Anda di halaman 1dari 2

NAMA : IRMA DEVI SANTIKA

NPM : 170410070037
MATA KULIAH : E-GOVERNMENT

DEMOKRASI VIRTUAL-DIGITAL MELALUI TWITTER

Webster mendefinisikan demokrasi sebagai sistem melalui sistem


perwakilan, kekuatan maksimum kepada rakyat oleh rakyat secara langsung atau
tidak langsung mengendalikan pelaksanaan pemerintah. E-demokrasi berarti
penggunaan teknologi informasi (TI) untuk mempromosikan, meningkatkan dan
akhirnya memperluas pengaruh demokratis. Salah satu ciri khas demokrasi adalah
menjamin untuk menyampaikan pendapat dan perbedaan pendapat.
Sekarang telah marak penggunaan Twitter baik oleh masyarakat biasa
maupun orang terkenal. Twitter adalah sebuah situs web yang menawarkan
jaringan sosial berupa mikroblog sehingga memungkinkan penggunanya untuk
mengirim dan membaca pesan yang disebut tweets. Twitter telah menjadi media
jejaring sosial maupun sosialisasi bagi kehidupan demokrasi kita.
Kehadiran internet dalam beragam bentuk aplikasi ibarat pil doping. Ini
adalah trend, bentuknya bermacam-macam; digitalisasi, mobilisasi, personalisasi,
virtualisasi. Saling berhubungan satu sama lain dan lahirlah sebuah dunia bebas
baru. Bebas mengungkapkan pendapat seperti halnya ciri khas demokrasi.
Twitter memang telah menjadi media baru bagi sebagian kaum politikus
yang melek-internet untuk memperluas basis massa. DPR merupakan salah satu
lembaga negara yang paling banyak disorot di Twitter. Hampir setiap kabar dan
peristiwa yang datang dari DPR selalu menciptakan kehebohan di kalangan
masyarakat yang memiliki Twitter.
Keberadaan anggota DPR di Twitter tentu penting dalam konteks, mereka
bisa langsung ikut terlibat dalam setiap obrolan dan diskusi yang menyangkut
kebijakan mereka. Misalnya, Pramono Anung, @pramonoanung (18.282
followers) via TwitRocker-nya sering membahas mengenai kondisi e-demokrasi.
Pada tanggal 19 Oktober 2010, beliau mengemukakan dua buah tweet:
“Demokrassi di Twitter jauh lebih dinamis dan berkembang daripada di
DPR”.
“Demokrasi di Twitter nggak perlu gedung baru, nggak ada study
banding, boleh menghujat, Suka di-follow, sebel-Unfollow, semua senang.”
Hal ini menjadi pernyataan bahwa di Indonesia, orang yang menggunakan
Twitter secara tidak langsung menerapkan e-Demokrasi dalam kebebasan
berpendapat melalui jejaring sosial. Pendapat-pendapat Pramono Anung yang
terkadang nyeleneh menyeruak di tengah keriuhan Twitter dengan memberi
sedikit harapan masih adanya kepekaan pada suara rakyat.
Menurut Juergen Habermas (2009), di dalam suatu negara hukum yang
demokratis, legitimasi demokratis terletak pada kualitas wacana. Jadi pada masa
masyarakat terbuka seperti sekarang ini, legitimasi demokrasi tidak hanya
ditentukan oleh tiga pilar demokrasi: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Peran
media dan jejaring sosial di dunia maya dalam membentuk kualitas wacana juga
merupakan kunci legitimasi demokrasi. Jejaring sosial di dunia maya merupakan
pilar kelima di dalam demokrasi yang secara efektif tidak hanya untuk
membentuk opini publik, tetapi menentukan partisipasi masyarakat dalam
menentukan arah pemerintahan dan tata kenegaraan. Dalam jejaring sosial
masyarakat biasa bisa mengkritik secara independen. Dorongan ini penting untuk
menjaga keseimbangan dan keberlangsungan demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai