Anda di halaman 1dari 36

Referat

Penyakit Kelenjar
Liur Benigna

Pembimbing : dr. Syafruddin Sp.THT

Atiqah binti Mohamad Rahizam


030.05 250
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Pendahuluan
Kelenjar liur mengandung dua kelenjar parotis, dua kelenjar submandibular, dua
kelenjar sublingual utama dan kelenjar liur minor dalam jumlah banyak. Secara
keseluruhan, kelenjar liur memproduksi sekresi serosa, mukosa ataupun keduanya. Saliva
serosa dari kelenjar parotid dan yang lebih banyak adalah sekresi mukus dari kelenjar
submandibular, sublingual dan kelenjar liur minor mengandung enzim-enzim pencernaan,
mempunyai fungsi bakteriostatik, lubrikasi dan sifat higienis. Sekresi dari kelenjar
parotid dan submandibular secara primer adalah dari stimulasi sistem saraf autonom.

Klasifikasi
Penyakit benigna dari kelenjar mayor dan minor sering diklasifikasikan sebagai
nonneoplastik dan neoplastik. Penyakit benigna yang signifikan secara klinis melibatkan
kelenjar parotid dan submandibular secara primer. Kelenjar sublingual utama yang paling
jarang dan kelenjar liur minor paling banyak tersebar.

A. Kelenjar Parotid
Kelenjar parotid merupakan sepasang kelenjar liur mayor yang terbesar dengan
berat kira-kira 25 gram. Setiap kelenjar terletak di lateral dari otot masseter di anterior
dan mencapai ke posterior melewati otot sternokleidomastoideus di belakang sudut
mandibular. Lapisan dermis terletak lateral dari kelenjar dan ruang parafaringeal lateral
terletak di medial kelenjar parotid. Setiap kelenjar yang terenkapsulasi secara artifisial
terbagi kepada lobus superfisial dan lobus dalam oleh cabang saraf kranial ke tujuh.
Duktus parotid (duktus Stenson) terletak anterior dari kelenjar parotid di otot masseter
dan menembusi otot businator untuk memasuki mukosa bukal yang biasanya
bertentangan dengan molar maksila kedua. Duktus Stenson bisa ditemukan kira-kira di
1,5cm di bawah zigoma. Kelenjar parotid terdapat dua lapisan nodus limfe yang
mendrainasenya. Lapisan superfisial terletak di bawah kapsul, dan lapisan dalam terletak
di dalam parenkim parotid.
B. Kelenjar Submandibular
Sepasang kelenjar submandibular adalah kelenjar liur yang kedua terbesar pada
tubuh yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 10-15 gram. Setiap satu kelenjar
submandibular terbagi kepada lobus superfisial dan dalam oleh bagian posterior dari otot
milohioid dan mencakup segitia submandibular. Dktus submandibular juga dikenal
sebagai duktus Wharton, terletak anterior dan di atas otot milohioid dan berakhir di
anterior dasar mulut. Duktus submandibular bersifat tidak elastis sehingga jika terjadi
penyumbatan akan menyebabkan rasa sakit.

C. Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual yang utama adalah berpasangan dan terletak di submukosa,
superfisial dari otot milohioid. Setiap kelenjar dikelilingi oleh bagian dalam korteks
mandibula di lateral dan otot stiloglossus di medial. Kelenjar sublingual mengandung
banyak duktus sublingual minor( duktus kecil) yang dikenali sebagai duktus Rivinus
yang membuka langsung ke kavum oral. Beberapa duktus ini bersatu membentuk duktus
mayor Bartholin. Duktus mayor ini juga bisa bergabung dengan duktus submandibular.
Nervus lingual menurun di lateral dari ujung anterior kelenjar sublingual dan berjalan
sepanjang batas inferiornya. Di anterior, saraf lingual dan duktus submandibular berjalan
paralel sehingga saraf lingual berjalan ke atas memasuki lidah.

D. Kelenjar Liur Minor


Palatum durum dan palatum mole mengandung konsentrasi kelenjar liur minor
yang terbanyak. Bagaimanapun kelenjar ini juga terletak di kavum oral, bibir, lidah dan
orofaring. Kelenjar liur minor bisa diidentifikasi dalam berkelompok seperti kelenjar
lingual anterior Blandin-Nuhn.
Kelenjar liur mengandung beberapa unit sekretori yang meliputi asinus di ujung
proksimal dan unit duktus distal. Unit duktus ini menggabungkan beberapa elemen
duktus yang mencapai hingga asinus : suktus striata dan duktus ekskretori. Sel-sel
mioepitel mengelilingi asinus dan mencapai hingga duktus intercalata. Sel-sel mioepitel
ini berkontraksi sehingga membolehkan sel glandular mengeluarkan sekresinya. Kelainan
benigna dari kelenjar liur mencakup kelainan produksi dan sekresi saliva.
Saliva diproduksi oleh sel-sel asinar yang berkelompok dan mengandung
elektrolit, enzim-enzim( ptyalin, maltase), karbohidrat, protein, garam inorganik dan
beberapa faktor antimikroba. Kira-kira 500-1500mL saliva diproduksi oleh sel acinar
setiap hari dan ditransportasi lewat elemen duktus dengan kadar rata-rata 1mL per minit.
Saliva manusia secara umum adalah bersifat alkali.

PENYAKIT NON-NEOPLASTIK

PENYAKIT INFLAMASI INFEKSI


Infeksi bisa terjadi pada kelenjar liur yang normal ataupun dari abnormalitas
fungsi liur yang lama. Infeksi bisa akut, subakut atau kronis. Agen penyebab primer
termasuk virus dan bakteria. Bagaimanapun, infeksi bisa juga terjadi secara sekunder
akibat dari trauma, radiasi, obstruksi duktus, seperti pada kasus sialadenitis akut.
Penyakit benigna non-neoplastik pada kelenjar liur
Noninfeksi, penyakit inflamasi
Sialolithiasis
Sialedinitis kronik
Sindrom Sjogren
Lesi limfoepitelial benigna
Penyakit Kimura
Necrotizing sialometaplasia
Hiperplasia adenomatoid
sarkoidosis
Penyakit infeksi
Virus mumps
Virus Coxsackie
Virus influenza
Echovirus
HIV
Bakteri
Infeksi granulomatosa
Penyakit non inflamasi
Sialadenosis
Kista fissura branchial
Kista dermoid
Kista kongenital
Mukokel

PENYAKIT INFLAMASI VIRUS AKUT


Penegakan diagnosis
1. pembengkakan kelenjar parotid bilateral dan akut disertai dengan nyeri, eritema,
nyeri tekan, malaise, demam dan kadang trismus.
2. insidens tertinggi terdapat pada anak kecil berusia 4-6 tahun.
3. periode inkubasi adalah 14-21 hari.
4. penyakit ini menular.
5. diagnosa dapat dikonfirmasikan dengan tes serologis.

Pendahuluan
Gondongan (paramiksovirus) adalah penyakit virus yang paling sering yang
menyebabkan parotitis(sebagai contoh peradangan kelenjar parotid) insidens tertinggi
terjadi pada anak berumur 4-6 tahun. Waktu inkubasi adalah 14-21 hari dan penyakit ini
sangat menular pada waktu ini.

Klinis
Pada peradangan virus kelenjar parotis yang akut, pembengkakan terjadi bilateral
disertai dengan nyeri, eritema, tenderness, malaise, demam dan kadang bisa disertai
trismus apabila peradangan telah meluas sehingga ke otot pterygoid disampingnya.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan antibodi
terhadap mumps S, mumps V dan antigen hemaglutinasi dapat membantu menegakkan
diagnosis.
Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk parotitis viral termasuk virus coxsackie A,
cytomegalovirus, virus influenza A dan echovirus. Skrining serologis untuk memeriksa
virus-virus ini bisa memastikan diagnosis.

Komplikasi
Komplikasi dari parotitis viral dapat mencapai ke organ yang lain, sequele yang
jarang termasuk meningitis, ensefalitis, hilang pendengaran, orkitis, pankreatitis dan
nefritis.

Terapi dan prognosis


Penyakit ini bisa sembuh sendiri dan penanganan secara primer adalah
simptomatik. Pemberian vaksin mumps dapat mengurangi insidens mumps. Infeksi virus
pada pasien imunokompeten biasanya sembuh dengan prognosis yang baik.

SIALADENITIS SUPURATIF AKUT


Penegakkan diagnosis
1. pembengkakan kelenjar liur yang akut, nyeri disertai demam.
2. dapat terjadi pada pasien pasca operasi dan pasien tua dengan kondisi medis
kronis.
3. faktor resiko termasuk dehidrasi, trauma, imunosupresi dan keadaan umum
memburuk.
4. kulit di atas kelenjar parotid teraba hangat, sensitif dengan sentuhan dan tekanan
dan edema.
5. Sialadenitis supuratif akut yang ditangani dengan baik dapat menyebabkan
terbentuknya abses.
6. saliva dari kelenjar yang terkena harus di kultur.
Pendahuluan
Selain virus, bakteria juga dapat menyebabkan gejala pembengkakan yang nyeri
pada kelenjar liur terutama pada kelenjar parotis. Sialadenitis supuratif akut
menyebabkan 0,3% pasien di rawat inap dan 30-40% pasien dioperasi.

Patogenesis
Pada awalnya terjadi stasis dari aliran saliva pada pasien, kemudian terbentuk
striktur atau obstruksi pada duktus. Stasis mengurangkan kemampuan saliva untuk
membantu dalam oral higiene dan sebagai antimikroba.

Pencegahan
Faktor predisposisi untuk Sialadenitis supuratif akut adalah dehidrasi,
imunosupresi, trauma dan keadaan umum menurun. Disebabkan hal ini, insidens yang
tinggi ditemukan pada pasien pasca-operasi dan pasien tua juga pada pasien yang sedang
dalam pengobatan kemoterapi atau radiasi.

Gejala klinis
Selain adanya pembengkakan parotis akut pada parotitis, terdapat juga eritema
pada kulit, nyeri, lemah, trismus, produksi duktus purulen, indurasi, demam atau
kombinasi dari gejala-gejala ini. Bakteria yang sering dikulturkan pada saliva yang
purulen adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Escheria coli dan
Haemophilus influenza. Organisma lain yang didapatkan dari pasien yang dirawat inap
dan sakit kronis adalah Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas dan Candida.

Komplikasi
Jika penyakit ini tidak diobati, Sialadenitis supuratif akut dapat berkembang
menjadi abses yaitu komplikasi yang sangat fatal pada pasien yang keadaan umum lemah
dan berat. Palpasi pada kelenjar parotis bisa menemukan indurasi dan konsistensi seperti
donat yang signifikan pada kelenjar tersebut. Ultrasound atau computer tomography (CT
scan) pada kelenjar parotis bisa membantu dalam menentukan lokasi area lokulasi.
Penanganan
Prinsip utama penanganan Sialadenitis supuratif akut termasuk rehidrasi,
antibiotika intravena dengan gram positif tahan penisilinase, kompres hangat, masase,
sialogogoues (obat yang membantu melancarkan aliran saliva), perbaiki kebersihan mulut
atau kombinasi dari terapi-terapi yang telah disebutkan. Jika tidak terdapat perbaikan
klinis dalam 48 jam terapi non operatif, maka abses perlu dicurigakan. Insisi dan drainase
menggunakan insisi parotidektomi dapat dilakukan. Sewaktu melakukan teknik ini harus
sentiasa hati-hati untuk mencegah cedera pada nervus fasial. Cara lain yang dapat
dilakukan adalah bantuan CT scan atau ultrasound untuk menjalankan aspirasi jarum
halus pada abses.

Prognosis
Majoriti pasien Sialadenitis supuratif akut sembuh dengan terapi medikamentosa.
Bagaimanapun, kadar mortalitas kemungkinan besar tinggi pada pasien dengan keadaan
umum buruk atau dengan komplikasi medis yang berat. Pada kasus seperti sialadenitis
submandibular, kegagalan terapi mengharuskan kecurigaan ke arah patologi yang lain
seperti obstruksi duktus, abses, batu kelenjar liur mayor atau tumor. Abses submandibular
bisa tampak seperti Angina Ludwig, suatu penyakit infeksi berat di dasar mulut dan di
ruang submandibular dan submental. Jika tidak ditangani, Angina Ludwig akan
menyebabkan sumbatan jalan nafas.

SIALADENITIS GRANULOMATOSA KRONIK


Penegakkan diagnosis
1. pembengkakan kelenjar liur kronik unilateral atau bilateral.
2. nyeri yang minimal
3. biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar dapat membantu diagnosis
4. faktor resiko seperti tuberkulosis, paparan binatang, trauma dan penglibatan
sistem multiorgan harus dicurigakan.
5. uveitis, palsi wajah, pembesaran parotid dipikirkan ke arah sarkoidosis.
Gejala klinis
Kelainan granulomatosa bisa disertai dengan pembengkakan kelenjar liur akut
atau pembengkakan glandular unilateral kronik. Massa glandular tidak selalu disertai rasa
nyeri yang signifikan. Tuberkulosis primer juga harus dicurigai jika terdapat faktor resiko
terhadap pajanan.

Diagnosis banding
Diagnosis sialadenitis tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen, kultur saliva, tes kulit dengan derivat protein yang dimurnikan (purified protein
derivative). Aspirasi jarun halus pada glandular dapat membantu menegakkan diagnosis.
Penanganan primer terhadap sialadenitis tuberkulosis termasuk gabungan obat-obat
antituberkulosa. Diagnosis banding dari sialadenitis granulomatosa adalah cat-scratch
disease, sarkoidosis, aktinomikosis, granulomatosis Wegener dan sifilis.

A. Cat-scratch disease
Penyakit ini tidak langsung melibatkan kelenjar parotid tetapi menyerang nodus
limfe periparotid dan intraparotid. Pada kelenjar submandibular, penyakit ini bisa tampak
sebagai massa submandibular akut tanpa obstruksi duktus yang mana membuktikan
penglibatan nodus limfe berdekatan. Organisma yang terlibat adalah batang Gram-
negatif, Bartonella henselae dan diagnosis dapat ditegakkan dengan pewarnaan abu-abu
Warthin-Starry. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri dan terapi adalah secara suportif
sementara lesi massa akan secara perlahan-lahan menghilang.

B. Sarkoidosis
Penyakit ini adalah non-infeksi dan melibatkan kelenjar parotid kurang dari 10%
kasus. Ini adalah untuk menyingkirkan diagnosis dan dikonfirmasikan dengan penemuan
histologis pada granuloma nonkaseosa. Sarkoidosis dapat juga muncul sebagai sebagian
dari gejala sindrom demam uveoparotid atau Heerfordt syndrome. Sindrom ini terdapat
gejala seperti pembesaran parotid, palsi wajah dan uveitis. Keterlibatan kelenjar parotid
dan lakrimal menyebabkan xerostomia dan xerophtalmia. Penyakit ini biasanya
menyerang orang dewasa di antara 20-30 tahun dengan penyembuhan spontan dalam
jangka waktu bulanan hingga tahunan.

C. Aktinomikosis
Penyakit ini mudah ditegakkan diagnosisnya dengan pemeriksaan histologis yang
akan ditemukan granula-granula sulfur. Aktinomikosis harus dicurigai pada pasien
dengan keluhan pembengkakan kelenjar parotid yang tidak nyeri dengan riwayat infeksi
gigi dan trauma dalam jangka waktu terdekat ini. Trismus dapat juga timbul akibat dari
progresivitas infeksi. Penisilin merupakan obat terpilih untuk terapi aktinimikosis.

D. Granulomatosis Wegener
Penyakit ini dapat muncul dalam bentuk massa unilateral akut pada kelenjar yang
biasanya disertai nyeri. Secara histologis pada penyakit ini terdapat inflamasi yang
nekrosis dan vaskulitis yang dikonfirmasikan dengan tes serologis untuk antibodi
sitoplasma antineutrofil sitoplasma ( CANCA, cytoplasmic antineutrophil cytoplasmic
antibody) dan pemeriksaan histopatologis.
Terapi pada granulomatosis Wegener tergantung pada penglibatan organ-organ
lain. granulomatosis Wegener dapat merupakan penyakit fatal bila tidak ditangani dan
melibatkan organ major lain. Penanganan awal adalah pemberian steroid selama beberapa
minggu dan ditambahkan dengan siklofosfamid atau agen imunosupresif lain. Subtipe
Wegener yang lebih ringan seperti yang sering terlihat pada regio kepala dan leher dapat
diobati dengan terapi imunosupresif. Prognosisnya adalah baik untuk hampir semua
penyakit granulomatosa.

INFEKSI HIV
Penegakkan diagnosis
1. tidak nyeri, pembesaran kelenjar parotid bilateral
2. xerostomia
3. faktor resiko terhadap HIV diketahui
4. limfadenopati servikal terlibat
5. adanya amilase dalam cairan kista membantu diagnosis
Pendahuluan
Kista limfoepitel disertai dengan HIV sering terjadi di kelenjar parotid.
Bagaimanapun ada laporan menyatakan terdapatnya kista ini pada kelenjar
submandibular adalah penemuan yang jarang. Terdapat satu penjelasan yang dapat
menerangkan adanya kista ini secara predominan di kelenjar parotid yaitu kelenjar ini
mengandung nodus limfe tidak seperti kelenjar submandibular.

Klinis
A. Gejala dan Tanda
Infeksi HIV harus dicurigai pada pasien muda dengan pembengkakan parotid
bilateral dan simetris terutama jika pembengkakan parotid menunjukkan kista yang
multipel. Hal ini karena penemuan ini bisa merupakan gejala inisial yang terlihat pada
pasien dengan infeksi HIV.

B. Evaluasi Diagnostik
CT scan atau ultrasound mungkin dapat menunjukkan massa kista bilateral yang
multipel di kelenjar parotid. Tes serologis untuk antibodi HIV dapat memastikan
diagnosis. Aspirasi jarum halus pada kista-kista ini dapat menemukan amilase dalam
cairan yang juga dapat membantu menegakkan diagnosis.

Terapi
Observasi atau drainase serial pada kista yang simtomatik adalah terapi yang
dianjurkan. Terapi modalitas yang terbaru adalah skleroterapi pada kista-kista tersebut.
Parotidektomi jarang terindikasi, bagaimanapun apabila ini dilakukan, pemeriksaan
histopatologis sering menunjukkan lesi limfoepitelial yang multipel dan hiperplasia
folikular florid dengan lisis folikel. Seperti yang di atas, kista pada kelenjar
submandibular juga memerlukan eksisi kelenjar.
Prognosis
Kista parotid yang ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV sering disertai
dengan penemuan histologis lesi limfoepitelial jinak. Terdapat sedikit transformasi
maligna.

PENYAKIT INFLAMASI NON-INFEKSI

SIALOLITIASIS
Penegakkan diagnosis
1. pembengkakan kelenjar liur major yang akut dan nyeri terutama di kelenjar
submandibular yang bisa berulang.
2. gejala semakin memburuk setelah makan, pembengkakan dapat disingkirkan
setelah 1 jam.
3. riwayat gout atau xerostomia.
4. batu pada dasar mulut bida dipalpasi, terapi berdasarkan lokasi kalkulus.
5. kalkulus dapat diekstraksikan secara intraoral atau jika letaknya distal maka
kelenjar submandibular terindikasi.
6. komplikasi termasuk sialadenitis supuratif akut, ektasia duktus dan striktur.

Pendahuluan
Kira-kira 80-90% dari batu kelenjar saliva terjadi di kelenjar submandibular dan
hanya 10-20% terdapat di kelenjar parotid, dan hanya persentase yang sangat kecil
terdapat pada kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor. Sialolitiasis adalah penyebab
yang paling sering pada penyakit kelenjar liur dan dapat terjadi pada semua usia dengan
predileksi tinggi pada laki-laki. Faktor resiko terjadinya obstruksi batu kelenjar liur
termasuk sakit yang lama disertai dehidrasi. Kadang disertai juga dengan gout, diabetes
dan hipertensi.
Patogenesis
Saliva yang normal mengandung banyak hidroksiapatit, bahan utama pada batu
kelenjar liur. Agregasi dari debris yang termineralisasi dalam duktus akan membentuk
nidus, lalu menyebabkan pembentukan kalkuli, statis saliva dan kemudian obstruksi.
Kelenjar submandibular lebih rentan terhadap pembentukan kalkuli dibandingkan
kelenjar parotid karena duktusnya yang lebih panjang, kandungan musin dan alkali dalam
saliva yang lebih tinggi dan konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi. Kalkuli
submandibular secara primer mengandung kalsium fosfat dan hidroksiapatit. Disebabkan
kalkuli ini mengandung kandungan kalsium yang tinggi, hampir kesemuanya adalah
radiopak dan dapat dilihat pada foto Rontgen. Kalkuli parotid adalah lebih jarang
radiopak. Kira-kira 75%, satu batu berjaya ditemukan pada kelenjar tersebut. Jika
obstruksi tidak ditangani, maka akan berlanjut terjadinya inflamasi lokal, fibrosis dan
atrofi asinar.

Klinis
A. Gejala dan Tanda
Pembengkakan berulang dan nyeri pada kelenjar submandibular dengan
eksaserbasi apabila makan adalah gejala yang sering muncul pada batu kelenjar liur.
Obstruksi yang lama dapat menyebabkan terjadinya infeksi akut dengan nyeri yang
semkain berat dan eritema pada kelenjar tersebut. Pasien juga mengeluhkan adanya
riwayat xerostomia dan kadang-kadang terasa ada benda asing seperti pasir di rongga
mulut. Pemeriksaan fisik sangat penting karena batu sering dapat dipalpasi pada dua
pertiga anterior kelenjar submandibular. Selain itu, indurasi pada dasar mulut biasanya
dapat terlihat. Batu yang lokasinya di dalam badan kelenjar lebih sukar untuk di palpasi.

B. Pencitraan
Foto Rontgen dengan posisi lateral dan oklusal dapat menunjukkan batu radiopak
tetapi posisi ini tidak selalu dapat diandalkan. Posisi intraoral mungkin lebih membantu.
Sialografi adalah metode pencitraan yang paling akurat untuk mendeteksi kalkuli.
Sialografi dapat dikombinasi dengan CT scan atau MRI, terutama CT scan sangat sensitif
terhadap garam kalsium. Ultrasound ternyata tidak dapat membantu.
C. Endoskopi
Kemajuan dalam Endoskopi yang terbaru telah membolehkan pemeriksaan duktus
submandibular untuk mendeteksi kalkuli.

Komplikasi
Obtruksi yang persisten pada sialolitiasis dapat menyebabkan statis aliran saliva.
Hal ini juga dapat sebagai predisposisi pada kelenjar untuk terjadi infeksi akut berulang
dan pembentukan abses.

Penanganan
A. Ekstraksi Intraoral
Terapi adalah berdasarkan lokasi dari batu kelenjar liur. Jika batu tersebut dapat
dipalpasi atau terlihat di bagian anterior duktus submandibular dan tidak lewat secara
spontan, ianya dapat diekstrak secara intraoral. Duktus papila didilatasikan secara serial
dengan bantuan alat lakrimal bergred, batu tersebut kemudiannya di keluarkan. Jika batu
tersebut terlalu besar, prosedur intraoral yang lebih ekstensif harus dilakukan di bawah
anestesi lokal atau umum. Duktus tersebut dikanulasikan dan insisi di atas batu tersebut
untuk mempermudahkan ekstraksi. Insisi tidak ditutup kembali dan perhatian harus
diberikan pada saraf lingual berdekatan.

B. Eksisi Operasi
Batu yang lebih besar biasanya terletak di hilum atau pada badan kelenjar
submandibular sehingga menimbulkan gejala dan ini memerlukan operasi eksisi pada
kelenjar. Batu simptomatik yang terletak pada badan kelenjar parotid juga memerlukan
tindakan parotidektomi.

C. Teknik Endoskopik
Teknik endoskopik yang terbaru membolehkan ekstraksi endoskopik intraoral
pada batu kelenjar liur dan eksisi pada kelenjar submandibular. Prosedur ini telah
dilakukan dengan morbiditas yang minimal dan dapat mencegah insisi servikal
transversal.

D. Metode lain
Metode lain untuk pembuangan batu termasuk ekstraksi wire basket dengan
bantuan dari radiologi, pulsed dye laser lithotripsy dan extracorporeal shock wave
lithotripsy.

Prognosis
Kekambuhan batu kira-kira 18%. Jika faktor resiko telah terkoreksi, maka dapat
mengurangi kadar rekurensi.

SIALADENITIS KRONIK
Pendahuluan
Sialadenitis kronik terjadi akibat berkurangnya produksi saliva atau perubahan
pada aliran saliva menyebabkan stasis saliva. Hal ini dapat disertai obstruksi atau tidak.
Proses peradangan yang progresif dan perlahan ini biasanya terjadi pada dewasa tetapi
dapat juga memberi efek pada anak-anak.

