Anda di halaman 1dari 292

BAB I

PENDAHULUAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami pengertian
pakan buatan, macam pakan berdasarkan tingkat kebutuhan ikan, kebiasaan makanan,
dan konsumsi makanan harian.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :


1. Menjelaskan pengerian pakan buatan
2. Menyebutkan dan menjelaskan macam pakan berdasarkan tingkat kebutuhan ikan
3. Menyebutkan dan menjelaskan kebiasaan makanan ikan
4. Menjelaskan konsumsi makanan harian ikan

1.1. Pengertian pakan buatan


Di alam, ikan dapat memenuhi kebutuhan makannya dengan pakan yang
tersedia di alam. Dalam hal ini ikan mempunyai kesempatan untuk memilih. Oleh
karena itu, pakan yang berasal dari alam selalu sesuai dengan selera ikan. Dalam
lingkungan budidaya, ikan lebih tergantung pada pakan buatan dan tidak mempunyai
kesempatan untuk memilih.
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan
pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada
pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis.
Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pkan buatan yang disukai ikan,
tidak mudah hancur dalam air, aman bagi ikan.
Dalam budidaya ikan secara intensif, pakan buatan disediakan untuk
memenuhi kebutuhan ikan, dimana biaya pakan dapat mencapai 60% dari biaya
produksi. Berdasarkan tingkat kebutuhannnya pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok : yaitu (1) pakan tambahan, (2) pakan suplemen, dan (3) pakan utama.
Pakan tambahan adalah pakan yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan
pakan. Dalam hal ini, ikan yang dibudidayakan sudah mendapatkan pakan dari alam,
namun jumlahnya belum memadai untuk tumbuh dengan baik sehingga perlu diberi
pakan buatan sebagai pakan tambahan. Pakan suplemen adalah pakan yang sengaja
dibuat untuk menambah komponen nutrisi tertentu yang tidak mampu disediakan
pakan alami. Sementara pakan buatan adalah pakan yang sengaja dibuat untuk
menggantikan sebagian besar atau keseluruhan pakan alami.

Kebiasaan makanan
Jenis makanan yang dapat dimakan oleh suatu jenis ikan tergantung kepada
trophic level, ukuran, habitat, musim serta adaptasi alat pencernaannya. Ikan
herbivora akan mempunyai komposisi makanan yang berbeda dengan karnivora.
Komposisi makanan makanan ikan yang berukuran kecil akan berbeda dengan ikan
yang besar hal ini selain karena adanya perbedaan dalam bukaan mulut juga dalam
kemampuan mendapatkan makanan serta kebutuhan gizinya.
Berdasarkan jenis-jenis organisme yang dimakannya, ikan dapat
dikelompokkan sebagai berikut : Herbivora yaitu ikan yang makanan utamanya
terdiri dari tumbuhan (pemakan tumbuhan), Karnivora yaitu ikan yang makanan
utamanya terdiri dari hewan (pemakan daging) dan Omnivora yaitu ikan yang
makanannya terdiri dari tumbuhan dan hewan.

Konsumsi makanan harian (daily consumption)


Ikan-ikan herbivora dan pemakan plankton nabati (phytoplankton), jumlah
konsumsi makanan hariannya berbobot lebih banyak daripada ikan karnivora. Hal ini
disebabkan karena bahan makanan nabati itu nilai kalorinya lebih rendah daripada
bahan makanan hewani. Selain itu, kandungan air bahan nabati juga lebih tinggi
daripada bahan hewani.
Di antara karnivora itu sendiri terdapat juga perbedaan-perbedaan dalam
jumlah makanan yang mereka konsumsi, karena makanan yang mereka makan juga
berbeda-beda, baik dalam ukuran maupun dalam kandungan gizinya ikan pemakan
udang-udangan tingkat tinggi misalnya, relatif harus lebih banyak membuang sisa-
sisa makanan yang tak tercerna (kulitnya yang keras), dibandingkan dengan karnivora
pemakan daging ikan. Oleh karena itu pemakan udang-udangan tingkat tinggi
membutuhkan jumlah makanan yang lebih banyak.
Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ikan secara umum berkisar
antara 5 - 6 % berat tubuhnya perhari. Namun jumlah tersebut dapat berubah-ubah
tergantung pada suhu lingkungannya. Ikan Lepomis macrochirus misalnya, selama
musim panas (suhu sekitar 20 0C) dapat mengkonsumsi makanan sampai 5% berat
badannya per hari. Tapi selama musim dingin (suhu 2 - 3 0C) hanya mengkonsumsi
kurang dari 1%.
Selain berpengaruh terhadap terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi, suhu
juga berpengaruh terhadap kegiatan metabolisme. Ikan kerapu Epinephelus guttatus
misalnya, pada suhu antara 19 - 28 0C keseringan makannya dapat meningkat dua kali
lipat. Sebab pada suhu yang lebih tinggi itu pengeluaran tenaga dan pemeliharaan
tubuhnya juga meningkat.
Ukuran ikan juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi makanan per hari.
Ikan-ikan kecil aktivitas metabolismenya lebih tinggi daripada ikan-ikan besar. Oleh
karena itu perbandingan antara jumlah konsumsi makanan dan berat badannya juga
lebih tinggi daripada ikan besar. Misalnya saja seekor ikan kerapu yang berbobot 250
gram, pada suhu antara 19 - 28 0C membutuhkan makanan 1,7 - 5,8 % berat
tubuh/hari. Tapi ikan yang berbobot 600 gram hanya membutuhkan makanan antara
1,3 - 3 % saja.
BAB II
PERTUMBUHAN DAN MAKANAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami pengertian
pertumbuhan ikan, aspek-aspek kuantitatif pada prinsip makanan dan hubungan
antara pertumbuhan dan makanan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian pertumbuhan
2. Menyebutkan dan menjelaskan aspek-aspek kuantitatif pada prinsip makanan
3. Menjelaskan hubungan antara pertumbuhan dan makanan

Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari dua proses yaitu, proses yang
cenderung untuk menurunkan energi tubuh yang menjadi nyata jika seekor ikan
dipelihara dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa diberi makanan dan suatu
proses yang diawali dari pengambilan makanan dan yang diakhiri dengan penyusunan
unsur-unsur tubuh.

Pertumbuhan sebagai pertambahan dalam volume dan berat dalam waktu


tertentu. Pada umumnya berat individu ikan mengikuti pola pertumbuhan clarias
gariepinus, jika berat ikan diplotkan dengan umur / waktu hasilnya adalah suatu kurva
yang berbentuk sigmuid dengan titik infleksi yang menunjukkan pada titik tersebut
pertumbuhan yang menurun di banding dengan pertumbuhan sebelumnya (Gambar
1).

800
700
600
500
400
300
200
100
0
50 100 150 200 250
Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Berat pada Clarias gariepinus

Pertumbuhan = Growth = G = dw = wt - wo (gram).

Laju pertumbuhan = Growth Rate = GR = dw/dt = (wt - wo)/t.

Laju pertumbuhan relatif = Relatif Growth Rate = RGR

RGR = dw/dt.w = (wt - wo)/t

Berat rata-rata Aritmatik = Bwa = (wt + wo)/2

Berat rata-rata Geometrik = Bwg = exp [(In wt + In wo)/2].

Pada kurva pertumbuhan sigmoid (kurva berat), sekarang dapat dilihat bahwa
laju pertumbuhan (growth rate) (GR = dw/dt) pertama-tama meningkat dan kemudian
menurun dengan bertambahnya waktu. Growth rate maksimum dicapai pada titik
infleksi dalam kurva pertumbuhan sigmoid, laju pertumbuhan relatif menurun dengan
bertambahnya berat dalam waktu.

Body weight
(g) (g d-1) (g.g-1 d-1)
Gambar 2.2. Berat tubuh, laju pertumbuhan dan spesifik growth rate
pada ikan.

Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan berat mengikuti pula eksponensial


maka model pertumbuhannya adalah :
70 80

60 70

60
50 ln W T = ln W b + g .t
50
40
Wt (g)

ln WT

40
30
30
20 W t = W o e gt
20
W o 10 10
ln W o
0 0
0 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6 7

t( d ) t (d)

70 100
90
60
80
Spesif ic grow th rate (% BW d-1)

50 70
Gr ow th rate (gd-1)

60
40
50 g
30 SGR = g
40
20 30
GR = g W t
20
10
10
0 0
0 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6
t( d ) t (d)
Gambar 2.3. Pertumbuhan eksponensial berat tubuh, GR dan SGR

Wt = wo e gt
In wt = In wo + gt
Dimana :
Wt = berat pada waktu t
Wo = berat awal
e = dasar logaritma natural
g = Koefisien pertumbuhan

Dalam pertumbuhan secara eksponensial ini, spesifik Growth Rate adalah konstan.

GR = dw/dt = gw
SGR = dw/dt w = g

Dengan kata lain koefisien pertumbuhan ini adalah logaritma natural dari
perbandingan berat akhir dengan berat awal.
gt = In (wt/wo)
gt = In wt - In wo

Dapat juga dihitung sebagai % berat rata-rata individu per hari

SGR = g = (In wt - In wo) / t x 100 % (% BW / hari)

Model ini baik untuk waktu yang singkat / pendek, tetapi kurang baik apabila
digunakan untuk menghitung pertumbuhan seluruh hidup ikan (waktunya). Faktor
terpenting yang menentukan pertumbuhan ikan di dalam pemeliharaan ialah
tersedianya makanan yang cukup.

Makanan

Makanan dalam suatu usaha budidaya dapat dikenal dua kelompok yaitu
makanan alami dan makanan tambahan, Jenis, bentuk serta banyaknya makanan yang
diperlukan berbeda-beda bagi setiap jenis ikan yang mempunyai pilihan dan cara
pengambilan makanan yang berbeda pula. Di dalam kolam, dengan pengarah dari
bermacam-macam faktor, terjadilah serangkaian proses pertumbuhan yang
menghasilkan makanan alami. Banyaknya makanan yang dihasilkan tergantung dari
kesuburan alam atau yang sudah dibantu dengan jalan pemupukan.
Pada cara pemeliharaan yang tradisional / ekstensif ikan yang dipelihara hidup
semata-mata dari makanan alami yang dihasilkan di dalam kolam. Kemudian ada
usaha-usaha memperbaiki kesuburan dengan jalan pemupukan dan penyediaan
makanan tambahan. Semakin meningkat usahanya, makin banyak usaha dilakukan
bagi penyediaan makanan. Pada usaha pemeliharaan intensif, kesuburan alami dapat
sama sekali diabaikan dan makanan yang diperlukan sepenuhnya diusahakan secara
pemberian makanan tambahan dengan bentuk dan susunan serta jadwal yang disusun
secara teliti.
Bentuk makanan hendaknya disesuaikan dengan besarnya ikan dan cara
mengambil makanan. Makanan buatan (pellet) merupakan bentuk yang cocok dan
paling banyak dipakai bagi berbagai jenis ikan, terutama pada usaha-usaha
pembesaran seperti ikan mas, tawes, nila dan sebagainya. Keuntungan dari makanan
buatan antara lain : ukuran dapat dibuat berbeda-beda menurut jenis dan besarmnya
ikan, penggunaannnya mudah,mudah dimakan ikan dan mudah diawasi sehingga
tidak banyak sisa terbuang serta mudah disimpan dalam keadaan kering.
Pertumbuhan ikan yang baik, perlu didukung dengan pemberian makanan
yang cukup mengandung protein, lemak dan karbohidrat serta vitamin dan mineral.
Di dalam praktek, penyusunan didasarkan atas bahan-bahan hewani seperti tepung
ikan, daging dan kerang-kerangan dan bahan nabati seperti dedak, bungkil kedelai,
tepung yang masing-masing terutama sebagai sumber protein dan karbohidrat.
Sedangkan kebutuhan akan lemak dicampurkan dalam bentuk minyak nabati,
levertran dan sebagainya. Perbandingan bahan-bahan tersebut dalam campuran, di
samping perhitungan nilai gizi makanan yang tinggi, tentu saja perlu diperhatikan
dalam segi praktis (mudah diperoleh sepanjang tahun, mudah dikerjakan) dan dari
segi ekonomis biaya yang dikeluarkan dapat memberikan keuntungan yang setinggi-
tingginya. Kualitas dan kuantitas makanan harus disesuaikan dengan jenis dan ukuran
ikannya. Kualitas makanan tidak hanya ditentukan oleh nilai gizi makanan tersebut
tetapi juga ditentukan oleh kemampuan ikan untuk mencerna dan mengabsorbsi
makanan tersebut.
Aspek-aspek kuantitatif pada prinsip makanan untuk pertumbuhan dapat
membedakan antara pemberian makanan (F), laju konsumsi = feeding rate (FR) dan
laju konsumsi relatif = relatif feeding rate yang biasanya dinamakan feeding level =
tingkat konsumsi atau feed ration ( R ).

FR = F/t (gr / hari).

R = F/t/BWg x 100 % (% BW / hari)

Rm (metabolic ration) = F/t/BWg 0,8 (gr/gr 0,8 / hari).

Efisiensi pertumbuhan di ekspresikan sebagai % dari pemberian makan yang


dikonversikan ke dalam pertumbuhan, biasanya dinamakan efisiensi konversi (CE).

CE = (wt - wo)/F x 100% (%)

Sedangkan konversi makanan (FC) adalah berat kering makanan yang


diberikan dibagi dengan pertambahan berat tubuh ikan.

FC = F/ (wt - wo) (gr/gr)


Hubungan antara Pertumbuhan dan Makanan

Tujuan utama pemberian makanan pada ikan secara umum untuk mencapai
pertumbuhan individu atau populasi. Pertumbuhan setiap organisme, termasuk ikan
dapat dianggap berasal dari 2 proses yang berlawanan; proses pertama cenderung
untuk menurunkan energi tubuh (katabolisme) dan proses yang lain cenderung untuk
menaikkan energi tubuh (anabolisme). Pembagian dari makanan yang dimakan pada
proses untung dan rugi (gain + loss) disajikan pada Gambar 2.4.

Energi yang diperoleh


a. Jaringan Hasil
b. Hasil reproduksi

Energi yang Energi panas


Dapat dime- a. Aktivitas sukarela
Tabolismekan b. Aktivitas metabolisme

Energi daya
Pencernaan Urine Hilang

Penerimaan
Makanan Ekskresi dari insang dan
(jumlah permukaan tubuh
energi)

Ekskresi feses

Gambar 2.4. Pembagian dari makanan yang dimakan pada proses


untung dan rugi (gain + loss)

Dalam gambar 2.5. Terdapat empat (4) ration yang berbeda yaitu RO (tanpa
diberi makan), R. Maintenance, R. Maintenance, R. Optium dan R. Maksimum.
1. Ransum O (Ro) menghasilkan pertumbuhan negatif, yang disebabkan oleh adanya
katabolisme substansi tubuh untuk menyediakan energi untuk fungsi utama
organisme hidup. Sehubungan dengan panas dari pembakaran di dalam tubuh
(internal combustion) di hasilkan (panas yang hilang) dengan pengorbanan
kandungan energi diri sendiri.
2. Ransum pemeliharaan (R. Maint), didefinisikan sebagai ransum makanan yang
disediakan untuk pertumbuhan O. Pada ransum ini, energi yang dapat
dimetabolismekan (ME) dipakai secara total (dibakar seluruhnya) ME dalam hal
ini diubah menjadi panas (hilang).
3. Ransum optimal (R. Opt), yang didefinisikan sebagai ransum yang disediakan
untuk perbandingan tertinggi antara pertambahan pertumbuhan dan penerimaan
makanan (atau untuk nilai konversi makanan terendah).
4. Ransum makanan maksimum (R max) yang didefinisikan sebagai ransum
makanan dimana pertambahan makanan tidak menghasilkan pertumbuhan extra.
A B

Growth Gmax Conversion


Rate efficiency
Gopt

Rm Ropt Rmax Rm Ropt Rmax

Gambar 2.5. A. Hubungan antara pertumbuhan dan pemberian


makanan ( R ). B. Hubungan antara efisiensi konbversi
dan pemberian makanan

Pada kenyataannya ukuran ikan memberikan aspek yang berbeda pada

makanan, metabolisme energi dan pertumbuhan. Dalam hal ini mengikuti suatu pola

hubungan yang allometric :


Y = awb

dimana, Y adalah nilai makanan, metabolisme atau pertumbuhan dan w adalah berat

tubuh ikan dan a,b adalah konstanta yang nilai 0,67 - 1. Kalau ditransformasikan

rumus umum tadi ke dalam logaritma, maka kita akan dapatkan persamaan = log Y =

log a + b log w yaitu persamaan linier (Gambar 2.6).

y = (kJ fish-1 d-1) ln y

y = aWb

ln y = ln a + b ln W

ln a

W (g) ln W

Gambar 2.6. Hubungan allometric antara makanan yang diberikan,


metabolisme dan pertumbuhan terhadap berat tubuh ikan.

Secara pasti nilai eksponen berat (b) tergantung pada relatif besarnya
perbedaan suatu proses. Secara umum dapat dinyatakan bahwa proses pengambilan
makanan, metabolisme dan pertumbuhan dapat dikontrol beberapa yang
mempengaruhi antara permukaan dan volume (berat tubuh) tergantung pada proses.
 Pertumbuhan
- Pertumbuhan = Growth (G)
G = wt - wo (gram)
- Laju pertumbuhan = Growth rate (GR)
GR = (wt - wo)/t (gram/hari)
- Laju pertumbuhan spesifik = Specific Growth Rate (SGR)
SGR = (In wt - In wo)/t x 100% (% BW/hari)
- Laju pertumbuhan relatif berat metabolik = Metabolic Relatif Growth
Rate (RGRm)
RGRm = (wt - wo)/t/BWg 0,8 (gr/gr 0,8 /hari) atau (gr/kg 0,8 /hari)
- Protein yang tersimpan = Retened Protein (Rp)
RP = (wt x Pt) - (wo x Po) (gr Protein)
- Energi yang tersimpan = Retened Energy (RE)
RE = (wt x Et) - (wo x Eo) (Kj)
Catatan :
PE dan PO dalam % ; ET dan EO dalam Kj/gram
Pt = Protein ikan pada waktu t
PO = Protein ikan pada waktu O
EO = Energi ikan pada waktu O
Et = Energi ikan pada waktu t
 Makanan
- Makanan = feed (F)
- F = jumlah makanan yang diberikan (gram)
- Laju makanan = Feeding Rate (FR)
- FR = F/t (gram/hari)
- Laju makanan relatif = Feeding level = Feeding ration ( R )
- R = (f/t/BWg) x 100% (%BW/hari)
- Metabolic ration (Rm)
- Rm = f/t/Bwg 0,8 (gr/gr 0,8 /hari) atau (gr/kg 0,8 /hari)
- Protein makanan = Gross Protein (GP)
- GP = F x Pf (gram protein)
- Energi makanan = Gross energy (GE)
- GE = F x Ef (k)
Catatan : Pf = Protein dalam makanan Ef = Energi dalam makanan
 Effisiensi Pertumbuhan
– Konversi makanan = Feed Convertion (FC)
FC = (F xBkf)/(wt – wo) (gr/gr)
– Konversi efisiensi = Convertion Efisiency (CE)
CE = (wt – wo) / (f x Bkf) x 100% (%)
= 1/ FC x 100%
– Konversi efisiensi protein (PCE) = Protein yang digunakan Apporent Net Protein
Utilization (NPUA)
NPUA = (wt x Et – wo x Eo) / (F x Ef) x 100% (%)
= RE / GE x 100%
Catatan
Bkf = berat kering makanan
BAB III
STRUKTUR DAN FUNGSI ALAT PENCERNAAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami organ-organ
pencernaan pada ikan, struktur dan fungsi kelenjar pencernaan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :


1. Menyebutkan dan menjelaskan organ-organ pencernaan pada ikan
2. Menjelaskan peranan masing-masing organ pencernaan
3. Menjelaskan struktur dan fungsi kelenjar pencernaan

Seperti halnya pada hewan lain, alat pencernaan ikan terdiri dari saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. umumnya saluran pencernaan, ikan terdiri dari
segmen-segmen berikut : mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pilorik
usus, rektum dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan pankreas.
Dalam mempelajari struktur alat pencernaan, pendekatan yang dilakukan mencakup
pembahasan secara anatomis, histologis dan sitologis. Pendekatan ini dilakukan agar
pembaca dapat dengan mudah melihat keterkaitan antara struktur dan fungsi alat
pencernaan tersebut.

Struktur dan Fungsi Saluran Pencernaan

Secara anatomis struktur alat pencernaen ikan berkaitan dengan bentuk tubuh,
kebiasaan makan dan kebiasaan memakan (katagori ikan) serta umur (stadia hidup)
'ikan memakan. Perbedaan struktur anatomis alat pencernaan antara ikan-ikan yang
berbeda bentuk tubuhnya dapat dengan mudah dilihat misalnya antara ikan belut
(Monoptealbus) dengan ikan bawal (Pampus sp). Walaupun kedua jenis ikan tersebut
termasuk kategori yang sama yaitu : karnivora, akan tetapi karena bentuk tubuhnya
berbeda maka struktur anatomis alat pencernaannya berbeda. Berdasarkan kebiasaan
makannya, ikan dibagi dalam 3 kategori yaitu : ikan herbivore, ikan-ikan yang
sebagian besar makanannya terdiri dati tumbuhan. ikan karnivora ikan-ikan yang
sebagian besar tekanannya terdiri dari hewan dan ikan omnivore, ikan-ikan yang
makanannya terdiri dari tumbuhan dan hewan. Struktur saluran pencernaan beberapa
iakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan :
a : ikan trout, Salmo gairdneri
b : ikan "catfish", Ictalurus punctatus
c : ikan mas, Cyprinus carpio
d : ikan bandeng, Chanos chanos

Gambar 1. Struktur saluran pencernaan beberapa ikan

Perbedaan struktur-struktur anatomis alat pencernaan pada ketiga kategori


ikan tersebut jelas terlihat. Perbedaan yang menyolok di antara ketiga kataqori ikan,
tersebut terletak. Pada struktur tapis insang, struktur gigi pada rongga mulut,
keberadaan dan bentuk lambung, dan panjang Utus. Secara rinci perbedaan struktur
anatomis struktut tapis insang dan saluran pencernaan antara ketiga katagori ikan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Perbedaan Struktur Anatomis di. antara Ketiga Katagori
Ikan.

Organ/Sagmen Herbivora Omnivora Karnivora


Tapis Insang Banyak, panjang Sedang sedikit, pendek dan
sedang panjang dan kaku
rapat.
Rongga Mulut Sering tidak Bergigi kecil Umumnya bergigi
bergigi. kuat, dan tajam.
Lambung Berlambung palsu/ Berlambung Berlambung dengan
tidak berlambung. dengan bentuk bentuk bervariasi.
kantung.
Usus Sangat panjang Sedang, 2 - 3 kali Pendek, kadang lebih
beberapa kali panjang tubuh pendek dari pada
panjang tubuh. panjang tubuh.

Mulut

Bagian terdepan dari mulut adalah bibir. Pada tertentu, bibit ini tidak
berkembang dan malahan hilang secara total, karena digantikan oleh paruh atau
rahang, seperti ditemukan pada ikan famili Scaridae Diodontidae, Tetraodontidae dan
lain-lain. Pada ikan lain seperti : ikan belanak, Mugil sp.; ikan tambakan, Holostdma
temmincki dan lain - lain, bibir berkembang dengan baik dan menebal, bahkan
mulutnya dapat disembulkan. Nampaknya keberadaan bibir ini berkaitan dengan
cara mendapatkan makanan, sebab pada ikan-ikan yang disebutkan terakhir bibr
dipakai sebagai alat untuk mengambil makanan.
Di sekitar bibir pada ikan-ikan tertentu misalnya ikan ini (Ciarlas batrachus),
ikan mas (Cyprinus Carpio) dan ikan Arawana (Sclerophagus formosus) terdapat
sungut. Sungut ini merupakan perpanjangan dari ujung lateral tonjolan bibir.
Tergantung pada jenis lkan, jumlah sungut ini sengat bervariasi sekali. Pada ikan
lele, terdapat empat pasang sungut yaitu.
a. Sungut mandibula bagian dalam.
b. Sungut mandibula bagian luar,
c. Sugut maksila,
d. Sungut nasal.
Keberadaan sungut ini erat kaitannya dengan kebiasaan makan ikan, ikan-ikan
yang mencari makan didasar perairan umumn memiliki sungut. Dalam hal ini sungut
berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan.
Posisi mulut pada ikan sangat, bervariasi sebagai contoh: ikah mas, memiliki
mulut yang terletak di ujung hidung (terminal), mulut pada ikan kuro Eletheronema
tetradactylum terletak dekat ujung hidung (Sub terminal). Pada ikan julung-julung,
Dermogenys sp mulut terletak di atas hidung (superior) dan pada ikan pari Dasyatis
sp, mulut terletak di bawah (inferior)., Posisi mulut ini ada kaitannya
dengan'kebiasaan inakan ikan tersebut.
Di samping posisi mulut, hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam
kaitannya dengan makanan adalah ukuran bukaan mulut. Ikan-ikan predator
umumnya memiliki ukuran bukaan mulut relatif lebih besar dibandingkan dengan
ikan herbivora. Disamping terdapat perbedaan ukuran bukaan mulut antara katagori
ikan yang satu dengan katagori ikan yang lain; untuk suatu jenis ikan yang sama,
ukuran bukaan mulut ini berubah dengan perubahan ukuran ikan.
Dengan demikian ukuran makanan, yang dapat ditentukan oleh suatu jenis
ikan ditentukan oleh ukuran bukaan mulut ikan. Pada pemeliharaan larva ikan,
kelangsungan hidup larva sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang ukurannya
sesuai dengan bukaan mulut larva. Ukuran rotifera yang disukai oleh larva ikan
kakap, Lates calcarifer ketika, pertama kali makan adalah 33 - 25% dari ukuran
bukaan mulutnya. Larva ikan Siganus guttatus menyukai makanan yang berukuran
62,5% dari bukaan mulutnya. Pada ikan betutu, Oxyeleotris marmorata ukuran
protozoa yang disukai larva betutu berkisar antara 5,27 - 21,09% dari bukaan mulut
maksimum sedangkan ukuran zooplankton yang pertama kali dimakan berukuran
43,15 - 47,23% dari bukaan mulut maksimum.

3.1.2. Rongga Mulut


Di belakang mulut terdapat ruang yang disebut rongga mulut. Rongga mulut
ini berhubungan langsung dengan segmen faring, oleh karenanya rongga mulut dan
faring ini sering disebut rongga "Buccopharynx". Secara anatomis organ yang
terlihat secara jelas terdapat pada rongga mulut adalah gigi, lidah dan organ palatin.
Permukaan rongga mulut diselaputi oleh lapisan permukaan (epitelium) yang
berlapis. Pada lapisan permukaan terdapat sel-sel penghasil lendir. Di samping itu
juga. dapat organ penerima rasa yang dinamakan taste receptor atau taste bud. Organ
pengecap tersebut umumnya terletak pada bagian lekukan dari. bagiah sub mucosa.
Bagian dasar dari lapisan epitelium adalah lapisan otot bergaris. Dengan dihasil-
kannya lendir oleh permukaan rongga mulut maka berarti bahwa jalannya makanan
menuju segmen berikutnya akan lebih dipermudah. Taste bud yang terdapat pada
rongga mulut berfuhgsi sebagai penyeleksi makanan yang dimakan oleh ikan.
Umumnya pendeteksian terakhir apakah, suatu benda merupakan makanan atau bu-
kan adalah dibagian rongga mulut.
Pada ikan yang mengerami telur pada rongga mulut (outh breeder) misalnya
ikan mujair (Oreochromis mosambica), permukaan rongga mulutnya pada periode
waktu tertentu memiliki tonjolan tonjolan serta keadaan hipertrofi atau hipotrofi.
Keadaan tersebut berhubungan erat dengan siklus reproduksinya.
Pada ikan yang memiliki gigi, gigi tersebut merupakan alat pencerna makanan
secara mekanik yang pertama. Gigi dalam pengertian yang sempit adalah organ keras
terletak dalam mulut yang dibentuk terutama oleh dentin dan jaringan pengikat
(pulpe) berperan dalam pengambil, mencengkeram, mecerna merobek, memotong
atau menghancurkan makanan.
Pada ikan herbivore terutama pemakan tumbuhan air, gigi dapat ditemukan
walaupun ukuran dan jumlahnya tidak begitu berarti. Gigi pada golongan ikan ini
masih diperlukan terutama untuk memotong atau mencabik makanan. Pada ikan-ikan
herbivora pemakan
Disamping terdapat gigi, pada rongga mulut juga terdapat lidah. Lidah pada
ikan merupakan suatu penebalan dari bagian depan tulang archyoiden (basihial dan
qlossohial) yang terdapat di dasar mulut. tidak pada ikan diselaputi oleh epitelium
yang kaya akan sel mukus dan organ pengecap (taste bud). Pada beberapa jenis ikan
kadang kala ditutupi oleh gigi (gigi lingual). Berbeda dengan hewan vertebrate
tingkat tinggi yang lidahnya dapat digerak-gerak dan, maka lidah ikan bersifat statis,
dan tidak dapat digerakkan secara bebas.

Faring

Segmen berikutnya setelah rongga mulut adalah rongga pada bagian sisi kiri
dan sisi kanan dari segmen faring terdapat insang. Bagian insang yang mengarah ke
segmen faring adalah tapis insang. Pada ikan yang cara memperoleh makanannya
dengan menyaring organisme air (plankton), maka proses penyaringan makanan
terjadi di bagian/segmen ini. Pada hewan karnivora tapis insang ini tidak berfungsi
sebagai panyaring makanan karena biasanya ukurannya pendek, kaku dan tidak rapat.
Lapisan permukaan faring hampir sama seperti pada permukaan tongga mulut.
Tipe sel yahg mendominasi lapisan permukaannya adalah sel mukus. Di bagian
segmen faring, kadang kala masih ditemukan adanya organ pengecap (taste bud).
Dengan adanya"taste bud", ini maka material yang bukan makanan dibuang melalui
celah insang. Pada, ikan-ikan tidak memiliki organ pengecap, terdapat pemusatan sel
saraf dan jaringan yang berada tepat di bawah lapisan epitelium pada rongga
Buccofarynx, seperti yang ditemukan pada ikan Gadusia chapra. Kelompok sel
syaraf tersebut diduga berperan sebagai 'taste receptor primitif. Organ yang tersebut
terakhir kadang kala tidak hanya terdapat pada dinding rongga buccopharynk tetapi
juga terdapat pada bibir dan lidah.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pada jenis ikan tertentu pada
segmen faring terdapat gigi faring. Keberadaan gigi faring ini berhubungan erat
dengan kebiasaan makanan. Gigi faring ini berkembang dengan baik pada ikan
herbivore pemakan tumbuhan air dan ikan karnivora pemakan gastropoda. Dalam hal
ini gigi faring digunakan untuk menyobek dan menggerus bahan tumbuhan dan
gastropoda.

Esofogus

Segmen esofagus merupakan permulaan dari saluran pencernaan yang


bentuknya berupa pipa (tabung). Panjang relatif segmen ini berkaitan erat dengan
bentuk tubuh ikan. Pada ikan yang bentuk tubuhnya seperti ular (Anguilliform),
ukuran esofagusnya relatif panjang. Pada ikan-ikan yang tidak memiliki lambung,
segmen esofagus langsung berbatasan dengan usus depan. Pada ikan-ikan yang
memiliki gelembung renang terdapat saluran yang menghubungkan esofagus dengan
gelembuhg renang.
Esofagus ikan laut berperan dalam penyerapan garam melalui difusi pasif
sehingga konsentrasi garam air laut yang diminum menurun, sehingga memudahkan
penyerapan air oleh usus belakang dan rektum. Dengan perkataan lain pada ikan laut
esofagus ini berperan dalam osmoregulasi. Lapisan sub mucosa esofagus tersusun
dari jaringan pengikat. Lapisan tersebut biasanya lebih tebal dibandingkan dengan
lapisan sub mucosa pada segmen lainnya. Pada lapisan tersebut, kapiler-kapiler darah
nampak terlihat jelas di antara jaringan pengikat.
Lambung
Lambung merupakan segmen pencernaan yang diameternya relatif lebih besar
bila dibandingkan dengan segmen lain. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan
dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan untuk
menampung makanan (kapasitas lambung) sangat bervariasi antara jenis ikan yang
satu degan jenis ikan lainnya. Sebagai contoh, ikan sebelah (Limanda sp.) dapat
menampung makanan 10% dari bobot tubuhnya; ikan Carassius carassius memiliki
kapasitas lambung 21% dan ikan Sculpin sp. memiliki kapasitas lambung 30-50%
dari bobot tubuhnya. Untuk ukuran ikan yang sama nampaknya kapasitas lambung
ini berkaitan erat dengan kategori ikan dan bentuk tubuh. Pada ikan herbivore,
lambung yang sesungguh (dilengkapi dengan kelenjar lambung) tidak dimilikinya
akan tetapi bagian yang berfungsi untuk menampung makanan digantikan fungsinya
oleh usus depan. Usus bagian depan ini bermodifikasi inenjadi dan kantung yang
membesar (menggelembung) selanjutnya disebut lambung palsu. Lambung paisu ini
ditemukan misalnya pada ikan mas. Walaupun secara umum lambung itu sama yaitu
untuk menampung dan mencerna makanan, namun secara anatomis terdapat variasi
dalam bentuknya.
Berdasarkan bentuk anatomis, terdapat beberapa tipe lambung, yaitu:
a. Lambung berbentuk memanjang biasanya ditemukan pada beberapa jenis
ikan bertulang sejati.
b. Lambung berbentuk sifon, seperti ditemukan pada ikan golongan
Chondrichthyes dan pada kebanyakan ikan teleost.
c. Lambung kaeka, seperti ditemukan pada ikan : Polypterus, Amia dan
Anguilla.
Gambaran bentuk anatomis lambung tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Bentuk-bentuk Lambung Ikan Teleost (Sumber Bektin,
1958)

Keterangan :

A = Squalius a = gigi faring f = lambung kaeka


B = Gadus b = esofagus g = lubang pilorik
C = Squalus c = papila bertulang h = lubang kelenjar lambung
D = Mustelus d = lubang pneumatikus i = klep pilorik
E = Anguilla e = lambung kardiak j = pilorik kaeka

Lambung ikan terdiri dari bagian kardiak, fundik dan pilorik. Secara skematik
bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Gambar3.3.
Gambar 3.3. Skema Bagian -bagian lambaung pada beberapa deriils ikan
( sumber Bertin ,1958)

Keterangan :
= Esofogus a = Cyprinus
= Lambung Kardiak b = Esox
= Labung Kaeka c = Anguilla
= Lambung Pilorik d = Raja
e = Mugil

Pada beberapa jenis ikan, lambung mengalami modifikasi, menjadi gizar


(gambar 3.4). Gizard ini sering ditemukan pada ikan-ikan herbivore atau limivora
misalnya ikan-ikan dari famili Clupeidae, Characidae dan Mugilidae. Pada ikan
Mugil sp. bagian pilorik dari lambung membesar/menggembung dan mengeras akibat
terjadi penebalan otot dan pada bagian epiteliumnya sering tordapat lapisan yang
pengeras seperti zat tanduk. Gizard rneru.pakan kompensasi akibat ketidak
sempurnaan atau ketidakberadaan gigi. Gizard ini dianggap lambung khusus pada
golongan ikan mikrofa. Pada bagian gizard tidak terdapat kelenjar macam apa pun
sehingga gizard benar-benar berfungsi untuk menggerus makanan.
Gambar 3.4. Gizar pada Ikan Belanak, Mugil sp. Dan Ikan Heterotis sp.
(Sumber : Bertin, 1958)

Keterangan : a = Esofogus
A = Mugil b = Gizard
B = Heterotis c = Pilorik kaeka

Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung


mukopolisakharida yang agak asam. Di bagian luar sel epitelium terdapat lapisan
lendir sebagai hasil sekresi sel mukus tersebut. Lapisan lendir tersebut berfungsi
sebagai pelindung dinding lambung dari kerja asam chlorida. Dengan adanya lapisan
lendir maka asam chlorida yang mengarah ke dinding akan dinetralkan sehingga
ketika mencapal dinding lambung HCl, tersebut sudah tidak berbahaya lagi.
Sel-sel penghasil cairan gastrik terletak di bagian bawah dari lapisan
epitelium. Pada lambung gastrik ini terdapat di bagian kardiak depan hingga bagian
fundik belakang dan biasanya tidak ditemukan pada bagian pilorik. Sel-selnya
umumnya. berbentuk kubik dengan inti yang tidak beraturan dan biasanya terletak di
bagian dasar sel. Permukaan sel yang, berbatasan dengan saluran gastrik memiliki
mikrovilli. Pada bagian dasar sel banyak ditemukan retikulum endoplasmik granula,
hal ini berarti bahwa sel tersebut aktif melakukan sintesa protein. Mitokondria pada
prinsipnya menyebar di bagian tengah agak ke permukaan sel. Pada bagian otot
dekat permukaan sel banyak terdapat butiran-butiran padat. Butiran-butiran tersebut.
adalah zymogen yaitu bahan yang akan zymogen yaitu bahan ayang akan menjadi
enzim bila disekresikan ke luar sel.
Kelenjar lambung pada ikan berbeda dengan kelenjar lambung yang
ditemukan pada mamalia. Pada mamalia dapat dibedakan antara sel prinsipal atau sel
pepsin yang mensekresikan enzim dengan sel pariental yang mensekresikan asam
khlorida. Sel-sel kelenjar eksoktin pada lambung ikan sekaligus mensekresikan
pepsin dan asam khlorida.
Asam khlorida merupakan komponen cairan gastrik yang sangat.penting.
Asam khlorida tersebut secara langsung berperan untuk melepuhkan makanan.
Dengan adanya HCL makana yang keras seperti cangkang gastropoda,komponen
tulang dan bahan keras lainnya dapat menjadi lunak. HCl menyebabkan pH isi
lambung menurun, sehingga turunnya pH menyebabkan aktivitas enzim proteolitik
terutama pepsin meningkat, dengan demikian maka pencernaan secara kimiawi dapat
berlangsung dengan baik.
- memecah jaringan pengikat dan serat-serat otot,
- mengubah osmolaritas gastrik sehingga Chyme yang bersifat
hioosmotik atau hierosmotik menjadi isoosmotik,
- mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.
- menurunkan pH hingga berada pada kisaran yang cocok uhtuk
aktivitas pepsin,
- mencegah pertumbuhan bakteri, dan
- menstimulasi dihasilkannya sekretin dan pankreas ozim pada Usus
sehingga dapat memacu sekresi bikarbonat dan enzim oleh pankreas.
Pengaturan sekresi cairan gastrik ihi dilakukan oleh saraf dan hormon.
Sedangkan stimulus yang berperan dalam pengeluaran/sekresi cairan gastrik antara
lain adalah pengembangan dinding lambung, ukuran partikel makanan dan suhu
tubuh. Intensifnya pengasaman dan pencerjiaan makanan dapat dilihat dari laju
pencernaan. Laju pencernaan akan meningkat 3-4 kali dengan meningkatnya suhu
sebesar 10°C. Dengan demikian peningkatan laju, pencenaan akan meningkat 3-4
kali dengan meningkatnya laju pencernaan merupakan hasil dari peningkatan proses
pengasaman dan aktivitas enzim pepsin cairan lambung. Skema mekanisme
pembentukan asam khlorida pada segmen lambung diperlihatkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Skema Mekanisme Pembentukan Asam Clorida (HCL)


pada Segmen Lambung ( Sumber : Hermat et.Cier, 1979)

Pada ikan Cyrinidae (Barbus conchorinus), Rombout (1977 dan 1978) telah
berhasil mengidentifisikasi 4 tipe sel entero endokrin walaupun peran fisiologis dari
hormon yang disekresikannya.masih belum bebas dan masih didiskusikan.
Sedangkan pada mamalia, sekitar 6-11 tipe sel entero-endokrin teridentifikasi dengan
baik. Walaupun peranan dari hormon-hormon gastrointestinal pada ikan masih belum
begitu banyak terungkapkan, namun gambaran peranan dari hormon tersebut depat
dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Hormon Gastro - Intestinal pada Hewan (Sumber :


Herman Et.Cier, 1979)

Pada gambar tersebut, gastrin berperan dalam menstimulasi sekresi asam


khlorida, ukus, enzim pepsin dan pergerakan lambung. Sekretin menstimulasi sekresi
cairan empedu pada hati, dan sekresi air dan bikarbonat pada pankreas.
Sedangkan kholesistokinin memacu sekresi enzim cairan bila dari kantung
empedu.Hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel endokrin tersebut akan
masuk ke dalam kapiler darah, dan kemudian melalui sistem sirkulasi hormon
tersebut akan dibawa untuk mencapai organ target. setelah mencapai organ target
barulah hormon tersebut berperan sebagai pemacu atau penghambat kerja organ
target tersebut.
Berdasarkah strukturnya (baik anatomis, histologis maupun sitologis) juga
bahan yang disekresikan oleh lambung, Maka jelaslah bahwa lambung berfungsi
selain untuk menampung makanan juga untuk mencerna makanan, khususnya
pencernaan secara kimiawi. Pada ikan, percernaan secara kimiawi dimulai di bagian
lambung, tidak seperti halnya pada mamalia yang pencernaan secara kimiawinya
dimulai di bagian rongga mulut. Hal ini terjadi karena hampir semua jenis ikan tidak
memiliki kelenjar air liur.

Pilorus

Pilorus merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan.
Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil/menyempit. Pada
beberapa jenis ikan. Misalnya ikan belanak, ikan trout, ikan gabus dan, lain-lain.
terdapat usus-usus kecil dan pendek yang disebut usus buntu. (Pyloric caeca). Jumlah
pilorik ketika ini berkisar dari satu (ophlocephalus striatus) sehingga lebih dari seribu
(salmo sp).
Hal yang mencolok pada segmen ini adalah adanya penebalan lapisan otot
melingkar yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran. Dengan
menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini berarti berbahwa segmen pilorus
berfungsi sebagai pengatur pengeluaran akanan (Chyme) dari lambung ke segmen
usus.

Usus

Usus merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaam. Pada ikan
pembagian segmen usus lebih sederhana bila dibandingkan dengan hewan tingkat
tinggi lainhya. Hal ini karena bentuk serta diameter usus relatif homogen mulai dari
bagian depan hingga bagian belakang. Dengan demikian sering usus ini hanya
dibedakan atas usus depan dan usus belakang. Panjang usus ikan sangat bervariasi
dan berhubungan erat dengan kebiasaan makanannya. Pada ikan herbivora, panjang
usus beberapa kali lipat dari panjang tubuhnya sehingga posisi/kedudukan, usus ini
dalam rongga perut menjadi melingkat-lingkar. Keadaan usus yang sangat panjang
pada ikan herbivora merupakan kompensasi terhadap kondisi pakan. Makanan ikan
herbivora mengandung banyak serat sehingga memerlukan pencernaan yang lebih
lama.
Pada bagian depan usus terdapat dua saluran yang masuk ke dalamnya yaitu
saluran yang berasal dari kantung empedu (ductus cho1edochus) dan yang berasal
dari pankreas (saluran pankreas). Pada ikan-ikan yang pankreasnya, menyebar pada
organ hati (hepato pankreas) hanya terdapat satu saluran yaitu ductus choledochus.
Pilorik kaeka merupakan usus tambahan yang terdapat pada bagian depan
usus. Tidak semua jenis ikan memiliki pilorik kaeka, dan pada ikan yang
memilikinya jumlah, bentuk, kedudukan serta hubungannya dengan usus sangat
bervariasi sekali. Secara umum pilorik kaeka merupakan usus-usus kecil dan pendek
yang terdapat di sekitar usus depan.
Gambar 3.7. memperlihatkan secara anatomi-morfologi bentuk-bentuk usus
pada ikan. Lapisan terdalam dari segmen usus adalah lapisan mukosa. Pada lapisan
mukosa terdapat tonjolan-tonjolan (villi). Pada ikan lele, kedudukan villi pada
dinding usus bagian depan dan tengah tidak beraturan sehingga membentuk jaringan
seperti sarang tawon.
Gambar 3.7. Anatomi-morfologi bentuk-bentuk usus pada ikan (Sumber
: Bertin , 1958)

Keterangan: c dan f = bentuk S


a = bentuk seperti tabung d dan e = berbentuk gulungan dengan arah berlawanan
b = berlekuk g dah h= berbehtuk lilitan

Pada ikan bertulang rawan (Chondrichthyes) villi pada dinding usus ini
membentuk spiral (spiral valve) dengan bentuk yang beragam
Adanya saluran empedu (ductus choledachus) dan saluran pankreas yang
bermuara ke bagian usus depan menunjukkan bahwa di segmen usus depan masih
terjadi proses pencernaan makanan. Sedangkan keadaan usus, yang panjang, villi-
villi yang ukurannya cukup tinggi serta membentuk jaringan dan adanya mikrovilli
pada sel-sel kolumnar/enterosit menunjukkan adanya Pelipat gandaan luas permukaan
usus. Ditunjang oleh kenyataan babwa sel yang dominan di segmen usus tersebut
adalah enterosit yang berfungsi untuk menyerap zat-zat makanan, maka jelaslah
bahwa usus merupakan tempat terjadi proses penyerapan zat makanan.

Rektum

Rektum merupakan segmen saluran pencernaan yaitu terujung., Secara


anatomis sulit dibedakan batas antara usus dengan rektum. Namun secara histologis
dapat dibedakan sehubungan dengan adanya katup rektum (rectal valve). Katup
rektum ini merupakan penebalan lapisan sub-mukosa dan lapisan otot. Pada lapisan
mukosa rektum terdapat peningkatan jumlah sel mukus, dan kadang-kadang
granulosit. Fluktuasi jumlah sel mukus pada segmen rektum berkaitan dengan kon-
disi makanan dan katagori ikan. Pada ikan belut, jumlah sel mukus pada ikan yang
dipuasakan menurun dengan tajam, penurunan jumlah sel mukus tersebut hanya pada
segmen rektum. Jumlah sel mukus yang lebih banyak pada ikan-ikan Catla catla
muda (karnivora) dibandingkan dengan ikan Catla catla dewasa (omnivora). Seperti
halnya pada hewan lain, segmen rektum berfunsi dalam penyerapan air dan ion.Pada
larva ikan , rektum berfungsi untuk penyerapan protein.

Kloaka

Kloaka adalah ruang bermuaranya saluran pencernaan dan saluran urogenital.


Ikan bertulang sejati (Teleostei), tidak memiliki kloaka, sedangkan ikai-ikan
bertulang rawan (Chondrichthyes), meniiliki organ tersebut, misalnya pada ikan
cucut, dipnoi dan sebagainya. Pada kloaka, saluran pencernaan masuk ke kloaka
pada bagian bawah, sedangkan saluran urogenetalia masuk melalui bagian atas
kloaka. Klep kloaka terdapat pada lubang pengeluaran.
Anus

Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati
anus terletak di sebelah depan saluran genital.

Struktur dan Fungsi Kelenjar Pencernaan

Kelenjar pencernaan pada ikan terdiri dari hati dan pankreas. Kedua organ
tersebut mensekresikan bahan yang akan digunakan dalam proses pencernaan
makanan dan hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke usus depan melalui
saluran "ductus choledochus" dan saluran pankreatik. Dengan adanya hubutigan
antara kelenjar pencernaan dengan usus depan, makanan terbut berada di sekitar usus
depan dan lambung.

Hati

Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses


pencernaan. organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna
merah kecoklatan. Posisi hati pada ikai-ikan sangat bervairiasi pada ikan sidat
(Anguilla anguilla) hati terletak di bawah esofagus dari di belakang jantung. Organ
ini menutupi esofagus dan sebagian kecil usus depan. Pada ikan lele, hati menempati
rongga badan di belakang jantung dan didepan lambung.
Secara umum posisi hati terletak pada rongga bawah tubuh, di belakang
jantung dan di sekitar usus depan. Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung
kecil bulat, oval atau memanjang dengan warna hijau ke biruan, organ ini dinamakan
kantung empedu yang fungsinya untuk menampung cairan empedu.
Hepatosit atau sel hati merupakan unit terkecil dari organ hati. Pada
permukaan sel yang berbatasan dengan kapiler darah data saluran. Bile (Bile duct)
terdapat mikrovilli, hal ini menunjukkan bahwa sel hati merupakan sel yang sangat
aktif baik dalam pengambilan nutrien maupun dalam sekresi bahan hasil
metabolisme. Seperti halnya pada tel yang lain, organel pada sel hati meliputi antara
lain: membran sel, inti, metakondria, retikulum endoplasmik granula dan badan golgi.
Bahan cadangan nutrien yang umum terlihat pada sel hati adalah butiran lemak dan
glikogen. Saluran bile terbentuk sebagai akibat bertemunya permukaan beberapa sel
hati. Saluran bile saling bergabung dan pada akhirnya keluarlah satu saluran dari hati
yang dilalui, oleh garam bile (bakal cairan empedu) yang disaluran hepatik. Saluran
hepatik tersebut hubungan dengan kantung empedu melalui saluran sistik. Ketika
berada di kantung empedu, cairan bile tersebut mengalami pemekatan yaitu dengan
diserapnya sejumlah air oleh sel epitelium pada bagian dalam kantung empedu,
sehingga cairan tersebut menjadi pekat, dan disebut cairan empedu. Cairan ini
selanjutnya akan dikeluarkan dari kantung empedu melalui saluran sistik, kemudian
akan melewati saluran. "ductus choledochus" menuju ke usus depan. Di usus depan,
cairan ini akan digunakan dalam proses pencernaan.
Secara umum hati berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme
lemak dan dalam memperoduksi cairan empedu. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh
ikan akan dicerna di dalam saluran pencernaan hingga menjadi bahan yang sederhana
yaitu glukosa. Glukosa ini akan diserap oleh dinding usus dari kemudian masuk ke
dalam darah. Glukosa di dalam darah (vena) akan meninggalkan usus menuju hati.
Di organ hati sebagian. besar dari glukosa tersebut akan termasuk ke dalam hepatosit
secara mudah. Di dalam hepatosit, glukosa diubah bentuknya menjadi glikogen
melalui kontrol enzim "Glicogen Synthetasell". Sel hati juga dapat menghasilkan
glukosa dari bahan bukan karbohidrat melalui proses "gluconeogenesis". Bahan yang
digunakan adalah asam amino (terutama alanin), glikoserol, laktat, dan piruvat.
Beberapa jenis enzim berperan dalam proses.ini, terutama piruvat carboxylase, dan
piruvat karboksiklinase.Glukosa yang dibentuk dari bahan bukan karbohidrat, ini
kemudian dapat diubah mehjadi glikogen melalui proses "glikogenogenesis"
dibandingkan dengan sel-sel lain, hepatosit merupakan tempat penyimpanan glikogen
yang sangat penting.
Pada kebalikan dari proses pembentukan glikugen, glukosa dapat dibebaskan
oleh sel hati dari bahan glikogen melalui proses "glikogenolisis" melalui pengaruh
enzim fosforilase aktive. Dalam hal ini glikogen akan diuraikan menjadi glukosa-1-
fosfate, yang kemudian diubah meiijadi glukosa-6-fosfat. Bahan ini akan dihidrolisis
secara cepat menjadi. bebas dengan bantuan enzim glukosa-6-fosfatase.
Pada hewan yang dipuasakan kandungan glukosa darah pada vena hepaticus
lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan glukosa darah pada vena portal
(sebelum masuk ke organ hati). Sebaliknya pada hewan yang aktif makan,
kandungan glukosa darah dalam vena portal lebih tinggi dibandingkan dengan di vena
hepaticus dengan demikian sel hati mampu menyimpan dan melepaskan glukosa.
Pembentukan dan penguraian glikogen ini berada dalam keseimbangan.
Glukosa yang ditransportasikan melalui darah akan diambil oleh sel-sel pada
tujuh organisme. Di dalam sel glukosa dapat dioksidasi, dipolimerisasi menjadi
glikogen atau diubah menjadi lemak (trigleserida) atau Alanin. Kecepatan
penggunaan glukosa oleh sel tergantung kepada kondisi metabolime. Walaupun
demikian kandungan glukosa darah bervariasi secara sempit, sebab perbandingan
antara jumlah glukosa yang dihasilkan dengan yang diambil oleh sel berada dalam
jumlah yang imbang. Percepatan reaksi biokimiawi yang terjadi di hati, otot dan
jaringan adiposit disebabkan oleh adanya pengaruh hormon dan saraf yang
berorientasi pada dinainika metabolisme.
Hati berperanan penting dalam metabolisme lemak. Lemak pada makanan
makanan mengalami pencernaan di dalam rongga saluran pencernaan, kemudian
diserap oleh sel epitellum usus. Lemak meninggalkan usus dalam bentuk asam lemak
tanpa esterifikasi, bergabung dengan protein vetrice kemudian masuk ke dalam sel
hati. Di hati kemudian akan berlangsung sintesa lipoprotein. Lemak yang disintesis
dalam hati sebagian langkah disimpan dalam bentuk butiran-butiran lemak.Butiran-
butiran lemak ini hampak jelas pada preparat sitologis. Pada ikan-ikan tertentu
seperti ikan Cod, Gadus morhua, ikan cucut, Spinax sp., kandungan lemak dalam hati
tersebut sangat tinggi. Pada jenis ikan lain seperti ikan mas, ikan sepat, Trichogaster
sp., lemak tidak.disimpan dalam organ hati akan tetapi pada organ viseral (di sekitar
usus, gonad dan organ viseral lainnya).
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa hati merupakan kelenjar yang
mensekresikan cairan empedu.Setelah melalui beberapa jenis saluran, hasil sekresi
hati akan mencapai usus depan untuk kemudian digunakan dalam proses pencernaan
di tempat tersebut. Cairan ernpedu merupakan cairan pekat yang berwarna hijau
kebiru-biruan dan isotonik terhadap plasma. Cairan empedu tersebut tersusun oleh
ion-ion: Na +; K +; Cl+; HCO3-; Ca++, Mg ++ dan bahan organik; pigmen empedu
(bilirubin), protein, mukus dan lemak (Fosfolipid,kholesterol) . Cairan empedu
hampir bersifat netral.
Pigmen empedu (bilirubin) merupakan hasil sintesis hati yang berasal dari
hemoglobin pada sel darah merah tua. Di usus, bilirubin akan diserap kembali dan
kemudian kembali ke hati. Sebagian dari bilirubin pada usus akan dibuang melalui
feces.
Lesitin (fosfolipid) dibentuk di dalam sel hati, lesitin ini berperan dalam
pembentukan micel. Kholestetol juga disekresikan oleh, hati, jumlahnya tergantung
pada kholesterol, dalam pakan. Sterol dalam cairan empedu secara praktis tidak larut
dalam air, namun pengabungan sterol dengan lesitin dan garam empedu membentuk
micel sifatnya menjadi larut dalam air, sebagian besar dari micel tersebut dapat
diserap dalam usus. Garam empedu merupakan bagian utama dari cairan empedu,
garam ini sebenarnya yang berperan dalam pencernaan.
Hepatosit dapat membentuk asam empedu (asam yang berasal dari
kholesterol) yaitu asam kholik asam, khenodesoksikholik dan asam desoksiktiolik.
Asam-asam tersebut dapat bergabung dengan taurin dan atau glisin membentuk asam
glikholik atau taurokholik Di dalam empedu asam-asam tersebut bergabung dengan
ion Na+, K+, Mg++ membentuk garam.Garam-garam empedu tersebut berperan
detergen dengan cara membentuk micel dapat melarutkan lemak dalam air.
Dengan adanya garam bikarbonat, empedu berperan dalam menetralkan
chyme dari lambung yang bersifat asam. Namun peranan utama garam empedu
adalah membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari makanan,artinya dispersi
lemak dalam air akan diperpanjang. Garam empedu bersama kholesterol, gliserid,
asam lemak akah membentuk micel, micel ini keriudian akan diserap oleh dinding
usus. Dengan dapat diserapnya micel berarti Cholesterol hasil hidrolisis lemak pakan
dan vitamin yang terlarut dalam lemak (A, D, E, K) dapat diserap oleh tubuh.
Kekurangan cairan empedu dapat menurunkan kecernaan lemak dan kekurangan vita-
min-vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin K. Kekurangan vitamin K inilah
yang merupakan penyebab hemorargi, yaitu pendarahan pada jaringan tubuh.

Pankreas

Pankreas merupakan organ yang mensekresikan bahan yang berperan dalam


proses pncernaan. Secara anatomo-histologis, pankreas ini ada yang berbentuk
kompak dan ada yang difftis (menyebar) dintara sel hati (hepato pankreas).
Letak pankreas berdekatan dengan usus depan sebab salurah penkreatik
bermuara ke usus depan. Pada ikan sidat, Pankreas ini bentuknya kompak,
memanjang di sekitar usus depan sedangkan pada ikan lain, pankreas terletak
berdekatan dengan hati.
Secara sitologis, pankreas memiliki dua tipe sel yaitu sel eksokrin dan sel
endokrin. Sel-sel paling umum yang terdapat pada pankreas adalah sel eksokrin.
Beberapa sel eksokrin tengahnya terdapat saluran yang akan dilalui oleh cairan hasil
sekresi sel tersebut. Saluran-saluran kecil tersebut akan bergabung satu sama lain dan
pada akhirnya akan terbentuk saluran yang keluar dari pankreas menuju usus depan,
saluran tersebut disebut saluran pankreatik. Pada ikan-ikan yang pankreasnya
menyebar pada organ hati maka saluran pankreatik yang bermuara di usus depan
tidak ditemukan. Dalam hal ini cairan hasil sekresi pankreas eksokrin akan masuk ke
usus depan bersama hasil sekresi hati melalui ductus choledocus.
Hasil utama dari pankreas eksokrin ini adalah enzim pencernaan. Beberapa
jenis enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas eksokrin adalah :
- Enzim protease yang terdiri dari tripsin, khimotripsin, elastase dan carboxy
peptidase.
- Enzim amilase
- Enzim khitinase, dan
- Enzim lipase
Adanya gama bikarbonat pada usus sebagai hasil sekresi organ hati akan
meningkatkan pH chyme pada segmen usus. Keadaan demikian akan memacu
aktivitas enzim pankreatik tersebut. Enzim proteolitik yang disekresikan oleh
pankreas penting sekali peranannya dalam pencernaan protein sehingga menjadi
bahan yang siap untuk di serap. Pada kondisi tidak ada cairan pankreas maka hanya
50% dari protein yang dikonsumsi yang dapat di serap. Demikian pula halnya dengan
lipase pankreatik; bila tidak ada lipase pankreatik, maka 90% lemak yang dikonsumsi
akan terbuang lewat feses.
Pankreas endokrin (pulau-pulau langerhans) merupakan kelompok-kelompok
sel yang ada di antara sel eksokrin. Oleh karena sel-sel tersebut merupakan sel
penghasil hormon, maka posisinya selalu berhubungan dengan kaplier darah. Hal ini
dapat dimengerti sebab hormon yang disekresikannya akan diteruskan ke organ target
melalui sistem peredaran darah. Seperti halnya pada hewan tingkat tinggi, Pulau
Langerhans memiliki beberapa tipe sel yaitu : Sel A (α ) yang mensekresikan
glukagon; sel B (β ) yang mensekresikan insulin; dan sel D (γ ) yang mensekresikan
somatostatin. Sel-sel A dan D biasanya berdekatan dan berada di bagian pinggir,
sedangkan sel B terletak ditengah-tengah Pulau Langerhans.
Meskipun insulin terutama berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat,
akan tetapi ia juga berpengaruh terhadap metabolisme protein dan lemak. Insulin
dapat menurunkan kadar gula. Di organ hati, insulin meningkatkan transportasi
glukosa darah menuju sel hati, akan menstimulir sintesa glikogen dan lemak dari
glukosa, menghambat penghancuran protein, dan menghentikan proses
glikogenolisis. Pada sel lemak (adiposit), insulin akan memacu masuknya glukosa,
sintesa glyserol dan asam lemak dengan pembentukan trigliserida. Pada sel otot,
insulin akan meningkatkan masuknya gula ke dalam sel dan memacu pembentukan
glicogen dari glukosa.
Insulin juga akan memacu sintesis protein dengan meningkatkan masuknya
asam amino ke dalam hati dan otot bergaris. Pada sel lemak, insulin akan memacu
pembentukan triglicerid dari glicerol dan asam lemak. Insulin akan menyetop
penguraian lemak dan menghambat kegiatan lipase-triglicerid.
Glukagon merupakan hormon yang disekresikan oleh sel A pada Pulau
Langerhans. Hormon glukagon dapat menstimulir pembentukan glukosa dari
glicogen (glicogenolisis) dan menghambat pembentukan glicogen dari glukosa. Di
samping itu glukagon juga berpengaruh terhadap metabolisme lemak. Penambahan
hormon glukagon dapat meningkatkan penguraian lemak.
Somatostatin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel D. Hormon ini
dapat menghambat Sel A dalam mensekresikan hormon glukagon, dan Sel B dalam
mensekresikan hormon insulin.
Di samping memegang peranan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan
mineral, hormon pankreatik juga berperan dalam keseimbangan hidro-mineral.
Ikan sidat yang dihilangkan pankreasnya dan dipelihara di air laut memiliki
mortalitas yang lebih besar bila di bandingkan dengan yang dipelihara di air tawar.
Studi yang lebih baru pada ikan sidat telah menunjukkan bahwa hormon pankreas
berperanan dalam pengaturan tingkat asam amino bebas pada cairan dalam sel pada
media hiperosmotik.
BAB IV
PENCERNAAN MAKANAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami sistem
pencernaan pada ikan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :


1. Menyebutkan dan menjelaskan enzim-enzim yang berperan dalam pencernaan
2. Menjelaskan mekanisme pencernaan protein, lemak dan karbohidrat
3. Menjelaskan kecernaan makanan pada ikan
3. Menjelaskan dan mengaplikasikan metode pengukuran kecernaan makanan

Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik


dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan ke
seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Pencernaan secara fisik atau mekanik
dimulai di bagian rengga mulut dengan berperannya gigi dalam proses pemotongan
dan pengerusan makanan. Pencernaan secara mekanik ini dilanjutkan di segmen
lambung dan usus yaitu dengan adanya gerakan-gerakan/konstraksi otot pada segmen
tersebut. Pencernaan secara mekanik di segmen lambung dan usus terjadi secara
efektif oleh, karena adanya tif. Pencernaan secara kimiawi dimulai di bagian
lambung. Hal ini dikarenakan cairan digestif yang berperan dalam pencernaan secara
kimiawi mulai dihasilkan di segmen lambung. Pencernaan ini selanjutnya
disempurnakan segmen usus. Cairan digestif yang berperan dalam pencernaan di
segmen usus berasal dari hati, dinding usus itu sendiri.

4.1. Enzim Pencernaan

Enzim adalah suatu katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan. Bahan dasar enzim adalah protein, sel hati dapat
dikeluarkan dari sel melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan keluar sel
digunakan untuk pencernaan di luar sel (dinding rongga saluran pencernaan)
(Ektracellular digestiot) sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan
bentuk pencernaan di dalam sel itu sendiri (intracellular digestion).
Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga dengan demikian
kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keakatifan enzim.
Aktivitas enzim dapat dinyatakan antara lain dalam bentuk unit enzim. Satu enzim
adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam
waktu 1 menit pada suhu 25° C dan pada keadaan pH optimal (Weil, 1979).

4.1.1. Faktor - faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim


Aktivitas enzim tergantung pada konsentrasi enzim dan subtrat, suhu, pH, dan
inhibitor. Pengaruh konsentrasi enzim [E] terhadap kuantitas substrat yang diubah
(transformasi) dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Vitasse

0 Konsentrasi enzim E

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kuantitas


Bahan (Substrat) yang ditransformasi (Sumber : Wail,
1979)
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pada waktu tertentu (t1) peningkatan
konsentrasi enzim menyebabkan peningkatan secara proporsional jumlah substrat
yang transformasikan. Sebaliknya pada waktu (t2) konsentrasi enzim meningkatkan
jumlah substrat yang ditransformasikan tetapi sudah tidak proporsional lagi. Jadi pada
batas waktu tertentu kecepatan awal reaksi merupakan fungsi dari konsentrasi enzim
(Gambar 4.2).

Kuantitas
Substrat
transpormee

3x

2x

1x

t0 t1 t2 waktu

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Konsentrasi Enzi Terhadap Kecepatan


Reaksi Enzimatik (Sumber : Wail,1979)

Apabila konsentrasi enzim [E] diperhatiakan tetap dan konsentrasi substrat [S]
dibuat bervariasi maka kecepatan reaksi pertama-tama akan meningkat secara cepat,
tetapi jika [S] terus ditingkatkan, kurva akan cenderung mendatar. Pada nilai [S]
yang tinggi tidak ada lagi peningkatan kecepatan reaksi, dalam hal ini kurva
cenderung sejajar dengan garis batas maksimal (asimtot) (Gambar 4.3)

Vitesse

Vmax

Vmax/2

Km konsentrasi substat

Gambar 4.3. Grafik Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap


Kecepatan Reaksi Enzimatik (Sumber : Wail,1979)

Terjadinya kompleks enzim-substrat (E-S] telah membuka pandangan


Michaelis dan Menten untuk menyusun suatu teori daya kerja enzim. Pembentukan
kompleks tersebut dari komponen-komponennya berlangsung secara bolak-balik
(reversible).
E + S < ============== > E S

Jika persamaan di atas ditranformasikan ke dalam hukum daya kerja massa maka
akan diperoleh persamaan berikut :
dimana[E] = konsentrasi enzim
[S] = konsentrasi substrat
[ES] = konsentrasi enzim-substrat
KM = nilai afinitas enzim untuk, suatu substrat atau konstanta Michaelis.
Jadi konstanta Michaelis atau konstanta keseimbangan dissosiasi kompleks E-
S sama dengan konsentrasi substrat ketika kecepatan reaksinya mencapai setengah
kecepatan reaksi maksimum. Secara nilai Km berkisar antara 10-2 m - 10-8 M.
Harus bahwa dicatat adalah selalu ukuran afinitas enzim untuk substratnya. Semakin
kuat interaksi E-S akan semakin banyak enzim yang bergabung dengan substrat dan
semakin sedikit keberadaan enzim bebas. Jadi [E] akan lebih kecil dan (E-S] akan
menjadi besar, konsekuensinya KM akan menjadi kecil. Afinitas suatu enzim untuk
suatu substrat sama dengan 1/Km. Jika Km tinggi afinitasnya adalah lemah dan jika
Km rendah maka afinitasnya kuat (besar).
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Gambar
4.4. Gambar tersebut memperlihatkan dua fenomena yang berbeda. Dalam zona
suhu yang lebih rendah, antara suhu 0 dari 40° C, kecepatan reaksi meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu (kurva garis penuh).
Peningkatan kecepatan reaksi ini disebabkan oleh pembentukan kompleks
menjadi aktif ketika energi, panas untuk sisteni reaksi tersedia lebih banyak.
Kemudian pada suhu lebih besar dari suhu optimum (di atas 45°C), maka peningkatan
suhu akan menurunkan, kecepatan reaksi. Penurunan kecepatan reaksi ini karena di
atas suhu tersebut enzim mengalami denaturasi sehingga tidak dapat menghasilkan
produk.
V

Kurva denaturasi
Temperatur optimal

Kurva aktivasi

Temperatur

Gambar 4.4. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dapat dilihat

Perubahan pH berpengaruh baik terhadap enzim maupun substrat. Pada


tingkat enzim. perubahan pH menyebabkan perubahan derajat ionisasi kelompok
fungsional tertentu, jadi muatan positif atau negatif adalah penting, baik untuk
pembentukan komplek enzim substrat maupun untuk mempertahankan konfirmasi
tiga dimensi natif dari protein enzimatik. Pada tingkat substrat, perubahan pH akan
mengubah derajat ionisasi, yang memungkinkan mendorong atau sebaliknya
mencegah pembentukan komplek enzim substrat. Pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim dikemukakan pada Gambar 4.5.

2 4 6 8 pH
Gambar 4.5. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

Sebagaimana terlihat pada Gambar tersebut, bahwa di luar pH optimum (lebih


kecil atau lebih besar dari pH optimum), kecepatan reaksi berkurang dengan cepat.
Walaupun demikian pada kenyataannya pH optimum sangat bervariasi tergantung
pada jenis enzimnya. Sebagai contoh untuk pepsin, pH optimum berkisar antara 1,5 -
2. Kosentrasi ion hidrogen (pH) yang cocok untuk pencernaan secara enzimatik
ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa setiap enzim
mempunyal pH optimum yang berbeda-beda, tetapi kebanyakan enzim memiliki pH
optimum yang mendekati netral (6-8).
Decinormal HCl
1

gastric juice-1.77
2 Optimum untuk pepsin

3 Salivary enzymes irreversibly destroyed

4 Activity of pepsin ceases


Invertin optimum

5 Gastric juice-infant
Salivary enzymes destroyed
Intestinal content-human
6 Optimum for tryptic digestion of casein
Saliva-notexposed to air-optimum for ptyalin

7 Ptyalin-average-exposed to air
Human blood-7.35
Optimum erepsin-duodenal secretion
8 Optimum for pancreatic lipase-(trypsin?)

9 Pancreatic juice
Gambar 4.6. Grafik pH Optimum untuk Aktivitas Enzim (Sumber :
Wail,1979)

Enzim sangat pekat terhadap senyawa atau gugus diikatnya. Senyawa atau
bahan tersebut senyawa yang dapat menyebabkan denaturisasi atau degradasi pada
protein (enzim). Dengan adanya bahan tersebut maka aktivitas enzim menjadi
terhambat, senyawa atau bahan tersebut dinamakan inhibitor. Tidak semua inhibitor
merugikan; karena dalam sel, inhibitor dapat berfungsi sebagai pengatur reaksi
enzim. Dalam hal ini inhibitor mengontrol produk reaksi enzimatik sehingga hanya
cukup untuk kebutuhan sel saja. Di samping itu penggunaan inhibitor tertentu dalam
beberapa hal memungkinkan untuk menentukan asal asam amino yang membuat
bagian aktif suatu enzim dan berperan dalam pembentukan koplek E-S.
Inhibitor terdiri dari inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
Inhibitor kompbtitif adalah inhibitor analog dengan substrat keberadaannya inhibitor
tersebut akan berkompetisi dengan substrat untuk mengikat bagian yang aktif
(penting) dari enzim. Dengan demikian enzim dapat bergabung baik dengan substrat
maupun dengan inhibitor. Apabila enzim membentuk komplek dengan inhibitor (E-I)
maka jelas enzim tersebut tidak dapat berfungsi sebagai katalisator sebab hanya
kompleks E - S yang memungkinkan terbentuknya produk reaksi enzimatik. Daya
kerja inhibitor kompetitif bergantung pada konsentrasi substrat, konsentrasi inhibitor,
afinitas enzim terhadap substrat dan afinitas enzim terhadap inhibitor. Contoh
inhibitor kompetitif adalah sulfanilamid.
Inhibitor non-kompetitif dapat bergabung baik dengan enzim tetapi pada
bagian yang bukan bagian penting/aktif, sehingga tidak ada kompetisi dengan substrat
untuk bagian penting tersebut, dengan komplek E-S untuk membentuk ESI. Pengaruh
inhibitor tidak dapat dihilangkan dengan penambahan substrat. Daya kerja inhibitor
non kompetitif tergantung pada konsentrasi inhibitor dan affinitas enzim terhadap
inhibitor.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa enzim yang disekresikan ke dalam lumen
(rongga) saluran pencernaan berasal dari mukose laring, pilorik kaeka, pankreas dan
mukosa usus. Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis
protein, lemak dan kharbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Mukosa
lambung, menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimalnya
pada pH rendah. pH rendah ini diakibatkah adanya HCl yang dihasilkan oleh kelenjar
yang sama dengan kelenjar enzim tersebut Pilorik kaeka yang merupakan bentuk
perpanjangan dari usus, terutama mensekresikan enzim yang sama seperti pada
bagian usus. Enzimnya terdiri dari enzim pencerna protein, karbohidrat dan lemak
yang aktif pada pH netral atau sedikit basa. Cairan: pankreatik kaya akan tripsin,
yaitu suatu protease yang aktivitas optimalnya sedikit di bawah pH basa, disamping
itu juga mengandung amilase, mattase dan lipase. Sejumlah ikan tidak memiliki
lambung dan pilorik kaeka sehingga aktivitas proteolitik terutama berasal dari cairan
pankreatik. Hasil dari studi tertentu memberikan dukungan yang jelas bahwa
komposisi cairan digestif berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu
spesies ikan.

4.1.2. Proteinase

Protein adalah bahan organik dengan berat yang tinggi, tersusun dari sejumlah
asam, amino yang disatukan dalam ikatan peptid. Pada hidrolisis protein sederhaha
hanya mengliasilkati asam amino, sedangkan hidrolisis protein yang berikatan dengan
senyawa lain menghasilkan tambahan grup nonprotein. (grup prostetik). Selama
pencernaan, rantai peptid dihidrolisis satu per satu menjadi asam amino atau grup
asam amino. Enzim-enzim pencernaan protein yang dikenal secara umum dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Enzim protease dibagi, ke dalam kelompok yaitu: endopeptidase dan
eksopeptidase. Etidopeptidase berperan sebagai katalisator dalam menghidrolisis
rantai peptid bagian tengah dan rantai peptid yang sangat spesifik. Sedangkan
eksopeptidase mengkatalisis dalam melepaskan ujung asam amino. Endopeptidase
dan eksopeptidase terdapat sebagai enzim intra selular maupun ekstra selular.
Tabel 4.1. Enzim Pencernaan Protein pada Hewan Activator
Activator
Zymogen Enzym
Autocalyst
ENDOPEPTIDASE;PR Pepsinogen HCL
Pepsin
OTEINASES Pepsin
Trypsinogen Enterokinase
Trypsin
Trypsin
Chymotrypsin Trypsin
Chymotrypsin
Pepsin
EKSOPEPTIDASE; Aino Peptidase Ma,MG,Zn
PEPTIDASE Carbonypeptidase Zn
Tripeptidase
Dipeptidase Mn; Mg; Zn

Enzim endopeptidase yang berperan penting dalam pencernaan protein antara


lain adalah pepsin. Pepsin merupakan enzim yang disekresikan oleh mukosa
lambung. Enzim ini memiliki aktivitas proteolitik optimal pada pH 2. Pepsin
ditemukan pada seluruh hewan vertebtata kecuali pada ikan yang tidak memiliki
lambung.
Aktivitas pepsin tergantung pada pH, suhu dan jenis substrat. Kekuatan
mencerna dari cairan gastrik bergantung pada jumlah pepsin pH. Konsentrasi enzim
tertentu, aktivitas proteolitik dari cairan digestif akan mencapai maksimal pada pH
lebih rendah dari 4. Cairan gastrik cukup mengandung HCl untuk mencapai pH di
bawah 2.
Makanan yang dimakan biasanya memiliki daya penyangga (buffer) yang
berarti bahwa pH chyme, akan lebih tinggi daripada pH cairan gastrik. Untuk
keperluan pengasaman isi lambung, jumlah asam yang disekresikan lebih penting dari
pada konsentrasi asam pada sekresi sehingga lebih yang dimakan maka laju sekresi
harus lebih tinggi. Kadangkala pada makanan dalam lambung, hanya lapisan luar dari
makanan yang mempunyai nilai pH yang cocok untuk aktivitas pepsin, sedangkan
bagian dalam mempunyai nilai pH yang lebih tinggi.
Konsekuensinya adalah pencernaannya terjadi secara bertahap, sehingga
ketika lapisan luar telah menjadi cair baru kemudian lapisan berikutnya mengalami
pengasaman dan selanjutnya akan dicerna hingga menjadi cair. Selain dipengaruhi
pH, pencernaan di lambung juga disokong oleh konsentrasi pepsin yang tinggi, suhu
yang tinggi dan gerakan lambung yang intensif. Sebagai hasil akhir dari hidrolisis
enzim pepsin ini adalah proteoses, pepton dan peptides. Untuk dapat diserap, hasil
hidrolisis enzim dihirolisis lagi oleh enzim eksopeptidase.
Enzim endopeptidase lainnya adalah tripsin. Enzim ini disekresikan oleh
pankreas eksokrin. Aktivitas tripsin ini kadang-kadang ditemukan dalam trak usus,
hal ini disebabkan enzim tripsin ini telah diserap oleh mukosa usus. Tripsin aktif
secara maksimal pada media basa yaitu pada pH 7-11, yang tergantung kepada
substratnya. Sebagai hasil akhir dari hidrolisis enzim tripsin adalah Proteoses, pep-
ton, peptides dan asam amino. Aktivitas proteolitik pada segmen usus umumnya
menurun dari bagian depan ke arah bagian belakang dan enzim ini resisten terhadap
autolisis di dalam usus. Walaupun demikian enzim yang ada pada hormon tersebut
akan diserap kembali oleh dinding usus di bagian belakang (Ash, 1985).

4.1.3. Lipase dan Esterase

Enzim yang berperan.sebagai katalisator dalam hidrolisis lemak adalah


esterase, yang memecahkan rantai ester menjadi asam lemak dan alkohol. Enzim
yang berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis trigliserid biasanya disebut sebagai
lipase, sedangkan enzim yang memedah ikatan etil butirat (esterase sederhana) adalah
esterase. Untuk menghidrolisis komponen ltmak komplek seperti fosfolipid,
kholesterol dan ware diperlukan enziin yang lebih spesifik, contohnya enzim
Cholesterol esterase. Terdapat dua proses penting dalam pencernaan lemak, yaitu
pertama emulsifikasi oleh bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan lemak
dan yang kedua adalah pencernaan oleh lipase.
Hidrolisis lemak oleh enzim lipase menghasilkan monogliserid dan asam
lemak, dan sebagai hasil kerja bahan pengemulsi maka bahan hasil pencernaan terse-
but berbentuk butiran halus yang memiliki permukaan yang lebih luas untuk aktivitas
enzim. Diduga bahwa semua jenis ikan memiliki enzim lipase. Pada ikan Scomber
sp. dan beberapa jenis ikan lain, aktivitas lipase ditemukan pada ekstraksi pankreas,
pilorik kaeka dan usus depan. Pada ikan tilapia dan trout, aktivitas lipase juga
ditemukan pada segmen lambung.

Karbohidrase

Karbohidrase merupakan. enzim yang ditemukan baik pada pankreas maupun


usus. Pada ikan yang pankreasnya, menyebar di antara sel hati, enzim amilase
ditemukan pada kantung empedu, hal ini berarti bahwa kantung empedu menerima
sekresi pankreas. Pada ikan yang pankreasnya terpisah dari hati, misalnya ikan
kembung (Scomberomorus sp.) pada kantung empedunya tidak ditemukan aktivitas
amilase. Beberapa peneliti mendapatkan enzim amilase, maltase dan sakharase pada
ekstrak hati, pankreas, esofagus dan usus ikan mas. Terdapatnya amilase pada
ekstrak hati disebabkan adanya fragmen pankreas pada ekstrak hati tersebut, sebab
sulit sekali memisahkan fragmen pankreas memisahkan dari hati.
Kapoor (1976) menemukan beberapa jenis enzim karbohidrase seperti amila-
se, maltase, glikogenase dan sokrase padaekstrak ikan yang tak berlambung. Amilase
juga sering ditemukan pada pilorik kaeka. α amilase ditemukan pada seluruh jenis
ikan dan pada ikan air tawar (Teleost) α amilase ditemukan pada sepanjang saluran
pencernaan (Kusmina, 1980), walaupun demikian menurut penulis tersebut,
aktivitasnya berkurang di usus belakang. Pada bandeng, Chanos chanos. Aktivitas
karbohidrase terutana di usus dan pilorik kaeka. Jenis-jenis enzim, pencernaan dan
organ penghasilnya disarikan pada Tabel 4.2.

Enzim Pencernaan dan Kaitannya dengan Makanan

Telah diungkapkan sebelumnya bahwa berdasarkan jenis makanan yang biasa


dimakan, ikan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu herbivore, omnivore,
karnivora. Berdasarkan perbedaan jenis makanan yang biasa dikonsumsi tersebut
maka enzim pencernaan yang dihasilkan akan berkaitan dengan komposisi, makanan.
Karbohidrase akan lebih banyak diproduksi oleh ikan herbivore, sedangkan
proteinase secara kumulatif banyak diproduksi oleh ikan karnivora.

Tabel 4.2. Jenis-jenis Enzim Pencernaan dan Organ Penghasilnya


Organ penghasil Jenis Enzim yang Disekresikan
Lambung Protease (pepsin)
Amilase
Lipase
Esterase
Khitinase
Usus Lipase
Enterokinase
Aminopeptidase
Diteptidase
Maltase
Laktase
Sukrase
Pankreas Protase
Tripsin
Khemotripsin
Elastase
Karboksipeptidase
Amilase
Lipase
Khitinase

Aktivitas amilase pada ekstrak hati dan pankreas ikan mas kira-kira 100 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan ikan "bluegill sunfish" dan "large mouth" bass.
Demikian pula kadar amilase pada ikan trout. (karnivora) lebih rendah; dibandingkan
dengan ikan mas. Aktivitas amilolitik pada saluran pencernaan ikan mas dan ikan
Plecoglossus yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan salmon dan yellow tail
jack. Sebagai gambaran tentang aktivitas enzim dalam kaitannya dengan katagori
ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut ini.
Tabel. 4.3. Hubungan antara katagori ikan dan Aktivitas enzim
pencernaannya (Turpayev dalam Kapoor et a.l., 1976)

Spesies Feeding habit Aktivitas Amilase Aktivitas Tripsin


Scardinlusi Herbivora 1,0 0,4
Blicca Omnivora 1,1 0,9
Alburnus Omnivora 1,0 0,9
Aspius Kanivora 0,15 1,2
Cyprinus Omnivora 5,8 1,7

Pencernaan Protein, Lemak dan Karbohidrat


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pencernaan makanan adalah
penyederhanaan makanan yarig pada awaltiya berupa tolekul komplek menjadi
molekul sederhana. Dalam proses pencernaan, komponen pakan yang berupa protein,
lemak dan kharbohidrat harus dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana yang
merupakah komponen-komponen penyusunnya. Nutrien yang berbentuk sederhana
inilah yang dapat diserap oleh entetocyte dan diedarkan ke seluruh tubuh. Diakah
memudahkan dalam proses penyerapan dan ransportasi, hanya nutrien yang
sederhana inilah yang dapat digunakan untuk mensintesis senyawa baru (anabolisme)
atau dioksidasi untuk menghasilkan energi (katabolisme).

4.2.1. Pencernaan Protein


Enzim yang sangat berperan dalam pencernaan protein adalah proteinase, baik
yang oleh kelenjar lambung, pankreas maupun dinding usus. Di lambung protein
dalam pakan akan mengalami denaturisasi oleh kerja HCl dati dihidrolisis dengan
katalisator enzim pepsin, protein yang dicerna terebut akan berubah menjadi peptid.
Pencernaan di lambung merupakan suatu persiapan untuk pencernaan di usus.
Seperti halnya pada manusia bahwa hanya bentuk polipeptid dan sedikit asam amino
ke usus depan. Di usus, peptid akan mengalami hidrolisa dengah enzim
karboksipeptidase, tripsin, khimotripsin dan elastase sebagai katalisatornya,
menjadi polipeptid, tripeptid. dan dipeptid. Enzim-enzim tersebut disekresikan oleh
pankreas eksokrin. Selanjutnya oligopeptid ini akan dibidrolisis dengan enzim
peptidase yang disekresikan oleh dinding usus sebagai katalisatornya, sehingga
menjadi bentuk tripeptid, dipeptid dan asam amino. Hidrolisis berikutnya untuk
senyawa tripeptid dan dipeptid dilakukan enzim tripeptidase dan dipeptidase hingga
akhirnya menjadi asam amino. Hidrolisis tripeptid dan dipeptid dapat terjadi ketika
bahan tersebut masih berada dalam rongga usus (Extracellular digestion) atau ketika
tripeptid dan dipeptid tersebut telah diserap oleh enterosit (intracellular digestion).
Pada ikan yang memiliki pilorik, kaeka, hidrolisis protein (peptid) dikatalisasi oleh
enzim terutama yang berasal dari pankreas.
Pada ikan-ikan yang tidak berlambung pencernaan protein terjadi di usus
depan dengan demikian enzim protease yang bakerja dalam bidrolisis protein sebut
terutama berasal dari pankreas. Untuk mencapai hasil hidrolisis yang maksimal dan
untuk memaksimalkan kemampuan pengasimilasi nutrien, ikan-ikan yang tidak
berlambung biasanya memiliki usus yang panjang. Demikian pula halnya dengan ikan
yang baru menetas (larva), pada stadia larva, lambung belum terbentuk sehingga
fungsi lambung diganti oleh usus depan. Dalam hal ini makanan yang dimakan di-
tampung di usus depan, di tempat itu pula pencernaan protein, lemak dan karbohidrat
dimulai. Larva ikan baik yang nantinya akan menjadi ikan karnivora, herbivore
maupun omnivora memiliki usus yang pendek. Dengan demikian kompensasi larva
ikan untuk melakukan proses pencernaan dan penyerapan nutrien ialah dengan cara
memakan hewan renik (zooplankton) Zooplankton ini selain mengandung nilai gizi
yang tinggi juga mudah dicerna karena mengandung enzim yang dapat berperan
dalam autolisis
Sebagai akibat adanya HCl pada lambung, makanan yang dimakan mengalami
pengasaman sehingga ketika makanan sudah berbentuk bubur (Chyme), pH nya
rendah makan (di bawah 4). Ketika chyme masuk ke usus depan, chyme akan
bercampur dengan cairan empedu dan cairan pankreas yang selain mengandung
enzim juga banyak mengandung bikarbonat. Cairan empedu yang sifatnya basa dan
adanya ion bikarbonat dari pankreas menyebabkan naiknya pH chyme pada usus.
Dengan kondisi pH chyme yang basa, maka enzim pankreatik dan enzim dari mukosa
usus dapat bekerja secara optimal.

4.2.2. Pencernaan Lemak


Pencernaan lemak mulai di bagian lambung, akan tetapi pencernaan di sini
tidak begitu efektif. Pencernaan lemak secara intensif terjadi di bagian usus, dalam
hal ini lemak dihidrolisis dengan katalisator enzim lipase pankreatik. Enzim lipase
pankreatik menghidrolisis trigliserid menjadi monoglisetid dan asam lemak. Hampir
80% lemak yang dikonsumsi, hidrolisisnya dikatalisis oleh enzim pankreatik. De-
hidrolisa dengan adanya garam empedu yang berfungsi sebagai pengemulsi lemak
maka terbentuk partikel lemak berukuran kecil yang disebut "micelles". Micelles ini
umumnya mengandung asam lemak, monogliserid dan kholesterol. Partikel lemak
dalam bentuk micelles ini siap untuk diserap oleh dinding usus (enterosit).

4.2.3. Pencernaan Karbohidrat


Karbohidrat dalam pakan umuninya berbentuk senyawa polisakharida,
disakharida dan monosakarida. Karbohidrat tersebut dapat berasal dari tumbuhan (zat
tepung, serat, selulosa dan fruktosa) dan dari tubuh hewan (mangsa) yaitu berbentuk
glicogcen. karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur (salivary gland), maka
pencernaan karbohidrat dimulai di bagian lambung. Walaupun tidak banyak pustaka
yang menjelaskan tentang pencernaan karbohidrat di segmen lambung namun pada
ikan gabus dan ikan belanak aktivitas amilase pada lambung telah diungkapkn oleh
Seshadri (1967) dalam Kapoor et al. (1975). Pencernaan karbohidrat secara intenisif
terjadi di segmen usus yaitu dengan adanya enzim amylase pankreatik. Pada segmen
usus amilum (zat tepung) dan glikogen dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi
maltose dan dekstrin. Kemudian maltose dan dekstrin ini akan dihidrolisa oleh enzim
laktase limit dekstrinase menjadi glukosa. Disakharida dihidrolisis oleh enzim laktase
atau sukrase menghasilkan galaktosa, glukosa dan fruktosa. Pada dinding usus
galaktosa dan fruktosa akan diubah menjadi glukosa. Sellulosa akan dihidrolisis
dengan enzim sellulase sebagai katalisatornya menjadi sellobiose, kemudian
sellobiose akan dihidrolisis dengan, enzim sellobiase sebagai katalisatornya menjadi
glukosa. Dengan bentuk glukosa ini karbobidrat dapat diserap oleh dinding sel
(enterosit).

Kecernaan Makanan

4.3.1. Permasalahan Dalam Pengukuran Kecernaan Makanan pada Ikan


Nilai kecernaan suatu makanan atau disebut juga dengan koefisien pencernaan
(digestibility) disamping dengan menggambarkan kemampuan ikan dalam makanan
juga dapat menggambarkan kualitas yang dikonsumsi oleh ikan. Informasi tentang
nilai kecernaan suatu bahan makanan atau suatu makanan sangat penting sebagai
dasar dalam menilai mutu makanan dan dalam merancang ransum.
Sebagaimana telah diungkapkan dalam bab-bab sebelumnya bahwa makanan
yang dikonsumsi oleh ikan akan dicerna, dan bagian yang tercerna akan diserap oleh
dinding usus. Dalam proses pencernaan, tidak semua komponen makanan yang
dimakan dapat dicerna menjadi bahan yang dapat diserap, sebab pada kenyataannya
selalu ada bagian yang tidak dapat dicerna. Bagian tersebut akan dikeluarkan dari
tubuh ikan dalam bentuk feses. Jadi pada prinsipnya, penentuan nilai kecernaan suatu
bahan/makanan adalah memperbandingkan kadar nutrien atau energi akan dengan
kadar nutrien atau energi pakan dengan kadar nutrien atau energi feses dan satunnya
dinyatakan dalam persen.
Kecernaan makanan dapat diungkapkan dalam bentuk kecernaan bahan
kering, nutrien (protein, lemak dan karbohidrat) dan energi. Dengan demikian, untu
dapat mengukur nilai-nilai kecernaan yang disebut di atas, haruslah dilakukan
pengukuran kandungan bahan kering, protein, lemak, karbohidrat dan energi, baik
pada makanan maupun pada feses.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa feses ikan mengandung 80-85%
air dan 15-20% bahan padat (organik dan mineral). Bahan padat mengandung fraksi
makanan yang tidak dapat dicerna, mukus, sel-sel yang rusak, enzim dan bakteri.
Sebagian dari feses berasal bukan dari makanan yang tidak dicerna melainkan berasal
dari tubuh ikan itu sendiri (endogen). Bagian ini relatif keci1 jumlahnya
dibandingkan dengan komponen makanan yang cerna.
Sehubungan dengan adanya kornponen feses yang berasal dari tubuh ikan itu
sendiri, maka dikenal ada dua macam nilai kecernaan, yaitu: Kecernaan total
('apparent digestibility') dan Kecernaan murni ('true digestibility').
Tabel 4.4. Kandungan nutrien dan energi dalam makanan dan feses ikan

Komponen Makanan Feses


Protein (N x 6,25) 46,6 21,1
Lemak 11,4 1,1
Mineral 10,1 21,8
Energi (Cal/g) 5207 3625

a. Kecernaan Total
Dalam perhitungan kecernaan total, semua komponen dalam feses dianggap
berasal dari makanan yang dikonsumsi, sehingga rumusnya dinyatakan sebagai
berikut:
IxF
DA = x 100
F

DA = Kecernaan Total
I = Jumlah makanan yang dikonsumsi, yang dapat dinyatakan dalam gram nutrien
atau dalam satuan energi.
F = Jumlah feses yang dihasilkan setelah ikan mengkonsumsi pakan sebesar I.
Besaran F dapat dinyatakan dalam gram nutrien atau dalam satuan energi.

b.Kecernaan Murni
Dalam perhitungan kecernaan murni, hanya komponen feses yang berasal dari
pakan yang diperhitungkan, sedangkan komponen feses yang bersifat endogen tidak
diikut sertakan. Besarnya komponen feses yang bersifat endogen dapat diketahui
dengan mengukur kadar nuttien tertentu misalnya protein, pada feses ikan yang diberi
pakan yang tidak mengandung protein. Pada Kenyataan pengukuran murni sulit
dilakukan, sebab kebanyakan ikan tidak dapat hidup normal apabila pakannya tidak
mengandung nutrien tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung kecernaan
murni, adalah sebagai berikut:
I - (F - FE )
DT = x 100
I

DT = Kecernaan Murni
I = Jumlah makanan yang dikonsumsi
F = Jumlah feses yang dihasilkan
FE = Jumlah komponen feses yarig bersifat endogen.
I, F dan Fp, dapat dinyatakan dalam gram nutrien atau satuan energi

Berbeda dengan hewan darat, pengukuran kecernaan makanan pada ikan


(hewan air) relatif lebih sulit, sebab banyak permasalahan yang harus diatasi.
Permasalahan, tersebut antara lain pengumpulan feses dan pencucian feses.
c. Pengumpulan Feses
Mengumpulkan feses yang terdapat di dalam air lebih sulit daripada
mengumpulkan feses yang ada di luar air, dan kesulitan tersebut bertambah lagi
apabila feses tersebut berupa partikel, yang kecil.
Untuk mendapatkan nilai kecernaan makanan yang akurat, feses yang benar-
benar bebas dari sisa pakan. Feses yang terkontaminasi oleh sisa pakan akan
memberikan nilai yang bias. Kontaminasi tersebut dapat dihindari dengan
mengeluarkan sisa pakan, dari wadah pengukuran sebelum pengumpulan feses
dimulai.
d. Pencucian Feses
Proses pencucian feses oleh air dimulai sesaat setelah feses keluar dari anus.
Windell et al. (1979) mengemukakan banyak feses yang dilepaskan ke dalam air
mengalami pencucian secara maksimal selama satu jam pertama setelah pelepasah
feses berlanjut hingga jam ke empat. Sejak jam ke empat hingga jam ke pencucian
yang terjadi sangat sedikit (Tabel 4.5). Keberadaan feses dalam air selama 1 jam
neningkatkan koefisien pencernaan bahan kering dan lemak berturut-turut sebesar
11,5; 10,0 dan 3,7persen. Dengan demikian pencucian feses oleh air akan
menyebabkan kadar hutrien dan energinya menurun, akibatnya nilai kecernaan
makanan akan meningkat. Apabila masalah pencucian tidak dihindari, maka
tingginya nilai kecernaan makanan bukan disebabkan oleh tingginya kualitas pakan
akan tetapi oleh teknik pengukurannya (metoda pengumpulan feses) yang knrang
memadai.

Tabel 4.5. Hubungan Antara Waktu Pengumpulan Feses, Pencucian


Nutrien dan Koefisien Pencernaan Makanan (Makanan
Kering) pada Ikan Trout, Salmo gairdneri (Windell et al.,
1979).

Waktu
pengumpulan Digestibility
feses
Bahan keringa Protein kasarb Lemak kasarc
Feses ari asil
pembedahan
0d 54.7± 0.97 80.5± 0.82 83.9±
Feses dari hasil
penyaringan
1e 66.2± 0.69 90.5± 0.53 87.6± 0.30
4 69.4± 0.41 90.4± 0.21 90.3± 0.67
8 69.7± 0.40 92.4± 0.47 90.2± 0.31
16 71.8± 0.54 90.5± 0.89 92.1± 0.20

Keterangan
a → F = 70,19; df = 4,25; P ≤ 0,05
b → F = 56,35; df = 4,25; P ≤ $0,05
c → P = 59,77; df = 4,15; P ≤ $0,05
d → feses diambil pada 2,5 cm bagian usus yang terbelakang.
e → feses diambil pada 2,5 cm bagian usus yang terbelakang dan direndam dalam
air selama 1 jam, rata-rata kecernaan bahan keringnya adalah 65,5% t 0,66.

4.3.2. Metode pengukuran kecernaan makanan


Seperti halnya pada hewan darat, ada dua metoda yang biasa digunakan dalam
mengukur kecernaan makanan pada ikan, yaitu metoda langsung dan metode tidak
langsung.
a.Metode Langsung
Pengukuran kecernaan makanan dengan menggunakan metoda langsung biasa
diterapkan pada level individu. Pada metode ini semua makanan yang dikonsumsi
dan semua feses yang dikeluarkan oleh ikan seiama fase pengukuran (24 jam) harus
diukur. Pada pengukuran ini, biasanya ikan diberi makan secara adlibitum, (kenyang)
dan pemberian pakannya dilakukan setelah semua isi perut ikan kosong (melalui
pemuasaan). Dengan cara demikian semua feses yang dikeluarkan benar-benar
berasal dari makanan yang dimakan pada saat pengukuran dimulai. Rumus yang
digunakan untuk menghitung kecernaan makanan adalah sebagai berikut:
IxF
DA = x 100
I

DA = Kecernaan Total
I = Jumlah makanan yang dikonsumsi
F = Jumlah feses yang dihasilkan
Nilai I dan F dapat dinyatakan dalam, bentuk, bahan kering, nutrien atau energi.

Kesulitan pengukuran kecernaan dengan menggunakan metode ini terletak


pada pengukuran/penentuan jumlah total makanan dan jumlah total feses yang
dihasilkan.
b. Metode Tidak Langsung
Kesulitan yang dihadapi dalam nilai kecernaan makanan secara langsung
mendorong orang mengukur nilai kecernaan makanan dengan menggunakan metode
tidak langsung. Dalam metode ini penentuan jumlah total makanan yang dikonsumsi
dan pengukuran jumlah total feses yang dihasilkan tidak. dibutuhkan Untuk
menghitung nilai kecernaan suatu bahan makanan atau makanan, maka ke dalam
pakan yang akan diukur nilai kecernaannya ditambahkan indikator. Untuk
menghitung nilai kecernaannya digunakan rumus sebagai berikut:
 lp Np 
D A = 100 - 100 x x 
 If Nf 

DA = Kecernaan Total
Ip = Persentase indicator dalam pakan
If = Persentase indicator dalam feses
Np = Persentase nutrien dalam pakan
Nf = Persentase nutrien dalam feses

Untuk menghitung nilai kecernaan bahan keringnya digunakan rumus :

 lp Np 
D A = 100 - 100 x x 
 If Nf 
Di dalam memilih bahan yang akan digunakan sebagai indikator, beberapa
persyaratan perlu diperhatikan yaitu:
1) Indikator, merupakan bahan yang dapat bercampur secara merata dengan
bahan makanan selama perjalanan dalam saluran pencernaan.
2) Indikator, merupakan bahan yang tidak dapat dicerna dan diserap.
3) Indikator haruslah merupakan bahan yang tidak berpengaruh negatif terhadap
organiame (hewan uji).
Sehubungan dengan syarat-syarat yang dikemukakan di atas, saat ini ada
beberapa jenis indikator yang biasa digunakan. Indikator-indicator tersebut antara
lain adalah:
1. Bahan organik yang resisten terhadap hidrolisis atau Hidrolysis Resistant
organic Matter (HROM), dengan baban dasar berupa selulosa dan khitin
(Buddington, 1980).
2. Silika (Hichling, 1966).
3. Serat kasar (De Silva dan Perrera, 1983).
4. Hydrolisis Resistant Ash atau Acid Insoluble Ash (AIA) (Bowdn, 1981).
5. Chromic Oxide (Cr203).
Di antara kelima indikator ini, Cr203 yang paling umum digunakan.
Persentase Cr203 yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya sebesar 1%. Selain
faktor ekofisiologis ikan, faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai kecernaan
makanan adalah faktor teknis dalam pengumpulan feses. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa begitu feses dikeluarkan dari anus dan kontak dengan
air maka proses pencucian mulai terjadi. Jadi jelaslah bahwa lamanya kontak feses
dengan air akan menentukan derajat pencucian. Pada kenyataannya teknik
pengumpulan feses berpengaruh terhadap ada atau tidak ada serta lamanya kontak
feses dengan air. Dengan demikian, teknik pengambilan feses dapat mempengaruhi
nilai kecernaan pakan. Beberapa teknik pengambilan feses dalam rangka mengukur
nilai kecernaan pakan yang diungkapkan dalam beberapa pustaka adalah sebagai
berikut:
a. Pengambilan feses dari bagian rektum (Nose, 1960).
b. Pengambilan feses melalui penyedotan atau pembedahan isi rektum ikan
(Windel et al., 1978).
c. Menempatkan ikan pada ruang metabolisme diikuti oleh pengumpulan
fesesnya (Smith, 1971).
d. Pengambilan feses melalui pipa pengendap (agino, et al., 1973).
e. Pengumpulan feses melalui alat pengumpul otomatis (Chodbert et al,
1979).
Masing-masing Metode pengumpulan feses yang diungkapkan, di atas
memiliki kelebihan dan kekurangannya. Namun yahg perlu diperhatikan dalam
pengukuran kecernaan pakan adalah bagaimana mengupayakan agar kontak feses
dengan air sesingkat mungkin.

Kecernaan Protein
Kecernaan protein umumnya tinggi (85-95% untuk tepung ikan) akan tetapi
dapat bervariasi berdasarkan beberapa faktor, antara lain asal protein, ukuran partikel
dan perlakuan terhadap sumber protein sebelum atau pada saat pembuatan pakan
(Choubert, 1983). Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi kecernaan protein
adalah jumlah konsumsi pakan, ukuran ikan, suhu dan komponen non protein dalam
pakan, (Hasting, 1969 dan Peffer, 1982).
Windell, et al. (1978) menyatakan bahwa pada ikan trout, kecernaan protein
menururn dengan meningkatnya kandungan pati (karbohidrat) dalam pakan. Tabel
4.6. menggambarkan tentang nilai kecernaan protein ikan (tepung ikan lemuru) yang
diukur dengan menggunakan ikan trout sebagai hewan uji.
Tabel 4.6. Koefisien Kecernaan Total Tepung Ikan Lemutu Ditentukan
dengan menggunakan Ikan Trout Sebagai Hewan Uji (Cho &
Stinger, 1970 dalam Cho, et al., 1982)

Metode Protein Kasar Koefisien Kecernaan


Pengumpulan dan Tepung Bahan Protein Lemak
Feses Ikan Kering Kasar
1. Ruang Metabolisme 75,8 96,7±0,51
2. Pembedahan Usue 67,9 90,4+0,1 94,4±0,3
3. Penyedotan Anus 67,9 94,6+0,3
4. Penyaringan dg Net 67,9
5. Pengurutan 67,9 73,3:l,6 77,5±1,0 62,2±-,,1.
6. Petigurutan (Guelph) 66,7 88,2±1,7
7. CYAQ-2 Guelph Sy 66,7 91,0±0,8
Sumber: 1. Smith et. al., (1980).
2-5. Windell et al., (1978)

Kecernaan Lemak
Secara umum, koefisien kecernaan lemak yaitu berasal dari ikan (misal
minyak ikan lemuru) adalah tinggi yaitu 90% (Cho, et al. 1982) bahkan dapat
mencapai 95% (Choubert, 1983). Nilai koefisien kecernaan lemak yang berasal dari
ikan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai koefisien kecernaan lemak yang
berasal dari darat menurut nilai koefisien kecernaan lemak tergantung pada asam
lemak, nilainya akan menurun ) Jika titik cair lemak meningkat. Berkaitan dengan
keadaan asam lemaknya, Nose (1976) melaporkah bahwa koefisien
kecernaan asam lemak, jenuh menurun dengan semakin panjang rantai karbonnya,
dan pada panjang rantai karbon yang, sama koefisien pencernaan meningkat dengan
menikatnya derajat ketidak jenuhannya.

Kecernaan Karbohidrat
Kandungan karbohidrat dalam makanan tidak hanya berpengaruh terhadap
nilai koefisien kecernaan karbohidrat itu sendiri, tetapi juga terikoefisien kecernaan
protein terhadap koefisien kecernaan global (Ryckly dan Spannhof, 1973). Cho et al.
(1982) menyatakan bahwa kandungan, karbohidrat, komplek dalam bentuk pati data
dekrin, menyebabkan penurunan nilai koefisien kecernaannya. Karbohidrat dalam
bentuk glukosa, sakarosa, laktosa lebih mudah dicerna dari pati dan dekrin. Namun
Furuchi dan Jone (1981) menyatakan bahwa sejumlah besar glukosa diserap sebelum
aktivitas enzim, karbohidrase dimulai. Hal ini memberikan bahwa sebagian besar
glukosa yang diserap terbuang tanpa dimanfaatkan oleh ikan. Keadaan ini berbeda
dengan jenis karbohidrat yang laju penyerapannya lambat (karbohidrat komplek),
Jenis karbohidrat ini akan lebih tersedia untuk digunakan dibanding glukosa. Pada
ikan karnivora, nilai koefisien kecernaan karbohidrat umumnya berkisar 20-40%,
rendahnya nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan ikan karnivora mencerna
karbohidrat rendah sekali dan mungkin juga mengungkapkan bahwa penggunaan
karbohidrat golongan ikan ini sangat terbatas. Menurut Luquet Lan Bergot (1976),
perlakuan terhadap karbohidrat berupa pengukusan, dapat meningkatkan koefisien
kecernaan zat tepung (pati). Luguet dan Bergot (1976) menyatakan bahwa pengaruh
baik dari pengukusan zat tepung (pati) adalah meningkatnya kecernaan sebesar 50%,
dalam hal ini. sumber karbohidratnya adalan jagung. Garmbaran nilai kecernaan
karbohidrat oleh ikan trout, salmo gairdneri R. diperlihatkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Kecernaan Karbohidrat oleh Ikan Trout, Salmo gairdneri R,


(Singh dan Nose, 1967, dalam Cho, et al., 1982)

Kandungan Karbohidrat 20 30 40 50 60
dalam makanan (%)
Glukosa 99 99 99 100 100
Sukrosa 100 99 99 99 99
Laktosa 94 95 97 97 96
Dektrin 77 75 60 50 46
a-S.tarch, kentang 69 65 53 38 26

Berdasarkan data yang telah diungkapkan di atas jelaslah bahwa banyak


faktor yang dapat mempengaruhi nilai koefisien kecernaan, makanan. Faktor-faktor -
tersebut dapat dikelompokkan atas:
a. Ikan, dalam hal ini mencakup jenis/ras, ukuran dan keadaan kesehatannya.
b. Makanan, yang mencakup asal bahan penyusunnya, kualitas bahan, ukuran partikel
dan treatineri yang dilakukan terhadap bahan serta proses pembuatannya.
c. Lingkungan, baik lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan.
d. Teknik pengukurannya, terutama. dalam teknik pengumpulan fesesnya.
BAB V
FAKTOR-FAKTOR PERTUMBUHAN IKAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami faktor-faktor
yang memepengaruhi pertumbuhan ikan dan interaksinya

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :


1. Menjelaskan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan
2. Menjelaskan pengaruh faktor ikan terhadap pertumbuhan
3. Menjelaskan pengaruh faktor makanan terhadap pertumbuhan
4. Menjelaskan pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan
5. Menjelaskan Hubungan Antara Faktor Ikan, Makanan dan Lingkungan Perairan
Terhadap Pertumbuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam variasi pertumbuhan ikan adalah


dari faktor ikannya sendiri,lingkungan dan makanan yang diberikan. Dari beberapa
faktor tersebut seberapa jauh akan mempengaruhi pertumbuhan bagi ikan seperti
misalnya faktor kualitas air yang meliputi suhu, oksigen dan ammonia (NH3).
Pengaruh dari ikannya sendiri yang meliputi spesies ikan, umur dalam hal ini akan
berpengaruh terhadappemanfaatan makanan yang diberikan, kemampuan ikan untuk
mencerna makanan dalam setiap tahap pertumbuhannya. Sedangkan faktor makanan
yang meliputi komposisi, formulasi, tipe makanan, bentuk makanan dan feeding level
/ tingkat tingkat pemberian makan serta frekwensi pemberian makan, yang dalam hal
ini mempengaruhi kemampuan ikan untukikut mencerna dan memanfaatkannya pada
kondisi yang ada.
Faktor Ikan Terhadap Pertumbuhan

Spesies
Terdapat suatu perbedaan tingkah laku yang besar diantara spesies ikan,
misalnya pola aktivitas yang berbeda (trout yang aktif berlawanan dengan ikan lele
yang kurang aktif). Perbedaan aktivitas tersebut menyebabkan perbedaan dalam
kebutuhan energi dan akibatnya terdapat perbedaan dalam konsumsi oksigen
(mengoksidasi makanan untukmenghasilkan energi). Besarnya negeri yang diberikan
akan sangat berpengaruh terhadap penyusunan unsur-unsur tubuh yang akhirnya akan
menghasilkan suatu pertumbuhan.

Ukuran ikan
Ikan yang mempunyai ukuran lebih kecil,kecepatan metabolismenya lebih
tinggi daripada ikan yang lebih besar. Dengan demikian, kebutuhan energi
0,8
berhubungan dengan berat tubuh sampai sebesar 0,8. Laju metabolisme = W .
Hubungan ini dipertegas dalam Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Hubungan taraf pemberian makanan dan pertumbuhan


pada ikan mas (Cyprinus Carpio)
Umur ikan
Hampir semua kasus pertumbuhan (lajunya), ukuran dan umur saling
berhubungan dalam beberapa hal. Laju pertumbuhan menurun dengan bertambahnya
ukuran tubuh (umur) dan umurmempengaruhi kebutuhan energi. Akan tetapi,
pengaruh ini tidak selalu terjadi sebagaimana terjadi pada hewan yang di ternakkan,
karena sejumlah ikan diperkirakan mampu menaikkan beratnya sepanjang total waktu
hidupnya.

Aktivitas fisiologis

Organisme hidup, termasuk ikan, sering tunduk terhadap siklus harian,


bulanan, tahunan atau ritme yang lain. Ritme seperti itu sering disebabkan oleh faktor
internal (hormon) dan faktor eksternal (cahaya, suhu) dan dapat juga menyebabkan
ritme dalam kebutuhan energi. Dalam kasus siklus reproduksi, perbedaan seks
mempengaruhi kebutuhan energi. Secara mendasar, perbedaan-perbedaan yang
berasal dari perbedaan dalam laju pertumbuhan, dalam komposisi pertumbuhan,
dalam ukuran, dalam tingkah laku atau dalam aktivitas (spesies yang bermigrasi)
disebabkan oleh gejala siklus.

5.2. Faktor Makanan Terhadap Pertumbuhan


Tipe Diet

Ikan menunjukkan variasi yang sangat luas dalam pemilihan makanan.


Makanan tersebut bisa saja berupa (makro/mikro) phytophagous, zoo – planktivarous,
detrivorous, molluscivorous, pisscivorous dan sebagainya
Menurut kesukaannya pada makanan, mereka menunjukkan perbedaan dalam
tingkah laku makan, seperti misalnya pada particulate feeders, filter feeders, prey
strikers dan sebagainya. Perbedaan ini akan mengakibatkan perbedaan dalam
kebutuhan energi baik di antara spesies maupun diantara periode waktu untuk spesies
tersebut.
Komposisi diit juga mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan. Spesies yang
bersifat karnivora mencerna protein relatif lebih besar jumlahnya di bandingkan
dengan spesies yang omnivora dan herbivora. Hal ini mengakibatkan perbedaan
secara kuantitatif pemanfaatan jalur-jalur metabolisme. Dengan demikian, energi
yang dibutuhkan untuk “balok penyusun” dalam sintesis unsur tubuh berbeda.
Berdasarkan atas hukum termodinamika yang menyatakan energi dapat
diubah tetapi tidak dapat dihilangkan, persamaan keseimbangan energi juga berlaku
untuk bioenergi ikan. Persamaan yang paling umum adalah sebagai berikut :
R = ∆ W + T + F + U atau PR = ∆ W + T
R = gross energi makanan

∆ W = energi dari jaringan tersintesis


F = energi dalam feses
U = energi dalam buangan urine
PR = bagian energi makanan yang dimetabolisasikan
T = energi metabolisme
Contoh perhitungan :
Kenyataan, bahwa laju metabolisme setara dengan berat tubuh pangkat 0,8
(=W PR) memudahkan dalam penyeragaman istilah misalnya konsumsi oksigen, yang
dijelaskan di bawah. Jika ikan mas dipelihara pada suhu 20 oC, mengkonsumsi
oksigen sebesar 75 ml O2 per kg 0,8 per jam, konsumsi tiap 1 mg dari 500 gram berat
tubuh ikan mas tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
1 mg  0,000001 kg – 0,00001585 kg 0,8
7,5 x 0,00001585 = 0,001185 ml O2 / ikan / jam
500 g  0,5 kg – 0,5743 kg 0,8
75 x 0,5743 = 43,07 ml O2 / ikan / jam
Oleh karenanya 1 kg ikan mas dengan berat badan masing-masing 1 mg dari 500 g
menunjukkan konsumsi oksigen 1.000.000 x 0,001185 = 1185 ml O2 / jam berturut-
turut 2x 43,07 = 86,14 ml O2 / jam.
Masih di dalam contoh tersebut, ditekankan bahwa yang menunjukkan konsumsi
oksigen dalam ml / kg ikan / jam akan dapat diterima, bila masing-masing berat ikan
ditentukan,karenalaju metabolisme baikmenunjukkan sebagai konsumsi oksigen,
produksi CO2, energi yang dibutuhkan atau jika tidak adalah ukuran tubuh sendiri.
Dengan menggunakan konsumsi oksigen yang disajikan di atas pada ikan mas pada
suhu 20 oC, konsumsi O2 dari ikan mas dapat dengan mudah diperkirakan untuk 15
dan 27 oC, dengan menggunakan nilai koreksi dari tabel 5.1.

1,00
• Pada 15 oC = x 75 = 47,8 ml O2 / kg 0,8 / jam
1,57

1,00
• Pada 27 oC = x 75 = 133,2 ml O2 / kg 0,8 / jam
0,563

Tabel 5.1. Nilai koreksi q untuk perhitungan konsumsi oksigen pada


suhu yang berbeda.

Suhu ( oC) q Suhu ( oC) q


5 5,19 18 1,20
6 4,55 19 1,09
7 3,98 20 1,00
8 3,48 21 0,920
9 3,05 22 0,847
10 2,67 23 0,779
11 2,40 24 0,717
12 2,16 25 0,659
13 1,94 26 0,609
14 1,74 27 0,563
15 1,57 28 0,520
16 1,43 29 0,481
17 1,31 30 0,444

Feeding level

Daya cerna (digestible) dan metabolizable fraksi dari ransum akan menurun
dengan meningkatnya ransum, walaupun perhitungan fraksi kadang-kadang tidak
diketahui dengan pasti feed intakenya. Nilai rata-rata untuk metabolizability dari
ransum berkisar antara 40 – 85%. Besarnya dari penurunan dalam metabolisme telah
diterangkan oleh Huisman tetapi belum tuntas, karena kemungkinan penggunaan nilai
O ox yang salah dan karena feeding level yang tinggi seperti

Hogendoorn et al (l983) telah menyatakan bahwa fraksi metabolisme dari


makanan (ransum) tidak tergantung pada feeding level :ME = pR, Assumsi ini tidak
benar didasarkan pada kesimpulan dari Huisman et at (1974, 1916) bahwa antara
daya cerna digestible dan metabolizable fraksi dari ransum akan menurun dengan
meningkatnya ransum, walaupaun perhitungan fraksi kadang-kadang tidak diketahui
dengan pasti feed intakenya. Nilai rata-rata untuk metabolisme dari ransum berkisar
dari 40 - 85%.
Besarnya dari penurunan dalam mtabolizme telah diterangkan oleh Huisman
tetapi belum tuntas, karena kemungkinan penggunaan nilai Q ox. Yang telah dan
karena feeding level yang tinggi seperti ditunjukkan didalam kekenyangan yang
berlebihan. Pada saat lain Elliot (1976 al) dan From & Rasmuasen (1984),
menghitung bahwa ME = GE - FE - UE, juga ditemukan penurunan yang nyata dalam
fraksi pada ME dengan meningkatnya ransu.
'KM' dapat diketahui, sebagai Ho/MEm dan nilai berkisar antara 0,6 - 0,7
untuk African Catfish. Clarish gariepinus dan untuk Carp, Cyprinus carpio. Nilai
tersebut agak menurun bila dibandingkan homeotherm dan lebih rendah dari pada
masing - masing nilai "kg". Huisman (1979) menyatakan bahwa rendahnya nilai
mungkin disebabkan oleh estimasi kebutuhan maintenance pada ikan-ikan aktifitas
dari lebih menurun pada saat fasting dari pada maintenance seperti yang, telah
dilakukan penelitian pada ikan diatas, bahwa "km" akan dibawah ketentuan tersebut
menarik, perhatian Huisman dan telah dilakukan penelitian pada rainbow trout,
Salmo gairdeeri yang mana ikan merupakan ikan yang sangat aktif, dengan nilai
"km" nya 0,83.
Kebutuhan maintenance untuk ME, (MEm) dari ikan-ikan diatas berkisar
antara 20- 70 KJ/kg 0,8 /hari sangat rendah. Jika dibandingkan dengan homeotherm.
Sebagian besar seharusnya lebih rendah dari temperature tubuh ikan dan
kenyataannya bahwa, energi cost pada daya gerak dan posisi maintenance lebih
rendah di dalam air darat pada di udara.
Huisman (1976) mendapatkan nilai untuk "kg" adalah 0,78 dan 0,89 untuk
rainbow trout , Salmo guirdneri pada suhu 15°C dan untuk Carp, Cyprinus Carpio
pada suhu 23°C berturut-turut. Disamping itu Hogendoorn, 1983) mendapatkan nilai
0,80 untuk Afrietn catfish, Claries gariepinus pada suhu 25°C nilai ini tidak
tergantung pada feeding level atau berat tubuh tersebut agak sedikit lebih tinggi dari
pada homeotherm ini telah ditemukan oleh Huisman (1976) dengan terlihatnya
menurun nilai protein yang berubah pada ikan pada temperature tubuh rendah seperti
yang telah disebutkan diatas bahwa hubungan antara R, ME, H dan RE meningkat
pada bagian kurva pertumbuhan-ransum dalam kenyataannya adalah tidak linier.
Slope pada kurva ini diatas maintenance kg dan meskipun "kg" tidak tergantung pada
feeding level ini tidak untuk "p" menurunnya "p" dengan meningkatnya ransum
menyebabkan kurva pertumbuhan - ransum cenderung menurun dengan
meningkatnya ransum. Pengaruh feeding level pada noenergetik model dapat dilihat
pada Gambar 5.2.
A B

GE
Growth rate GE Conversion eficiency FE

FE Hm BUE

Hp H

H BUE RE fat ME

ME DE RE protein RE DE

RE
Rm Ropt Rmax Rm Ropt Rmax

Gambar 5.2. Pengaruh feeding level komponen energi budget


(A) growth rate ( kj/kg 0,8 /hari)
(B) konversi efisiensi (% GE)

Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan.


Hanya dengan memperhatikan struktur insang ikan sudah dapat untuk
menjelaskan hubungan antara ikan dan lingkungan sebagai tempat hidupnya yaitu air.
Air sesuai dengan kegunaannya bagi organisme hidup harus memenuhi berbagai
persyaratan, baik dari segi kimia, fisika maupun biologisnya.
Dalam budidaya ikan ,jkondisi harus disesuaikan dengan kebutuhan optimal
bagi pertubuhan ikan yang dipelihara. Dilihat dari segi fisik, kimia dan biologis, air
mempunyai beberap afungsi dalam menunjang kehidupan didalanya antara lain :
- Dari segi fisika merupakan tempat hidup dan menyediakan ruang gerak bagi
Organisme didalamnya.
- Dari segi kimia sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral, vitamin gas-gas
terlarut dan sebagainya.
- Dari segi biologi merupakan media yang baik untuk kegiatan, biologis dalam
pembentukan dan penguraian bahan bahan organik.
Kualitas air ini sangat penting, tidak hanya untuk ikan saja tetapi juga untuk
kehidunpan yang ada dalam perairan Disamping pengaruh kuaitas dan kuantitas air
juga penting dipandang dari segi besarnya produksi perairan.
Pada bagian pertama perlu diingat bahwa kualitas air mempunyai berbagai
peranan yang berbeda da1am perikanan dari pada budidaya. Pada peranan alami
kwatitas air mempengaruhi terhadap seluruh komunitas perairan (bakteri, tanaman,
ikan, zooplankton dan sebagainya) demikian juga tiap bagian dari dalam kehidupan
masing-masing individu dalam suatu komunitas alkatin terlarut mempunyai peranan
yang sangat penting didalam pembentukan struktur komunitas tersebut pada budidaya
dengan sistem air mengalir bertindak sebagai makanan bagi transport oksigen dan
hasil buangan yan berasal dari ikan dan sebagai akibatnya kualitas air tersebut dapat
diterima selama kuatitas tersebut tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap sasaran
antara lain pertumbuhan ikan, penetasan telur dan sebagainya. Pada Tabel 5.3
memberikan beberapa pedoman dasar yang digunakan dalam masyarakat Eropa
mengenali Salmonid dan Cyprinid.
Tabel 5.2. Pedoman kriteria dasar yang digunakan masyarakat Eropa
mengenali Salmonia dan Cyprinid.

Komponen Salmonid waters Cyprinid waters


Temperature (°C)
- Panas < 20 < 20
- Dingin < 10 < 10
pH 6-9 6-9
Suspende solids (mg/l) < 25 < 25
BOD (mg/l 02) < 3 < 6
Phospaters - PO4 (mg/l) < 0,2 < 0,4
Nitrates - NO3 (mg/l) < 3 < 6
Nitrates - NO2 (mg/l) < 0,05 < 0,5
Phenols (mg/l) < 0,04 < 0,2
NH3 (unionized) (mg/l) < 0,005 < 0,005
Chlor (mg/l) < 0,005 < 0,025
Zn (mg/l) < 0,004 < 0,004
Dalam hubungannya dengan
alkalinitas (mg/l CaCo3)
10 < 0,003 < 0,03
50 < 0,2 < 0,7
100 < 0,3 < 1,0
500 < 0,5 < 2,0

5.3.1. Oksigen

Kebutuhan akan oksigen bagi ikan mempunyai kebutuhan lingkungan bagi


Species tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada keadaan
metabolisme. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagian species
tertentu disebabkan adanya perbedaan struktur sel darah ikan, yang mempengaruhi
hubungan antar tekanan partiel oksigen dalam air derajat kejenuhan, oksigen dalam
sel darah (Gambar 5.3).

100 O2 saturation %

50

T = 30o

0 10 20 30 PO2
Gambar 5.3. Hubungan antara Tekanan Parsial oksigen dan oksigen
saturation hemoglobin ikan dengan rendah (A) berturut -
turut tinggi (B) kebutuhan oksigen lingkungan, After
Powers 1980.

Dimana ikan memerlukan oksigen untuk pembakaran bahan bakarnya


(makanan) untuk menghasilkan aktifitas, seperti aktifitan berenang. pertumbuhan,
reproduksi atau sebaliknya, oleh karena itu sampai dengan jelas bahwa ketersediaan
oksigen bagi ikan menentukan lingkaran aktifitas ikan. Konversi ikan makanan
demikian juga pertunbuhan tergantung pada oksigen, dengen ketentuan bahwa selama
aktor kondisi lainnya dalam optimum seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4.

Konversi makanan
4

Konsentrasi O2

0 1 2 3 4 5
Gamber 5.4. Hubungaan antara oksigen terlarut dalam, air dan konversi
makanan Common Carp.Cyprinus carpio pada suhu 23 C
After Huisman E.A 1974.

Berdasarkan hal - ha1 tersebut ambang untuk pertumbuhan pada umumnya


digunakan sebagai pembudidaya. Oleh karena itu dalam budidaya ikan mas dan
salmon konsentrasi oksigen tidak boleh kurang dari 3 mg/l don 5 mq/l. Pernafasan
ikan seperti spesies clarias kurang sensitif terhadap kandungan oksigen. Seperti
terlihat dalam gambar 5.5.

Oksigen intake (cm3/kgm/h)

18o

16o

13o
9o
5o

0 40 80 120 160 200


oksigen pressure, mmHg
Gambar 5.5. Hubungan natara konsumsi oksigen dan tekanan oksigen
untuk Salvelinus fontinalis pada suhu yang berbeda. After
Graham,1949

5.3.2. Nitrogen
Selain bukti - bukti bahwa nitrogen mempunyai peranan yang sangat
penting dala siklus nutrien yang terdapat dalam siklus nurien yang terdapat dalam
perairan, kandungan nitrogen juga dapat membahayakan bagi ikan apabila sangat
jenuh. Kejadian tersebut adalah "gas bubble disease" atau "emboli" yang terjadi
sebagai akibat adanya tekanan total gas, dimana dalam beberapa hal gelembung gas
mengandung juga nitrogen, disebabkan periabilitas jaringan badan adalah lebih
tinggi bagi molekul yang lebih kecil dari pada molekul yang lebih besar, seperti
misalnya molekul oksigen. Tekanan atotal gas dala air dengan mudah dapat
ditingkatkan melalui peningkatan temperatur perairan. Dimana derajat kejenuhan
nitrogen 105 % dapat menyebabakan gas bubble disease bagi anak anak ikan.

5.3.3. Amonia
Pada umumnya nitrogen dalam eksisitem poerairan berada dalam berbagai
bentuk (siklus nitrogen). Amonia adalah asuatu produk yang sangat penting.
Walaupun ikan tahan terhadap NH3 kareana mudah untuk menyesuaikan diri akan
tetapi dengan sebesar 0,006 ppm sudah dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
insang jenis Salmonids (Burows, 1964). Sedang daya racun yang akut bagi ikan jenis
rainbaw trout dan Carp dinayatakan asing-masing 0,2 mg/l dan 2,0 mg/l.
Keseimbangan reaksi berikut ini yang terjadi dala suatu larutan :
NH3 + H2O --------------- NH4 + + OH -
Dari persaaan in ternyata bahwa bentuk yang tidak berionisasi dari
konsentrasi total amonia (NH3 + NH4) tergantung pada ionisasi juga diperngaruhi
oleh tempereature. Pengaruh kombinasi ini diperlihatkan dalam tabel 5.3. Mengingat
daya racun un-ionized ammonia (NH3) yang sangat tinggi, maka nilai pH diatas 10
atau dibawah 7.
Tabel 5.3. Persentase Un-Ionized NH3 didalamlarutan NH4OH didalam
hubungannya dengan pH dan temperature (Huisan E.A, 1970)
Suhu ( °C)
pH
10 15 20 25
7,0 0,3 0,4 0,5 0,6
7,5 1,1 1,3 1,5 2,0
7,6 1,4 1,6 1,9 2,5
7,7 1,8 2,1 2,4 3,4
7,8 2,3 2,6 3,0 4,5
7,9 2,9 3,3 3,8 5,7
8,0 3,6 4,1 4,7 6,8

8,1 4,6 5,3 6,0 8,0

8,2 5,7 6,5 7,3 9,6

8,3 7,1 8,0 9,1 11,8

8,4 8,9 9,9 11,2 13,8

8,5 11,1 12,3 14,7 16,0

8,8 20,3 22,1 24,2 28,0


9,0 29,1 32,3 35,8 40,2
9,5 57,6 59,8 62,1 64,9

Mengingat daya racun un ionized aonia (NH3) yang sangat tinggi nmaka nilai
pH diatas 10 atau dibawah 7 adalah sesuai bagi budaidaya iakan dalam sistem (re)
sirkulasi, terutama oleh karena intensitas dari pada proses produksi dalamsistemm
tersebut (1 kg makanan/ pallet yang dikonsumsi oleh ikan dapat memnghasilkan NH4
+ - N sebesar 30 gram)/. Disamping NH4 - N juga menhasilkan nitrogen lainnya.
Seperti misalnya NO2 dan NO3 konsentrasinya tinggi terdapat dalamperairan, dan
apabila konsentrasinya tinggi dapat mempengaruhi kehidupan ikan, terdapat pada
tabel 5.4.
Tabel 5.4. Efek-efek konsentrasi NO2 dan NO3 pda spesies ikan (group
(menurut Muir, 1982)

Parameter Konsentrasi Spesies (Group) Efek


NO2 0,012 Salmonids Stres
1,6 Salmo gairdneri LCSO, 24 jam
6,4 Penaeus indicus Menghambat Pertumbuhan
7,55 Ictalurus puntallus LCSO,96 jam
24,8 Ibid LCSO,96 jam
29,8 Oncorhynchus kisutch Mortalitas
NO3 90 Ictalurus punctalus Pertumbuhan normal
275 Salmo gairdneri Tidak ada efek
800 Ibid Tidak tumbuh
1,400 Ictalurus punctatus Tidak lethal
2,400 Cyprinus carpio Tidak ada efek

5.3.4. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kehidupan ikan secara umum
laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai batas tertentu
yang dapat menekan kehidupan ikan dan bahkan menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan selain berpengaruh langsung suhu juga mempengaruhi. kelarutan gas-gas
dalam air termasuk oksigen semakin tinggi suhu, semakin kecil kelarutan oksigen
dalam air, padahal kebutuhan oksigen bagi ikan semakin besar kerena tingkat
metabolisme semakin tinggi. Dalam lingkungan ikan yang poikiloterm, suhu
mempengaruhi dalam batasan species tertentu laju metabolisme.
Dibawah suhu 14C, pemberian makanan untuk grass corps, carp hanyalah
untuk maintenance. Pada temperature yang lebih mencerna makanan lebih banyak
sehingga mendorong meningkatnya biomasass-ransum makanan selama mas
pertumbuhan berbeda sebagai akibatnya diperlukan lebih banyak makanan
dibandingkan pada suhu yang lebih rendah dan juga konversi lebih efisien menjadi
daging dibanding pada suhu yang lebih rendah.
Temperatur air akan mempengaruhi sifat-sifat kimia-fisika perairan maupun
fisiologi ikan. Toleransi ikan terhadap temperatur akan tergantung pada spesies ikan,
tahap perkembangan, oksigen terlarut, pollutan dan musim. Ikan juvenil dan dewasa
biasanya lebih toleran terhadap temperatur dibandingkan dengan ikan yang masih
dalam tahap embrio.
Perubahan temperatur akan mempengaruhi kecepatan metabolisme,
khususnya pada masa permulaan hidup ikan. Pertumbuhan ikan mas pada suhu 30C
adalah sekitar setengah kali dari pada suhu 20C dan nafsu makan ikan mas nyata
menurun apabila suhu airnya meningkat. Jumlah makanan yang dicerna oleh ikan
serta efisiensi metabolisme tergantung pada temperatur air. Hubungan antara suhu
dan rasio, MEp_dan MEm (MEp/MEm) dapat dilihat dalam Gambar 5.6. Dalam
kurva ini lebih terlihat tidak terlalu dengan meningkatnya suhu perairan diikuti oleh
meningkatnya MEp dan MEm tetapi sampai batas suhu yang optimum.

MEp/MEm
T opt T (oC)

Gambar 5.6. Hubungan antara racio MEp dan MEm dan Suhu perairan.

5.3.5. Kreteria Air Dan Daya Racun


Perlu diingat bahwa aspek ini sangat penting untuk semua bentuk managemen
sumberdaya perairan terutama dalam pembentukan usaha perikanan tentunya perlu
diperlihatkan tingkat daya racun beberapa mineral terhadap ikan setengah
sepertimisalnya Cu,Pb dan Zn. Demikian juga hal yang sama untuk pentisida
terhadap reproduksi dan atau awal perkembangan embrio untuk pengaruh negatifnya,
tidak hanya dilaporkan pada kondisi alami tetapi juga pada kondisi usaha
pemeliharaan ikan.
Pemantauan terhadap kualitas air haruslah dilakukan secara
berkesinambungan mengingat terjadinya konsentrasi puncak mendahului pelaksanaan
budidaya. Pengelolaan sumber daya perairan yang tepat mengharapkan bahwa
kualitas air yang ada ccocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya perairan
yan tepat mengharapakan bahwa kualitas air yang ada cocock untuk setiap tujuan
penggunaan sumberdaya tersebut dan oleh karena itu engawasan kualitas air tentunya
merupakan satu kesatuan dari pengelolaan.

5.3.6. Kuantitas Air


Dari segi pandangan ekologi ternyata bahwa dala beberapa hal kauantitas air
adalah suatu faktor penting dala emngatur produksi total ikan. Dan hal ini sama
untuk budidaya ikan pada kolam air tenang sepanajang luas permukaan kolam
dipertimbangkan.
Akan tetapi, untuk budidaya pada perairan yang engalir ternyata juga
ketersediaan kuantitas air per unit waktu adalah sanagat penting dipertimbangkan
sebagai penyediaan air untuk pemasukan air dala kola pada saat awal dan
pemasukan air berikutnya untuk pengganti air yang hilang disebabakan penguapan
dan perembesan.

5.4. Hubungan Antara Faktor Ikan, Makanan dan Lingkungan Perairan


Terhadap Pertumbuhan.

