Anda di halaman 1dari 12

Available online at JSJ: Jurnal Studi Jurnalistik

https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jsj
JSJ: Jurnal Studi Jurnalistik, Vol 4. (1), 2022, 1-12

Dilema Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik


dalam Praktik Jurnalisme: Tinjauan dari Teori Panoptikon

Indi Hikami
indihikami@mail.ugm.ac.id
Universitas Gadjah Mada

Abstract

Law No. 19 of 2016 electronic information and transactions has caused an


overlapping issue in journalism. However, there is Law No. 40 of 1999, which
regulates and guarantees press freedom. Unfortunately, many journalists have
become a victim of the Law itself. Such a condition will distort Indonesia’s public
sphere, where journalism is a supportive instrument. As per Foucault’s panopticon
theory, the researcher sees this Law as a supervision instrument to monitor the
activity of Indonesia’s press so that they do not produce such a critical news point
of view and eventually threaten the authorities. This article uses a narrative
approach to break down the relationship between Indonesian Electronic
Information and Transactions. The result shows that this Law can either be a
supervision instrument. Nevertheless, on the other hand, for journalists, this will
potentially limit their freedom since the authorities see their activity as a threat to
the government.

Keyword:
UU ITE, Panoptikon, Foucault, Jurnalisme, Indonesia

Abstrak

Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU
ITE) membuat aturan terkait jurnalisme di Indonesia semakin tumpang tindih. Padahal
aturan terkait jurnalisme sudah ditetapkan melalui UU no 40 tahun 1999 yang mengatur
serta menjamin kebebasan pers. Realitas yang terjadi adalah jurnalis banyak yang
menjadi korban dari UU ITE. Kondisi ini tentu akan menjadi distorsi atas
keberlangsungan ruang publik di Indonesia di mana jurnalisme merupakan instrument
pendukung didalamnya. Menggunakan teori panoptikon yang diutarakan oleh Michel
Foucault, penulis melihat bahwa UU ITE seperti menjadi instrument pengawas yang
diciptakan oleh negara agar insan-insan pers memiliki kepatuhan dan tidak membuat
karya berita yang kritis dan berpotensi mengancam kekuasaan. Penulisan jurnal ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif dan
menggunakan strategi narrative research untuk menjelas keterkaitan antara UU
ITE dengan teori panoptikon. Temuannya menunjukkan bahwa UU ITE dapat

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 1


menjadi pengawas dan bagi jurnalis terbukti dari pasal karet dalam produk hukum
tersebut yang dapat mengadili dan menghukum individu-individu yang dianggap
mengganggu kekuasaan.

Keyword:
UU ITE, Panoptikon, Foucault, Jurnalisme, Indonesia
Permalink/DOI: https://doi.org/10.15408/jsj.v4i1.25846
. Pernyataan terkait UU ITE ini
dikeluarkan oleh Dewan Pers yang
A. Pendahuluan merupakan sebuah lembaga
Undang-undang informasi dan independen di Indonesia yang
transaksi elektronik (UU ITE) telah berfungsi untuk mengembangkan dan
disahkan pada 2008 silam dan melindungi kehidupan pers di
mengalami amandemen pada delapan Indonesia. Dalam pernyataan yang
tahun setelahnya. Awalnya UU ITE dirilis pada 18 Juli 2015, Dewan Pers
dibuat untuk melindungi masyarakat menilai UU Informasi dan Transaksi
sipil di ranah digital. Konsideran Elektronik (UU ITE) berpotensi
dibuatnya UU ITE merujuk pada mengancam kemerdekaan pers dan
UNCITRAL Model Law on E- kemerdekaan berekspresi masyarakat.
Commerce yang dikeluarkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga
United Nations pada 1996. Pada pasal menyatakan sikap mereka terkait UU
7 diatur terkait menyiapkan peraturan ITE. Dikutip dari tribunnews.com, 3
mengenai 'digital signature' dan Mei 2021, AJI menilai masih ada tiga
'Certifying Authority' yang dimuat pasal dalam Undang-Undang Nomor 19
pada pasal 7. Dua hal tersebut yang Tahun 2016 tentang Informasi dan
menjadi pondasi dasar dalam aturan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang
electronic transaction yang kemudian perlu direvisi. Pasal tersebut adalah
diadopsi di banyak negara agar dapat pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran
meminimalisir terjadinya praktik nama baik, lalu pasal kedua yakni pasal
kejahatan di ranah digital. Namun, di 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian, dan
Indonesia UU ITE memuat unsur pasal ketiga adalah pasal 40 ayat 2b soal
defamasi atau pencemaran nama baik. kewenangan pemerintah dalam
Padahal defamasi atau pencemaran melakukan pemutusan akses dalam
nama baik sudah diatur dalam pasal sistem elektronik.
310-311 KUHP. Ini kemudian yang Tiga pasal tersebut yang
membedakan antara aturan terkait kemudian menjadi ancaman pada
informasi dan transaksi elektronik di kebebasan jurnalisme di Indonesia.
Indonesia berbeda dengan di negara Padahal Indonesia sebenarnya sudah
lain. Apalagi dimasukkannya pasal memiliki aturan tersendiri terkait pers.
defamasi tersebut dianggap Fungsi jurnalistik di Indonesia sesuai
mengganggu kebebasan pers dan dengan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 40
kebebasan berekspresi. Dalam Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal
pantauan penulis, banyak kalangan tersebut dijelaskan bahwa lembaga pers
jurnalis termasuk pengguna media nasional memiliki lima fungsi utama,
social menganggap UU ITE akan yakni informasi, hiburan, pendidikan,
membatasi atau membelenggu kontrol sosial, dan perekat sosial.
kebebasan pers di Indonesia. Padahal kegiatab jurnalistik menurut

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 2


Amirudin (2018) diselenggarakan Tak hanya menjadi user, mereka juga
dalam rangka memunuhi kebutuhan dapat memproduksi apapun termasuk
berbagai kebutuhan manusia terkait informasi yang bisa dikonsumsi oleh
informasi. Bagi wartawan, Jurnalisme masyarakat lainnya. Apalagi dengan
ditujukan untuk melengkapi kebutuhan hadirnya sosial media yang membuat
primer dalam kerangka mendapatkan arus informasi menjadi begitu deras
nafkah; kebutuhan sekunder untuk sehingga verifikasi data menjadi kian
memperoleh “prestise”; dan kabur dan sulit untuk dilakukan. Hoax
kebutuhan integratif untuk kemudian menjadi label yang
mengintegrasikan berbagai digunakan untuk melabeli informasi-
pengetahuan serta nilai-nilai yang informasi palsu di internet. Ini
dimiliki di samping sebagai sarana kemudian yang menjadi suatu
mengakses ke dalam hubungan- diskursus tersendiri mengingat Hoax
hubungan sosial berharga dengan juga menjad hal yang kontroversi.
tokoh-tokoh tertentu (Henshall & Pentingnya untuk membedakan
Ingram, 2000). bagaimana hoax di negara dengan
sistem demokrasi dan otoriter. Made
Di sisi lain kedudukan hukum
Supriatma (2018) menjelaskan bahwa
adalah instrument politik yang
di negara yang menganut sistem
diputuskan melalui keputusan bersama.
otoriter pelaku hoax adalah pemerintah
Kekuatan pokok hukum adalah
itu sendiri. Pemerintah otoriter akan
kekuasan negara yang sifatnya
lebih sering menyebar informasi palsu
memaksa (Russel, 1988). Namun
dan menyekat informasi berbeda untuk
acapkali hukum ibarat senjata yang
masyarakat mereka. Sedangkan di
dikuasai oleh elit politik tertentu.
negara yang megandung sistem
Fenomena ini tentu umum di saat ada
demokrasi, hoax seperti jamur di
hal yang mengancam kekuasaan maka
musim hujan. Made Supriatma (2018)
aturan-aturan melalui mekanisme
menjelaskan bahwa hoax hidup lebih
hukum ditegakkan. Demikian halnya
subur dalam iklim demokrasi yang
dengan UU ITE yang hemat penulis
memfasilitasi kebebasan menyatakan
mampu menjadi salah satu instrument
pendapat. Hoax hidup dalam bentuk
untuk penertiban dan menjaga
teori-teori konspirasi, kampanye hitam,
kekuasaan. Akibatnya, gejala
informasi palsu, atau cerita-cerita
authoritarianism secara perlahan
bohong yang kadang dibikin
menguat termasuk di Indonesia.
sedemikian bagusnya sehingga sulit
Kondisi ini dibuktikan dengan upaya
untuk dikonfirmasi. Kadang hoax
berbagai pemerintah di seluruh dunia
masuk ke dalam perdebatan yang
dalam memperketat kontrol atas data
sangat akademis dan memerlukan
publik dan menggunakan klaim “berita
keahlian sangat tinggi untuk
palsu” untuk menekan perbedaan
membuktikan kebenarannya.
pendapat menurun dalam tahun
kedelapan berturut-turut sejak 2010 1. UU ITE kemudian dianggap
Gejala authoritarianism melalui upaya oleh pemerintah dapat melindungi
pemerintah mengontrol data publik ini masyarakat dari hoax. Henri Subiakto
bisa jadi tak lepas dari mudahnya selaku Staf Ahli Kementerian
masyarakat dalam mengakses internet. Komunikasi dan Informatika

https://freedomhouse.org/report/freedom-
1
Adrian Shahbaz, “The Rise of Digital
net/2018/rise-digital-authoritarianism
Authoritarianism”,

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 3


menyatakan bahwa pembuat fitnah dan berupaya membuat hal yang penting
hoax harus menjadi sasaran dari UU menjadi menarik dan relevan, menjaga
ITE. Henri Subiakto menjelaskan berita agar komprehensif dan
sanksi terhadap penyebar fitnah dan proporsional, serta harus
hoaks lebih tinggi ketimbang di KUHP. diperbolehkan mengikuti Nurani
Dia juga beranggapan sudah terbukti mereka. Sembilan acuan tersebut
dampak fitnah bisa menimbulkan sebenarnya sudah memenuhi syarat
gejolak sosial dan politik yang kuat 2. sebagai acuan etik jurnalisme dalam
Hoax dapat dianggap membuat bekerja. Lalu kemudian ditopang
kegaduhan dan mencemarkan nama dengan UU Nomor 40 Tahun 1999
baik seseorang. Berdasarkan data dari tentang Pers. UU ITE kemudian hadir
safenet 3 pasal defamasi atau dan ditanggapi dengan kritikan oleh
pencemaran nama baik menjadi yang para insan pers.
paling banyak menjerat masyarakat Jurnalisme memiliki mekanisme
sipil. Ini membuktikan bahwa UU ITE tersendiri dalam memverifikasi hoax.
sebagai sebuah instrumen hukum McQuail (2011) menjelaskan bahwa
mampu menjadi alat yang memaksa ada tiga sudut pandang mengenai
publik untuk patuh dan tidak membuat informasi yang akurat, yang pertama
kegaduhan dengan membuat atau adalah sesuai dengan fakta peristiwa,
menyebarkan informasi tertentu. lalu sesuai dengan persepsi atau apa
Disinilah kemudian UU ITE yang dibicarakan narasumber sebuah
dengan sejumlah pasal karetnya peristiwa dan yang terakhir adanya
bertentangan dengan jurnalisme konsistensi dalam paparan informasi di
sebagai produk informasi. Jurnalisme sebuah teks berita. Wartawan sebagai
memiliki kaitan yang penting dan pondasi utama dalam jurnalisme juga
tanggung jawab terhadap publik. Akses harus memiliki keakurasian dalam
informasi menjadi hak yang dimiliki menghasilkan informasi. Septiawan
oleh publik dan disediakan dalam Santana K. (2005) menjelaskan bahwa
bentuk jurnalisme. Peran jurnalisme akurasi menjadi elemen penting dalam
sebagai salah satu pilar demokrasi memastikan kebenaran informasi.
adalah satu amanat tersendiri bagi Pasalnya tafsir akan kebenaran sebuah
insan pers untuk memberikan informasi menjadi perdebatan dan
keterbukaan informasi berupa berita kerap bermasalah jika itu mengganggu
yang mereka buat. Kepentingan publik kekuasaan. Kendati demikian
menjadi syarat-syarat kerja jurnalisme Septiawan Santana K. (2005) menyebut
seperti disebut oleh Bill Kovach dalam bahwa kebenaran dalam jurnalisme
Sembilan elemen jurnalisme yaitu adalah kebenaran fungsional yang
harus berpihak pada kebenaran, loyal berarti kebenaran yang harus terus
pada warga, disiplin dalam verifikasi, dicari.
menjaga independensi terhadap sumber Jika ditarik dalam ruang publik
berita, berfungsi sebagai pemantau maka jurnalisme merupakan salah satu
kekuasaan, menyediakan forum publik unsur didalamnya. Ruang publik
untuk kritik maupun dukungan warga, diharapkan dapat menjadi zona bebas

2
Cahya Mulyana, “UU ITE Berantas Hoaks, hukum/385983/uu-ite-berantas-hoaks-bukan-
Bukan Berangus Kebebasan Berpendapat”, berangus-kebebasan-berpendapat
https://mediaindonesia.com/politik-dan- 3
https://id.safenet.or.id/daftarkasus/

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 4


dan netral yang didalamnya (Ollerenshaw & Creswell, 2002) untuk
berlangsung dinamika kehidupan menganalisis panoptikon dan UU ITE
warga secara personal, yang bersih dari yang membayang-bayangi jurnalisme.
kekuasaan negara, pasar, dan Keterkaitan antara panoptikon dan UU
komersialisme (Siregar, Etika ITE menjadi fenomena sosial banyak
Jurnalisme Televisi di Tengah menarik perhatian penelitian ini. Unit
Disorientasi Negara dan Pasar, 2003). analisis penelitian ini adalah UU ITE
Penulis menyadari bahwa sebagai hukum dan jurnalis yang
komersialisme dan pasar cukup menjadi objeknya.
mengganggu nilai jurnalisme sebagai
ruang publik. Mengingat media-media
massa besar di Indonesia dimiliki oleh C. Diskusi
korporasi besar yang juga punya Konsep Panoptikon
keterkaitan dengan kekusasaan politik.
Munculnya era konglomerasi media, Konsep panoptikon berawal dari
kepemilikan media, telah bentuk bangunan yang dirancang oleh
mensubordinasikan jurnalisme ke filsuf asal Inggris, Jeremy Bentham
dalam kepentingan koorporasi (K., dengan bentuk bangunan seperti sebuah
2005) Walau demikian jurnalisme tak 'Rumah Inspeksi' yang digambarkan
bisa lepas dari ruang publik yang sebagai bangunan melingkar, dengan sel-
merupakan ruang komunikatif yang sel tahanan diatur di sekitar dinding luar
digunakan oleh individu-individu dan di tengah terdapat menara inspeksi.
pribadi untuk berkomunikasi satu sama Dari Menara tersebut, inspektur penjara
lain secara publik. Jurnalisme dapat melihat ke dalam sel kapan saja dan
kemudian mendapatkan tempat di bahkan dapat berbicara dengan para
ruang publik karena dilihat dari tahanan di sel mereka melalui jaringan
karakternya yang memproduksi makna 'tabung percakapan' meskipun para
dan gagasan (Deuze, 2005) dan narapidana itu sendiri tidak akan pernah
berdasar pada kebenaran yang berdata. bisa melihat inspektur tersebut. Dalam
Media massa sebagai produk buku Discipline and Punish (Foucault,
jurnalisme adalah ruang publik yang 1977) pembahasan bagian panoptikon
relative otonom dan didedikasikan Foucault mengawali pada kondisi orang
untuk pemeriksaan terhadap kekuasaan sakit yang disingkarkan oleh masyarakat.
yang dilakukan oleh warga Otoritas setempat mengawasi pesakitan-
(Papathanassopoulos, 2011) Maka pesakitan tersebut ke sebuah tempat,
dengan demikian penulisan ini akan ketika pesakitan kabur dari pengawasan
menafsirkan UU ITE dalam perspektif akan mendapatkan hukuman mati.
panoptikon yang cenderung akan Pengucilan ini secara detail dijelaskan
membahayakan jurnalisme yang oleh Foucault (1977) secara detail, otoritas
memiliki andil dalam terbentuknya mengunci tempat pengucilan tersebut
ruang publik yang berdaulat informasi hingga selesai, selama hal itu masih
di Indonesia. dilakukan setiap keluarga diperbolehkan
memberikan perbekalan dengan menaruh
B. Metode di pelataran depan rumah, sehingga
Jurnal ini menggunakan memberikan kemungkinan pesakitan
pendekatan kualitatif dengan desain mendapatkan jatah tanpa perlu
penelitian deskriptif dan menggunakan berkomunikasi. Bentuk pengawasan
strategi narrative research semacam ini secara substansi masih terjadi

