Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI JENIS CENDAWAN PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum)

PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA


Ir.Hafni Zahara,MSc 1) dan Lenny Hartati Harahap,SP2)
Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan 20414
Jalan Sulawesi II Belawan telp.(061)6941484,fax.(061)6941484
Email : hafni_z @yahoo.com

RINGKASAN

Keadaan geografi didaerah Asia dan Pasifik umumnya dicirikan oleh iklim tropik basah. Pola
tanam dari beberapa tanaman yang ditanam terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan
meningkatkan dan kompleksnya serangan hama, penyakit dan gulma Berbagai upaya telah dilakukan
untuk menekan kerusakan dan kerugian akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan melalui
metoda pengaturan lingkungan. Pada dataran rendah dan dataran tinggi, cendawan yang merupakan salah
satu organisme pengganggu tumbuhan pada komoditi pertanian dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
ekologi. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa lingkungan fisik dan kimia mempengaruhi keragaman
jenis cendawan yang menyerang tanaman cabai. Hasil identifikasi di laboratorium diperoleh bahwa
jumlah cendawan yang paling banyak terdapat pada daerah dengan ketinggian 601-900 mdpl dengan 19
jenis cendawan, pada ketinggian 301-600 mdpl 15 jenis cendawan dan pada ketinggian 0-300 sebanyak 7
jenis cendawan.
Kata Kunci : keragaman jenis cendawan, topgrafi, lingkungan fisik dan kimia.

PENDAHULUAN

Keadaan geografi didaerah Asia dan Pasifik umumnya dicirikan oleh iklim tropik basah.
Meskipun demikian ada beberapa daerah yang mempunyai iklim subtropik dan dingin. Hal ini
dipengaruhi oleh cuaca daratan maupun samudra (Wardhana, 1995).
Perbedaan regional dalam topografi, geografi dan cuaca menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
tanaman, pola tanam, metode bercocok tanam dan situasi sosio-ekonomi (Djafaruddin, 2000). Pola tanam
dari beberapa tanaman yang ditanam terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan meningkatkan
dan kompleksnya serangan hama, penyakit dan gulma (Triharso, 1996).
Di daerah beriklim sedang perbedaan suhu lebih ditentukan oleh derajat lintang (latitude), di tropika
perbedaan ini lebih ditentukan oleh tinggi tempat (altitude). Ditinjau dari sudut pertumbuhan tanaman,
Junghuhn (1853) dalam (Semangun 1990) membagi daerah
pertanaman di pulau Jawa menjadi 4 zone. Zone I 0 – 600 m dari permukaan laut, zone II 600 – 1.350 m,
zone III 350 – 2.250 m, dan zone IV 2.250 – 3.000 m. Sedangkan Wellman (1972) membuat pembagian
yang dihubungkan dengan ekologi patogen tanaman dan ternyata cocok untuk tropika Asia yaitu zone I 0-
300 meter diatas permuakan laut, zone II 300-500 mdpl, zone III 500-1000 mdpl dan zone IV 1.000-2.000
mdpl.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan kerusakan dan kerugian akibat serangan
organisme pengganggu tumbuhan melalui metoda pengaturan lingkungan (Deptan,2003).
Kondisi lingkungan ekologi yang berbeda, pergeseran keragaman dan kelimpahan akibat
perbedaan ekosistem, mendorong penulis untuk meneliti keragaman organisme pengganggu tanaman serta
kondisi ekosistem yang berbeda, dengan judul “Identifikasi Jenis Cendawan Pada Tanaman Cabai
(Capsicum annuum) Pada Topografi Yang Berbeda”.

Telah Diseminarkan Pada Temu Teknis Pejabat Fungsional Non Peneliti.  Bogor, 21­22 Agustus 2007  Page 1 
2

METODOLOGI

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di areal tanaman cabai ditiga lokasi dengan ketinggian tempat yang
berbeda : 1. Ketinggian 0–300 mdpl (I): Desa Namorambe Ujung, Kec. Namorambe, Kab. Deli Serdang
(R1), Kelurahan Pasar Brayan Bengkel, Kec. Medan Timur Kodya Medan (R2), Desa Gedong Johor Kec.
Medan Johor Kodya Medan (R3) .
Lokasi penelitian untuk daerah dengan ketinggian 301 – 600 mdpl (II) : Desa Bukit,
Kec.Sembahe Kab.Deli Serdang (S1) , Desa Lau Gendek, Kec. Bandar Baru Kab. Deli Serdang (S2),
Desa Guru Singa Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo (S3).
Lokasi penelitian untuk daerah dengan ketinggian 601 – 900 mdpl (III) : Desa Sampul Kec.
Tiga Panah Kab.Karo (T1), Desa Semangat Kec. Simpang Empat Kab.Karo (T2), Desa Rumah Kabanjahe
Kec.Kabanjahe Kab.Karo(T3).
Penelitian dilaksanakan mulai pada bulan November 2005 sampai April 2006.

Pengambilan Sampel
Seluruh tanaman sampel (5 tanaman) yang terserang penyakit dibongkar dengan menggunakan
cangkul sampai kedalaman 25 cm dpt untuk diidentifikasi di laboratorium dan 200 gram tanah untuk
pemeriksaan penyakit di dalam tanah.

Pemeriksaan bagian tanaman cabai dilaboratorium


1. Pemeriksaan langsung (Direct Inspection)
Seluruh bagian tanaman diamati langsung dari gejala serangan cendawan dengan menggunakan
binokuler microscope dan dilanjutkan dengan compound microscope dengan pembesaran 10x, 40x
dan 100x (Zahara,2004).
2. Metode kertas saring (Blotter Test)
Bagian tanaman disterilisasi dengan menggunakan natrium hipokhlorit 2% selama 5 menit kemudian
dibilas dengan air aquadest sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan tissu steril. Kemudian bagian
tanaman tadi disusun di atas petridish yang telah dialasi dengan kertas saring steril. Petridish
diletakkan di dalam ruang inkubasi dibawah lampu NUV (Near Ultra Violet) dengan 12 jam gelap
selama 7 hari. Setelah 7 hari pertumbuhan cendawan diamati dengan menggunakan compound
microscope.
3. Metode Inkubasi pada Media Agar
Bagian tanaman yang sakit dan sehat dipotong (± 2 cm). Disterilkan dengan larutan natrium hipoclorit
2% selama 5 menit dan dibilas dengan air aquadest sebanyak 3 (tiga) kali dan dikeringkan dengan
kertas tissu steril. Kemudian potongan tanaman tersebut disusun dalam petridish yang berisi media
PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinkubasi ± 5 hari dalam ruang inkubasi.

Peubah amatan
3

1. Lingkungan Fisik dan Kimia


a. Suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah dan ph tanah diukur pada saat pengambilan sampel
dengan menggunakan thermometer, hydrometer dan ph tanah.
b. Carbon, Nitrogen dan kadar organik tanah dianalisa di laboratorium dengan cara menimbang 25 gram
tanah kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 600C selam 3 jam.
2. Jenis cendawan pada tanaman cabai

Analisa Data
Data hasil perhitungan jumlah jenis cendawan pada setiap ketinggian yang diperoleh
dibandingkan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata atau analisis statistik t dengan rumus :
X1 – X2 (selisih data) X1 = rata-rata data ketinggian 1
t = X2 = rata-rata data ketinggian 2
S 1 / n1 + 1 / n2
(n1 – 1)s12 + (n2 – 1)s22
2
S = n1 + n2 - 2 n1 = jumlah data ketinggian 1
S = S2 n2 = jumlah data ketinggian 2

Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika t > 1 – α dan terima Ho jika t mempunyai harga-harga lain
(Sudjana, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Fisik dan Kimia Pada Pertanaman Cabai


Tabel 1.Rata-rata Suhu udara, Suhu Tanah dan Kelembaban Udara pada lokasi penelitian
Parameter I II III
R1(1) R2(2) R3(3) S1(4) S2(5) S3(6) T1(7) T2(8) T3(9)
o
1. Suhu Udara ( C)* 29.3 29.3 29.3 26.7 26.3 26 25.6 26.3 26.7
o
2. Suhu Tanah ( C)* 29.3 29.3 29.3 26.2 26 25.2 25.3 25.7 26
3. Kelembaban Udara (%)* 78 75 78 82 81.5 86 92 89.5 90
4.Organik Tanah (%)** 21.8 10.3 16.4 8.82 9.51 8.39 9.24 9.8 15.6
5. Carbon © (%)** 5.67 1.24 3.12 2.91 3.33 2.77 3.05 3.58 3.44
6. Nitrogen (N) % ** 0.2 0.12 0.19 0.33 0.35 0.33 0.33 0.39 0.22
7. pH Tanah ** 6.12 6.06 6.2 5.77 5.59 5.7 5.91 5.96 6.33
Keterangan : * = Pengukuran lapangan
** = Analisis Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU
I = 0 – 300 mdpl
II = 301 – 600 mdpl
III = 601 – 900 mdpl

Perbedaan faktor fisik pada ketiga ketinggian yang diamati memberikan pengaruh terhadap
keberadaan cendawan pada ekosistem tersebut, sebagaimana dinyatakan Junghuhn (1853) dalam
Semangun (1990), bahwa di daerah tropis perbedaan suhu ditentukan oleh tinggi tempat. Perbedaan suhu
yang kecil, hanya menimbulkan perbedaan-perbedaan kecil dalam tekanan udara.
Iklim memegang peranan penting dalam menentukan kandungan Nitrogen tanah melalui
pengaruh temperatur dan suplai air terhadap kegiatan tanaman dan mikroorganisme tanah. Semangun
(1991) menyatakan bahwa lapisan olah tanah pertanian mengandung 0,02% – 0,4% Nitrogen. Pada tabel 1
4
dapat dilihat persentase kandungan Nitrogen pada masing-masing lokasi berkisar dari 0,12% – 0,39%,
dimana daerah dengan ketinggian 0 – 300 mdpl mempunyai persentase Nitrogen yang lebih kecil
dibandingkan dengan ketinggian 301 -600 mdpl dan 601 – 900 mdpl. Suhu juga relatif lebih tinggi
didaerah 0-300 mdpl dibandingkan didaerah yang lain. Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan
oleh Jenny (1930) dalam Nyakpa dkk (1988), yang menunjukkan adanya penurunan kandungan Nitrogen
tanah dengan semakin meningkatnya temperatur. Diduga temperatur berpengaruh terhadap kegiatan
mikroorganisme tanah dalam hubungannya dengan pembentukan bahan organik tanah. Keadaan iklim dan
topografi juga mempengaruhi tertimbunnya air melalui curah hujan tinggi akan meningkatkan
penyimpanan Nitrogen dalam tanah (Mulyadi, 2001).

Tabel 2. Keragaman jenis cendawan pada tiga ketinggian


No Ketinggian Jumlah cendawan Rata-rata
1. 0-300 mdpl 16 5.33 b
2. 301-600 mdpl 28 9.33 a
3. 601-900 mdpl 32 10.67 a
Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf
5 % menurut uji t.

Dari Tabel 2 dapat dilihat pada ketinggian 0 – 300 mdpl rata – rata cendawan yang ditemukan
lebih kecil dari ketinggian yang lain yaitu 5,33. Hal ini berhubungan dengan suhu yang tinggi didaerah
dataran rendah (rata-rata 30,3oC) dan intensitas sinar matahari cukup kuat, bahkan sering melebihi
intensitas optimum yang diperlukan oleh tanaman. Selain itu sinar matahari mempunyai daya fungisidal,
khususnya karena spectrum ultraviolet, sehingga dapat membunuh jamur secara langsung
(Semangun,1991).

Tabel 3. Keragaman Jenis Cendawan pada Tanaman cabai


I II III
Lokasi
0-300 mdpl 301-600 mdpl 601-900 mdpl

Jenis Cendawan R1 R2 R3 S1 S2 S3 T1 T2 T3
1. Fusarium semitectum × × × × × × × ×
2. Alternaria solani × × ×
3. Curvularia lunata × x
4. Penicillium digitatum × × × x
5. Collectotrichum dematium × × × × × × ×
6. Fusarium solani × × × ×
7. Fusarium reticulatum × × × × × x
8. Fusarium nivale × x
9. Fusarium acuminatum × × × ×
10. Fusarium anthopilum × ×
11. Dactylosporium macropas x
12. Oidium sp × × × × × × × ×
13. Alternaria casipora × × x
14. Fusarium moniliforme × × × ×
15. Fusarium chlamydosporium × × x
16. Fusarium graminearum ×
17. Aspergillus flavus × × × × ×
18. Fusarium dimerium × × × ×
19. Aspergillus niger × × × ×
20. Diplococcium spicatum ×
Jumlah 6 5 5 8 9 11 13 8 11

X 5,33 9,33 10,67


Sumber: Data primer (diolah)
Ket : R1 = Desa Namorambe Ujung S1 = Desa Bukit T1 = Desa Sampul
5
R2 = Kelurahan Pasar Brayan Bengkel S2 = Desa lau Grndek T2 = Desa Semangat
R3 = Desa Gedong Johor S3 = Desa Guru Singa T3 = Desa Rumah Kabanjahe

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa Genus Fusarium mempunyai banyak spesies. Ini disebabkan
pada suhu yang tinggi, pembiakan patogen cendawan berlangsung dengan cepat, variasi dan mutasi lebih
banyak terjadi sehingga jenis patogen cendawan Fusarium lebih banyak.
Dari hasil identifikasi didapat adanya penyakit tepung pada tanaman cabai yang disebabkan oleh
cendawan Oidium sp. Didaerah tropis terdapat banyak penyakit tepung yang disebabkan oleh cendawan
Genus Oidium. Stadium sempurna dari genus ini belum diketahui karena cendawan tidak membentuk
badan buah. Namun cendawan Oidium dianggap sebagai stadium tidak sempurna dari marga Erysiphe
(Semangun,1991).
Cendawan yang bersifat antagonisme yaitu genus Penicillium dan genus Aspergillus yang
mempunyai daya antibiotic yang berperan dalam ketahanan tanaman. Genus Penicillium mengeluarkan
substansi racun citrinum (CH13H14O5) berupa kristal dan genus Aspergillus mengeluarkan aflatoksin
(C12H12O6) (Djafaruddin,2000). Penicilium dan Aspergillus mempunyai pengaruh terhadap
mikroorganisme pathogen tanaman. Ketahanan tanaman cabai meningkat karena jalinan hifa cendawan
Penicillium dan Aspergillus dapat menjadi penghalang bagi serangan jamur tanah (Gerdemann, 1975
dalam Yulianto, 1989).
Pada ketinggian 0 – 300 mdpl jumlah jenis cendawan yang diidentifikasi ada 7 jenis cendawan.
Cendawan yang diidentifikasi tersebut adalah Fusarium semitectum,Penicillium digitatum,
Collectottrichum dematium, Fusarium solani, Fusarium reticulatum, Fusarium nivale, Oidium sp. Hal ini
sesuai dengan pembagian yang dilakukan oleh Wellman (1972) dalam Semangun (1991) bahwa pada
zone I (0 – 300 mdpl) terdapat banyak pathogen dari genus Fusarium. Hal ini juga berhubungan dengan
suhu yang tinggi didaerah dataran rendah (rata-rata 30,3oC) dan intensitas sinar matahari cukup kuat,
bahkan sering melebihi intensitas optimum yang diperlukan oleh tanaman. Sinar matahari mempunyai
daya fungisidal, khususnya karena spectrum ultraviolet, sehingga dapat membunuh jamur secara langsung
(Semangun, 1991).
Didaerah dengan ketinggian 301 – 600 mdpl ada 15 jenis cendawan yang diidentifikasi yaitu
Fusarium semitectum, Alternaria solani, Curvularia lunata, Collectottrichum dematium, Fusarium solani,
Fusarium reticulatum, Fusarium acuminatum, Fusarium anthopilum,, Oidium sp, Alternaria casipora,
Fusarium moniliforme, Fusarium chlamydosporium, Aspergillus sp, Fusarium dimerium, Aspergillus
niger. Hal ini sesuai dengan pembagian yang dilakukan oleh Wellman (1972) bahwa pada zone II (301 –
600 mdpl) terdapat genus Fusarium ,genus Colletotrichum, genus Oidium.
Meskipun dibantu oleh kelembaban udara yang tinggi, namun jamur tepung tidak berkembang
baik jika terkena hujan. Dari penelitian didapat bahwa Oidium sp hampir ada pada masing-masing
ketinggian. Ini disebabkan konidium cendawan Oidium sp dapat berkecambah dalam udara yang
mempunyai kelembaban rendah.
Dan pada ketinggian 601 – 900 mdpl ada 19 jenis cendawan yang diidentifikasi yaitu Fusarium
semitectum, Alternaria solani, Curvularia lunata, Penicillium digitatum, Colletotrichum dematium,
Fusarium solani,Fusarium reticulatum, Fusarium nivale, Fusarium acuminatum, Dactylosporium
macropas, Oidium sp, Alternaria casipora, Fusarium moniliforme, Fusarium clamysosporium,
Fusarium graminearum, Aspergillus sp, Fusarium dimerium ,Aspergillus niger, Diplococcium spicatum.
Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wellman (1972) bahwa pada zona III terdapat banyak
cendawan genus Fusarium, genus Colletottrichum, genus Alternaria.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
6

1. Terdapat perbedaan yang nyata terhadap keragaman jenis cendawan pada ketinggian 0-300 mdpl
dengan rata-rata 5.33 dan ketinggian 301-600 mdpl dengan rata-rata 9.33, tidak berbeda nyata pada
ketinggian 301-600 mdpl dan 601-900 mdpl.
2. Terdapat 7 jenis cendawan pada ketinggian 0-300 mdpl, 15 jenis cendawan pada ketinggian 301-600
mdpl dan 19 jenis cendawan pada ketinggian 601-900 mdpl.
3. Pada ketinggian 0-300 mdpl cendawan yang diidentifikasi ada 7 jenis cendawan yaitu Fusarium
semitectum, Penicillium digitatum, Collectottrichum dematium, Fusarium solani, Fusarium
reticulatum, Fusarium nivale, Oidium sp, pada ketinggian 301– 600 mdpl terdapat 15 jenis cendawan
yaitu Fusarium semitectum, Alternaria solani, Curvularia lunata, Collectottrichum dematium,
Fusarium solani, Fusarium reticulatum, Fusarium acuminatum, Fusarium anthopilum, Oidium sp,
Alternaria casipora, Fusarium moniliforme, Fusarium chlamydosporium, Aspergillus flavus,
Fusarium dimerium, Aspergillus niger dan pada ketinggian 601-900 mdpl ada 19 jenis cendawan
yaitu Fusarium semitectum, Alternaria solani, Curvularia lunata, Penicillium digitatum,
Colletotrichum dematium, Fusarium solani, Fusarium reticulatum, Fusarium nivale, Fusarium
acuminatum, Dactylosporium macropas, Oidium sp, Alternaria casipora, Fusarium moniliforme,
Fusarium clamysosporium, Fusarium graminearum, Aspergillus flavus, Fusarium dimerium ,
Aspergillus niger, Diplococcium spicatum.

Saran
Agar dalam pengelolaan areal pertanaman cabai pada tofografi / ketinggian tempat yang berbeda
dilakukan pengendalian terpadu yang disebut kultur teknis untuk menyeimbangkan lingkungan hidup
sehingga cendawan yang merupakan sumber penyakit tanaman dapat dihindarkan dan cendawan yang
berguna dapat dijaga keseimbangan hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA
7
Anonimus. 2006. Budidaya Holtikultura di musim hujan, Kiat dan Cara Mengatasinya. http://www.Yahoo.com
Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan . 2000. Laporan Hasil Pemantauan Dasar Sebar OPT Karantina.
Medan.
Barnet, H.L. dan Barry B. Hunter. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 1972.
Basyaruddin. 2001. Karakteristik Kimiawi dan Fisiko – Kimiawi Andisol yang Berkembang pada Berbagai
Ketinggian di Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Pertanian. Volume 20. Nomor 20. Desember,2001.
Basyuni. 2001. Komposisi dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan .Jurnal Penelitian Pertanian. Volume 18. Nomor
4. September,2001.
Coulson N.R. and Witter A.J, 1984. Forest Entomology Ecology and Management. John Willey & Sons. New
York.
Crush, J.R. 1974. Plant growth responses to vesicular-asbbuscular. VII. Growth and Nodulation of some Herbage
Legumes. Jurnal Penelitian Reflektor Volume 2, No.2 1989.
Departemen Pertanian. 1990. Pedoman Teknis Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di Lingkungan
Departemen Pertanian. Jakarta.
--------------------------. 2001. Laporan Hasil Pemantauan Daerah Sebar OPT/OPTK Dati II Karo. Balai Besar
Karantina Tumbuhan Belawan.
--------------------------. 2003. Laporan Hasil Pemantauan Daerah Sebar OPT/OPTK Kab.Deli Serdang dan
Kotamadya Medan. Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan.
Deshmukh I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika, Yayasan Obot Indonesia. Jakarta.
Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Ellis M.B BSc, PHD. Principal Mycologist,.Commonwealth Mycological Institute Kew. Surrey England. 1971.

Gunawan. 2004. Cendawan Dalam Praktik Laboratorium. IPB Press. Bogor


Hartono. 1999. Ekologi Cendawan Pertanian. Badan Karantina Pertanian. Jakarta.
Heddy, Suwarsono dan Netty K.1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi Suatu Bahasan Tentang Kaedah Ekologi dan
Penetapannya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mulyadi. 2001. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Bahan Organik Terhadap Emisi Gas N2O .Jurnal
Penelitian Pertanian Volume 20. Nomor 1. November,2001.
Nazaruddin. 2003. Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nelson, P.E, T.A. Toussoun dan W.F.O. Marasas 1883, Fusarium Spesies An Illustrated Manual For Identification.
London.
Nyakpa,M.Y. 1988. Kesuburan tanah. Universitas Lampung. Lampung
.Paul E.N.,1983. Fusarium Species An Illustrated Manual for Identification. The Pennsylvania State University
Press. University Park and London
Pusat Karantina Pertanian. 1987. Pedoman Identifikasi/Determinasi Penyakit Tumbuhan. Jakarta.
Ross, J.P. 2005. Plant Pathology. Portal http://www.Plant Pathology.id
Semangun, H. 1990. Ekologi Patogen Tropika dan Pemanfaatannya Dalam Pengendalian Penyakit Tumbuhan.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soetedjo, M.M. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman dan Alat Pemberantasannya. Bina Aksara. Jakarta.
Stasiun Kelas I Polonia. 2004. Laporan Hasil Pemantauan Daerah Sebar Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina (OPTK-A2). Medan.
Sudjana. 1999. Metode Statistik. Tarsito. Bandung.
Streets.R.B.1980,Diagnosis Penyakit Tanaman. The University of Arizona Press. Tucson-Arizona. U.S.A.
Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Tugiyono H. 1994. Bertanam Cabai . Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyudi. 1999. Cabai Hot Beauty . Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyuno. 1995. Pengaruh In Vitro Faktor Fisik Dan Kimia Terhadap Phytophthora capsici Leonian. Buletin
Penelitian Hama Dan Penyakit Tumbuhan. Volume 8. Nomor 1. Juni 1995.
Wardhana. W.A.,1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, Kata Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Andi Offset. Yogyakarta.
Wardoyo. 1977. Aspek Pestisida di Indonesia. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Bogor.
8
Wellman, F.L.. 1972. Tropical American Plant Deseases : Neotropical Phytopathology Problems. Scarecrow.
Metuchen. N.J.
Widodo, W.D. 2000. Memperpanjang Umur Produktif Cabai. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Yulianto. 1989. Pengenalan Vesikular-Asbuskular dan Peranannya pada Tanaman. Balai PenelitianTanaman
Pangan Sukamandi.
Zahara H. 2004. Prosiding Pelatihan Teknis Cendawan. Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan. Medan

Anda mungkin juga menyukai