Patogenesis
Aliran yang melambat atau stasis memperburuk fungsi kelenjar liur sehingga
menimbulkan kondisi yang rentan terhadap infeksi. Sialadenitis kronik mungkin dapat
disebabkan oleh infeksi retrograd dari flora normal oral dan inflamasi kronik akibat
infeksi akut berulang. Kemudian inflamasi kronik menyebabkan perubahan pada epitel
duktus yang biasanya akan menyebabkan peningkatan musin dalam sekresi,
memperlambat aliran dan sumbatan mukosa.
Secara histologis, epitel duktus pada Sialadenitis kronik dapat memperlihatkan sel
mukosa, skuamosa atau metaplasia onkositik. Bisa juga terdapat dilatasi duktus dan atrofi
sel-sel asinar. Inflamasi yang lama dapat menyebabkan fibrosis dan infiltrasi limfosit.
Jika penyebabnya adalah obstruksi batu, kalkuli dapat terlihat di dalam duktus.
Pencegahan
Berbagai kondisi dapat menyebabkan Sialadenitis nonobstruktif kronik, termasuk
infeksi akut berulang, trauma, radiasi dan kondisi imunokompromais. Perubahan
histologis akibat radiasi biasanya permanen. Beberapa pasien dapat terjadi
pembengkakan kelenjar liur, xerostomia dan perubahan deria rasa setelah mendapat
kontras iodin intravena. Merokok juga dikatakan dapat sebagai predisposisi terhadap
Sialadenitis kronik karena mengurangi aktivitas antimikroba pada sekresi saliva. Kondisi
lain yang dikenal sebagai Sialadenitis sklerosa kronik atau tumor Kuttner mungkin sukar
dibedakan dari neoplasia sehingga pemeriksaan patologi telah dilakukan.

Klinis
Gejalanya adalah pembengkakan kelenjar liur yang nyeri intermiten dan kronik
terutama apabila makan. Pembengkakan biasanya bilateral dan kadang disertai infeksi
akut. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang benar dapat menyingkirkan faktor resiko
dan langsung mencari penyebab yang dapat ditangani sebagai contoh batu kelenjar liur.
CT scan dan MRI dapat membantu menyingkirkan tumor maligna terutama jika disertai
massa fibrosa di kelenjar parotid. Sialografi dan aspirasi jarum halus tidak secara
konsisten membantu diagnosis. Bagaimanapun sialografi dapat membantu mencari
obstruksi , atrofi asinar dan dilatasi ireguler pada duktus.

Diagnosis banding
Penyakit granulomatosa, sialolitiasis, sarkoidosis, lesi limfoepitel jinak,
peradangan pseudotumor, sindrom Sjögren, sindrom Mikulicz

Komplikasi
Sebagai proses reaktif terhadap trauma atau penyakit, sialadenitis nonobstruktif
kronik dapat berlanjut ke pembentukan massa fibrosa atau peradangan pseudotumor.
Komplikasi lain adalah nyeri dan kerusakan permanen pada unit asinar dan epitel duktus.
Perubahan yang semakin progresif akhirnya memperburuk fungsi unit-unit asinar dan
bermanifestasi sebagai kelenjar yang menonjol(bulging), ireguler dan nodular.
Penanganan
Terapi konservatif dan operasi eksisi kelenjar adalah metode terapi untuk
sialadenitis nonobstruktif kronik yang paling berjaya. Jika penyebab yang dapat ditangani
tidak ditemukan, pasien dinasehatkan supaya memperbaiki kebersihan mulut dengan
meningkatkan hidrasi, masase kelenjar yang terkena, nutrisi yang adekuat dan
penggunaan sialogoges (agen yang melancarkan aliran saliva). Antibiotika diberikan pada
pasien dengan eksaserbasi akut.
Parotidektomi superfisial merupakan terapi operasi yang sering dilakukan pada
kelenjar parotid dengan gejala yang persisten. Terapi alternatif lain termasuk fibrosis
iatrogenik pada kelenjar tersebut dengan metil violet 1% dan terapi radiasi dosis rendah.
Prosedur seperti ligasi duktus parotid dan neurektomi timpanik digunakan untuk
meningkatkan sekresi juga dapat digunakan sebagai terapi.

Prognosis
Prognosisnya tergantung pada penanganan faktor penyebab yang telah ditemukan,
beberapa rekurensi telah dilaporkan hasil dari terapi-terapi yang telah dijelaskan.

SINDROM SJÖGREN
Penegakkan diagnosis
1. pembengkakan kelenjar liur dengan mulut dan mata yang kering yang
menyebabkan sensitifitas dan nyeri pada oral dan okular.
2. sering disertai dengan penyakit jaringan penyambung lain.
3. sering didapatkan pada wanita post-menopaus.
4. deteksi autoantibodi SS-A dan SS-B dan lain-lain, dan juga biopsi kelenjar liur
minor dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
5. progresifitas penyakitnya perlahan
6. resiko tinggi dalam pembentukan limfoma maligna pada sindrom Sjögren primer.
Pendahuluan
Sindrom Sjögren adalah penyakit autoimun yang secara klasik terdapat
pembesaran parotid, xerostomia dan sicca keratokonjungtivitis. Juga dapat disertai
penyakit-penyakit jaringan penyambung yang lain seperti reumatoid artritis atau lupus
eritomatosa sistemik. Sindrom Sjögren terjadi 90% pada wanita, biasanya sekitar usia 60
tahun. Penyakit ini adalah penyakit jaringan penyambung kedua paling sering Cuma
reumatoid artritis terjadi paling sering.

Klinis
A. Gejala dan Tanda
Pasien biasanya menunjukkan gejala pembesaran kelenjar liur yang bilateral dan
tidak lunak. Pembengkakan parotid dapat terjadi secara intermiten atau menetap. Gejala
lain termasuk mata dan mulut yang kering, perubahan deria pengecapan, kulit yang
kering, mialgia, vagina kering, vaskulitis dan artritis.

B. Hasil Laboratorium
Hasil tes laboratorium menunjukkan adanya SS-A atau SS-B autoantibodi, faktor
reumatoid atau antibodi antinuklear dapat membantu diagnosis. Pemeriksaan mikroskopis
pada biopsi kelenjar liur minor contohnya dari bibir dapat mengkonfirmasi penyakit
Sjögren. Berdasarkan kriteria histologis, skor fokus yang lebih besar dari 1 fokus/ 4mm2
merupakan diagnostik. Hasil histopatologis termasuk infiltrat limfositik di unit-unit asinar
dan pulau epimioepitelial dengan stroma limfoid.

Diagnosis banding
- lesi limfoepitelial jinak (juga dikenali dengan nama sindrom Mikulicz)
- sialadenitis nonobstruktif kronik

Komplikasi
Komplikasi dari sindrom Sjögren primer terjadi akibat progresi kronis penyakit
tersebut. Deteriorasi dari fungsi saliva dapat menyebabkan pasien mengalami kesukaran
berbicara, menelan, mengunyah. Selain itu juga dapat menyebabkan peningkatan
kerusakan gigi dan gigi yang hilang dan mukosa oral yang tidak nyaman. Lebih penting
lagi, kira-kira 10% insidens limfoma terjadi pada pasien dengan sindrom Sjögren primer.

Penanganan
Terapinya adalah simptomatik dan suportif. Steroid dan steroid topikal tetes mata
diindikasikan untuk gejalan yang berat. Parotidektomi superfisial mungkin diperlukan
untuk infeksi parotid berulang yang berat.

Prognosis
Prognosis penyakit ini biasanya baik. Bagaimanapun terdapat kenaikan insidens
pada limfoma maligna atau karsinoma limfoepitelial pada pasien dengan sindrom ini.
Maka observasi yang ketat dengan studi diagnostik yang tepat amat direkomendasikan.

LESI LIMFOEPITELIAL BENIGNA


Penegakkan diagnosis
1. pembengkakan unilateral kelenjar parotid yang kistik dan lunak dengan kira-kira
20% kasus terdapat pada bilateral.
2. kelenjar parotid sering terlibat tetapi kelenjar submandibular juga kadang dapat
terkena.
3. sering terdapat pada populasi pasien terinfeksi HIV.
4. aspirasi jarum halus dapat membantu dalam diagnosis, memberi gambaran atrofi
asinar dengan infiltrasi limfositik difus dan kelompok pulau-pulau
epimioepitelial.
5. penyakit ini dapat progresif menyebabkan hampir semua atau total jaringan asinar
pada kelenjar dirubah.

Pendahuluan
Lesi limfoepitelial benigna juga dikenali sebagai sebagai tumor Gadwin, sindrom
Mikulicz atau parotitis pungtata. Lesi limfoepitelial benigna mempunyai predileksi pada
wanita terutama sekiat usia 50-60 tahun. Ia juga sering disertai dengan penyakit
multikistik pada pasien dengan infeksi HIV.
Patogenesis
Lesi limfoepitelial benigna adalah proses peradangan dengan adanya infiltrasi
limfositik disekeliling duktus dan parenkim kelenjar liur. Dengan meningkatnya infiltrasi
limfositik menyebabkan atrofi asinar yang progresif dan hilangnya asinar-asinar. Pada
tingkat yang lebih progresif, epitel duktus berproliferasi dan menyebabkan obstruksi
duktus.

Klinis
Pasien biasanya muncul dengan pembengkakan kelenjar liur unilateral yang lunak
dan kistik yang dapar disertai nyeri atau tidak. Kira-kira 20% kasus terdapat pada
bilateral. Aspirasi jarum halus pada massa parotid sangat membantu. Sialografi jarang
diindikasikan kecuali dicurigai adanya batu.
Kondisi seperti ini biasanya mengenai kelenjar parotid darang mengenai kelenjar
submandibular. Apabila terdapat pada kelenjar submandibular ia muncul sebagai massa
tidak nyeri. Kadang dapat juga disertai dengan limfadenopati reaktif. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan histopatologis yaitu adanya gambaran atrofi asinar dan infiltrasi
limfositik difus dan kadang ada atau tidak ada pulau-pulau epimioepitelial. Penyakit ini
berhubungan dengan sindrom Sjögren.

Komplikasi
Penyakit ini dapat menyebabkan progresi ke arah penyakit neoplastik seperti
karsinoma limfoepitelial, limfoma sel B gred rendah pada pseudolimfoma MALT dan
limfoma non-Hodgkin. Kadang juga disertai dengan sarkoma Kaposi pada pasien yang
terinfeksi HIV.

Penanganan dan Prognosis


Terapinya adalah simptomatik kecuali pembesaran parotid adalah cukup berat
sehingga diharuskan untuk parotidektomi superfisial. Eksisi submandibular total adalah
terapi yang sangat adekuat untuk kista limfoepitelial benigna yang jarang. Jarang terdapat
transformasi maligna, bagaimanapun observasi tetap harus dilakukan setelah eksisi total
dari kelenjar tersebut.

PENYAKIT KIMURA
Penegakkan diagnosis
1. pertumbuhan lambat, massa tidak nyeri di kelenjar liur major, terutama pada
orang-orang Asia,
2. sering didapatkan pada dekade 20-30, 80% adalah laki-laki.
3. pembesaran kelenjar disertai dengan limfadenopati regional
4. tes serologis sering menunjukkan adanya eosinofilia periferal dan peningkatan
kadar IgE.
5. rekurensi dapat terjadi setelah operasi eksisi kelenjar tersebut.

Pendahuluan
Penyakit Kimura adalah penyakit inflamasi kronik benigna dan jarang yang mirip
seperti tumor di bagian kepala dan leher. Ia terjadi predominan pada laki-laki muda di
Asia sekitar usia 20 dan 30 tahun.

Klinis
Apabila penyakit Kimura terjadi di kepala dan leher, biasanya kelenjar liur major
terlibat. Di kelenjar submandibular dan parotid, penyakit ini tampak sebagai
pembengkakan superfisial yang tidak nyeri yang sering disertai dengan limfadenopati
regional. Pembentukan folikel-folikel limfoid dan agregasi eosinofil di jaringan yang
terkena dapat ditemukan pada pemeriksaan histologis.

Diagnosis banding
Hiperplasia angiolimfoid dengan eosinofilia, limfadenopati reaktif, tumor parotid,
manifestasi ekstranodal pada penyakit Rosai-Dorfman, lesi limfoepitelial benigna.
Hiperplasia angiolimfoid dengan eosinofilia dibedakan dengan penyakit Kimura
pada limfadenopati yang kurang dan eosinofilia yang menurun. penyakit Rosai-Dorfman
adalah penyakit benigna idiopatik yang tampak proliferasi histiositik dan limfadenopati
masif termasuk nodus-nodis limfe intraparotid turut terkena.

Penanganan
Terapi pilihan apabila ditemukan penyakit Kimura pada kelenjar parotid adalah
parotidektomi dengan observai yang berterusan jika ada potensi rekurensi. Penyakit
Kimura pad kelenjar submandibular biasanya diterapi dengan eksisi kelenjar dan nosud
limfe disekitarnya. Terapi sistemik dengan steroid dan radiasi dapat memberikan
perbaikan karena penyakit Kimura sering menyebar ke jaringan sekitarnya.

NECROTIZING SIALOMETAPLASIA
Necrotizing sialometaplasia adalah proses peradangan yang sembuh sendiri dan
jinak yang terutamanya mengenai kelenjar liur minor. Predileksinya sering pada laki-laki
dan terjadi pada hampir semua kelompok usia. Penyakit ini muncul secara spontan,
terdapat ulkus tidak nyeri atau pembengkakan yang biasanya di palatum dorum, tetapi
dapat juga terjadi di mana adanya jaringan kelenjar liur. Lesi ini biasanya unilateral dan
dapat timbul dengan sensasi terbakar dan kesemutan. Penyebabnya belum diketahui
tetapi terdapat hubungan dengan trauma dan terapi radiasi. Patogenesisnya kemungkinan
adalah terjadinya iskemik.
Diagnosis necrotizing sialometaplasia dapat dikonfirmasikan dengan biopsi.
Pemeriksaan histoligis menunjukkan adanya hiperplasi pseudoepiteliomatosus dan
metaplasia skuamosa. Harus hati-hati suapaya tidak terkacau dengan diagnosis karsinoma
sel skuamosa atau karsinoma mukoepidermoid, keluhan utamanya dapat terjadi salah
diagnosis. Lesi pada necrotizing sialometaplasia adalah bersifat sembuh sendiri,biasanya
dengan intensi sekunder dan rekurensi adalah jarang.

HIPERPLASIA ADENOMATOID
Hiperplasia adenomatoid adalah pembengkakan kelenjar liur minor yang jarang
dan sering terdapat pada palatum. trauma lokal, iritasi persekitaran dan inflamasi kronik
adalah penyebab erjadinya kondisi seperti ini. Pasien menunjukkan gejala pembengkakan
yang tidak nyeri yang telah muncul dalam jangka waktu yang tidak dapat dipastikan.
Mukosa diatasnya biasanya normal. Hiperplasia adenomatoid harus dapat dibedakan
dengan tumor kelenjar liur minor. Diagnosis banding termasuk tumor benigna dan
maligna.
Pemeriksaan histologis menunjukkan adanya hipertrofi glandular dan infiltrasi
peradangan tetapi secara umu tidak terdapat perubahan arsitektur kelenjar dan tidak ada
bukti neoplasia ataupun atipia. Eksisi komplit adalah terapi pilihan. Disebabkan insidens
tertinggi tumor maligna terletak di palatum durum, ini dapat digunakan untuk
menyingkirkan tumor maligna dari Hiperplasia adenomatoid benigna.

PENYAKIT NON-INFLAMASI

SIALADENOSIS
Penegakkan diagnosis
1. pembesaran kelenjar liur difus dan bilateral yang kadang bisa unilateral, terutama
pada kelenjar patorid.
2. dapat disertai dengan nyeri ataupun tidak.
3. kondisi ini biasanya bermula sekitar usia 20-60 tahun dan dapat berterusan selama
lebih dari 20 tahun.
4. pada sesetengah kasus, disertai dengan faktor-faktor sistemik termasuk kelainan
endokrin, malnutrisi dan obat-obatan.
5. biopsi pada kelenjar yang terkena menunjukkan adanya pembesaran asinar.
6. penyebabnya adalah neuropati autonom periferal pada kelenjar liur, terapi yang
ada sekarang tidak sepenuhnya memuaskan karena tidak menghilangkan
penyebabnya.
7. operasi harus dilakukan apabila deformitas kosmetik pada kelenjar tidak dapat
diterima.

Pendahuluan
Sialadenosis atau sialosis adalah keadaan non-inflamasi yang jarang yang
menyebabkan pembesaran kelenjar liur yang bilateral, difus dan tidak nyeri. Kondisi ini
dapat juga menyebabkan perubahan degeneratif pada persarafan autonom kelenjar.
Kelenjar parotid adalah yang paling sering terkena diikuti kelenjar submandibular.

Pencegahan
Walaupun etiologinya tidak jelas, beberapa kondisi medis dan metabolik dapat
berhubungan dengan sialadenosis. Ini termasuk obesitas, sirosis alkohol, diabetes,
hiperlipidemia, hipotiroidisme, anemia, kehamilan, malnutrisi, menopaus dan bebepara
medikasi (contohnya klozapin).

Klinis
Pemeriksaan fisik yang lengkap dan skrining adalah penting. Aspirasi jarum halus
dilengkapkan dengan CT scan dapat menjelaskan diagnosis. Hasil histopatologis
menunjukkan adanya pembesaran asinar.

Penanganan dan Prognosis


Terapinya adalah langsung ke kondisi yang mendasari. Parotidektomi
diindikasikan jika terdapat pembesaran parotid yang menganggu secara kosmetik.
Operasi reseksi terhadap kelenjar submandibular yang terkena adalah terapi pilihan.
Tetapi masih bisa terdapat pembesaran yang persisten pada kelenjar yang tertinggal
kecuali perbaikan yang dilakukan pada kelainan yang mendasari telah berjaya diatasi.
Dengan ini prognosis adalah tergantung pada terapi terhadap kondisi yang mendasari.

KISTA PAROTID
Penegakan diagnosis
1. pembengkaka yang fluktuasi pada kelenjar liur
2. kista kelenjar parotid didapat atau kongenital
3. kista kongenital dapat dari Tipe I atau Tipe II kista arkus brankial.
4. kista yang didapat kemungkinan terjadi akibat trauma, sialolitiasis, striktur duktus
atau lesi limfoepitelial benigna
5. pada diagnosis banding harus dicurigai HIV.
Kista asli kelenjar parotid merupakan 2-5% dari lesi parotid.

Klasifikasi
A. Kista parotid kongenital
1. anomali branchial cleft
Kista kongenital dapat diakibatkan dari anomali cleft brankial, anomali ini terbagi
kepada kista Tipe I dan Tipe II.
a. Kista Tipe I – adalah anomali duplikasi dari ektodermal kanalis auditori
eksternal. Kista ini mungkin terletak di anterinferior dari lobus telinga.
b. Kista Tipe II – mengandung elemen ektodermal dan mesodermal dan dapat
membuka secara anterior ke otot sternokleidomastoideus atau kanalis auditori
eksternal.

Kedua-dua Tipe I dan Tipe II ini terdapat traktus sinus yang mana sangat
berhubungan erat dengan nervus fasialis. Maka, eksisi pada kista parotid kongenital ini
memerlukan pendekatan parotidektomi dan pemeliharaan nervus fasial.

2. Kista Dermoid
Kista kongenital tipe kedua pada kelenjar parotid adalah kista dermoid. Kista ini
wujud akibat dari epidermis embrionik yang terperangkap dan muncul sebagai massa
bulat. Ia mengandung epitelium skuamosa keratinisasi, kelenjar keringat dan bagian-
bagian lain dari kulit. Eksisi untuk mencegah infeksi berulang dengan perhatian penuh
pada saraf fasial merupakan terapi yang paling berhasil.

B. Kista parotid didapat


Kelainan ini dapat disebabkan oleh kelainan parotid yang lain seperti tumor,
trauma, sialadenitis kronik, sialolitiasis dan cedera akibat radiasi. Kista yang
berhubungan dengan infeksi HIV telah didiskusikan pada awal bagian perbahasan ini.
FISTULA KELENJAR LIUR KONGENITAL PADA KELENJAR
SUBMANDIBULAR
Fistula kelenjar liur dan traktus sinus kongenital adalah sangat jarang. Penyakit ini
kemungkinan muncul akibat dari pembentukan kelenjar berlebihan ataupun jaringan
kelenjar liur berlebihan pada umur gestasi diakhir minggu keenam. Fistula dan traktus
sinus ini dapat membentuk bukaan kutaneus pada kulit submandibular dengan disertai
keluarnya cairan. Fistulogram atau MRI dapat membantu menegakkan diagnosis. Operasi
eksisi komplit adalah terapi yang direkomendasikan.

MUKOKEL
Penegakkan diagnosis
1. lesi kistik dan tidak nyeri yang sering dilihat pada bibir, kavum oral dan sering
disertai dengan ekstravasasi mukus.
2. lesi kistik pada dasar mulut dapat terlokalisasi atau menyebar ke leher yang
tampak seperti massa leher.
3. gejala dapat timbul akibat dari trauma minor pada jaringan lunak atau mukosa
oral.

Pendahuluan
Pada mukokel terdapat dilatasi duktus kelenjar liur minor akibat dari sekresi
mukus yang terakumulasi dan yangsering adalah ekstravasasi mukus ke jaringan
penyambung. Mukokel adalah sering dan banyak terdapat pada bibir (60-70%), mukosa
bukal, dasar mulut dan palatum. Apabila mukokul muncul di dasar mulut, ini
didefinisikan sebagai ranula (dalam bahasa Latin bermaksud kodok). Ia juga dikenali
sebagai kista retensi mukus.

Patogenesis
Mukokel dicurigai timbul akibat trauma atau ruptur dari duktus kelenjar liur
minor dengan adanya ekstravasasi mukus ke jaringan sekitar. Kelenjar sublingual dan
kelenjar liur minor adalah lebih rentan dalam membentuk mukokel karena adanya sekresi
mukus berterusan pada kelenjar-kelenjar ini. Kelenjar parotid dan kelenjar submandibular
pula hanya mensekresi jika adanya stimulasi. Penyebab ranula masih belum jelas.

Klinis
Kista retensi mukus secara umum adalah pucat, lunak dan kista submukosa .
kista-kista ini tidak nyeri dan membesar perlahan-lahan. Ranula, termasuk duktus
sublingual atau submandibular tampak seperti massa fluktuasi, bulat di dasar mulut. Ia
biasanya unilateral dan dapat mengenai semua kelompok usia tanpa membedakan jenis
kelamin. Ranula yang sederhana adalah kista sejati dengan garis epitelial yang terjadi
secara intraoral dengan elevasi dasar mulut. Ranula yang bersifat menyebar akan
menjalar hingga ke otot milohioid menyeberangi ruang sublingual dan turut melibatkan
ruang submandibular. Ia juga dapat meluas secara inferior sebagai massa leher servikal
atau submandibular yang tidak nyeri. Tidak seperti ranula sederhana, ranula yang
ekstensif tidak mempunyai garis epitelial maka diklasifikasikan sebagai pseudokista.
Pemeriksaan fisik biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis, tetapi CT scan dapat
juga memberikan gambaran ekstensi dari kista yang lebih baik.

Komplikasi
Mukokel dan ranula menyebabkan hanya beberapa komplikasi. Bagaimanapun
infeksi dapat juga terjadi.

Diagnosis banding
Higroma kistik, kista dermoid, diagnosis banding yang penting untuk kista retensi mukus
adalah karsinoma mukoepidermoid maligna.

Penanganan dan Prognosis


Operasi eksisi total intraoral pada kista retensi mukusadalah bersifat kuratif
dengan beberapa rekurensi pada tempat tersebut. Terapi untuk ranula sederhana termasuk
eksisi kista secara sederhana dengan kemungkinan untuk membuang kelenjar yang
berhubungan ataupun marsupialisasi dari dinding kista. Rekurensi masih mungkin terjadi
dengan teknik marsupialisasi ini. Pada kasus ranula-ranula yang mudah pecah
(plunging) , terapi memerlukan eksisi secara intraoral ataupun kombinasi dengan insisi
servikal dan ekstirpasi kelenjar yang berhubungan. Rekurensi dapat terjadi jika eksisi
tidak adekuat.

XEROSTOMIA
Xerostomia didefinisikan sebagai mulut yang kering. Selain merasa tidak nyaman,
pasien dengan xerostomia juga merasakan perubahan sensasi pengecapan, disfagia dan
komplikasi lain yang berhubungan dengan kerusakan gigi. Kelainan dari aliran saliva
pada kelenjar parotid dapat menyebabkan kondisi seperti ini. Selain itu, berbagai kondisi
sistemik lain dapat menyebabkan mulut yang kering yaitu sindrom Sjogren, stres,
diabetes, infeksi kronik dan irradiasi. Xerostomia juga dapat terjadi akibat penggunaan
berbagai macam obat-obatan.
Terapi xerostomia adalah terhadap keadaan yang mendasarinya yaitu terapi
simtomatik termasuk meningkatkan pemasukan cairan, sialogogues, obat kumur pencuci
mulut dan saliva tiruan. Sekarang terdapat beberapa medikasi untuk meminimalkan
xerostomia pada pasien yang sedang dalam pengobatan radiasi.

PTYALISME
Ptyalisme adalah hiperproduksi saliva. Ia juga berhubungan dengan beberapa
kondisi medis termasuk peradangan, palsi serebral dan kehamilan. Efek samping obat-
obatan juga dapat menimbulkan ptyalisme.
Jika obat-obatan dengan agen pengering tidak efektif, maka operasi adalah
indikasi. Terapi pilihan lain adalah neurektomi selektif pada saraf korda timpani, eksisi
kelenjar liur dan ligasi atau transposisi duktus yang terkena.

PENYAKIT NEOPLASTIK BENIGNA


Penegakkan diagnosis
1. 64-80% dari tumor primer kelenjar liur terjadi di kelenjar liur, 7-15% terjadi di
kelenjar submandibular dan kurang dari 1% di kelenjar sublingual.
2. 54-80% dari tumor adalah jinak.
3. insidens tertinggi dari tumor kelenjar liur terdapat pada dekade ke enam hingga
tujuh.
4. pembesaran massa soliter yang perlahan dan tidak nyeri di kelenjar liur
5. tumor lobus parotid yang dalam dapat muncul sebagai pembengkakan palatum
mole yang tidak simetris dan tidak nyeri.
6. sitologi aspirasi jarum halus dan pencitraan dapat membantu dalam diagnosis
7. operasi eksisi total adalah terapi yang paling kuratif.

Pendahuluan
Kira-kira 80% dari tumor kelenjar liur terjadi di kelenjar parotid. Di antara tumor-
tumor ini, kira-kira 75-80% adalah jinak. Tidak terdapat korelasi yang konsisten diantara
kadar pertumbuhan tumor dan tumor itu jinak ataupun ganas. Hampir semua tumor jinak
dari kelenjar parotid adalah tumor epitelial.
Secara umum, hanya 15% dari penyakit kelenjar submandibular adalah neoplastik.
Dibandingkan dengan tumor parotid, kira-kira 50-60% tumor submandibular adalah
jinak.
Tumor kelenjar liur minor adalah kira-kira 15% dari kesemua tumor kelenjar liur.
Telah diperkirakan hanya kira-kira 35% tumor kelenjar liur minor adalah jinak dengan
adenoma pleomorfik sebagai neoplasma yang paling sering diikuti dengan adenoma sel
basal.

Klinis
Tumor parotid benigna sering muncul sebagai massa tidak nyeri dan pertumbuhan
lambat sering di bagian kaudal kelenjar parotid. Tumor kelenjar liur yang lain
menunjukkan gambaran yang sama yaitu massa tidak nyeri. Aspirasi jarum halus pada
tumor kelenjar liur, walaupun tidak sensitif atau spesifik seperti pada tumor –tumor lain
( contohnya tiroid), adalah sangat berguna untuk membedakan antara proses maligna dan
benigna. Kadar akurasi adalah kira-kira 85% dalam menentukan tumor parotid adalah
maligna atau benigna. Kadar ini lebih tinggi apabila digunakan untuk mendeteksi sesuatu
lesi itu berasal dari jaringan parotid atau tidak. CT scan dan MRI dapat membantu
mengidentifikasi tumor lobus dalam jika dicurigai secara klinis.
Diagnosis banding
Diagnosis banding dari tumor kelenjar liur benigna bukan hanya dari golongan
benigna tapi seorang dokter harus juga memikirkan tipe malignanya. Bermacam entiti
neoplastik benigna lain yang melibatkan kelenjar liur harus difikirkan, adenoma duktus
papilla, adenoma sebasea, schwannoma klasik, tumor epitelial kongenital, hemangioma
kavernosus dan jaringan ekstraglandular ektopik. Aspirasi jarum halus adalah sangat
berguna dalam menentukan massa asimtomatik di regio kelenjar parotid atau di ruang
submandibular adalah kelenjar yang asli atau tidak. Pilihan terapi dapat ditentukan
berdasarkan penemuan ini.

Komplikasi
Komplikasi dari adenoma pleomorfik adalah jarang dan termasuk transformasi
maligna menjadi karsinoma bekas adenoma pleomorfik. Transformasi maligna adalah
jarang pada tumor Warthin, adenoma monomorfik dan tumor kelenjar liur benigna.
Hanya sedikit informasi yang diketahui tentang insidens transformasi maligna tumor pada
kelenjar submandibular.
Eksisi total memastikan prognosis yang baik, bagaimanapun rekurensi dapat
terjadi jika terdapat ruang yang positif. Dengan eksisi yang berulang pada rekurensi,
resiko pada nervus fasial meningkat. Tumor yang kambuh biasanya multinodular.
Rekurensi dapat disebabkan oleh margin yang tidak adekuat ataupun multisentrik pada
kasus tumor Warthin.

Penanganan
Operasi eksisi total tanpa melibatkan batas adalah terapi yang direkomendasikan
pada tumor jinak kelenjar liur. Biasanya parotidektomi superfisial dengan memelihara
nervus fasial sudah adekuat kecuali jika lobus dalam turut terlibat. Tumor ruang
parafaringeal memerlukan reseksi dengan pendekatan transservikal. Enukleasi sahaja
tidak mencukupi untuk tumor kelenjar parotid, eksisi submandibular total dengan
memelihara batas saraf mandibular, lingual dan hipoglossal adalah merupakan terapi
pilihan. Radiasi tidak diindikasikan pada tumor kelenjar liur yang jinak.
Prognosis
Dengan pembuangan total tumor dan eksisi kelenjar yang terlibat, prognosisnya
adalah sangat baik. Transformasi maligna dan rekurensi adalah jarang.

ADENOMA PLEOMORFIK
Adenoma pleomorfik atau tumor campuran benigna adalah neoplasma kelenjar
liur yang paling sering. Ia merupakan 60-70% dari semua tumor parotid dan 90% dari
tumor jinak submandibular. Neoplasma ini terjadi lebih banyak pada wanita
dibandingkan laki-laki dan sering pada dekade ketiga dan keenam. Apabila lobus dalam
parotid dalam terlibat, adenoma pleomorfik dapat terlihat sebagai tumor ruang
parafaringeal dengan pembengkakan palatum mole. Ia tampak sebagai pembengkakan
terisolasi ataupun massa di kelenjar submandibular dengan disertai sedikit rasa nyeri.
Faktor etiologinya belum diketahui.
Secara histologis, adenoma pleomorfik muncul dari bagian distal duktus kelenjar
liur termasuk duktus interkalasi dan asinar-asinar. Gabungan elemen-elemen epitelial,
mioepitelial dan stromal diberikan nama tumor campuran benigna. Setiap komponen ini
dapat mendominasi secara histologis, tetapi ketiga-tiga elemn harus ada untuk
menegakkan diagnosis. Pewarnaan spesifik imunohistokimia yang spesifik untuk sel-sel
mioepitelial dan epitelial dapat membantu untuk membedakan adenoma pleomorfik.
Diagnosis banding untuk adenoma pleomorfik harus termasuk neoplasma maligna
seperti karsinoma kistik adenoid, adenokarsinoma gred-rendah polimorfosa, neoplasma
adneksa letak dalam dan neoplasma mesenkimal. Komplikasi yang jarang pada adenoma
pleomorfik termasuk transformasi maligna menjadi tumor yang dikenali sebagai
karsinoma bekas adenoma pleomorfik atau kadang-kadang tumor campuran metastasis
benigna. Benigna di sini menjelaskan secara histologis tetapi tidak menjelaskan sifat
patologis pada entiti yang jarang ini.
Walaupun radiasi tidak terindikasi dalam terapi tumor kelenjar liur benigna, ia
telah digunakan sewaktu-waktu untuk mengawal kekambuhan adenoma pleomorfik.
Operasi eksisi total oada tumor ini tanpa melibatkan margin/ruang adalah terapi yang
direkomendasikan. Sebagai contoh, parotidektomi superfisial dengan margin yang jelas
adalah terapi untuk adenoma pleomorfik yang terletak di lobus superior kelenjar parotid.
Prognosis untuk adenoma pleomorfik adalah baik dengan kadar 96% tidak terjadi
kekambuhan.