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 5


di masyarakat dengan bentuk berbeda. kecurigaan, dan prasangka, pra
Lebih lanjut dijelaskan oleh Foucault pemahaman yang mendetail, ide-ide,
(1977) konsep panoptikon ini berbicara rasa takut, ancaman dan keyakinan
tentang relasi antara orang-orang yang tentang suatu hal yang khusus. Dari
diawasi dan mengawasi, orang-orang yang respons ini penulis melihat bahwa UU
dikontrol dan mengontrol, orang yang ITE dapat menjadi bayang-bayang bagi
abnormal dan menormalkan dalam sebuah insan pers untuk taat terhadap penguasa
ruang kekuasaan. Tanpa kontak langsung. akibat dari ketakutan terhadap sebuah
Efek utama dari mekanisme panoptikon hal yang khusus bernama UU ITE.
ini adalah menimbulkan kesadaran untuk Bentuk UU ITE ini menggantikan
diawasi, dilihat, secara terus menerus pada konteks Foucault sebelumnya, di mana
diri seseorang. sebuah kesadaran yang
bentuk pengawasan masih bersifat fisik
mengisaratkan bahwa segala tindak- seperti penjaga gerbang di tepi perkotaan
tanduk dan gerak-gerik mereka ada yang untuk memastikan ketaatan (Foucault
mengontrol dan mengawasi. Tentunya 1977). Sejalan dengan itu UU-ITE bisa
kesadaran diawasi dan dikontrol ini disebut sebagai pengawasan negara
menimbulkan efek kepatuhan, tekanan terhadap individu-individu di masyarakat,
bahkan ketakutan. (Eldija, 2016). karena ancaman bagi pelanggar UU ITE
UU ITE Sebagai Panoptikon minimal lima tahun. Tugas penjaga
menurut Foucault ditujukan untuk
UU ITE bisa dilihat dari
mengamati dan mengurangi semua
perspektif panoptikon yang diutarakan
gangguan, semacam pencurian dan
oleh Michel Foucault. Peneliti
pemerasan (Foucault 1977). Begitupula
mengasumsikan bahwa kekuasaan dan
UU ITE difungsikan untuk mengisi
aparatur sipil mengawasi individu-
kekosongan hukum di ranah digital yang
individu termasuk insan pers. Jika
sebelumnya tidak memiliki pengawasan.
kemudian publik tidak menaati aturan
Perkembangannya pengawasan UU ITE
yang ditafisrkan oleh penguasa maka
bertransformasi menjadi polisi virtual
UU ITE bisa menjadi instrument
yang bertujuan memonitor pelanggaran di
hukum untuk mengadili mereka yang
sosial media apapun tanpa terkecuali.
tidak taat hukum dan bisa berujung
Dengan cara tersebut dapat memudahkan
pemenjaraan. Hal ini persis dengan
untuk mengidentifikasi gangguan di
panoptikon yang menurut Foucault
masyarakat.
adalah konsep pengawasan,
pengucilan, dan pendisiplinan bagi Pengawasan dalam UU ITE
mereka-mereka yang dianggap sebenarnya didasarkan pada transaksi
berbahaya bagi masyarakat. Jika elektronik untuk perlindungan konsumen.
kemudian UU ITE adalah subjek dan Namun pada praktiknya ternyata seperti
Jurnalis adalah objek aturan hukum penjelasan Foucault (1977) mengenai
tersebut maka peneliti ingin bagaimana pengawasan untuk melakukan
insan-insan pers tersebut merespons pendisiplinan dan pemberian hukuman
hal tersebut dalam pekerjaan dan bagi pesakitan. Selain itu pula pengawasan
kesehariannya. Menurut kamus besar ini merambah pemberian akses negara
Bahasa Indonesia, respons bermakna kepada data pribadi di platform, senada
tanggapan, reaksi, dan jawaban. dengan penjelasan Foucault (1977) bahwa
Menurut Louis Thursone dalam dokter-dokter memiliki identitas pribadi
Sarwono (1998) respons merupakan pesakitan mulai dari nama, jenis kelamin,
jumlah kecenderungan dan perasaan, dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 6


menciptakan ruang tertutup, ruang muatan kesusilaan, perjudian,
tertutup merupakan ruang yang tidak penghinaan, pencemaran nama baik,
memiliki kemungkinan untuk dimasuki. pengancaman, dan pemerasan. Di sisi
Konsep ruang tertutup dapat dipinjam lain, sebenarnya sudah ada Kode Etik
untuk melihat cara masyarakat ketika Jurnalistik pada pasal 4 juga melarang
melakukan judicial review terhadap UU wartawan untuk menghasilkan berita.
ITE namun dibenturkan dengan Bohong berarti sesuatu yang sudah
menghargai harkat dan martabat individu diketahui sebelumnya oleh wartawan
di hadapan demokrasi. Kondisi seolah sebagai hal yang tidak sesuai dengan
memberikan angin segar, namun ternyata fakta yang terjadi. Fitnah berarti
justru berbahaya karena interpretasi tuduhan tanpa dasar yang dilakukan
demokrasi hanya dimaknai satu kanal. secara sengaja dengan niat buruk. Sadis
berarti kejam dan tidak mengenal belas
Lebih lanjut lagi pengucilan
kasihan. Cabul berarti penggambaran
merupakan salah satu poin penting yang
tingkah laku secara erotis dengan foto,
perlu dijelaskan ketika menggunakan teori
gambar, suara, grafis atau tulisan yang
panoptikon. Foucault (1977)
semata-mata untuk membangkitkan
mencontohkan dengan simbol
nafsu birahi. Dalam penyiaran gambar
gelandangan, pengidap kusta,
dan suara dari arsip, wartawan
gelandangan, orang gila, dllnya perlu
mencantumkan waktu pengambilan
untuk dikurung sebagai proyek
gambar dan suara. Ada tumpang tindih
pendisiplinan dengan memasukkan
aturan yang membuat jurnalis semakin
subjek-subjek tersebut ke dalam rumah
terhimpit dengan kondisi-kondisi yang
sakit jiwa, penjara, panti asuhan, atau
ada.
tempat-tempat dengan pembatasan ketat.
Seperti halnya UU ITE, tindakan melawan Di sisi lain, Pemerintah
hukum di dunia digital termasuk dengan beranggapan bahwa dari Pasal 27, 28,
karya-karya jurnalisme yang dianggap dan 29 UU ITE diberi amanat untuk
mengganggu dapat berakibat pemenjaraan menjadi rujukan tentang perlindungan
apabila terbukti bersalah. terhadap pers seperti yang disebutkan
oleh Staf Ahli Menteri Kominfo
Secara umum UU ITE disahkan
Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya,
untuk mengatur segala bentuk
Djoko Agung Heryadi.
informasi dan transaksi pada ranah
digital. Secara spesifik dalam naskah "Artinya wartawan yang
akademik UU ITE tidak menyebutkan melaksanakan tugas jurnalistiknya
peruntukannya di ranah pers atau sesuai dengan UU No.40/1999 tentang
khususnya media massa online beserta Pers dilindungi Haknya, jika dalam
jurnalis yang melingkupinya. Namun, tugas jurnalistiknya tersebut ada
ada beberapa poin dalam pasal-pasal complain dari masyarakat terkait
UU ITE yang memang mengatur penghinaan dan atau pencemaran
tentang materi ilegal yang terdiri dari nama baik,"
kesusilaan, perjudian, penghinaan, UU ITE kemudian menambah
pencemaran nama baik, pengancaman, aturan yang sudah ada terkait kerja-
dan pemerasan (Pasal 27, 28, dan 29 kerja jurnalistik. Sebelumnya
UU No. ITE). Tiga pasal tersebut Indonesia memiliki undang-undang
secara fungsi agar membatasi nomor 40 tahun 1999 atau disebut UU
wartawan untuk tidak melakukan Pers. Selain itu Indonesia juga
peliputan yang terindikasi memiliki memiliki kode etik jurnalistik dan

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 7


pedoman pemberitaan media siber media dengan UU ITE, seluruhnya
(khusus untuk media massa online) dikenai dengan pasal-pasal yang
yang dikeluarkan oleh Dewan Pers menyangkut defamasi atau pencemaran
Indonesia. Di sinilah kemudian peneliti nama baik.
melihat kerja wartawan cukup berat Dalam kurun dua tahun terakhir
karena ada banyak sekali aturan yang ada beberapa nama jurnalis yang
mengawasi dan mengatur mereka. terjerat kasus UU ITE akibat hasil
Aturan-aturan tersebut seolah seperti karya berita yang dia wartakan melalui
batasan-batasan yang tak bisa mereka medianya masing-masing. Pertama
langgar dan tentu akan berakibat adalah Muhammad Asrul yang
hukuman jika dilakukan. Abrar (2015) merupakan pewarta untuk media
menyebutkan bahwa pembatasan-
berita.news. Jurnalis asal Palopo
pembatasan terhadap pers dilakukan tersebut dipenjara seusai menulis tiga
melalui undang-undang, kode etik artikel terkait kasus dugaan korupsi
jurnalistik, dan kode perusahaan media yang diduga melibatkan anak Wali
pers. Artinya bahwa pekerjaan jurnalis Kota Palopo sekaligus Kepala Badan
yang memiliki peran mulia cukup Kepegawaian dan Pengembangan
terbelenggu oleh batasan-batasan Sumber Daya Manusia (BPKSDM)
tersebut dan profesionalitas kerja Palopo, Farid Karim Judas. Akibatnya,
mereka demi kepentingan publik akan kini Muhammad Asrul harus
terganggu dengan kehadiran UU ITE. mendapatkan hukuman pidana yaitu
Ini terbukti dengan beberapa kasus penjara selama setahun tepat setelah
UU ITE yang menjerat para jurnalis. hukuman diputuskan oleh pengadilan.
Safenet melaporkan bahwa pada 2018, Kedua adalah Mohamad Sadli Saleh
total kasus yang melibatkan jurnalis yang merupakan pemimpin redaksi
atau media mencapai delapan kasus, liputanpersada.com. Pada 10 Juli 2019,
atau meningkat lebih dari dua kali lipat Mohamad Sadli menulis op-ed berjudul
jika dibandingkan dengan jumlah kasus “Abrakadabra: Simpang Lima
pada 2017 yang hanya sebanyak tiga Labungkari Disulap Menjadi Simpang
kasus. Pada 2019 dari laporan masuk ke Empat”. yang mengangkat dugaan
SAFEnet, terdapat 24 kasus kejanggalan proyek Pemda Buton
pemidanaan dengan UU ITE. Dari sisi Tengah. Mohamad Sadli lalu menjalani
latar belakang, jurnalis dan media persidangan di Pengadilan Negeri
masih menjadi korban terbanyak dari Pasarwajo sejak 23 Januari 2020.
kriminalisasi ini sebanyak 8 kasus, Dalam pemeriksaan saksi-saksi,
terdiri atas 1 media dan 7 jurnalis diketahui bahwa Kadis Kominfo
menjadi korban. Dalam dua tahun Buteng La Ota mengaku jika Bupati
terakhir, jumlah media dan jurnalis Buteng lah yang memerintahkan
yang dipidanakan cenderung lebih Kepala Biro Hukum dan Pemerintahan
tinggi dibandingkan tahun-tahun Pemerintah Daerah Buton Tengah,
sebelumnya. Begitu juga dengan yang Akhmad Sabir mengadukan masalah
terjadi pada 2020 lalu di mana laporan tersebut ke pihak kepolisian untuk
dari Lembaga Bantuan Hukum Pers diproses secara hukum. Instruksi
(LBH Pers) menyebutkan ada 10 Bupati Buteng keluar sesaat usai La
jurnalis yang didikriminalisasi dengan Ota dan Akhmad Sabir menemui dan
UU ITE dan dua diantaranya dihukum memperlihatkan pemberitaan dimuat
penjara. Dari sekian banyak kasus media online Liputan Persada.com.
pemidanaan terhadap jurnalis atau Sadli telah ditahan di Lapas Kelas II

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 8


Baubau sejak 17 Desember 2019 dan memahami konsekuensi jika mereka
diperpanjang masa tahanannya oleh tidak patuh terhadap UU ITE.
Kejaksaan. Pihak Kejari Buton Bayangan hukuman dan pemenjaraan
menetapkan terdakwa Sadli melanggar akan membayangi jurnalis dan tentu
Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 akan berpengaruh pada profesionalitas
tentang perubahan atas Undang-undang kerja yang juga berujung pada akses
nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi informasi publik yang akan tereduksi.
dan Transaksi Elektronik (ITE). Ini menjadi hal yang dilematis bagi
Menarik untuk dilihat bahwa dari kasus jurnalisme ketika berada di titik nadir
di atas, jurnalis yang terjerat UU ITE akibat hadirnya UU ITE yang menjadi
adalah mereka yang sedang melakukan instrument untuk mengawasi wartawan
peliputan terkait kasus korupsi. Perlu dan masyarakat.
disadari bahwa masyarakat juga perlu Kondisi panoptikon ini sudah
mengetahui akses informasi terhadap mulai terjadi di ruang sipil Indonesia
keuangan publik yang dikelola oleh dan akan dikuatkan dengan polisi
aparatur negara. Apalagi media massa siber 4. UU ITE dianalogikan sebagai
di Indonesia di era orde baru menara pengawas dan perannya
mengalami pembatasan akses semakin dikuatkan dengan
informasi. Setelah reformasi, pers di diaktifkannya polisi virtual melalui
Indonesia semakin memiliki surat edaran Kapolri No.SE/2/11/2021
keberanian untuk mengakses dan tentang Kesadaran Budaya Beretika
menginformasikannya kepada publik. untuk Mewujudukan Ruang Digital
Keberanian pers dalam mengkritik Indonesia yang Bersih, Sehat, dan
penguasa juga menjadi ciri baru Produktif. SE tersebut dikeluarkan
kebebasan pers di Indonesia (Martini, menanggapi permintaan Presiden
2014). supaya Polri lebih selektif dalam
Prinsip hukuman (punishment) menangani kasus dugaan pelanggaran
adalah yang berkaitan dengan konsep UU No.11 Tahun 2008 tentang
hukuman (punishment), jika situasi Informasi dan Transaksi Elektronik
tertentu seseorang melakukan sesuatu sebagaimana diubah dengan UU No.19
yang langsung diikuti sebuah hukuman Tahun 2016 (UU ITE) 5. Ada 11 hal
(punishment), maka perilaku akan yang disebutkan oleh Kapolri terkait
berkurang kecenderungannya untuk fungsi polisi virtual dan ada tiga ayat
melakukan hal yang sama saat di yang semakin menguatkan peran polisi
kemudian hari menjumpai situasi yang virtual untuk melakukan pemantauan
sama (Martin & Pear, 2015). Laporan dan pengawasan. Disebutkan dalam
dari safenet diatas mencatat bahwa ayat pertama yaitu:
fenomena penangkapan dan hukuman “mengikuti perkembangan
terhadap jurnalis dengan menggunakan pemanfaatan ruang digital yang terus
instrumen hukum UU ITE bukan hanya mengalami perkembangan.”
sekali terjadi. Jika merujuk pada
konsep hukuman yang disebut oleh Selanjutnya termaktub dalam
Martin & Pear (2015) tersebut maka ayat ketiga yaitu:
menjadi mungkin bagi insan pers untuk

4
Usman Hamid, “Panopticon Polisi 5

Virtual”, https://kumparan.com/usman- http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/isu_sepekan/Isu


hamid/panopticon-polisi-virtual-1vWDxvp3ZvW %20Sepekan---IV-P3DI-Februari-2021-209.pdf

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 9


“mengedepankan upaya mengontrol ketat informasi dan pers.
preemptive dan preventif melalui Nuh (2020) menyebutkan bahwa
virtual police dan virtual alert yang berbagai sarana digunakan oleh
bertujuan untuk memonitor, penguasa mengendalikan media pers
mengedukasi, memberikan peringatan, antara lain melalui lembaga perizinan
serta mencegah masyarakat dari yang mengharuskan perusahaan pers
potensi tindak pidana siber.” mendapat Surat Izin Usaha Penerbitan
Pers (SIUPP). Institusi pers yang
Terakhir ada di ayat kesebelas
dinilai tidak sesuai dengan kepentingan
yaitu:
pemerintah dicabut SIUPPnya atau
“agar dilakukan pengawasan dibredel. Sehingga isi media pers pada
secara berjenjang terhadap setiap waktu itu lebih didominasi oleh
langkah penyidikan yang diambil. kepentingan penguasa, sedangkan
Kemudian memberi reward dan kepentingan publik tertekan dan
punishment atas penilaian pimpinan terabaikan. Ketika era reformasi tiba
secara berkelanjutan.” harapan akan kebebasan pers muncul
Dari tiga ayat dalam surat dengan dibuat dan disahkannya UU
edaran Kapolri No.SE/2/11/2021 no.40 tahun 1999 tentang pers. Namun
semakin menguatkan peran UU ITE pada dinamikanya UU ITE lalu muncul
dan polisi virtual dalam persepektif dan membuat kebebasan pers menemui
panoptikon dapat menjadi inspektur di titik yang perlu direfleksikan kembali.
dalam penjara yang berguna untuk D. Kesimpulan
mengawasi, memantau, mengontrol,
Publik menjadi kata kunci yang
serta menghukum masyarakat sipil.
penting bagi jurnalisme mengingat
Kondisi ini membuat hubungan jurnalis juga merupakan salah satu
antara pers dan pemerintah di aktor penting dalam terwujudnya ruang
Indonesia seperti mengalami pasang publik yang baik. Siregar (2000)
surut. Di era orde lama dibawah menyebutkan bahwa fungsi imperatif
kepemimpinan Soekarno, Pada masa- media pers hanya bisa terwujud dalam
masa awal pengakuan kedaulatan segitiga di ruang publik: institusi
(1950-1956), pers Indonesia merasakan publik, warga, dan media pers. Jika
kebebasannya yang besar. Terhadap kemudian UU ITE dimanfaatkan secara
pemerintah, tentara dan Presiden sepihak oleh institusi publik maka
Soekarno, pers memberikan dukungan fungsi imperatif media pers juga tidak
yang positif selama mereka mengambil akan terwujud dengan baik. Maka
kebijakan politik, sosial dan ekonomi dengan demikian keterbukaan dan
yang menguntungkan publik, keadilan hukum oleh institusi publik
mendorong suasana kehidupan yang juga harus terwujud kepada warga dan
demokratis, mengharumkan nama media pers. Jurnalis adalah individu-
bangsa dan menjaga persatuan nasional individu yang bekerja untuk
(Suwirta, 2008). Akan tetapi pers di era kepentingan publik sesuai dengan asas
ini bukan tanpa kritik, mengingat semangat pers yang tertuang pada UU
sistem demokrasi terpimpin yang UU no 40 tahun 1999. Apalagi
diterapkan oleh Soekarno dianggap profesionalitas kerja pers yang
sebagai bentuk Authoritarianism. Di memang harus berdasarkan asas
masa orde baru di bawah kepentingan publik juga menjadi
kepemimpinan Soeharto, kekuasaan syarat-syarat bekerja seperti yang

