Anda di halaman 1dari 3

Edwina Syaafa Ramadhaniar (165120100111041)

Aulia Nanda (165120101111040)


Muhammad Raka Gunara (165120107111025)

Globalisasi, Demokrasi dan Nasionalisme


Terdapat dua ideologi dunia ini yang sangat dominan, yakni komunis dan liberal. Sebelum
akhirnya negara dengan ideologi demokrasi-liberal menjadi yang lebih dominan, Uni Soviet
sebagai negara adidaya berideologi komunis runtuh pada tahun 1908. Runtuhnya Uni Soviet
diikuti dengan melemahnya kekuatan persebaran komunis di dunia, dan ditandai dengan
bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur pada saat pasca Perang Dunia II. Kabarnya, Uni Soviet
runtuh karena serangan oleh Amerika, tetapi pada kenyataannya, Amerika tidak pernah
melancarkan serangan terjadap negara adidaya komunis tersebut. Runtuhnya negara tersebut
bukan karena serangan Amerika, melainkan karena kekuatan globalisasi yang seakan menembus
batas teritorial negara, yakni masuknya budaya asing seperti film-film dan berbagai aliran music
yang tak ter-filter.
Globalisasi pun mulai dirasakan di wilayah negara Indonesia, yakni terlihat pada
teknologi era Orde Baru, diantaranya:
1) Teknologi tepat guna, dan
2) Teknologi mercusuar
Indonesia yang menganut ideologi liberal, sangat menjunjung demokrasi sebagaimana
negara-negara liberal di dunia. Namun, demokrasi saat ini harus diikuti oleh pesatnya globalisasi
di setiap belahan dunia, agar demokrasi tersebut terus relevan di era globalisasi. Berawal dari
gerakan untuk menggulingkan Soeharto merupakan revolusi pertama yang menggunakan internet.
Hal ini bukan berarti ini merupakan vektor baru dalam komunikasi, melainkan kebebasan anarkis
yang dibangun ke dalam teknologi yang disebabkan erosi struktur kontrol politik yang selama ini
dipertahankan selama tiga dekade yang sebagian itu merupakan struktur kompleks propaganda dan
penyensoran. Selain itu, penulis melihat bukan di internet saja sebagai salah satu dari instrumen
yang digunakan oleh kelompok yang menentang Orde Baru Soeharto yang berkomunikasi secara
publik, namun terdapat juga suatu hal yang di luar kendali negara. Hal ini sengaja digunakan dalam
teknologi yang perlu dilihat dalam proses yang lebih kompleks munculnya “ranah publik”
Indonesia di Internet.
Pada era Orde Baru tersebut, internet mulai dikenal dengan segala kemudahan yang seakan
ditawarkan, yakni kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikasi dimulai dengan
bermunculan warnet (warung internet) dan wartel (warung telepon). Di masa inilah menjadi awal
perubahan. Kemudian, antara globalisasi dan dmeokrasi menjadikan makna Nasionalisme sebagai
perasaan yang sama antar individu. Hal demikian dinamakan sebagai “imagined community”
yang artinya ialah masyarakat berbayang, dan istilah tersebut dikenalkan oleh Benedict Anderson.
Masyarakat berbayang diartikan sebagai antar masyarakat satu dengan masyarakat lainnya
memiliki kecenderungan bacaan yang sama, sehingga pengetahuan menjadi terbentuk sama yang
kemudian menjadi suatu konstruksi sosial.
Edwina Syaafa Ramadhaniar (165120100111041)
Aulia Nanda (165120101111040)
Muhammad Raka Gunara (165120107111025)

Lebih jauh membahas globalisasi yang dalam hal ini adalah internet, dan kaitannya dengan
demokrasi ialah sebagai berikut:
1) Internet dan demokrasi  ilmu pengetahuan tidak lagi di monopoli, melainkan
dapatdengan mudah diakses di internet.
2) Munculnya media online (twitter, facebook, Instagram, line, dsb) sebagai alternatif
informasi.
3) Media sosial sebagai demokrasi  sebagai wadah individu dalam mengekspresikan
perasaan, pendapat maupun pemikiran
4) Dua jurus. Hal ini diartikan bahwa internet dapat berwajah baik yakni dengan memberi
ruang bagi demokrasi, sekaligus berwajah buruk yakni membunuh demokrasi itu sendiri.