Persentase DE dan ME akan enurun dengan meningkatnya pemberian makan


(feeding level), hal ini disebabakan pada feeding level yang tinggi akan terjadi
kelebihan /kejenuhan/kekenyangan. Pengaruh temperatur pada kurva pertummbuhan
ransum untuk Sockeye salmon Onchorynchus nerka dapat dilihat pada gaabr .
Demikian juga polanya sama untuk Salmonids, African catfish, Clarias gariepinus
dan untuk Carp, Cyprinus carpio.
Negatif retensi energi ( _ Reo) pada kehilangan makanan dan kebutuhan
ransum untuk meintenance secara normal lebih besar pada suhu yang
tinggi.Pemberian makan maksimum juga meningkat dengan memnigkatnya suhu,
growth akan eningkat growth rate yang maksimum, setelah awalnya menigkat
kemudian menurun pada suhu yang lebih tinggi, meskipun pada kenyataannya bahwa
pemberian makan (feed intake) yang maksimum, seperti ditunjukkan dalam gambar
adalah meningkat. Pada temperatur yang luas tinggi akan menurun. Laju
pengosongan perut usus (rate of gastric) biasanya a meningkat dengan meningkatnya
suhu, seperti pada rainbow trout,Salmo gairdneri dan Carp. Cyprinus carpio.
Bagaimanapun napaknya daya cerna (Digestibility) biasanya hanya sedikit
meningkatnya dengan meningkatnya suhu, mungkin kecuali untuk suhu yang sangat
rendah, secara fisiologis sangat rendah berkenaan dengan spicies yang diteliti. Sebab
bagian dari nono faecal loses juga meningkat dengan meningkatnya suhu, pengaruh
suhu pada bagian metabolizable dari ransum juga kecil. (Elliot, 1976 a, 1982; From &
Ramussen, 1984).
Nampaknya temperatur tidak berpengaruh pada konversi effisiensi pada Mem
dan Mep seperti yang ditunjukkan dalam gabarm, untuk African catfish. Slarias
gariepinus, yang didasarkan pada hasil Machiels dan Henken (1086). Walaupun
nilai "Kg" menunjukkan sedikit lebih tinggi pada suhu 20 C, pengaruh ini secara
statistik tidak signifikan dan umumnya nilai yang mungkin dicapai adalah 0,804,
tidak terganrung pada temperatur.
Selanjutnya, penyesuaian untuk output model biochemical dengan hasil yang
diaksud diatas oada temperatur yang berbeda tetap menunjukkan bahwa ikan yang
mengeksploitasi pada efisiensi biocheical maksimum tidak tergantung pada berat
tubuh, feeding level dan temperatur (Machels & Henkenm 1986). Sebab ketetapan
relatif effisiensi penggunaan makana etabolise menunjukkan faktor yang sangat
penting, keseluruhannya dimana faktor lingkungan pengaruhi pertumbuhan.
Didasarkan lagi pada hasil dari Hogendoorn et. al, 1983. Dan Macheiels &
Henken, 1986 pengaruh temperatur pada variasi yang alometrik pada aspek-aspek
feed intake/metabolise dengan berat tubuh yang ditunjukkan dalam tabel 5.5. untuk
African catfish.

Tabel 5.5. Hubungan allometrik pada feed intake, metabolisme energi


dan pertumbuhan dengan berat tubuh pada temperatur yang
berbeda.

Komponen Temperatur
Keseimbangan
20 25 27,5 30
(KJ/Ikan/hari)
Ho** 0,09 W 0,70 0,08 W 0,79 0,11 W 0,72 0,16 W 0,78
Ho*** 0,08 W 0,64 0,07 W 0,83 0,12 W 0,82
Hm 0,10 W 0,80 0,13 W 0,82 0,16 W 0,85
H Max 0,15 W 0,76 0,325 W 0,77 0,59 W 0,68
Rm 0,19 W 0,77 0,16 W 0,83 0,21 W 0,82 0,24 W 0,85
R max 0,70 W 0,72 0,32 W 0,79 1,82 W 0,74 2,21 W 0,69
RE max 0,23 W 0,65 0,56 W 0,77 0,73 W 0,73 0,90 W 0,65
* W dalam gram, Q ox = 13,6 x KJ/gram
** ditentukan sebagai - RE
*** ditentukan dari konsumsi oksigen

Pada umumnya nilai dari temperature, seperti telah diterangkan bahwa


koefisien berat untuk fasting metabolisme dan maintenance feed intake/metabolise
meningkat dengan meningkatnya temperature dalam suatu cara-cara yang sebanding
pada kurva Ege dan Krogn (1914 dalam Winberg, 1956). Untukmetaboliems
standard pada goldfish dan sesuai pada coho salmon Onchorychus kisutch (Corey et.
al, 1983) dan rainbaw trout. Salmo gairdneri (fro & Rasmussen, 194). Koefisien juga
enunjukkan peningkatan dengan teperature, tetapi mencapai aksimum pada
temperature sekitar 30 C diikuti oleh penurunan pada suhu yang lebih tinggi.

B (berat eksponen)

0.8

0.7
0.6

T (oC)

Gambar 5.8. Efek Temperatur pada berat ekponen (b)

Variasi ekponen berat (b) dengan temperature secara statistik tidak signifikan
tetapi secara biologi signifikan sedikitnya untuk feed intake maksimum/metabolise.
Assumsi bahwa umumnya eksponen berat untuk stavasi/aintenance metabolise tidak
tergantung pada temperature, tidak akan engubah hubungan seperti yang dimaksud
diatas, mengingat akan eksponen berat untuk feed intake/metabolisme pada
umumnya.
Dari hasil-hasil ini dapat disimpulkan bahwa feed intake metabolisme energi
dan pertumbuhan dalam ikan adalah erupakan subjek yang komplek hubungan antara
berat tubuh dan temperature. Pertumbuhan potensial pada ikan (MEp/MEm)
menunjukkan bahwa ikan dengan ukuran yang lebih kecil encapai temperature
optimalnya lebih tinggi, gambar 5.9. RASio Mep/Men yang lebih besar
menenrangkan bahwa efisinesi pertumbuhannya besar (Hogendoorn, 1983). Yang
juga menurun dengan besarnya ukuran ikan, Gambar 5.10
MEp/MEm

W = 5 gram

W = 200 gram
20 25 30

Gambar 5.9. Hubungan antara pertumbuhan potensial (Mep/Mem) dan


temperatur dengan perbedaan berat tubuh ikan.

SGR

T = 25oC

T = 30oC

W
Gambar 5.10. Hubungan antara laju pertumbuhan dan berat tubuh
ikan dengan perbedaan temperature.
Tabel 5.6. Pertumbuhan Potensial pada species ikan (dalam gram atau
Kj/Kg 0,8 /Hari)

Species Grass Carp Afrian European** Rainbaw


Ikan carp catfish eel trout
Teperature( °C) 27 23 25 25 15
R Max 40* 16 - 20 16,8 7 - 10 15
(gram) (30*) (32*) (15*) (30*)
Metabolisme
Ho (kj) 35 20 - 80 22 - 24 - 32
Hm (kj) 53 33 - 66 32 33 30 - 48
Hmax (kj) 137 85 - 90 75 55 - 70 61 - 88
Hmax/Hm 2,6 1,4 - 2,7 2,4 1,7 - 2,1 1,3 - 2,9
Kg 0,7 0,6 - 0,9 0,7 - 0,9 0,7 0,8
MEp/MEm 5,3 0,9 - 15 4,2 - 14,3 2 - 3,4 1,2 - 8,7
* Maksimum
** Glass sel

BAB. VI
BIOENERGETIK NUTRISI

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami pengertian
energi, metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada ikan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :


1. Menjelaskan pengertian energi dan tingkatan energi biologis
2. Menjelaskan mekanisme metabolisme energi dari karbohidrat
3. Menjelaskan mekanisme metabolisme energi dari lemak
4. Menjelaskan mekanisme metabolisme energi dari protein

Pengertian Energi
Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktivitas dan reproduksi.
Penggunaan energi dalam tubuh ikan dijabarkan dalam bioenergetik. Istilah energi
berasal dari Yunani, yang terdiri dari kata "en" berarti di dalam dan "ergon" berarti
kerja, sehingga energi dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi dan
termal) dan dapat diubah. Energi radiasi dari matahari yang digunakan tanaman
untuk membentuk zat-zat makanan dapat digunakan oleh ternak untuk menghasilkan
kerja mekanik. Sebagian besar energi yang terdapat di permukaan bumi berasal dari
matahari, sedang energi yang digunakan untuk kerja adalah energi kimia yang
disimpan dalam pakan ikan. Energi dalam pakan umumnya disebut dengan energi
biologis. Energi biologis terdiri dari beberapa tingkatan sebagaimana terlihat pada
Gambar 6.1.
Energi intake (IE) atau energi kotor (GE) adalah sejumlah panas yang
dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energi
kotor bahan pakan ditentukan dengan jalan membakar contoh bahan pakan dalam
bom kalorimeter. Kandungan IE biasanya dinyatakan dalam satuan Mkal IE/kg BK.
Tidak semua IE bahan pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses.
Energi kotor dalam feses disebut sebagai fecal energy. Energi feses ini selain berasal
dari pakan yang tidak dicerna juga berasal dari saluran pencernaan yang berupa
mukosa, enzim dan bakteri.

Energi yang masuk tubuh/intake energy (IE) dari pakan

Energi feses/fecal energy (FE) yang hilang dari :


a. pakan yang tidak dicerna
b. produk metabolis (mukosa, bakteri dan enzim)

Energy tercerna/digestible energy (DE) yang meliputi juga :


a. Energi dari fermentasi saluran pencernaan

Energi urin/urinary energy (UE) yang hilang dari :


a. sisa hasil metabolisme
b. katabolisme endogenous

Energi insang/gills energy (ZE) energy yang hilang melalui insang

Energi termetabolis/metabolizable energy (ME) meliputi juga :


a. panas dari fermentasi pencernaan

Energi kenaikan produksi panas tubuh/heat increament energy


(HE) yang hilang terdiri dari :
a. Produksi panas pada pakan/the heat increament of feeding
(HiE)
b. Produksi panas akibat maintenance (HEm)

Energi bersih/nett energy (NEp + NEm)


Energi untuk hidup pokok/maintenance energy (NEm) :
a. Metabolisme basal
b. Aktivitas hidup pokok
c. Menjaga temperatur tubuh

Energi untuk tumbuh dan reproduksi/ recovered energy


(RE)
a. Disimpan dalam jaringan : tumbuh, lemak,
b. Disimpan dalam produk : telur dan fetus
c. Kerja

Gambar 6.1. Bagan energi

Pakan ikan umumnya menghasilkan energi feses sebasar 10 – 40% dari energi
kotor (energi yang dikonsumsi). Apabila data kecernaan energi dan nutrien pada ikan
diketahui, maka total energi feses dapat dihitung dengan rumus:
Ef = (100% - Ed) x Ec
Dimana :
Ef = energi fese
Ed = kecernaan energi
Ec = energi bruto

Energi tercerna (DE) adalah berapa banyak IE yang dapat dicerna dengan cara
mengurangi IE bahan pakan dengan GE feses. Satuan DE adalah Mkal DE/kg BK.
Tidak semua energi yang dicerna akan diserap. Energi termetabolis (ME) adalah
energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh tubuh. Sebagian besar atau
bahkan seluruh energi yang dapat dimetabolisasi akan digunakan untuk proses
metabolisme. Kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi dahulu dan
apabila berlebih dapat digunakan untuk pertumbuhan. Rumus energi termetabolsime
adalah :
ME = Ei – (EVf + EVu)
ME = metabolizable energi
Ei = energi yang dikonsumsi
Ef = energi feses
Eu = energi terbuang lewat ekskresi nitrogen

Produksi panas adalah (H) adalah energi yang berupa kenaikan produksi
panas yang terjadi akibat proses metabolisme dan fermentasi dari zat-zat makanan.
Sampai dengan pengukuran ME, pengukuran dengan teknik bom kalorimeter dapat
digunakan. Pengukuran HE tidak dapat lagi menggunakan bom kalorimeter, namun
dengan teknik kalorimetri hewan. Kenaikan produksi panas ini sebagian besar
berasal dari metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh.
Energi termetabolis digunakan untuk aktivitas/pemeliharaan/hidup pokok
(maintenance) atau untuk pemeliharaan/hidup pokok beserta produksi. Secara umum
energi untuk pemeliharaan/hidup pokok disebut NEm dan energi untuk tumbuh dan
bereproduksi disebut RE. Ikan membutuhkan energi secara kontinyu untyuk
maintenance tanpa melihat apakah ikan mengkonsumsi pakan atau tidak. Ikan yang
sedang dipuasakan akan memperoleh energi dari cadangan energi tubuh. Energi
maintenance digunakan untuk metabolisme basal, dan menyokong tubuh pada saat
istirahat. Metabolisme basal adalah tingkat pembelanjaan energi minimal untuk
mempertahankan struktur dan fungsi jaringan tubuh agar hewan tetap survive.
NEm dalam tubuh digunakan untuk tetap dalam kondisi keseimbangan.
Dalam tingkat ini tidak terjadi penambahan atau pengurangan energi dalam jaringan
tubuh. Nilai NEm umumnya ditentukan dengan mengukur produksi panas ikan
percobaan yang berstatus gizi baik, dipuasakan, ada dalam lingkungan termonetral
dan beristirahat. Produksi panas ikan yang berada dalam kondisi seperti itu disebut
"Basal Metabolic Rate". RE digunakan untuk kerja diluar kemauan, pertambahan
bobot jaringan (pertumbuhan, atau produksi lemak), telur dan sebagainya.
Energi aktivitas pada ikan adalah energi untuk aktivitas berenang. Energi
yang dikeluarkan untuk berenang dapat mengurangi porsi energi yang sebenarnya
dapat digunakan untuk menyusun jaringan tubuh yang baru. Energi berenang
tersebut dapat melebihi jumlah energi yang dikonsumsi dan untuk keseimbangannya
maka energi dipasok dari cadangan energi.
Dari berbagai ketentuan diatas diartikan bahwa semua energi yang terdapat
dalam feses dan dalam urin dianggap hanya berasal dari pakan saja, dengan demikian
maka nilai DE, ME dan NE bukan merupakan nilai energi yang sebenarnya, akan
tetapi merupakan nilai energi semu atau nilai yang tampak atau apparent energy.
Oleh karena itu untuk nilai energi yang sebenarnya atau true energy harus dikoreksi
terlebih dahulu dengan energi yang berasal dari bukan sisa pakan atau yang disebut
energi endogenous. Pengukuran ME pada ikan baik dalam bentuk Apparent
Metabolizabel Energy (AME) maupun True Metabolizable Energy (TME) dapat
dilihat pada Bab Evaluasi Pakan. Energi umumnya diperoleh dari zat-zat makanan
karbohidrat, lemak dan protein. Lemak menyediakan energi dua kali lipat per gram
mol dibandingkan dengan karbohidra dan protein. Setiap gram mol lemak akan
menghasilkan energi sebesar sekitar 9 kkal dibadingkan dengan 4 kkal pada
karbohidrat dan protein.

Metabolisme energi dari karbohidrat

Metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi dimulai dari masuknya


glukosa asal darah ke dalam sel. Disini terjadilah proses glikolisis tahap pertama
yang dimulai dengan reaksi antara glukosa dengan ATP (adenosin tri phosphat)
dengan adanya enzim glukokinase (yang memerlukan ion Mg2+ sebagai kofaktor)
dalam rangka melakukan fosforilasi (pemasukan satu gugus fosfat) glukosa menjadi
glukosa-6-fosfat, dengan menghasilkan ADP (adenosin di phosphat).
Reaksi tahap kedua merupakan isomerisasi glukosa-6-fosfat diubah menjadi
fruktosa-6-fosfat, yang dikatalisis oleh fosfoheksoisomerase. Dalam reaksi ini tidak
terjadi penguraian maupun pembentukan ATP. Reaksi tahap ketiga adalah pemasukan
gugus fosfat dari ATP, dikatalisis oleh fosfofruktokinase dengan ion Mg2+ sebagai
kofaktor dan terbentuklah fruktosa-1,6-difosfat dengan meninggalkan lagi ADP.
Reaksi tahap keempat merupakan pemecahan senyawa karbohidrat beratom
enam menjadi dua senyawa beratom tiga. Fruktosa-1,6-difosfat dengan bantuan
enzim aldolase, dipecah menjadi dua molekul triosa fosfat yaitu 3, gliseraldehida 3-
fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Selanjutnya terjadi reaksi isomerisasi bolak-balik
antara kedua senyawa beratom tiga ini dikatalisis oleh triosafosfat isomerase. Dalam
keadaan normal dihidroksiaseton fosfat diubah seluruhnya menjadi gliseraldehida 3-
fosfat sehingga kemungkinan hilangnya setengah dari energi molekul glukosa dapat
dicegah. Dapat dikatakan disini, pemecahan satu molekul fruktosa 1,6-fosfat
menghasilkan dua molekul gliseraldehida 3-fosfat. Tahap-tahap reaksi satu sampai
empat memerlukan energi dan gugus fosfat dari penguraian ATP menjadi ADP.
Reaksi tahap kelima merupakan perubahan gliseraldehida 3-fosfat menjadi
asam 1,3-difosfogliserat, yang melibatkan reaksi pemasukan satu gugus fosfat dari
asam fosfat (buka dari ATP) dan oksidasi molekul aldehida menghasilkan molekul
asam karboksilat. Reaksi ini dikatalisis oleh gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase
dan dirangkaikan dengan reaksi reduksi pembentukan NADH (bentuk reduksi dari
nikotinamid adenin dinukleotida) dari NAD+ (bentuk oksidasinya). Reaksi tahap
kelima dalam tahap glikolisis merupakan reaksi pertama yang menghasilkan energi.
Tahap keenam, satu dari dua buah ikatan antara asam fosfat dengan asam
gliserat dalam molekul asam 1,3-difosfogliserat adalah suatu ikatan anhidrida yang
dalam proses pemecahannya menghasilkan energi untuk pembentukan ATP dari ADP
dan Pi. Reaksi ini dikatalisis oleh fosfogliserat kinase (dengan ion magnesium
sebagai kofaktor) dengan menghasilkan asam 3-fosfogliserat.
Reaksi tahap ketujuh adalah isomerasi asam gliserat 3-fosfat menjadi asam
gliserat 2-fosfat, dikatalisis oleh fosfogliserat mutase dengan ion magnesium atau ion
mangan sebagai kofaktor. Reaksi tahap kedelapan adalah enzim enolase melepaskan
satu molekul H2O dari asam gliserat 2-fosfat menghasilkan asam fosfoenolpiruvat
dengan ion magnesium atau ion mangan sebagai kofaktor.
Reaksi tahap kesembilan atau terakhir dari glikolisis adalah pembentukan
asam piruvat dari asam fosfoenolpiruvat melalui senyawa antara asam enolpiruvat.
Dalam reaksi yang dikatalisis oleh piruvat kinase (ion magnesium atau sebagai
kofaktor) gugus fosfat yang dilepaskan oleh fosfoenolpiruvat dipakai untuk
mensintesis ATP dari ADP. Perubahan enolpiruvat ke asam piruvat terjadi secara
spontan.
Tahapan glikolisis secara menyeluruh dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama meliputi tahap reaksi enzim yang memerlukan ATP, yaitu tahap reaksi dari
glukosa sampai dengan pembentukan fruktosa 6-fosfat, yang menggunakan dua
molekul ATP untuk tiap satu molekul glukosa yang dioksidasi. Bagian kedua
meliputi tahap reaksi yang menghasilkan energi (ATP dan NADH), yaitu dari
gliseraldehida 3-fosfat sampai dengan piruvat. Dari bagian kedua ini dihasilkan dua
molekul NADH dan empat molekul ATP untuk tiap molekul glukosa yang dioksidasi
(atau untuk dua molekul gliseraldehida 3-fosfat yang dioksidasi). Karena satu
molekul NADH yang masuk rantai pengangkutan elektron dapat menghasilkan tiga
molekul ATP, maka tahap reaksi bagian kedua ini menghasilkan 10 molekul ATP.
Dengan demikian keseluruhan proses glikolisis menghasilkan 10 - 2 = 8 molekul
ATP untuk tiap molekul glukosa yang dioksidasi. Secara keseluruhan tahap glikolisis
dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Selanjutnya asam piruvat diubah melalui salah satu jalur berikut ini.
1. Dapat masuk ke mitokondria lalu ikut dalam siklus asam trikarboksilat (siklus
asam sitrat, siklus Krebs) untuk melakukan oksidasi dan fosforilasi ADP menjadi
ATP dalam sistem sitokrom (ini adalah jalur yang paling sering terjadi pada asam
piruvat).
2. Dapat direduksi membentuk asam laktat dan bersifat reversibel.
3. Dapat diubah kembali menjadi karbohidrat melalui glikoneogenesis (kebalikan
dari glikolisis).
4. Dapat direduksi kembali menjadi asam malat lalu masuk dalam siklus Krebs.
5. Dapat dioksidasi menjadi asam oksaloasetat dalam siklus Krebs.
6. Dapat diubah menjadi asam amino alanin melalui transaminasi.
Hal ini semua adalah jalur yang mungkin dijalani oleh asam piruvat, dan ini
tergantung pada metabolisme sel waktu itu. Selama proses glikolisis, setiap molekul
glukosa membentuk dua molekul asam piruvat yang kesemuanya terjadi di sito
plasma sel.
Reaksi oksidasi piruvat hasil glikolisis menjadi atetil koenzim A merupakan
tahap reaksi penghubung yang penting antara glikolisis dengan jalur metabolisme
lingkar asam trikarboksilat (siklus Krebs). Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks
piruvat dehidrogenase dalam matriks mitokondria melibatkan tiga macam enzim
(piruvat dehidrogenase, dihidrolipoil transasetilase dan dihidrolipoil dehidrogenase),
lima macam koenzim 9-tiaminpirofosfat, asam lipoat, koenzim A, flavin adenin
dinukleotida dan nikotinamid adenin dinukleotida), dan berlangsung dalam lima
tahap reaksi.

Glikogen

Uridin difosfat glukosa

Glukosa Glukosa-1-P

Glukosa-6-P

Fruktosa-6-P

Fruktosa-1,6-diP

Gliseraldehida-3-P dihidroksi fosfat

1,3-di-P-gliserat
3-P-gliserat

2-P-gliserat

Fosfoenol piruvat

Melalui mitokondria

piruvat

Gambar 6.2. Tahapan glikolisis

Piruvat + NAD+ + koenzim A asetilkoenzim A + NADH + CO2


Tahap reaksi pertama dikatalisis oleh piruvat dehidrogenase yang
menggunakan tiamin pirofosfat sebagai koenzimnya. Dekarboksilasi piruvat
menghasilkan senyawa α -hidroksietil yang terikat pada gugus cincin tiazol dari
tiamin pirofosfat. Pada tahap reaksi kedua, α -hidroksietil didehidrogenase menjadi
asetil yang kemudian dipindahkan dari tiamin pirofosfat ke atom S dari koenzim yang
berikutnya, yaitu asam lipoat, yang terikat pada enzim dihidrolipoil transasetilase.
Dalam hal ini gugus disulfida dari asam lipoat diubah menjadi bentuk reduksinya,
yaitu gugus sulfhidril. Pada tahap reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan
perantaraan enzimdari gugus lipoil pada asam dihidrolipoat, ke gugus tiol (sulfhidril
pada koenzim A). Kemudian asetilkoenzim A dibebaskan dari sistem enzim
kompleks piruvat dehidrogenase. Pada tahap reaksi keempat, gugus ditiol pada gugus
lipoil yang terikat pada dihidrolipoil transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk
disulfidanya dengan enzim dihidrolipoil dehidrogenase yang berikatan dengan FAD
(flavin adenin dinukleotida). Pada tahap kelima atau terakhir, FADH2 (bentuk
reduksi dari FAD) yang tetap terikat pada enzim, dioksidasi kembali oleh NAD+
(nikotinamid adenin dinukleotida) menjadi FAD, sedangkan NAD+ berubah menjadi
NADH (bentuk reduksi dari NAD+).
Siklus Krebs terjadi di dalam mitokondria dan membutuhkan oksigen agar
dapat berlangsung. Asam piruvat yang berasal dari glikolisis, begitu masuk ke dalam
mitokondria diubah menjadi asetil koenzim A. Kemudian bersamaan dengan
berlangsungnya proses oksidasi dalam siklus Krebs, pasangan-pasangan atom
hidrogen (2H) dilepaskan bersama dengan CO2. Atom-atom hidrogen tersebut
menyajikan ion H+ atau proton dan elektron yang kemudian masuk ke dalam sistem
transport elektron mitokondria. Ion hidrogen dan elektron di pungut oleh molekul
NAD+ (nikotinamid adenin dinukleotid), mereduksi NAD+ menjadi NADH. NADH
merupakan pengantara siklus Krebs dan enzim dalam membran dalam mitokondria
yang akan mengangkut elektron melalui sistem sitokrom dari rantai respirasi.
NADH mentransfer proton dan elektron dan terbentuklah FMN (flavin
mononukleotid). Kemudian menurut teori kemiosmotik, MFN mengambil proton
dari bagian dalam membran, hingga tereduksi menjadi FMNH2. Kemudian dua atom
H-nya dilepaskan dan ditransfer ke membran mitokondria eksterior dan dilepas
berupa proton (H+). Pada saat yang sama, dua elektron itu menggabung ke molekul
ubikuinon atau koenzim Q, yang kemudian mengambil atom-atom H. Kemudian
dilepaskanlah satu elektron ke sitokrom C1 dan lainnya ke sitokrom b dari membran
mitokondria. Elektron-elektron kemudia ditransfer ke sitokrom a dan a3, dari sinilah
elektron bergabung dengan atom oksigen dan dua proton untuk membentuk molekul
air.
Dalam urutan oksidasi reduksi yang terjadi di dalam membran serta melintas
membran mitokondria, tiap dua proton yang melintas membran dan masuk, akan
menyebabkan fosfat anorganik melekat pada ADP karena adanya perbedaan potensial
listrik, lalu terbentuklah ATP. Kecepatan reaksi ini akan meningkat oleh adanya
sistem enzim.
Hasil neto dari siklus Krebs serta sistem transport sitokrom adalah untuk
menghasilkan tiga ATP lebih banyak dari ADP untuk tiap pasang atom H yang
dilepaskan selama siklus tersebut, dan hal ini terjadi melalui fosforilasi oksidatif. Di
sini juga dihasilkan tiga molekul CO2 dan tiga molekul H2O.
Karena ada dua molekul piruvat yang terbentuk dari tiap molekul glukosa,
siklus Krebs bekerja dua kali untuk tiap molekul glukosa yang dipecahkan. Oleh
karena itu, pada dasarnya akan diperoeleh empat pasang atom hidrogen untuk tiap
siklus. Dua siklus akan menghasilkan 8 x 3 = 24 ATP, dan dua ATP neto dari
glikolisis, ditambah empat ATP lagi dari pembentuk FAD yang tereduksi selama
siklus Krebs. Di samping itu juga dua lagi ATP dari fosforilasi oksidatif pada tingkat
substrat, yang kesemuanya menjadi 32 ATP, enam lagi masih mungkin dari generasi
glikolitik dari NADH2.
Jadi dapat dinyatakan 38 molekul ATP dihasilkan dari degradasi satu molekul
glukosa. ATP yang terbentuk itu merupakan sumber energi yang siap untuk tiap
kegiatan biologi termasuk kontraksi otot, sekresi kelenjar, konduksi saraf, absorpsi
aktif dan transport membran. Secara keseluruhan siklus Krebs dapat dilihat pada
Gambar 6.3.
Asetil KoA

KoA-SH

H2O

Sitrat

Oksaloasetat NADH + H+
H2O

NAD+ Cis-aconitat
Malat H2O

SIKLUS
KREBS
H2O Isositrat
NAD+

Fumarat NADH + H+
CO2
α -ketoglutarat

FADH+ NAD+
NADH + H+
Suksinat Suksinil KoA
FAD CO2 + 2H

H2O GDP + Pi
PI GTP

Gambar 6.3. Siklus Krebs

Piruvat, dengan adanya NADH, H+ dan enzim laktik dehidrogenase,


membentuk laktat dan NAD. Dengan pengubahan yang bersifat enzimatis, laktat
kemudian dikonversikan kembali menjadi piruvat yang kemudian masuk siklus Krebs
untuk oksidasi lengkap seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Hasil akhirnya
selalu CO2, H2O dan energi yang siap digunakan dalam bentuk ATP. Secara
keseluruhan metabolisme karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 6.4.
Sebagian dari glukosa yang masuk ke dalam sel tidak mengalami katabolisme
menjadi piruvat oleh glikolisis, tetapi membentuk glikogen secara anabolis melalui
proses yang disebut glikoneogenesis, sehingga glukosa untuk sementara dapat
disimpan dalam hati. Proses ini kemudian diikuti oleh proses kebalikannya, yaitu
glikogenolisis yang merupakan pemecahan cadangan glikogen menjadi glukosa-6-
fosfat pada beberapa sel, atau langsung menjadi glukosa seperti yang terjadi di hati.
Glukosa tidaklah harus selalu masuk ke sel dari kapiler darah. Beberapa sel
terutama sel hati, dapat menghasilkan glukosa dari substrat dan bukan dari
karbohidrat. Hal ini adalah pembentukan glukosa dari sel-sel lemak atau protein di
dalam hati, untuk aliran darah, yang disebut dengan proses glukoneogenesis. Hal ini
pada dasarnya ini terjadi ketika tingkat glukosa darah menurun, atau ketika jumlah
glukosa yang masuk ke dalam sel tidak mencukupi dan cadangan glikogen terpakai
habis.

Glikogen

Uridin difosfat glukosa

Glukosa Glukosa-1-P

Asetil KoA
Glukosa-6-P

KoA-SH
Fruktosa-6-P
H O 2

Sitrat

+
Fruktosa-1 ,6-diP
NADH + H Oksaloasetat
H2O
+
Gliseraldehida-3-P NAD Cis-aconitat
dihidroksi fosfat
Malat H2O

1,3-di-P-gliserat SIKLUS
KREBS
H 2O Isositrat
3-P-gliserat NAD+

Fumarat NADH + H
+

CO 2
α-ketoglutarat
2-P-gliserat + +
FADH NAD
+
NADH + H

Suksinat Suksinil KoA


CO2
Fosfoenol piruvat CO2 + 2H
FAD HO
GDP + P i
H2O GTP
Pi
piruvat
Gambar 6.4. Metabolisme karbohidrat

6.3. Metabolisme energi dari lemak

Asam palmitat (C16:0) merupakan salah satu asam lemak yang paling banyak
diketahui proses metabolismenya, oleh karena itu untuk memudahkan pembahasan
selanjutnya akan dipakai asam lemak ini. Proses penguraian asam lemak dimulai
dengan tahap β -oksidasi. Proses oksidasi ini berlangsung dalam mitokondria.
Tahap pertama adalah menggiatkan asam palmitat bebas dengan asetil koenzim A
dalam sitoplasma, oleh enzim asil koenzim A sintetase menghasilkan palmitoil
koenzim A. Pada reaksi ini sebagai sumber energi digunakan satu molekul ATP
untuk satu molekul palmitil koenzim A yang terbentuk. Dalam hal ini terjadi dua
reaksi pemecahan ikatan fosfat berenergi tinggi, yaitu terhidrolisisnya ATP menjadi
AMP + PPi dan terurainya PPi menjadi 2 Pi oleh enzim pirofosfattase. Dengan
demikian untuk menggiatkan satu molekul asam lemak dalam tahap reaksi ini,
digunakan energi yang didapatkan dari pemecahan dua ikatan fosfat berenergi tinggi
dari satu molekul ATP. Tahap reaksi kedua, palmitoil koenzim A diangkut dari
sitoplasma ke dalam mitokondria dengan bantuan molekul pembawa yaitu karnitin
yang terdapat dalam membran mitokondria.
Reaksi tahap ketiga adalah proses dehidrogenasi palmitoil koenzim A yang
telah berada di dalam mitokondria dengan enzim asil koenzim A dehidrogenase yang
menghasilkan senyawa enoil koenzim A. Pada reaksi ini FAD (flavin adenin
dinukleotida) yang bertindak sebagai koenzim direduksi menjadi FADH2. Dengan
mekanisme fosforilasi bersifat oksidasi melalui rantai pernafasan suatu molekul
FADH2 dapat menghasilkan dua molekul ATP.
Pada tahap reaksi keempat, ikatan rangkap pada enoil koenzim A dihidratasi
menjadi 3-hidroksipalmitoil koenzim A hidratase.
Reaksi tahap kelima adalah dehidrogenase dengan enzim 3-hidroksianil
koenzim A dehidrogenase dan NAD+ sebagai koenzimnya. Pada reaksi ini 3-
hidroksipalmitoil koenzim A dioksidasi menjadi 3-ketopalmitoil koenzim A,
sedangkan NADH yang terbentuk dari NAD+ dapat dioksidasi kembali melalui
mekanisme fosforilasi bersifat oksidasi yang dirangkaikan dengan rantai pernafasan
menghasilkan tiga molekul ATP.
Reaksi tahap terakhir adalah mekanisme oksidasi-β adalah pemecahan
molekul dengan enzim asetil koenzim A asetiltransferase atau disebut juga tiolase.
Pada reaksi ini satu molekul koenzim A (CoA) bebas berinteraksi dengan 3-
ketopalmitoil keenzim A menghasilkan satu molekul asetil koenzim A dan sisa rantai
asam lemak dalam bentuk koenzim A-nya, yang mempunyai rantai dua atom karbon
lebih pendek dari palmitoil koenzim A semula.
Proses degradasi asam lemak selanjutnya adalah pengulangan mekanisme
oksidasi-β secara kontinu sampai rantai panjang asam lemak tersebut habis dipecah
menjadi molekul asetil koenzim A. Dengan demikian satu molekul asam palmitat
(C16) menghasilkan 8 molekul asetil koenzim A (C2) dengan melalui tujuh kali
oksidasi-β . Setelah semua reaksi β -oksidasi berakhir maka dilanjutkan dengan
masuk dalam siklus Krebs. Reaksi keseluruhan dari katabolisme asam lemak
palmitat dapat dilihat pada Gambar 6.5.
Biosintesis asam lemak dari asetil koenzim A terjadi di hampir semua bagian
tubuh ikan, terutama dalam jaringan hati dan jaringan lemak. Biosintesis ini
berlangsung melalui mekanisme yang dalam beberapa hal berbeda dengan oksidasi
asam lemak. Secara keseluruhan biosintesis asam lemak terbagi menjadi tiga tahap
utama. Tahap pertama pembentukan malonil koenzim A dari asetil koenzim A.
Tahap kedua adalah pemanjangan rantai asam lemak sampai terbentuknya asam
palmitat secara kontinu dengan tiap kali penambahan malonil keenzim A dan
pelepasan CO2. Tahap ketiga adalah pemanjangan rantai asam palmitat secara
bertahap bergantung pada keadaan dan komposisi faktor penunjang reaksi dalam sel.
Tahap pertama dimulai dengan reaksi antara asetil koenzim A dengan gugus
SH (sulfhidril) dari molekul ACP (acyl carrier protein) merupakan reaksi pemul
dalam mekanisme biosintesisi asam lemak. Reaksi ini dikatalisis oleh salah satu dari
enam enzim sintetase kompleks, ACP-asiltransferase, dengan persamaan reaksi :

ATP
Asetil KoA AMP
CoASH PP i

(1) KoA-SH
Asam lemak asil asam lemak koenzim
H2 O Tiokinase A FAD

Sitrat (2)
Palmitoil-CoA dehidrogenase
NADH + H + FADH
Oksaloasetat
Enoil koenzim H2O
A H2O
NAD+ Cis-aconitat
Enoil hidrase (3)
Malat H2O

Hidroksiasil koenzsim A
SIKLUS NAD
KREBSdehidrogenase
Hidroksisiasil (4)
H2O Isositrat
NAD+ +
NADH + H
Fumarat Ketoasil
NADH + H+ koenzim A
CO 2
α-ketoglutarat
CoASH
FADH+ NAD+
+
NADH
(5) + H
Suksinat Tiolase
Suksinil KoA
CO2

CO2 + 2H
FAD HO
GDP + Pi
H 2O GTP
Pi
Gambar 6.5. Katabolisme asam palmitat

Asetil-S-CoA + ACP-SH asetil-S-ACP + CoA-SH

Reaksi selanjutnya adalah pemindahan gugus asetil dari ACP ke gugus SH


dari enzim beta-ketoasil-ACP-sintase, menghasilkan asetil S-beta-ketoasil-ACP-
sintase, disingkat asetil-S-sintase.
Asetil-S-ACP + sintase-SH ACP-SH + asetil-S-sintase
Dengan telah terikatnya gugus asetil pada enzim pertama dari enam enzim
kompleks sintetase asam lemak tersebut, dapatlah dimulai mekanisme pemanjangan
rantai asam lemak dengan penambahan dua atom karbon pada malonil koenzim ,
secara berturut-turut sampai terbentuknya asam palmitat.
Tahap kedua adalah reaksi kondensasi pembentukan aseasetil-S-AC. Reaksi
kondensasi didahului dengan reaksi pembentukan malonil-S-ACP dari malonil-S-
CoA, yaitu pemindahan gugus malonil dari ACP ke CoA. Reaksi ini dikatalisis oleh
enzim ACP-malonil-transferase :
Malonil-S-CoA + ACP-SH malonil-S-ACP + CoA-SH
(malonil koenzim A) (koenzim A)
Reaksi berikutnya adalah kondensasi antara asetil-S-sintase dengan malonil-S-
ACP menghasilkan asetoasetil-S-ACP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim beta-
ketoasil-ACP-sintase dan laju reaksinya didorong oleh terlepasnya CO2 dari malonil-
S-ACP, yaitu reaksi eksergonik dekarboksilasi gugus malonil, yang memberikan
dorongan termodinamik ke arah pembentukan aseto-asetil-S-ACP.
Pada tahap ketiga ini, terdapat dua reaksi reduksi asetoasetil-S-ACP. Pada
reaksi reduksi yang pertama, aseoasetil-S-ACP diredukis dengan NADPH dan enzim
beta-ketoasil-ACP-reduktase menghasilkan D-β -hidroksibutiril-S-ACP, yang
selanjutnya mengalami dehidratasi dengan enzim enoil-ACP-hidratase menghasilkan
krotonil-ACP. Reaksi reduksi yang kedua adalah hidrogenasi krotonil-ACP dengan
enzim enoil-ACP-reduktase yang menghasilkan butiril-ACP. Seperti juga reaksi
reduksi yang pertama, reaksi ini menggunakan NADPH-NADP+ (bukan NADH-
NAD+ seperti yang dipakai pada proses oksidasi asam lemak) sebagai sistem
koenzimnya .
Dengan terbentuknya butiril-ACP, selesailah satu dari tujuh daur yang
dilakukan oleh enzim kompleks sintetase untuk menghasilkan palmitoil-CoA. Untuk
memulai daur yang berikutnya, gugus butiril dipindahkan dari ACP ke enzim β -
ketoasil-ACP-sintase dan ACP mengambil satu gugus malonil dari molekul malonil
Co-A yang lainnya. Selanjutnya daur diulangi dengan reaksi kondensasi antara
malonil-ACP dengan butiril-S-β -ketoasil-ACP sintase menghasilkan β -
ketoheksanoil-S-ACP dan CO2. Demikianlah setelah tujuh kali mekanisme daur
berlangsung dengan enzim kompleks sintetase asam lemak, terbentuklah palmitoil-
ACP sebagai hasil akhir. Selanjutnya gugus palmitoil ini dapat mengalami beberapa
kemungkinan, tergantung kondisi dalam sel dan jenis jasadnya. Kemungkinan itu
adalah, pertama, gugus palmitoil dilepaskan dari enzim sintetase kompleks, dengan
bantuan enzim tioesterase, menghasilkan asam palmitat bebas, kedua, gugus palmitoil
dipindahkan dari ACP ke CoA, ketiga, gugus palmitoil digabungkan langsung ke
dalam asam fosfatidat dalam proses biosintesis fosfolipid dan triasil gliserol. Gambar
6.6 menunjukkan mekanisme reaksi keseluruhan proses biosintesis asam palmitat dari
asetil-CoA. Reaksi oksidasi dan biosintesis asam palmitat mempunyai perbedaan
yang cukup penting. Perbedaan tersebut terdapat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Perbedaan oksidasi dengan biosintesis asam palmitat
No. Komponen Oksidasi Biosintesis
1. Tempat Mitokondria Sitoplasma
2. Sistem pembawa CoA ACP
3. Molekul pemanjang rantai Asetil-CoA (beratom karbon Malonil-CoA (beratom karbon
dua) tiga)
4. Sistem koenzim dalam NAD+/NADH & FAD/FADH2 NADPH/NADP+
reaksi hidrogenasi

CO2
CH3CO SCoA HOOCCH2CO SCoA
ACP-SH asetil-CoA malonil-CoA ACP-SH
ACP-asiltransferase ACP-malonil
transferase
CoASH CoASH
CH3CO S ACP HOOCCH2CO S ACP
Sintase-SH

ACP-SH
CH3CO S sintase

Sintase-SH

O COOH CO2
CH3 C CH CO S ACP CH3COCH2CO S ACP
Asetoasetil-S-ACP
NADPH + H+
NADP+
β -ketoasil-ACP reduktase

OH O

CH3 C CH2 C S ACP


β -hidroksibutiril-S-ACP

enoill-ACP hidratase
H2O

CH3CH CH2 CO S ACP CH3(CH2)13CH2COOH


NADPH + H+ Krotonil-ACP asam palmitat
enoill-ACP reduktase
CoA-SH
+
NADP

CH3CH2CH2 CO S ACP CH3(CH2)13CH2 CO SCoA


Butiril-ACP Palmitoil-CoA
Reaksi diulangi mulai dari CoA-SH
tahap reaksi dengan sintase-SH
sampai dengan reaksi enoil-ACP reduktase
Diulangi sampai 6 kali ACP-SH
CH3(CH2)13CH2 CO S ACP
Palmitoil-ACP

Gambar 6.6. Mekanisme reaksi keseluruhan proses biosintesis asam


palmitat dari asetil-CoA

6.4. Metabolisme energi dari protein

Metabolisme protein tidak secara langsung terlibat dalam memproduksi


energi. Tetapi metabolisme protein terlibat dalam produksi enzim, hormon,
komponen struktural, dan protein darah dari sel-sel badan dan jaringan. Metabolisme
energi yang berasal dari protein didahului dengan degradasi protein menjadi asam-
asam amino. Kemudian asam-asam amino dilepas gugus aminonya melalui
deaminasi oksidatif di sel-sel hati. Hasil deaminasi akan masuk dalam siklus Krebs
guna pembentukan energi, atau melalui piruvat dan asetil koenzim A sebelum masuk
siklus Krebs.
Kerangka karbon dari asam-asam amino alanin, sistein, sistin, glisin, treonin,
serin dan hidroksiprolin diubah menjadi piruvat. Pembentukan piruvat dari glisin
dapat terjadi dengan konversi menjadi serin yang dikatalisis oleh enzim serin
hidroksimetiltransferase.
Reaksi alanin transaminase dan serin dehidratase, keduanya memerlukan
piridoksal fosfat sebagai koenzim. Reaksi serin dehidratase berlangsung melalui
pembuangan H2O dari serin, membentuk suatu asam amino tidak jenuh. Kemudian
disusun kembali menjadi asam α -amino yang terhidrolisis spontan menjadi piruvat
dan amonia.
Jalan katabolik utama dari sistin adalah konversi menjadi sistein yang
dikatalisis oleh enzim sistin reduktase. Setelah itu akan bergabung dengan
katabolisme sistein.
Sistein dikatabolisme melalui dua jalan katabolisme utama yaitu jalan oksidasi
langsung (sistein sulfinat) dan jalan transaminasi (3-merkaptopiruvat). Kedua jalan
tersebut memerlukan enzim transaminase.
Treonin dibelah menjadi asetaldehida dan glisin oleh treonin aldolase.
Kemudian asetaldehida membentuk asetil koenzim A, sementara glisin sudah
dibicarakan diatas.
Tiga dari lima karbon 4-hidroksi-L-prolin dikonversi menjadi piruvat, dua
sisanya membentuk glikosilat. Kemudian tahap akhir reaksi melibatkan aldolase
yang memecah hidroksiprolin menjadi piruvat dan glioksilat.
Semua asam amino yang membentuk piruvat dapat dikonversi menjadi asetil
koenzim A. Disamping itu ada lima asam amino yang membentuk asetil koenzim A
tanpa membentuk piruvat lebih dahulu. Asam-asam amino tersebut adalah
fenilalanin, tirosin, triptofan, lisin dan leusin. Fenilalanin mula-mula dikonversi
menjadi tirosin oleh fenilalanin hidroksilase. Lima reaksi enzimatik berurutan
mengkonversi tirosin menjadi fumarat dan asetoasetat, yaitu (1) transaminasi menjadi
p-hidroksifenilpiruvat, (2) oksidasi dan migrasi sekaligus dari rantai samping 3-
karbon dan dekarboksilasi yang membentuk homogentisat, (3) oksidasi homogentisat
menjadi maleilasetoasetat, (4) isomerasi maleiasetoasetat menjadi
fumarilasetofumarat dan (5) hidrolisis fumarilasetoasetat menjadi fumarat dan
osetoasetat. Asetoasetat selanjutnya dapat mengalami pembelahan tiolitik menjadi
asetat dan asetil koenzim A.
L-lisin dikonversi menjadi α -aminoadipat dan α -ketoadipat. L-lisin pertama
kali berkondensasi dengan α -ketoglutarat yang memecah air dan membentuk basa
Schiff. Kemudian direduksi menjadi sakaropin oleh dehidrogenase dan kemudian
dioksidasi oleh dehidrogenase kedua. Penambahan air membentuk L-glutamat dan L-
α -aminoadipat-δ -semialdehida. Katabolisme lebih lanjut dari α -aminoadipat
memerlukan transaminasi menjadi α -ketoadipat, yang mungkin diikuti oleh
dekarboksilasi oksidatif menjadi glutaril-KoA.
Triptofan oksigenase (triptofan pirolase) mengkatalisis pembelahan cincin
dengan inkorporasi 2 atom oksigen yang membentuk N-formilkinurenin.
Oksigenasenya adalah metaloprotein besiforfirin. Pengeluaran gugus formil dari N-
formilkinurenin secara hidrolitik dikatalisis oleh kinurenin formilase yang
menghasilkan kinurenin. Kemudian dideaminasi dengan transaminase gugus amino
rantai samping ke ketoglutarat. Metabolisme lebih lanjut dari kinurenin melibatkan
konversi menjadi 3-hidroksikinurenin. Kinurenin dan hidroksikinurenin dikonversi
menjadi hidroksiantranilat oleh enzim kiruneninase suatu enzim piridoksal fosfat.
Leusin sebelum diubah menjadi asetil koenzim A diubah dahulu menjadi asetoasetat,
sama dengan pengubahan tirosin.
Suksinil koenzim A merupakan hasil akhir amfibolik dari katabolisme
metionin, isoleusin dan valin yang hanya sebagian rangka dikonversi. Empat per
lima karbon valin, tiga per lima karbon metionin dan setengah karbon isoleusin
membentuk suksinil koenzim A. l-metionin berkondensasi dengan ATP membentuk
S-adenosilmetionin atau "metionin aktif". Pengeluaran gugus metil membentuk S-
adenosil-homosistein. Hidrolisis ikatan S-Peserta menghasilkan L-homosistein dan
adenosin. Homosistein selanjutnya berkondensasi dengan serin, membentuk
sistationin. Pembelahan hidrolitik sistationin membentuk L-homoserin dan sistein.
Kedua reaksi ini oleh karenanya juga terlibat dalam biosintesis sistein dan serin.
Homoserin dikonversi menjadi α -ketobutirat oleh homoserin deaminase. Konversi
α -ketobutirat menjadi propionil-KoA selanjutnya terjadi dengan cara biasa untuk
dekarboksilasi oksidatif asam α -keto membentuk derivat asil KoA.
Sebagaimana diharapkan dari kemiripan strukturnya, katabolisme L-valin dan
L-isoleusin pada awalnya memerlukan reaksi yang sama. Jalan ini kemudian
memisah dan masing-masing rangka asam amino mengikuti jalan unik menjadi zat
antara amfibolik.
Kerangka karbon dari asam-asam amino glutamin, glutamat, arginin, histidin,
dan prolin memasuki siklus Krebs melalui α -ketoglutarat. Katabolisme glutamin
dan glutamat berlangsung dengan bantuan enzim glutaminase dan transaminase.
Prolin dioksidasi menjadi dehidroprolin yang dengan penambahan air akan
membentuk glutamat γ -semialdehida. Selanjutnya dioksidasi menjagi glutamat dan
ditransaminasi menjadi α -ketoglutarat. Arginin dan histidin juga membentuk α -
ketoglutarat, satu karbon dan baik 2 (histidin) maupun 3 (arginin) pertama-tama harus
dikeluarkan dari asam amino 6 karbon ini. Arginin hanya membutuhkan hanya satu
langkah yaitu pengeluaran gugus guanidino secara hidrolisis yang dikatalisis oleh
arginase yang menghasilkan ornitin. Ornitin mengalami transaminasi gugus ∂-amino,
membentuk glutamat γ -semialdehida, yang dikonversi menjadi α -ketoglutarat.
Bagi histidin, pengeluaran karbon dan nitrogen yang berlebih membutuhkan
empat reaksi. Deaminasi histidin menghasilkan urokanat. Konversi urokanat
menjadi 4-imidazolon-5-propionat, yang dikatalisis oleh urokanase melibatkan
penambahan H2O dan oksidasi-reduksi interna. Reaksi selanjutnya adalah 4-
imidazolon-5-propionat dihidrolisis menjadi N-formiminoglutamat yang diikuti oleh
pemindahan gugus formimino pada karbon alfa ke tetrahidrofolat yang membentuk
N5-formiminotetrahidrofolat. Kemudian dengan bantuan enzim glutamat formimino
transferase, N5-formiminotetrahidrofolat diubah menjadi L-glutamat dan akhirnya
menjadi oksaloasetat dengan bantuan enzim transaminase.
Secara umum katabolisme masing-masing asam amino yang digunakan
sebagai sumber energi dapat dilihat pada Gambar 6.7.
Sebagaimana diketahui, sumber energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan
protein. Karbohidrat melalui jalur glikolisis dan kemudian menuju siklus Krebs
untuk menghasilkan energi. Lemak melalui jalur β -oksidasi dan kemudian menuju
siklus Krebs untuk menghasilkan energi. Sementara itu protein harus mengalami
deaminasi sebelum menjadi piruvat, asetil koenzim A ataupun langsung masuk ke
siklus Krebs. Kesemua jalur tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.8.
Amonia merupakan produk sisa utama dari katabolisme protein dapa ikan,
sehingga tidak dibutuhkan energi untuk memekatkannya dan menawarkannya seperti
pada hewan lainnya.

Alanin Glutamat Arginin


Triptofan Glutamin
Sistin Glutamat
Glisin Histidin
Treonin α -ketoglutarat Prolin
Serin
Hidroksiprolin

Sitrat Suksinil KoA


Piruvat
Siklus Krebs

Asetil KoA
Oksaloasetat Fumarat
Metionin
Isoleusin
Valin

Isoleusin
Leusin
Triptofan Asetoasetil KoA Aspartat Tirosin
Fenilalanin

Fenilalanin
Tirosin
Triptofan Asparagin
Lisin
Leusin

Gambar 6.7. Katabolisme asam-asam amino menjadi energi

Karbohidrat Lemak Protein


Asetil KoA

KoA-SH
Glukosa Asam lemak Asam amino
H2O

Sitrat

+
NADH + H Oksaloasetat
H2O

NAD+ Cis-aconitat

Malat H2O

SIKLUS
KREBS
H2O Isositrat
NAD+

Fumarat NADH + H+
CO 2
α-ketoglutarat
FADH+ NAD+
+
NADH + H

Suksinat Suksinil KoA


CO2
CO2 + 2H
FAD HO
GDP + Pi
H 2O GTP
Pi
Gambar 6.8. Metabolisme energi

BAB VII
KEBUTUHAN NUTRISI BAGI IKAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami kebutuhan
nutrisi bagi ikan untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :


1. Menjelaskan kebutuhan energi dari karbohidrat bagi ikan dan pengertian
karbohidrat
2. Menjelaskan proses pencernaaan dan penyerapan karbohidrat
3. Menjelaskan kebutuhan energi dari lemak bagi ikan dan macam-macam asam
lemak
4. Menjelaskan proses pencernaan dan penyerapan lemak
5. Menjelaskan kebutuhan energi dari protein bagi ikan dan macam-macam asam
amino
6. Menjelaskan proses pencernaan dan penyerapan protein
7. Menjelaskan kebutuhan mineral dan vitamin bagi ikan
7.1. Kebutuhan Energi pada Ikan

7.1.1. Kebutuhan energi dari karbohidrat

7.1.1.1. Pengertian karbohidrat


Karbohidrat mempunyai komposisi kimia yang mengandung C, H dan O.
Semakin kompleks susunan komposisi kimia, maka akan semakin sulit dicerna.
Hidrogen dan oksigen biasanya berada dalam rasio yang sama seperti yang terdapat
dalam molekul air yaitu H2O (2H dan 1O). Klasifikasi karbohidrat menurut urutan
kompleksitas terdiri dari monosakarida, disakarida, trisakarida dan polisakarida.
Monosakarida atau gula sederhana yang penting mencakup pentosa (C5H10O5)
yaitu gula dengan 5 atom C dan heksosa (C6H12O6). Pentosa terdapat di alam dalam
jumlah sedikit. Pentosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis pentosan yang terdapat
dalam kayu, janggel jagung, kulit oil, jerami. Pentosa terdiri dari arabinosa, ribosa,
dan xilosa. Heksosa bersifat lebih umum dan lebih penting dalam pakan
dibandingkan dengan monosakarida lainnya. Heksosa terdiri dari fruktosa, galaktosa,
manosa dan glukosa. Fruktosa (levulosa) terdapat bebas dalam buah yang masak dan
dalam madu. Galaktosa berada dalam senyawa dengan glukosa membentuk laktosa
(gula susu). Glukosa (dekstrosa) terdapat dalam madu, dan bentuk inilah yang
terdapat dalam darah.
Disakarida dibentuk oleh kombinasi kimia dari dua molekul monosakarida
dengan pembebasan satu molekul air. Bentuk disakarida yang umum adalah sukrosa,
maltosa, laktosa dan selobiosa. Sukrosa merupakan gabungan dari glukosa dan
fruktosa dengan ikatan α (1- 5) yang dikenal sebagai gula dalam kehidupan sehari-
hari. Sukrosa umumnya terdapat dalam gula tebu, gula bit serta gula mapel. Maltosa
merupakan gabungan glukosa dan glukosa dengan ikatan α (1 -4). Maltosa
terbentuk dari proses hidrolisa pati. Laktosa (gula susu) terbentuk dari gabungan
galaktosa dan glukosa dengan ikatan β (1 - 4). Selubiosa merupaka gabungan dari
glukosa dan glukosa dengan ikatan β (1 - 4). Selubiosa adalah sakarida yang
terbentuk dari sesulosa sebagai hasil kerja enzim selulose yang berasal dari
mikroorganisme.
Trisakarida terdiri dari melezitosa dan rafinosa. Rafinosa terdiri dari masing-
masing satu molekul glukosa, galaktosa dan fruktosa. Dalam jumlah tertentu terdapat
dalam gula bit dan biji kapas. Melezitosa terdiri dari dua molekul glukosa dan satu
molekul fruktosa.
Polisakarida tersusun atas sejumlah molekul gula sederhana. Kebanyakan
polisakarida berbentuk heksosan yang tersusun dari gula heksosa, tetapi ada juga
pentosan yang tersusun oleh gula pentosa, disamping juga ada yang dalam bentuk
campuran yaitu kitin, hemiselolusa, musilage dan pektin. Polisakarida heksosan
merupakan komponen utama dari zat-zat makanan yang terdapat dalam bahan asal
tanaman. Heksosan terdiri dari selulosa, dekstrin, glikogen, inulin dan pati. Pati
terdiri dari α amilosa [ikatan α (1 - 4)] dan amilopektin [ikatan α (1 - 4) dan α (1
- 6)]. Pati merupakan persediaan utama makanan pada kebanyakan tumbuh-
tumbuhan, apabila terurai akan menjadi dekstrin [glukosa, ikatan α (1 - 4) dan α (1
- 6)], kemudian menjadi maltosa dan akhirnya menjadi glukosa. Pati merupakan
sumber energi yang sangat baik bagi ikan. Selulosa [glukosa, ikatan β (1 - 4)]
menyusun sebagian besar struktur tanaman, sifatnya lebih kompleks dan tahan
terhadap hidrolisa dibandingkan dengan pati. Sebagian besar cadangan karbohidrat
dalam tubuh hewan berada dalam bentuk glikogen [glukosa, ikatan α (1 - 4) dan α
(1 - 6)] yang terdapat dalam hati dan otot. Glikogen larut dalam air dan hasil akhir
hidrolisa adalah glukosa. Glikogen dan pati merupakan bentuk simpan atau cadangan
untuk gula. Inulin [fruktosa, ikatan β (2 - 1)] adalah polisakarida yang apabila
dihidrolisa akan dihasilkan fruktosa. Polisakarida ini merupakan cadangan (sebagai
ganti pati), khususnya dalam tanaman yang disebut artichke Yerusalem (seperti
tanaman bunga matahari). Inulin digunakan untuk pengujian clearance rate pada
fungsi ginjal karena zat tersebut melintas dengan bebas melalui glomerulus ginjal dan
tidak di sekresi atau diserap oleh tubuh ginjal. Kitin merupakan polisakarida
campuran yang terdapat dalam eksoskeleton (kulit yang keras) pada berbagai
serangga.

Pencernaan dan penyerapan karbohidrat


Karbohidrase merupakan enzim-enzim yang memecah karbohidrat menjadi
gula-gula yang lebih sederhana. Amilase berfungsi merombak pati menjadi gula-gula
yang lebih sederhana. Dalam cairan usus mungkin terdapat juga sedikit amilase.
Oligisakaride memecah trigliserida menjadi gula sederhana. Disakarida sukrosa dan
maltosa dihidrolisis oleh sukrase dan maltase. Disakarida maltosa, sukrosa dan
laktosa dirombak oleh enzim-enzim khusus yaitu maltase, sekrase dan laktase.
Enzim-enzim ini dan enzim-enzim yang lain yang dihasilkan oleh sel-sel usus tidak
sepenuhnya terdapat dalam keadaan bebas di dalam rongga usus. Hal ini terbukti
karena ekstrak bebas sel dari cairan usus hanya mengandung sedikit enzim tersebut.
Tetapi enzim-enzim tersebut terdapat pada permukaan mikrovilus yang merupakan
batas dari sel absorpsi vilus tersebut. Pada waktu masuk ke batas ini, disakarida
tersebut dihidrolisis, semua menghasilkan glukosa, di samping itu sukrosa
menghasilkan juga fruktosa, dan laktosa menghasilkan galaktosa. Monosakarida ini
juga diabsorpsi oleh sel-sel absorpsi, tetapi mekanisme transport aktifnya belum dapat
dipastikan. Sebagian besar penyerapan merupakan suatu proses aktif dan bukan
sekedar suatu proses yang pasif. Hal ini diperlihatkan dari kemampuan sel-sel epitel
untuk menyerap secara selektif zat-zat seperti glukosa, galaktosa dan fruktosa dalam
konsentrasi yang tidak sama. Glukosa diserap lebih cepat dari fruktosa, sepanjang
epitelnya masih hidup dan tidak rusak.
Glikogen, karbohidrat khas hewan, berfungsi sebagai simpanan jangka
pendek, yang dapat dipergunakan secara cepat jika gula yang tersedia dalam darah
atau tempat lain telah habis. Glikogen dapat disimpan dalam kebanyakan sel,
terutama dalam sel-sel hati dan otot. Pada waktu melalui hati, kelebihan gula yang
diserap dari usus diambil oleh sel hati dan diubah menjadi glikogen. Hormon insulin
yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok sel endokrin pankreas, yaitu pulau
Langerhans, mengontrol pengambilan glukosa oleh sel-sel dan sintesis glikogen.
Peningkatan gula dalam darah merangsang sel-sel pankreas untuk memproduksi
insulin. Insulin diangkut melalui darah ke seluruh tubuh tempat zat ini merangsang
sintesis glikogen dalam sel otot dan hati. Reaksi kebalikannya, yaitu perombakan
glikogen menjadi glukosa diatur oleh enzim pankreas, glukagon, dan oleh epinefrin.
Tetapi sel-sel otot tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa-6-fosfat menjadi
glukosa, sehingga glikogen otot hanya dapat dipergunakan sebagai penimbunan
energi untuk sel otot.
Setelah proses penyerapan melalui dinding usus halus, sebagian besar
monosakarida dibawa oleh aliran darah ke hati. Di dalam hati, monosakarida
mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi menjadi CO2 dan H2O,
atau dilepaskan untuk dibawa dengan aliran darah ke bagian tubuh yang
memerlukannya. Sebagian lain, monosakarida dibawa langsung ke sel jaringan organ
tertentu dan mengalami proses metabolisme lebih lanjut.

7.1.2. Kebutuhan energi dari lemak


7.1.2.1. Pengertian lemak
Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang berkaitan, baik secara
aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang
relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform
dan benzena. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien
secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adiposa. Lemak
berfungsi sebagai penyekat panas dalam jaringan subkutan dan sekeliling organ-organ
tertentu, dan lipin non polar bekerja sebagai penyekat listrik yang memungkinkan
perambatan cepat gelombang depolarisasi sepanjang syaraf bermialin.
Klasifikasi lemak terdiri dari : lemak sederhana, lemak campuran dan lemak
turunan (derived lipid). Lemak sederhana adalah ester asam lemak dengan berbagai
alkohol. Lemak sederhana terdiri dari lemak dan lilin. Lemak merupakan ester asam
lemak dengan gliserol. Lemak dalam tingkat cairan dikenal sebagai minyak oli. Lilin
(waxes) adalah ester asam lemak dengan alkohol monohidrat yang mempunyai berat
molekul lebih besar.
Lipid campuran adalah ester asam lemak yang mengandung gugus tambahan
selain alkohol dan asam lemak. Lipid campuran terdiri dari fosfolipid, glikolipid dan
lipid campuran lain. Fosfolipid merupakan lipid yang mengandung residu asam
fosfat sebagai tambahan asam lemak dan alkohol. Fosfolipid juga memiliki basa
yang mengandung nitrogen dan pengganti (substituen) lain. Pada banyak fosfolipid,
misalnya gliserofosfolipid, alkoholnya adalah gliserol, tetapi pada yang lain, misalnya
sfingofosfolipid, alkoholnya adalah sfingosin. Glikolipid adalah campuran asam
lemak dengan karbohidrat yang mengandung nitrogen tetapi tidak mengandung asam
fosfat. Lipid campuran lain seperti sulfolipid dan aminolipid. Lipoprotein juga dapat
ditempatkan dalam katagori ini.
Lemak turunan adalah zat yang diturunkan dari golongan-golongan diatas
dengan hidrolisis. Ini termasuk asam lemak (jenuh dan tidak jenuh), gliserol, steroid,
alkohol disamping gliserol dan sterol, aldehida lemak dan benda keton. Gliserida
(asil-gliserol), kolesterol dan ester kolesterol dinamakan lipid netral karena tidak
bermuatan.

7.1.2.2. Pengertian asam lemak


Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis ester
terutama gliserol dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat di alam biasanya
mengandung atom karbon genap (karena disintesis dari dua unit karbon) dan
merupakan derivat berantai lurus. Rantai dapat jenuh (tidak mengandung ikatan
rangkap) dan tidak jenuh (mengandung satu atau lebih ikatan rangkap).
Asam-asam lemak tidak jenuh mengandung lebih sedikit dari dua kali jumlah
atom hidrogen sebagai atom karbon, serta satu atau lebih pasangan atom-atom karbon
yang berdekatan dihubungkan oleh ikatan rangkap. Asam lemak tidak jenuh dapat
dibagi menurut derajad ketidakjenuhannya, yaitu asam lemak tak jenuh tunggal
(monounsaturated, monoetenoid, monoenoat), asam lemak tak jenuh banyak
(polyunsaturated, polietenoid, polienoat) yang terjadi apabila beberapa pasang dari
atom karbon yang berdekatan mengandung ikatan rangkap dan eikosanoid.
Eikosanoid adalah senyawa yang berasal dari asam lemak eikosapolienoat, yang
mencakup prostanoid dan leukotrien (LT). Prostanoid termasuk prostaglandin (PG),
prostasiklin (PGI) dan tromboxan (TX). Istilah prostaglandin sering digunak
Eikosanoid adalah senyawa yang berasal dari asam lemak eikosapolienoat, yang
mencakup prostanoid dan leukotrien (LT). Prostanoid termasuk prostaglandin (PG),
prostasiklin (PGI) dan tromboxan (TX). Istilah prostaglandin sering digunakan
dengan longgar termasuk semua prostanoid. Contoh asal lemak tidak jenuh dapat
dilihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1. Asam-asam lemak tidak jenuh
Asam-asam lemak Formula Titik cair (oC)
Palmitoleat (heksadesenoat) C16H30O2 Cair
Oleat (oktadesenoat) C18H34O2 Cair
Linoleat (oktadekadienoat) C18H32O2 Cair
Linolenat (oktadekatrienoat) C18H30O2 Cair
Arakidonat (eikosatetrienoat) C20H32O2 Cair
Klupanodonat (dokosapentaenoat) C22H34O2 Cair

Asam lemak jenuh mempunyai atom hidrogen dua kali lebih banyak dari atom
karbonnya, dan tiap molekulnya mengandung dua atom oksigen. Asam lemak jenuh
mengandung semua atom hidrogen yang mungkin, dan atam karbon yang berdekatan
dihubungkan oleh ikatan valensi tunggal. Asam lemak jenuh dapat dipandang
berdasarkan asam asetat sebagai anggota pertama dari rangkaiannya. Anggota-
anggota lebih tinggi lainnya dari rangkaian ini terdapat khususnya dalam lilin.
Beberapa asam lemak berantai cabang juga telah diisolasi dari sumber tumbuh-
tumbuhan dan binatang. Asam-asam lemak jenuh memiliki titik cair yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam yang tidak jenuh, untuk atom C yang sama
banyaknya. Rantai asam lemak jenuh yang lebih panjang, titik cairnya lebih tinggi
dibandingkan dengan yang rantainya lebih pendek. Contoh asam-asam lemak jenuh
dapat dilihat pada Tabel 7.2.
Tabel 7.2. Asam-asam lemak jenuh

Asam-asam lemak Formula Titik cair (oC)


Butirat (butanoat) C4H8O2 Cair
Kaproat (hexanoat) C6H12O2 Cair
Kaprilat (oktanoat) C8H16O2 16
Kaprat (dekanoat) C10H20O2 31
Laurat (dodekanoat) C12H24O2 44
Miristat (tatradekanoat) C14H28O2 54
Palmitat (heksadekanoat) C16H32O2 63
Stearat (oktadekanoat) C18H36O2 70
Arakidat (eikosanoat) C20H40O2 76
Lignoserat (tatrakosanoat) C24H48O2 86

Pencernaan dan penyerapan lemak


Sebagian besar lemak dalam pakan adalah lemak netral (trigliserida),
sedangkan selebihnya adalah fosfolipid dan kolesterol. Jika lemak masuk masuk ke
dalam duodenum, maka mukosa duodenum akan menghasilkan hormon
enterogastron, atau penghambat peptida lambung, yang pada waktu sampai di
lambung akan menghambat sekresi getah lambung dan memperlambat gerakan
pengadukan. Hal ini tidak saja mencegah lambung untuk mencerna lapisannya
sendiri, tetapi juga memungkinkan lemak untuk tinggal lebih lama dalam duodenum
tempat zat tersebut dipecah oleh garam-garam empedu dan lipase.
Lemak yang diemulsikan oleh garam empedu dirombak oleh esterase yang
memecah ikatan ester yang menghubungkan asam lemak dengan gliserol. Lipase,
yang sebagian besar dihasilkan oleh pankreas, meskipun usus halus juga
menghasilkan sedikit, merupakan esterase utama pada ikan. Garam-garam empedu
mengemulsikan butir-butir lemak menjadi butir yang lebih kecil lagi, yang kemudian
dipecah lagi oleh enzim lipase pankreatik menjadi digliserida, monogliserida, asam-
asam lemak bebas (FFA = free fatty acid) dan gliserol. Garam-garam empedu
kemudian merangsang timbulnya agregasi FFA, monogliserida dan kolesterol
menjadi misal (micelle), yang masing-masing mengandung ratusan molekul.
Campuran garam empedu, asam lemak dan lemak yang sebagian telah tercerna,
mengemulsikan lemak lebih lanjut menjadi partikel-partikel yang sebagian besar
cukup kecil untuk diserap secara langsung.
Cairan empedu adalah suatu cairan garam berwarna kuning kehijauan yang
mengandung kolesterol, fosfolipid lesitin, serta pigmen empedu. Garam-garam
empedu (garam natrium dan kalium) dari asam glikokolat dan taurokolat adalah
unsur-unsur terpenting dari cairan empedu, karena unsur-unsur itulah yang berperan
dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Trigliserida di dalam chyme duadenum
cenderung untuk menggumpal bersama-sama sebagai kelompok atau gugus asam
lemak berantai panjang yang tidak larut dalam air. Empedu juga membantu dalam
penyerapam vitamin yang larut dalam lemak, serta membantu kerja lipase pankreatik.
Garam-garam empedu adalah garam-garam basa, oleh karana itu dapat membentu
juga dalam menciptakan suasana yang lebih alkalis dalam chyme intestinal agar
absorpsi berlangsung dengan lancar. Komponen kolesterol dari cairan empedu
berasal dari pembentukan di dalam hati maupun dari bahan yang dikonsumsi.
Kolesterol tidak larut dalam air, tetapi garam-garam empedu dan lesitin
menyebabkannya menjadi bentuk yang mudah larut sehingga kolesterol itu dapat
berada di dalam cairan empedu.
Sekresi garam-garam empedu dari hati tergantung pada konsentrasi garam
empedu yang terdapat di dalam darah yang melewati hati. Dengan meningkatnya
konsentrasi plasma dari garam-garam empedu yang terjadi selama pencernaan
(karena garam-garam empedu diserap kembali dari usus halus ke vena porta hati
menuju kembali ke hati), kemudian laju sekresi dari hati akan meningkat. Garam-
garam empedu secara langsung merangsang sel-sel sekretoris. Sekresi larutan alkalis
dari empedu tergantung pada sekresi gastrin dari daerah antral lambung, dan
tergantung juga pada laju sekresi kolesistokinin dan sekretin dari sel-sel mukosa
duadenal. Sementara sekresi tersebut beredar di dalam darah selama mencerna
makanan, meningkatlah sekresi larutan empedu dari hati. Sekretin itu efektif sekali
dalam meningkatkan sekresi.
Absorpsi lemak dan asam lemak merupakan masalah khusus, karena tidak
seperti hasil akhir pencernaan, zat-zat ini tidak larut dalam air. Penyerapan zat ini
dipermudah oleh kombinasi dengan garam empedu, karena kombinasi ini merupakan
suatu kompleks (misal/micelle) yang larut dalam air. Garam empedu itu kemudian
dibebaskan dalam sel mukosa dan dipergunakan lagi, dan asam lemak serta gliserol
bersenyawa dengan fosfat untuk membentuk fosfolipid. Fosfolipid ini kemudian
distabilisasi dengan protein dan dilepaskan dalam sistem getah bening sebagai globul-
globul kecil yang disebut kilomikron yang kemudian di bawa ke aliran darah.
Ketika telah berada di dalam sel-sel epitel, terjadilah resintesis menjadi
trigliserida, dan kemudian dilepaskan ke dalam limfatik lakteal melalui emiositosis
(kebalikan dari pinositosis). Lakteal merupakan pembuluh limfa yang menyerupai
kapiler yang terdapat di dalam villi intestinal. Trigliserida masuk ke dlam lakteal
sebagai kilomikron yang juga mengandung sejumlah kecil fosfolipid, kolesterol dan
protein. Ini dihantarkan dalam bentuk chyle menuju ke pembuluh limfa yang lebih
besar. Akhirnya diteruskan ke sisterna chyli yang terletak di antara dua krura dari
diafragma. Dari sisterna chyli, chyle bergerak melalui duktus torasik ke vena kava
kranial atau ke vena jugular dekat pintu menuju ke vena kava dan ke sirkulasi vena.
Bukti-bukti yang didapat secara biokimia dan penggunaan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa butir-butir kecil yang mengalami emulsifikasi dapat diserap
secara pinositotik oleh sel-sel epitel dari usus dan masuk ke dalam lakteal dalam
bentuk yang sama. Kira-kira 10 persen asam-asam lemak tidak mengalami
rekonstitusi menjadi trigliserida di dalam sel-sel absorpsi epitel, tetapi sebaliknya
bergerak langsung ke dalam darah portal bersama-sama dengan gliserol.
Dalam waktu dua atau tiga jam setelah absorpsi makanan berlemak,
kilomikron lenyap dari dalam darah, beberapa diambil oleh sel hati, yang lain dicerna
dalam aliran darah oleh lipoprotein lipase. Lipoprotein lipase dihasilkan dalam
jumlah besar oleh depo lemak dalam tubuh dan diperkirakan bahwa sebagian besar
dari lemak yang dihidrolisis secara cepat diabsorpsi dan disusun kembali oleh
jaringan ini. Lemak yang ditimbun dalam hati atau jaringan adiposa senantiasa
mengalami perombakan dan resintesis, meskipun jumlah keseluruhan yang disimpan
hanya berubah sedikit selama jangka waktu yang lama.

Kebutuhan energi pada ikan

Sebagian besar kebutuhan energi digunakan untuk kebutuhan hidup pokok.


Energi untuk hidup pokok meliputi kebutuhan untuk metabolisme basal dan aktifitas
normal. Kebutuhan energi untuk hidup pokok harus terpenuhi dahulu sebelum ikan
menggunakan energi untuk produksi.
Konsentrasi energi sebaiknya menjadi pertimbangan nutrisi pertama dalam
formulasi pakan ikan. Dalam praktek, bagaimanapun protein biasanya diberikan
prioritas pertama karena protein lebih mahal dibanding dengan pemberian komponen
energi yang lain. Protein dan energi sebaiknya dijaga dalam kondisi keseimbangan.
Defisiensi DE akan menyebabkan penurunan rataan pertumbuhan ikan. Defisiensi
energi dalam hubungannya dengan protein akan menyebabkan protein digunakan
sebagai sumber energi untuk mengamankan hidup pokok sebelum pertumbuhan.
Sebaliknya apabila kelebihan energi akan menimbulkan penurunan konsumsi
pakan dan menurunkan intake dari protein dan zat makanan lainnya untuk
pertumbuhan maksimum. Kelebihan energi juga adapt menyebabkan terjadinya
deposit lemak yang besar yang dapat menjadi tak diinginkan dalam pakan ikan.
Nilai rasio protein-energi pada ikan lebih tinggi dibandingkan dengan rasio
protein energi pada ikan ataupun ikan lainnya. Alasan tingginya rasio ini adalah
bukan karena ikan mempunyai kebutuhan protein yang lebih tinggi tetapi ikan
membutuhkan energi yang lebih rendah untuk hidup pokok dan sintesa asam urat.
Sejak lemak digunakan sebagai sumber utama energi non protein dalam pakan
ikan salmon, rasio protein-energi diijinkan untuk pakan tersebut yang kadang-kadang
dilaporkan sebagai rasio protein-lemak. Kombinasi optimum untuk pertambahan
bobot badan ikan rainbow trout adalah 35 – 36% protein dan 15 – 16% lemak.
Bagaimanapun beberapa faktor yang signifikan mempengaruhi keseimbangan
energi ikan seperti komposisi pakan, rataan pemberian pakan dan komposisi
pertambahan bobot badan. Jadi pendekatan untuk mengkalkulasi kebutuhan energi
untuk produksi harus digunakan secara hati-hati sampai informasi yang cukup dapat
tersedia untuk menyusun budget energi yang dapat diandalkan untuk variasi kondisi
produksi pada spesies aquacultur spesifik. Rasio protein-DE (mg/kcal) untuk bobot
badan maksimum pada beberapa spesies sudah diteliti sebagaimana tercantum dalam
tabel 7.3.
Tabel 7.3. Rasio protein-DE pada beberapa spesies ikan

No Spesies Digestible Digestible Final Bobot badan


protein (DP) energy (DE) (DP/DE) (g)
(%) (kcal/g) (mg/kcal)
1. Channel catfish 22.2 2.33 95 526
28.8 3.07 94 34
27.0 2.78 97 10
27.0 3.14 86 266
24.4 3.05 81 600
2. Red drum 31.5 3.20 98 43
3. Hybrid bass 31.5 2.80 112 35
4. Nile tilapia 30 2.90 103 50
5. Common carp 31.5 2.90 108 20
6. Rainbow trout 33 3.60 92 90
42 4.10 105 94
Kebutuhan Protein Pada Ikan
Protein dan asam-asam amino
Protein berasal dari kata "proteios" yang berarti "pertama" atau kepentingan
primer". Protein merupakan senyawa organik yang sebagian besar unsurnya terdiri
dari Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan Fosfor. Ciri khusus protein
adalah adanya kandungan Nitrogen. Berdasarkan bentuknya, protein dapat
diklasifikasikan dalam tiga bagian, yaitu: protein berbentuk bulat, serat dan gabungan
keduanya.
Protein berbentuk bulat (globular), diantaranya adalah : (1) albumin adalah
protein yang larut dalam air dan menggumpal apabila terkena panas. Umumnya
albumin menjadi komponen pada albumin telur, albumin serum, leucosin pada
gandum dan legumelin pada kacang-kacangan; (2) globulin umumnya tidak larut
dalam air tetapi larut dalam asam kuat dan menggumpal apabila terkena panas.
Globulin terdapat sebagai komponen globulin serum, fibrinogen, myosinogen, edestin
pada biji hemp, legumin pada kacang-kacangan, concanavalin pada jack bean dan
excelsin pada kacang Brazil. (3) glutelin tidak larut dalam air dan pelarut netral,
tetapi lebih cepat larut dalam larutan asam atau basa. Contoh yang umum terdapat
pada glutelin pada jagung yang lisinnya tinggi, dan oxyzenin pada padi, (4) prolamin
atau gliadin adalah protein sederhana yang larut dalam 70 sampai dengan 80 persen
etanol tetapi tidak larut dalam air, alkohol dan pelarut netral. Contohnya terdapat
pada zein dalam jagung dan gandum, gliading pada gandum dan rye serta hordein
pada barley, (5) histon adalah protein dasar yang larut dalam air, tetapi tidak larut
dalam larutan amonia. Histon sebagian besar bergabung dengan asam nukleat pada
sel makluk hidup. Contoh yang umum adalah globin pada hemoglobin dan scombron
pada spermatozoa mackerel, dan (6) protamin adalah molekul dengan bobot rendah
pada protein, larut dalam air, tidak menggumpal terkena panas berbentuk garam
stabil. Contohnya adalah salmine dari sperma ikan salmon, sturine dari ikan
sturgeon, clupeine dari ikan herring, dan scombrine dari ikan mackerel. Protamin
umumnya bersatu dengan asam nukleat dalam sperma ikan. Protein berbentuk serat
(fibrous), diantaranya adalah: (1) kolagen adalah protein utama pada jaringan
penghubung skeletal. Umumnya collagen tidak larut dalam air dan tahan pada enzim
pencernaan hewan, tetapi berubah cepat dalam bentuk larutan, dalam bentuk gelatin
lebih mudah dicerna apabila dipanaskan dalam air atau larutan asam atau basa.
Kolagen mempunyai karakteristik struktur asam amino unik diantaranya adalah
hidroksiprolin yang molekulnya besar, hidroksilisin sistein, sistin dan triptofan, (2)
elastin adalah protein pada jaringan elastis seperti pada tendon dan arteri. Meskipun
penampakannya sama dengan kolagen, elastin tidak dapat diubah menjadi gelatin, (3)
keratin merupakan protein yang suka dilarutkan dan tidak dapat dicerna. Umumnya
menjadi komponen rambut, kuku, bulu, tanduk dan paruh. Keratin mengadung 14
sampai dengan 15 persen sistin, dan (3) protein gabungan (conjugated) diantaranya
adalah : (1) nuleoprotein adalah satu atau lebih molekul protein yang berkombinasi
dengan asam nukleat, yang dalam sel dikenal sebagai deoksiribonukleatprotein,
ribonukleatprotein ribosom dan lain-lain, (2) mukoid atau mukoprotein, bagian
karbohidrat dalam protein adalah mukopolisakarida yang mengandung N-asetil-
heksosamin seperti glukosamin atau galaktosamin yang berkombinasi dengan asam
uronik, galakturonik atau asam glukoronik, banyak juga yang mengandung asam
sialik, (3) glikoprotein adalah protein yang mengandung karbohidarat kurang dari 4
persen, sering kali dalam bentuk heksosa sederhana, seperti manosa sebesar 1,7
persen dalam albumin telur, (4) lipoprotein adalah protein larut dalam air yang
bergabung dengan lesitin, cepalin, kolesterol, atau lemak dan fosfolipid lain, dan (5)
kromoprotein adalah kelompok yang mempunyai bentuk karakteristik yang
merupakan gabungan dari protein sederhana dengan kelompok prospetik pewarna.
Komoprotein meliputi hemoglobin, sitokrom, flavoprotein, visual purple pada retina
mata dan enzim katalase.
Berdasarkan kekomplekskan strukturnya, protein dibagi menjadi: (1) protein
sederhana, yaitu protein yang apabila mengalami hidrolisis akan menghasilkan hanya
asam-asam amino atau derivatnya, contohnya adalah: albumin, globulin, glutelin,
albuminoid dan protamin, (2) protein gabungan, yaitu protein sederhana yang
bergabung dengan radikal protein, contohnya adalah: nukleoprotein (protein
bergabung dengan asam nukleat), glikoprotein (protein bergabung dengan zat yang
mengandung gugusan karbohidrat seperti mucin), fosfoprotein (protein bergabung
dengan zat yang mengandung fosfor seperti kasein), hemoglobin (protein bergabung
dengan zat-zat sejenis hematin seperti hemoglobin) dan lesitoprotein (protein
bergabung dengan lesitin, seperti jaringan fibrinogen) dan (3) protein asal, adalah
protein yang terdegradasi yang meliputi protein primer (misal: protean) dan protein
sekunder (misal : proteosa, pepton dan peptida).
Fungsi protein meliputi : (1) struktur penting untuk jaringan urat daging,
tenunan pengikat, kolagen, rambut, bulu, kuku dan bagian tanduk serta paruh, (2)
sebagai komponen protein darah, albumin dan globulin yang dapat membantu
mempertahankan sifat homeostatis dan mengatur tekanan osmosis, (3) terlibat dalam
proses pembekuan darah sebagai komponen fibrinogen, tromboplastin, (4) membawa
oksigen ke sel dalam bentuk sebagai hemoglobin, (5) Sebagai komponen lipoprotein
yang berfungsi mentransportasi vitamin yang larut dalam lemak dan metabolit lemak
yang lain, (6) sebagai komponen enzim yang bertugas mempercepat reaksi kimia
dalam sistem metabolisme dan (7) sebagai nukleoprotein, glikoprotein dan vitellin.
Protein merupakan gabungan asam-asam amino dengan cara ikatan peptida,
yaitu suatu ikatan antara gugus amino (NH2) dari suatu asam dengan gugus karboksil
dari asam yang lain, dengan membebaskan satu molekul air (H2O). Protein disusun
oleh 22 macam asam amino, tetapi dari ke 22 macam asam amino tersebut yang
berfungsi sebagai penyusun utama protein sebanyak 20 macam. Dari 20 macam asam
amino tersebut ternyata ada sebagian yang dapat disintesis dalam tubuh ikan, sedang
sebagian lainnya tidak dapat disintesis dalam tubuh ikan sehingga harus didapatkan
dari pakan. Asam amino yang harus ada atau harus didapatkan dari pakan disebut
asam amino esensial dalam pakan (dietary essential amino acid atau indespensible
amino acid). Asam amino yang termasuk dalam kelompok ini adalah metionin,
arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, leusin, lisin, valin dan fenilalanin.
Asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh disebut asam amino non esensial
dalam pakan, tetapi apabila esensial untuk metabolisme maka disebut pula sebagai
asam amino esensial metabolik (metabolic essential amino acid atau dispensible
amino acid). Asam amino yang termasuk kelompok ini adalah : alanin, asam aspartat,
asam glutamat, glutamin, hidroksiprolin, glisin, prolin dan serin. Disamping itu ada
pengelompokan asam amino setengah esensial (semi essential amino acid atau semi
dispensible amino acid) karena asam amino ini hanya dapat disintesis dalam tubuh
dalam jumlah yang terbatas dari substrat tertentu. Asam amino yang termasuk dalam
kelompok ini adalah tirosin, sistin dan hidroksilisin.

Pencernaan dan penyerapan protein


Pencernaan dimulai dengan kontraksi otot proventrikulus yang akan
mengaduk-aduk makanan dan mencampurkannya dengan getah lambung yang terdiri
dari HCl dan pepsinogen (enzim yang tidak aktif). Pepsinogen apabila bereaksi
dengan HCl akan berubah menjadi pepsin (enzim aktif). HCl dan pepsin akan
memecah protein menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti polipeptida,
protease, pepton dan peptida. Aktivitas optimum pepsin dijumpai pada pH sekitar
2,0. Apabila makanan sudah berubah menjadi kimus (bubur usus dengan warna
kekuningan dan bersifat asam) maka akan didorong masuk ke dalam usus halus.
Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Kimus kemudian akan
bercampur dengan empedu yang dihasilkan oleh sel hati. Fungsi empedu adalah
untuk menetralkan kimus yang bersifat asam dan menciptakan pH yang baik (sekitar
6 sampai dengan 8) untuk kerja enzim pankreas dan enzim usus.
Pankreas menghasilkan endopeptidase berupa enzim tripsinogen dan
kimotripsinogen. Enzim tripsinogen apabila bereaksi dengan enterokinase akan
berubah menjadi tripsin. Setelah terbentuk, tripsin akan membantu meneruskan
aktivasi tripsinogen, dan tripsin sendiri mengaktifkan kimotripsinogen menjadi
kimotripsin. Berbagai enodpeptidase yaitu, pepsin, tripsin dan kimotripsin akan
memecah ikatan-ikatan di dekat asam amino tertentu. Kerja sama enzim ini
diperlukan dalam proses fragmentasi molekul protein. Pepsin hanya memecah ikatan
yang dekat dengan fenilalanin, triptofan, metionin, leusin atau tirosin. Tripsin hanya
memecah ikatan yang dekat dengan arginin atau lisin dan kimotripsin akan memecah
ikatan yang dekat dengan asam amino aromatik, atau metionin. Eksopeptidase yang
terdiri dari karboksipeptidase dan aminopeptidase yang disekresikan oleh pankreas
dan usus halus akan bekerja pada ikatan peptida terminal, dan memisahkan asam
amino satu demi satu. Karboksipeptidase memecah asam amino terminal dengan
gugus karboksil bebas sedangkan aminopeptidase memisahkan asam amino terminal
dengan gugus amino (NH2) bebas. Produk akhir dari pencernaan protein adalah asam
amino dan peptida. Lebih dari 60 persen protein dicerna dalam duodenum sisanya
dicerna dalam jejenum dan ileum. Makanan yang tidak dicerna akan didorong
memasuki usus besar.
Penyerapan dimulai dengan membesarnya usus karena adanya kimus, otot
yang teregang bereaksi karena kontraksi. Beberapa kontraksi menyebabkan kontraksi
lokal, disebut segmentasi, yang membantu dalam mencampurkan kimus. Kontraksi
lain yang disebut peristalsis lebih menyerupai gelombang. Satu lapisan otot dinding
usus berkontraksi sepanjang beberapa sentimeter dan diikuti dengan lapisan lainnya.
Kontraksi demikian ini menggerakkan makanan melalui jarak pendek. Mukosa usus
terdiri dari lapisan otot licin, jaringan ikat dan akhirnya epitel kolumnar sederhana
dekat lumen. Pada epitel pelapis tersebut terdapat banyak sel goblet yang
menghasilkan lendir dan sekresinya membantu melicinkan makanan dan melindungi
lapisan usus terhadap kelecetan dan luka-luka karena zat-zat kimia. Pada mukosa
terdapat banyak vilus (jonjot) kecil berbentuk jejari tempat terdapat pembuluh darah
dan pembuluh limfa kecil. Lipatan sirkular dalam mukosa usus, vilus dan mikrovilus
membentuk suatu permukaan yang sangat luas untuk absorpsi (penyerapan). Pasa
dasar vilus terdapat bagian yang berbentuk tabung yang disebut kripta Lieberkuhn.
Pembelahan mikotik sel-sel epitel pada dasar kripta akan terus menerus menghasilkan
sel baru yang pindah keluar melalui vilus dan terlepas. Dalam perjalanan keluar, sel-
sel itu berubah menjadi sel-sel goblet yang menghasilkan lendir dan sel-sel absorpsi.
Lapisan epitel ini akan menyerap air dan zat-zat makanan. Eksopeptidase usus
terdapat juga pada permukaan membran sel absorpsi dari vilus dan sel-sel yang sama
ini juga merupakan tempat absorpsi asam amino. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa asam-asam amino L-isomer lebih siap diabsorpsi dibandingkan
dengan asam-asam amino D-isomer. Perbedaan ini ditandai dengan tingkat absorpsi
diantara asam-asam amino itu sendiri. Tingkat absorpsi pada 18 L-asam amino
tergantung pada berat molekul, tetapi asam amino dengan ujung rantai non polar
seperti metionin, valin, dan leusin lebih siap diabsorpsi dibandingkan dengan asam
amino dengan rantai polar. Dijumpai juga bahwa L-metionin dan L-histidin
diabsorpsi lebih cepat dibandingkan dengan D-isomer.
Transport asama amino dari lumen usus halus ke sel mukosa melalui proses
aktif dengan menggunakan gradien konsentrasi. Mekanisme transport membutuhkan
energi khusus untuk bentuk L dari asam amino. Bentuk D dari asam amino lebih
lambat diserap dibandingkan dengan bentuk L. Tiga mekanisme transport dideteksi
dalam mukosa intestinal. Sistem pertama khusus untuk monoamino-monokarboksilat
atau asam amino netral, sistem kedua untuk arginin, lisin dan asam amino basic
seperti sistin, dan sistem ketiga untuk dikarboksilat atau asam amino acidic.
Secara umum asam-asam amino setelah diserap oleh usus akan masuk ke
dalam pembuluh darah, yang merupakan percabangan dari vena portal. Vena portal
membawa asam-asam amino tersebut menuju sinusoid hati, dimana akan terjadi
kontak dengan sel-sel epitel hati. Darah yang berasal dari sinusoid hati kemudian
melintas menuju ke sirkulasi umum melalui vena-vena sentral dari hati menuju ke
vena hepatik, yang kemudian masuk ke vena kava kaudal.

Metabolisme protein
Proses metabolisme protein didahului dengan proses katabolisme
(penguraian) protein menjadi asam amino. Dalam sel, asam amino akan dibentuk
kembali menjadi protein dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut
meliputi proses pembukaan (inisiasi), perpanjangan (elongasi) dan pengakhiran
(terminasi). Proses sintesis protein melibatkan asam amino, transfer RNA (tRNA),
massanger RNA (mRNA) dan ribosom. Dalam sel yang tidak aktif, terdapat asam
amino bebas, tRNA, ribosom dan prekursor mRNA (yaitu nukleosisde trifosfat
bebas). Bila sel memerlukan protein, maka akan terjadi rangkaian aktivitas yang
dimulai dengan : (1) transkripsi mRNA dalam inti sel, kemudian mRNA masuk ke
dalam sitoplasma, (2) asam amino bebas akan berikatan dengan tRNA membentuk
asam amino asil tRNA, (3) amino asil tRNA akan menempel pada mRNA yang cocok
di ribosom, yang selanjutnya akan menyebabkan asam-asam amino saling berikatan
membentuk polipeptida, dan (4) setelah terjadi proses sintesis protein berakhir,
mRNA akan terurai menjadi ribonukleosisdetrifosfat dan ribosom akan kembali
terpisah menjadi unit-unitnya.
Langkah pertama dalam proses inisiasi (pembukaan) dibuka oleh N-formil-L-
methionine-transfer RNA complex (fMet-tRNAfMet). Kompleks ini dapat mengenal
initiator kodon (kodon pembuka) AUG (atau GUG) yang merupakan tanda untuk
memulai pengkodean rangkaian protein dalam mRNA dan dapat membedakan dari
AUG internal, yang juga kode dari metionin (atau GUG internal yang merupakan
kode dari valin). oleh N-formil-L-methionine-transfer RNA complex (fMet-tRNAfMet)
dapat memulai sintesis protein karena ada dua sebab, yaitu : (1) hanya fMet-
tRNAfMet yang dapat langsung mengikat P site (permukaan P) di ribosom sedangkan
semua aminoacyl-tRNA hanya dapat mulai mengikat pada A site (permukaan A) dan
(2) hanya fMet-tRNAfMet yang dapat berikatan dengan hidrogen pada kodon pembuka.
Tabel 7.4 menunjukkan posisi masing-masing asam amino dalam pembentukan
ikatan peptida
Tabel 7.4. Posisi masing-masing asam amino dalam pembentukan ikatan
peptida

5'OH terminal Middle base 3'OH terminal


base U C A G base
U Fenilalani Serin Tirosin Sistin U
n
Fenilalani Serin Tirosin Sistin C
n
Leusin Serin Terminal Terminal A
Leusin Serin Terminal Triptofan G
C Leusin Prolin Histidin Arginin U
Leusin Prolin Histidin Arginin C
Leusin Prolin Glutamin Arginin A
Leusin Prolin Glutamin Arginin G
A Isoleusin Treonn Asparagin Serin U
Isoleusin Treonn Asparagin Serin C
Isoleusin Treonn Lisin Arginin A
Metionin Treonn Lisin Arginin G
fMetionin
G Valin Alanin Asam Glisin U
aspartat
Valin Alanin Asam Glisin C
aspartat
Valin Alanin Asam Glisin A
glutamat
Valin Alanin Asam Glisin G
glutamat
fMetionin

Permukaan P (P site) akan tepat berada pada fMet-tRNAfMet , sedangkan


permukaan A (A site) akan berhadapan dengan kodon yang ada di hilir kodon awal.
Permukaan A siap menerima tRNA yang cocok, yaitu yang mempunyai antikodon
yang antiparalel terhadap kodon pada permukaan tersebut. Suatu tRNA dengan
antikodon yang tidak sesuai akan ditolak menempati permukaan A. Bila sudah
terdapat tRNA yang cocok pada permukaan P (yaitu fMet-tRNAfMet ) maka akan
dibentuk ikatan polipeptida, yaitu dengan melepaskan asam amino yang terdapat pada
permukaan P dan mengaitkannya pada ujung -NH3+ asam amino pada permukaan A.
Tugas pembentukan ikatan peptida dilakukan oleh enzim peptide transferase. Setelah
ikatan peptida terbentuk, ribosom akan bergesar satu kodon ke arah ujung 3' OH
mRNA. Transfer RNA yang asalnya terdapat pada permukaan A akan pindah ke
permukaan P, dan tRNA yang asalnya berada pada permukaan P akan keluar bebas
dalam sitoplasma. Permukaan A akan menjadi kosong dan siap untuk menerima
tRNA yang lain.
Ikatan aminoasil-tRNA yang tepat pada permukaan A memerlukan
pengenalan kodon yang tepat. Elongation faktor 1 (EF-1) membentuk kompleks
dengan GTP (guanin tri phospat) dan aminoasil-tRNA yang masuk. Kompleks ini
kemudian memungkinkan aminoasil-tRNA untuk memasuki permukaan A. Gugus
α -amino dari aminoasil-tRNA yang baru pada permukaan A melakukan serangan
nukleofilik terhadap gugus karboksil yang diesterkan dari peptidil tRNA yang
menduduki permukaan P. Reaksi ini dikatalis oleh komponen protein, peptidil
transferase. Karena asam amino pada aminoasil-tRNA sudah "aktif", tidak ada
energi yang selanjutnya diperlukan untuk reaksi ini. Reaksi menghasilkan pengikatan
rantai peptida yang sedang tumbuh pada tRNA pada permukaan A. Pada
pembuangan bagian peptidil dari tRNA pada permukaan P, tRNA yang dikeluarkan
dengan cepat mengosongkan permukaan P. Elongation faktor 2 (EF-2) dan GTP
bertanggung jawab untuk translokasi peptidil-tRNA yang baru terbentuk pada
permukaan A ke dalam permukaan P yang kosong. GTP yang diperlukan untuk EF-
2 dihidrolisis menjadi GDP (guanin di phospat) dan fosfat selama proses
translokasi. Translokasi peptidil-tRNA yang baru terbentuk dan kodonnya yang
sesuai ke dalam permukaan P kemudian membebaskan permukaan A untuk siklus
pengenalan dan elongasi kodon aminoasil-tRNA selanjutnya.
Setelah elongasi yang menghasilkan polimerasasi asam-asam amino spesifik
ke dalam molekul protein diulang berkali-kali, kodon nonsense atau terminasi mRNA
timbul pada permukaan A. Tidak terdapat tRNA dengan antikodon untuk mengenal
signal terminasi tersebut. Releasing faktors mampu mengetahui bahwa signal
terminasi terdapat pada permukaan P. Releasing faktors dalam hubungan dengan
GTP dan peptidil transferase, menghidrolisis ikatan antara peptida dan tRNA yang
menduduki permukaan P. "Releasing factor" adalah protein yang menghidrolisis
ikatan peptidil-tRNA bila suatu kodon nonsense menduduki permukaan A.
Kebutuhan Protein untuk Ikan
Kebutuhan protein untuk masing-masing ikan berbeda-beda. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebutuhan ikan akan protein antara lain : suhu lingkungan,
umur, spesies, kandungan asam amino, kecernaan. Suhu lingkungan yang lebih tinggi
dari pada suhu tubuh ikan menyebabkan ikan memerlukan energi yang lebih sedikit,
tetapi memerlukan protein yang lebih banyak.
Ikan muda lebih cepat pertumbuhannya bila dibandingkan dengan ikan yang
lebih tua, dengan demikian kebutuhan akan protein dan asam aminonya akan berbeda.
Ikan muda memerlukan protein yang lebih banyak dibanding ikan yang lebih tua.
Spesies (rumpun) yang berbeda memerlukan protein per unit pertambahan
bobot badan yang berbeda pula. Atlantic salmon akan menghasilkan pertambahan
bobot badan yang lebih baik per unit protein pakan dari pada channel catfish.
Kebutuhan akan asam amino metionin pada jenis red sea bream lebih tinggi dari pada
jenis blue tilapia. Begitu pula kebutuhan akan protein juga berbeda diantara masing-
masing keturunan.
Penambahan protein ke dalam pakan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan akan salah satu asam amino esensial sering mengakibatkan problem
terhadap keberadaan asam amino esensial. Problem tersebut meliputi : ketidak
seimbangan asam amino, antagonisme asam amino, keracunan asam amino dan
defisiensi asam amino dan ketersedian asam amino. Ketidak seimbangan asam amino
biasanya terjadi pada pakan yang rendah protein. Contoh ketidak seimbangan asam
amino akan terjadi apabila terjadi defisiensi metionin dan lisin, kemudian
ditambahkan lisin sebagai pemecahannya, hal tersebut mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan. Antagonisme asam amino menimpa asam amino arginin melawan
lisin, leusin melawan isoleusin dan valin. Hambatan pertumbuhan akibat defisiensi
suatu asam amino dapat diperbaiki oleh asam amino yang merupakan antagonisme
dari asam amino tersebut. Contohnya apabila leusin meningkat yang mengakibatkan
penghambatan pertumbuhan dapat dinetralisasi dengan meningkatkan isoleusin dan
valin. Kelebihan lisin akan menghambat penyerapan arginin, sehingga dalam pakan
harus ditambahkan arginin. Pemberian kasein yang kandungan lisinnya tinggi
dibanding arginin (2 : 1) harus memerlukan penambahan arginin agar ada perbaikan
sampai tercapai imbangan 1,2 : 1. Keracunan terjadi apabila salah satu asam amino
melebihi jumlah kebutuhannya. Kelebihan metionin berakibat menghambat
pertumbuhan. Defisiensi asam amino umumnya akan menghambat pertumbuhan,
penimbunan lemak karena kelebihan energi dan pertumbuhan terhenti sebesar 6
sampai dengan 7 persen per hari. Ada beberapa asam amino di dalam protein yang
berikatan sangat kuat dengan senyawa lain sehingga enzim sukar untuk dapat
mencerna atau membebaskan asam amino tersebut untuk dapat diabsorpsi, misalnya
senyawa yang disebut soyin yang mengikat metionin yang terdapat didalam kedelai
mentah. Salah satu cara agar metionin dapat dibebaskan adalah dengan jalan
pemanasan, sehingga soyin tidak aktif dan dengan demikian enzim tripsin dapat
membebaskan metionin untuk dapat diabsorpsi.
Kecernaan protein masing-masing bahan pakan berbeda-beda. Bahan pakan
yang berasal dari produk hewani secara umum lebih mudah dicerna dibanding produk
nabati. Dari beberapa macam protein, ada yang mempunyai kecernaan yang lambat,
sehingga mengakibatkan asam amino lain yang telah tersedia akan mengalami
deaminasi sebelum asam amino dari protein tersebut diatas terbebaskan untuk
bergabung menjadi protein dalam tubuh. Hati tidak mampu menyimpan asam amino,
sehingga bila asam amino tidak dapat diabsorpsi tepat pada waktunya maka asam
amino tersebut tidak dapat digunakan untuk sintesis protein.
Protein dibolehkan dalam pakan ikan dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
besar dibandingkan pada pakan hewan berdarah panas. Metode yang digunakan
untuk mengukur kebutuhan protein bagaimanapun mungkin merupakan kebutuhan
over estimate karena protein dan asam amino tidak dapat disimpan dalam tubuh
seperti lemak dan karbohidrat. Lagi pula pertimbangan yang cukup selalu belum
diberikan untuk faktor seperti konsentrasi DE dalam pakan, komposisi asam amino
pada penyusunan protein, dan kecernaan protein. Konsentrasi yang tinggi pada
penyusunan protein penting untuk rataan pertumbuhan maksimal ikan. Hal ini tidak
bermaksud bahwa menggunakan lebih banyak protein adalah sebagai sumber energi
sebagaimana pada vertebrata berdarah panas. Kebutuhan protein pada masing-
masing spesies ikan dapat dilihat pada Tabel 7.5.
Tabel 7.5. Kebutuhan dan sumber protein ikan
No. Spesies Sumber protein Estimasi kebutuhan
protein
1. Atlantik salmon Casein dan gelatin 45
2. Channel catfish Whole egg protein 32-36
3. Chinook salmon Casein, gelatin dan asam- 40
asam amino
4. Coho salmon Casein 40
5. Common carp Casein 31-38
6. Estuary grouper Tuna muscle meal 40-50
7. Gilthead sea bream Casein, fish protein 40
consentrate dan asam amino
8. Grass crap Casein 41-43
9. Japanese eel Casein dan asam amino 44.5
10. Largemouth bass Casein dan fish protein 40
consentrate
11. Milkfish Casein 40
12. Plaice Cod muscle 50
13. Puffer fish Casein 50
14. Rainbow trout Fishmeal, casein, gelatin 40
dan asam amino
15. Red sea bream Casein 55
16. Smallmouth bass Casein dan fish protein 45
consentrate
17. Snakehead Fishmeal 52
18. Sockeye salmon Casein, gelatin dan asam 45
amino
19. Striped bass Fishmeal dan soy proteinate 47
20. Blue tilapia Casein dan egg albumin 34
21. Mossambique tilapia White fishmeal 40
22. Nile tilapia Casein 30
23. Zillii’s tilapia Casein 35
24. Yellowtail Sand eel dan fish meal 55
Ada sepuluh asam amino yang sangat dibutuhkan oleh ikan yaitu arginin,
histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan dan valin.
Umumnya pakan alami yang normal digunakan untuk mencukupi kebutuhan asam
amino adalah fishmeal, soya meal, blood meal dan wheat middlings. Tabel 7.6.
menunjukkan kebutuhan asam amino beberap spesies ikan.
Tabel 7.6. Kebutuhan asam amino pada spesies ikan

Prot Asam amino


No Spesies ein Ar His Iso Leu Lis
(%) 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1. Jevenile 40 6.0 2.4 1.8 0.7 2.2 0.9 3.9 1.6 5.0 2.0
chinook
salmon
2. Jevenile 38.5 4.3 1.6 2.1 0.8 2.5 0.9 3.3 1.3 5.7 2.2
common carp
3. Javenile 24 4.3 1.0 1.5 0.4 2.6 0.6 3.5 0.8 5.1 1.2
channel catfish 5.0 1.5
4. Juvenile 38 4.5 1.7 2.1 0.8 4.0 1.5 5.3 2.0 5.3 2.0
japanese eel
5. Juvenile nile 28 4.2 1.2 1.7 0.5 3.1 0.9 3.4 1.0 5.1 1.4
tilapia
6. Juvenile 35 3.3 1.2 3.7 1.3
rainbow trout 45 3.6 1.6 4.2 1.9
35 4.0 1.4
33 4.7 1.6
47 5.9 2.8 6.1 2.9
7. Juvenile coho 40 5.8 2.3 1.8 0.7
salmon
8. Juvenile chum 40 6.0 2.6 1.6 0.7 2.4 1.0 3.8 1.5 4.8 1.9
salmon
9. Juvenile 40 4 1.6 4.1 1.6
mossambique
tilapia
10. Juvenile 34 5.0 1.7 5.0 1.7
gilthead sea
bream
11. Juvenile lake 27 2.0 0.5 3.5 1.0
trout s/d s/d s/d s/d
2.6 0.7 4.6 1.3
Tabel 7.6. Lanjutan kebutuhan asam amino pada spesies ikan

Prot Asam amino


No Spesies ein Me Fe Tre Tri Val
(%) 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1. Jevenile 40 4.0 1.6 5.1 2.1 2.2 0.9 0.5 0.2 3.2 1.3
chinook
salmon
2. Jevenile 38.5 3.1 1.2 6.5 2.5 3.9 1.5 0.8 0.3 3.6 1.4
common carp 0.3 0.1
3. Javenile 24 2.3 0.6 5.0 1.2 2.0 0.5 0.5 0.1 3.0 0.7
channel catfish
4. Juvenile 38 3.2 1.2 5.8 2.2 4.0 1.5 1.1 0.4 4.0 1.5
japanese eel
5. Juvenile nile 28 2.7 0.8 3.8 1.1 3.8 1.1 1.0 0.3 2.8 0.8
tilapia
6. Juvenile 35 3.0 1.1 0.6 0.2
rainbow trout 45 2.2 1.0 0.5 0.3
35 2.9 1.0
33 1.4 0.5
47 1.5 0.6 1.4 0.6
7. Juvenile coho 40 0.5 0.2
salmon
8. Juvenile chum 40 3.0 1.2 6.3 2.5 3.0 1.2 0.7 0.3 3.0 1.2
salmon
9. Juvenile 40 3.2 1.3
mossambique
tilapia
10. Juvenile 34 4.0 1.4 0.6 0.2
gilthead sea
bream
11. Juvenile lake 27 2.6 0.6
trout s/d s/d
3.3 0.8

Defisensi asam amino sebagian besar pada ikan menyebabkan pengurangan


pertumbuhan. Pada spesies tertentu, defisensi metionin atau triptopan menyebabkan
patologis karena asam amino itu bukan hanya bergabung dengan protein tetapi juga
digunakan untuk sintesisi zat makanan lainnya. Ikan salmon yang meliputi rainbow
trout, atlantic salmon dan lake trout menderita katarak karena diberi pakan yang
defisien metionin. Katarak juga terjadi sebagai akibat defisiensi triptopan pada ikan
rainbow trout.
Defisiensi triptopan menyebabkan scoliosis (lateral curvature pada vertebral
column) dan ketidakteraturan metabolisme mineral pada beberapa ikan salmon
tertentu seperti rainbow trout, sockeye salmon dan chum salmon. Scoliosis pada ikan
chom salmon mungkin karena berkurangnya triptopan pada konsentrasi normal pada
pakan. Kondisi ini mungkin dihubungkan pada penurunan di jumlah brain
neurotransmitter serotonin yang dibentuk dari triptopan. Jadi pemasukan serotonin
pada pakan yang defisiensi triptopan dapat mengurangi insiden scilosis.
Perubahan pada metabolisme mineral diteliti pada defisiensi triptopan pada
ikan rainbow trout. Konsentrasi besar pada kalsium, natrium dan kalium dijumpai
pada ginjal ikan trout yang defisiensi triptopan. Konsentrasi kalsium, magnesium,
natrium dan kalium pada hati ikan trout yang defisien triptopan juga sangat besar
dibanding ikan trout yang normal. Ketidak teraturan metabolisme bertanggung jawab
terhadap perubahan itu.
Sistin dapat dibentuk dari zat makanan metionin tetapi reaksi kebalikan tidak
akan terjadi pada tubuh ikan, sehingga ikan sangat membutuhkan metionin. Metionin
dapat dipenuhi kebutuhannya dari asam amino yang mengandung sulfur pada ikan
meskipun beberapa kebutuhan mungkin dipenuhi oleh sistin. Rainbow trout dapat
menggunakan D-metionin untuk mengganti L-metionin. D-metionin dideaminasi
oleh D-amino acid oxidase dan kemudian di reaminasi ke L-metionin. Kapasitas
metabolis ini mungkin juga menjadi karakteristik ikan lainnya.
Hubungan yang sam juga ada diantara asam amino aromatik. Ikan akan siap
mengganti penilalanin dengan tirosin supaya penilalanin sendiri dapat memenuhi
kebutuhan untuk asam amino aromatik. Bagaimanapun kehadiran tirosin pada pakan
akan mengurangi beberapa kebutuhan penilalanin.
Beberapa interaksi yang berlawanan mungkin terjadi pada asam amino yang
strukturalnya berhubungan ketika konsentrasi mereka dalam pakan tidak seimbang.
Tetapi tidak ada bukti meyakinkan tentang kejadian tersebut sebagaimana yang
umum terjadi pada hewan berdarah panas seperti antagonisme antara lisin dengan
arginin dan leusin valin. Berdasarkan penelitian tidak ada ekses lisin pada rataan
pertumbuhan akibat pakan rendah konsentrasi argini pada ikan trout.
Penilaian keefektifan relatif dari protein yang masuk tubuh dapat diukur dengan
beberapa cara, antara lain dengan imbangan efisiensi protein, nilai biologis protein,
keseimbangan nitrogen, nilai protein netto dan efisiensi retensi protein.
Imbangan efisiensi protein didefinisikan sebagai pertambahan bobot badan
per satuan pengambilan protein dalam tubuh. Definisi yang sejenis adalah
imbangan antara jumlah protein yang dapat dicerna dengan jumlah seluruh zat-zat
lainnya yang dapat dicerna. Efisiensi imbangan protein digunakan untuk
menentukan kualitas protein di dalam pakan. Protein mempunyai kualitas yang
beraneka ragam tergantung sampai seberapa jauh protein itu dapat menyediakan
asam amino esensial dalam jumlah yang memadai. Salah satu cara yang sederhana
untuk mengukur kualitas protein tersebut adalah dengan Protein Efficiency Ratio
yang diperoleh secara sederhana dari pertambahan bobot badan dibagi konsumsi
protein.
Percobaan biologis digunakan untuk mendeterminasikan beberapa daya cerna
nutrisi terutama protein dan energi metabolis. Evaluasi kimiawi suatu bahan pakan
harus didukung dengan percobaan biologis untuk mengetahui kegunaan dan
kandungan nutrisi pakan. Rumus dari nilai biologis protein adalah:
%BV = 100 x Nintake - (Nfeses - Nmetabolik) + (Nurin - Nendogenous)
Nintake - (Nfeses - Nmetabolik)

Keterangan :

BV = Biological Value
N = Nitrogen

N feses metabolik dan N endogenus adalah N yang dikeluarkan lewat feses


dan urine tanpa ada dietary protein atau bukan berasal dari N protein pakan. Dua
parameter ini dipakai sebagai koreksi sehingga angka BV benar-benar dari protein
yang diukur. Ikan yang dipakai dalam mengukur BV ini diberi pakan bebas N.
Tinggi rendahnya nilai biologis protein tergantung dari macam dan imbangan asam
amino esensial yang menyusunnya. Makin banyak macamnya dan makin baik
imbangannya maka akan makin tinggi nilai biologis protein tersebut. Disamping itu
makin banyak macam bahan pakan yang digunakan sebagai sumber protein ternyata
memberikan nilai biologis yang makin tinggi, hal ini disebabkan adanya
suplementary effect of proteins yaitu pengaruh tambahan dari berbagai macam
protein.
Kebutuhan dan kualitas protein dapat diukur juga dari keseimbangan nitrogen
(nitrogen balance). Keseimbangan nitrogen adalah salah satu metode yang tertua dan
sering digunakan untuk penentuan kebutuhan dan kualitas protein. Bila terjadi
ekskresi nitrogen berarti dalam tubuh terjadi oksidasi protein atau asam amino.
Protein yang berkualitas lebih jelek akan mengekskresikan nitrogen yang lebih
banyak. Protein yang berkualitas rendah dimungkinkan asam aminonya akan
mengalami deaminasi, dan nitrogennya disekskresikan berupa asam urat pada ikan,
sedang rantai karbonnya diubah menjadi asam lemak, karbohidrat atau langsung
digunakan untuk energi. Penentuan keseimbangan nitrogen umumnya dikerjakan
dengan jalan menggunakan hewan dan menampung feses dan urinenya untuk mencari
kandungan nitrogennya. Hitungan ini adalah untuk menggambarkan perbedaan antara
nitrogen intake dengan nitrogen output. Rumus yang digunakan adalah:
B = I - (U + F)

Keterangan :
B = retensi nitrogen
I = nitrogen intake
U = nitrogen yang keluar lewat urine
F = nitrogen yang keluar lewat feses

Nilai protein netto digunakan karena teknik pengukuran nilai biologis protein
menimbulkan masalah pada ikan, yaitu adanya kesulitan untuk memisahkan antara
feses dan urin. Rumus yang digunakan adalah:
NPV = Bf - Bk + Ik x 100
If

Keterangan :
Bf : Nitrogen ikan yang diberi pakan percobaan
Bk : Nitrogen ikan yang diberi pakan bebas nitrogen
If : Konsumsi nitrogen pakan percobaan
Ik : Konsumsi nitrogen pakan bebas nitrogen

Protein netto juga dapat diestimasi dengan metode lain, yaitu efisiensi retensi
protein, dengan cara pengukuran:
ERP = Gf - Gk x 18%
Pf

Keterangan :
Gf : penambahan atau pengurangan bobot ikan pada pakan percobaan
Gk : penambahan atau pengurangan bobot ikan pada pakan bebas N
Pf : konsumsi protein pakan percobaan
18% : kandungan protein pada ikan

Kebutuhan Mineral Pada Ikan


Pengertian mineral
Semua mineral dianggap ada dalam tubuh hewan. Pengelompokan mineral-
mineral yang dianggap esensial bagi ikan dibagi menjadi tiga, yaitu mineral makro
yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak dan karenanya sangat esensial,
mineral mikro yang dibagi menjadi dua yaitu esensial dan kemungkinan esensial bagi
ikan karena kebutuhannya hanya sedikit dan mineral trace yang dibagi menjadi dua
yaitu kemungkinan esnsial dan yang fungsinya belum pasti karena mungkin
dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Mineral yang dibutuhkan hanya dalam jumlah
kecil, apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun. Mineral-mineral
yang diketahui bersifat toksik apabila termakan dalam jumlah banyak adalah: Se, F,
Ar, Pb hitam, Ag dan Mo. Akan tetapi beberapa diantaranya dalam jumlah sedikit
bersifat esensial. Klasifikasi mineral esensial dapat dilihat pada Tabel 7.7.
Tabel 7.7. Klasifikasi mineral esensial

No. Mineral makro Mineral mikro Mineral trace


1. Kalsium (Ca) Zink (Zn) Silikon (Si)*
2. Fosfor (P) Kobalt (Co) Vanadium (V)*
3. Kalium (K) Tembaga (Cu) Aluminium (Al)*
4. Natrium (Na) Yodium (I) Perak (Ag)**
5. Klorida (Cl) Besi (Fe) Lithium (Li)**
6. Magnesium (Mg) Mangan (Mn) Barium (Ba)**
7. Sulfur (S) Molibdenum Mo)
8. Selenium (Se)
9. Cadmium (Cd)*
10. Sr*
11. Fluorin (F)*
12. Nikel (Ni)*
13. Kromium (Cr)

Keterangan : * Mungkin esensial


** Fungsi belum pasti

Mineral-mineral esensial dan unsur runutan ditemukan dalam sebagian besar


makanan, terutama biji-bijian buah dan sayuran produk susu, daging dan ikan, tetapi
unsur-unsur ini biasanya terdapat dalam makanan ini hanya dalam jumlah sedikit.
Karena itu, perlu makanan cukup dari berbagai makanan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi. Kekurangan intake semua mineral esensial akhirnya menyebabkan sindrom
klinik yang jelas. Sementara kelebihan intake hampir semua mineral menyebabkan
gejala toksik.
Secara umum peranan mineral adalah memelihara kondisi ionik dalam tubuh,
memelihara keseimbangan asam basa tubuh dalam hal ini tergantung pada ion Na+,
K+, Ca++, Mg++, Cl-, PO43- dan SO43- . Contoh mekanisme kebasaannya adalah :

Na laktat Na+ + laktat-

H20 H+ + OH-
Laktat- + H+ asam laktat

Asam laktat CO2 + H2O

Na-laktat Na+ + OH- + CO2


Sehingga terjadi akumulasi Na+ dan OH-, sementara CO2 terbuang lewat pernafasan.
Contoh bahan makanan yang bersifat alkali adalah buah-buahan, sayur-sayuran,
kacang-kacangan dan air susu. Sementara contoh mekanisme keasaman adalah :

NH4Cl NH4+ + Cl-


NH4+ membentuk urea. Urea keluar melalui urin sementara Cl terakumulasi. Contoh
bahan makanan yang berefek asam adalah daging, telur dan serealia.
Peranan mineral lain adalah memelihara tekanan osmotik cairan tubuh,
menjaga kepekaan otot dan syaraf dengan cara berperan dalam tiga lokasi, yaitu
syarafnya pada penghantaran stimuli (Na+ dan K-), padaa neuro muskuler (Mg+) dan
pada otot dengan mempengaruhi kontraksinya (Ca++). Selain itu mineral juga
berperan mengatur transport zat makanan dalam sel, mengatur permeabilitas
membran sel dan kofaktor enzim serta mengatur metabolisme.
Kebutuhan ikan akan mineral merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan kepentingan produksi ikan itu sendiri. Kebutuhan tersebut menyangkut antara
lain untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan seperti dalam gigi dan tulang.
Komposisi mineral dari tulang segar adaalah kalsium 36%, fosfor 17% dan
magnesium 0,8%. Juga untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan lunak dan sel
darah. Kebutuhan akan mineral juga menyangkut kepentingan untuk regulator tubuh
seperti proses regulasi dalam bentuk ion, molekul, komponen vitamin dan
pembentukan enzim serta hormon. Selain itu juga untuk kebutuhan produksi.

7.1.1. Pencernaan dan Penyerapan Mineral


Absorpsi mineral dalam usus biasanya tidak efisien. Kebanyakan mineral
(kecuali kalium dan natrium) membentuk garam-garam dan senyawa-sennyawa lain
yang relatif sukar larut, sehingga sukar diabsorpsi. Sebagian besar mineral yang
dimakan diekskresikan dalam feses. Absorpsi mineral sering memerlukan protein
pengemban spesifik(spesific carrier proteins), sintesis protein ini berperan sebagai
mekanisme penting untuk mengatur kadar mineral dalam tubuh. Transport dan
penyimpanannya juga memerlukan pengikatan spesifik pada protein pengemban
(protein carrier). Ekskresi sebagian besar mineral dilakukan oleh ginjal, tetapi
banyak mineral juga disekresikan ke dalam getah pencernaan dan empedu dan hilang
dalam feses. Konsentrasi mineral tubuh diatur pada tingkat absorpsi atau ekskresi,
oleh sebab itu kadar yang bersirkuylasi tidak menggambarkan intake. Sebaliknya,
mineral menunjukkan keseimbangan antara jumlah yang diabsorpsi, digunakan,
disimpan dan diekskresi.
Absorpsi mineral dapat dipengaruhi oleh zat "chelating" (fita dan oksalat),
protein, lemak, mineral lain, dan serat dalam makanan. Sebagai contoh, besi lebih
mudah diserap dari daging dari pada dari sayuran. Vitamin C menambah absorpsi
besI tetapi mengurangi absorpsi tembaga. Setelah diabsorpsi, mineral ditarnsport
dalam darah oleh albumin atau protein carier spesifik. Mineral kemudian disimpan
dalam hati dan jaringan lain berikatan dengan protein khusus. Hampir semua mineral
esensial dapat tertimbun sampai kadar toksik. Metabolisme kebanyakan mineral
belum dimengerti secara sempurna.

Mineral esensial makro


Mineral makro terdiri dari kalsium, fosfor, natrium, kalium, magnesium,
clorida dan sulfur. Mineral makro selalu diperlukan dalam jumlah banyak oleh
tubuh ikan. Gerakan-gerakan ion mineral makro melintasi membran tidak pernah
dapat dipisahkan dari gerakan proton dan anion. Terdapat hubungan kompleks antara
pH, tekanan listrik lintas membran dan perbedaan kadarnya.
7.3.3.1. Kalsium
Kalsium erat sekali dengan pembentukan tulang. Sumber utama kebutuhan
segera tulang baru, terdapat dalam cairan tubuh dan sel. Kalsium juga sangat penting
untuk mengatur sejumlah besar aktivitas sel yang vital, fungsi syaraf dan otot, kerja
hormon, pembekuan darah, motilitas seluler dan khusus pada ikan berguna untuk
pembentukan kerabang telur.
Kalsium diabsorpsi dari usus melalui pengangkutan aktif yaitu melewati suatu
perbedaan konsentrasi dengan suaatu proses yang membutuhkan energi. Kalsium
diabsorpsi duodenum dan jejenum proksimal oleh protein pengikat kalsium yang
disintesis sebagai respon terhadap kerja 1,25-dihidroksikolekalsiferol. Absorpsi
dihambat oleh senyawa-senyawa yaang membentuk garam-garam kalsium yang tidak
larut. Sebagian besar kalsim yang dikonsumsi ternyata tidaak diserap tetapi
dikeluarkan lagi melalui feses. Setelah kalsium diserap, maka jalan ekskresi yang
ditempuh adalah melewati ginjal. Sejumlah besar kalsium disekresi ke dalam lumen
usus daan hampir semuanya hilang dalaam feses. Sementara sejumlah kecil kalsium
diekskresikan dalam keringat. Sumber mineral kalsium terutama berasal dari hewan
dan sintetis. Beberapa sumber kalsium dan jumlahnya dapat dikemukan dalam Tabel
7.8.
Tabel 7.8. Sumber kalsium

No Sumber Kadar (%)


1. Feeding bone meal 26
2. Bone meal (steamed) 29
3. Bone char 27
5. Dikalsium 24
7. Ground limestone 26 - 36
8. Kalsium karbonat 40

Sumber lainnya adalah susu yang mengandung lebih dari 115 mg persen.
Padi-padian umumnya rendah kalsium. Tepung gandum putih mengandung kira-kira
20 mg. Beras mengandung kurang lebih 6 mg kalsium per 100g. daging umumnya
merupakan sumber yang miskin akan kalsium dan hanya mengandung 10 - 15 mg
persen. Sayuran umumnya merupakan sumber kalsium yang kurang baik.
Kalsium fosfat tulang disimpan dalam matriks organik yang berserat lunak
dan terdiri atas serat-serat kolagen serta sedikit gel mukopolisakarida. Matriks
organiknya dapat mengeras karena kapur. Mineral tulang terdiri dari dua sumber
kalsium fosfat yang secar fisik daan kimiawi berbeda yaitu sumber fase amorf atau
non kristal dan fase kristal minimal. Fase amorf adalah suatu fase campuran yang
mengandung trikalsium fosfat terhidrasi dan juga kalsium fosfat sekunder. Bentuk
kristalnya mirip dengan hidroksiaapatit, tetapi mengandung juga kira-kira 3%
karbonat dan 1% sitrat. Ion mineral lainnya diperkirakan terikat terutama pada
permukaan kristal apatit. Tulang-tulang muda mengandung fase amorf lebih banyak,
yang dibuat pertama kali pada pembentukan tulang dan merupakan prekursor fase
apatik. Tulang dewasa mengandung apatit lebih banyak.
Kerja kalsium tampaknya melalui reseptor protein intrasel (kalmodulin) yang
mengikat ion-ion kalsium bila konsentrasinya mengikat sebagai respon terhadap
stimulus. Bila kalsium terikat pada kalmodulin maka dapat mengatur aktivitas
sejumlah besar enzim, termasuk berperan dalam metabolisme siklik nukleotida,
fosforilasi protein, fungsi sekresi, kontrsksi otot, penyususnan mikrotubuli,
metabolisme glikogen, dan pengaliran kalsium. Kebutuhan kalsium bervariasi
tergantung pada jenis ikan. Kebutuhan mineral pada ikan dapat dilihat pada Tabel
7.9.
Tabel 7.9. Kebutuhan kalsium pada ikan

No Ikan Kebutuhan (%)


1. Catfish 0.45
2. Tilapia 0.70
3. Red sea bream 0.34
4. Carp 0.34
5. Eel 0.34
Kebutuhan kalsium pada ikan yang sedang bertumbuh untuk pertumbuhan
badan optimal dan kalsifikasi tulang terjadi dengan level 0,3 – 0.7 persen.
Kebutuhan kalsium sebagian besar dipenuhi oleh absorpsi melewati insang dan kulit
pada air segar dan oleh minum air laut. Kebutuhan calsium dipengaruhi oleh kimia
air dan perbedaan spesies. Konsentrasi kalsium jarang menunjukkan periode yang
kritis pada salmon. Defisiensi kalsium belum dideteksi pada carp dan catfish pada
air segar dan pada atlantic salmon pada air laut. Umumnya kalsium dari zat makanan
pakan cukup memenuhi kebutuhan sebagian besar ikan.

7.3.3.2. Fosfor
Fosfor berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik,
metabolisme energi, karbohidarat, asam amino dan lemak, tarnsportasi asam lemak
dan bagian koenzim. Sehingga fosfor sebagai fosfat memainkan peranan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel hidup. Karena itu, kekurangan fosfor akibat
defisiensi makanan biasa tidak terjadi. Fosfat terdapat dalaam sel sel sebagai ion
bebas pada konsentrasi beberapa miliekuivalen per liter dan juga merupakan bagian
penting asam-asam nukleat, nukleotida dan beberapa protein. Dalam ruang
ekstraseluler, fosfat bersirkulasi sebagai ion bebas dan terdapat sebagai hidroksiapatit,
komponen utama dari tulang. Semua sel mempunyai mempunyai enzim-enzim yang
dapat menguikatkaan fosfat dalam ikatan ester ataau anhidrida asam ke molekul-
molekul lain. Enzim-enzim juga terdapat di dalam dan diluar sel untuk melepaskan
fosfat dari molekul-molekul yang mengandung fosfat. Yang termasuk kelompok
terakhir enzim-enzim ini adalah beberapa fosfatase yang mempunyai peranan penting
dalam pencernaan bahan-bahan makanan dalam usus. Sumber fosfor terutama
berasal dari hewan dan sumber sintetis. Beberapa sumber fosfor terdapat dalam
Tebel 7.10.
Tabel 7.10. Sumber fosfor

No Sumber Kadar (%)


1. Bone meal 14
2. Rock phosphat 14
3. Difluprinated rock phosphat 18

Sumber fosfor lainnya adalah susu yang merupakan sumber penting dengan
kandunga 93 mg persen. Beras giling mengandung fosfor sebanyak 140 mg persen.
Daging dan ikan mengandung fosfosr sebanyak 100 - 200 mg persen.
Fosfat bebas diabsorpsi dalam jejenum bagian tengah dan masuk aliran darah
melalui sirkulasi portal dan berlangsung dengan pengankutan aktif yang
membutuhkan natrium maupun secar difusi. Pengaturan absorpsi fosfat diatur oleh
1α ,25-dehidroksikalsiferol. Fosfat ikut serta dalam siklus pengaturan derivat aktif
vitamin D3. Bila kadar fosfat serum rendah, pembentukan 1,25-dehidroksikalsiferol
dalam tubulus renalis dirangsang yang menyebabkan absorpsi fosfat dari usus.
Ekskresi fosfat terjadi terutama dalam ginjal daan dibawah pengaturan yang
rumit. Fosfat plasma dengan jumlah 80 - 90% difiltrasi pada glomerulus ginjal, dan
jumlah fosfat yang diekskresi dalam urin menunjukkan perbedaan antara jumlah yang
difiltrasi dan yaang direabsorpsi oleh tubulus proksimal daan tubulus distal ginjal.
1,25 dehidroksokalsiferol merangsang reabsorpsi fosfat bersama kalsium dalam
tubulus proksimal. Tetapi hormon paratiroid mengurangi reabsorpsi fosfat oleh
tubulus renalis dan dengan demikian mengurangi efek 1,25-dehidroksikalsiferol pada
eksresi fosfat. Bila tidak adaa efek kuat hormon paratiroid, ginjal mampu memberi
respon terhadap 1,25-dehidroksikalsiferol dengan pengambilan semua fosfat yang
difiltrasi. Kebutuhan fosfor bervariasi tergantung pada jenis ikan. Kebutuhan ikan
akan mineral fosfor dapat dilihat pada Tabel 7.11.
Tabel 7.11. Kebutuhan fosfor pada ikan

No Ikan Kebutuhan (%)


1. Rainbow trout 0.5 – 0.8
2. Atlantic salmon 0.6
3. Chum salmon 0.5 – 0.8
4. Carp 0.5 – 0.8
5. Red sea bream 0.5 – 0.8
6. Catfish 0.8
7. Japanese eel 0.29

Beberapa penelitian sudah menunjukkan bahwa konsentrasi kalsium tidak


mempunyai efek pada kebutuhan fosfor pada ikan catfish, carp dan rainbow trout.
Bagaimanapun rasio optimum antara kalsium dengan fosfor adalah 1 : 1 pada red sea
bream dan eel. Umumnya lebih banyak garam yang dapat larut maka akan
menyebabkan semakin tinggi ketersediaan fosfor untuk ikan. Sehingga fosfor pada
monokalsium dan dikalsium lebih mudah tersedia dibandingkan dengan trikalsium
fosfat.Ketersediaan fosfor pada pakan ikan tilapia lebih rendah dibandingkan dengan
rainbow trout dan chum salmon. Juga ketersediaan fosfor pada ikan carp lebih
rendah dibandingkan dengan rainbow trout. Perbedaan ketersediaan fosfor pada
salmon, carp dan tilapia mungkin menyebabkan terbatasnya sekresi getah lambung
oleh spesies ikan air hangat itu.
Bahan pakan yang berasal dari biji-bijian mengandung fosfor dalam bentuk
asam pitat dari garam kalsium-magnesium atau dikenal sebagai pitat. Fosfor pitat ini
tidak dapat tersedia pada hewan dengan lambung sederhana karena mereka
kekurangan enzim pitase pada saluran pencernaan. Asam pitat juga membentuk
garam tidak larut dengan kalsium bebas pada saluran pencernaan. Oleh sebab itu
ketersediaan fosfor pada sebagian besar produk tanaman adalah rendah.

7.3.3.3. Natrium
Natrium adalah kation Na+ utama cairan ekstrasel dan sebagian besar
berhubungan dengan klorida dan bikarbonat dalam pengaturan keseimbangan asam
basa. Ion natrium juga penting dalam mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh
dan dengan demikian melindungi tubuh terhadap kehilangan cairan yang berlebihan.
Pada bagian empedu, ion natrium dan kalium berfungsi untuk mengemulsi lemak.
Walaupun ion natrium banyak ditemukan dalam bahan makanan, sumber utama
dalam makanan adalah garam dapur (NaCl).
Pengaturan konsentrasi natrium dan/ataau kadaar natrium dalam tubuh
melibatkan dua proses utama, yaitu kontrol terhadap pengeluaran natrium oleh tubuh
dan kontrol terhadap masukan natrium. Konsentrasi natrium di dalam caairan
ekstraseluler diusahakan agar relatif konstan dengan suatu mekanisme rumit yang
melibatkan kecepatan penyaringan glomerulus ginjal, sel-sel peralatan
juxtaglomerulus ginjal, sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem syaraf simpatis,
konsentrasi katekolamin, natrium dan kalium di dalam peredaran darah, faktor
ketidaa dan tekanan darah.
Pengangkutan natrium melalui dinding epitel usus nampaknya tergantung
pada suatu sistem "pompa" dan "rembesan" pasif yang terdapat pada membran
pembatas daari sel-sel tersebut. Pada duodenum dan jejunum, NaCl berpindah dari
daarah ke usus bila cairan hipotonik memasuki darah. Pada ileum, absorpsi NaCl
terjadi dari larutan hipotonik. Glukosa di dalam cairan luminal meningkatkan
absorpsi natrium di dalam jejunum.
Walaupun ion natrium ekstravaskuler berada dalam keseimbangan dengan ion
natrium intravaskuler (plasma), konsentrasi natrium intravaskuler mungkin tidak
menggambarkan jumlah total natrium dalam tubuh. Sehingga apabila ikan
mempunyai ion natrium serum yang rendah (hiponatremia) mungkin tidak
kekurangan ion natrium tubuh, tetapi bahkan mungkin kelebihan air intravaskuler (da
mungkin ekstravaskuler). Hal yang sama peningkatan ion natrium serum dapat
terjadi pada kandungan ion natrium yang rendah atau normal bila terdapat kehilangan
air (dehidrasi). Pada penyakit ginjal, kemampuan menghemat ion natrium seringkali
hilang dan terjadi gangguan keseimbangan natrium, klorida, kaalium dan air yang
parah. Defisiensi natrium menyebabkan tulang lunak, hipertropi adrenal dan
mengurangi penggunaan protein dan energi.
Kebutuhan natrium harus selalu mengikuti keseimbangan dengan klorida.
Keseimbangan yang dianjurkan adalah 1 : 1. Beberapa penelitian menunjukkan
pemberian natrium clorida sebesar 1 – 4 persen belum meunjukkan hasil yang
optimal untuk pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan pada ikan
rainbow trout, coho salmon, atlantic salmon, channel catfish dan red sea bream.
Bagaimanapun suplemen tinggi garam mendatangkan pengaruh pertumbuhan dan
efisiensi pakan pada coho salmon dan rainbow trout.

7.3.3.4. Kalium
Kalium adalah unsur teringan yang mengandung isotop radioaktif alami.
Secara umum fungsi dari kalium adalah metabolisme normal, memelihara volume
cairan tubuh. Konsentrasi pH, hubungan tekanan osmotik, mengaktifkan enzim
intraseluler dan pada empede bekerja samaa dengan natrium berfungsi untuk
mengemulsikan lemak. Kalium adalah kation (K+) utama cairan intarsel. Dengan
demikian, sumber utama kalium adalah materi seluler dari bahan pakan. Kalium
mudah terserap usus halus, sebanding dengan jumlah yang dimakan dan beredar
dalam plasma. Kalium dalam cairan ekstrasel memasuki semua jaringan dalam tubuh
daan dapat mempunyai efek yang sangat besar pada fungsi organ, terutama
depolarisasi dan kontraksi jantung.
Ginjal tidak dapat menghemat ion kalium seefektif ginjal menghemat ion
natrium. Penghematan natrium selalu disertai dengan pembuangan kaalium dan ini
merupakan efek aldosteron. Bila intake ion kalium kurang dari kebutuhan minimal,
konsentrasi ion kalium serum akan menurun, ion kalium intarsel juga akan menurun
dan tbulus renalis bersama-sama sel-sel tubuh mulai menggunakan proton (H+)
sebagai pengganti K+. Apabila konsentrasi H+ meningkat maka akan menyebabkan
asidosis intraseluler. Kehilangan K+ obligatorik oleh tubulus renalis diganti dengan
kehilangan H+ obligatorik, karena tubulus renalis menghemat Na+ dengan membuang
H+, bukan membuang K+. Hal ini akan menyebabkan alkalosis ekstraseluler dan
asidosis intraseluler. Kebutuhan kalium bervariasi tergantung jenis ikannya.
Kebutuhan natrium dapat dilihat pada Tabel 7.12.
Tabel 7.12. Kebutuhan kalium pada ikan

No Ikan Kebutuhan (%)


1. Juvenile chinook salmon pada air segar 0.8

Defisiensi kalium secara umum menyebabkan kelemahan seluruh otot,


jantung lemah dan melemahnya otot pernafasan. Pada kegagalan ginjal, kehilangan
K+ obligatorik mungkin lebih jauh dari normal. Keracunan K+ (hiperkalemia) sering
terjadi pada payah ginjal karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan K+. Efek
listrik hiperkalemia dapat dilawan oleh peningkatan konsentrasi kalsium serum.
Pompa kalsium-natrium dalam membran sensitif terhadap penghambatan oleh
preparat digitalis yaitu ouabain. Pada hipokalemia, jantung menjadi sensitif terhadap
ouabain dan dapat terjadi keracunan ouabain. Toksisitas ouabain dapat
dinetralisasikan oleh penambahan konsentrasi kalium serum.

7.3.3.5. Magnesium
Ion magnesium terdapat pada semua sel. Magnesium berperan sangat penting
sebagai ion esensial di dalam berbagai reaksi enzimatis dasar pada metabolisme
senyawa antara. Semua reaksi di mana ATP merupakan substrat, substrat sebenarnya
adalah Mg2+-ATP. Hal yang sama, Mg2+ dikhelasi di antara fosfat beta dan gama dan
mengurangi sifat kepadatan anionik ATP, sehingga Mg2+ dapat mencapai daan
mengikat secara reversibel tempat protein spesifik. Sehingga semua sintesis protein,
asam nukleat, nukleotida, lipid dan karbohidrat dan pengaktifan kontraksi otot
memerlukan magnesium.
Absorpsi Mg2+ terjadi di seluruh usus halus dan jelas kelihatan lebih
tergantung pada banyaknya yang tersedia daripada faktorain, misalnya vitamin D.
Absorpsi Mg2+ bukan proses aktif, daan tidak adaa mekanisme bersama untuk
transport kalsium dan magnesium melalui dinding usus. Dalam plasma, sebagian
besar Mg2+ terdapat dalam bentuk yang padat difiltrasi oleh glomerulus ginjal. Akan
tetapi ginjal mempunyai kemampuan luar biasa untuk mempertahankan Mg2+.
Kebutuhan magnesium pada ikan terlihat pada Tabel 5.8. berikut ini.

Tabel 7.13. Kebutuhan magnesium pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Rainbow trout 0.04 – 0.06
2. Carp 0.04 – 0.06
3. Channel catfish 0.04 – 0.06
4. Eel 0.04 – 0.06
5. Guppy 0.04 – 0.06
6. Tilapia 0.06 – 0.08

Magnesium berperan pada adaptasi respiratori pada ikan air segar. Kebutuhan
magnesium dapat dipenuhi dari pakan dalam air. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa konsentrasi magnesium dalam air sebesar 46 mg per liter cukup untuk
memenuhi kebutuhan magnesium pada ikan rainbow trout. Pada ikan laut,
suplementasi magnesium pada pakan mungkin tidak penting.
Defisiensi magnesium pada ikan menyebabkan anorexia, pertumbuhan
lambat, mortalitas meningkat, dan pengurangan kandungan magnesium pada jaringan
tubuh ikan. Pada rainbow trout, defisiensi magnesium juga menyebabkan calsinosis
ginjal, vertebrae deformity dan degenerasi serat otot dan sel epitel sekum pilorik dan
filamen insang. Kadar tinggi kalsium, protein, dan fosfat dalam makanan akan
mengurangi absorpsi Mg2+ dari usus. Malabsorpsi pada diare kronis, malnutrisi pada
protein kalori dan kelaparan daapat menyebabkan defisiensi magnesium. Keracunan
magnesium jarang terjadi pada fungsi ginjal normal. Efek depresan magnesium pada
sistem syaraf biasanya mendominasi gejala toksisitas hipermagnesemia.
Mineral esensial mikro
Mineral esensial mikro terdiri dari seng, besi, mangan, tembaga, molibdenum,
dan selenium. Mineral mikro tersebut esensial bagi ikan walaupun diperlukan dalam
jumlah sedikit.

7.3.4.1. Seng
Seng telah dikenal sebagai unsur esensial sejak lebih dari seratus tahun yaang
lalu. Seng hampir sama melimpahnya dalam tubuh hewan seperti besi. Terdapat
sekitar dua puluh empat metaloenzim yang dikenal, termasuk karbonat anhidrase,
laktat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, alkali fosfatase, dan timidin kinase.
Penelitian akhir-akhir ini memperkirakan bahwa seng mempunyai peranan dalaam
metabolisme prostaglandin atau proses-proses yang diperantarai oleh prostaglandin.
Fungai esensial untuk kehidupan organisme adalah bagian integral dari
metalloenzim (lebih dari 70%) meliputi dehidrogenase, aldolase, dan fosfatase. Ikan
mengakumulasi seng dari air dan sumber pakan. Bagaimanapun seng yang berasal
dari pakan lebih efisien dibandingkan dari air. Insang ikan rainbow trout berperan
besar pada ekskresi seng.
Bentuk pitat kompleks dengan elemen transisi seperti besi, dan mangan dalam
saluran pencernaan mencegah absorpsi seng. Bioavaibilitas seng di fishmeal
berkurang apabila ada kandungan trikalsium fosfat. Suplemen seng yang lebih tinggi
sebaiknya diberikan pada pakan ikan untuk mengkompensasi kekurangan
bioavaibilitas seng yang disebabkan oleh pitat dan trikalsium fosfat.
Rainbow trout dan common carp mentoleransi 1.700 – 1.900 mgZn/kg pakan
tanpa pengaruh yang merugikan pertumbuhan dan kehidupan ikan. Bagaimanapun,
pakan dengan konsentrasi seng sebesar 1.000 mg/kg pada rainbow trout mengurangi
konsentrasi hemoglobin, hematrocit dan hepatic copper.
Dalam lumen usus, berbagai faktor nampaknya berpengaruh pada
ketersediaan seng untuk diabsorpsi. Faktor-faktor ini antara lain adalah zat-zat yang
diproduksi dan dicerna secara endogen. Zat-zat berbobot molekul rendah seperti
metionin, histidin, sistein, sitrat, pikolinat, prostaglandin E2, glutation tereduksi dan
ligan-ligan kecil lainnya telah terbukti membantu penyerapan seng daalam usus.
Dalam lumen usus terdapat faktor pengikat seng yang tampaknya disekresi oleh
pankreas dan membantu absorpsi seng. Seng dapat diasingkan dalam sel mukosa oeh
protein pengikat seng (sink binding protein). Seng kemudian diangkut ke molekul
albumin pada sisi serosa membran sel mukosa.
Absorpsi seng oleh mukosa usus bervariasi terbalik dengan jumlah
metalotionein mukosa yang ada. Metalotionein mukosa oleh karenanya
mengendalikan absorpsi seng sebagai tanggapan terhadap keadaan seng plasma oleh
pengasingan seng dalam mukosa. Metalotionein dalam hepatosit juga dimanfaatkan
untuk penyimpanan sementara atau detoksikasi seng, sehingga baik dalam hati
maupun usus, protein ini merupakan ligan kunci untuk mempertahankan homeostasis.
Seng hilang dari tubuh oleh pengendapan dalam sel mukosa dan pengelupasan ke
dalam feses sebaga Zn-metalotionein.
Tembaga dapat mempengaruhi absorpsi seng dengan mengadakan kompetisi
pada tempat pengikatan molekul albumin dalam ruaang intravaskuler. Fosfat dan
kaalsium kadar tinggi memperberat defisiensi seng. Seng disekresi dalam getah
pankreas dan dalam jumlah sedikit dalam empedu, jadi feses merupakan jalan utama
ekskresi seng. Seng dapat diikat oleh metalotionin hati bila intake seng bertambah.
Setelah diabsorpsi usus, seng mula-mula mengumpul di hati dan kemudian
didistribusikan ke jaringan-jaringan. Dalam plasma, kira-kira 2/3 diikat dengan
suaatu alfa-2 makroglobulin. Sejumlah kecil mengkompleks dengan asam amino dan
mungkin dengan ligan laainnya. Seng yang mengkompleks dengan aalbumin siap
diseraap oleh jaringan. Walaupun demikian mekanisme penyerapannya oleh jaringan
belum diketahui. Penyerapan oleh hati secara positif dipengaruhi oleh mediator
endogen leukosit, hormon adrenokortikotropik, daan hormon paratiroid. Kebutuhan
ikan akan seng dapaat dilihat pada Tabel 7.14.
Tabel 7.14. Kebutuhan seng pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Young rainbow trout
2. Carp
3. Channel catfish
4. Blue tilapia

Pada ikan, seng dibutuhkan untuk pembentukan tulang normal. Defisiensi


dapat terjadi sebagai kelainan primer absorpsi seng pada akrodermatitis enteropatika,
suatu penyakit automal resesif yang jaarang ditemukan, disertai dengan hambatan
pertumbuhan dan hipogonadisme. Defisiensi seng sekunder dapat terjadi akibat
malabsorpsi apapun penyebabnya atau peningkatan ekskresi dalam urin. Defisiensi
seng juga menyebabkan aktivitas ribonuklease serum nampak meninggi, sedangkan
aktivitas karbonik anhidrase eritrosit merendah.
Pada rainbow trout, defisiensi seng menyebabkan pengurangan pertumbuhan,
kematian, katarak lensa mata, erosi sirip dan kulit dan short-body dwarism. Mineral
tinggi pada fishmeal putih mungkin mempengaruhi absorpsi dan penggunaan seng
dan mengurangi kejadian katarak. Ketika suplemen seng ditambahkan sebesar 40
mg/kg pada pakan rainbow trout yang mengandung fishmeal putih, dwarism dan
katarak berkurang. Pada channel catfish, pakan rendah seng mengurangi rataan
pertumbuhan, nafsu makan, konsentrasi seng dan kalsium pada tulang dan serum,
produksi telur dan hatchability.

7.3.4.2. Besi
Besi adalah satu dari unsur yang paling banyak dari kerak bumi. Besi juga
merupakan mineral esensial mikro yang paling melimpah. Kurang lebih 2/3 dari besi
beredar sebagai hemoglobin, 1/10 sebagai mioglobin dan kurang dari 1% terdapat
pada transferin dari semua enzim besi dan protein redoks. Sisanya terdiri dari
simpanan besi feritin dan hemosiderin yang terdapat terutama pada haati, limpa dan
sumsum tulang. Fungsi utama besi adalah unruk transport oksigen oleh hemoglobin.
Besi ferro (Fe2+) dan besi ferri (Fe3+) bersifat sangat sukar laarut pada pH netral, dan
diperlukan sistem khusus untuk transport besi dan memasukkan ino-ion ini kedalam
tempat-tempat fungsional mereka.
Sumber besi utama adalah daging, tumbuhan polong, tetes tebu, dan kerang-
kerangan. Sumber sintetis terdiri dari ferric okside dengan kandungan besi 35% dan
ferrous sulphate dengan kandungan besi sebesar 20%. Besi dalam bahan pakan
terutama terdapat dalam bentuk ferri, terikat kuat pada molekul organik. Dalam
lambung, dimana pH kurang daari 4, ion ferri dapat berdisosiasi dan bereaksi dengan
senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah seperti fruktosa, asam askorbat, asam
sitrat, dan asam-asam amino untuk membentuk kompleks yang dapat memungkinkan
ion ferri tetap larut dalam pH netral cairan usus. Dalam lambung, besi tidak terlepas
dari hem tetapi diteruskan seperti semula ke usus.
Dikenal dua macam besi dalam bahan pakan yaitu besi hem dan besi non hem.
Besi hem diabsorpsi utuh oleh sel mukosa usus, dan hem kemudian dipecah oleh
suatu enzim pemecah hem dan besi dibebaskan dalam sel. Besi yang dibebaskan
kemudian dipindahkan ke sisi serosal sel mukosa dengan menggunakan menkanisme
pengangkutan intraseluler yang sama seperti yang digunakan oleh besi non hem. Besi
non hem diabsorpsi dalam bentuk ion ferro. Ion ferro diabsorpsi ke dalam sel
mukosa duodenum dan jejenum proksimal dan segera dioksidasi menjadi ferri. Ion
ferri terikat oleh suatu molekul pengemban intraseluler (intracellular carrier
molecule). Dalam sel, molekul karrier membawa ion ferri ke mitokondria dan
kemudian tergantung pada keaadaan metabolisme besi individual.
Besi ditrasport ke tempat penyimpanan daalam sumsum tulang dan sampai
batas tertentu ke hati dalam bentuk ion ferri, terikat pada transferin plasma. Pada
tempat penyimpanan itu, ion ferri diubah lagi menjadi apoferitin sebagai bentuk
cadangan yang stabil tetapi mengalami pertukaran. Feritin dalam sistem
retikuloendotelial merupakan bentuk cadangan besi yang dapat diambil. Feritin
adalah protein dengan kemampuan besar untuk menyimpan besi yang terdapat padaa
hewan. Feritin bekerja sebagai penyimpan sementara untuk mencegah penambahan
toksik kadar besi dan suatu cadaangan yang daapaat dikerahkan jangka panjang.
Akan tetapi feritin dapat mengalami denaturasi, kehilangan subunit apoferitin dan
kemudian beragregasi (berkumpul) ke misel-misel hemosiderin. Hemosiderin
mengandung lebih banyak besi dibandingkan feritin dan terdapat sebagai partikel-
partikel. Besi dalam hemosiderin tersedia untuk pembentukan hemoglobin, tetapi
mobilisasi besi jauh lebih lambat dari hemosiderin dibanding dari feritin. Besi yang
ditimbun akan disimpan sebagai endapan hemosiderin dalam hati, pankreas, kulit dan
sendi yang menyebabkan penyakit.
Transferin adalah β -globulin yang bertanggung jawab untuk pengangkutan
besi antara jaringan-jaaringan hewan. Senyawa ini mengambil besi yang dilepaskan
daalam aaliran daarah dari mukosa usus, dan dari katabolisme hem dalam sistem
retikuloendotelial. Transferin berkaitan dengan protein albumin dari kuning telur,
dan laaktoferin dari susu dan lain-lain sekresi. Kebutuhan ikan akan besi bervariasi
seperti terlihat pada Tabel 7.15.
Tabel 7.15. Kebutuhan besi pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Catfish 30
2. Atlantic salmon 60
3. Eel 170

Defisiensi besi terjadi apabila kapasitas besi intraseluler bertambah, dan lebih
banyak besi akan diabsorpsi bila tersedia dalam makanan. Defisiensi besi
menyebabkan terjadinya anemia, penurunan volume sel-sel darah merah daan
depigmentasi. Pada kelebihan besi (iron overload) kapasitas dan kejenuhan karier
besi intraseluler berkurang.
Pada brook trout, red sea bream, yellowtail, eel dan carp, defisiensi besi
menyebabkan anemia mikrositis. Pada banyak kasus defisensi besi tidak
mempengaruhi pertumbuhan. Defisensi besi menyebabkan warna hati normal
berubah menjadi kuning putih pada ikan carp. Pada catfish, defisiensi besi menekan
hematocrit, hemoglobin, konsentrasi plasma besi dan kejenuhan transferin. Ferro
clorida dan ferro sulfat sama efektifnya untuk mencegah anemia pada red sea bream.
Efek dari kelebihan besi secara umum adalah mengurangi pertumbuhan,
meningkatkan kematian, diare dan rusaknya histopatologi pada sel liver.

7.3.4.3. Mangan
Sifat-sifat dasar mangan pertama kaali dilaporkan daari hasil penelitian hewan
percobaan pada tahun 1931. Konsentrasi mangan dalam jaringan-jaringan hewan
relatif konstan terhadap umur. Mangan banyak terdapat pada kacang-kacangan, biji-
bijian utuh, daan sayuran tetapi sedikit terdapat pada daging, ikan dan produk susu.
Kebutuhan ikan akan mangan dapat dilihat pada Tabel 7.16.
Tabel 7.16. Kebutuhan mangan pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Channel catfish 2.4
2. Common carp 13
3. Rainbow trout 13

Pengaturan homeostatik kadar mangan di dalam jaringan-jaringan hewan


terutama dihasilkan melalui ekskresi mangan, bukan melalui pengaturan absorpsinya.
Mangan yang diabsorpsi, diekskresikan melalui usus melewati empedu yang
merupakn rute pengaturaan utaama. Dalam kondisi muatan unsur-unsur secara
berlebihan, bantuan rute gastrointestinal juga digunakan. Absorpsi juga merupakan
faktor dalam homeostatis mangan.
Fungsi mangan lainnya adalah sebagai kofaktor enzim yang mengaktifkan
kompleks metal-enzim atau sebagai bagian integral metaloenzim tertentu di
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Enzim kinase, transferase, hidrolase
dan dekarboksilase dapat diaktifkan oleh mangan kation divalent lain seperti
magnesium, Bagaimanapun enzim seperti glikosil transferase sangat sepesifik untuk
aktivitas mangan. Dua metaloenzim mangan yang penting adalah piruvat
karboksilase dan superoksida dismutase.
Retensi mangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pakan. Penambahan
zat besi pada susunan pakan, menekan retensi mangan, tetapi apaabila zat besi
dihilangkan daari susunan pakan, retensi mangan meningkat. Fitat juga mempunyai
pengaruh nyata yang bersifat menghambat retensi dan akumulasi mangan.
Mangan terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam mitokondria dan berfungsi
sebagai faktor penting untuk pengaktifan glikosiltransferase yang berperan sebagai
sintesisoligosakarida, glikoprotein, dan proteoglikan. Mangan diperlukan untuk
aktifitas superoksida dismutase. Mangan diserap dengan baik melalui usus halus
dengan mekanisme yang serupa dengan besi, termasuk transfer melalui sel mukosa ke
dalam darah portal. Pada kenyataannya absorpsi Mn2+ meningkat pada defisiensi besi
dan daapat dihambat oleh besi. Adanya etanol dalam usus jelas menambah absorpsi
Mn2+. Ion mangan dikirim ke hati melalui sirkulasi portal dan disana segera
mengadakan keseimbangan dengan Mn2+.
Salah satu akibat defisiensi mangan adalah ketidaknormalan kerangka.
Perosis atau penyakit urat yang terkilir dengan pembesaran dan kesalahaan bentuk
sendi tibial metatarsal banyak terjadi pada ikan yang sedang tumbuh. Kondrodistrofi
gizi terjadi pada embrio ikan yang mendapat susunan pakan defisien mangan.
Defisiensi mangan tampaknya juga sangat mengurangi sintesis oligosakarida,
pembentukan glikoprotein dan proteoglikan. Selain itu juga mengganggu beberapa
metaloenzim Mn2+ seperti hidrolase, kinase, dekarboksilase dan transferase.
Keracunan mangan sangat jarang terjadi.
Defisiensi mangan menyebabkan penurunan pertumbuhan dan abnormalitas
skeletal pada rainbow trout, carp dan tilapia. Pada raibow trout, pemberian mangan
yang rendah mengurangi aktivitas copper-zink superoxide dismutase dan manganese-
superoxide dismutase dalam otot cardiac dan liver serta menekan konsentrasi mangan
dan kalsium vertebrae. Pada broodstock rainbow trout, pakan yang mengandung
fishmeal tanpa suplemen mangan menyebabkan rendahnya hatchabilitas dan
rendahnya konsentrasi mangan dalam telur.

7.3.4.4. Tembaga
Tembaga tersebar luas dalam pakan. Tembaga merupakan elemen yang
sangat dubutuhkan oleh hewan biarpun dalam komposisi yang relatif sedikit.
Tembaga berada dalam banyak enzim dan esensial untuk aktivitas enzim. Tembaga
bercgabung dengan citokrom oksidase pada rantai transport elektron dalam sel.
Cuproenzim lainnya dijumpai pada jaringan tubuh ikan yang meliputi dismutase,
tirosinase, lisil oksidase, ceruloplasmin, dan dopamine β -hidroksilase. Konsentrasi
tembaga yang tinggi dijumpai pada jantung, hati, otak dan mata. Tembaga berada
sebagai kompleks tembaga-protein dalam plasma.
Absorpsi tembaga dalam traktus gastrointestinal memerlukan mekanisme
spesifik, karena sifat alamiah ion kupri (Cu2+) yang sangat tidak larut. Dalam sel
mukosa usus, tembaga mungkin berikatan dengan protein pengikat metal (banyak
mengandung sulfur) dengan berat molekul rendah yaitu metalotionein pada bagian
tionein. Biosintesis metalotionein diinduksi dengan pemebrian Zn, Cu,Cd dan Hg
dan diblokir oleh inhibitor-inhibitor sintesis protein. Meskipun tembaga akan
merangsang produksi protein hati yang berikataan dengan tembaga, seng juga
diperlukan untuk akumulasi Cu-tionein. Seng akan menstabilkan Cu-tionein terhadap
degradasi oksidatif. Tembaga masuk dalam plasma, dimana tembaga terikat pada
asam-asam amino, terutama histidin, dan pada albumin serum pada tempat
pengikatan tunggal yang kuat. Dalam kurang dari satu jam, tembaga yang baru
diserap diambil dari sirkulasi oleh hati.
Hati memproses tembaga melalui dua jalan, yaitu : tembaga diekskresi dalam
empedu ke dalam traktus gastrointestinal, dimana tembaga tidak diabsorpsi kembali.
Ternyata, homeostasis tembaga dipertahankan hampir seluruhnya oleh ekskresi bilier,
semakin tinggi dosis tembaga, semakin banyak yang diekskresikan dalam feses.
Jalan kedua metabolisme tembaga dalam hati adalah penggabungan tembaga sebagai
bagian integral seroloplasmin, suatu glikoprotein yang semata-mataa disintesis dalam
hati. Seruloplasmin bukan protein pembawa Cu2+, karena tembaga seruloplasmin
tidak bertukar dengan ion tembaga atau tembaga yang terikat dengan dengan
molekul-molekkul lain. Seroluplasmin mengandung 6 - 8 atom tembaga, setengah
bagiaan ion kupro (Cu+) dan setengahnya lagi ion kupri (Cu2+). Kebutuhan ikan akan
mangan dapat dilihat pada Tabel 7.17.
Tabel 7.17. Kebutuhan tembaga pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Rainbow trout 3
2. Common carp 3
3. Channel catfish 5
4. Atlantic salmon 5

Ikan nampak lebih toleran pada tembaga yang berasal dari pakan daripada
tembaga yang larut dalam air. Konsentrasi 0.8 – 1.0 mg tembaga per liter sebagai
tembaga sulfat dalam air beracun pada banyak spesies ikan. Tetapi pada ikan choho
salmon dijumpai sangat toleran pada tembaga dengan konsentrasi 1.000 mg/kg pada
pakan dengan hanya mengalami kelambatan pertumbuhan dan rusaknya pimgmentasi.
Keracunan tembaga menyebabkan penurunan pertumbuhan, efisiensi pakan dan
menaikkan jumlah tembaga dalam hati pada ikan rainbow trout.
Gejala defisiensi tembaga meliputi anemia, neutropenia, osteoporosis dan
depigmentasi serta gangguan syaraf. Defisiensi tembaga mengganggu proses kaitan
lintas jaringan ikat protein, kolagen, dan elastin. Gangguan ini dapt berupa kelainan
tulang dan kerusakan sistem kardiovaskuler. Gejala defisiensi tembaga yang paling
tragis adalah kematian mendadak akibat pecahnya pembuluh darah utama atau
jantungnya. Keracunan tembaga termasuk diare dengan feses biru-hijau hemolisis
akut dan kelainan fungsi ginjal.

7.3.4.6. Selenium
Selenium diperkirakan mengganti belerang dalam asam amino protein.
Selenium adalah unsur penting glutation peroksidase, suatu enzim yang peranannya
sebagai antioksidan intarseluler yang sangat mirip dengan fungsi serupa vitamin E
atau α -tokoferol. Sebagian besar selenium dalam makanan berbentuk asam amino
selenometionin. Suplemen selenium yang ditambahakan ke dalam makanan ikan
berbentuk anorgaanik seperti natrium selenit. Selenometionin dan natrium selenit
mempunyai poteinsi yang sama untuk mencegah kondisi defisiensi selenium dan
dapat meningkatkan aktivitas jaringan glutation peroksidase. Akan tetapi,
selenometionin dapat meningkatkan kadar selenium dalam darah dan jarinfgan lebih
tinggi dibandingkan dengan natrium selenit. Hal ini mungkin disebabkan oleh
penggabungan selenometionin ke dalam struktur utama jaringan protein di tempat
metionin, sehingga selenium hanya tersedia bagi hewan setelah katabolisme asam
amino selenium. Selenium ini berfungsi sebaga simpanan yang tak teratur atau pool
buffer yang menyediakan selenium dari dalam tubuh apabila penyediaan selenium
dari pakan terhenti.
Absorpsi selenium tampaknya berlangsung tanpa pengendalian fisiologis.
75
Absorpsi Se dalam bentuk larutan selenit lebih besar dari 90%. Walaupun
demikian, data-data mengenai absorpsi selenium yang terdapat dalam pakan masih
terbatas. Hewan mengeluarkan beberapa senyawa selenium melalui urin dan
pernafasan. Produksi metabolit ekskresi tersebut semakin banyak dengan
meningkatnya konsumsi selenium. Ion trimetil selenomium adalah satu-satunya
metabolit urin yang telah teridentifikasi, walaupun dalam urin ada beberapa jenis
metabolit lainnya. Dimetil selenida bersifat volatil dan ditemukan dalam nafas bila
konsumsi selenium sangat tinggi. Jadi hewan mengatur kandungan selenium melalui
proses ekskresi. Jika unsur ini tersedia dalam jumlah terbatas, produk ekskresipun
sedikit. Sedangkan bila kebutuhan sudah terpenuhi kelebihan selenium dikurangi
dengan mengubahnya menjadi metabolit ekskresi.
Hanya satu fungsi enzimatik selenium yang diketahui. Selenium adalah unsur
penting dari glutation peroksidase. Enzim ini dapat menghancurkan hidrogen
peroksida dan hidrioperoksida-hidroperoksida oerganik dengan pengurangan
ekuivalen dari glutation. Peranan fisiologis yang pasti dari glutation peroksidase
yang bergantung pada selenium masih belum jelas karena katalase juga mampu
memindahkan hidrogen peroksida dan glutation peroksida yang tidak bergantung
padaa selenium juga mampu memindahkan hidroperoksida organik. Jadi
selenoenzim mungkin berfungsi sebagai penahan oksidan tetapi fungsi alternatif juga
telah ada. Kebutuhan ikan akan selenium dapat dilihat pada Tabel 7.18.
Tabel 7.18. Kebutuhan selenium pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Rainbow trout 0.15 – 0.38
2. Channel catfish 0.25

Defisiensi selenium menyebabkan dilatasi jantung dan menyebabkan payah


jantung kongestif. Vitamin E dapat mencegah kejadian tersebut, disamping faktor III
yang mengandung selenium organis. Selenium mempunyai pengaruh penting
terhadap metabolisme merkuri. Hewan yang defisien selenium lebih rentan terhadap
keracunan metil merkuri dan merkuri anorganik.
Pada ikan rainbow trout dan catfish, defisiensi selenium menyebabkan depresi
pertumbuhan, tetapi kehilangan selenium sendiri tidak menghasilkan tanda patologi
pada ikan tersebut. Selenium dan vitamin E dibutuhkan untuk mencegah distropi
muscular pada ikan atlantic salmon dan exudative diathesis pada ikan rainbow trout.
Mekanisme keracunan selenium sampai saat ini belum diketahui. Pada ikan
rainbow trout dan catfish terjadi keracunan selenium ketika selenium dalam pakan
melampaui 13 – 15 mg/kg bahan kering pakan. Hal ini menyebabkan penurunan
pertumbuhan, rendahnya efisiensi pakan dan tingginya mortalitas.

7.3.4.7. Yodium
Yodium merupakan mineral mikro yang terdapat luas di bumi. Yodium
kurang larut dalam air, tetapi apabila molekul yodium (I2) berkombinasi dengan
yodida membentuk poliyodida akaan menyebabkan yodium sangat mudah larut dalam
air.
Dalam saluran pencernaan, yodium direduksi menjadi yodida, dan dalam satu
jam seluruhnya akan diabsorpsi oleh usus halus. Yodotirosin, yodotironin, beberapa
yodopeptida rantai pendek, dan senyawa-senyawa yang diyodinasikan secara
radiografi diabsorpsi tanpa deyodinasi. Yodium di dalam semua senyawa anorganik
dan banyak senyawa organik tersedia secara biologis.
Yodium esensial untuk biosintesis hormon tiroid, tiroksin dan triyodotironin.
Ikan memperoleh yodium dari air melalui pompa branchial dan sumber pakan. Pada
ikan rainbow trout komposisi yodium 80% berasal dari air, 19 persen dari pakan dan
1 persen dari pengolahan kembali yodium dari degradasi hormon tiroid.
Pemanfaatan yodium untuk sekresi hormon tiroid berlangsung melalui tiga
tahap. Pertama, dari plasma menyeberangi membran sel adalaah suatu proses aaktif
melawan gradien listrik dan massa. Konsentrasi normal yodida di dalam sel tiroid
adalah 30 - 40 kali lebih tinggi daripada dalam serum. Kedua, pada batas pemisah
sel dan koloid, suatu peroksidase menjadi alat pengoksidasi yodida menjadi suatu
"senyawa antara yod". Enzim ini juga membantu pembentukan monoyodotirosin dan
diyodotirosin dengan menggabungkan yodium ke dalam residu tirosil dari
tiroglobulin. Penggabungan oksidatif berikutnya dari yodotirosin ke dalam hormon
tiroid, tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3), juga dilaksanakan oleh peroksidase yang
sama, mungkin bekerja sama dengan enzim lain. Akhirnya, tiroglobulin dicakup oleh
sitoplasma sel tiroid. Pencernaan tiroglobulin dilakukan melalui proteolisis. Fase
sekresi berakhir dengan terjadinya difusi hormon-hormon ke dalam kaapiler-kapiler
melalui ruang ekstrseluler.
Tiroid, suatu kelenjar penyimpan mengandung yodium sebanyak 8,0 - 10,0
mg per 20 g berat kelenjar. Yodium pada tiroid yang terikat pada triglobulin sebesar
95%. Kira-kira 45% yodium pada tiroid terdapat dalam bentuk tiroksin dan 3%
dalam bentuk triyodotironin, sedangkan sebesar kira-kira 42% dalam bentuk
yodotirosin.
Defisiensi yodium menyebabkan gondok yang tidak dikenal dalam dunia ikan.
Awal defisensi yodium dicirikan oleh suatu peningkatan ekskresi hormon tiroid
simpanan yang bersifat kompensasi dan ekskresi normal yodida di dalam urin. Selagi
simpanan hormon tiroid terus-menerus terdeplesi, pembersihan yodida anorganik
plasma di tiroid meningkat dengan suatu penurunan ekskresi yodida di dalam urin
yang sebanding. Setelah itu pengambilan yodidaa stabil oleh tiroid sama dengan
jumlah yodida yang diekskresikan dalam bentuk hormon tiroid. Konsentrasi yodida
anorganik plasma menurun, sama seperti kandungan yodium tiroid. Pada saat ini,
defisiensi yodium dapat diatasi, ataau akan berkembang menjadi kronis.
Pada ikan brook trout, defisiensi yodium menyebabkan hiperplasia tiroid.
Defisiensi asam askorbat menyebabkan hipoaktivitas kelenjar tiroid sebagaimana
131
ditunjukkan oleh penurunan akumulasi I oleh kelenjar tiroid ikan scorbutic
snakehead. Kebutuahn minimum yodium pada banyak ikan belum ditetapkan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi yodium dan fluorin pada
pakan (4.5 mg/kg) esensial untuk melindungi atlantic salmon dari infeksi penyakit
bakteri ginjal.

7.3.4.8. Molibdenum
Molibdenum berfungsi sebagai metaloenzim xantin oksidase, aldehida
oksidase, dan sulfit oksidase. Sampai saat ini belum diketahui sistem metabolisme
kecuali bentuk heksavalen yang larut air diabsorpsi dengan baik melalui usus. Urin
adalah jalan utama ekskresi molibdenum. Terdapat beberapa bukti bahwa
molibdenum dapat mempengaruhi metabolisme tembaga dengan mengurangi efisiensi
penggunaan tembaga dan bahkan mungkin mobilisasi tembaga dari jaringan.
Pemberian pakan dengan defisiensi molibdenum pada ikan menyebabkaan
kelambatan pertumbuhan, khususnya ketika pakan mengandung level rendah natrium
tungstate.

Kebutuhan Vitamin Pada Ikan


Pengertian vitamin
Mendefinisikan vitamin merupakan usaha yang agak panjang karena beberapa
kepentingan harus dicakup. Beberapa kumpulan definisi yang dapat diterangkan
adalah vitamin merupakan sejumlah persenyawaan organik yang secara umum tidak
ada hubungan atau kesamaan kimiawi satu sama lain. Vitamin merupakan komponen
dari bahan makanan tetapi bukan karbohidrat, lemak, protein dan air yang terdapat
dalam jumlah sedikit. Vitamin tersebut harus tersedia dalam pakan karena tidak
dapat disintesa oleh ikan dan esensial untuk perkembangan jaringan normal dan untuk
kesehatan, pertumbuhan dan hidup pokok karena tubuh tidak dapat mensintesis
sendiri, kecuali beberapa vitamin seperti vitamin C pada ikan dan vitamin B
kompleks pada ruminansia. Vitamin sangat diperlukan untuk reaksi-reaksi spesifik
dalam sel tubuh hewan, Zat ini penting untuk berfungsinya secara normal jaringan
tubuh, untuk kesehatan, maintenance dan pertumbuhan jaringan. Vitamin berperan
sebagai koenzim ataau katalisator hayati, yaitu berperan sebagai mediator dalam
sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis aatau
dipecah tadi. Apabila vitamin tidak terdapat dalam pakan atau tidak tepat diabsorpsi
akan mengakibatkan penyakit defisiensi yang khas atau sindrom yang dapat
diperbaiki dengan vitamin itu sendiri. Gejala-gejala tersebut biasa disebut
avitaminosis atau hipovitaminosis.
Peranan vitamin di dalam tubuh dapat pula dipengaruhi oleh zat-zat tertentu
yang ada dalam pakan atau pangan yang mempunyai struktur hampir sama dengan
vitamin. Zat tersebut adalaah zat antivitamin atau vitamin antagonis. Sebagai
contoh, pada ikan mentah terdapaat tiaminase yang menghambat kerja vitamin B 6.
Di samping itu kebutuhan vitamin juga dapat naik lantaran kandungan zat-zat tertentu
dalam pakan tinggi. Misalnya pada pakan dengan protein tinggi maka kebutuhan
vitamin B6 meningkat. Bila banyak karbohidrat sebagai pemasok energi dalam
raansum maka kebutuhan vitamin B1 juga naaik. Zat-zat bacterio static dan
antibiotika yang diberikan terus-menerus lewat oral juga akan meninggikan
kebutuhan vitamin B dan K. Juga pada ikan yang sedang stress atau terkena
penyakit, kebutuhan vitamin akan naik.
Vitamin diberikan nama abjad sesuai dengan penemuannya. Vitamin diberi
nama ketika berhasil diisolasi secara terpisah dan struktur kimianya diidentifikasi.
Sembilan senyawa atau golongan senyawa yang berhubungan erat dianggap sebagai
vitamin untuk nutrisi hewan.
Walaupun struktur kimia daan fungsi biokimia sangat heterogen, vitamin
secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua golongan, golongan pertama yaitu
vitamin yang larut dalam lemak ataau diserap dengan lemak yang terdiri dari vitamin
A, D, E dan K. Golongan kedua adalah vitamin yang larut dalam air ataau diserap
dengan air, yang terdiri dari vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B5 (asam
pantotenat), B6 (piridoksin), B12 (kobalamin), niasin (asam nikotinat), asam folat
(asam pteroilglutamat) dan C.

Vitamin Larut Air


Vitamin ini biasanya berhubungan dengan bagian cairan tubuh. Vitamin-
vitamin yang larut dalam air berfungsi sebagai enzim dalam berbagai reaksi metabolis
tertentu. Sifat-sifat umum vitamin ini adalah : molekul tidak hanya tersusun atas
unsur C, H dan O, molekul polar sehingga larut dalam air, tidak mempunyai
provitamin, terdapat disemua jaringan, berfungsi sebagai prekursor enzim-enzim,
tidak disimpan secara khusus dalam tubuh. Vitamin ini akan diekskresikan dalam
urin bila kadar serumnya melebihi saturasi jaringan (yang selanjutnya mencerminkan
pengikatan kofaktor vitamin ke enzim dan protein transport). Vitamin ini relatif lebih
stabil, tetapi dalam kondisi temperatur tinggi menyebabkan tidak stabil. Karena
vitamin yang laarut dalam air yang diambil berlebihan biasanya diekskresi, vitamin
yaang larut dalam air biasanya tidak toksik. Semua vitamin yang larut dalam air,
kecuali kobalamin (vitamin B12) dapat disintesis oleh tumbuh-tumbuhan dan oleh
karena itu terdapat pada kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran berdaun hijau dan ragi.

7.4.2.1. Vitamin B1 (Tiamin)


Penemu tiamin adalah Eijman (1897) dan Jansen dan Donath (1926) yang
berhasil mengisolasi kristal yang kemudian tiamin dari beras. Vitamin B1 terdiri dari
satu substitusi pirimidin yang terikat melalui ikatan metilen pada satu substitusi
tiasol. Sifat umum vitamin B1 adalah stabil dalam pH sedikit asam, rusak dalam pH
alkalis, rusak dalam larutan mineral, larut dalam air dan alkohol 70 persen dan rusak
oleh panas. Bentuk sintesis biasanya dalam bentuk garam misalnya thiamine
hydrochlorida atau thiamine mononitrate. Dalam bentuk garam akan lebih stabil dari
pada bentuk vitamin bebas.
Tiamin banyak terdapat dalam daging, bagian luar biji-bijian (oleh karena itu
beras merah mempunyai nilai gizi tiamin lebih baik daripada beras putih), kacang-
kacangan dan hasil ikutannya, bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, tepung
alfalfa dan ragi. Pada ikan mentah terdapat kandungan tiaminase yang dapat
memecah tiamin menjadi dua gugus pirimidin dan pikolin sehingga tiamin menjadi
inaktif.
Dalam saluran pencernaan, tiamin segera mengalami proses enzimatis
menjadi Thiamine Pyrophosphate (TPP). Gugus pyrophosphate ini berasal dari dua
terminal phosphate ATP. Zat anti vitamin B1 adalah piritiamin yang menghambat
pembentukan TPP dan oksitiamin yang menyebabkan reaksi TPP tidak terjadi.
Bentuk inaktif daeri tiamin adalah tiokrom.
Tiamin berperanan luas sebagai koenzim TPP dalam reaksi dekarboksilasi.
Pada dasarnya reaksi metabolisme yang memerlukan TPP dapat dibagi menjadi tiga
kelompok reaksi, yaitu pertama adalah nonoxidative decarboxylase yaitu reaksi yang
terjadi padaa mikroorganisme, kedua adalah oxydative decarboxylase yang dapat
dibagi menjadi dua kelompok reaksi , yaitu enzim TPP merupakan bagian integral
dari reaksi enzim multikompleks yaitu pyruvate dehydrogenase complex dan α -
ketoglutarate dehydrogenase complex, dan yang ketiga adalah reaksi transketolase
yaitu reaksi transfer dari gugus ketol pada donor kepada aakseptor. Reaksi ini terjadi
pada hexose monophosphate sgunt. Tergabung dengan ATP, tiamin membentuk
kokarboksilase yang merupakan koenzim untuk dekarboksilasi asam piruvat serta
asam-asam keton yang lain.
Sumber tiamin yang penting adalah kacang-kacangan daan hasil ikutannya,
bungkil kedelai, bungkil kacang tanah dan tepung alfalfa. Secara lengkap sumber
tiamin dapat dikemukakan pada Tabel 7.19.
Tabel 7.19. Sumber tiamin
No Sumber Kadar (µ g/mg)
1. Tepung alfalfa 3,9
2. Biji gandum 3,4
3. Hati ikan 2,0
4. Bungkil kelapa 0,8
5. Jagung 3,0
6. Bungkil biji kapuk 6,4
7. Bungkil kacang tanah 12,0
8. Beras 22,5
9. Bungkil kedelai 4,0
10. Bungkil biji bunga matahari 20,0

Defisiensi tiamin akan menyebabkan reaksi-reaksi metabolisme terutama


metabolisme piruvat terganggu yang menyebabkan sumber energi pada sel terhambat.
Apabila sel tubuh ikan kekurangan energi akan menyebabkan gangguan syaraf dan
pelebaran otot-otot jantung yang sensitif apabila kekurangan energi. Kurang
berfungsinya otot jantung dapaat menyebabkan menurunnya siklus Krebs dan diikuti
menurunnya ATP untuk kontraksi jantung, naiknya katekolamin (norepinefrin dan
epinefrin) dan asetilkolin yang bersifat kardiotoksik. Akumulasi asam piruvat dan
asam laktat di dalam darah dan jaringan oleh defisiensi tiamin menyebabkan
iritabilitas, hilangnya nafsu makan, fatique, degenerasi selaput myelin dari serabut
syaraf, melemahnya otot jantung dan gangguan-gangguan gastrointestinal,
polyneuritis gallinarum, anorexia, kehilangan bobot badan.
Defisiensi tiamin menyebabkan neurogical disorder seperti hiperiritabilitas
pada ikan salmon, channel catfish, japanese eel, dan japanese parrotfish. Tanda-tanda
defisinesi yang sama dengan derajad variasi kematian yang berbeda terjadi pada
common carp, red sea bream, tarbot dan yellowtail.
Aktivitas eritrosit transketolase sudah digunakan sebagai indikator spesifik
untuk status tiamin pada ikan turbot. Aktivitas ginjal dan hati transketolase pada
rainbow trout dan kandungan tiamin pada darah yellowtail juga menunjukkan
penurunan lebih cepat dibandingkan dengan datangnya tanda-tanda defisiensi
eksternal.
Tiamin ditambahkan pada pakan ikan dalam bentuk tiamin mononitrat yang
mengandung 91.9% tiamin. Tiamin mononitrat stabil dalam campuran mineral yang
tidak mengandung mineral jarang dan cholin clorida. Kebutuhan ikan akan tiamin
dapat dilihat pada Tabel 7.20.
Tabel 7.20. Kebutuhan tiamin pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Rainbow trout 1 – 10
2. Channel catfish 1
3. Pacific salmon 10 – 15
4. Common carp 0.5
5. Yellowtail 11.2

7.4.2.2. Vitamin B2 (Riboflavin)


Penemu vitamin B2 adalah Emmet dari Detroit pada tahun 1927. Vitamin B2
terdiri dari struktur heterosiklik yang terikat dengan ribitol. Riboflavin membentuk
suatu gugus protetik untuk enzim flavoprotein yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
dalam metabolisme seluler yang normal. Struktur cincin berkonyugasi, karena itu
riboflavin merupakan pigmen yang berwarna dan berfluoresensi. Riboflavin relatif
tahan terhadap panas tetapi sensitif terhadap penguraian yang irreversibel pada
penyinaran dengan cahaaya yang dapat dilihat.
Mikroorganisme usus dapat mensintesa riboflavin dalam jumlah cukup, pada
kebanyakan hewan. Seperti juga tiamin, maka ribovlafin di dalaam usus segera
diubah ke daalam bentuk koenzimnya, dan setelah itu baru dapat berfungsi dalam
proses metabolisme. Ada dua koenzim dari ribovlafin, yaitu Flavin Mono Nucleotide
(FMN) dan Flavin Adenine Dinucleotide (FAD). FAD merupakan reaksi FMN
dengan nukleotide AMP melalui ujung fosfatnya. Enzim flavin berisi baik FMN
maupun FAD. Ribovlavin harus mengalami fosforilase dahulus sebelum dapat
diserap. Setelah diserap dalam bentuk FMN dan FAD terus didistribusikan ke dalam
sel-sel. Zat metabolit dari hasil metabolisme riboflavin adalah riboflavin, FMN,
uroflavin, daan lumikrom. Zat-zat tersebut dikeluarkaan daalam urin daan keringat.
Jadi relatif riboflavin tidaak disimpan dalam jaaringan.
Fungsi utama riboflavin adalah untuk proses oksidasi-reduksi dalam jaringan.
Beberapa contoh keterlibatan riboflavin antara lain pada oksidasi asam amino (L atau
D asam amino-oksidase). Reaksi ini disebut juga O2-linked. Contoh lain adalah
reaksi dehidrolipoate dehidrogenase. Enzim flavin ini ikut berperan dalaam reaksi
dehidrogenase dimana NAD dan NADP sebagai akseptor atom H, jadi bukan atom
O2. Contoh lainnya lagi adalah enzim flavin. Enzim ini berperan dalaam transport
elektron, sebagai akseptor elektron adalah sitokrom. Sumber riboflavin yang penting
adalah susu, sayur-sayuraan, yeast, daging dan kacang-kacangan. Sumber riboflavin
dan kandungannya dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 7.21
Tabel 7.21. Sumber riboflavin
No Sumber Kadar (µ g/mg)
1. Putih telur 0,30
2. Hati sapi 3,26
3. Daging sapi 0,20
4. Susu 0,17
5. Biji bunga matahari 0,23
6. Yeast 4,28
7. Beans 0,31
8. Daging ikan 0,20

Riboflaavin sangat berperan untuk fungsi normalnya jaringan-jaringan yang


berasal dari ektoderm seperti kulit, mata dan syaraf. Riboflavin juga mencegah
senilyti. Tanda-tanda defisiensi riboflavin mencakup luka pada kulit, muntah, diare
dan gangguan mata. Kebutuhan ikan akan riboflavin dapat dilihat pada Tabel 7.22.
Tabel 7.22. Kebutuhan riboflavin pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg/kg)


1. Rainbow trout 5 – 15
2. Channel catfish 9
3. Pacific salmon 20 – 25
4. Common carp 4–7
5. Yellowtail 11
6. Blue tilapia 6

Tanda-tanda umum defisiensi riboflavin pada ikan adalah anoreksia dan


rendahnya pertumbuhan, disamping juga fotopobia, katarak, kekosongan kornea, dan
hemoragi. Pada ikan chinook salmon dan rainbow trout, defisiensi riboflavin
menyebabkan kekurangan koordinasi berenang dan pewarnaan kulit gelap. Luka
pada mata, pewarnaan kulit gelap dan diikuti oleh tingkat kematian yang tinggi
dilaporkan pada defisiensi riboflavin di ikan yellowtail fingerlings. Pada ikan
common carp, dan japanese eel, defisinesi riboflavin menyebabkan hemoragi pada
beberapa bagian tubuh, nervous, dan fotopobia tetapi tidak terdapat perkembangna
katarak. Channel catfish mengalami monolateral dan bilateral katarak apabial
defisien riboflavin.
Aktivitas D-asam amino oksidase menjadi indikator yang lebih sensitif pada
status riboflavin pad ikan rainbow trout. Sementara itu kebutuhan riboflavin untuk
pertumbuhan dilaporkan tidak dipengaruhi oleh temperatur atau perbedaan genetik.
Hal ini mungkin merupakan salah satu alasan mengapa nilai kebutuhan riboflavin
hampir baik bahkan diantara spesies yang berbeda.

7.4.2.3. Vitamin B5 (Asam pantotenat)


Penemu asam pantotenat aadaalah R.J. William dari USA pada tahun 1933.
Asam pantotenat adalah suatu amida dari asam pantoat dan β alanin. Asam
pantotenat merupakan bagian dari koenzim A, yang berperan dalam transfer gugus
asetil. Hal ini terjadi dalam asetilasi kolin hingga terbentuk asetilkolin, serta dalam
asetilasi dari piruvat dekarboksilat untuk membentuk asetilkolin A dalam siklus
Krebs. Koenzim A juga berperan dalam degradasi asam-asam lemak menjadi asetil
CoA. Koenzim A aadaalaah gabungan aantaara mercapto ethyl amine dengaan
phosphopantothenoic acid dan adenosin-31-51 diphosphat (pada NADP, posisi
adenosin diphosphat pada 2151). Bagian ujung dari mercapto ethyl amine terdapat
gugus SH aatau sulphydryl yaang merupakan baagian yang penting atau bagian yaang
aktif dari koenzim A. Oleh karena itu cara menulis koenzim A adalah CoA-SH. Ciri
dari asam paantotenat adalah saangat tidak stabil dan berwarna kuning pucat.
Asam pantotenat mudah diabsorpsi usus dan kemudian mengalami fosforilasi
oleh ATP untuk membentuk asam 4-fosfopantotenat. Fosforilasi akhir terjadi dengan
ATP yang menambah fosfat pada gugus 3'-hidroksil bagian ribosa untuk membentuk
koenzim A (CoA-SH). CoA-SH bertugas sebagai pembawa gugus acyl aatau disebut
acyl carrier protein atau ACP. Selain itu juga berfungsi untuk sintesis asam lemak.
Sumber asam pantotenat adalah biji-bijian, yeast, hati dan telur. Asam
pantotenat ditambahkan pada pakan ikan sebagai kalsium-d-pantotenat lainnya
(aktivitas 92%) atau kalsium DL-pantotenat (aktivitas 46%) sebagai campuran
multivitamin premiks. Kebutuhan ikan akan asam pantotenat dapat dilihat pada
Tabel 7.23.
Tabel 7.23. Kebutuhan pantotenat pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Rainbow trout 10 – 20
2. Channel catfish 10 – 15
3. Pacific salmon 40 – 50
4. Common carp 30 – 50
Yellowtail 35.9
Blue tilapia 10

Defisiensi asam pantotenat berkaitan dengan gejala dermatitis, terhambatnya


pertumbuhan, memutihnya rambut, serta "lesion" pada berbagai organ, degenerasi
testis, ulcus duodenum, abnormal fetus yang kesemuanya disebabkan oleh oksidasi
lemak dan karbohidrat yang tidak berjalan sempurna.
Defisiensi asam pantotenat mengganggu metabolisme mitokondria kaya akan
sel yang mengalami mitosis secara cepat dan mengeluarkan energi tinggi. Sehingga
tanda defisinesi nampak dalam 10 – 14hari di pertumbuhan cepat ikan seperti
fingerling yellowtail. Hiperplasia pada insang lamellar dan clubbed gill merupakan
ciri kahs dari defisiensi asam pantotenat pada kebanyakan ikan. Defisiensi asam
pantotenat menyebabkan anoreksia, convulsion, dan penghentian pertumbuhan serta
diikuti dengan kematian yang tinggi pada ikan japanese parrotfish dan red sea bream.
Defisiensi ini juga menyebabkan pertumbuhan lambat, anoreksia, letargy, dan anemia
pada ikan common carp. Pertumbuhan lambat, hemoragi, luka pada kulit dan
berenang abnormal dijumpai pada ikan japanese eel yang defisien asam pantotenat.

7.4.2.4. Vitamin B6 (Piridoksin)


Penemu piridoksin adalah Szent-Gyorgy pada tahun 1934. Vitamin B6 terdiri
dari tiga derivat piridin alam yang berhubungan erat, yaitu : piridoksin, piridoksal dan
piridoksamin. Perbedaan dari ketiga zat tersebut adalaah paada rantai C nomor 4.
Rantai basis dari zat-zat tersebut adalah piridin. Ketiganya sama aktif sebagai pra zat
koenzim piridoksal fosfat. Piridoksin berperan penting dalam metabolisme protein
dimana pyridoxial fosfat merupakan suatu konensium untuk berbagai reaksi kimia
yang berkaitan dengan metabolisme protein dan asam amino, seperti transaminasi dan
dekarboksilasi. Bentuk piridoksal dan piridoksamin biasanyaa terdapat dalam
produk-produk hewani, sedangkan piridoksin terdapat dalam produk-produk
tanaman. Piridonsin lebih bersifat stabil pada panas daripada lainnya dan mudah
rusak dalam laarutan dan sinar.
Piridoksin disintesa oleh mikroorganisme usus. Piridoksin dan analog-
anaalognya mudah diserap usus. Piridoksin setelah diserap usus segera diubah
menjadi piridoksal dan piridoksamin dalam tubuh dan dalam bentuk koenzim setelah
berikatan dengan PO4, yaitu piridoksal fosfat daan piridoksamin fosfat. Dalam
sitoplasma sel, ketiganya menjadi substrat untuk enzim piridoksal kinase, yang
menggunakan ATP untuk melakukan fosforilasi ketiga derivat masing-masing
menjadi ester fosfat. Hanya piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang aktif
sebagai koenzim dalam reaksi transaminasi dan dekarboksilasi. Selain itu juga
terlibat pada reaksi dehidrasi, desulfururasi, raseminasi, Cleavage, kondenssi,
aaldolase dan reaksi-reaksi lain (dikenal 50 macam reaksi yang memerlukan B6PO4).
Sumber vitamin B6 adalah daging, hati dan tanaman berdaun hijau. Piridoksin
ditambahkan pada pakan ikan sebagai piridoksin hidroclorida dalam bentuk kering
sebagai bagian dari multivitamin premiks. Kebutuhan ikan akan piridoksin dapat
dilihat pada Tabel 7.24.
Tabel 7.24. Kebutuhan piridoksin pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Atlantic salmon 5
2. Pasific salmon 10 – 20
3. Rainbow trout 1 – 10
4. Channel catfish 3
5. Common carp 5–6
6. Yellowtail 11.7

Piridoksal fosfat banyak terlibat dalam reaksi enzimatik asam amino seperti
transaminasi, dekarboksilasi dan dehidrasi. Piridoksal fosfat juga berfungsi dalam
biosintesis porpirin dan katabilisme glikogen. Fungsi lain piridoksal fosfat adalah
terlibat dalam sintesis neurotransmiters-5-hydroxytryptamine dan serotonin dari
triptopan. Sebagai konsekwensinya, tanda defisiensi piridoksi meliputi nervous
disorder, ketidakteraturan berenang, hiperiritabilitas dan sawan pada ikan salmon,
glithead sea bream, channel catfish, common carp, yellowtail dan japanese eel.
Tanda-tanda defisiensi yang lain adalah anoreksia dan rendahnya
pertumbuhan biasanya menimpa ikan dalam 3 – 6 minggu setelah mendapat pakan
defisiensi piridoksin. Defisiensi piridoksin juga dilaporkan menyebabkan bermacam-
macam perubahan histopatologi pada hati dan ginjal ikan rainbow trout serta jaringan
pencernaan. Aktivitas enzim aminotransferase tertentu yang mengendung piridoksal
fosfat sebagai koenzim sudah digunakan sebagai indeks status piridoksin pada ikan.
Aktivitas serum atau tissue alanin dan atau aspartat aminotransferase sudah
digunakan untuk mengevaluasi status piridoksin pada ikan common carp, rainbow
trout, chinook salmon, turbot dan gilthead sea bream.

7.4.2.5. Vitamin B12 (Kobalamin)


Vitamin B12 terdiri dari cincin korin yang serupa dengan porfirin yang
mempunyai ion kobalt pada bagian tengahnya. Kobalamin adalah vitamin yang
mengandung kobalt yang berada dalam bentuk derivat "cyanide" yaitu
"cyanocobalamin". Kobalamin mempunyai gugus nukleotida yang disambung
dengan porfirin lewat gugus fosfat dan amino-propanol. Gugus cyanide dapat diganti
dengan gugus hidroksil (B12a) atau hidrokobalamin dan juga gugus nitrit (B12c) atau
nitrokobalamin. Sianokobalamin berbentuk kristal padat berwarna merah hitam dan
merupakan bentuk yang paling stabil, tetapi larut dalam air, tahan panas, mudah rusak
karena sinaar matahari, oksidasi dan proses reduksi.
Absorpsi vitamin B12 oleh usus diperantarai tempat-tempat reseptor dalam
ileum yang memerlukan kobalamin agar terikat oleh glikoprotein yang sangat spesifik
faktor intrinsik, yang disekresi oleh sel parietal mukosa lambung. Pada saat
kompleks kobalamin-faktor instrinsik melalui mukosa ileum, faktor instrinsik
dilepaskan dan vitamin dipindahkaan ke protein transport plasma yang berbentuk
transkobalamin II. Protein pengikat kobalamin lain seperti transkobalamin I, terdapat
dalam plasma dan hati dan yang terakhir merupakan bentuk cadangan kobalamin
yang efektif. Kobalamin disekresikan dalam empedu dan ikut serta dalam sirkulasi
enterohepatik. Setelah diabsorpsi, sianokobalamin mengalami modifikasi dan
terbentuk koenzim. Modifikasi ini terjadi dengan bergesernya gugus cyanide dan
diganti dengan 5 deoxyadenosyl dan hasilnyaa disebut adenosyl cobalamine. Sekain
itu juga daapat diganti oleh gugus metil dan hasilnya disebut metilkobalamin.
Vitamin B12 berfungsi dalam sintesa protein dan dalam metabolisme asam
nukleat serta senyawa-senyawa yang mengandung satu atom C. Peranan tersebut
dalam bentuk metil-malonil CoA isomerase. Enzim ini berperan dalaam mengubah
metil-malonil CoA menjadi suksinil CoA yang berfungsi dalam siklus Krebs.
Peranan lainnya adaalah sebagai enzim L-homosistein metilating. Enzim ini berisi
koenzim metil kobalamin yaang bersama-sama folacin mengubah L-homosistein
menjadi L-metionin. Donasi metil ini diberikan oleh 5-metil THF dengan harus
adanya vitaamin B12.
Vitamin B12 banyak terdapat pada produk-produk hewan dan dalam rumen
ruminansia serta jaringan organ. Vitamin B12 ditambahkan pada pakan ikan sebagai
bagian premiks multivitamin. Vitamin B12 dibutuhkan relatif sedikit oleh ikan.
Kebutuhan ikan akan kobalamin dapat dilihat pada Tabel 7.25.
Tabel 7.25. Kebutuhan kobalamin pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Pasific salmon 0.015 – 0.02
2. Rainbow trout Belum ditetapkan
3. Channel catfish Belum ditetapkan
4. Common carp Tidak ditetapkan
5. Yellowtail 0.053
6. Nile tilapia Tidak ditetapkan

Protein dalam pakan akan meningkatkan kebutuhan vitamin B12. Kebutuhan


vitamin B12 juga tergantung pada level kolin, metionin dan asam folat dalam pakan
dan akan berinterelasi dengan asam askorbaat dalam metabolisme tubuh. Substitusi
isokalori lemak dengan glukosa juga menekan vitamin B12 yang ditambahkan. Ini
mengindikasikan bahwa vitamin B12 penting pada metabolisme energi.
Vitamin B12 berperan penting dalam pembentukan darah merah. Defisiensi
kobalamin menyebabkan anemia karena sel-sel darah merah yang tidak dapat masak.
Defisiensi vitamin ini juga dapat menyebabkan demyelinasi serta degenerasi yang
irresersibel dari korde spinal, inkoordinasi anggota badan (posterior), pertumbuhan
lambat, mortalitas meningkat, vitabilitas menurun dan daya tetas telur menurun.
Salmon dan trout yang defisiensi kobalamin menunjukkan variabilitas dalam
jumlah eritrosit yang parah dan dalam nilai hemoglobin dengan tendensi untuk
mikrositis dan hipokromic anemia. Defisensi kobalamin pada channel catfish
ditunjukkan dengan turunnya pertumbuhan tetapi tidak ada tanda defisiensi klinis
lainnya.
Sintesis mikroflora intestinal nampaknya untuk mengamankan kebutuhan
kobalamin pada ikan nile tilapia, tetapi pada ikan channel catfish suplementasi zat
makanan kobalamin untuk mencegah anemia. Dilaporkan adanya hubungan dekat
antara jumlah kobalamin dengan jumlah bacteriodes tite A pada isi saluran
pencernaan pada bermacam-macam ikan yang diteliti. Laporan tersebut menjumpai
bahwa bakteri ini hadir dalam isi saluran pencernaan ikan yang tidak menerima
kobalamin dan absen pada ikan yang menerima kobalamin.

7.4.2.6. Biotin
Penemu biotin adalah Wildiers (1901). Biotin adalah derivat imidazol yang
banyak terdapat dalam bahan makanan alam. Biotin identik dengan apa yang
diperkenalkan sebagai protective factor X atau vitamin H. Vitamin H ini diisolasi
dari hati. Vitamin H ini juga disebut anti egg white injory factor. Biotin juga identik
dengan koenzim koenzim R, yang merupakan faktor pertumbuhan dan untuk respirasi
pada beberapa bkteri. Biotin berperan dalam sintesa oksaloasetat, dalam
pembentukan urea, asam-asam lemak dan purin. Dalam kenyataannya biotin
berperan sebagai gugus prostetik koenzim yang bergabung dengan CO 2 dengan
senyawa organik. Vitamin ini berwarna putih, stabil terhadap panas, mengandung
sulfur dan asam valerat, larut dalam air dan 95% etanol, mudah rusak oleh asam dan
basa kuat dan mengalami dekomposisi pada temperatur 230 - 232oC.
Biotin diabsorpsi di ileum. Bakteri usus mensintesa biotin, dan kuning telur
merupakan sumber biotin yang bagus. Putih telur mentah mengandung faktor
antibiotin (suatu protein yang disebut avidin) yang menyebabkan tidak aktifnya
vitamin itu karena mengikat biotin dengan kuat. Sehingga mencegah absorpsi dari
usus daan menyebabkan defisiensi biotin.
Dalam metabolisme, biotin berperan sebagai fiksasi CO2 yang selanjutnya
ditransfer substrat yang lain. Karboksibiotin adalah biotin yang berikatan dengan
CO2 di mana gugus karboksil bertaut pada gugus N biotin. Pembentukan
karboksibiotin memerlukan ATP. Reaksi penerimaan CO2 dan pemberian CO2
bersifat bolak-balik atau reversibel.
Sumber biotin adalah hati, yeast, kacang tanah, telur, tanaman berdaun hijau,
jagung, gandum, biji-bijian laainnya dan ikan. Biotin biasanya ditambahkan pada
pakan ikan sebagai D-biotin dalam campuran premiks multivitamin. Kebutuhan ikan
akan biotin dapat dilihat pada Tabel 7.26.
Tabel 7.26. Kebutuhan biotin pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Pasific salmon 1 – 1.5
2. Rainbow trout 0.05 – 0.25
3. Channel catfish Belum ditetapkan
4. Common carp 1
5. Yellowtail 0.67
7. Lake trout 0.5 – 1

7.4.2.7. Niacin (asam nikotinat)


Penemu niacin adalah Huber pada tahun 1867. Niasin adalah suatu derivat
piridin yang merupakan komponen tidak toksik dari nikotin. Niasin merupakan
bagian dari NAD (nicotinamide adenine dinucleotide), juga dikenal dengan nama
koenzim I. Niacin juga merupakan bagian dari molekul NADP, yang juga dikenal
dengan nama koenzim II. Koenzim berperan dalam respirasi seluler, bersama-sama
dengan flavoprotein. Niacin juga berperan dalam metabolisme serta absorpsi
karbohidrat. Triptofan digunakan untuk sintesa niacin baik oleh mamalia maupun
mikroorganisme. Niacin bersifat larut dalam aair, stabil pada proses pemanasan
maupun oksidasi dan dalam suasana asam maupun basa.
Asam nikotinat diabsorpsi dalam usus sebagai nikotinat tetapi tidak diekskresi
dalam bentuk tidak berubah dalam urin. Bagian terbesar niasin diekskresi sebagai
derivat N-metil yaitu N-metilnikotinamida. Niacin dalam tubuh merupakan bagian
dari koenzim yang berfungsi dalam oksidasi jaringan aatau tranportasi hidrogen.
Koenzim tersebut adalah NAD (Nicotinamide Adenine Dinicleotide) dan NADP
(Nicotinamide Adenine Dinicleotide Phosphat). NAD adalah koenzim yang pertama
kali ditemukan pada taahun 1935 oleh karena itu disebut koenzim I atau cozymase.
Istilah lain aadaalah DPN atau diphospho pyridine nucleotide yang terdiri atas
nikotinamid (piridin), dua gugus ribosa dan dua gugus fosfatdan aadenin (purin).
Nama lain dari NADP aadalah TPN (Triphospho Pyrimidine Nuckeotide) dan disebut
pula koenzim II. Bagian yang aktif bereaksi adalah nikotinamid, sdangkan bagian
yang laain berikatan dengan apoenzim. Koenzim ini berperan dalam proses oksidasi
reduksi. Dalam reaksi ini terjadi transfer proton (hidrogen) dan penerimaan elektron
posisi C4 pada nikotinamid. Jadai dalam proses reduksi.
Sumber niacin yang potensial adalah hati, jantung, ginjal, dari hewan mamalia
dan produk tumbuhan berupa dedak padi ataupun gandum, biji bunga matahari dan
kacang tanah, suplemen protein, moise, mollases, dan meal. Dengan kata lain sumber
utama niasin adalah makanan yang mengandung triptofan. Niasin ditambahkan pada
pakan ikan sebagai asam nikotinat atau niasinamida, keduanya mempunyai kemiripan
dalam aktivitas biaologi dan umumnya dmenjadi campuran premiks multivitamin.
Kebutuhan ikan atas niacin dapat dilihat pada Tabel 7.27.
Tabel 7.27. Kebutuhan niacin pada ikan
No Ikan Kebutuhan (mg)
1. Pasific salmon 150 – 200
2. Rainbow trout 1–5
3. Channel catfish 14
4. Common carp 128
Yellowtail 12

Dua fenomena yang menyebabkan variasi luas dalam memenuhi kebutuhan


niasin yang dalam kondisi ketidakpastian. Pertama adalaah asam nikotinat disintesis
dalam tubuh hewan dari triptofan, jaadi kebutuhan niacin tergantung padaa
kandungan triptofan dalam raansum. Kedua adalah banyak asam nikotinat dalam
banyak makanan terdapat dalam bentuk tidak tersedia (not available). Kebutuhan
niacin juga tergantung pada adanya anti asam nikotinat (seperti pada jagung).
Fenomena lain pada kebutuhan niacin adalah bervariasinya pakan yang
menyebabkan bervariasinya sintesis asam nikotinat oleh mikroflora gaastrointestinal.
Defisiensi niacin pada pakan utama berupa jagung terjadi karena kandungan
asam amino triptofan yang rendah, asam nikotinat dalam bentuk tidak tersedia (misal
dalam bentuk niacytin) dan kandungan asam amino yang kurang seimbang, diman
lebih banyak kandungan asam amino lain dibandingkan dengan kandungan triptofan
ataau kandungan asam amino leusin berlebihan.
Defisinesi niasin menyebabkan anoreksia, pertumbuhan lambat, konversi
pakan yang jelek, fotosensitivitas, luka intestinal, abdominal edema, kelemahan
muskular, kejang dan peningkatan kematian pada ikan trout dan salmon. Pada ikan
channel catfish dan common carp menunjukkan adanya luka pada sirip dan kulit,
mortalitas tinggi, hemoragi kulit, anemia dan cacat rahang ketika diberika pakan
defisien niasin sampai 2 – 6 minggu. Defisiensi niasi juga menyebabkan japanese ell
menderita hemoragi kulit, dermatitis, anemia, berenang abnormal, dan ataksia.
7.4.2.8. Asam folat (asam "pteroylglutamic")
Penemu asam folat adalah Parke-Davis pada taahun 1943. Asam folat terdiri
dari pteridin heterosiklik, asam paraaminobenzoat (PABA) dan asam glutamat.
Kristal asam folat berwarna kuning, sedikit larut daalaam air dan tidak stabil padaa
laarutan lemak. Vitamin ini daya kerjanya dihambat (antagonis) dengan 4-amino-
pteroylglutamic acid atau disebut aminopteri 4-NH2FH4 dan metohtrexate. Asam
folat termasuk dalam golongan zat yang disebut pterin. Asam folat terdiri atas tiga
gugus yaitu pterin, p-aamino benzoic acid (PABA) dan asam glutamat.
Asam folat nampaknya disintesa oleh mikroorganisme dalam usus. Asam
folat berperan dalam metabolisme nukleoprotein melalui sintesa purin dan timin.
Pada pertumbuhan, asam folat terdapat sebagai poliglutamat berkonjugasi dengan
ikatan gamma (yang tidak biasa) rantai polipeptida 7 asam glutamat. Dalam hati,
folat yang terutama adalah konjugat pentaglutamil. Rantai peptida glutamil dengan
hubungan gamma yang tidak biasa ini bersifat resisten terhadap hidrolisis oleh enzim
proteolitik biasa yang terdapaat dalam usus, yang spesifik folil poliglutamat-
hidrolase.
Sumber asam folat sudah tersedia dan terdistribusi di alam, pada hewan,
tumbuhan dan mikroorgaanisme. Sumber-sumber asam folat yang potensial adalah
daging, sayuran, terutama daun-daun hijau. Asam folat ditambahkan pada pakan ikan
sebagai campuran premiks multivitamin. Kebutuhan ikan atas biacin dapat dilihat
pada Tabel 7.28
Tabel 7.28. Kebutuhan asam folat pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Pasific salmon 40 – 50
2. Rainbow trout 10 – 20
3. Channel catfish 10
4. Common carp 30 – 50
5. Yellowtail 35.9
6. Nile tilapia 10
Defisiensi asam folat menunjukkan adanya anoreksia, penurunan
pertumbuhan, konversi pakan jelek, insang memucat, anosocitosis dan poikilositosis,
makrositik normocromic, serta megaloblastik anemia pada ikan trout dan salmon.
Eritrosit besar dengan bagian abnormal dan nukleus mengerut dan banyak
megaloblastik proeritrosit hadir dalam jaringan eritrosit anterior ginjal. Produksi
eritrosit menurun dengan semakin berlalunya waktu pada ikan yang defisien asam
folat. Defisiensi asam folat menyebabkan pertumbuahnlambat dan pewarnaan kulit
gelap pada japanese eel, penyumbatan sirip dan lapisan bronchial, pewarnaan kulit
gelap serta anemia pada ikan fingerling, penurunan pertumbuhan, anemia dan
peningkatan sensitivitas infeksi bakteri pada ikan channel catfish.

7.4.2.9. Vitamin C (Asam askorbat)


Vitamin C mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk oksidasi (bentuk dehydro)
dan bentuk reduksi. Kedua bentuk ini mempunyai aktivitas biologi. Dalam makanan
bentuk reduksi yang terbanyak. Bentuk dehydro dapat terus teroksidasi menjadi
diketogulonic acid yang inaktif. Keaadaan vitamin C inaktif ini sering terjadi pad
proses pemanasan. Dalam suasana asam vitamin ini lebih stabil daripada dalaam basa
yang menjadi inaktif. Formula vitamin C mirip dengan glukosa. Ikan dapat
mensintesis dari glukosa. Prekursor vitamin C dari glukosa adalah manosa, glukosa,
fruktosa, sukrosa dan gliserol. Vitamin C merupakan bentuk enolic dari 3 keto-1-
gulanofuranic lactone. Pada invitro mengalami oksidasi dengan katalisator beberapaa
kation kecuali Mg, ascorbic oksidase, methylene blue, ferron, selenium diaxide,
terramycine, streptomycin, iodine dan lain-lainnya. Proses oksidasi ini dihambat oleh
chelating compound seperti EDTA. Di samping bentuk dehydro, vitamin C
mempunyai 6 analog yaitu antara lain : 6 deoxy-L ascorbic, D-arabo ascorbic acid, 3
deoxy-L gulosaccaro ascorbic.
Vitamin C bukanlah merupakan bagian dari salah satu koenzim yang dikenal.
Sebaliknya asam askorbat berperan dalam sintesa kolagen, yang merupakan protein
struktural dari jaringan ikat. Struktur asam askorbat mirip dengan struktur
monosakarida tetapi mengandung gugus enediol dari mana pembuangan hidrogen
terjadi untuk menghasilkan dehidroaskorbat. Dehidroaskorbat dihasilkan secara
spontan dari vitamin C oleh oksidasi udara, tetapi kedua bentuk secara fisiologis aktif
dan ditemukan dalam cairan tubuh.
Vitamin C mudah diabsorpsi dalam usus, karena itu defisiensi nutrisi ini
diakibatkan oleh intake makanan yang tidak cukup. Cadangan normal vitamin C
dalam tubuh tidak dapat cepat habis. Absorpsi besi oleh usus secara nyata dipertinggi
bila terdapat bersama askorbat, dan mobilisasi besi dari jaringan penyimpan juga
ditingkatkan oleh vitamin C. Vitamin ini berperan dalam beberapa reaksi reduksi
oksidasi. Hidroksilasi prolin dalam kolagen memerlukan asam askorbat. Asam
askorbat dapat diubah dalam tubuh menjadi oksalat yang dikeluarkan lewat urin.
Tetapi hasil utama ekskresi asam askorbat adalah asam-asam askorbat sendiri dan
dehidroaskorbat. Asam askorbat mengasamkan urin. Kebutuhan vitamin A pada ikan
bervariasi. Kebutuhan ikan atas vitamin C dapat dilihat pada Tabel 7.29
Tabel 7.29. Kebutuhan vitamin C pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Pasific dan atlantic salmon 50
2. Rainbow trout 250 –500
3. Channel catfish 45 – 60
4. Common carp Belum ditetapkan
5. Yellowtail 122
6. Nile tilapia 50

Vitamin C berperan sebagai transport elektron (sistem redoks), enzim-enzim


yang berperan dalaam elektron transport aadaalaah ascorbic acid oksidase,
cytochrome oxidase, flavin transhydrogenase. Ada yang menyebutkan bahwa pada
jaringan hewan tidak terjadi proses oksidasi dengan vitamin C sebagai kaatalis
respiratori, karena pada hewan tidak ada enzim dehydro ascorbate reductase dan
ascorbate oxidase. Vitamin C juga berperan dalam metabolisme tirosin yaitu
berperan daalam enzim β -hydroxy phenyl pyruvic acid oxidase sebagai katalisator
perubahan p-OH phenylpyruvic menjadi homogentisic acid. Fungsi vitamin C
lainnya adaalah dalam formasi kolagen, yaitu dalam pembentuk OH prolin dan OH
lisin yang menyusun kolagen, mengaktifkan enzim arginase dan papain, menghambat
urease dan amilase, membantu dalam pembentukan jaringan ferritin, bersama-sama
asam folat berperan dalam proses pematangan RBC, meningkatkan peranan vitamin
B kompleks sehingga mempengaruhi jumlah mikroflora daalam usus halus, bersama-
sama dengan ATP daan MgCl2 merupakan ko faktor dalam menghambat adipose
tissue lipase dan memacu deaminasi hidrolitis dari peptida ataau protein dan
menyembuhkan ataau mencegah terjadinya common cold atau influenza.
Sumber-sumber vitamin C yang potensial adalah daging, sayuran, terutama
daun-daun hijau. Beberapa tanaman serta hewan termasuk ikan dapat mensintesa
vitamin C. Semua spesies ikan dapat mensintesis vitamin C (AsAc) di dalam ginjal.
Defisiensi vitamin C menyebabkan ketidakteraturan struktural (skilosis,
lordosis dan dukungan abnormal tulang rawan mata, insang dan sirip) dan hemoragi
internal biasanya gemuk oleh tanda non spesifik seperti anoreksia dan lethargy pada
ikan salmon dan trout. Opasiti kornea dan granulomatosis ginjal dihubungkan
dengan hipertirosinemia pada defisiensi vitamin C pada ikan turbot.

Vitamin Larut Lemak


Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yaitu A, D, E dan K, tampaknya
dibutuhkan oleh semua jenis ikan. Seperti dinyatakan dari namanya, vitamin yang
larut dalam lemak adalah molekul-molekul apolar hidrofobik, yang kesemuanya
merupakan derivat isopren. Sifat-sifat umum vitamin yang larut dalam lemak
adalah : hanya terdapat di sebagain jaringan, terdiri dari unsur C, H dan O,
mempunyai bentuk prekursor (provitamin), ikut menyusun struktur jaringan tubuh,
diserap bersama lemak, disimpan bersama lemak dalam tubuh, diekskresi melalui
feses dan kalau bercampur dengan vitamin B menjadi kurang stabil serta dipengaruhi
oleh cahaya dan oksidasi. Kecuali vitamin E yang mempunyai sifat broad spectrum,
lipid oxidant, maka vitamin-vitamin A, D dan K mempunyai sifat aktifitas individual.
Kelompok vitamin ini mudah ditimbun kecuali vitamin E.
Semuanya diperlakukan oleh sistem gastrointestinal dengan cara yang sama
seperti lemak makanan. Umumnya, vitamin yang larut dalam lemak memerlukan
absorpsi lemak normal untuk ikut diserap. Sekali diserap, vitamin yang larut dalam
lemak ditarnsport ke hati dalam chylomicron dan disimpan dalaam hati (vitamin A, D
dan K) ataupun dalam jaringan adiposa (vitamin E) dalam berbagai jangka waktu.
Vitamin-vitamin ini diangkut dalam darah oleh lipoprotein atau protein pengikat
spesifik, karena tidak langsung larut dalam air plasma, seperti halnya vitamin yaang
larut dalam air. Karena itu vitamin yang larut dalam lemak tidak diekskresikan
dalam urin tetapi lebih mungkin ditemukan dalam empedu dan dengan demikian
diekskresikan dalam feses. Karena mudah disimpan terutama A dan D maka dua
vitaamin ini relatif mudah mengalami toksisitas.

7.4.3.1. Vitamin A (antixeroptalmia)


Penemu vitamin A adalah Strepp pada taahun 1909. Vitamin A adalah nama
generik yang menunjukkan semua senyawa selain karotenoid yang memperlihatkan
aktivitas biologik retinol. Vitamin A adalah suatu alkohol biokimia, suatu retinol,
dan terdapat sebagai vitamin A1, di dalam hewan vertebrata tingkat tinggi dan ikan
dari air asin (laut), sedangkan vitamin A2 terutama terdapat pada ikan-ikan air tawar.
Pada produk hewan, vitamin A makanan terdapat sebagai asam lemak berantai
panjang atau ester retinol. Beberapa pigmen tanaman (karoten alfa, beta dan gama
serta kriptoxantin) merupakan prekursor bagi vitamin A. Prekursor tersebut berwarna
kuning, tetapi vitamin A karotenoid tidak berwarna, sehingga tidak ada korelasi yang
dapat dibuat antara warna kuning pada air susu maupun kream dengan kandungan
vitamin A yang sesungguhnya di dalam usus dan hati, dan vitamin A yang dihasilkan
itu disimpan baik di dalam hati maupun dalam retina. Tabel 7.30. berikut merupakan
sumber-sumber alam dari retinol dan provitamin A.
Setiap ikan perlu vitamin A. Sumber dari nabati tidak mempunyai vitamin A
tetapi mempunyai provitamin A (karoten). Karoten dapat menjadi aktif dalam tubuh
menjadi vitamin A. Vitamin ini dikenal sebagai rethinol. Vitamin A terdapat dalam
bentuk vitamin A asetat (retinil asetat), vitamin A alkohol (retinol), vitamin A aldehid
(retinal) dan vitamin A asam (asam retionil). Retinol yang diserap mengalami
reesterifikasi dengan asam lemak jenuh berantai panjang, diinkoporasi ke dalam
chylomicron pembuluh limfa dan kemudian memasuki aliran darah.

Tabel 7.30. Sumber alam retinol dan provitamin A


No. Sumber Kadar (IU/g)
1. Minyak hati ikan paus 400.000,00
2. Minyak hati ikan tuna 150.000,00
3. Minyak hati ikan hiu 150.000,00
4. Minyak tubuh ikan sarden 750,00
5. Mentega susu 35,00
6. Keju 14,00
7. Telur 10,00
8. Susu 1,50
9. Tepung daun alfalfa 530
10. Tepung daun dan batang alfalfa 330
11. Tepung daun dan batang alfalfa kering udara 150
12. Hijauan kering 150
13. Wortel 120
14. Jagung kuning 8

Struktur kimia vitamin adalah C20H29OH. Sifat vitamin A adalah tidak tahan
oksidasi, tidak tahan radiasi apalagi dalam suhu tinggi, dalam bentuk kristal berwarna
kuning pucat. Apabila vitamin A masuk ke dalam tubuh maka akan masuk jalur
metabolisme dan akan berperan dalam retina mata. Dalam retina tersebut terdapat
rhodopsin yang terdiri atas vitamin A dan opsin (protein). Ada empat macam opsin
dalam retinal (ada dua tipe sel), yaitu satu buah rod-rodopsin yang sensitif terhadap
sinar dengan intesitas rendah maksimum 498 nm (paling penting untuk hewan
malam)-scitopic vision dan tiga buah terdapat pada cones yang sensitif terhadap tiga
warna yaitu biru, hijau dan merah (trichromatic) yang merupakan warnaa cerah-
photopic vision. Sel cone ikan lebih dominan. Bila retina terkena sinar, rhodopsin
terurai menjadi trans retinal opsin. Oleh enzim isomerase, trans terinal dapat diubah
menjadi cis retinal. Dalam keadaaan gelap, cis retinal dan opsin dibentuk lagi
menjadi rhodopsin.
Vitamin A dalam usus akan mengalami hidrolisis retynil ester menjadi retinol
yang kemudian diserap dan terus menjalani reesterifikasi dalam sel usus. Setelah itu
bentuk ester vitamin A ini diserap melalui saluran limfa ataau aada yang langsunfg
diserap dan terus masuk dalam peredaran darah sebagai ester palmitat. Dalam darah,
vitamin A ditransportasi dalaam bentuk RBP (Retinal Binding Protein) yang
mempunyai berat molekul kurang lebih 20.000 dan mempunyai motilitas α 1 dalam
elektroporesis. RBP ini beredar dalaam darah sebagai prealbumin yang mirip dengan
thyroxine binding prealbumin.
Vitamin A bersifat esensial dalam pembentukan pigmen retinal yang
dibutuhkan bagi penglihatan. Di samping itu vitamin A juga penting untuk
pertumbuhan normal, terutama jaringan epitel dan tulang. Fungsi lain dari vitamin A
adalah memelihara organ pernafasan, pencernaan, urogenitalia, ginjal dan mata,
mencegah ataxia hebat pada ikan muda, pertumbuhan, memelihara membran mucus
yang normal, reproduksi, pertumbuhan matriks tulang yang baik dan tekanan
cerebrospiral yang normal.
Kebutuhan vitamin A pada ikan bervariasi. Vitamin A ditambahkan pada
pakan ikan sebagai asetat, palmitat atau propionat ester dalam bentuk campuran
premiks multivitamin. Kebutuhan ikan atas vitamin A dapat dilihat pada Tabel 7.31.
Tabel 7.31. Kebutuhan vitamin A pada ikan

No Ikan Kebutuhan (IU)


1. Pasific dan atlantic salmon Belum ditetapkan
2. Rainbow trout 2.500
3. Channel catfish 1.000 – 2.000
4. Common carp 4.000 – 20.000
5. Yellowtail 5.68
Kebutuhan vitamin A yang bervariasi tergantung pada kemungkinan
perbedaan genetik untuk memenuhi kebutuhan vitamin A, kemungkinan
bervariasinya dalam kapasitas pengambilan vitamin A, kemungkinan bervariasinya
suplemen vitamin A, hilangnya vitaamin A akibat oksidasi dan efek peroksidasi,
hilangnya vitamin A dalam saluran pencernaan oleh pro oksidan, coccidia, capilaria
daan bakteri, bervariasinya tingkat absorpsi vitamin A, kemungkinan rusaknya
vitamin A pada dinding usus oleh parasit usus, level protein atau lemak yang tidak
mencukupi untuk formasi optimum dari β -lipoprotein dan/atau RBP untuk transport
vitamin A dan peningkatan kebutuhan vitamin A karena penyakit atau stress lainnya.
Ikan air dingin dapat menggunakan β -caroten sebagai prekursor vitamin A.
Ikan channel catfish dapat menggunakan β -caroten sebagai sumber vitamin A hanya
jika konsentrasi zat makanan melebihi 2.000 IU/kg.
Defisiensi vitamin A menyebabkan penyakit buta malam (night blindness
nyctalopia), degenerasi epitel, kornifikasi yang berlebihan atas epitel squamous
berstrata, serta meningkatnya kepekaan terhadap infeksi karena fungsi yang abnormal
dari adrenal korteks, kurus, lemah, penurunan produksi, penurunan daya tetas,
peningkatan kematian embrio, xeropthalmia.
Defisensi vitamin A menyebabkan anemia, twisted gill opercula dan hemoragi
pada mata dan sirip pada ikan rainbow trout. Pada ikan brook trout menyebabkan
pertumbuhan rendah, mortalitas tinggi, dan luka mata seperti mata edematous, lensa
tidak pada tempatnya, dan degenerasi retina.

7.4.3.2. Vitamin D (anti rakhitis)


Penemu vitamin D adalah Sir Edward Melanby pada tahun 1919. Vitamin D
merupakan prohormon jenis sterol yang sah. Vitamin D adalah istilah umum untuk
derivat-derivat sterol yang larut dalam lemak dan aktif dalam mencegah rakhitis.
Sifat umum dari vitamin D adalah larut dalam lemak dan lebih tahan terhadap
oksidasi daripada vitamin A. Vitamin D terdiri dari vitamin D2 dan D3. Vitamin D2
(ergocalciferol) merupakan produk tanaman yang terbentuk melalui radiasi ultra
violet terhadap ergosterol. Ergosterol berubah bentuk menjadi lumisterol setelah
terjadi isomerasi pada karbon nomor 10. Lumisterol berubah menjadi tachysferol
setelah cincin β membuka. Tachisferol mengalami perpindahan ikatan rangkap dari
C5 = C10 menjadi C10 = C18 dan menjadi ergokalsiferol.
Senyawa kimia vitamin D2 adalah C28H43OH. Vitamin D3 (kolekalsiferol)
merupakan produk hewan dan di sintesa pada kulit melalui radiasi 7-
dehidrokolesterol oleh sinar ultraviolet. Karena penyinaran itu terjadi dari sinar
matahari terhadap kulit yang terbuka, oleh sebab itu vitamin D3 di sebut vitamin sinar
matahari. Vitamin D3 mempunyai senyawa kimia C27H45OH. Vitamin D3 dapat juga
diperoleh melalui makanan terutama dalam bentuk minyak hati ikan.
Vitamin D3 mempunyai tiga peran pokok, yaitu : meningkatkan absorpsi
kalsium di usus halus, memungkinkan resorpsi kalsium dari tulang, dan
meningkatkan ekskresi fosfat dari ginjal. Bersama-sama dengan hormon paratiroid,
hasil dari aktivitas vitamin D adalah berupa peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Vitamin D2 dan D3 makanan bercampur dengan misel usus dan diserap
melalui usus halus proksimal. Berikatan dengan globulin spesifik, vitamin ini
diangkut dalam darah ke hati. Sebelum vitamin D3 efektif, haruslah terlebih dahulu
diaktifkan. Sebagiannya diaktifkan di dalam hati, melalui konversinya menjadi 25-
hidroksikalsiferol (dengan hidroksilasi). Ini lalu diangkut ke ginjal, untuk
hidroksilasi berikutnya menjadi 1, 25-hidroksikalsiferol. Dalam bentuk inilah
vitamin ini sepenuhnya aktif. Di dalam darah, bentuk yang aktif tersebut bekerja
pada sel dari mukosa usus hingga terjadi sintesa suatu mRNA yang spesifik, mRNA
itu lalu menyebabkan diproduksinya protein pembawa kalsium dari usus. Oleh
karena itu vitamin D memudahkan absorpsi kalsium dan kemudian tentunya
memperlancar kalsifikasi tulang.
Kebutuhan vitamin D pada ikan bervariasi. Vitamin D ditambahkan pada
pakan ikan bersama vitamin A pada premiks multivitamin. Kebutuhan ikan atas
vitamin D dapat dilihat pada Tabel 7.32.
Tabel 7.32. Kebutuhan vitamin D pada ikan

No Ikan Kebutuhan (IU)


1. Pasific salmon Tidak ditetapkan
2. Rainbow trout 1.600 – 2.400
3. Channel catfish 500 – 1.000
4. Yellowtail Tidak ditetapkan

Kebutuhan vitamin D pada ikan tergantung pada sumber fosfor daalam pakan,
banyaknya daalam imbangan kaalsium dengan fosfor, dan besarnya kesempatan
hewan untuk terkena sinar matahari langsung. Kebutuahn vitamin D pada ikan
meningkat apabila pakan mempunyai kandungan fosfor availabel (tersedia) yang
rendah, seperti pada fosfor pitat atau bentuk fosfor lain yang rendah ketersediaannya.
Defisiensi vitamin D menyebabkan timbulnya rickets pada tulang karena
kekurangan kalsium. Keadaan ini dapat menimbulkan pembengkakan sendi. Seperti
halnya vitamin A, vitamin D diekskresikan dari tubuh secara amat perlahan, melalui
empedu, oleh karena itu apabila terlalu banyak dimakan dapat menimbulkan
keracunan. Kadar vitamin D yang tinggi di dalam darah mempengaruhi metabolisme
kalsium, hingga dapat terjadi problem neurologik, serta terjadinya deposisi kalsium
pada jaringan-jaringan lunak. Hal ini dapat terjadi apabila keadaan berlangsung lama.
Apabila defisiensi kronis akan terjadi distorsi kerangka.
Defisiensi vitamin D menyebabkan pertumbuhan rendah, menaikkan
kandungan lemak hati, mengganggu homeostasis kalsium yang dimanifestasikan oleh
tetanus pada otot skeletal putih dan perubahan ultrastruktural pada serat otot putih
epaxial musculature pada ikan rainbow trout. Pada ikan channel catfish yang diberi
pakan defisien vitamin D selama 16 minggu menyebabkan rendahnya pertumbuhan,
tingkat kalsium dan fosfor tubuh rendah dan rendahnya mineral tubuh total.
7.4.3.3. Vitamin E (tokoferol)
Penemu vitamin E adalah Evans dari USA padaa tahun 1936. Vitamin E
(tokoferol) adalah minyak yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya benih
gandum, beras dan biji kapas. Susunan kimia vitamin E terdiri dari nukleus chroman
dan rantai samping isoprenoid. Sifat umum vitamin E adalah tahan panas, mudah
dioksidasikan dan rusak apabila terdapat dalam lemak tengik. Terdapat tiga jenis
vitamin E, yaitu tokoferol. Perbedaanya terletak pada gugus R1, R2 dan R3. α -
tokoferol adaalah bentuk vitamin E yang paling aktif ataau paling efektif, sedang
efektivitasnya sebagai antioksidan berturut-turut dari γ , β dan α . Derivat yang
lain adalah delta, zeta, epsilon dan eta.
Absorpsi vitamin E dari usus dilakukan dengan adanyaa asam empedu.
Vitamin E tidak begitu dapat dipergunakan bila diberikan secara parental. Tubuh
mempunyai kemampuan luas untuk menimbun vitamin E, terutama daalam hati.
Keadaan ini dapaat dimanfaatkan apabila induk kaaya aakan vitaamin E maaka anak
yang dilahirkaan telah mempunyai cadangan vitamin E.
Vitamin E berperan sebagai kofaktor untuk sitokrom reduktase pada otot
rangka dan otot jantung. Vitamin E juga berfungsi sebagai anti oksidan, yaitu
mencegah oto oksidasi pada asam-asam lemak tak jenuh serta menghambat timbulnya
peroksidasi dari lipida pada membran sel. Selain itu juga berfungsi dalam reaksi
fosforilasi, metabolisme asam nukleat, sintesis asam askorbat dan sintesis ubiquinon,
reproduksi, mencegah encephalomalasia dan distorsi otot.
Vitamin E terdapat di alam yaitu pada lemak dan minyak hewan atau tanaman
terutama bagian kecambah gandum, telur, dan colustrum susu sapi. Kebutuhan
vitamin E pada ikan bervariasi. Vitamin E ditambahkan pada pakan ikan dalam
bentuk tepung kering pada DL-α -tocopheryl acetate. Kebutuhan ikan atas vitamin E
dapat dilihat pada Tabel 7.33.
Tabel 7.33. Kebutuhan vitamin E pada ikan

No Ikan Kebutuhan (IU)


1. Pasific salmon 30
2. Rainbow trout 30
3. Channel catfish 25 mg
4. Common carp 100 mg
5. Yellowtail 119 mg
6. Nile tilapia 50 – 100 mg

Selenium mengurangi kebutuhan vitamin E dengan tiga cara, yaitu : (1)


selenium diperlukan untuk fungsi normal pankreas dan dengan demikian pencernaan
dan penyerapan lemak, termasuk vitamin E, (2) Sebagai komponen glutation
peroksidase, selenium membantu menghancurkan peroksida dan oleh karena itu
mengurangi peroksidasi asam-asam lemak tidak jenuh membran lemak. Peroksidasi
yang berkurang ini banyak menurunkan kebutuhan akan vitamin E untuk
pemeliharaan integritas (keutuhan) membran) dan (3) dalam satu cara yang tidak
diketahui, selenium membantu retensi vitamin E dalam lipoprotein plasma darah.
Sebaliknya, vitamin E nampak mengurangi kebutuhan akan selenium, dengan
mencegah hilangnya selenium dari tubuh atau mempertahankannya daalam bentuk
aktif. Dengan mencegah otooksidasi lemak membran dari dalam, vitamin E
mengurangi jumlah glutation peroksidase yang dibutuhkan untuk merusak peroksida
yang dibentuk dalam sel.
Tanda defisiensi vitamin E serupa pada bermacam-macam ikan yaitu distropi
muscular meliputiatropi dan nekrosis serat otot putih, edema jantung, otot dan
jaringan lain, anemia dan gangguan eritropoiesis, depigmentasi dan lunturnya pigmen
dalam hati. Eritrosit fragility sudah digunakan sebagai indikator status vitamin E pada
beberapa hewan. Perokside hemolisis pada sel darah merah sudah digunakan untuk
menentukan defisiensi vitamin E pada rainbow trout, walaupun prosedur ini tidak
cukup sensitif untuk membantu dalam menentukan kebutuhan vitamin E pada
rainbow trout dan channel catfish. Pemberian konsentrasi vitamin E tinggi
menyebabkan kurangnya konsentrasi eritrosit pada darah trout.
7.4.3.4. Vitamin K
Penemu vitamin K adaalah Henry Dam dari Denmark pada tahun 1929.
Vitamin K disintesis oleh tanaman dan mikroorganisme. Dalam tanaman, sintesis
tersebut terjadi paada daun hijau dan proses tersebut terjadi dengan pertolongan sinar
matahari. Vitamin K adalah substitusi poliisoprenoid naftokuinon. Vitamin K
adalah vitamin untuk pembekuan darah. Vitamin K penting untuk pembentukan
protrombin (faktor II), serta tissue thromboplastin (faktor VII), plasma
thromboplastin (faktor IX) dan stuart factor (faktor XX) yang bersifat esensial untuk
pembekuan darah. Vitamin K penting untuk sintesa empat macam protein darah yang
ada hubungannya dengan pembekuan darah yaitu : prothrombin, plasma
thromboplastin, prokovertin dan faktor Stuart. Pada proses pembekuan darah fungsi
vitamin K adalah menstimulir proteombin menjadi thrombin. Langkah berikutnya
adalah thrombin menstimulir fibrinogen dalam plasma darah menjadi fibrin. Fibrin
inilah yang berperan dalam pembekuan darah.

Vitamin K terdiri dari vitamin K1 (filloquinon) yang berasal dari nabati.,


vitamin K2 (menaquinon) yang berasal dari hewani. Vitamin K3 (menadion) adalah
bentuk aktif vitamin K dalam tubuh. Vitamin K dalam bentuk "farnoquinon" dibuat
oleh mikroorganisme di dalam saluran cerna. Sifat dari vitamin K adalah sedikit larut
dalam air, tahan panas, tahan oksidasi dan tidak tahan radiasi matahari. Bentuk-
bentuk vitamin K dan sumber alamnya dapat dilihat pada Tabel 7.34.
Tabel 7.34. Bentuk dan sumber vitamin K

No. Bentuk Sumber


1. Filoquinon (Vitamin K1) Hijauan
2. Menaquinon-4 (Vitamin K2) Jaringan hewan
3. Menaquinon-6 (Vitamin K2) Tepung ikan yang sedang membusuk (jumlah
sedikit dari bakteri)
4. Menaquinon-7 (Vitamin K2) Tepung ikan yang sedang membusuk
terutama berasal dari bakteri baccillus brevis,
mycobacterium tuberculosis, baccilus subtilis
dan lactobacillus casei.
5. Menaquinon-8 (Vitamin K2) Bakteri saecina lutea, escherachia coli,
proteus vulgaris dan chromatium vinosum.
6. Menaquinon-9 (Vitamin K2) Bakteri pseudomas pyocyanea dan
corynebacterium tuberculosis.

Kebutuhan vitamin K pada ikan bervariasi. Vitamin K ditambahkan pada


pakan ikan sebagai garam menadion yaitu menadione sodium bisulfite (50% K3),
menadione sodium bisulfite complex (33% K3), atau menadione ditethylpyrimidinol
bisulfite (45.5% K3). Kebutuhan ikan atas vitamin K dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 7.35. Kebutuhan vitamin K pada ikan

No Ikan Kebutuhan (mg)


1. Pasific salmon Belum ditetapkan
2. Rainbow trout
3. Channel catfish Belum ditetapkan
4. Yellowtail Tidak ditetapkan

Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan timbulnya perdarahan karena darah


yang sulit membeku, anemia dan perkembangan tulang hipoplastis. Terdapat
keracunan potensial dari dosis tinggi vitamin K, khususnya menadion dapat
menyebabkan hemolisis dan memperberat hiperbilirubinemia.
Banyak hewan tidak membutuhkan vitamin K karena adanya sintesis bakterial
pada saluran pencernaan, tetapi pada ikan tidak terdapat sintesis bakteri. Defisiensi
vitamin K menyebabkan hemoragi pada ikan channel catfish. Penambahan dicumarol
sebah zat antagonis vitamin K tidak meningkatkan jumlah protrombin pada catfish.
Penambahan pivalyl, sebuah zat antagonis vitamin K yang lebih kuat 20 kali
dibanding dicumarol, menghambat koagulasi darah pada ikan channel catfish.
BAB VIII
PENGETAHUAN BAHAN MAKANAN IKAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami penggolongan
bahan makanan ikan dan antinutrisi yang terkandung dalam bahan makanan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :
1. Menjelaskan penggolongan bahan makanan ikan
2. Menjelaskan sumber-sumber energi, protein, vitamin dan mineral yang baik untuk
ikan
3. Menjelaskan pengertian anti nutrisi
4. Menjelaskan penggolongan anti nutrisi berdasarkan fisiologis, asal tanaman dan
efek metabolismenya.
5. Mengklasifikasi anti nutrisi pada ikan berdasarkan struktur kimia
6. Menjelaskan bagaimana menghilangkan efek dari anti nutrisi pada ikan

Penggolongan Bahan Makanan Ikan

Penggolongan bahan makanan ikan menurut National Research Council


(NRC) dibagi menjadi delapan golongan, yaitu:

Hijauan kering/dry forages/rouhages


Hijauan kering mempunyai kandungan energi yang rendah dan kandungan
serat kasar yang tinggi (umumnya diatas 18 persen) serta mempunyai kadar air
kurang lebih 10 persen. Contoh hijauan kering adalah : tanaman azolla yang sudah
kering dan dijadikan tepung. Kadar protein tepung azolla cukup tinggi 23%, tetapi
kandungan serat kasarnya juga tinggi 19% (Handajani, 2006). Pada ikan Nila Gift
tepung azolla ini dapat digunakan sebagai sumber protein menggantikan tepung
kedelai dalam taraf 15% dimana dapat menghasilkan pertumbuhan mutlak sebesar
0,81 gram, konversi pakan 3,14 dan daya cerna 67,88% (Handajani, 2006)

Hijauan segar (pasture)


Hijauan segar merupakan bahan bahan makanan yang langsung dicampurkan
dalam pakan ikan dalam bentuk segar. Umumnya kadar air hijauan segar sangat
tinggi sekitar 90 persen. Contoh yang dapat dikemukakan adalah rumput-rumputan,
kacang-kacangan (legume), dan daun turi (sesbania glandifora).

Silase
Silase adalah hijauan makanan yang diawetkan dengan cara tertentu (proses
ensilase). Hasilnya masih dalam keadaan segar dan masih mempunyai gizi yang
cukup tinggi. Proses ensilase adalah proses penguraian dan pembentukan zat-zat
makanan karena aktivitas sel-sel tanaman yang masih hidup. Proses ensilase dibagi
menjadi dua tahap, yaitu proses aerob dan an aerob. Proses aerob meliputi aktivitas
respirasi sel-sel tanaman yang memerlukan oksigen dan membentuk CO2, H2O dan
energi. Proses fermentasi an aerob terjadi karena aktivitas enzim dan bakteri. Pada
proses tersebut, karbohidrat akan dirombak menjadi alkohol, asam organik, asam
karbonat, air dan melepaskan panas. Bahan pengawet yang digunakan untuk proses
pembuatan silase ini adalah tetes, dedak, tepung jagung dan lain-lain yang berfungsi
mempercepat penurunan pH.

Sumber energi
Bahan makanan ikan sumber energi mempunyai kandungan protein kurang
dari 20 persen dan serat kasar kurang dari 18 persen. Contoh bahan makanan ikan
sumber energi adalah : biji-bijian dan butir-butiran, limbah penggilingan, buah-
buahan, akar-akaran dan umbi-umbian. Contoh-contoh biji-bijian dan butir-butiran
adalah jagung, sorghum, dan gandum . Contoh limbah penggilingan antara lain
adalah empok, dedak, dan menir. Contoh buah-buahan adalah pisang, apel dan lain-
lain. Contoh akar-akaran dan umbi-umbian adalah singkong, ketela rambat dan lain-
lain. Nilai energi bruto dari beberapa bahan makanan sumber energi dapat dilihat
pada Tabel 8.1. berikut ini.
Tabel 8.1. Nilai energi bruto dari beberapa bahan makanan sumber
energi

No. Bahan makanan Nilai energi bruto


(kkal)
1. Jagung 4430
2. Kacang kedelai 5520
3. Dedak gandum 4540
4. Glukosa 3750
5. Kasein 5860
6. Lemak 9350
7. Padi 3300
8. Gandum 3100
9. Sorghum 4400

Hasil penelitian Handajani, 2007 didapatkan bekatul yang terfermentasi


dengan Rhizophus oligosporus dapat digunakan sebagai substitusi tepung kedelai
dalam penyusunan formulasi pakan ikan. Pemberian bekatul fermentasi dapat
diberikan sehingga taraf 60% yang dapat menghasilkan pertumbuhan sesaat ikan Nila
sebesar 0,01705, konversi pakan 3,13 dan daya cerna 94,62%. Hasil ini sudah baik
dimana ikan Nila dapat mencerna pakan yang diberikan secara sempurna dan dapat
meningkatkan pertumbuhan ikan.

Sumber protein
Bahan makan sumber protein adalah bahan makanan yang kaya akan protein
dengan nilai protein diatas 20 persen. Bahan makanan ikan sumber protein yang
berasal dari hewan adalah tepung ikan, tepung daging, tepung darah, jerohan, dan
lain-lain. Bahan makanan ikan sumber protein yang berasal dari tumbuhan adalah
kacang-kacangan, bungkil-bungkilan dan lain-lain. Nilai protein dari beberapa bahan
makanan dapat dlihat pada Tabel 8.2.
Tabel 8.2. Nilai protein dari beberapa bahan makanan sumber protein
No. Bahan makanan Nilai protein (%)
1. Tepung ikan 50-55
2. Tepung udang 40
3. Tepung darah 75-80
4. Tepung daging 55
5. Skim milk 34-35
6. Butter milk 32
7. Daun petai cina 25-28
8. Daun singkong 20
9. Daun turi 23
10. Kacang kedelai 40
11. Kacang tanah 25
12. Kacang hijau 24
13. Bungkil kacang kedelai 44-48
14. Bungkil kacang tanah 25-35
15. Ampas tahu 43
16. Tepung hati 63

Sumber vitamin
Bahan makanan ikan sumber vitamin umumnya berasal dari tanaman, yaitu
biji-bijian, butir-butiran, buah-buahan, daun-daunan dan umbi-umbian dan sebagian
berasal dari hewan. Bahan makanan ikan sumber vitamin dapat dilihat pada Tabel
8.3.
Tabel 8.3. Nilai vitamin dari beberapa bahan makanan sumber vitamin
No. Bahan makanan Nilai vitamin (IU/gram)
Sumber vitamin A
1. Minyak hati ikan paus 400.000
2. Minyak hati akan tuna 150.000
3. Minyak hati ikan hiu 150.000
4. Minyak tubuh ikan sarden 750
5. Mentega susu 35
6. Keju 14
7. Telur 10
8. Susu 1,5
Sumber provitamin A
9. Tepung daun alfalfa 530
10. Tepung daun dan batang alfalfa 330
11. Tepung daun dan batang alfalfa kering udara 150
12. Hijauan kering 150
13. Wortel 120
14. Bayam 100
15. Jagung kuning 8
Sumber tiamin
16. Susu, ragi, hati, butir-butiran, kuning telur,
rumput kering dan ginjal
Sumber riboflavin
18. Susu, keju, telur, ikan, bungkil-bungkilan dan
ginjal
Sumber asam pantotenat
18. Hati, kuning telur, susu, bungkil kacang tanah,
jerami lafalfa, tetes, beras dan dedak gandum
Sumber asam nikotenat
19. Susu, daging, telur, ragi, bungkil-bungkilan
rumput kering dan butir-butiran
Sumber piridoksin (vitamin B6)
20. Ragi, hati, urat daging, kuning telur, susu dan
sayur-sayuran
Sumber biotin
21. Ragi, jerohan, molasses, susu dan butir-butiran
Sumber asam folat
22. Hijauan, jerohan, butiran, kacang kedelai dan
hasil ikutan hewan
Sumber vitamin B12
23. Susu, daging, tepung ikan, dan hasil ikutan hewan
Sumber kolin
24. Susu, daging, telur, ikan dan lemak.
Sumber vitamin D
25. Minyak hati ikan cod, minyak hati ikan tuna,
minyak ikan sarden, telur, dan susu.
Sumber vitamin E
26. Minyak tumbuh-tumbuhan, butir-butiran, telur,
colustrum susu sapi, minyak jagung, minyak biji
kapas.
Sumber vitamin K
28. Hijauan, jaringan hewn, tepung ikan yang sedang
membusuk,

Vitamin A berfungsi untuk stereoisomer dari retinol, memelihara mukosa


organ pernafasan, pencernaan, urogenitalia, ginjal dan mata, pertumbuhan,
reproduksi, pertumbuhan yang baik dari matriks tulang dan memelihara tekanan
cerebrospiral yang normal.
Defisiensi vitamin A menyebabkan kurus, lemah, pertumbuhan lambat,
kurangnya keseimbanganpenurunan produksi, peningkatan kematian embrio dan
xeropthalmia. Vitamin D berperan dalam metabolisme Ca dan P dan pembentukan
kerangka tulang. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan kerapuhan tulang dan
distorsi kerangka.
Vitamin E berfungsi untuk reproduksi, mencegah encephalomalasia, distropi
otot dan fungsi normal jaringan. Defisiensi vitamin E menyebabkan kematian
embrio, encephalomalasia dan distropi otot.
Kegunaan vitamin K adalah untuk mensintesa empat macam protein darah
yang ada hubungannya dengan pembekuan darah yaitu prothrombin, plasma
thromboplastin, prokovertin dan faktor stuart. Defisiensi vitamin K menyebabkan
waktu pembekuan darah lebih panjang dan anemia.
Defisensi tiamin menyebabkan polyneuritis gallinarum, anorexia dan
kehilangan bobot. Defisiensi riboflavin menyebabkan pertumbuhan lambat, kematian
embrio meningkat dan hati kasar dan berlemak. Defisiensi niasin menyebabkan kulit
kasar, diare defisiensi triptopan dalam tubuh. Defisiensi piridoksi menyebabkan
pertumbuhan lambat, kepekaan abnormal, produksi telur dan daya tetas menurun.
Kekurangan biotin menyebabkan peradangan kulit (dermatitis). Kekurang asam folat
menyebabkan gangguan pertumbuhan sel darah merah, daya tetas menurun dan
kematian embrio dalam telur. Kekurangan kolin menyebabkan lemak menumpuk di
hati.
Sumber mineral
Bahan makanan ikan sumber mineral terbesar berasal dari hewan, disamping
sebagian kecil dari tumbuh-tumbuhan. Contoh yang dapat dikemukakan adalah
tepung tulang, tepung kerang dan tepung ikan. Ternak membutuhkan mineral untuk
antara lain :
1. Perbaikan dan pertumbuhan jaringan: Ca dan P
2. Memelihara kondisi ionik dalam tubuh
3. Memelihara keseimbangan asam basa tubuh: Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, PO43- dan
SO43-
4. Memelihara tekanan osmotik cairan tubuh
5. Menjaga kepekaan syaraf dan otot: Na+, K+, Ca++, Mg++
6. Mengatur transport zat makanan dalam sel
7. Mengatur permeabilitas membran sel
8. Kofaktor enzim dan mengatur metabolisme

Feed additive
Feed additive adalah makanan tambahan yang berfungsi untuk
mengoptimalkan produksi ikan. Umumnya feed additive mempunyai efek sampingan
yang kurang baik bagi ikan. Oleh sebab itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan feed additive adalah spesifikasi tambahan yang dibutuhkan ikan,
digunakan secara bersama-sama atau sendiri, bentuk yang digunakan dan diberikan,
kapan waktu penghentian penggunaan dan berap biaya tambahan yang dikeluarkan.
Pengelompokan feed additive berdasarkan aktivitas dan cara kerjanya adalah :
1. Feed additive untuk meningkatkan seleksi dan konsumsi pakan yang dibagi
menjadi dua macam yaitu untuk perekat pellet (pellet binder) contohnya adalah
lignin sulfonat, sesulosa ester, natrium benfoat dan kondensasi urea
formaldehida. Sedangkan yang lainnya adalh untuk vlafouring agen (penambah
rasa dan warna pada pakan) yang contohnya adalah pemanis, garam dan
pewarna.
2. Feed additive untuk membantu proses pencernaan dan absorbsi zat makanan.
Contohnya antara lain antibiotika, enzim, dan senyawa arsen. Antibiotika untuk
membantu pertumbuhan mikro organisme yang mensintesa zat-zat makanan dan
menghalangi tumbuhnya mikro organisme yang patogen, disamping juga dapat
membunuh mikro organisme yang berbahaya di saluran pencernaan sehingga
meruntuhkan mikro organisme dan keraknya yang menempel di dinding usus
sehingga dinding usus menjadi lebih tipis sehingga penyerapan zat-zat makanan
meningkat. Fungsi enzim adalah untuk mempercepat proses pencernaan zat
makanan dalam saluran pencernaan. Sedangkan fungsi senyawa arsen adalah
untuk menghambat pertumbuhan mikro flora intestinal yang menghambat proses
pencernaan zat-zat makanan.
3. Feed additive untuk membantu proses metabolisme. Sebagai contoh adalah
hormon dan zat penenang. Hormon digunakan lewat suntikan atau ditambahkan
dalam pakan. Hormon yang umum digunakan adalah estrogen, stibustrol dan
dietil stibustrol. Zat penenang bekerja dengan menekan syaraf pusat sehingga
pergerakan ikan menjadi lebih lamabt. Contoh zat penenang antara lain adalah
aspirin, resperpin dan hidroksinin.
4. Feed additive untuk pencegahan penyakit dan kesehatan ternak. Contohnya
adalah bahan pengawet dan anti oksidan. Fungsi bahan pengawet adalah untuk
meningkatkan daya simpan pakan, memperbaiki daya cerna pakan, menghambat
aktivitas mikro organisme yang dapat merusak pakan dan meningkatakan
konversi pakan. Contoh bahan pengawet adalah asam propionat dan natrium
benzoat. Anti oksidan berfungsi untuk menghindari oksidasi. Contoh anti
oksidan adalah butylated hidroksi toluena, butylated hidroksi anisol, non dihidro
gualaretic, vitamin E, antibiotika, preparat sulfa dan senyawa halquinol.
5. Feed additive untuk memperbaiki kualitas produksi. Contohnya antara lain
adalah hormon, enzim dan premiks.
Anti nutrisi pada bahan makanan ikan

Pengertian anti nutrisi


Anti nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan,
perkembangan, kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain
(allelochemic). Terdapatnya anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena
faktor dalam (intrinsic factor) yaitu suatu keadan dimana tanaman tersebut secara
genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ
tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin dan lain-lain
adalah beberapa contohnya. Faktor lain adalah faktor luar (environment factor),
yaitu keaadaan dimana secara genetik tanaman tidak mengandung unsur anti nutrisi
tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak, zat yang tidak
diinginkan mungkin masuk dalam organ tubuhnya. Contohnya adalah terdapatnya
Se berlebihan pada tanaman yang mampu mengakumulasi Se dalam bentuk
proteinnya misalnya pada Astragalus sp. Juga unsur radioaktif yang masuk dalam
rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya.

Anti nutrisi umumnya sebagian besar diperoleh dari hasil metabolisme


sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat
molekulnya, yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh : pigmen pirol,
antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-asam
hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder
lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi, yaitu : selulosa, hemiselulosa, pektin,
gum, resin, karet, tanin dan lignin.

Tananam yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya


dengan cara pencucian air hujan (daun, kulit), penguapan dari daun (kamfer), ekskresi
eksudat pada akar (alang-alang) dan dekomposisi bagian tanaman itu sendiri (jatuh ke
tanah dan membusuk. Daur metabolit sekunder dapat dilihat pada Gambar 8.1.
Glukosa

Jalur glikolisis

Asam sikimat Phosphat enol piruvat

Asam piruvat

Asam amino aromatik asetil KoA Malonil KoA

Asam amino alifatik

Melanoat Fenol

Alkaloid

Terpen/Isopren

Sinamat Flavonoid

Gambar 8.1. Daur metabolisme sekunder tanaman

Umumnya terjadinya anti nutrisi berasal dari jalur metabolis glukosa maupun
asam amino. Glukosa umumnya melewati jalur glikolisis dan/atau siklus Krebs
kemudian menyimpang pada sistem metabolisme sekunder. Asam amino umunya
melewati jalur deaminasi dan/atau siklus Krebs dan kemudian menyimpang melalui
metabolisme sekunder. Secara lebih rinci daur metabolisme glukosa dan asam amino
yang menuju metabolisme sekunder dapat dilihat pada Gambar 8.2.
CO2

Fotosintesis

(CH2O)n
Protein (CH2O)n-P gula, polisakarida
Asam nukleat pati, selulosa,
hemiselulosa

Asam amino Phospho phenol Piruvat

Alkaloid Piruvat Asam sikimat

Siklus Krebs Asetil KoA Asam amino aromatik

Mevalonat Fenilalanin Tiroksin

Malonil KoA Terpenoid Asam sinamat Asam


kafeat

Phenol Steroid

Astogenin P. Coumaryl alkohol P. Caomaric acids


Coniferil alkohol Ferulic acids
Sinapyl alkohol Sinapic acid

Lignan lignin Coumarin


Isoflavon
Flavonoid

Gambar 8.2. Daur glukosa dan asam amino menuju metabolisme


sekunder

Tabel 8.4. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan famili tanaman

No. Famili tanaman

1. Apoecynaceae
2. Amaryldaceae
3. Barberidaceae
4. Caricaceae
5. Crassulaceae
6. Caryophyllaceae
8. Dioscoriaceae
8. Erythroxylaceae
9. Euphorbiaceae
10. Liliaceae
11. Leguminosae
12. Menispermaceae
13. Papilionaceae
14. Papaveraceae
15. Graminae
16. Ranunculaceae
18. Rutaceae
18. Rubiaceae
19. Rhamnaceae
20. Solanaceae

Penggolongan anti nutrisi berdasarkan fisiologis memandang pengaruh anti


nutrisi tersebut pada kondisi fisiologis ternak. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikemukakan penggolongan fisiologis seperti pada Tabel 8.5.

Tabel 8.5. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan fisiologis

No. Fisiologis

1. Anti nutrisi yang mempengaruhi gastro intestinal


2. Anti nutrisi yang mempengaruhi choleriformis
3. Anti nutrisi yang mempengaruhi nervous
4. Anti nutrisi yang mempengaruhi sanginaris
5. Anti nutrisi yang mempengaruhi cerebralis

Penggolongan anti nutrisi berdasarkan asal tanaman memandang bahwa


tanaman merupakan pembawa anti nutrisi dan masing-masing golongan tanaman
mempunyai anti nutrisi yang khas. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada Tabel
8.6.
Tabel 8.6. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan asal tanaman

No. Asal tanaman Anti nutrisi

1. Biji-bijian
a. Rye Tripsin inhibitor
b. Milo Tannin
2. Umbi-umbian
a. Kentang Alkaloid solanum
b. Cassava Sianogenik glukosida
3. Suplemen protein
a. Kacang kedelai Tripsin inhibitor
b. Kapas Gosipol
4. Hijauan
a. Alfalfa Saponin
b. Leucaena spp. Mimosin
5. Rumput-rumputan
a. Rumput tropik Oksalat
b. Hijauan sorgum Sianogem
6. Lain-lain
a. Hijauan brassica Brassica anemia factor

Sedangkan penggolongan berdasarkan efek metabolisme manganggap bahwa


penggolongan tersebut lebih tepat apabila efek yang ditimbulkan anti nutrisi terhadap
jalannya metabolisme dikemukakan lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena anti
nutrisi selalu menimbulkan masalah yang penampakannya selalu mengganggu target
organ tubuh. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan efek metabolisme dapat dilihat
pada Tabel 8.7.
Tabel 8.7. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan efek metabolisme

No. Efek metabolisme pada Anti nutrisi

1. Mulut Enzim proteolitik, Kristal oksalat


2. Saluran pencernaan
a. Rumen Nitrat dan nitrit
b. Usus Saponin, tripsin inhibitor
c. Diare Nitrat
d. Rektum Alakaloid pirolizidin
3. Hati Alkaloid pirolizidin, lupinosis
4. Paru-paru Alkaloid pirolizidin, indole
5. Ginjal Oksalat, pirolizidin alkaloid, lakton
sesquiterpen
6. Sistem sirkulasi Saponin, hemaglutinin, glikosida, asam
lemk siklopropenoid
8. Jantung Gosipol, piperideine alkaloid
8. Tulang Lupine, oksalat
9. Mata Atropin, selenium toksisitas
10. Sistem syaraf Indolizidine alkaloid, tiaminase
11. Otot Selenium
12. Kelenjar tiroid Glukosinolat
13. Sistem reproduksi Mikotoksin, isoflavon, gosipol, lupine
14. Toksin melalui susu Snakeroot toksin
15. Sistem Kekebalan Lektin
16. Ranmbut dan kuku Hiperisin, filloritrintrimetillamin,
mimosin
18. Metabolisme energi dan protein Tripsin inhibitor, indospecin, amilase
inhibitor
18. Divisi sel Pirolizidin alkaloid
19. Metabolisme mineral Oksalat, pirolizidin lkaloid
20. Metabolisme vitamin Avidin, tiaminase,
Tetapi kebanyakan para ahli menggolongkan anti nutrisi berdasarkan
komposisi kimiawinya. Hal tersebut mudah dimengerti, karena anti nutrisi umumnya
merupakan senyawa kimia yang akan lebih mudah menggolongkannya berdasarkan
golongan-golongan yang terdapat dalam dunia kimia.

8.2.2. Klasifikasi Anti Nutrisi pada Ikan Berdasarkan Struktur Kimia

8.2.2.1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa,
biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid terdistribusi secara luas pada
tanaman. Diperkirakan sekitar 15 – 20% vascular tanaman mengandung lakaloid.
Banyak alkaloid merupakan turunan asam amino lisin, ornitin, fenilalanin, asam
nikotin, dan asam antranilat. Asam amino disintesis dalam tanaman dengan proses
dekarboksilasi menjadi amina, amina kemudian dirubah menjadi aldehida oleh amina
oksida. Alkaloid biasanya pahit dan sangat beracun.
Alkaloid ini diklasifikasikan lagi berdasarkan tipe dasar kimia pada nitrogen
yang terkandung dalam bentuk heterosiklik. Klasifikasi alkaloid tersebut meliputi
pirrolizidine alkaloids, peperidine alkaloids, pyridine alkaloids, indole alkaloids,
quinolizidine alkaloids, steroid alkaloids, policyclic diterpene alkaloids, indolizidine
alkaloids, tryptamine alkaloids, tropane alkaloids, fescue alkaloid dan miscellaneous
alkaloid. Peranan alkaloid dalam jaringan tanaman tidak pasti, mereka telah dikenal
sebagai produk metabolik atau substansi
Tanaman yang kaya akan alkaloid adalah apocynaceae, barberidaceae,
liliaceae, menispermaceae, papaveraceae, papilionaceae, ranunculaceae, rubiaceae,
rutaceae dan solanaceae. Sedangkan golongan yang mempunyai alkaloid sedang
adalah caricaceae, crassulaceae, erythroxylaceae dan rhamnaceae. Sedangkan yang
tidak mengandung alkaloid adalah labiatae dan salicaceae.

8.2.2.2. Glikosida
Glikosida adalah eter yang mengandung setengah karbohidrat dan setengah
non karbohidrat (aglikon) yang bergabung dengan ether bond. Glikosida biasanya
adalah substansi yang pahit. Seringkali aglikon dikeluarkan oleh aksi enzimatis
ketika jaringan tanaman mengalami luka. Klasifikasi lebih lanjut dari glikosida
adalah sianogenik glukosida, goitrogenik glukosida, coumarin glukosida, steroid dan
triterpenoid glukosida, nitropropanol glikosida, visin, calsinogenik glikosida,
karboksiatraktilosida, dan isovlavon.
8.2.2.3. Protein
Beberapa inhibitor penting dalam tanaman adalah protein. Anggotanya
meliputi protease (tripsin) dan amilase inhibitor, lektin (hemaglutinin), enzim, protein
sitoplasma tanaman.

8.2.2.4. Asam amino dan turunan asam amino


Terdapat lebih dari 300 asam amino dalam tanaman, beberapa diantaranya
merupakan racun. Asam amino yang paling terkenal beracun adalah mimosin yang
strukturnya sama dengan tirosin. Anggotanya meliputi mimosin, triptofan, asam
selenoamino, lathirogen, linatin, indospesin, kanavanin, faktor anemia brassica,
hipoglisin, dan amina biogenik.

8.2.2.5. Karbohidrat
Hanya sedikit sekali problem keracunan dari senyawa karbohidrat. Xilose
yang merupakan gula heksosa menyebabkan pengurangan pertumbuhan dan katarak
pada mata babi dan ayam. Pada oligosakarida, raffinosa tidak dapat dicerna dalam
usus halus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri di hindgut. β -glukan pada
gandum kebanyakan menyebabkan problem nutrisi pada unggas.

8.2.2.6. Lemak
Sangat jarang lemak menyebabkan karacunan. Lemak yang beracun meliputi
asam erucic pada rapeseed, yang menyebabkan myocardial lesions pada tikus.
Lemak lainnya yang beracun adalah asam lemak siklopropenoid yang terdiri dari
asam sterkulat dan asam malvalat pada biji kapas yang menyebabkan albumin
berwarna pink berkembang pada telur yang disimpan, juga menyebabkan
kokarsinogen.
8.2.2.8. Glikoprotein
Beberapa contoh glikoprotein adalah lektin dan avidin. Avidin adalah
glikoprotein pada albumin telur yang menyebabkan antagonistis dengan vitamin B
(biotin). Telur mentah dapat digunakan untuk mempengaruhi defisiensi biotin dalam
eksperimen binatang. Defisiensi biotin terjadi

8.2.2.8. Glikolipid
Penyebab dari annual ryegrass toxicity (ARGT) diidentifikasi sebagai
keluarga glikolipid yang disebut corinetoksin. Anti nutrisi ini disintesis oleh
corynebacterium yang membentuk koloni, diproduksi oleh nematoda di dalam biji
ryegrass. Glikolipin ini mempengaruhi otak sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan dan mudah terkejut.

8.2.2.9. Substansi metal-binding


Anggotanya terdiri dari oksalat, pitat, mimosin.

8.2.2.10. Resin
Senyawa resin bukan bagian yang penting dari banyak gambaran struktur,
tetapi umumnya mempunyai ciri-ciri fisik yang pasti. Resin larut dalam banyak
pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air dan tidak mengandung nitrogen. Salah
satu contoh resin adalah cicutoxin yang merupakan racun yang penting pada tanaman
cicuta spp. Cicutoxin merupakan salah satu racun yang sangat spektakuler yang
diketahui selama ini. Aksi langsungnya adalah pada sistem nervous sentral yang
memproduksi violent convultion.

8.2.2.11. Senyawa fenol


Fenol merupakan turunan dari fenilalanin atau tirosin pada pola atau jalur
asam sikimat. Beberapa diantaranya adalah asam kumarat, asam kafeat, asam ferulat,
asam protokatekuat, asam klorogenat dan asam kuinat. Asam-asam tersebut
didistribusikan secara meluas dalam tanaman, tetapi fungsinya masih belum diketahui
dengan jelas. Beberapa diantaranya mempunyai sifat-sifat sebagai anti bakterial atau
sebagai anti fungal dan bahkan mungkin mempunyai tugas yang berhubungan dengan
kekebalan tanaman terhadap penyakit tertentu. Disamping itu banyak dihubungkan
dengan komponen yang disebut sebagai koumarin yang mempunyai cincin ganda
yang juga dapat ditemukan dalam tubuh tanaman. Komponen-komponen tersebut
atau turunannya seringkali bersifat racun terhadap ternak, sebagai contoh adalah
dicoumarol yang dibentuk dari koumarin pada daun semanggi selama penyimpanan.
Koumarin kemungkinan juga dibentuk oleh tanaman dalam respon terhadap serangan
oleh parasit sehingga tanaman menjadi kebal terhadap serangan tersebut.
Salah satu contoh fenol sederhana adalah asam sinamat. Asam sinamat dapat
ditemukan secara bebas dalam tubuh tanaman tetapi dengan jumlah yang sedikit.
Anggotanya antara lain terdiri dari hiperisin, gossipol dan tannin. Biosintesis asam
sinamat adalah sebagaimana dalam Gambar 8.3.

8.2.2.12. Sesquiterpen lakton


Sesquiterpen lakton adalah turunan dari germacranolide nukleus. Senyawa ini
merupakan racun pada tanaman sneezeweed (helenium spp. dan bitterweed).
Sesquiterpen lakton menyebabkan iritasi pada nasal dan membran intestinal.

H H
HOOC C CH2 HOOC C CH2 OH
NH2 NH2
Fenilalanin Tirosin
1 2

HOOC CH = CH HOOC CH = CH

OH
Asam sinamat Asam P-coumarin

OHC3 OHC3 OHC3 OH


-OH -OH -OH -OH

OHC3 OH
Asam ferulat Asam kafeat

Keterangan : 1. Phenilalanine Ammmonium Lyase


2. Tyrosine Ammonium Lyase

Gambar 8.3. Biosintesis asam sinamat.

8.2.2.13. Mikotoksin
Mikotoksin adalah hasil metabolisme jamur yang merupakan anti nutrisi bagi
hewan. Mikotoksin menyebabkan peristiwa penyakit pada peternakan sedikitnya
pada 25 kasus penyakit. Beberapa mikotoksin antara lain adalah aflatoksin,
fomopsin, tremorgen, T-2 toxin, citrinin, ochratoxin, sporidesmin dan zearalenon.
Mikotoksin menyebabkan penurunan kondisi seperti kematian akut pada unggas
(turkey X diseases) kanker liver pada trout, lupinosis, fescue foot pada sapi,
keracunan sweet clover, facial eczema pada domba, ryegrass sraggers dan ergotisme.

8.2.2.14. Anti Nutrisi lain


Anti nutrisi lain meliputi tanaman karsinogen, anti nutrisi white snakeroot,
fluoroasetat (senyawa organofluorin), N-propyl disulfida dan trimethylamine oxyde
dan formaldehida.
Anti Nutrisi Utama

8.2.3.1. Glukosida sianogenik

Senyawa-senyawa yang mengandung gugus sianat (-C≡ N) dapat tergolong ke


dalam nitril (R-C≡ N) atau siano hidrin (R-C(OH)C≡ N). Senyawa-senyawa ini dapat
diperoleh dengan mereaksikan alkil dehida dengan gugus CH sebagai nukleophil atau
aldehid serta keton dengan gugus CN dan asamnya. Bila senyawa tersebut
mengandung glikosida atau glukosa maka dapat disebut glikosida sianogenik atau
glukosida sianogenik. Sejauh ini glikosida sianogenik dalam tanaman derajad tinggi
berdasar pada formula umum seperti pada Gambar 8.4.
R1 O-glukosa

R2 C≡ N

Gambar 8.4. Komposisi kimia gkulosida sianogenik

Residu gula hampir selalu D-glukosa. Pada umumnya R1 adalah grup alifatik
atau aromatik dan R2 sebagian besar ditempati Hidrogen. Banyak senyawa-senyawa
yang mengandung sianida yang sudah ditemukan dalam tanaman, antara lain :
amigdalin, prunasin, sambunigrin, vicianin, durrin dan zierin yang fraksi glikonnya
(yang tidak mengandung sianida) terdiri dari gugus phenil dan gula-gula sederhana.
Kelompok yang lain yaitu linamarin (2(β -D-glukopiranosiloksi)2 isobutironitril) dan
lotaustralin (2(β -D-glukopiranosiloksi)2 methil butironitril) dengan fraksi glikon
berupa keton dan glukosa (Gambar 8.5. sampai dengan 8.8).

H3C C≡ N

R O-glukosa

Keterangan :
Apabila R = CH3, maka senyawa kimianya adalah linamarin
Apabila R = C2H3, maka senyawa kimianya adalah luteustralin

Gambar 8.5. Komposisi kimia linamarin dan atau lotaustralin

H3C C≡ N

C CH

H2C O-glukosa

Gambar 8.6. Komposisi kimia akasipetalin

C≡ N

O-gula

Keterangan :
Apabila ikatan gula adalah glukosa S-isomer maka senyawa kimianya : prunasin, R-
isomer maka senyawa kimianya : sambunigrin dan Campuran R,S maka senyawa
kimianya : prulaurasin
Apabila ikatan gula adalah gentibiosa maka senyawa kimianya adalah amygdalin
Aapabila ikatan gula adalah vicianosa maka senyawa kimianya adalah vicianin

Gambar 8.7. Komposisi kimia prunasin, sambunigrin, prulaurasin,


amygdalin, vicianin

C≡ N

HO CH

O-glukosa
Keterangan :
Apabila S-isomer maka senyawa kimianya adalah dhurrin
Apabila R-isomer maka senyawa kimianya adalah taksifilin

Gambar 8.8. Komposisi kimia dhurrin, taksifilin

Bagi tanaman, senyawa ini diperlukan dalam mekanisme pertahanan diri


terhadap predator dan dalam proses metabolisme untuk membentuk protein dan
karbohidrat. Umumnya senyawa tersebut disintesis dari asam amino yang merupakan
homolognya. Sebagai contoh dapat diamati pada Gambar 8.9. beberapa senyawa
yang strukturnya hampir sama dengan asam amino prekursornya. Nampak bahwa
linamarin dan lotaustralin yang masing-masing berasal dari asam amino L-valin dan
L-isoleusin. Klasifikasi glikosida sianogenik berdasar pada asam amino dari gugus
R1 ditunjukkan pada Tabel 8.8.
Gagasan-gagasan mengenai pola umum biosintesis glikosida sianogenik
berkembang cepat setelah diketemukan bahwa asam-asam amino adalah prekursor
14
dari glikosida sianogenik dan studi isotop radioaktif C15N menunjukkan bahwa
ikatan karbon nitrogen pada asam amino menjadikan penggabungan yang lengkap.
Jalur biosintesis glikosida sianogenik dimulai dari asam amino yang diubah ke dalam
bentuk aldoxime, kemudian terbentuk menjadi sianohidrin yang sebelumnya melalui
(dapat dua cara) pembentukan nitril atau hidroksi aldomin. Sianohidrin dikatalis oleh
β -glikosil-transferase menjadi glikosida sianogenik. Pada tanaman yang
tumbuh tanpa kerusakan, glikosida sianogenik dimetabolisme menjadi asam
amino, tetapi apabila tanaman tersebut luka atau dipotong maka glikosida sianogenik
akan terdegradasi dan akan membebaskan asam sianida. Tahap pertama proses
degradasi (katabolisme) adalah pelepasan gula dan terbentuk sianohidrin oleh enzim
β -Dglukosidase. Sianohidrin dapat memisahkan diri menjadi aldehida atau keton
dan asam sianida dengan enzim oxynitrilase atau hydroksi nitrilase. Tahapan
sintesisnya dapat disajikan pada Gambar 8.10.
NH2
I
H3C C COOH CH3 C≡ N

C C

H3C H H3C O C6H11O5

L-valin Linamarin

NH2
I

H3C C COOH CH3 C≡ N

C C

H5C2 H H5C2 O C6H11O5

L-isoleusin Lotaustralin

NH2 H
I I

OH CH C COOH OH C C≡ N

L-tirosin dhurrin

NH2
I
CH2C COOH C C≡ N
I
O
I
C6H12O6
L-fenilalanin Prunasin
Gambar 8.9. Struktur homolog antara senyawa glukosida sianogenik
dengan asam amino

Tabel 8.8. Glikosida sianogenik pada beberapa tanaman

Glikosida Gula Struktur Asal asam amino Pada tanaman

Linamarin Glukosa 1 Valin Linum usitatissimum


Phasealus lunatus
Manihot esculenta
Lotaustralin Glukosa 2 Isoleusin Trifolium repens
Lotus sp.
Akasipetalin Glukosa 3 Leusin Acacia sp. (Shout
African)
Prunasin Glukosa 4 Fenilalanin Rosaceae
Sambunigrin Glukosa 5 Fenilalanin Sambucus sp.
Acacia sp. (Australia)
Prulaurasin Glukosa 6 Fenilalanin Prunus sp.
Amygdalin Gentibiose 7 Fenilalanin Rosaceae
Vicianin Vicianose 8 Fenilalanin Vicia sp.
Dhurrin Glukosa 9 Tirosin Sorghum sp.
Taxiphyllin Glukosa 10 tirosin Taxus sp.

Emulsin, suatu sistem enzim yang didapat pada biji almond (Prunus
amygladus, Rosaceae) akan mengkatalisis baik hidrolisis gula maupun pembentukan
asam sianida. Pada amigladin, gentibiosa mula-mula terhidrolisis menjadi glukosa
(membentuk prunasin), kemudian molekul glukosa kedua lepas. Emulsin spesifik
untuk glikosida sianogenik aromatik, sedangkan linammarinase (glukosidase) yang
terdapat pada biji flax, white clover dan ubi kayu akan mengkatalisa hidrolisis baik
glikosida alifatik maupun aromatik tapi tidak mengkatalisis diglukosida. Secara
lebih rinci, dua contoh anti nutrisi dari senyawa glukosida sianogenik (linamarin dan
lotaustralin) serta derivatnya (asam sianida) dikemukakan dibawah ini.
R1 H R1 H R1 OH

C C C

R2 CH COOH R2 CH R2 C≡ N
I II
NH2 NOH
Asam amino Aldoxim Nitril

R1 O-glukosa R1 OH

C C

R2 C≡ N R2 C≡ N
Gkulosida sianogenik α -hidroksi nitril

Gambar 8.10. Tahapan sintesis glukosida sianogenik

8.2.3.1.1. Linamarin
Linamarin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. Sistem
metabolisme dalam tanaman menyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam
amino L-valin adalah linamarin. Komposisi kimiawinya dapat disajikan pada
Gambar 8.11. berikut ini.
H3C O-glukosa

C
H3C C≡ N

Gambar 8.11. Komposisi kimia linamarin

Linamarin terdapat dalam tanaman Linum usitatissinum (linseed), Phaseolus


lunatus (Java bean), Trifolium repens (White clover), Lotus spp. (lotus),
Dimorphotheca spp. (cape marigolds) dan Manihot spp. (ubi kayu). Nama linamarin
diberikan karena serupa dengan yang diketemukan dalam tanaman rami (Linum spp.)
Bagian distal ubi (mengarah ke ujung) mengandung lebih banyak linamarin
dibandingkan dengan bagian proksimal (mengarah ke batang ubi). Linamarin larut
dalam air dan hanya dapat hancur oleh panas di atas suhu 150oC. Daun ubi kayu
mengandung linamarin sebesar 93 persen dari glikosida. Bila senyawa ini dihidrolisa
oleh asam atau enzim maka akan menghasilkan aceton + glukosa + asam sianida.
Hidrolisis linamarin dapat ditelaah dari bagan reaksi pada Gambar 8.12. Mekanisme
metabolisme selanjutnya dapat dilihat pada sub bab mengenai asam sianida.
CH3 CH3
H2O
C6H12O5 C CN C6H12O5 + C = O + HCN

CH3 CH3
linamarin glukosa aceton

Gambar 8.12. Bagan reaksi hidrolisis linamarin

8.2.3.1.2. Lotaustralin.
Lotaustralin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. Sistem
metabolisme dalam tanaman menyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam
amino L-isoleusin adalah lotaustralin. Komposisi kimiawinya dapat disajikan pada
Gambar 8.13. berikut ini.
H3C O-glukosa C
C

H5C2 C≡ N

Gambar 8.13. Komposisi kimia lotaustralin

Lotaustralin terdapat bersama linamarin dalam tanaman yang sama, tetapi


berbeda jumlahnya. Lotaustralin jauh lebih sedikit dibandingkan dengan dengan
lotaustralin. Perbandingannya berkisar dari 3 sampai dengan 7 persen lotaustralin
berbanding 93 sampai dengan 97 persen linamarin. Lotaustralin antara lain terdapat
dalam tanaman Linum usitatissinum (linseed), Phaseolus lunatus (Java bean),
Trifolium repens (White clover), Lotus spp. (lotus), Dimorphotheca spp. (cape
marigolds) dan Manihot spp. (ubi kayu). Nama lotaustralin diberikan karena serupa
dengan yang diketemukan dalam tanaman lotus spp. Lotaustralin larut dalam air dan
hanya dapat hancur oleh panas di atas suhu 150oC. Daun ubi kayu mengandung
lotaustralin sebesar 7 persen dari glikosida. Bila senyawa ini dihidrolisa oleh asam
atau enzim maka akan menghasilkan methyl ethyl keton + glukosa + asam sianida.
Mekanisme metabolisme selanjutnya dapat dilihat pada sub bab mengenai asam
sianida.
8.2.3.1.3. Asam sianida (HCN)
Asam sianida merupakan anti nutrisi yang diperoleh dari hasil hidrolisis
senyawa glukosida sianogenik seperti linamarin, luteustralin dan durin. Salah satu
contoh hasil hidrolisis adalah pada linamarin dengan hasil hidrolisisnya berupa D-
glukosa + HCN + aceton dengan bantuan enzim linamerase.
Lebih dari 100 jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk memproduksi
asam sianida. Jenis tanaman tersebut antara lain famili Rosaceae, posssifloraceae,
leguminosae, sapindaceae, dan gramineae. Sebetulnya pelepasan asam sianida pada
tanaman merupakan proteksi tanaman terhadap gangguan/kerusakan. Asam sianida
hanya dilepaskan apabila tanaman terluka. Tahap pertama dari proses degradasi
adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang dikatalis oleh enzim glukosidase.
Sianohidrin yang dihasilkan bisa berdissosiasi secara nonenzimatis untuk melepaskan
asm sianida dan sebuah aldehid atau keton, namun pada tanaman reaksi ini biasanya
dikatalis oleh enzim.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu telah diketahui proses
metabolisme sianida. Glikosida yang masuk ke dalam usus terhidrolisa dengan cepat
sehingga ion CN-nya lepas. Kemudian dalam peredaran darah, pergi ke jaringan-
jaringan (kalau ke paru-paru sebagian dapat dieliminasi), tetapi kalau sampai ke sel-
sel syaraf maka zat tersebut akan menghambat pernafasan sel-sel tersebut, sehingga
mengganggu fungsi sel yang bersangkutan.
Mekanisme sehingga asam sianida dapat menghambat pernafasan sel adalah
adanay penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang
mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) di dalam sel. Enzim yang sangat peka
terhadap inhibisi sianida ini adalah sitokrom oksidase. Semua proses oksidasi dalam
tubuh sangat tergantung kepada aktivitas enzim ini. Jika di dalam sel terjadi
kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan terblok, sehingga sel
menderita kekurangan oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan hemoglobin (Hb)
akan membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa oksigen.
Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di eritrosit
diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah yang menyebabkan
histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain pernafasan cepat dan dalam.
Jika sianida sudah masuk ke dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi.
Kejadian kronis akibat adanya sianida terjadi karena ternyata tidak semua SCN
(tiosianat) terbuang bersama-sama dengan urin, walaupun SCN dapat melewati
glomerulus dengan baik, tetapi sesampainya di tubuli sebagian akan diserap ulang,
seperti halnya klorida. Selain itu, kendatipun sistem peroksidase kelenjar tiroid dapat
mengubah tiosianat menjadai sulfat dan sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel tetap
berenang dalam konsentrasi sianida di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa sianida
dapat merugikan utilisasi protein terutama asam-asam amino yang mengandung
sulfur seperti metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi, tembaga, yodium,
dan produksi tiroksin.
Inhibisi sitokrom oksidase akan menekan transport elektron dalam siklus Krebs
yang menghasilkan energi, sehingga gejala keracunan pertama adalah hewan tampak
lesu, tak bergairah seolah-olah tidak mempunyai banyak tenaga untuk bergerak, nafsu
makannya juga sangat menurun. Karena tubuh kekurangan oksigen, tubuh tanpak
kebiru-biruan (cyanosis) dan dengan sorot mata yang tidak bersinar. Terjadi pula
disfungsi pada sistem syaraf pusat. Keracunan yang berlanjut akan menyebabkan
kehilangan keseimbangan, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam beberapa detik
akhirnya ikan mengalami kematian.
Pada dosis rendah, asam sianida tidak menimbulkan kematian, akan tetapi ikan
yang secara terus menerus teracuni asam sianida, misalnya karena mengkonsumsi
pakan yang mengandung asam sianida dalam kadar yang tidak mematikan,
pertumbuhan hewan menjadi sangat terhambat dan diare.
Langkah yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi efek
negatif sianida, yaitu : (1) menghilangkan sebanyak mungkin sianida sebelum suatu
bahan makanan yang mengandung sianida dijadikan pakan, dan (2) mengikat sianida
yang tersisa agar dapat dikeluarkan bersama-sama dengan feses.
Asam sianida dapat dinetralisasikan dengan beberapa macam perlakuan.
Beberapa studi tentang mekanisme penurunan anti nutrisi sianida dan peningkatan
reduksinya dapat dilakukan dengan suplementasi sulfur anorganik maupun organik.
Suplementasi sulfur akan menghasilkan tiosianat, reaksi ini akan dibantu oleh
rodanase. Tiosianat akan dikeluarkan melalui urin. Pemberian garam ferosulfat
dapat mengikat asam sianida dalam pakan sehingga hilang sifat racunnya. Pakan
dapat disuplementasi dengan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin,
sistin dan sistein supaya menghasilkan penampilan yang baik bagi ikan.
Perlakuan lain yang dapat diberikan untuk mengurangi asam sianida adalah
dengan penyimpanan yang lama, pengeringan, perendaman, perebusan,
penggilingan, fermentasi. dan pemasakan. Cara pengeringan dapat dilakukan
dengan menggunakan sinar matahari dan dapat pula oven. Pengeringan dengan oven
pada suhu 45 sampai 55oC selama 4 jam dapat menurunkan 75 persen kadar asam
sianida. Cara pemanasan dengan menggunakan sumber panas matahari merupakan
cara yang paling murah dan mudah dilakukan peternak pedesaan. Perendaman
dalam air selama lima hari dapat menurunkan asam sianida dari 97 persen menjadi
45 persen.
Telah dijelaskan bahwa keracunan sianida terjadi akibat timbulnya ikatan
yang kuat antara enzim sitokrom oksidase dengan ion sianida. Mengobati keracunan
dilakukan untuk mencegah terjadinya ikatan tersebut. Telah diketahui bahwa ion
sianida berikatan dengan Fe3+, tetapi tidak dengan Fe2+. Dalam tubuh Na-nitrit akan
merubah ion Fe2+ pada hemoglobin menjadi ion Fe3+ (methemoglobin).
Methemoglobin ini dapat berikatan dengan CN membentuk sian-methemoglobin.
Ikatan CN-methemoglobin ini tidak menimbulkan keracunan. Terjadi kompetisi
antara methemoglobin dan sitokrom oksidase untuk mengikat CN, dengan demikian
pengikatan CN oleh sitokrom oksidase menjadi minimal. CN dalam ikatan CN-
methemoglobin ini selanjutnya dikeluarkan dengan memberi injeksi Na-thiosulfat.
CN bersenyawa dengan Na-tiosulfat membentuk tiosianat yang tidak beracun dan
mudah dikeluarkan lewat urin.

8.2.3.2. Anti Tripsin


Anti tripsin atau inhibitor tripsin adalah senyawa penghambat kerja tripsin
yang secara alami terdapat pada kedelai, lima bean (kara), gandum, ubi jalar, kentang,
kecipir, kacang polong, umbi legume, alfalfa, sorghum, kacang fava, beras dan
ovomucoid, semuanya merupakan protein dengan berat molekul rendah, kecuali anti
tripsin yang terdapat pada ovomucoid yang terdiri dari 75 persen asam amino dan 25
persen karbohidrat. Pada umumnya anti tripsin adalah senyawa yang terdiri dari
asam amino dengan bentuk struktur Gambar 8.14. sebagai berikut.
H H R1
C C N C

R2 O H

Keterangan : R1 terdiri daru lisin dan arginin


R2 terdiri dari fenilalanin, triptofan, tirosin, leusin, asam aspartat dan
asam glutamat

Gambar 8.14. Struktur anti tripsin

Dalam kacang kedelai, anti tripsin mempunyai dua macam tipe yaitu : (1)
Kunitz inhibitor yang mempunyai ukuran molekul 20.000 sampai dengan 25.000
dengan aktifitas yang spesifik pada tripsin, terdiri dari 181 residu asam amino dengan
2 ikatan disulfida dan 63 asam amino yang aktif. Kunitz inhibitor bergabung dengan
stichiometically tripsin yaitu 1 mol inhibitor tidak aktif, 1 mol tripsin yang reaksinya
terjadi seketika dan salah satu bentuknya sangat sempit. Kunitz inhibitor
menunjukkan reaksi tripsin sebagai penghambat dengan cara yang sama yaitu reaksi
dengan pencernaan protein lain, tetapi sejumlah ikatan non kovalen dibentuk pada
tempat aktif dalam sebuah ikatan kompleks yang tidak dapat dirubah dan (2)
Bowman-Birk inhibitor (BBI) yang mempunyai ukuran molekul 6.000 sampai dengan
10.000 dengan proporsi ikatan disulfida tinggi dan dengan aktifitas menghambat
tripsin dan kimotripsin dengan cara mengikat pada tempat yang bebas, dan larut
dalam 60 persen etanol tetapi tidak larut dalam aseton. BBI mempunyai dua tempat
aktif yaitu satu menjepit tripsin dan yang satu menjepit kimotripsin kompleks. BBI
mempunyai rantai tunggal polipeptida dengan 71 asam amino dan 7 ikatan disulfida.
Mekanisme kerja anti tripsin dalam tubuh ternak dimulai dengan interaksi
antara tripsin (T) dengan substrat inhibitor (I) yang mengandung lisin dan arginin dan
membentuk ikatan peptida berbentuk tetrahedral (TI)t. Bila reaksi terjadi dalam
keadaan asam, maka anti tripsin akan cenderung menjadi substrat normal (TI)t.
Kemudian melalui pemecahan ikatan peptida dari enzim asal (TI)a, akan terbentuk
senyawa antara tetrahedral yang kedua (TI)t dan selanjutnya dihasilkan lagi senyawa
antara inhibitor (I) kedua. Mekanisme interaksi antara tripsin dengan inhibitor dapat
dilihat pada Gambar 8.15.

NH2 NH2

NH NH
NH OH OH
H2O
-OH-C=O-O-C-OH-O-C O-O-C-OH-OH-C=O

(T)(I) (TI)t (TI)a (TI)T (I)

Gambar 8.15. Mekanisme interaksi antara tripsin dengan inhibitor

Anti tripsin akan memacu pembentukan dan sekaligus pelepasan zat seperti
pankreozimin yang bersifat seperti hormon dari dinding usus. Zat ini akan
merangsang pengeluaran enzim dari pankreas. Seperti diketahui pengeluaran enzim
dari pankreas diatur oleh mekanisme umpan balik karena adanya tripsin dan
kimotripsin dalam usus. Jelasnya, berkurangnya jumlah tripsin dan kimotripsin
dalam usus akan merangsang pengeluaran enzim-enzim pankreas dengan jalan
mengikat tripsin dan kimotripsin aktif dalam usus halus. Dengan demikian dengan
adanya anti tripsin, pankreas akan mengeluarkan enzim secara berlebihan. Karena
enzim itu sendiri adalah protein, maka ternak yang diberi pakan yang mengandung
anti tripsin tidak saja tidak dapat menggunakan protein yang terdapat dalam pakan
tersebut, melainkan juga kehilangan protein tubuh lewat enzim yang dieluarkan
secara berlebihan. Akibatnya ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung
anti tripsin akan mengalami beberapa gejala seperti kesulitan mengkonsumsi pakan,
hipertropi pankreatik dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel jaringan pankreas,
gangguan pencernaan protein, gangguan absorpsi lemak, pengurangan sulfur asam
amino dan terhambatnya pertumbuhan.
Pakan ikan yang mengandung anti tripsin cenderung akan membentuk
perluasan pankreas. Spesies yang berat pankreasnya melebihi 0,3 persen terhadap
berat tubuh akan cenderung meningkatkan perluasan pankreas, dimana pengecilan
ukuran pankreas menjadi tidak mungkin. Perluasan pankreas akan memperbesar
sekresi tripsin. Tripsin yang berlimpah dari perluasan pankreas menyebabkan
kekurangan sulfur asam amino. Efek yang paling akhir terjadi adalah terhambatnya
pertumbuhan.
Hampir semua anti tripsin dalam tanaman dapat dirusak oleh panas. Lebih dari
95 persen aktifitasnya dirusak dengan perlakuan panas dalam waktu 15 menit pada
suhu 100oC. Penggilingan pakan yang menggunakan ekstruder sangat efektif dalam
menghancurkan anti tripsin. Faktor penting dalam mengontrol perusakan anti tripsin
adalah suhu, lama pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air. Pemanasan yang
berlebihan akan merusak zat makanan yang lain seperti asam amino dan vitamin.

8.2.3.3. Aflatoksin
Aflatoksin merupakan kelompok yang terkait dengan keluarga struktur
bisfuranocoumarin yang diproduksi terutama oleh strain beracun dari aspergilus
flavus dan Aspergilus parasiticus. Hanya separuh dari strain tersebut yang diketahui
memproduksi racun. Meskipun jamur-jamur lain seperti Penicullum spp, Rhizopus
spp, Mucor spp dan streptomyces spp dapat memproduksi aflatoksin namun
relevansinya terhadap produksi ternak belum dapat diketahui. Nama aflatoksin
berasal dari Aspergillus (a), flavus (fla) dan toxin.
Aflatoksin dihasilkan oleh strain aspergillus yang tersebar luas dalam air dan
tanah. Pada saat kondisi lingkungan mendukung, tersedia substrat (berupa pakan atau
benih) sumber nutrisi, maka jamur akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Bentuk akhir dari aflatoksin akan sangat tergantung pada kondisi lingkungan (suhu,
kelembaban dan aerasi), substrat serta tipe jamur. Sebagai contohnya aspergillus
flavus yang tumbuh pada jagung, spasies ini akan memproduksi aflatoksin jenis B1
dan B2, sementara aspergillus parasiticus yang tumbuh pada jenis jagung yang sama
akan mampu menghasilkan keempat jenis racun tersebut. Sedangkan pada kedelai,
hanya sedikit aflatoksin B1 yang dapat dihasilkan oleh kedua jenis aspergillus
tersebut. Aspergillus flavus merupakan koloni jamur yang dapat menyerang benih.
Aspergillus flavus dapat membentuk koloni pada berbagai biji-bijian sumber pakan
ternak yang penting, termasuk dalam hal ini adalah jagung, padi-padian, kacang-
kacangan, biji kapuk, gaplek, kopra dan berbagai jenis biji-bijian yang lain. Secara
umum faktor lingkungan yang dibutuhkan untuk tumbuhnya jamur penghasil
aflatoksin tersebut adalah kelembaban lebih kurang 14 persen dan suhu lebih kurang
25 persen serta aerasi (O2) tertentu. Apabila persyaratan tersebut dipenuhi maka
investasi jamur akan terjadi dengan cepat.
Periode kritis yang berpotensi tinggi untuk investasi jamur tersebut adalah
periode pertumbuhan, periode panen, saat transportasi dan dalam periode
penyimpanan sangat rentan bagi tiga macam bahan, yaitu jagung, biji kapuk dan
kacang-kacangan. Kelompok padi dan kedelai biasanya terserang pada saat periode
penyimpanan. Faktor kondisi penyimpanan yang memacu munculnya jamur
disamping kelembaban dan suhu optimal juga pengaturan tingkat aerasi, karena
perbedaan suhu dapat menyebabkan migrasi kelembaban udara, rusaknya kernel dan
spora yang disebabkan oleh serangga serta harus terbebas dari debu, biji benih
rumput, dan pecahan kernel juga sanitasi didalam gudang harus diperhatikan secara
benar.
Pada jagung yang ditanam sepanjang musim kering dapat mengalami
kerusakan akibat serangga seperti ulat atau kumbang yang memakan bagian dalam
kernel. Kernel yang telah rusak akan lebih mudah terserang spora jamur yang
mungkin terbawa pada tubuh serangga. Kemudian spora tumbuh dan berkembang
biak dengan menggunakan nutrisi yang dihasilkan oleh kernel. Faktor pemacu
meningkatnya kontaminasi aflatoksin pada jagung adalah tertinggalnya jagung
diladang setelah tua, penanaman tertutup, kompetisi dengan semak dan tumput,
kelembaban jagung tinggi, mampu meningkatkan produksi aflatoksin. Penyimpanan
dalam silo hampa udara, atau penggunaan beberapa zat pengawet dapat
memperlambat pertumbuhan jamur secara efektif. Penyimpanan jagung kering secara
non aerobik akan dapat menyebabkan invasi berbagai jamur. Sedangkan untuk sisa
pakan yang ingin digunakan lebih dari sehari atau dua hari dapat disimpan dalam
kotak pakan maupun di dalam tempat pakan.
Pada biji kapuk, aflatoksin merupakan masalah utama yang disebabkan oleh
serangan serangga. Aspoergillus flavus menembus dinding karpel biji kapuk
sehingga timbul kerusakan yang akn dipergunakan sebagai lubang keluar ulat kapuk
yang berwarna pink. Kontaminasi kronis di lapangan terkait dengan kondisi suhu
lingkungan sekitar 34oC atau lebih sepanjang musim semi (Juli sampai dengan
Agustus di USA) yang disertai hujan deras yang tiba-tiba. Apabila pemanenan biji
kapuk dilakukan sebelum uap air/kelembaban menguap, biasanya aflatoksin akan
segera timbul dalam penyimpanan. Saat biji kapuk yang berisi aflatoksin diambil
minyaknya, maka sebagian besar racunnya terkumpul di dalam bungkilnya. Bungkil
biji kapuk merupakan sumber protein untuk pakan ternak dan unggas. Pada tahun
1960 terjadi kasus serius dalam penetasan ikan Trout yang diberi bungkil biji kapuk
karena timbul kanker hati akibat aflatoksin yang terkandung dalam bungkil biji kapuk
tersebut. Sedangkan pemberian bungkil biji kapuk yang terkontaminasi aflatoksin
untuk ternak perah menimbulkan masalah akibat adanya kemungkinan terjadi
translokasi metabolis aflatoksin M1 ke dalam air susu.
Sedangkan pada kacang tanah, jamur Aspergillus spp. dapat muncul ketika
kacang masih berada di dalam tanah dan belum digali, saat dikeringkan atau diangin-
anginkan serta dalam periode penyimpanan. Sebelum penggalian, invasi telah timbul
akibat dipacu oleh tekanan musim kering, kerusakan biji kacang ataupun ketuaan.
Setelah penggalian, invasi dan pembentukan jamur didukung dengan kelembaban 14
sampai dengan 30 persen namun dapat dicegah dengan kelembaban yang lebih tinggi.
Bungkil kacang tanah yang digunakan sebagai pakan biasanya membawa sejumlah
besar spora aspergillus, akibatnya apabila kondisi kelembaban dan suhu lingkungan
mendukung maka penyebaran spora akan terjadi dengan cepat dan mudah
berkembang biak. Proses pembentukan aflatoksin dalam tumbuhan secara umum
dapat digambarkan pada Gambar 8.16.

Gen

Regulasi transkripsional

MRNA

Regulasi translasional

Protein belum sempurna (proenzime)

Regulasi translasional akhir

Protein sempurna (Enzim

Ketersediaan substrat

Produk enzim (aflatoksin

Gambar 8.16. Tahap regulasi molekuler biosintesis enzim dari aflatoksin

Sedangkan mekanisme perubahan dalam proses pembentukan aflatoksin


dalam tubuh ternak sehingga menimbulkan efek racun bagi ternak meliputi empat
reaksi toksikologis metabolis yang terjadi pada ikan. Pertama, terjadi ketidakstabilan
pada AFB1 yang merupakan akibat dari bentuk reaktif intermediat oleh enzim MFO
(Mixed Function Oxide). Oksida tersebut sangat kuat karena bersifat elektrophilik,
akibatnya ikatan kovalen berbagai nukleophilik sel seperti asam amino (RNA dan
DNA) maupun protein (metionin, sistein dan histidin) berubah saluran. Sehingga
dapat mengakibatkan gangguan fungsi komponen selular tersebut. Sebagai
contohnya telah ditemukan bukti bahwa AFB1 2,3 - oksida dan dihidriol
mengakibatkan terjadi pembentukan molekuler spontan akibat perubahan kondisi pH
sehingga membentuk ikatan ionik kovalen dengan protein dan membentuk Schiff
base. Sebuah jalur alternatif dapat terbentuk secara langsung pada cincin katalisasi
hidroksilasi dengan 2 posisi, yaitu pembentukan AFB2a, yang juga dapat membentuk
Schiff base secara molekuler dengan kelompok asam amino utama protein. Interaksi
nonspesifik yang lebih lanjut dengan protein termasuk kunci enzim dapat berakibat
fatal bagi sel-sel jantung.
Reaksi metabolik yang ketiga tidak melibatkan MFO tetapi lebih banyak
terjadi dengan melibatkan sitosol dan dikatalisasi oleh sebuah enzim reduktase
(NADPH) terpisah, dan membentuk aflatoksicol (AFL). Hal ini membuktikan bahwa
reaksi setiap ternak terhadap AFB1 berhubungan secara langsung dengan laju
produksi AFL. Reaksi metabolik selanjutnya adalah hidroksilasi AFB1 membentuk
AFM1. Meskipun hasil reaksi metabolik tidak seganas atau sekarsinogenik AFB1
namun tetap sama saja pengaruhnya karena AFM1 merupakan zat racun penyebab
utama rusaknya produksi pada ternak seperti produksi susu. Sebab dalam kasus
karsinogisitas ternak dapat mengakibatkan kontaminasi pada sebuah rantai makanan
di lingkungan.
Keracunan akibat aflatoksin yang terjadi pada ikan dapat dikatagorikan dalam
dua tingkat, yaitu tingkat keracunan akut dan kronis. Pada dasarnya organ target
racun aflatoksin pada semua ikan adalah organ hati. Efek kumulatif yang fatal pada
ikan adalah rusaknya fungsi hati. Setelah sejumlah toksin AFB1 terbentuk maka
hepatosit akan segera mengalami perubahan cepat melibatkan lipid, yang
mengakibatkan nekrosis (kematian sel). Hal ini diyakini terjadi akibat interaksi
nonspesifik AFB1 maupun aktifnya kerja berbagai sel protein. Terjadinya interaksi
dengan kunci enzim dapat mengganggu proses metabolis dasar dalam sel-sel seperti
metabolisme karbohidrat dan lipid serta sintesis protein. Terjadinya modifikasi sifat
permeabilitas hepatosit atau sub selular organel-organel terutama mitokondria akan
menyebabkan nekrosis.
Dengan rusaknya fungsi hati maka akan diikuti dengan munculnya efek lain
seperti rusaknya mekanisme penggumpalan darah, ikterus dan penurunan produksi
serum protein esensial yang disentesa dalam hati. Melemahnya sistem penggumpalan
darah dan meningkatnya kerapuhan kapiler memepngaruhi luas hemoraging,
termasuk akumulasi darah dalam saluran gastrointestinal. Selain kerusakan hati,
dengan dosis yang lebih tinggi pada beberapa spesies akan dapat menyebabkan
nekrosis pada tubulus ginjal. Meskipun kelenjar timus merupakan organ target pada
kasus aflatoksin akut, namun menurut daya tahan tubuh lebih terkait dengan
aflatoksikosis kronis.
Alfatoksikosis kronis dapat terjadi apabila terdapat jenjang waktu yang lebih
lama dalam proses penyerapan racun tingkat rendah. Efek yang timbul tidak jelas
ataupun dapat dibuktikan secara klinis seperti pada kasus aflatoksikosis akut. Secara
umum pengaruhnya pada ikan adalah menyebabkan penurunan pertumbuhan,
penurunan produksi telur dan penurunan daya tahan tubuh.
Kerusakan hati juga dapat terjadi dalam kasus aflatoksikosis kronis pada
semua spesies. Pada kasus nekropsi, warna hati menjadi pucat atau kuning dan
gizzard bengkak Terjadinya ikterus dan hemoraging tidak dapat diprediksi secara
tepat karena setiap spesies ternak memiliki kerentanan berbeda terhadap jenis jamur
serta dosis aflatoksin yang terkandung. Perubahan histologis melibatkan akumulasi
sub selular pada lemak, fibrosa dan perkembangan sel empedu bagian luar.
Secara umum lebih dari 90 persen kadar aflatoksin yang ada serta
kemungkinan diserap oleh jaringan tubuh tidak dapat diketahui secara cepat apakah
racun tersebut ditahan untuk periode waktu yang cukup lama atau dikeluarkan.
Konsentrasi residu tertinggi terletak pada organ hati, dengan kadar terendah dalam
ginjal dan kemungkinan juga dalam otot.
Ada beberapa metode konvensional yang dapat diterapkan untuk menangani
kontaminasi aflatoksin pasca panen, yaitu : (1) mengatur irigasi ladang, (2)
mempergunakan pestisida guna menghalangi pertumbuhan jamur aflatoksigenik
tumbuhan inang yang memudahkan invasi jamur penghasil aflatoksin dan (3)
mencoba beberapa jenis/varietas tanaman untuk mengacak resistensi jamur tersebut.
Penerapan cara konvensional tersebut cukup efektif guna menurunkan tingkat
kontaminasi aflatoksin pada hasil panen hingga tingkat yang paling rendah.

8.2.3.4. Cyclopropionid
Cyclopropinoid adal;ah jaringan asam lemak tak jenuh yang terdiri atas
sterculit dan asam malvalit yang terbentuk dalam minyak biji kapuk pada tingkat 1-
2% dari minyak mentah pada rposes pembuatan yang kurang sempurna. Dilihat dari
ciri fisik yang dimiliki oleh asam cyclopropinoid yakni sejenis obat bius dimana
mengikat organel dalam sel yang menghasilkan energi, mempunyai serat kasar tinggi,
palatabilitas rendah yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, lignin dan silikat.
Adapun rumus bangun dari Cyclopropinoid terdapat pada Gambar 8.17.

CH2

H3C (CH2)7 C C (CH2)7 COOH

Asam Sterkulat

CH2

H3C (CH2)7 C C (CH2)6 COOH

Asam Malvalat

Gambar 8.17. Komposisi kimia cyclopropinoid

Kapuk merupakan tanaman pekarangan, pinggir-pinggir jalan atau di galengan


sawah. Seperti halnya dengan kapas, yang penting dipandang dari segi ilmu makanan
ternak adalah bijinya (produk dari biji). Biji tersebut mempunyai daging yang dapat
mencapai 50% dan daging biji itu mengandung protein yang lebih tinggi (dibanding
dengan biji kapuk yang lengkap dengan kulit) yakni 52-56%. Minyak yang
dikandungnya berkisar antara 22-25 dari BK. Setelah lemak dikeluarkan, tinggal
bungkilnya yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik ataupun sebagai pakan
ternak. Seperti halnya bungkil-bungkulan lain, bungkil biji kapuk mempunyai protein
kasar yang cukup tinggi (+ 28%). Bungkil biji kapuk selain mengandung zat-zat
pakan yang tinggi juga menghasilkan beberapa faktor pembatas diantaranya zat anti
nutrisi berupa asam cyclopropinoid sebesar 10-13% dan adamnya selulosa yang dapat
menurunkan daya cerna ternak. Faktor pembatas ini mempunyai sifat sebagai obat
bius, karena mempunyai palatabilitas rendah penggunaannya sebagai bahan pakan
ternak perlu dibatasi. Asam cyclopropinoid ini berasal dari gugus amida dengan
rumus kimia C3H6
Bagaimana pakan itu bekerja dalam sistem metabolisme tubuh ikan itu
sendiri, disini gambarannya adalah asas cyclopropinoid karena sifatnya berefek
penenang (obat bius) akibatnya adalah dapat merubah metabolisme lemak dimana
komposisi lemak berubah yaitu lebih banyak asam lemak yang mengandung stearat
pada oleat, dan akhirnya asam lemak stearat ini sulit terdegradasi dan diserap oleh
usus sehingga terjadi penimbunan lemak yang tinggi. Selain itu adanya gangguan
pada metabolisme pakan sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lambat.
Gejala-gejala keracunan yang terlihat pada ikan mengkonsumsi bungkil biji
kapuk antara lain : penurunan produksi telur, penurunan efisisiensi penggunaan
pakan, penurunan selera makan, penurunan bobot badan, penurunan fertilitas,
penurunan daya tetas, penurunan pertumbuhan, dilatasi dinding pembuluh darah dan
terjadi kematian.
Dengan adanya gejala keracunan diatas sangat jelas sekali menimbulkan efek
negatif yang mempengaruhi ikan tersebut. Oleh karena itu, cara pencegahan yang
dapat dilakukan dalam mengatasi masalah keracunan diatas adalah apabila sebelum
digunakan, dinetralkan terlebih dahulu dengan berbagai cara misalnya dengan proses
sulfitasi yaitu dengan cara mengalirkan sulfur dioksida terhadap minyak stercula
faebida (pada minyak biji kapuk) yang mengandung asam sterculat yang dapat
merusak cincin cyclopropena dan merusak reaktifitas halpen atan memberikan reaksi
negatif terhadap uji Halpen dari minyak secara total. Jadi apabila bungil biji kapuk
tersebut digunakan sebagai pakan ikan maka cyclopropinoid sudah bersifat netral dan
sudah tidak berbahaya bagi ikan.

8.2.3.5. Mimosin
Mimosin merupakan senyawa asam amin heterosiklik, yaitu asam amino yang
mempunyai rantai karbon melingkar dengan gugus berbeda. Dalam hal ini yang
mempunyai gugus keton dan hidroksil pada inti pirimidinya, yang diketahui bersifat
toxic. Mimosin sering disebut leusenina, dengan rumus molekul C8H10O4N2. Dilihat
dari strukturnya mimosin merupakan turunan dari protein , hal ini dicirikan oleh
adanya unsur N pada strukturnya. Sebab hal yang membedakan antara protein dengan
karbohodrat dan lemak secara struktural adalah adanya unsur N.
Secara struktural mimosin hampir sama dengan tyrosin , tapi berbeda pada
fungsinya. yaitu merupakan zat anti nutrisi ysng berada pada salah satu bahan pakan,
dimana zat tersebut apabila dikonsumsi oleh ternak dapat menyebabkan penurunan
penampilan hewan ternak tersebut. Bahkan pada salah satu zat ani nutrisi lain dapat
menyebabkan kematian. Sedangkan tyrosin merupakan hormon yang berfungsi
sebagai pencegah gondok. Mimosin mempunyai rumus bangun pada Gambar 8.18.

HO NH2

O N CH2 CH COOH

Gambar 8.18. Komposisi kimia mimosin

Mimosin banyak ditemukan pada tanaman famili leguminosa , yang terutama


pada tanaman lamtoro atau petai (Leucena Leucoceaphala). Pada bagian biji
sebanyak 1 - 4%, jiga terdapat pada bagian daun dan batang. Terdapat pula pada
tanaman liar berbentuk perdu yaitu putri malu (Mimosa Pudica) juga famili
legeuminosa yang dikenal sebagai tanaman semak belukar. Dimana tanaman tersebut
diketahui banyak mengandung protein dan sangat bagus digunakan sebagai pakan
ikan. Diketahui pada tanaman tersebut mempunyai palatabilitas yang tinggi,
pertumbuhannya cepat, mudah tumbuh dan mempunyai kandungan protein mencapai
25 – 30% , dan merupakan tumbuham yang hidup subur pada daerah tropis.
Sistem metabolisme mimosin dalam tumbuhan adalah sesuai dengan sistem
metabolisme protein yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut (lamtoro) . Atau dengan
kata lain mimosin terkandung dalam protein dalam daun maupun dalm biji lamtoro.
Penelitian mendalam mengenai senyawa ini belum banyak dilakukan, beberapa ahli
mendapatkan gejala keracunan. Menurut beberapa penelitian deangan memberikan
makanan pada percobaan tikus sebanyak 1% mimosin akan menyebabkan gajala toxic
dengan terjadinya alopecia, penghambatan pertumbuhan dan gejala memperpendak
umur tikus. Percobaan lain menyatakan dengan esktrak lamtoro pada makanan tikus
ternyata menyebabkan kerusakan pada folikel rambut, sehingga merusak rambut
bersangkutan. Ternyata beberapa pengamat mensinyalir adanya gejala rontok rambut
pada manusia bila makan bahan senyawa ini.
Pada dasarnya mimosin merupakan faktor penyebab terjadinya kekurangan
darah (animea) pada tubuh ikan, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan gangguan–
gangguan lain yang dapat menurunkan penampilan ikan. Sedang efek lain yang
terjadi pada ikan adalah dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat serta gangguan
reproduksi.
Menurut fungsinya mimosin mempunyai fungsi yang berlawanan dengan
asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh. Apabila ikan dalam keadaan tertekan atau
stress maka akan mengakibatkan peyerapan mimosin dalam tubuh akan lebih cepat
dibanding dengan penyerapan asam amino. Sehingga ikan akan lebih banyak
menderita keracunan.
Protein yang ada dalam tepung daun lamtoro yang diberikan pada ikan akan
diuibah menjadi asam amino yang dibutuhkan tubuh ikan, dan salah satu dari asam
amino tersebut adalah mimosin. Selanjutnya mimosin tersebut dihidrolisa dalam
tubuh dan menjadi senyawa yang lebih kompleks yaitu 3.4-dihydroxypyridine (DHP).

DHP ini yang menyebabkan terhambatnya fungsi iodin dalam kelenjar tyroid .
Adanya metabolisme DHP tersebut yang dapat menyebabkan racun dalam
metabolisme tuubuh. Sedang faktor penyebab animea adalah dikarenakan
metabolisme dimetyl disufide. Pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi
pemberian bahan pakan yang mengandung senyawa tersebut dalam ransum yaitu
kurang dari 5%. Mimosin diketahui stabil dan sedikit larut dalam air. Kelarutannya
adalah 1 : 500 (1 gram dalam 500 cc air) sehingga apabila senyawa tersebut
dilarutkan lebih dari 500cc air maka senyawa tersebut akan berkurang sifat toxiknya.
Mimosin merupakan senyawa yang tidak mudah rusak pada pemanasan biasa , kadar
kerusakannya mulai terjadi jika dilakukan pemanasan tinggi, sekitar 227-2280C, hal
ini dapt dipakai sebagai pencegahan keracunan dengan memanasan terlebih dulu
bahan paka yang mengandung senyawa tersebut sebelum diberikan kepada ikan.

8.2.3.6. Gosypol
Gosypol merupakan salah satu dari sekian banyak zat anti nutrisi yang banyak
terdapat pada pakan ikan, dan merupakan senyawa golongan polifenol dengan nama
kimia 1,1’-6,6’-7,7’–heksahidroksi–5,5’–diisopropil–3,3’–dimetil (2,2’–binaflatena)–
8,8’–dikarboksaldehida yang lebih mudah disebut gosypol dengan rumus kimia C30
H30O8. Gosypol adalah padatan berbentuk habkur kuning dengan bobot molekul
518,5. Gosypol memiliki gugus fungsional yang reaktif terhadap senyawa didalam
tubuh terutama yang memiliki gugus amino dan ion besi sehingga menganggu reaksi
biokimia tubuh.
Gosypol adalah senyawa reaktif dan menunjukkan keasaman kuat yang dapat
bertindak sebagai fenol ataupun aldehid, gosypol dengan asam dibasis membentuk
garam netral bila dilarutkan dalam alkali. Gosypsol pada titik leleh suhu 1840C
terkristalisasi dalam eter pada suhu 1990C dalam chloroform dan pada suhu 2140C
dalam ligroin. Adanya interval yang banyak karena polimerfisma dari gypsol . Dalam
bentuk kristal mudah larut dalam larutan organik dan sangat peka terhadap cahaya.
Gosypol pada umumnya terdapat didalam biji-bijian seperti biji kapas, biji
kapuk, ataupun biji okra, selain itu terdapaat pula pada bagian lain dari tanaman
seperti batang, daun , benang sari dan kulit kapas. Pada tanaman kapas sebagai salah
satu penghasil bungkil yang merupakan penghasil protein dan energi yang tinggi bagi
makanan ikan. Tetapi sangat disayangkan protein tersebut tidak dapat digunakan
secara bebas oleh ikan karena mengandung polifenol, gosypol bebas ataupun yang
terikat dapat meracuni ikan yang memakannya. Gosypol bebas adalah yang paling
berbahaya , bungkil biji kapas yang kaya akan gosypol mengandung ± 0,517%
sedangkan gosypol yang terikat misalnya dengan senyawa FeSO4 tidak berbahaya.
Dalam praktek 400 mg gosypol bebas per kg makanan dapat meimbulkan
gejala keracunan dalam 6-8 minggu, Gejala-gejala keracunan tersebut erat
hubungannya dengan konsentrasi dan waktu gosypol tersebut dimakan oleh ikan yang
bersangkutan. Efek gosypol terlihat nyata pada beberapa hari setelah ikan tersebut
memakan gosypol. Pemberian buungkil biji kapas pada ikan memberikan pengaruh
terhadap penurunan kualitas telur. Minyak biji kapas mengandung asan lemak
dengan rantai cyclopropena yang mana menyebabkan warna merah jambu pada putih
telur , asam lemak ini juga yang menyebabkan deposisi yang besar dari stearic dam
asam palnitik didalam depot lemak. Jadi telur ikan yang mengkonsumsi minyak biji
kapas memiliki asam stearic lebih besar.

Diketahui bahwa gosypol tersebut terlebih dulu berakumulasi dalam berbagai


jaringan tubuh sebelum menimbulkan gejala keracunan. Penimbunannya terutama
dalam hati. Proses akumulasi dapat berlangsung selama 28 hari kemudian cendrung
menurun (kuadratik). Sifat akumulasi tersebut teramanifestasi pula dalam nafsu
makan dari ikan yang bersangkutan. Akumulasi tersebut akan menghilang setelah 3
minggu diberhentikan dari pemberian sumber gosypol (proses deplesi), sifat deplesi
tersebut sangat menguntungkan pihak konsumen apabila 3 minggu sebelum dipanen,
ikan tidak diberi pakan yang mengandung gosypol. Gosypol dikeluarkan dari hati
melalui empedu, sebenarnya meskipun gosypol tersebut belum hilang dalam jaringan
tubuh ikan yang dipanen, bahaya pada konsumen/manusia tetap kurang oleh karena
jumlah hati yang termakan relatif sedikit dan banyak gosypol yang menjadi non aktif
bila dipanasi atau dimasak.
Karena adanya zat racun gosypol dalam pakan maka akan dapat menghambat
dan menurunkan kualitas telur (kuning telur menjadi berwarna hijau kebiru-biruan
dan putih telurnya menjadi agak berwarna merah jambu). Penurunan nafsu makan,
bobot badan dan kadar Hb dalam darah atau berkurangnya sel darah merah dalam
tubuh.
Hidrolis dari phitin didalam bungkil biji kapas tidak hanya membebaskan
posphor untuk digunakan ikan tetapi juga membuat bebasnya beberapa protein dari
protein phytat kompleks, keberadaan keduanya yaitu asam amino dan energi
metabolisme menambah nilai bungkil. Hidrolis phytat dari phytin juga menghasilkan
reduksi zinc ang dibutuhkan oleh ayam. Lima puluh persen protein bungkil biji kapas
memiliki nilai energi yang sama dengan 50% protein bungkil kedelai dan defisiensi
asam amino dapat diperbaiki dengan penambahan methionin dan lisin yang membuka
jalan untuk lebih banyak lagi penggunaan bungkil biji kapas dalam peningkatan
efisiensi pakan khususnya di negara dimana produksi kapas melimpah dan sumber
protein yang lain sangat mahal.
Pengelolaan biji kapas yang baik dapat menghilangkan gosypol sehingga
aman digunakan dalam jumlah tertentu untuk pakan ikan. Bungkil yang memiliki
kandungan minyak yang sedikit sangat baik untuk menccegah terjadinya warna
merah jambu pada putih telur. Gosypol dapat lepas dari kelenjar prigmen dengan
mengekstrak bungkil dengan campuran azeoptropic hexena, aceton dan air (44 : 53 :
5) tetapi proses ini tidak digunakan secara komersial.
Besi mempunyai sifat detoksinasi bila ditambahkan dalam makanan yang
mengandung gosypol ataupun diberikan dalam air minum, karena preparat fe dapat
menyebabkan gosypol tersebut menjadi tidak larut. Dosis penambahan preparat besi
Fe : Gosypol = 1 : 1 dan dosis yang lebih rendah tersebut dapat mengurangi
penurunan berat badan tetapi tidak dapat mencegah keracunan. Sebaliknya dosis Fe
yang terlalu tinggi pun sampai 3200 mg Fe/kg makanan juga dapat merugikan,
menurunkan bobot badan walaupun gejala keracunan dapat diobati. Preparat Fe harus
yang larut, bentuk ferro preparat yang tidak larut tidak akan ada gunanya untuk
mencegah keracunan gosypol. Kalsium hidroksida dapat pula mencegah terjadinya
keracunan seperti halnya preparat F bila ditambahkan dalam biji kapas dalam bentuk
larutan. Cara pencegahan yang lain adalah dengan berbagai perlakuan dalam proses
ektrasi lemaknya. Dalam pengeluaran lemak secara mekanis proses tersebut akan
lebih mudah / baik jika biji kapas terlebih dahulu dipanasi (dengan uap panas) sambil
diperas/pres . Panas tersebut akan memecah kelenjar resin dimana gosipol tersebut
tersimpan. Dengan pecahnya kelenjar tersebut gosypol keluar bersama lemak /minyak
dan menyebabkan bercampur dengan protein biji. Protein dan gosypol membentuk
ikatan kompleks terutama karena gosypol berkaitan dengan asam amino bebas lisin
dari protein yang bersangkutan. Protein kompleks tersebut kurang dapat dicerna oleh
enzim-enzim protease sehingga gosypol tersebut tidak dapat diserap, dengan
demikian nilai gizi dari protein yang diharapkan dari biji kapas tersebut pun menjadi
turun. Prosesing tersebut tidak hanya menurunkan daya guna lisin tapi juga valin,
treonin,leusin dan methionin. Prepres solven adalah cara yang menghasilkan bungkil
yang rendah akan gosypol bebas dan kualitas protein yang relatif baik.Sedangkan
ekstraksi langsung dengan pelarut (biasanya dengan hexana) menghasilkan bungkil
yang banyak mengandung gosypol bebas tetapi kualitas proteinnya tinggi.
Penggantian makanan yang mengandung gosypol adalah jalan yang lebih baik
menghilangkan gosypol dalam tubuh dibandingkan penambahan preparat Fe, lagi
pula penambahan preparat Fe saja tidak dapat meghilangkan secara tuntas gosypol
yang telah dideposit kedalam hati.
8.2.3.8. Tannin
Tannin merupakan senyawa polifenolik dengan bobot molekul yang tinggi
dan mempunyai kemampuan mengikat protein. Tannin terdiri dari katekin,
leukoantosiannin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna
bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan
protein dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin
dengan berat molekul yang sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul yang
rendah ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Katekin dan epikatekin saling
merupakan isomer, yaitu pada katekin, hidroksil-hidroksil pada cincin benzena
berbentuk trans, sedangkan pada epikatekin berbentuk cis. Tannin tidak dapat
mengkristal berbentuk senyawa koloid. Tannin disebut juga asam tanat dan asam
galotanat. Tannin mulai tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam
tanat yang dibeli di pasaran mempunyai bobot molekul 1.701 dan kemungkinan besar
terdiri dari pengambilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Komposisi
kimia katekin dan epikatekin dapat dilihat pada Gambar 8.19 berikut ini.
OH

OH
O
HO

OH
OH

Gambar 8.19. Komposisi kimia katekin dan epikatekin

Tannin terdiri dari dua kelompok, yaitu condensed tannin dan hydrolizable
tannin. Kelompok condensed tannin merupakan tipe tannin yang terkondensasi,
tahan terhadap degradasi enzim, tahan terhadap hidrolisa asam, dimetilasi dengan
penambahan metionin, sering kompleks susunannya dan banyak dijumpai dalam biji-
bijian sorghum. Condensed tannin diperoleh dari kondensasi flavanol-flavanol
seperti catechin dan epicatechin, tidak mengandung gula dan mengikat protein sangat
kuat sehingga menjadi rusak. Komposisi kimianya dapat dilihat pada Gambar 8.20.

OH

HO OH

OH
OH
OH
HO OH
OH
OH
OH
HO OH

OH

HO

Gambar 8.20. Komposisi kimia condensed tannin.

Hydrolisable tannin mudah terhidrolisis oleh asam-asam alkali serta enzim,


menghasilkan glukosa dan asam aromatik yaitu asam galat dan asam ellagat, terdiri
dari residu gula-gula. Hydrolizable tannin disebut sering juga dengan asam galat
karena merupakan senyawa karbohidrat yang terdiri dari molekul glukosa dan 10
asam galat. Hydrolizable tannin terdiri darai dua macam, yaitu gallotannin dan
ellagitannin. Gallotannin merupakan senyawa ester dari glukosa dengan asam galat.
Ellagitannin merupakan ester dari glukosa dengan asam ellagat (asam
heksahidroksifelat). Contoh hydrolizable tannin adalah asam klorogenik yang
termasuk dalam kelompok gallic acid. Komposisi kimia hydrolizable tannin dapat
dilihat pada Gambar 8.21. berikut ini.

HO COOH
O

HO -CH=CH-C-O
OH
HO OH

Gambar 8.21. Komposisi kimia hydrolizable tannin

Istilah tannin diperoleh dari penggunaan mengekstrak (menyadap) tumbuhan


(pohon hidup) pada bagian kulitnya, terutama warna kulit. Letak tannin dalam bijian
tumbuhan biasanya terdapat pada bagian pericarp, testa, dan juga pada germnya.
Bahan pakan yang mengandung tannin antara lain adalah biji sorghum, biji bunga
matahari, biji kapas, kacang tanah, biji lobak, kecipir, alfalfa, delima, lamtoro dan
masih banyak lagi tumbuhan yang mengandung tannin.
Sistem metabolisme dalam tumbuhan penghasil tannin adalah adanya ikatan
hidrogen yang terbentuk antara hidroksi fenol dan kelompok peptida yang terjadi
pada selaput kolagen menjadi bentuk ikatan silang antara rantai protein yang saling
berdekatan. Oksidasi fenol dalam tannin menjadi quinon memberikan kenaikan
ikatan kovalen dengan epsilon asam-asam amino yaitu lisin dan arginin yang
selanjutnya dapat meningkatkan daya tahan kulit, tahan terhadap aksi bakteri, panas
dan abrasi. Hal tersebut menyebabkan pakan yang mengandung tannin memiliki
daya cerna dan palatabilitas yang rendah. Sistem metabolisme tannin dalam
tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 8.22. berikut ini.

HO -CH=CH-COOH

HO
Caffeic acid

Oksidasi polifenol

O CH=CH-COOH

HO Caffaqumone

Gambar 8.22. Sistem metabolisme tannin

Tannin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tannin


mengandung sejumlah kelompok fungsional ikatan yang kuat dengan molekul protein
dan menghasilkan ikatan silang yang besar dan kompleks yaitu protein-tannin.
Terdapat tiga mekanisme reaksi antara tannin dengan protein sehingga terjadi ikatan
yang cukup kuat antara keduanya, yaitu :
1. Ikatan hidrogen dengan gugus OH pada tannin dan gugus reseptornya. Misalnya
antara NH dengan OH pada protein.
2. Ikatan ion antara gugus anion pada tannin dengan gugus kation pada protein.
3. Ikatan cabang kovalen antara quinon dan bermacam-macam gugus reaktif pada
protein
Ikatan diatas menyebabkan tannin akan segera mengikat protein pakan dalam
saluran pencernaan dan menyebabkan pakan menjadi sulit dicerna oleh enzim-enzim
pencernaan. Interaksi tannin dengan protein dalam ludah (saliva) dan glikoprotein
dalam mulut menyebabkan rasa mengkerut (menyempit) pada mulut.
Dalam tubuh ikan, pemberian pakan yang mengandung sedikit tidak
membahayakan. Akan tetapi apabila kadar tannin dalam pakan semakin banyak akan
mulai memberikan pengaruhnya yaitu dapat menekan pertumbuhan ikan, karena
tannin menekan retensi nitrogen dan mengakibatkan menurunnya daya cerna asam-
asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh villi-villi usus dan dimanfaatkan
untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh. Gejala yang terlihat
akibat adanya tannin adalah pertumbuhan yang lambat, nafsu makan berkurang
karena rasa pahit pada tannin dan kemampuan memproduksi telur menurun.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan pengaruh tannin
adalah dengan perendaman dalam air, perendaman dalam larutan alkali, cara mekanis
dan suplementasi donor methil. Perendaman dengan air dapat dilakukan dengan air
suling dengan suhu 30oC selama 24 jam, yang dapat menurunkan kadar tannin
sebanyak 31 persen. Perendaman dengan larutan alkali dapat dilakukan dengan
larutan NaOH dan KOH 0,05M pada suhu 30oC selama 24 jam, yang dapat
menurunkan kadar tannin sebanyak 75 sampai dengan 85 persen. Larutan alkali yang
paling efektif untuk menetralisasi tannin adalah larutan kapur (CaO) 1 persen selama
10 menit. Larutan CaO akan membentuk Ca(OH)2 dalam air, sehingga senyawa
polifenol diduga akan diikat oleh ion Ca2++ dengan ikatan ionik, pertukaran ion atau
mengalami penguraian. Larutan alkali lain yang dapat digunakan antara lain adalah
K2CO3, NH4OH dan NaHCO4. Pengurangan tannin dengan cara mekanis dapat
dilakukan dengan penyosohan dengan mengupas pericarp pada sorghum. Apabila
pakan yang mengandung tannin terlanjur dikonsumsi oleg ternak dapat diberikan
tambahan donor methil, seperti metionin, kholin, arginin dalam bentuk murni. Donor
methil berfungsi sebagai detoksifikasi tannin karena mengandunng gugus methil labil
yang dapat ditransfer dalam tubuh serta menyebabkan metilasi asam galat hasil
hidrolisis tannin.

8.2.3.8. Patulin
Patulin adalah sebuah hemiacetal lactone yang dihasilkan oleh beberapa
spesies dalam genus aspergillus, penicillum, dan bhyssoclamys. Jamur-jamur tersebut
umumnya terdapat pada buah-buahan, seperti apel, jeruk , anggur dan serealia (beras,
jagung, gandum dan shorgum) Racun tersebut selain beracun bagi tanaman inang,
juga bagi hewan dan memiliki aktivitas yang berpotensi antibiotik. Hampir semua
jenis jamur penghasil patulin dapat diketahui pada tahun 1940–an pada saat penelitian
antibiotik sedang intens dilakukan. Struktur kimia patulin dapat dilihat pada Gambar
8.23.
O
O C

OH
O

Gambar 8.23. Struktur kimia patulin

Patulin sebelumnya disebut dengan Claviformin , sebutan untuk penicillium


claviforme yang diisolasi pertama kali nama patulin diberikan karena karakterisasi
struktur bangunnya dibuat dalam penicillium patulum.

Patulin pada jamur dibentuk melalui jalur biosintesis polietida. Prokusor


pembetukan patulin adalah tetra ketida A yang mengalami deoksigenasi menjadi 6-
asam metil salisilat. Patulin murni berbentuk kreistal rectanguler, tidak berwarna
sampai putih., titik didihnya 110,50C tidak stabil dalam basa dan akan kehilangan
aktivitas biologisnya, stabil dalam asam , larut dalam etanol, eter. Klorofom, ethyl
esetat dan ber flourosensi pada penyinaran dengan sinar ultra violet.

Kemunculan patulin didalam bahan pangan dan pakan dapat diketahui secara
pasti hingga terbukti bahwa kontaminasi alami dalam produk–produk pertanian
menyebabkan terjadinya pembusukan buah pada berbagai jenis apel dan jenis apel
juss/cider. Pada komoditi ini ditemukan kandungan patulin sekitar 1000 ppm. Racun
ini juga diimplikasikan dalam kasus keracunan beberapa ternak dan kambing.
Menurut prinsipnya jamur yang berpotensi mengkotaminassi pangan dan pakan,
diurutkan jamur-jamur tersebut mulai dari P, U, Pe, Pm, Pc, A clavatus, A.t, dan B
nivea. Meskipun jamur penghasil patulin tersaebut ditemukan secara berkala di dalam
bahan pangan seperti sereal dan legum , namun racun itu tidak dan belum dapat
dideteksi secara tepat. Patulin relatif tidak stabil dibawah kondisi alkalin dan asam
berat, namun cukup stabil dalam lingkungan asam. Hal tersebut dihitung berdasarkan
kestabilannya pada suhu tinggi masing-masing bahan. Sepanjang waktu
pemecahannya, patulin bereaksi dengan sulfidril yang mengandung asam-asam amino
atau protein pembentuk ikatan patulin sistein. Meskipun kurang reaktif dibanding
patulin, namun ikatan yang terjadi mampu menghambat beberapa racun yang
berpotensi dari bentuk racun semula. Belum ada studi toxikologis yang terkait dengan
pengaruh patulin pada ternak domestik, namun ada beberapa bukti tidak langsung
yang menunjukkan gejala toksikosi patulin.

Patulin juga bersifat racun pada bekteri, protozoa dan jamur. Pada
kenyataannya meskipun telah diuji kemungkinan penggunaan antibiotik pada
manusia secara ekstensif tapi terbukti menjadi terlalu beracun. Beberapa peneliti
berspekulasi bahwa ingesti patulin akan dapat merusak gastrointesnital mikroflora.
Belum ada study metabolisme ikan terkait dengan hal tersebut. Study pada tikus
menngindikasikan metabolisme yang cepat dan pemusnahan. Oleh karena itu dapat
diperkirakan bahwa patulin memiliki potensi yang rendah untuk meninggalkan residu
dalam bahan pakan alami ikan.

Pada pengujian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi makanan yag
megandung patulin dapat diketahui bahwa LD50 patulin adalah sebesar 29 mg/kg dan
setelah 2 hari sejak pemberian patulin semua tikus mati dan didapatkan adanya
pembengkakan perut karena terisi penuh cairan, pada penelitian lain dengan cara
injeksi patulin ke otot tikus didapat bahwa patulin mempunyai LD50 sebesar 0,3
sampai 0,7 mg/20 gram berat tikus. Upaya pencegahan terhadap timbulnya racun
tersebut dapat dilakukan dengan cara mencegah infeksi atau tumbuhnya jamur dapat
dilakukan dengan mengatur kondisi penyimpanan bahan sehingga jamur tidak dapat
tumbuh.

Patulin dapat menghambatkerja enzim tertentu pada akar 1,155 mg patulin, 3


mg protein ternyata 90% enzim dehidrogenase dan suksinat oksidasi akan terhambat.
Biosintesis patulin, melalui jalur asetat manolat yang kemudian zat antara tetra ketida,
yang dengan gugus reaktif metilen mengambil aldol dan menghasilkan komponen
aromatis.

Pencegahan patulin dapat dilakukan dengan cara :

1. Mengurangi kontaminan dari lapangan dengan menjaga kebersihan bahan yang


diterima dan pemanenan. Khususnya berupa buah-buahan sebaiknya diadakan
pembersihan lebih dahulu sebelum disimpan.
2. Iradiasi sinar gamma sebanyak 200 krad dapat menghambat pertumbuhan
penicillium expansum dan penicillium patulum.
3. Bahan disimpan dalam keadan dibawah atmosfer (Sub atmosfer ) yaitu sekitar
160 mm Hg akan menghambat pertumbuhan fungsi dan penghasilan patulin.
BAB IX
FORMULASI DAN PROSES PEMBUATAN PAKAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami penyusunan
formulasi pakan dan proses pembuatan pakan ikan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :
1. Menjelaskan jenis bahan pakan yang baik digunakan untuk pembuatan formulasi
pakan
2. Menjelaskan dan mengaplikasikan berbagai macam metode penyusunan pakan
3. Menjelaskan dan mengaplikasikan proses pembuatan pakan ikan

Pertimbangan Pemilihan Bahan Pakan Ikan


Setiap kali menyusun pakan selalu harus memperhatikan tiga faktor utama
yang akan mempengaruhi pemilihan bahan pakan dalam rangka menjaga kualitas dan
kuantitas pakan tersebut. Ketiga hal tersebut adalah : (1) harga bahan pakan
penyusun pakan ikan, (2) ketersediaan bahan pakan untuk pakan ikan di daerah
tersebut dan (3) Kandungan zat-zat makanan bahan pakan ikan dan kebutuhan zat
makanan ikan.
Harga bahan pakan merupakan pertimbangan utama bagi peikan ikan untuk
menyusun pakan. Semakin murah harga suatu bahan pakan maka akan semakin
menarik untuk peikan ikan. Harga bahan pakan ikan bervariasi tergantung pada
beberapa hal, antara lain kebijakan pemerintah dalam bidang makanan ikan, impor
bahan pakan dan tingkat ketersediaan bahan pakan tersebut pada suatu daerah.
Kebijakan pemerintah selama ini kurang memprioritaskan dunia perikanan termasuk
kebijakan tentang makanan ikan. Sehingga harga pakan tidak pernah stabil pada
suatu imbangan harga tertentu. Berbeda dengan harga pangan yang diusahakan oleh
pemerintah untuk selalu stabil pada harga tertentu.