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 10


disebut oleh Bill Kovach (2003) dalam kepentingan public juga melibatkan
sembilan elemen jurnalisme yaitu harus pengharapan positif.
berpihak pada kebenaran, loyal pada UU ITE dan polisi virtual ini juga
warga, disiplin dalam verifikasi, harus membuat publik untuk
menjaga independensi terhadap sumber merefleksikan kebijakan dan aturan terkait
berita, berfungsi sebagai pemantau media di Indonesia. Terlebih media baru
kekuasaan, menyediakan forum publik setelah kemunculan internet yang
untuk kritik maupun dukungan warga, memiliki kompleksitas dan kerumitannya
berupaya membuat hal yang penting tersendiri. Tata Kelola (internet
menjadi menarik dan relevan, menjaga governance) di Indonesia masih dapat
berita agar komprehensif dan dikatakan sedang mencari bentuk yang
proporsional, serta harus
paling tepat mengenai peraturannya, baik
diperbolehkan mengikuti nurani kebijakan secara umum tampaknya belum
mereka. mempu menyentuh isu-isu krusial terkait
Gejala authoritarianism menjadi internet secara spesifik (Wahyuni, 2020).
ancaman ketika kebebasan pers harus Isu-isu krusial termasuk kaitannya dengan
ditegakkan. Kebebasan pers memiliki kebebasan pers dalam mengekspresikan
makna sebagai kebebasan politik yang jurnalisme perlu untuk terus dijamin.
dinikmati oleh individu dan kelompok Mengingat UU ITE dan kehadiran polisi
di mana mereka tergabung telah hilang virtual membuat regulasi terkait pers
dan menjadi terikat kepada orang yang menjadi tumpang tindih. Bagaimanapun
dianggap marginal terhadap kebebasan pers tetap harus dijaga dan UU
penyebaran pemikiran (Zeno- no 40 tahun 1999 sudah menjadi pijakan
Zencovich, 2008). Jika kebebasan ini sistem pers di Indonesia beserta dengan
hilang maka upaya untuk menemukan etiket-etiket lainnya yang perlu ditaati
kebenaran informasi yang dibutuhkan oleh wartawan dalam menjalankannya.
oleh publik juga akan semakin
tereduksi. Ruang publik yang
diharapkan terbentuk kemungkinan References
akan mengalami kemunduran jika tidak Abrar, A. N. (2015). Tatakelola
adanya perubahan pada UU ITE dan Jurnalisme Politik. Yogyakarta:
peran polisi virtual. Media massa Gadjah Mada University Press.
sebagai instrument dalam jurnalisme
haruslah tetap menjaga pekerjannya Amirudin. (2018). Jurnalisme sebagai
yang merupakan tugas penting untuk Arena Pertarungan Kepentingan:
kepentingan masyarakat. Seperti yang Telaah Teori Kebudayaan. NUSA,
disebutkan oleh McQuaill (2011) 645.
bahwa perlu ada sistem media yang Deuze, M. (2005). What is Journalism?
beroperasi menurut prinsip pemerintah Professional Identity and Ideology
yang juga mengatur masyarakat, of Journalists Reconsidered.
terutama yang berkaitan dengan Journalism, 442-464.
keadilan, kebenaran demokrasi, dan
gagasan yang mengatur nilai sosial dan Eldija, F. D. (2016). Panoptic
budaya yang diinginkan. Kepentingan Architecture. Media Matrasain,
publik yang diemban oleh media tidak 18.
akan menyebabkan masalah sosial yang Foucault, M. (1977). Discipline and
ekstrim, akan tetapi ide mengenai Punish. (A. Sheridan, Trans.) .
New York: Pantheon.

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 11


Henshall, P., & Ingram, D. (2000). Negara dan Pasar. Jurnal Ilmu
Menjadi Jurnalis. Jakarta: Institut Sosial dan Ilmu Politik, 228.
Studi Arus Informasi. Supriatma, M. (2018, Maret 22). Hoax,
K., S. S. (2005). Jurnalisme Kapitalisme Digital dan
Kontemporer. Jakarta: Yayasan Hilangnya Nalar Kritis. Retrieved
Obor Indonesia. from IndoProgress:
https://indoprogress.com/2018/03/
Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2003).
hoax-kapitalisme-digital-dan-
Sembilan Elemen Jurnalisme.
hilangnya-nalar-kritis-bagian-1/
Jakarta: Pantau.
Suwirta, A. (2008). Dinamika Kehidupan
Martin, G., & Pear, J. (2015). Modifikasi
Pers di Indonesia: Antara
Perilaku. Yogyakarta: Pustaka
Kebebasan dan Tanggung Jawab
Pelajar.
Nasional. SOSIOHUMANIKA, 71.
Martini, R. (2014). Analisis Peran dan
Wahyuni, H. I. (2020). Kebijakan Media
Fungsi Pers Sebelum dan Sesudah
Baru di Indonesia. Harapan,
Reformasi Politik di Indonesia.
Dinamika, dan Capaian.
Jurnal Ilmu Sosial.
Yogyakarta: Gadjah Mada
Mcquail, D. (2011). Teori Komunikasi University Press.
Massa. Jakarta: Penerbit Salemba
Zeno-Zencovich, V. (2008). Freedom of
Humanika.
Expression. London: Routledge.
Nuh, M. (2020). Pers dan Dinamika
Politik di Indonesia. Jurnal
Dewan Pers, 4.
Ollerenshaw, J. A., & Creswell, J. W.
(2002). Narrative Research: A
Comparison of Two Restorying
Data Analysis Approaches.
Qualitative Inquiry.
Papathanassopoulos, S. (2011). Media
Perspectives for the 21st Century.
London: Routledge.
Russel, B. (1988). Kekuasaan, Sebuah
Analisis Sosial dan Politik.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
Sarwono, S. W. (1998). Teori-teori
Psikologi Sosial. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Siregar, A. (2000). Media Pers dan
Negara: Keluar dari Hegemoni.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, 189.
Siregar, A. (2003). Etika Jurnalisme
Televisi di Tengah Disorientasi

Jurnal Studi Jurnalistik, Vol. 4., No. 1, Tahun 2022 12

Anda mungkin juga menyukai