Internet dikatakan dapat membunuh demokrasi itu sendiri dikarenakan antar hak individu
atau organisasi selalu berbeda, sehingga individu satu yang memiliki kebebasan dalam
mengekspresikan perasaan, pendapat ataupun pemikiran seringkali dirasa bertentangan dengan
hak individua tau organisasi lainnya. Misalnya, seseorang dilaporkan karena tulisannya di suatu
media sosial miliknya, itu adalah hak nya untuk menyuarakan pendapatnya, namun siapa mengira
bahwa apa yang tertulis kemudian bertentangan dengan hak individu lainnya, sehingga pada
akhirnya tulisan tersebut dilaporkan ke suatu badan hukum yang khusus menangani hal tersebut
dnegan berkaca pada Undang-Undang, di Indonesia, hal demikian diatur dalam UU ITE Tahun
2008. Hal tersebutlah yang kemudian dikatakan bahwa internet dapat membunuh demokrasi itu
sendiri.
Pada era Orde Baru tersebut, internet mulai dikenal dengan segala kemudahan yang seakan
ditawarkan, yakni kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikasi dimulai dengan
bermunculan warnet (warung internet) dan wartel (warung telepon). Di masa inilah menjadi awal
perubahan. Kemudian, antara globalisasi dan dmeokrasi menjadikan makna Nasionalisme sebagai
perasaan yang sama antar individu. Hal demikian dinamakan sebagai “imagined community”
yang artinya ialah masyarakat berbayang, dan istilah tersebut dikenalkan oleh Benedict Anderson.
Masyarakat berbayang diartikan sebagai antar masyarakat satu dengan masyarakat lainnya
memiliki kecenderungan bacaan yang sama, sehingga pengetahuan menjadi terbentuk sama yang
kemudian menjadi suatu konstruksi sosial.
Lebih jauh membahas globalisasi yang dalam hal ini adalah internet, dan kaitannya dengan
demokrasi ialah sebagai berikut:
5) Internet dan demokrasi  ilmu pengetahuan tidak lagi di monopoli, melaimkan
dapatdengan mudah diakses di internet.
6) Munculnya media online (twitter, facebook, Instagram, line, dsb) sebagai alternatif
informasi.
Edwina Syaafa Ramadhaniar (165120100111041)
Aulia Nanda (165120101111040)
Muhammad Raka Gunara (165120107111025)

7) Media sosial sebagai demokrasi  sebagai wadah individu dalam mengekspresikan


perasaan, pendapat maupun pemikiran
8) Dua jurus. Hal ini diartikan bahwa internet dapat berwajah baik yakni dengan memberi
ruang bagi demokrasi, sekaligus berwajah buruk yakni membunuh demokrasi itu sendiri.

Internet dikatakan dapat membunuh demokrasi itu sendiri dikarenakan antar hak individua
tau organisasi selalu berbeda, sehingga individu satu yang memiliki kebebasan dalam
mengekspresikan perasaan, pendapat ataupun pemikiran seringkali dirasa bertentangan dengan
hak individua tau organisasi lainnya. Misalnya, seseorang dilaporkan karena tulisannya di suatu
media sosial miliknya, itu adalah hak nya untuk menyuarakan pendapatnya, namun siapa mengira
bahwa apa yang tertulis kemudian bertentangan dengan hak individu lainnya, sehingga pada
akhirnya tulisan tersebut dilaporkan ke suatu badan hukum yang khusus menangani hal tersebut
dnegan berkaca pada Undang-Undang, di Indonesia, hal demikian diatur dalam UU ITE Tahun
2008. Hal tersebutlah yang kemudian dikatakan bahwa internet dapat membunuh demokrasi itu
sendiri.
Di Indonesia demokrasi dalam artian kebebasan untuk berpendapat atau Freedom Of
Speech belum dijunjung tinggi. Di Indonesia kebebasan berpendapat di media ataupun di ruang
publik masih berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Sehingga apabila isi atau konten dari
kebebasan berpendapat tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat maka yang
terjadi adalah pelaku dilaporkan pada pihak berwajib. Hal ini sering terjadi bahkan menjadi viral
di sosial media, tentu hal ini berdampak pada keberanian masyarakat dalam berpendapat.
Kebebasan berpendapat bisa bertentangan dengan hukum, ini menandakan bahwa terdapat
batasan-batasan dalam mengutarakan pendapat. Hal inilah justru sistem demokrasi yang
membunuh demokrasi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai