satu kelemahan penyusunan pakan ikan selama ini adalah kurang
mengoptimalkan potensi bahan pakan lokal. Umumnya sebagian bahan pakan
terutama sumber protein masih impor seperti bungkil kacang kedelai dan tepung ikan.
Akibatnya harga bahan pakan tersebut relatif mahal. Alasan yang umum dipakai
untuk pembenaran impor adalah belum adanya bahan pakan tersebut di daerah lokal
dan/atau standarisasi kualitas bahan pakan impor yang relatif stabil. Sementara
potensi bahan pakan lokal sampai saat ini belum tergarap dengan baik. Bungkil
kacang kedelai memang kurang terdapat di daerah lokal karena jarang terdapat
industri pembuatan minyak kedelai. Sementara potensi tepung ikan sebenarnya
relatif banyak. Beberapa industri pengolahan tepung ikan sudah mencoba membuat
standarisasi kualitas yang baku, tetapi masih banyak industri yang belum bergerak ke
arah standarisasi mutu. Potensi lokal untuk mengganti bahan pakan sumber protein
sebenarnya dapat dimaksimalkan. Di banyak daerah di Indonesia terdapat bahan-
bahan pakan sumber protein bari hewani maupun nabati, seperti bungkil biji karet,
bungkil kelapa, bungkil inti sawit, isi rumen dan lain-lain. Bungkil biji karet
didapatkan dari industri minyak karet. Sementara itu perkebunan karet tersebar di
seluruh pulau Jawa dan Sumatera. Demikian juga bungkil kelapa dan bungkil inti
sawit terdapat dalam jumlah besar di seluruh kepulauan Indonesia. Isi rumen
umumnya menjadi limbah dan mengganggu lingkungan. Sementara apabila
dioptimalkan dapat menghasilkan sumber bahan pakan yang luar biasa banyak karena
setiap hari selalu tersedia di rumah pemotongan hewan.
Ketersediaan suatu bahan pakan mempengaruhi pemilihan dan harga bahan
pakan tertentu. Ketersediaan menyangkut ada tidaknya potensi bahan pakan tersebut
di suatu daerah, kondisi musim yang mempengaruhi penanaman suatu bahan pakan,
tersedia dalam jumlah banyak tetapi tidak atau kurang dapat digunakan dan atau
kalau digunakan harus diolah dahulu sehingga harga menjadi mahal dan tingkat
persaingan penggunaan dengan manusia.
Setiap daerah mempunyai potensi suatu bahan pakan tertentu pula. Pada
daerah yang relatif subur, kebutuhan bahan pakan lokal untuk ikan umumnya
tercukupi. Di daerah Jawa kedua potensi bahan pakan jagung dan bekatul umumnya
melimpah. Sehingga variasi harga tidak terlalu besar dari waktu ke waktu. Berbeda
dengan daerah kering seperti di luar Jawa terutama di Nusa Tenggara yang potensi
bahan pakan lokalnya kurang. Pasokan yang didapat umumnya dari daerah lain.
Sehingga variasi harga umumnya tajam. Umumnya pada daerah kering kebutuhan
bahan pakan ikan yang dominan dapat diganti dengan potensi lokal. Seperti jagung
dapat diganti dengan sorghum yang mempunyai karakteristik zat makanan hampir
sama. Di daerah utara Jawa yang relatif lebih kering tanaman sorghum mudah
didapatkan tetapi belum dikembangkan secara besar-besaran.
Kondisi musim mempengaruhi ketersediaan suatu bahan pakan. Bekatul
umumnya mudah didapatkan pada saat musim panen padi pada musim penghujan.
Sehingga harga bekatul pada saat tersebut umumnya relatif lebih murah dibandingkan
pada saat musim kemarau. Hal seperti ini juga dialami juga oleh jagung. Musin
kemarau umumnya menyebabkan ketersediaan suatu bahan pakan menjadi berkurang
sementara musim penghujan ketersediaan suatu bahan pakan menjadi berlebih.
Pada beberapa daerah potensi bahan pakan ikan sangat banyak, tetapi kurang
atau tidak dapat dimanfaatkan karena beberapa alasan, antara lain kandungan anti
nutrisi tinggi, harus diolah dahulu supaya dapat tersedia ataupun masyarakat tidak
menyadari kegunaan bahan pakan tersebut. Contoh yang paling nyata adalah bungkil
biji karet. Biji karet berlimpah ruah di daerah Jawa dan Sumatera, tetapi harus diolah
dahulu supaya isi biji karet tersebut dapat digunakan sebagai bahan pakan. Setelah isi
biji karet dikeluarkan selanjutnya diperas untuk diambil minyaknya. Bungkil yang
didapatkan akan mengandung protein yang relatif tinggi. Kelemahannya adalah
adanya anti nutrisi asam sianida yang harus diolah kembali supaya dapat
dipergunakan sebagai bahan pakan. Disamping itu sampai sekarang masyarakat di
sekitar perkebunan karet hanya menganggap biji karet sebagai limbah, sehingga
kurang dimanfaatkan. Hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai konsumsi
manusia.
Tingkat persaingan penggunaan bahan pakan ikan dengan manusia terjadi
pada bahan baku utama, yaitu jagung. Selama ini jagung merupakan salah satu
makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia. Akibatnya tingkat ketersediaan yang
seharusnya tinggi menjadi rendah karena digunakan oleh manusia. Hal ini akan lebih
diperparah lagi pada musim kemarau yang tingkat ketersediaan riil jagung berkurang
karena penanaman jagung sudah berkurang.
Kandungan zat-zat makanan pada masing-masing bahan pakan berbeda-beda.
Setiap bahan pakan mempunyai kelebihan pada suatu zat makanan tertentu tetapi
mempunyai kekurangan pada zat makanan yang lain. Hal tersebut menyebabkan
adanya pengelompokan suatu bahan pakan berdasarkan kandungan zat-zat makanan.
Bahan pakan sumber energi adalah suatu bahan pakan yang mempunyai kandungan
karbohidrat, lemak dan protein yang berenergi tinggi. Contoh bahan pakan tersebut
antara l;ain adalah jagung, sorghum, minyak dan bekatul. Bahan pakan sumber
protein adalah bahan pakan yang kaya akan kandungan protein. Contoh bahan pakan
tersebut adalah tepung ikan, tepung daging, tepung darah, tepung udang, bungkil
kacang tanah, bungkil kacang kedelai, bungkil biji karet, bungkil kelapa dan lain-lain.
Bahan pakan sumber vitamin menunjukkan bahwa bahan tersebut diperlukan untuk
melengkapi kebutuhan vitamin ikan. Umumnya setiap bahan pakan mempunyai
kandungan vitamin yang cukup. Untuk menambah kebutuhan vitamin dapat
dilakukan dengan memberi vitamin sintetis buatan pabrik. Contohnya adalah
premiks. Bahan pakan sumber mineral umumnya mudah didapatkan. Contohnya
adalah tepung batu, kapur, tepung tulang dan lain-lain.
Harga bahan pakan penyusun pakan ikan sangat mempengaruhi secara
ekonomis terhadap harga pakan tersebut. Umumnya bahan pakan sumber energi
seperti jagung, sorghum dan padi-padian lainnya berharga murah kecuali minyak.
Harga minyak mahal karena murni sebagai sumber energi tanpa ada sumber zat
makanan lainnya dan umumnya buatan pabrik. Minyak dianjurkan untuk diberikan
pada ikan dalam jumlah yang relatif sedikit. Campuran minyak pada pakan maksimal
dibawah 5%. Apabila minyak dalam pakan berlebihan akan menyebabkan pakan
mudah tengik.
Bahan pakan sumber utama energi adalah jagung. Jagung mempunyai
kelebihan dibanding bahan pakan sumber energi yang lain karena kandungan energi
relatif tinggi., tingkat ketersediannya yang tinggi dan berkesinambungan, komposisi
zat makanannya relatif seimbang kecuali kekurangan asam amino dan lisin dan relatif
tidak ada anti nutrisi.
Bahan pakan sumber energi yang lain seperti sorghum harganya selalu lebih
murah dibandingkan dengan jagung dan mempunyai kandungan zat-zat makanan
yang hampir berimbang dengan jagung, tetapi tingkat ketersediaan sorghum relatif
lebih rendah. Di daerah Jawa, sorghum hanya dijumpai pada daerah lahan kering di
utara Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Madura. Selain itu sorghum memiliki
kandungan anti nutrisi tannin yang sangat berbahaya bagi ikan. Tannin menyebabkan
protein tidak terserap karena diikat oleh tannin dalam saluran pencernaan.