TUMOR WARTHIN
Tumor Warthin juga dikenal sebagai limfomatosum kistadenoma papilar dan
sering ditemukan di kelenjar parotid. Secara histologis ia tampak sebagai struktur papilar
yang mengandung dua lapisan sel-sel eosinofilik granular atau onkosit, perubahan kistik
dan inflitrasi lomfositik matur. Ia muncul dari epitelium duktus ektopik. Tumor Warthin
merupakan kira-kira 5% dari semua tumor kelenjar liur dan kira-kira 12% dari tumor
benigna kelenjar parotid. Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki sekitar usia
dekade kelima dan resikonya berhubungan dengan perokok.
Kira-kira 5,0-7,5% adalah bilateral dan 14% multisentrik pada tumor Warthin. CT
scan dapat memberi gambaran massa yang jelas di bagian posteroinferior pada lobus
superfisial kelenjar parotid. Jika radiosialografi dilakukan, terlihat peningkatan aktivitas
yang berhubungan dengan adanya onkosit-onkosit dan peningkatan isi mitokondria.
Diagnosis tumor Warthin mudah ditentukan berdasarkan penemuan histologis
dengan hanya sedikit kekeliruan dengan tumor lain. Terapinya memerlukan eksisi total
dari bagian kelenjar yang terkena disertai dengan margin yang tidak terlibat.

ADENOMA MONOMORFIK
Tumor yang pertumbuhannya lambat seperti ini adalah kurang dari 5% dari semua
tumor kelenjar liur. Adenoma monomorfik berbeda dari adenoma pleomorfik yaitu ia
hanya mengandung satu jenis morfologis sel. Adenoma monomorfik telah di
subklasifikasikan kepada kelompok neoplasma epitelial dan mioepitelial yang mencakup
adenoma sel basal, adenoma kanalikular, onkositoma atau adenoma oksifilik dan
mioepitelioma.
1. Adenoma Sel Basal
Adenoma sel basal merupakan 2% dari semua neoplasma kelenjar liur
epitelial. Tipe histologis termasuk tubular, trabekularm, silindroma dan solid.
Tipe solid adalah yang paling sering. Adenoma sel basal terjadi sama diantara
laki-laki dan wanita dan biasanya sekitar usia dekade keempat dan kesembilan.
Kelenjar parotid adalah kelenjar yang sering terkena.
Adenoma sel basal harus dapat dibedakan dengan karsinoma kistik adenoid,
adenokarsinoma sel basal dan ameloblastoma.

2. Adenoma Kanalikuler
Adenoma kanalikuler adalah neoplasma benigna yang mengenai kelenjar liur
minor. Tumor ini pernah menjadi subtipe dari adenoma sel basal. Bagaimanapun
sekarang ia dikenali sebagai entiti yang berbeda berdasarkan gambaran histologis.
Ia juga harus dibedakan dari adenokarsinoma. Adenoma kanalikuler mudah
menjadi multifokal dan sering terdapat pada mukosa bibir atas terutama pada
lanjut usia. Eksisi total intraoral adalah bersifat kuratif walaupun multifokal pada
penyakit ini dapat mempredisposisi rekurensi jika semua fokal tidak dibuang.

3. Onkositoma
Tumor jinak ini mengandung sel-sel epitelial berbentuk polihedron yang
besar yang dikenali sebagai onkosit, yang penuh dengan sitoplasma eosinofilik
bergranular dan mitokondria. Sitoarsitektur pada tumor ini lebih jelas dilihat
dengan mikroskopis elektron.
Onkositoma merupakan kurang dari 1% dari semua neoplasma kelenjar liur.
Tidak ada predileksi jenis kelamin dan terjadi pada dekade keenam hingga
kelapan. Patogenesisnya masih dalam perdebatan dan adakah tumor ini adalah
neoplasma sejati. Onkositoma dapat terjadi akibat proses hiperplasia, proses
metaplasia atau kedua-duanya.
Kelenjar parotid adalah tempat yang paling sering terjadinya onkositoma
diikuti dengan kelenjar submandibular. Di tempat-tempat ini, tumornya munculs
sebagai massa yang tumbuh lambat dan tidak nyeri yang sering keras dan kadang-
kadang kistik. Pembengkakan kelenjar parotid dapat difus dengan kira-kira 7%
terjadi bilateral. Tumor multipel juga pernah dilaporkan. Dengan adanya kadar
mitokondria yang tinggi di dalam sel, radiosialografi dapat mendemonstrasikan
pengambilan teknetium-99m yang tinggi.
Onkositoma mudah dibedakan dari tumor Warthin dan adenoma
pleomorfik. Bagaimanapun, ia juga harus dibedakan dengan karsinoma
mukoepidermoid, adenokarsinoma sel asinik, karsinoma kistik adenoid,
karsinoma sel ‘clear’ dan sel renal metastase atau karsinoma tiroid. Operasi eksisi
tanpa melibatkan margins adalah terapi yang dianjurkan dan onkositoma adalah
bersifat radioresisten.

4. Mioepitelioma
Mioepitelioma adalah subtipe dari adenoma monomorfik yang merupakan
kurang dari 1% dari neoplasma kelenjar liur. Ia mengandung hampir semuanya
sel-sel mioepitelial. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan mioepitelioma sering
terjadi pada dekade ketiga hingga keenam. Tumor ini terjadi di kelenjar parotid
sebanyak 40%.
Secara histologis, mioepitelioma adalah terkapsulasi. Terdapat tipe sel
spindel dan sel plasmasitoid. Diagnosis bandingnya termasuk tumor campuran,
schwannoma, leiomioma, plasmasitoma, karsinoma sel spindel dan histiositoma
fibrosa.

TUMOR SEL GRANULAR


Tumor sel granula adalah benigna dengan potensi menjadi maligna dan sering
berhubungan dengan kelenjar liur minor. Tumor ini cenderung terjadi pada kavum oral
dan sangat tersirkumsrip, mudah digerakkan dan tidak nyeri. Aspirasi jarum halus dapat
menunjukkan proses neoplastik. Pemeriksaan histopatologis memberikan gambaran sel-
sel poligonal dengan sitoplasma granular eosinofilik yang banyak dan nukleus-nukleus
pleomorfik ringan yang berbentuk bulat hingga oval. Karena ia berpotensi ke arah
maligna, kombinasi dari eksisi lokal yang luas dan observasi yang ketat merupakan terapi
yang paling berkesan.
HEMANGIOMA
Pendahuluan
Walaupun bukan berasal dari glandular, hemangioma adalah signifikan sebagai
diagnosis banding massa parotid terutama pada anak-anak. Tumor jinak ini berasal dari
sel endotelial dan merupakan kurang dari 5% dari semua tumor kelenjar liur. Pada anak-
anak, hemangioma kapiler adalah tumor kelenjar liur yang paling sering yaitu lebih dari
90% tumor kelenjar liur terjadi pada anak-anak di bawah usia 1 tahun. Tumor in
mengenai perempuan lebih banyak dari laki-laki dan sering terdapat pada kelenjar
parotid.

Klinis
Hemangioma biasanya muncul pada waktu lahir sebagai massa unilateral dan
tidak nyeri. Pertumbuhannya proliferatif dan cepat yang sering menyebabkan deformitas
kosmetik. Aspirasi jarum halus biasanya tidak penting. CT scan, MRI atau keduanya
dapat menunjukkan gambaran vaskularisasi pada lesi. Diagnosis banding termasuk
kelainan proliferatif vaskular seperti limfangioma dan hemangioma kavernosa.

Penanganan
Kemungkinan untuk regresi spontan ada dan karena itu operasi eksisi dapat
ditunda. Bagaimanapun, jika terdapat gangguan fungsional ataupun kosmetik, eksisi total
melalui parotidektomi dengan memelihara nervus fasial adalah indikasi. Pada anak-anak
semakin superfisial lokasi dari nervus fasial dibandingkan pada orang dewasa yang mana
penting untuk dipertimbangkan dalam mengidentifikasi saraf tersebut sewaktu
intraoperatif. Transformasi maligna belum pernah dilaporkan.
Daftar pustaka
1. Benign diseases of the salivary glands, Section V, Salivary Glands, Fidelia Yuan-Shin
Butt, Current Diagnosis and Treatment, Otolaryngology Head and Neck Surgery, 2nd
Edition. Anil K.L, Lange Mc Graw-Hill. 2008. New York.

Anda mungkin juga menyukai