Salah satu kelemahan penyusunan pakan ikan selama ini adalah kurang
mengoptimalkan potensi bahan pakan lokal. Umumnya sebagian bahan pakan
terutama sumber protein masih impor seperti bungkil kacang kedelai dan tepung ikan.
Akibatnya harga bahan pakan tersebut relatif mahal. Alasan yang umum dipakai
untuk pembenaran impor adalah belum adanya bahan pakan tersebut di daerah lokal
dan/atau standarisasi kualitas bahan pakan impor yang relatif stabil. Sementara
potensi bahan pakan lokal sampai saat ini belum tergarap dengan baik. Bungkil
kacang kedelai memang kurang terdapat di daerah lokal karena jarang terdapat
industri pembuatan minyak kedelai. Sementara potensi tepung ikan sebenarnya
relatif banyak. Beberapa industri pengolahan tepung ikan sudah mencoba membuat
standarisasi kualitas yang baku, tetapi masih banyak industri yang belum bergerak ke
arah standarisasi mutu. Potensi lokal untuk mengganti bahan pakan sumber protein
sebenarnya dapat dimaksimalkan. Di banyak daerah di Indonesia terdapat bahan-
bahan pakan sumber protein bari hewani maupun nabati, seperti bungkil biji karet,
bungkil kelapa, bungkil inti sawit, isi rumen dan lain-lain. Bungkil biji karet
didapatkan dari industri minyak karet. Sementara itu perkebunan karet tersebar di
seluruh pulau Jawa dan Sumatera. Demikian juga bungkil kelapa dan bungkil inti
sawit terdapat dalam jumlah besar di seluruh kepulauan Indonesia. Isi rumen
umumnya menjadi limbah dan mengganggu lingkungan. Sementara apabila
dioptimalkan dapat menghasilkan sumber bahan pakan yang luar biasa banyak karena
setiap hari selalu tersedia di rumah pemotongan hewan.
Ketersediaan suatu bahan pakan mempengaruhi pemilihan dan harga bahan
pakan tertentu. Ketersediaan menyangkut ada tidaknya potensi bahan pakan tersebut
di suatu daerah, kondisi musim yang mempengaruhi penanaman suatu bahan pakan,
tersedia dalam jumlah banyak tetapi tidak atau kurang dapat digunakan dan atau
kalau digunakan harus diolah dahulu sehingga harga menjadi mahal dan tingkat
persaingan penggunaan dengan manusia.
Setiap daerah mempunyai potensi suatu bahan pakan tertentu pula. Pada
daerah yang relatif subur, kebutuhan bahan pakan lokal untuk ikan umumnya
tercukupi. Di daerah Jawa kedua potensi bahan pakan jagung dan bekatul umumnya
melimpah. Sehingga variasi harga tidak terlalu besar dari waktu ke waktu. Berbeda
dengan daerah kering seperti di luar Jawa terutama di Nusa Tenggara yang potensi
bahan pakan lokalnya kurang. Pasokan yang didapat umumnya dari daerah lain.
Sehingga variasi harga umumnya tajam. Umumnya pada daerah kering kebutuhan
bahan pakan ikan yang dominan dapat diganti dengan potensi lokal. Seperti jagung
dapat diganti dengan sorghum yang mempunyai karakteristik zat makanan hampir
sama. Di daerah utara Jawa yang relatif lebih kering tanaman sorghum mudah
didapatkan tetapi belum dikembangkan secara besar-besaran.
Kondisi musim mempengaruhi ketersediaan suatu bahan pakan. Bekatul
umumnya mudah didapatkan pada saat musim panen padi pada musim penghujan.
Sehingga harga bekatul pada saat tersebut umumnya relatif lebih murah dibandingkan
pada saat musim kemarau. Hal seperti ini juga dialami juga oleh jagung. Musin
kemarau umumnya menyebabkan ketersediaan suatu bahan pakan menjadi berkurang
sementara musim penghujan ketersediaan suatu bahan pakan menjadi berlebih.
Pada beberapa daerah potensi bahan pakan ikan sangat banyak, tetapi kurang
atau tidak dapat dimanfaatkan karena beberapa alasan, antara lain kandungan anti
nutrisi tinggi, harus diolah dahulu supaya dapat tersedia ataupun masyarakat tidak
menyadari kegunaan bahan pakan tersebut. Contoh yang paling nyata adalah bungkil
biji karet. Biji karet berlimpah ruah di daerah Jawa dan Sumatera, tetapi harus diolah
dahulu supaya isi biji karet tersebut dapat digunakan sebagai bahan pakan. Setelah isi
biji karet dikeluarkan selanjutnya diperas untuk diambil minyaknya. Bungkil yang
didapatkan akan mengandung protein yang relatif tinggi. Kelemahannya adalah
adanya anti nutrisi asam sianida yang harus diolah kembali supaya dapat
dipergunakan sebagai bahan pakan. Disamping itu sampai sekarang masyarakat di
sekitar perkebunan karet hanya menganggap biji karet sebagai limbah, sehingga
kurang dimanfaatkan. Hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai konsumsi
manusia.
Tingkat persaingan penggunaan bahan pakan ikan dengan manusia terjadi
pada bahan baku utama, yaitu jagung. Selama ini jagung merupakan salah satu
makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia. Akibatnya tingkat ketersediaan yang
seharusnya tinggi menjadi rendah karena digunakan oleh manusia. Hal ini akan lebih
diperparah lagi pada musim kemarau yang tingkat ketersediaan riil jagung berkurang
karena penanaman jagung sudah berkurang.
Kandungan zat-zat makanan pada masing-masing bahan pakan berbeda-beda.
Setiap bahan pakan mempunyai kelebihan pada suatu zat makanan tertentu tetapi
mempunyai kekurangan pada zat makanan yang lain. Hal tersebut menyebabkan
adanya pengelompokan suatu bahan pakan berdasarkan kandungan zat-zat makanan.
Bahan pakan sumber energi adalah suatu bahan pakan yang mempunyai kandungan
karbohidrat, lemak dan protein yang berenergi tinggi. Contoh bahan pakan tersebut
antara l;ain adalah jagung, sorghum, minyak dan bekatul. Bahan pakan sumber
protein adalah bahan pakan yang kaya akan kandungan protein. Contoh bahan pakan
tersebut adalah tepung ikan, tepung daging, tepung darah, tepung udang, bungkil
kacang tanah, bungkil kacang kedelai, bungkil biji karet, bungkil kelapa dan lain-lain.
Bahan pakan sumber vitamin menunjukkan bahwa bahan tersebut diperlukan untuk
melengkapi kebutuhan vitamin ikan. Umumnya setiap bahan pakan mempunyai
kandungan vitamin yang cukup. Untuk menambah kebutuhan vitamin dapat
dilakukan dengan memberi vitamin sintetis buatan pabrik. Contohnya adalah
premiks. Bahan pakan sumber mineral umumnya mudah didapatkan. Contohnya
adalah tepung batu, kapur, tepung tulang dan lain-lain.
Harga bahan pakan penyusun pakan ikan sangat mempengaruhi secara
ekonomis terhadap harga pakan tersebut. Umumnya bahan pakan sumber energi
seperti jagung, sorghum dan padi-padian lainnya berharga murah kecuali minyak.
Harga minyak mahal karena murni sebagai sumber energi tanpa ada sumber zat
makanan lainnya dan umumnya buatan pabrik. Minyak dianjurkan untuk diberikan
pada ikan dalam jumlah yang relatif sedikit. Campuran minyak pada pakan maksimal
dibawah 5%. Apabila minyak dalam pakan berlebihan akan menyebabkan pakan
mudah tengik.
Bahan pakan sumber utama energi adalah jagung. Jagung mempunyai
kelebihan dibanding bahan pakan sumber energi yang lain karena kandungan energi
relatif tinggi., tingkat ketersediannya yang tinggi dan berkesinambungan, komposisi
zat makanannya relatif seimbang kecuali kekurangan asam amino dan lisin dan relatif
tidak ada anti nutrisi.
Bahan pakan sumber energi yang lain seperti sorghum harganya selalu lebih
murah dibandingkan dengan jagung dan mempunyai kandungan zat-zat makanan
yang hampir berimbang dengan jagung, tetapi tingkat ketersediaan sorghum relatif
lebih rendah. Di daerah Jawa, sorghum hanya dijumpai pada daerah lahan kering di
utara Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Madura. Selain itu sorghum memiliki
kandungan anti nutrisi tannin yang sangat berbahaya bagi ikan. Tannin menyebabkan
protein tidak terserap karena diikat oleh tannin dalam saluran pencernaan.
Sumber energi yang lain adalah bekatul. Harga bekatul relatif lebih murah
dibanding dengan sumber energi lain, mempunyai kandungan protein yang lebih
tinggi (sekitar 12 – 13%) dan tersedia dalam jumlah banyak. Tetapi kelemahan
bekatul adalah kandungan energi relatif agak rendah dan mempunyai sifat bulky
(amba atau mudah mengenyangkan). Oleh sebab itu dianjurkan tidak terlalu banyak
menggunakan bekatul dalam campuran pakan.
Bahan pakan sumber protein umumnya mahal. Bahan pakan ini sampai
sekarang sebagian besar (90%) masih di impor dari luar negeri. Bahan pakan sumber
protein sebagai penyusun utama pakan ikan adalah bungkil-bungkilan dan produk
hewani. Bungkil-bungkilan yang utama adalah bungkil kacang kedelai, bungkil
kacang tanah, bungkil kelapa, dan bungkil wijen. Bungkil kacang kedelai
merupakan sumber utama bahan pakan ikan dari keluarga bungkil-bungkilan.
Bungkil kacang kedelai mempunyai kandungan protein berkisar 40 – 45%. Problem
utama bungkil kacang kedelai adalah tingkat ketersediaan yang masih tergantung
pada impor. Problem tersebut menyebabkan harga bungkil kacang kedelai mengikuti
kurs mata uang asing terutama dollar karena sebagian besar harus diimpor dari
Amerika Serikat. Pada masa krisis ekonomi di Indonesia yang dimulai sejak tahun
1997 sampai sekarang ketersediaan bungkil kedelai menjadi sangat langka sehingga
menyebabkan banyak industri pakan ikan gulung tikar. Problem bungkil kacang
kedelai yang lain adalah adanya anti nutrisi anti tripsin yang mengganggu
metabolisme tripsin.
Sumber protein lain bagi ikan adalah produk hewan. Beberapa contohnya
adalah tepung ikan, tepung daging, tepung udang dan tepung darah. Tepung ikan
merupakan sumber protein yang memiliki kandungan protein paling tinggi berkisar
60%. Problem tepung ikan mirip dengan bungkil kacang kedelai, yaitu ketersediaan
tergantung pada impor dan harganya relatif lebih mahal dibanding sumber protein
lainnya.
Sumber mineral untuk menyusun pakan ikan umumnya memiliki harga yang
murah dan tingkat ketersediannya tingggi. Bahan-bahan tersebut antara lain adalah
yang tersedia dalam jumlah banyak di alam dan dapat diolah adalah tepung kerang,
tepung batu, tepung tulang dan kapur. Sementara itu terdapat juga bahan pakan
sumber mineral sintetis buatan pabrik antara lain adalah kalsium karbonat, kalsium
fosfat, fosfat koloidal dan natrium fosfat monobasic.
Umumnya bahan pakan sumber vitamin mahal harganya karena terbuat dari
sintetis. Hal ini diiimbangi oleh tingkat penggunaan yang relatif sedikit sekali.
Vitamin-vitamin sintetis yang digunakan antara lain adalah vitamin A, sterol-sterol
hewan yang disinari, riboflavin dan lain-lain. Produk yang dikenal umumnya disebut
dengan premiks. Premiks merupakan gabungan dari vitamin, mineral dan asam
amino.
Supaya bahan pakan meningkat kualitasnya, maka perlu adanya feed additive.
Beberapa feed additive yang umum digunakan adalah asam amino metionin dan lisin.
Metionin dan lisin ditambahkan untuk menutupi kekurang seimbangan asam amino
tersebut di dalam pakan sebab jagung sebagai bahan pakan dominan umumnya
kekurangan asam amino lisin dan metionin.
Dalam menyusun pakan hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih
bahan pakan. Pemilihan tersebut dengan memilah bahan pakan tersebut berdasarkan
kandungan zat makanannya, seperti bahan pakan sumber energi, sumber protein,
mineral dan vitamin. Beberapa bahan pakan dan kandungan zat makanannya dapat
dilihat pada Tabel 9.1 dan 9.2.
Apabila pemilihan bahan pakan sudah dilakukan, langkah selanjutnya adalah
mengetahui kebutuhan zat-zat makanan ikan. Masing-masing ikan memiliki
kebutuhan zat-zat makanan yang berbeda tergantung pada tujuan produksi.
Kebutuhan zat-zat makanan ikan dapat dilihat pada Tabel 9.3.

Tabel 9.1. Bahan pakan ikan channel catfish


No. Zat makanan Jagung Sorghum Bekatul Minyak
1. Energi (kkalDE/kg) 2.200 - 2.100 -
2. Protein (%) 8,50 8,90 12,90 0,00
3. Lemak kasar (%) 3,80 13,00 0,00
4. Serat kasar (%) 2,20 11,40 0,00
5. Arginin (%) 0,50 0,89 0,00
6. Glisin (%) 0,32 0,80 0,00
7. Serin (%) 0,49 0,32 0,00
8. Histidin (%) 0,20 0,33 0,00
9. Isoleusin (%) 0,37 0,52 0,00
10. Leusin (%) 1,10 0,90 0,00
11. Lisin (%) 0,21 0,59 0,00
12. Metionin (%) 0,20 0,20 0,00
13. Sistin (%) 0,15 0,10 0,00
14. Fenilalanin (%) 0,27 0,58 0,00
15. Treonin (%) 0,39 0,48 0,00
16. Triptofan (%) 0,09 0,45 0,00
17. Valin (%) 0,52 0,75 0,00
18. Asam linoleat (%) 2,20 3,57 0,00
19. Kalsium (%) 0,02 0,07 0,00
20. Fosfor (%) 0,28 1,50 0,00
21. Potasium (%) 0,30 1,73 0,00
22. Klorida (%) 0,04 0,07 0,00
23. Besi (mg) 150,00 160,00 0,00
24. Magnesium (%) 0,12 0,65 0,00
25. Mangan (mg) 5,00 12,00 0,00
26. Sodium (%) 0,02 0,40 0,00
27. Tembaga (mg) 4,00 3,00 0,00
28. Yodium (mg) - - 0,00
29. Selenium (mg) 0,03 - 0,00
30. Seng (mg) 0,06 26,00 0,00
31. Biotin (mg) 0,06 0,61 0,00
32. Kholin (mg) 620,00 1237,00 0,00
33. Folasin (mg) 0,40 0,20 0,00
34. Niasin (mg) 24,00 520,00 0,00
35. A. pantotenat (mg) 4,00 47,00 0,00
36. Piridoksin (mg) 7,00 - 0,00
37. Riboflavin (mg) 1,00 1,80 0,00
38. Tiamin (mg) 3,50 19,80 0,00
39. Vitamin B12 (mg) 0,00 - 0,00
Vitamin E (mg) 22,00 90,00 0,00
Tabel 9.2. Bahan pakan ikan channel catfish
No. Zat makanan Bungkil kedelai Tepung ikan B. kacang tanah
1. Energi (kkalDE/kg) 3.010 4.060 3.370
2. Protein (%) 44,00 60,50 50,70
3. Lemak kasar (%) 0,80 9,40 1,20
4. Serat kasar (%) 7,3 0,70 11,90
5. Arginin (%) 3,79 5,50
6. Glisin (%) 4,19 2,70
7. Serin (%) 2,25 2,22
8. Histidin (%) 4,86 1,49
9. Isoleusin (%) 2,83 2,30
10. Leusin (%) 4,50 2,99
11. Lisin (%) 4,83 1,76
12. Metionin (%) 4,78 0,46
13. Sistin (%) 0,56 0,76
14. Fenilalanin (%) 2,48 2,75
15. Treonin (%) 2,50 1,45
16. Triptofan (%) 0,68 0,65
17. Valin (%) 3,23 4,82
18. Asam linoleat (%) 0,40 0,12 0,24
19. Kalsium (%) 0,29 5,11 0,20
20. Fosfor (%) 0,65 2,88 0,63
21. Potasium (mg) 2,00 0,77 1,19
22. Klorida (%) 0,05 0,60 0,03
23. Besi (mg) 120,00 140,00 142,00
24. Magnesium (%) 0,27 0,45 0,04
25. Mangan (mg) 29,00 5,00 29,00
26. Sodium (%) 0,04 0,61 0,07
27. Tembaga (mg) 22,00 6,00 15,00
28. Yodium (mg) - - -
29. Selenium (mg) 0,49 1,93 -
30. Seng (mg) 27,00 132,00 20,00
31. Biotin (mg) 0,32 0,31 0,39
32. Kholin (mg) 2794,00 5300,00 2396,00
33. Folasin (mg) 0,40 0,80 0,40
34. Niasin (mg) 24,00 93,00 170,00
35. A. pantotenat (mg) 4,00 17,00 53,00
36. Piridoksin (mg) 7,00 4,00 10,00
37. Riboflavin (mg) 1,00 9,90 11,00
38. Tiamin (mg) 3,50 0,10 5,70
39. Vitamin B12 (mg) 0,00 403,00 -
40. Vitamin E (mg) 22,00 22,00 3,00
Tabel 8.3. Kebutuhan zat-zat makanan beberapa ikan

No. Zat makanan 1 2 3 4 5


1. Energi (kkal/kg)
2. Protein (%) 45 40 32-36 31-38 55
3. Lemak kasar (%) - 0.8-1a 1-2a 1a 2b
0.5-0.75b
4. Arginin (%) - 1.2 1.0 1.6 -
5. Histidin (%) - - 0.4 0.8 -
6. Isoleusin (%) - - 0.6 0.9 -
7. Leusin (%) - - 0.8 1.0 -
8. Lisin (%) - 1.9 1.2 2.2 -
9. Metionin (%) - 0.6 0.6 1.2 -
10. Fenilalanin (%) - - 1.2 2.5 -
11. Treonin (%) - - 0.5 1.5 -
12. Triptofan (%) - 0.6 0.12 0.3 -
13. Valin (%) - - 0.71 1.4 -
14. Vitamin A (IU) R 2.500 1.000- 4.000- 5.68
2.400 20.000
15. Vitamin D (ICU) NR 1.600- 500 - NR
2.400
16. Vitamin E (IU) 40-50 25-100 25-50 100 119
17. Vitamin K (mg) R - R - NR
18. Tiamin (mg) 10-15 1-10 1 0.5 11.2
19. Riboflavin (mg) 20-25 5-15 9 4-7 11
20. Vitamin B6 (mg) 10-20 1-10 3 5-6 11.7
21. A. pantotenat (mg) 40-50 10-20 10-15 30-50 35.9
22. Niasin (mg) 150-200 1-5 14 28 12
23. Biotin 1-1.5 0.05-0,25 R R 0.67
24. Vitamin B12 (mg) 0.015-0.02 R R NR 0.053
25. Asam folat (mg) 6.10 1.0 1.5 NR 1.2
26. Kolin (mg) 600-800 50-100 400 1.500 2.920
27. Vitamin C 50 250-500 11-60 R 122

Keterangan :
1. Pacific salmon
2. Rainbow trout
3. Channel catfish
4. Common carp
5. Yellowtail
a. Asam linoleat
b. EPA dan DHA

Metode Penyusunan Pakan


Beberapa cara menyusun pakan secara ringkas dapat dilakukan. Beberapa
cara yang dilakukan oleh para peikan adalah : sistem coba-coba (trial and error),
sistem square method, sistem simultaneosis quation method dan komputer.
9.2.1. Sistem trial and error
Sistem trial and error merupakan sistem yang paling sederhana. Aplikasinya
hanya dengan mencoba-coba mencampurkan beberapa bahan pakan tanpa
pertimbangan yang masak. Pakan tersebut kemudian dicobakan pada ikan. Apabila
hasilnya baik akan digunakan seterusnya. Tetapi umumnya hasil yang diperoleh
lebih banyak gagalnya. Semakin di trial semakin error.

Sistem square method


Sistem square method atau metode segi empat merupakan sistem
pencampuran pakan dengan memakai metode matematika secara sederhana. Sistem
ini mencoba mengurangkan dan menambahkan komposisi zat-zat makanan yang
dicampurkan. Kelemahan sistem ini adalah tidak dapat menyusun bahan pakan dan
kebutuhan zat-zat makanan dalam jumlah banyak. Sebagai contoh perhitungan dapat
dikemukakan dibawah ini.
Susunlah pakan dengan PK = 18% dengan komposisi bahan pakan:
a. Basal mix (10% PK)
b. Protein mix (45 % PK)
c. Mineral mix (4%)
Jika di susun 100 kg pakan jadi maka mineral mix = 4%
Jadi basal mix dan protein mix : 100 – 4 = 96 kg.
96 kg mengaandung 18 % PK berarti
18 ∗ 100 % = 18,75 % PK
96

selanjutnya

basal mix 10 26,25

18,75

protein mix 45 8,75 +


35,00
Jadi supaya campuran Basal mix dan protein mix mengandung 18,75% PK, maka
campuran tersusun atas :
Basal mix : 26,25 x 100% = 75%
35

Protein total : 8,75 x 100% = 25%


35

Jadi untuk pakan jadi terdiri dari basal mix, protein mix dan mineral mix tersusun

dari :

Basal mix : 75 x 96 kg = 72 kg
100

Protein mix : 25 x 96 kg = 24 kg
100 +

subtotal 96 kg

Mineral mix : 4 kg
+

Total 100 kg

Contoh 2.

Susunlah pakan ikan (dimisalkan) dengan ketentuan susunan bahan pakan dan
kebutuhan tercantum dalam Tabel 9.4.

Tabel 9.4. Susunan bahan pakan ikan

Bahan ME PK(%) Ca(%) P(%) Vit.A Konsumsi


(Mcal/kg) (IU) (g/hari)
Tepung daun lamtoro 2,20 11,60 0,04 0,29 3600 --
Sorghum 3,52 12,60 0,03 0,33 ----- --
B. Kedelai 3,60 50,90 0,31 0,70 ------ --
Tetes 3,25 4,30 1,05 0,15 ------ --
Kebutuhan 2,80 12,67 0,52 0,37 2000 6

Langkah penyelesaian
a. Bila hanya tersedia tepung daun lamtoro saja maka berdasarkan kandungan zat
makanan dari tepung daun lamtoro masih terdapat kekurangan ME, protein dan
Ca. Oleh sebab itu untuk mencukupinya masih harus ditambah pakan lain yang
nantinya dapat memenuhi kebutuhan akan nutrisinya.
b. Untuk mudahnya dibuat pakan yanng terdiri dari tepung daun lamtoro dan
campuran butiran yang sama banyaknya ( 1 : 1). Jadi agar diperoleh ME sebesar
2,80 Mcal/kg sesuai dengan kebutuhan maka campuran butiran (sorghum,
b.kedelai, dan tetes) tersebut harus mengandung :
2,20 + X = 2,80
2

X = 2,80 x 2 - 2,20 = 3,40 Mcal/kg


c. Untuk mendapatkan campuran butiran yang mempunyai ME sebesar 3,40
Mcal/kg dapat digunakan metode segi empat sebagai berikut :
Tetes 3,28 0,12

3,40

sorghum 3,52 0,12 +

0,24

Disini kebutuhan perbandingan antara tetes dan sorghum adalah sama, jadi
campuran butiran (campuran 1) tersusun dari tetes 50 % dan sorghum 50 %.
Dengan demikian maka kandngan protein dari campuran 1 sebesar :

4,3 + 12,6 = 8,45 %


2
d. Kebutuhan protein adalah sebesar 12,67%, maka dibuat campuran II yang terdiri
dari campuran I dan bungkil kedelai. Sehingga bila campuran II dicampur dengan
tepung daun lamtoro akan diperoleh campuran II yang mempunyai kandungan
protein sebesar 12,67%. Dengan metode segi empat akan diperoleh sebagai
berikut :
Campuran II 13,74 1,07
12,67

T. daun lamtoro 11,60 1,07 +

2,14

Disini dibuat sama seperti ketentuan (b) diatas dan disini diperoleh campuran II
yang mempuyai kandungan protein sebesar : 13,74 %.
e. Untuk mendapatkan campuran II dengan protein sebesar 13,74% dapat dikerjakan
sebagai berikut :
Campuran II 8,45 37,16

13,74

Bungkil kedelai 50,90 5,29

42,45

Dari metode segi empat didapat campuran II yang terdiri dari :

37 ,16
Campuran I : x100 % = 87 ,54 %
42 ,45

5,29
Bungkil Kedelai : x100 % = 12 ,46 %
42 ,45

Dengan demikian campuran III terdiri dari :


Tepung daun lamtoro = 0,5 x 6 g = 3,00 g

Tetes = 0,5 x 87,94 x 3 g = 1,31 g


100

Sorghum = 0,5x 87,54 x 3 g = 1,31 g


100

B. Kedelai = 12,46 x 3 g = 0,37 g +


100
Jumlah = 5,99 g

Apabila kandungan zat makanan diuji akan didapatkan hasil sebagaimana


terdapat dibawah ini :
ME dari :

Sorghum = 43,77 x 3,52 = 1,54 Mcal/kg


100

B. Kedelai = 12,46 x 3,52 = 0,44 Mcal kg


100

Tetes = 43,77 x 3,25 = 1,42 Mcal/kg


100 +

= 3,40 Mcal /kg, dengan rincian :

Campuran II = 0,5 x 3,40 = 1,70 Mcal/kg

Tepung daun lamtoro = 0,5 x 2,20 = 1,70 Mcal/kg

Campuran total = 2,80 Mcal/kg

Protein :
T. lamtoro = 11,60/100 x 3.00 g = 0,35 g

Tetes = 4,3/100 x 1,31 g = 0,06 g

Sorghum = 12,6/100 x 1,31 g = 0,17 g

B.Kedelai = 50,9/100 x 0,37 g = 0,19 g +


= 0,77 g

0,77 g x 100% = 12,85%


5,99

Fosfor :

T. lamtoro = 0,39/100 x 3,00 g = 0,1170 g

Tetes = 0,15/100 x 1,31 g = 0,0020 g

Sorghum = 0,33/100 x 1,31 g = 0,0043 g

B.Kedelai = 0,70/100 x 0,37 g = 0,0026 g +


= 0,0206 g

0,0206 x 100 % = 0,34 %


5,99

Kebutuhan fosfor = 0,37 % maka kurang :

0,37 - 0,34 = 0,03 %

0,03% P = 0,03 x 5,99 g = 0,0018 g


100

Bila tepung tulang mengandung : 32,3 % Ca dan 13,3 % P maka :

Untuk 0,0018 g P dibutuhkan tepung tulang sebanyak :

0,0018 x 100 g = 0,0135 g


13,3

Kalsium :
T. lamtoro = 0,46/100 x 3,00 g = 0,0138 g

Tetas = 1,05/100 x 1,31 g = 0,0138 g

Sorghum = 0,03/100 x 1,31 g = 0,0003 g

B.Kedelai = 0,70/100 x 0,37 g = 0,0011 g

T.tulang = 32,3/100 x 0,0135 g = 0,0044 g


= 0,0335 g

0,0335 x 100 % = 0,56 %


5,99

Vitamin A :

Tepung daun lamtoro = 3600 IU x 3 g = 10800 IU

Kebutuhan = 2000 IU x 6 g = 12000 IU

Masih kurang = 1200 IU

Kekurangan dapat diatasi dengan menambah preparat vitamin A khusus.

Sistem persamaan aljabar


Sistem simultaneos quation method/persamaan aljabar/persamaan x – y
merupakan pengembangan metode segi empat. Metode ini mengatasi kelemahan dari
metode segi empat tersebut karena dapat membuat pakan dengan jumlah bahan pakan
dan macam kebutuhan zat-zat makanan ikan dalam jumlah yang lebih banyak.

Contoh :
Susunlah pakan dengan 20 % PK dan 2,8 Mcal ME /kg dengan komposisi
bahan pakan sebagaimana terdapat pada Tabel 9.5.
Tabel 9.5. Komposisi bahan pakan penyusun pakan

Komposisi bahan PK (%) ME (%) Σ (kg)


Protein 45 2,59 x
Jagung 8,5 3,37 y
Bekatul 12,5 2,35 z

Langkah pengerjaannya

1. Dengan persamaan aljabar

I. Persmaan jumlah bahan : x + y + z = 100

II. Persamaan kebutuhan PK : 0,45x + 0,085y + 0,125 = 20

III. Persamaan kebutuhan ME : 2,59x + 3,37y + 2,35z = 280

Persamaan
I x 0,45 0,45x + 0,45y + 0,45z = 45(A)

II 0,45x + 0,854y + 0,125z = 20(B) _

A–B = 0,365y + 0,325z = 25 (IV)

Persamaan

III 2,59x + 3,37y + 2,35z =280 (C)

I x 2,59 2,59x + 2,59y + 2,59z =259 (D)

C–D = 0,78y + ( - 0,24z ) = 21 _

= 0,78y – 0,24z = 21 (V)

Persamaan

IV 0,365y + 0,325z = 25 (E)

V x 0,365 0,365y – 0,125z = 9,83 (F) _


0,78
E–F = 0,477z = 15,17
Z = 31,80

Persamaan IV

0,265y + 0,325z = 25

0,356y + 0,325 X 31,80 = 25

0,365y + 10,34 = 25

0,365y = 14,66

y= 40,16

Persamaan I

X + Y + Z = 100

X + 40,16 + 31,80 = 100

X = 28,04

Jadi pakan dengan 20 % PK dan 2,8 Mcal / kg terdiri dari campuran :

Protein mix = 28,04 kg

Jagung = 40,16 kg

Bekatul = 31,80 kg

Uji kebenaran :

Protein :

Protein mix : 45 x 28,04 kg = 12,6 kg


100
Jagung : 8,5 x 40,16 kg = 3,4 kg
100

Bekatul : 12,5 x 31,80 kg = 4,0 kg


100
Total 20,0 kg

ME :

Protein mix : 2,59 x 28,04 kg = 72,63 Mcal

Jagung : 3,37 x 40,16 kg = 134,34 Mcal

Bekatul : 2,35 x 31,80 kg = 74,73 Mcal

Total 282,70 Mcal

Sistem komputer / program UFFF User Friendly Feed Formulation Program

Program UFFF ini merupakan program yang dapat menyusun pakan dengan
sangat mudah dengan komposisi bahan pakan dan zat makanan yang digunakan dapat
berjumlah banyak. Ada 6 bagian program pada UFFF, yaitu:
1. The Ingredient Names and Limit . (Balance Ingredient).
Di gunakan untuk komposisi / susunan bahan pakan yang diinginan terdiri
atas :
- Fixed : untuk bagian bahan pakan yang ditetapkan penggunaannya
misalnya : level tingkat penggunaan 0 – 4 – 8 – 12 persen atau bagian dan
seterusnya.
- Upper Limit : batas penggunaan bahan pakan yang tertinggi. Sebagai
contoh, jagung dibatasi sampai 60% penggunaan.
- Lower Limit : batas penggunaan pakan yang terendah. Sebagai contoh,
bungkil kacang kedelai digunakan sebanyak minimal 20%.
- Apabila ingin memasukkan bahan pakan dengan batasan tertinggi dan
terandah dapat dilakukan dengan memasukkan angka pada lower dan
upper limit sesuai dengan keinginan. Sebagai contoh, bahan pakan jagung
dapat dimasukkan sebanyak 40% pada lower limit dan 60% pada upper
limit.
2. The Nutritien and limit. (Nutritien Requirement)
Digunakan untuk mengisi kebutuhan zat-zat makanan pakan. Khusus untuk
mengisi berat/weight biasanya ditulis 100 kg, tetapi untuk berjaga-jaga
terhadap bahan pakan yang kurang pasti komposisi kimianya maka sebaiknya
angka yang dicantumkan kurang dari 100 misalnya : 99,5. Contoh bahan
pakan yang kurang pasti komposisi kimianya adalah premix, antibiotik, NaCl
dan lain-lain
3. The Ingredient / Nutrien matrix.
Diisi dengan komposisi zat-zat makanan dari bahan pakan yang digunakan.
Komposisi zat-zat makanan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
komposisi bahan makanan yang dukeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada
ataupun dari NRC.
4. The ingredient cost
Diisi dengan harga bahan pakan yang digunakan. Harga bahan pakan diisi
dengan harga pada saat bahan pakan tersebut dimasukkan sebagai salah satu
bahan penyusun pakan. Program UFFF akan mencari alternatif penyusunan
pakan dengan harga yang paling rendah.
5. The ingredient Ratios
Diisi dengan imbangan zat-zat makanan yang digunakan , misalnya imbangan
antara Ca : P, Lisin : Metionin dan seterusnya. Beberapa pakan untuk
hewan tertentu harus mencantumkan imbangan supaya tidak terjadi
ketidakefisienan pakan.
6. The Least – Cost Formula.
Berisi hasil pengolahan program UFFF terhadap bahan pakan yang
dimasukkan dalam program Program akan memilih pakan yang paling murah
dengan kondisi zat-zat makanan yang terpenuhi. Bagian program ini terdiri
dari:
- Formula Cost : harga pakan jadi
- Ingredient : bahan pakan yang digunakan
- Cost : harga/kg bahan yang digunakan.
- Actual Use : Komposisi bahan pakan yang digunakan
- Limits : batas penggunaan
- Contens : isi / kandungan / komposisi kimia pakan yang diperoleh
untuk masing-masing zat makanan.

9.3. Proses Pembuatan Pakan Ikan


Pembuatan pakan ikan umumnya dilakukan di industri pakan ikan. Mereka
umumnya sudah menggunakan peralatan yang cukup canggih untuk pembuatan
pakan. Sementara apabila petani ikan ingin membuat pakan, mereka masih
terkendala oleh peralatan dan pengetahuan tentang penyususnan pakan. Secara
umum pembuatan pakan melalui beberapa proses, yaitu penggilingan bahan baku dan
pengayakan, penimbangan dan pencampuran, serta pencetakan dan penyimpanan.
Supaya bahan pakan dapat tercampur dalam pakan secara merata, maka bahan
pakan tersebut harus dapat digiling sehalus mungkin. Penggilingan dapat
menggunakan alat penggilingan yang memakai saringan untuk pengayakan ataupun
dilakukan secara tradisional seperti ditumbuk. Apabila dilakukan secara tradisional
masih dilanjutkan lagi dengan pengayakan supaya partikel bahan pakan menjadi
ukuran yang sangat kecil atau halus. Apabila bahan pakan tersebut kurang halus,
dikhawatirkan bahan pakan tersebut tidak tercampur merata dan komposisi zat-zat
makanannya tidak dapat tersusun secara baik.
Proses selanjutnya adalah menimbang bahan pakan sesuai dengan komposisi
yang diinginkan. Setelah penimbangan, bahan pakan disusun dengan mengumpulkan
bahan-bahan pakan yang berjumlah sedikit dicampur terlebih dahulu diantara mereka
untuk mendapatkan volume atau jumlah campuran yang lebih berat. Bahan pakan
yang mempunyai berat yang paling banyak diletakkan paling bawah kemudian
berturut-turut bahan pakan yang lebih ringan. Apabila bahan pakan yang dicampur
terlalu banyak sebaiknya menggunakan mixer supaya dapat tercampur secara merata.
Sementara apabila bahan–bahan pakan yang dicampur hanya sedikit dapat dilakukan
secara manual dibantu dengan peralatan sekop dan atau cangkul.
Proses paling akhir adalah pencetakan dan penyimpanan. Proses pencentakan
dapat dilakukan menurut tujuan pembuatan pakan. Pencetakan dapat berbentuk
emulsi, tepung, crumble, pellet dan/ataupun flake. Bentuk-bentuk tersebut dapat
disesuaikan dengan ukuran dan besarnya ikan yang dipelihara. Pakan ikan kecil
sebaiknya berbentuk emulsi atau tepung dan semakin besar ikan, bentuk makanannya
sebaiknya semakin besar pula seperti dalam bentuk pellet.
Bentuk emulsi adalah bentuk yang paling tidak dapat disimpan lama, karena
pakan tersebut harus dicampur dengan air, dipanaskan dan diaduk sampai terjadi
emulsi atau cairan kental. Sebaiknya pakan emulsi ini tidak terlalu lama disimpan
karena mudah membusuk. Setelah membuat pakan sebaiknya langsung diberikan
pada ikan. Pakan berbentuk tepung sangat mudah membuatnya. Campuran bahan
pakan yang ada diaduk sampai merata dan kemudian dimasukkan kedalam tempat
pakan. Pakan ini dapat disimpan relatif lebih lama dibanding dengan emulsi.
Pakan berbentuk pellet dapat dibuat dengan memberi air ataupun bahan
perekat pada campuran bahan pakan tersebut. Setelah diaduk secara merata,
campuran tersebut kemudian dimasukkan pada alat cetak pellet sesuai dengan ukuran
yang diinginkan. Setelah berbentuk pellet, pakan dapat dipanaskan dan dikeringkan
sinar matahari atau alat pengering lainnya. Bagian pellet yang sudah kering dan
pecah merupakan bentuk crumble.
Bagian yang paling riskan pada pembuatan pakan adalah penyimpanan.
Semakinlama disimpan, paka cenderung untuk membusuk dan kehilangan komposisi
zat-zat makanannya. Penyimpanan harus dilakukan pada tempat yang kering, bersih
dan sirkulasi udara yang baik. Secara umum semakinpendek waktu penyimpanan
semakin baik pakan tersebut diberikan pada ikan, sehingga sebaiknya apabila
membuat pakan harus diperhitungkan untuk kebutuhan ikan pada waktu yang relatif
singkat.

BAB X
EVALUASI PAKAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami bagaimana
cara mengevaluasi pakan buatan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Pada akhir pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu :
1. Mengevaluasi pakan buatan dengan uji fisik
2. Mengevaluasi pakan buatan dengan uji kimia
3. Mengevaluasi pakan buatan dengan uji biologis pada ikan
4. Mengevaluasi pakan buatan dengan uji ekonomi
Pakan yang akan diberikan pada ikan harus diuji dulu dengan beberapa uji,
yaitu : uji fisik, kimiawi, biologi dan ekonomis. Uji-uji tersebut bertujuan untuk
mengetahui apakah pantas, berguna, berkualitas, ekonomis suatu pakan diberikan
pada ikan. Semua uji saling berkaitan, sebagai contoh secara kimiawi pakan ikan
memenuhi syarat nutrisi yang diperlukan ikan tetapi melalui uji ekonomi didapatkan
bahwa pengeluaran untuk pembuatan pakan sangat tinggi. Dapat disimpulkan pakan
tersebut akan tidak feasibel diberikan pada ikan.

Evaluasi pakan dengan uji fisik


Uji ini dilakukan secara fisik dengan bermacam-macam cara, yaitu : menguji
tingkat kehalusan bahan baku pakan, kekerasan pellet, daya tahan dalam air dan daya
apung pellet. Uji kehalusan bahan baku pakan dilakukan dengan menggiling bahan
baku pakan sampai halus. Semakin banyak bagian bahan pakan yang halus, semakin
baik bahan pakan tersebut. Semakin halus bahan pakan menyebabkan semakin
memudahkan untuk pembuatan pellet yang berkualitas. Beberapa bahan baku pakan
sulit menjadi halus dikarenakan beberapa faktor, antara lain yaitu kandungan serat
kasar, kandungan air dan kekerasan bahan pakan. Semakin tinggi kandungan serat
kasar, semakin sukar untuk digiling menjadi halus. Demikian juga semakin tinggi
kadar air, semakin jarang diperoleh bahan bakau yang halus. Semakin lunak bahan
pakan akan mendapatkan bahan baku yang halus yang relatif banyak.
Uji kekerasan pellet dilakukan untuk memeperoleh pellet yang dapat bertahan
lama di dalam air. Semakin keras pellet akan semakin lama pellet tersebut bertahan
di dalam air. Uji kekerasan pellet dilakukan dengan cara memberi beban pada pellet
dengan berat beban tertentu sampai hancur. Semakin tahan dalam menahan beban
maka pellet tersebut semakin baik. Pellet yang keras umumnya berasal dari
pencampuran bahan baku pakan yang relatif lebih halus.
Uji daya tahan dalam air dilakukan dengan merendam pellet dalam air dan
dihitung berapa lama pellet tersebut tahan dalam air sampai hancur. Semakin lama
pellet tersebut hancur, semakin baik dan berkualitas pellet tersebut. Selain dari faktor
kekerasan pellet, daya tahan pellet alam air dapat disiasati dengan beberapa cara,
antara lain yaitu dengan mempergunakan perekat, lama pengeringan yang optimal
dan merata dan memperbesar ukuran pellet seoptimal mungkin. Pellet umumnya di
buat dari campuran beberapa macam bahan pakan dan umumnya kemudian
ditambahkan perekat baik alami maupun kimiawi. Salah satu bahan perekat yang
murah dan mudah didapat adalah kanji yang berasal dari tepung tapioka. Lama
pengeringan juga menentukan keras tidaknya pellet. Semakin lama dilakukan
pengeringan akan semakin keras pellet tersebut, problemnya adalah akan mengurangi
kandungan nutrisi pellet. Demikian juga pengeringan dengan suhu yang semakin
tinggi akan meneybabkan pellet akan cepat menjadi keras. Problemnya adalah sama
dengan lama pengeringan yaitu turunnya kandungan nutrisi, disamping akan
didapatkan kekerasan pada pellet yang tidak merata, bagian luar pellet keras tetapI
bagian dalam pellet belum terlalu keras. Salah satu jalan adalah dengan mencari
waktu lama pengeringan yang optimal dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Dengan
kondisi tersebut akan didapatkan pellet dengan tingkat kekerasan yang optimal dan
kekerasan yang merata.
Problem pakan ikan adalah pemberian pakan yang harus disebar dalam air
berbeda dengan pakan ternak yang hanya tinggal diletakkan dalam tempat pakan.
Akibatnya tingkat kehilangan pakan relatif tinggi apalagi apabila pakan tersebut cepat
tenggelam di dasar air. Untuk itu perlu dilakukan uji daya apung pakan. Cara
pelaksanaannya dengan menjatuhkan pellet pada permukaan air dan kemudian dicatat
waktu jatuhnya sampai ke dasar pearairan sedalam 20 cm. Semakin lama jatuh dalam
dasar perairan, semakin baik pellet tersebut karena ikan akan mempunyai kesempatan
untuk mengkonsumsi pakan tersebut pada waktu pakan tersebut sedang melayang
dalam air. Cara untuk memperoleh pellet dengan daya apung tinggi dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain dengan menurunkan berat per satuan pellet ataupun
dengan memperbesar ukuran permukaan pellet. Semakin ringan pellet akan
mempunyai kesempatan untuk melayang lebih lama dalam air. Sedangkan
memperbesar ukuran permukaan pellet dapat dilakukan dengan cara membentuk
pellet dalam bentuk kepingan-kepingan tipis.

Uji kimiawi
Uji kimiawi dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi suatu bahan
pakan. Umumnya kandungan nutrisi yang diamati meliputi energi, protein dan asam
amino, lemak, serat kasar, abu dan mineral terutama kalsium dan fosfor, dan air.
Kandungan energi dapat diperoleh dengan menggunakan bom kalorimeter.
Kebutuhan energi yang digunakan untuk penyusunan pakan ikan adalah berbasiskan
pada Energi Tercerna (Digestible Energi). Digestibel energi diperoleh setelah
mengurangkan kandungan energi bruto pakan dengan energi feses ikan. Sedangkan
kandungan nutrisi yang lain dapat diperoleh dengan menggunakan analisa proksimat.
Cara memperoleh kandungan nutrisi tersebut dapat diterangkan dibawah ini.

Cara pengamatan kandungan energi di laboratorium


1. Bahan dan alat
Pakan dan feses hasil dari pengamatan di lapangan, aquades, oksigen, larutan
NaOH 0,1 N, indikator methylred, kain pembersih dan kertas tissue, bom
kalorimeter, alat pembuat pellet, timbangan analitis Sartorius, pinset, gunting,
beaker glass 80 ml, crucible, buret 1 ml, kawat penghubung, stirrer yang
dihubungkan dengan stabilisator, unit pembakar, dan timer.
2. Cara kerja
a. Sampel ditimbang dengan berat kurang lebih 1 gram dan dibuat pellet.
b. Kawat ditimbang (dengan panjang berkisar 7 sampai 10 cm)
c. Pembuatan pellet dilakukan dengan kawat terselip di dalam kapsul
(cricible).
d. Ujung-ujung kawat dipasang berhubungan dengan bom, dengan catatan
pemasangan kawat tidak boleh menyentuh dinding kapsul.
e. Air ditimbang sebanyak 2.000 gram dan dimasukkan ke dalam tabung.
f. Bom diisi dengan 1 ml aquades.
g. Bom yang sudah berisi contoh kemudian ditutup rapat.
h. Mula-mula bom diisi dengan 5 atm O2, kemudian dikeluarkan lagi
dengan perlahan. Bom yang bersih dari gas-gas selain O2 selanjutnya
diisi kembali dengan 25 sampai dengan 30 atm O2.
i. Bom dimasukkan ke dalam tabung (bucket) yang telah berisi air 2.000
gram.
j. Aliran listrik dihubungkan ke dalam bom.
k. Tabung (bucket) dimasukkan ke dalam jacket dan ditutup.
l. Stirrer dipasang dan dihidupkan dengan aliran listrik.
m. Suhu dicatat selama 5 menit, diperiksa tiap-tiap menit sampai suhu pada
termometer menjadi konstan.
n. Suhu awal dicatat setelah 5 menit dan tombol pembakar ditekan.
o. Suhu akhir dicatat setelah 10 menit, dan diperiksa tiap-tiap menit.
p. Aliran listrik dimatikan.
q. Tutup jacket dibuka dan bom kalorimeter dibuka.
r. Oksigen dikeluarkan dari bom secara perlahan selama kira-kira 1 menit.
s. Sisa kawat yang melekat dilepas dan ditimbang dengan teliti.
t. Bagian dalam bom dan kapsul dicuci dengan aquades dan air cucian
ditampung dalam beaker glass kapasitas 100 ml. Jumlah larutan cucian
lebih kurang 60 ml.
u. Ditambahkan indikator methyl red 3 tetes.
v. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
w. Jumlah ml NaOH 0,1 N yang diperlukan dicatat sampai terjadi perubahan
warna.
3. Perhitungan :

Energi bruto = (oF) (W) - 13,8 (ml NaOH) (N) - Kawat (1400)
Berat sampel (gram)

= kal/gram

Keterangan :
t = kenaikan suhu (oF)
W = Nilai kesetaraan panas air bom
N = Normalitas NaOH
Kawat = Berat sisa kawat yang digunakan
1400 = Nilai energi kawat (kal/gram)

Kandungan energi pakan yang diperoleh kemudian dikurangkan dengan


kandungan energi feses. Hasil ini belum menunjukkan kandungan energi tercerna
yang sebenarnya atau ini hanya kandungan energi tercerna semu karena masih belum
memperhitungkan kandungan energi endogenous yaitu energi yang berasal dari
mukosa usus, enzim, dan lain-lain dari dalam tubuh. Untuk memperoleh kandungan
energi tercerna sejati harus dilakukan penelitian dengan memperhitungkan energi
endogenous.
Penggunaan energi diukur dalam kilokalori (kkal) atau kalori (kal). Satu
kilokalori atau satu kalori adalah banyaknya panas yang diperlukan untuk menaikkan
suhu satu liter air dari 14,5oC menjadi 15,5oC. Ukuran lainnya adalah kilojoule (kJ)
yang didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk mengangkat benda satu
kilogram setinggi satu meter. Satu kilokalori sama dengan 4,2 kJ.

10.2.2. Cara pengamatan kandungan bahan kering


a. Bahan dan alat :
1. Bungkil biji karet
2. Cawan porselin
3. Oven
4. Eksikator
5. Penjepit
6. Timbangan analitis Sartorius
b. Cara kerja
1. Cawan porselin diambil dan dimasukkan dalam oven dengan suhu 105oC
selama satu jam
2. Setelah satu jam, cawan diambil dan dimasukkan kedalam eksikator dengan
menggunakan penjepit selama satu jam. Setelah satu jam, cawan ditimbang
dengan teliti (berat a gram).
3. Sampel ditimbang lebih kurang 5 gram (berat b gram) dengan teliti lalu
dimasukkan ke dalam cawan. Selanjutnya cawan yang berisi sampel
dimasukkan ke dalam oven 105oC selama empat jam.
4. Cawan diambil dan dimasukkan ke dalam eksikator selama satu jam dan
setelah itu ditimbang dengan teliti (berat = c gram).
c. Perhitungan

Kandungan bahan kering (BK) = c - a x 100%


b

Keterangan :
a = berat cawan setelah dioven
b = berat sampel sebelum dioven
c = berat sampel + cawan setelah dioven

Cara pengamatan kandungan abu


a. Bahan dan alat
1. Bungkil biji karet
2. Cawan porselin
3. Tanur (550oC sampai dengan 600oC)
4. Eksikator
5. Penjepit
6. Timbangan analitis Sartorius
b. Cara kerja
1. Cawan porselin diambil dan dimasukkan ke dalam tanur (600oC) selama satu
jam).
2. Cawan porselin kemudian dimasukkan dengan penjepit ke dalam eksikator
selama satu jam, kemudian ditimbang dengan teliti ( berat = a gram).
3. Sampel ditimbang (berat = b gram) dengan teliti, kemudian dimasukkan ke
dalam cawan porselin, setelah itu dimasukkan ke dalam tanur (600oC) sampai
sampel berwarna putih atau menjadi abu selama empat jam.
4. Setelah empat jam, cawan porselin diambil dan dimasukkan eksikator selama
satu jam kemudian ditimbang dengan teliti (berat = c gram).
c. Perhitungan

Kadar abu = c - a x 100%


b

Keterangan :
a = berat cawan porselin
b = berat sampel
c = cawan porselin + sampel setelah dioven

10.2.4. Cara pengamatan kandungan protein kasar dengan metode Kjeldal


a. Bahan dan alat :
a. Bungkil biji karet
b. H2SO4 pekat
c. Tablet Kjeldahl
d. Zn
e. NaOH 45%
f. HCl 0,1 N
g. NaOH 0,1 N
h. Aquades
i. Phenolphetialin 1%
j. Labu Kjeldahl
k. Labu Erlenmeyer
l. Gelas ukur 5, 25 dan 50 ml
m. Buret
n. Corong
o. Pipet volume 5, 10, dan 25 ml
p. Alat destruksi dan destilasi
b. Cara kerja
1. Mengambil bahan yang telah dihaluskan sebanyak 0,2 sampai dengan 0,5 g
dan memasukan kedalam labu kjeldal kapasitas 50 ml.
2. Menambah 5 ml H2SO4 pekat dan menambah lagi 0,5 sampai dengan 2 g
tablet Kjeldahl sebagai katalisator.
3. Dipanaskan dalam ruang asam sampai jernih kehijauan.
4. Setelah dingin ditambahkan aquades 50 ml, Zn sebanyak 1 gram dan
ditambahkan 25 ml dan NaOH 45% hingga bersifat basa.
5. Dilakukan destilasi dan menampung destilat dalam erlenmeyer yang telah
diberi HCl 0,1 N sebanyak 25 ml dan beberapa tetes phenolphetialin 1%.
6. Menghentikan destilasi hingga volume erlenmeyer 60 ml.
7. Dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna pink tidak pudar.
c. Perhitungan

% N = (ml NaOH blangko - ml NaOH contoh) x N NaOH x 14,008


g bahan x 10
% Protein = % N x faktor koreksi

(Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1984).

10.2.5. Cara pengamatan kandungan lemak kasar dengan Soxhlet


a. Bahan dan alat
1. Bungkil biji karet
2. Kertas saring
3. Petroleum ether
4. Aquades
5. Tabung ekstrasi soxhlet
6. Kondensor
7. Tabung destilasi soxhlet
8. Botol timbang
9. Pemanas air
10. Oven
11. Timbangan analitis Sartorius
b. Cara kerja
1. Menimbang 2 gram bahan yang telah dihaluskan dan memasukkannya
kedalam tabung ekstraksi soxhlet dalam timble.
2. Mengalirkan air pendingin melalui kondensor.
3. Memasang tabung eksrtaksi pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut
petrolium ether selama 4 jam. Kemudian mengaduk residu dalam tabung
ekstraksi dan ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang
sama.
4. Memindahkan petrolium ether yang telah mengandung ekstraksi lemak
kedalam botol timbang yang bersih yang telah ditimbang beratnya, kemudian
menguapkan dengan pemanas air sampai agak pekat.
5. Meneruskan pengeringan dalam oven 105°C sampai konstan.
6. Menimbang residu dalam botol dan dinyatakan sebagai berat lemak.
(Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1984).

Cara pengamatan kandungan serat kasar


a. Bahan dan alat :
1. Bungkil biji karet
2. Anti foam
3. H2SO4 0,255 N
4. Kertas saring
5. Aquades
6. NaOH 0,313 N
7. K2SO4 10%
8. Alkohol 95%
9. Erlenmeyer 600 ml
10. Pendingin balik
11. Pemanas
12. Spatula
13. Oven
14. Eksikator
15. Timbangan
analitis Sartorius
b. Cara kerja :
1. Bahan ditimbang sebanyak 2 gram (bahan kering) dan diekstrsi lemaknya
dengan soxhlet, jika bahan mengandung lemak
2. Bahan dipindahkan kedalam erlenmeyer 600 ml ditambah tiga tetes anti foam
3. Ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,255 N mendidih dan ditutup dengan
pendingin balik. Dididihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-
goyangkan.
4. Suspensi disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam
erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih sampai air cucian tidak bersifat
asam.
5. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam erlenmeyer
kembali dengan spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N
mendidih sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer.
Kemudian dididihkan dengan pendingin balik sambil digoyang-goyangkan
kurang lebih 30 menit.
6. Residu disaring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya sambil
dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Kemudian dicuci dengan aquades
mendidih dan selanjutnya dengan alkohol 95% sebanyak 15 ml.
7. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada suhu 110oC sampai berat
konstan (1 sampai dengan 2 jam) dan selanjutnya didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang.
8. Berat residu = berat serat kasar.
Cara pengamatan kandungan asam amino
1. Prosedur hidrolisis protein
a. Ditimbang lebih kurang 1 mg protein sampel masuk tabung hidrolisa.
b. Ditambahkan 1 ml HCl 6 N kedalam tabung tersebut dan divakum lebih
kurang 1 menit.
c. Tabung ditutup dan dioven selama 22 jam dengan suhu 110oC.
d. Hasil hidrolisa diuapkan sampai kering dengan gas hidrogen.
2. Prosedur analisis asam amino
a. Hasil hidrolisa (hidrolisat protein) dianalisa dengan instrumen analizer asam
amino, dengan cara residu protein dilarutkan dalam 0,5 ml NaOH 0,01 N
dan 1,5 ml HCl 0,02 N.
a. Campuran diultrasonik lebih kurang 2 menit kemudian disaring dengan
penyaring Whatman pp 25 berdiameter 0,2 µ m dan filtrat siap dianalisa.
3. Prosedur untuk analisa triptofan
a. Untuk hidrolisis asam amino triptofan, larutan HCl 6 N diganti dengan asam
methasolfonat 4 N 1 ml, selanjutnya dikerjakan seperti pada prosedur
hidrolisis protein
b. Bila mau dianalisa residu dibuat pH = 4 dengan NaOH 4 N, kemudian
ditambah 0,02 N HCl sampai volume 2 ml, prosedur selanjutnya sama seperti
diatas.
4. Prosedur hidrolisis untuk penentuan sistein dan metionin
a. Sampel ditimbang sebanyak 2 mg.
b. Ditambahkan 2 ml asam performat dan dibiarkan 4 sampai dengan 24 jam
pada 0oC.
c. Ditambahkan 0,3 ml 48% HBr.
d. Diuapkan dengan nitrogen
e. Residu ditambah 1 ml HCl 6 N dan selanjutnya seperti pada prosedur
hidrolisis protein.
5. Perhitungan kadar sampel
Kadar sampel = Luas area sampel x konsentrasi standart x B.M x 40 x 100%
Luas area standart x berat sampel

Cara pengamatan kandungan mineral


1. Cara penentuan kalsium
Cara kerja :
1. Sampel abu dilarutkan dalam HCl (1:4) dan semua abu yang terlarut dipindahkan
ke dalam gelas piala.
2. Air yang terkandung diuapkan sampai pekat. Kemudian dipanaskan dalam
penangas selama satu jam.
3. Residu yang telah kering dibasahi dengan 5 - 10 ml HCl pekat dan 50 ml aquades
dan dipanaskan lagi dalam penangas air selama beberapa menit, kemudian
disaring dengan kertas saring Whatman nomor 52.
4. Filtrat ditampung dengan labu ukur 200 ml. Endapan yang tertinggal dicuci
dengan aquades. Air cucian dicampur dengan filtrat yang tertampung lewat
kertas saring yang sama.
5. Filtrat dan hasil cucian tersebut diencerkan dengan aquades sampai tanda.
6. Filtrat dan hasil cucian diuapkan sehingga volumenya menjadi lebih kurang 50
ml, kemudian larutan dibuat sedikit alkalis dengan NH4OH (1:4) dan sambil
dipanaskan ditambahkan tetes demi tetes larutan amonium-oksalat jenuh sampai
terbentuk endapan Ca dan Mg-oksalat. Penambahan amonium-oksalat dibuat
sedikit berlebihan.
7. Endapan tersebut dipanaskan sampai mendidih, didiamkan sehingga semua
endapan mengendap. Dilakukan dekantasi bagian larutan yang jernih melalui
kertas saring, dan dituangkan 15 - 20 ml aquades panas ke dalam endapan dalam
gelas piala dan dilakukan dekantasi lagi. Endapan dalam gelas piala dilarutkan
dengan beberapa tetes HCl pekat dan ditambahkan air.
8. Diulangi lagi pengendapan dengan membuat larutan sedikit alkalis dengan
NH4OH (1:9) dan ditambah 0,5 ml larutan amonium-oksalat jenuh. Disaring
dengan kertas saring yang tadi, endapan dicuci dengan aquades panas sampai
bebas klorida, dikeringkan endapan dan kertas saring dalam krus yang telah
diketahui beratnya, dipijarkan dan ditimbang residu tersebut sebaga kalsium.
2. Cara penentuan fosfor.
Cara kerja :
1. Contoh ditimbang dengan seksama sebanyak 1 - 2 gram dan dipindahkan de
dalam gelas piala (pyrex), ditambahkan 7,5 ml larutan Mg-nitrat dan diaduk baik-
baik.
2. Dipanaskan diatas pemanas listrik pada suhu sekitar 180oC, sampai pekat dan tak
terjadi perubahan-perubahan lagi.
3. Dipindahkan ke dalam muffle pada suhu 300 - 400oC sampai residu tidak
berwarna hitam lagi. Didinginkan, lalu ditambahkan 15 - 30 ml HCl pekat dan
diencerkan dengan aquades, kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml
dan diencerkan lagi sampai tanda.
4. Diambil 100 ml larutan contoh yang diperoleh dan dipindahkan ke dalam gelas
piala 250 ml.
5. Ditambahkan NH4OH pekat sedikit berlebihan. Endapan yang terjadi dilarutkan
kembali dengan menambah HNO3 pekat sedikit demi sedikit sambil diaduk,
sampai larutan menjadi jernih.
6. Ditambahkan 15 g amonium nitrat, dipanaskan diatas penangas air sampai suhu
65oC dan ditambahkan 70 ml larutan molibdat. Didiamkan pada suhu tersebut
selama satu jam.
7. Diperiksa apakah pengendapan tersebut sudah selesai atau belum. Caranya :
diambil 5 ml supernatan dan ditambahkan 5 ml larutan molibdat dan dikocok.
Bila masih terbentuk endapan berarti masih perlu ditambah larutan molibdat lagi
sampai pengendapan selesai.
8. Kalau pengendapan sudah selesai, disaring dan dicuci dengan aquades.
9. Endapan dilarutkan kembali dalam kertas saring tersebut dengan menambah
sedikit demi sedikit larutan NH4OH (1:1) dan air panas sampai kertas saring
menjadi bersih. Volume filtrat dan hasil pencucian yang terakhir ini tidak boleh
lebih dari 100 ml.
10. Filtrat dan hasil cucian dinetralkan dengan HCl pekat, didiamkan lalu
ditambahkan 15 ml magnesia mixture dari dalam buret dengan kecepatan 1 tetes
tiap detik sambil dikocok. Didiamkan selama 15 menit.
11. Ditambah 12 ml NH4OH pekat dan dibiarkan selama 2 jam.
12. Supernatan mula-mula dituang melalui kertas saring bebas abu, endapan
dicuci dalam gelas piala dengan amonia encer sampai bebas klorida.
13. Endapan dan kertas saring dikeringkan dalam krus yang telah dipijarkan dan
diketahui beratnya, kemudian dipijarkan mula-mula pada suhu rendah, akhirnya
dipijarkan pada suhu yang lebih tinggi, sampai diperoleh residu yang berwarna
putih atau abu-abu keputih-putihan. Didinginkan dalam eksikator dan berat
residu ditimbang sebagai Mg2P2O7.
14. Berat P (g dalam 100 ml larutan) = 0,6377 x berat Mg2P2O7 (g)

Uji Biologis pada Ikan


Uji biologis dilakukan untuk mengetahui pengaruh pakan tersebut langsung
pada ikan. Ada kemungkinan pakan yang mempunyai kandungan nutrisi tinggi
kurang memberikan efek bagi pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan
penelitian langsung di laboratorium untuk menguji suatu pakan. Ikan yang dicobakan
diperlakukan pemberian pakan selama periode waktu tertentu umumnya berkisar anta
1, 5 – 2 bulan. Pada selang waktu tertentu dilakukan pengukuran pertumbuhan pada
ikan.
Pada pengamatan uji biologis tersebut akan didapatkan beberapa variabel
pengukuran seperti pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan.
Pertambahan bobot badan diukur dengan menimbang ikan tersebut dengan selang
waktu tertentu. Dari hasil penimbangan tersebut akan didapatkan pertambahan bobot
badan per satuan waktu. Konsumsi pakan dihtung dengan menimbang kapak yang
diberikan pada ikan selama periode pemeliharaan. Konversi pakan dihitung dengan
membandingkan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan jumlah pertambahan bobot
badan jika dianggap bahwa tidak ada pertambahan pakan alami. Nilai koefisien
adalah nilai dari kebalikan angka konversi. Jika angka koefisien besar hal ini
menunjukkan bahwa pakan tersebut bernilai biologis tinggi dan atau berkualitas
tinggi.

Uji Ekonomi
Pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi pemeliharaan
ikan terutama dalam pemeliharaan ikan yang intensif. Setiap peternak ikan akan
berusaha meminimalkan biaya pakan untuk memperoleh hasil ikan yang optimal.
Ada beberapa langkah untuk meminimalkan biaya tersebut. Pemilihan bahan pakan
lokal akan sangat mengurangi biaya pakan. Umumnya tepung ikan dan bungkil
kedelai sebagian besar merupakan komponen bahan pakan yang masih harus diimpor.
Apabila kedua bahan pakan tersebut dapat diganti dengan bahan pakan yang sama
hasil produksi dari dalam negeri atau diganti dengan bahan pakan lain dengan
kualitas zat makanan yang sama, maka akan sangat mengurangi biaya pakan. Bahan
pakan lokal yang belum akrab di kalangan peternak ikan dapat digunakan untuk
menyusun pakan ikan seperti bungkil biji karet, sorghum, daun singkong, daun pisang
dan lain-lain.
Bahan pakan yang berasal dari limbah merupakan potensi yang patut di
cermati pula. Banyak potensi limbah yang belum termanfaatkan, baik yang berasal
dari limbah pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan industri. Limbah
pertanian yang umum digunakan adalah dedak, padahal masih banyak limbah lain
yang dapat digunakan antara lain empok, batang dan daun jagung, daun singkong dan
lain-lain. Limbah dari kehutanan antara lain adalah daun-daun dan buah-buahan sisa
hasil pemotongan kayu. Limbah perkebunan antara lain adalah biji karet, jambu
mete, biji kelapa sawit dan lain-lain. Sementara itu yang berasal dari limbah
peternakan antara lain adalah kotoran ternak, sisa dari rumah pemotongan hewan dan
bulu. Limbah yang berasal dari industri antara lain adalah limbah roti, ampas tahu,
dan ampas kecap.
Cara meminimalkan biaya pakan yang lain adalah dengan mengganti bahan
pakan yang mahal dengan bahan pakan yang lebih murah. Salah satu yang umum
diganti adalah sebagian jagung diganti dengan sorghum yang harganya umumnya
lebih murah. Cara ini agak mengandung resiko karena hampir tidak ada bahan pakan
yang mempunyai kandungan zat makanan yang sama. Kandungan zat makanan
sorghum memang hampir sama dengan jagung tetapi sorgum mempunyai kelemahan
dengan adanya zat anti nutrisi tannin. Tetapi cara penggantian dapat dilakukan
dengan cara lain yang lebih memungkinkan, yaitu mengkombinasikan dua atau lebih
bahan pakan dan diupayakan nilai kandungan zat makanan sama dengan satu atau
lebih bahan pakan yang akan diganti. Salah satu contohnya adalah campuran bungkil
biji karet dan minyak dapat mengganti campuran tepung ikan dan bekatul.
Ada dua faktor yang mempengaruhi biaya pakan yaitu harga per unit pakan
dan konversi pakan. Biaya pakan dapat diubah dengan suatu perbaikan konversi
pakan atau oleh rendahnya harga unit pakan dan oleh kombinasi dari kedua faktor
tersebut. Konversi pakan dapat diperbaiki dengan beberapa cara antara lain dengan
mengatur formulasi pakan, mengatur waktu pemberian pakan, jumlah pakan,
frequansi pemberian pakan dan cara pemberian pakan. Formulasi pakan diatur
dengan memperhatikan pertumbuhan dan spesies ikan. Waktu pemberian pakan
disesuaikan dengan tingkah laku ikan dalam hal mencari makanan. Jumlah pakan
yang diberikan harus dalam kondisi cukup, jangan kekurangan dan berlebihan dan
disesuaikan dengan pertumbuhan ikan. Semakin dewasa ikan, pakan yang diberikan
harus semakin banyak. Frequansi pakan diatur dengan melihat sifat biologi ikan agar
pakan tersebut berdaya guna. Cara pemberian pakan diusahakan disesuaikan dengan
sifat biologis ikan. Ada ikan yang senang dengan pakan yang melayang diair, ada
pula ikan yang senang dengan pakan yang terdapat di permukaan air.

Anda mungkin juga menyukai