Sumber energi yang lain adalah bekatul. Harga bekatul relatif lebih murah
dibanding dengan sumber energi lain, mempunyai kandungan protein yang lebih
tinggi (sekitar 12 – 13%) dan tersedia dalam jumlah banyak. Tetapi kelemahan
bekatul adalah kandungan energi relatif agak rendah dan mempunyai sifat bulky
(amba atau mudah mengenyangkan). Oleh sebab itu dianjurkan tidak terlalu banyak
menggunakan bekatul dalam campuran pakan.
Bahan pakan sumber protein umumnya mahal. Bahan pakan ini sampai
sekarang sebagian besar (90%) masih di impor dari luar negeri. Bahan pakan sumber
protein sebagai penyusun utama pakan ikan adalah bungkil-bungkilan dan produk
hewani. Bungkil-bungkilan yang utama adalah bungkil kacang kedelai, bungkil
kacang tanah, bungkil kelapa, dan bungkil wijen. Bungkil kacang kedelai
merupakan sumber utama bahan pakan ikan dari keluarga bungkil-bungkilan.
Bungkil kacang kedelai mempunyai kandungan protein berkisar 40 – 45%. Problem
utama bungkil kacang kedelai adalah tingkat ketersediaan yang masih tergantung
pada impor. Problem tersebut menyebabkan harga bungkil kacang kedelai mengikuti
kurs mata uang asing terutama dollar karena sebagian besar harus diimpor dari
Amerika Serikat. Pada masa krisis ekonomi di Indonesia yang dimulai sejak tahun
1997 sampai sekarang ketersediaan bungkil kedelai menjadi sangat langka sehingga
menyebabkan banyak industri pakan ikan gulung tikar. Problem bungkil kacang
kedelai yang lain adalah adanya anti nutrisi anti tripsin yang mengganggu
metabolisme tripsin.
Sumber protein lain bagi ikan adalah produk hewan. Beberapa contohnya
adalah tepung ikan, tepung daging, tepung udang dan tepung darah. Tepung ikan
merupakan sumber protein yang memiliki kandungan protein paling tinggi berkisar
60%. Problem tepung ikan mirip dengan bungkil kacang kedelai, yaitu ketersediaan
tergantung pada impor dan harganya relatif lebih mahal dibanding sumber protein
lainnya.
Sumber mineral untuk menyusun pakan ikan umumnya memiliki harga yang
murah dan tingkat ketersediannya tingggi. Bahan-bahan tersebut antara lain adalah
yang tersedia dalam jumlah banyak di alam dan dapat diolah adalah tepung kerang,
tepung batu, tepung tulang dan kapur. Sementara itu terdapat juga bahan pakan
sumber mineral sintetis buatan pabrik antara lain adalah kalsium karbonat, kalsium
fosfat, fosfat koloidal dan natrium fosfat monobasic.
Umumnya bahan pakan sumber vitamin mahal harganya karena terbuat dari
sintetis. Hal ini diiimbangi oleh tingkat penggunaan yang relatif sedikit sekali.
Vitamin-vitamin sintetis yang digunakan antara lain adalah vitamin A, sterol-sterol
hewan yang disinari, riboflavin dan lain-lain. Produk yang dikenal umumnya disebut
dengan premiks. Premiks merupakan gabungan dari vitamin, mineral dan asam
amino.
Supaya bahan pakan meningkat kualitasnya, maka perlu adanya feed additive.
Beberapa feed additive yang umum digunakan adalah asam amino metionin dan lisin.
Metionin dan lisin ditambahkan untuk menutupi kekurang seimbangan asam amino
tersebut di dalam pakan sebab jagung sebagai bahan pakan dominan umumnya
kekurangan asam amino lisin dan metionin.
Dalam menyusun pakan hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih
bahan pakan. Pemilihan tersebut dengan memilah bahan pakan tersebut berdasarkan
kandungan zat makanannya, seperti bahan pakan sumber energi, sumber protein,
mineral dan vitamin. Beberapa bahan pakan dan kandungan zat makanannya dapat
dilihat pada Tabel 9.1 dan 9.2.
Apabila pemilihan bahan pakan sudah dilakukan, langkah selanjutnya adalah
mengetahui kebutuhan zat-zat makanan ikan. Masing-masing ikan memiliki
kebutuhan zat-zat makanan yang berbeda tergantung pada tujuan produksi.
Kebutuhan zat-zat makanan ikan dapat dilihat pada Tabel 9.3.
Keterangan :
1. Pacific salmon
2. Rainbow trout
3. Channel catfish
4. Common carp
5. Yellowtail
a. Asam linoleat
b. EPA dan DHA
selanjutnya
18,75
Jadi untuk pakan jadi terdiri dari basal mix, protein mix dan mineral mix tersusun
dari :
Basal mix : 75 x 96 kg = 72 kg
100
Protein mix : 25 x 96 kg = 24 kg
100 +
subtotal 96 kg
Mineral mix : 4 kg
+
Total 100 kg
Contoh 2.
Susunlah pakan ikan (dimisalkan) dengan ketentuan susunan bahan pakan dan
kebutuhan tercantum dalam Tabel 9.4.
Langkah penyelesaian
a. Bila hanya tersedia tepung daun lamtoro saja maka berdasarkan kandungan zat
makanan dari tepung daun lamtoro masih terdapat kekurangan ME, protein dan
Ca. Oleh sebab itu untuk mencukupinya masih harus ditambah pakan lain yang
nantinya dapat memenuhi kebutuhan akan nutrisinya.
b. Untuk mudahnya dibuat pakan yanng terdiri dari tepung daun lamtoro dan
campuran butiran yang sama banyaknya ( 1 : 1). Jadi agar diperoleh ME sebesar
2,80 Mcal/kg sesuai dengan kebutuhan maka campuran butiran (sorghum,
b.kedelai, dan tetes) tersebut harus mengandung :
2,20 + X = 2,80
2
3,40
0,24
Disini kebutuhan perbandingan antara tetes dan sorghum adalah sama, jadi
campuran butiran (campuran 1) tersusun dari tetes 50 % dan sorghum 50 %.
Dengan demikian maka kandngan protein dari campuran 1 sebesar :
2,14
Disini dibuat sama seperti ketentuan (b) diatas dan disini diperoleh campuran II
yang mempuyai kandungan protein sebesar : 13,74 %.
e. Untuk mendapatkan campuran II dengan protein sebesar 13,74% dapat dikerjakan
sebagai berikut :
Campuran II 8,45 37,16
13,74
42,45
37 ,16
Campuran I : x100 % = 87 ,54 %
42 ,45
5,29
Bungkil Kedelai : x100 % = 12 ,46 %
42 ,45
Protein :
T. lamtoro = 11,60/100 x 3.00 g = 0,35 g
Fosfor :
Kalsium :
T. lamtoro = 0,46/100 x 3,00 g = 0,0138 g
Vitamin A :
Contoh :
Susunlah pakan dengan 20 % PK dan 2,8 Mcal ME /kg dengan komposisi
bahan pakan sebagaimana terdapat pada Tabel 9.5.
Tabel 9.5. Komposisi bahan pakan penyusun pakan
Langkah pengerjaannya
Persamaan
I x 0,45 0,45x + 0,45y + 0,45z = 45(A)
Persamaan
Persamaan
Persamaan IV
0,265y + 0,325z = 25
0,365y + 10,34 = 25
0,365y = 14,66
y= 40,16
Persamaan I
X + Y + Z = 100
X = 28,04
Jagung = 40,16 kg
Bekatul = 31,80 kg
Uji kebenaran :
Protein :
ME :
Program UFFF ini merupakan program yang dapat menyusun pakan dengan
sangat mudah dengan komposisi bahan pakan dan zat makanan yang digunakan dapat
berjumlah banyak. Ada 6 bagian program pada UFFF, yaitu:
1. The Ingredient Names and Limit . (Balance Ingredient).
Di gunakan untuk komposisi / susunan bahan pakan yang diinginan terdiri
atas :
- Fixed : untuk bagian bahan pakan yang ditetapkan penggunaannya
misalnya : level tingkat penggunaan 0 – 4 – 8 – 12 persen atau bagian dan
seterusnya.
- Upper Limit : batas penggunaan bahan pakan yang tertinggi. Sebagai
contoh, jagung dibatasi sampai 60% penggunaan.
- Lower Limit : batas penggunaan pakan yang terendah. Sebagai contoh,
bungkil kacang kedelai digunakan sebanyak minimal 20%.
- Apabila ingin memasukkan bahan pakan dengan batasan tertinggi dan
terandah dapat dilakukan dengan memasukkan angka pada lower dan
upper limit sesuai dengan keinginan. Sebagai contoh, bahan pakan jagung
dapat dimasukkan sebanyak 40% pada lower limit dan 60% pada upper
limit.
2. The Nutritien and limit. (Nutritien Requirement)
Digunakan untuk mengisi kebutuhan zat-zat makanan pakan. Khusus untuk
mengisi berat/weight biasanya ditulis 100 kg, tetapi untuk berjaga-jaga
terhadap bahan pakan yang kurang pasti komposisi kimianya maka sebaiknya
angka yang dicantumkan kurang dari 100 misalnya : 99,5. Contoh bahan
pakan yang kurang pasti komposisi kimianya adalah premix, antibiotik, NaCl
dan lain-lain
3. The Ingredient / Nutrien matrix.
Diisi dengan komposisi zat-zat makanan dari bahan pakan yang digunakan.
Komposisi zat-zat makanan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
komposisi bahan makanan yang dukeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada
ataupun dari NRC.
4. The ingredient cost
Diisi dengan harga bahan pakan yang digunakan. Harga bahan pakan diisi
dengan harga pada saat bahan pakan tersebut dimasukkan sebagai salah satu
bahan penyusun pakan. Program UFFF akan mencari alternatif penyusunan
pakan dengan harga yang paling rendah.
5. The ingredient Ratios
Diisi dengan imbangan zat-zat makanan yang digunakan , misalnya imbangan
antara Ca : P, Lisin : Metionin dan seterusnya. Beberapa pakan untuk
hewan tertentu harus mencantumkan imbangan supaya tidak terjadi
ketidakefisienan pakan.
6. The Least – Cost Formula.
Berisi hasil pengolahan program UFFF terhadap bahan pakan yang
dimasukkan dalam program Program akan memilih pakan yang paling murah
dengan kondisi zat-zat makanan yang terpenuhi. Bagian program ini terdiri
dari:
- Formula Cost : harga pakan jadi
- Ingredient : bahan pakan yang digunakan
- Cost : harga/kg bahan yang digunakan.
- Actual Use : Komposisi bahan pakan yang digunakan
- Limits : batas penggunaan
- Contens : isi / kandungan / komposisi kimia pakan yang diperoleh
untuk masing-masing zat makanan.
BAB X
EVALUASI PAKAN
Uji kimiawi
Uji kimiawi dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi suatu bahan
pakan. Umumnya kandungan nutrisi yang diamati meliputi energi, protein dan asam
amino, lemak, serat kasar, abu dan mineral terutama kalsium dan fosfor, dan air.
Kandungan energi dapat diperoleh dengan menggunakan bom kalorimeter.
Kebutuhan energi yang digunakan untuk penyusunan pakan ikan adalah berbasiskan
pada Energi Tercerna (Digestible Energi). Digestibel energi diperoleh setelah
mengurangkan kandungan energi bruto pakan dengan energi feses ikan. Sedangkan
kandungan nutrisi yang lain dapat diperoleh dengan menggunakan analisa proksimat.
Cara memperoleh kandungan nutrisi tersebut dapat diterangkan dibawah ini.
Energi bruto = (oF) (W) - 13,8 (ml NaOH) (N) - Kawat (1400)
Berat sampel (gram)
= kal/gram
Keterangan :
t = kenaikan suhu (oF)
W = Nilai kesetaraan panas air bom
N = Normalitas NaOH
Kawat = Berat sisa kawat yang digunakan
1400 = Nilai energi kawat (kal/gram)
Keterangan :
a = berat cawan setelah dioven
b = berat sampel sebelum dioven
c = berat sampel + cawan setelah dioven
Keterangan :
a = berat cawan porselin
b = berat sampel
c = cawan porselin + sampel setelah dioven
Uji Ekonomi
Pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi pemeliharaan
ikan terutama dalam pemeliharaan ikan yang intensif. Setiap peternak ikan akan
berusaha meminimalkan biaya pakan untuk memperoleh hasil ikan yang optimal.
Ada beberapa langkah untuk meminimalkan biaya tersebut. Pemilihan bahan pakan
lokal akan sangat mengurangi biaya pakan. Umumnya tepung ikan dan bungkil
kedelai sebagian besar merupakan komponen bahan pakan yang masih harus diimpor.
Apabila kedua bahan pakan tersebut dapat diganti dengan bahan pakan yang sama
hasil produksi dari dalam negeri atau diganti dengan bahan pakan lain dengan
kualitas zat makanan yang sama, maka akan sangat mengurangi biaya pakan. Bahan
pakan lokal yang belum akrab di kalangan peternak ikan dapat digunakan untuk
menyusun pakan ikan seperti bungkil biji karet, sorghum, daun singkong, daun pisang
dan lain-lain.
Bahan pakan yang berasal dari limbah merupakan potensi yang patut di
cermati pula. Banyak potensi limbah yang belum termanfaatkan, baik yang berasal
dari limbah pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan industri. Limbah
pertanian yang umum digunakan adalah dedak, padahal masih banyak limbah lain
yang dapat digunakan antara lain empok, batang dan daun jagung, daun singkong dan
lain-lain. Limbah dari kehutanan antara lain adalah daun-daun dan buah-buahan sisa
hasil pemotongan kayu. Limbah perkebunan antara lain adalah biji karet, jambu
mete, biji kelapa sawit dan lain-lain. Sementara itu yang berasal dari limbah
peternakan antara lain adalah kotoran ternak, sisa dari rumah pemotongan hewan dan
bulu. Limbah yang berasal dari industri antara lain adalah limbah roti, ampas tahu,
dan ampas kecap.
Cara meminimalkan biaya pakan yang lain adalah dengan mengganti bahan
pakan yang mahal dengan bahan pakan yang lebih murah. Salah satu yang umum
diganti adalah sebagian jagung diganti dengan sorghum yang harganya umumnya
lebih murah. Cara ini agak mengandung resiko karena hampir tidak ada bahan pakan
yang mempunyai kandungan zat makanan yang sama. Kandungan zat makanan
sorghum memang hampir sama dengan jagung tetapi sorgum mempunyai kelemahan
dengan adanya zat anti nutrisi tannin. Tetapi cara penggantian dapat dilakukan
dengan cara lain yang lebih memungkinkan, yaitu mengkombinasikan dua atau lebih
bahan pakan dan diupayakan nilai kandungan zat makanan sama dengan satu atau
lebih bahan pakan yang akan diganti. Salah satu contohnya adalah campuran bungkil
biji karet dan minyak dapat mengganti campuran tepung ikan dan bekatul.
Ada dua faktor yang mempengaruhi biaya pakan yaitu harga per unit pakan
dan konversi pakan. Biaya pakan dapat diubah dengan suatu perbaikan konversi
pakan atau oleh rendahnya harga unit pakan dan oleh kombinasi dari kedua faktor
tersebut. Konversi pakan dapat diperbaiki dengan beberapa cara antara lain dengan
mengatur formulasi pakan, mengatur waktu pemberian pakan, jumlah pakan,
frequansi pemberian pakan dan cara pemberian pakan. Formulasi pakan diatur
dengan memperhatikan pertumbuhan dan spesies ikan. Waktu pemberian pakan
disesuaikan dengan tingkah laku ikan dalam hal mencari makanan. Jumlah pakan
yang diberikan harus dalam kondisi cukup, jangan kekurangan dan berlebihan dan
disesuaikan dengan pertumbuhan ikan. Semakin dewasa ikan, pakan yang diberikan
harus semakin banyak. Frequansi pakan diatur dengan melihat sifat biologi ikan agar
pakan tersebut berdaya guna. Cara pemberian pakan diusahakan disesuaikan dengan
sifat biologis ikan. Ada ikan yang senang dengan pakan yang melayang diair, ada
pula ikan yang senang dengan pakan yang terdapat di permukaan air.