Anda di halaman 1dari 23

BAB 32

CHAPTER
KONDISI YANG MEMPENGARUHI KELENJAR SALIVA

Kondisi Inflamasi/pembengkakan

Sejauh ini peradangan merupakan gangguan paling umum yang mempengaruhi

kelenjar saliva pada orang dewasa dan anak-anak. Namun, penyebab peradangan

diantara kedua populasi pasien tersebut berbeda. Pada orang dewasa, kondisi

peradangan paling sering disebabkan oleh obstruksi lokal, sedangkan pada anak-anak,

sering disebabkan oleh infeksi virus. Secara umum, kondisi peradangan kelenjar saliva

bersifat akut atau kronis. Penyebab peradangan akut dibagi lagi menjadi dua yaitu

infeksi bakteri dan infeksi virus. Peradangan kronis paling sering disebabkan oleh

obstruksi lokal kronis.

Infeksi Bakteri Akut

1) Mekanisme Penyakit

Peradangan pada bagian parenkim kelenjar saliva disebut sialadenitis,

sedangkan peradangan pada struktur duktus disebut sialodochitis atau sialadenitis

duktus. Peradangan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri akut umumnya merupakan

hasil dari sekresi saliva yang berkurang dan infeksi retrograde lanjutan karena flora oral

(khususnya, Staphylococcus aureus dan Streptococcus viridans). Aliran saliva yang

berkurang juga bisa disebabkan oleh dehidrasi, penyakit tertentu seperti diabetes

mellitus dan bulimia, dan beberapa obat seperti diuretik dan antidepresan. Oleh karena

itu kondisi ini sering terlihat pada pasien lanjut usia, pasien pasca operasi, dan pasien

lemah yang menderita kebersihan mulut yang buruk dan sekresi saliva yang rendah.

1
2) Gambaran Klinis

Kelenjar parotis yang paling sering terkena karena lubang duktus Stensen lebih

besar daripada lubang kelenjar saliva lainnya, karena itu lebih memungkinkan infeksi

yang terjadi lebih kecil. Selain itu, sekresi parotis tidak sekaya sekresi kelenjar saliva

lainnya sehubungan dengan zat antibakteri seperti imunoglobulin A (IgA). Keterlibatan

unilateral lebih umum terjadi daripada keterlibatan bilateral, dan tanda yang biasa

muncul adalah pembengkakan tidak hanya pada kelenjar yang terinfeksi tetapi juga

kelenjar getah bening yang mengering. Pengeluaran purulen juga dapat diketahui pada

lubang saluran kelenjar.

3) Gambar Pencitraan

MDCT (multidetector computed tomography) yang ditingkatkan kontrasnya

adalah pencitraan pilihan ketika dicurigai adanya peradangan pada kelenjar saliva

utama atau mayor. Jenis pencitraan ini menunjukkan fitur patognomonik pada kondisi

ini, seperti pembesaran kelenjar yang terkena dengan peningkatan perifer, goresan

jaringan lemak yang berdekatan, dan penebalan jaringan subkutan (Gbr. 32.10).

Kelenjar getah bening yang terlibat tampak membesar dengan atenuasi yang lebih

tinggi (higher attenuation) dari biasanya. Jika ada, abses muncul sebagai area dengan

atenuasi rendah (low attenuation) yang jelas. MRI adalah modalitas pencitraan pilihan

kedua karena tidak tertandingi dalam kemampuannya untuk membedakan edema dari

infiltrat inflamasi. Kelenjar yang meradang biasanya membesar dan menunjukkan

sinyal yang lebih rendah pada MRI berbobot T1 dan sinyal yang lebih tinggi pada

gambar dengan pembobotan T2 dibandingkan dengan otot sekitarnya.

2
Gambar.32.10 MDCT yang ditingkatkan kontrasnya menggambarkan kelenjar parotis kiri
(panah) yang lebih besar dari biasanya, tanpa adanya pembentukan abses. Pada tampilan
gambar ini, menunjukkan sialadenitis akut

HRUS (High Resolution Ultrasonography) dapat membantu membedakan

antara peradangan difus dan supurasi. Selain itu, juga dapat menunjukkan rongga abses

jika ada di lobus superfisial dari kelenjar saliva mayor. Sialografi dan skintigrafi

merupakan kontraindikasi pada kasus peradangan akut karena merupakan teknik

invasif minimal yang dapat memperburuk gejala nyeri dan juga dapat meningkatkan

risiko infeksi organisme masuk lebih jauh ke dalam kelenjar yang terlibat.

4) Penatalaksanaan

Pengobatan bakteri sialadenitis yang tepat biasanya adalah jenis antibiotik yang

regimen. Pengobatan ini harus dikombinasikan dengan langkah-langkah konservatif

3
seperti menjaga kebersihan mulut dengan baik dan peningkatan asupan cairan.

Penanganan harus dilakukan untuk tidak menunda pengobatan atau pengobatan yang

tidak memadai karena dapat mengakibatkan pembentukan abses intraglandular, serta

selanjutnya dilakukan perawatan yang agresif atau intervensi pembedahan.

Infeksi Virus Akut

1) Mekanisme Penyakit

Beberapa virus dapat menginfeksi kelenjar saliva, termasuk virus Epstein-Barr

(EBV), Cytomegalovirus (CMV), Coxsackievirus, virus parainfluenza, dan virus

herpes, tetapi virus gondong adalah yang paling umum terjadi. Gondong adalah

penyakit yang biasanya menyerang anak-anak antara usia 5 dan 9 tahun dan ini

disebabkan oleh infeksi paramyxovirus. Epidemi infeksi ini adalah umum sebelum

munculnya vaksin campak, gondong, dan rubella (MMR), sedemikian rupa dengan

istilah "parotitis epidemi". Orang yang telah terinfeksi akan melalui masa inkubasi yang

berkisar antara 2 dan 4 minggu, dan dapat menular dari 1 hari sebelum munculnya

gejala klinis sampai sekitar 14 hari setelah munculnya gejala.

2) Gambaran Klinis

Sekitar 70% dari kasus gondong didahului dengan tanda atau gejala awal seperti

malaise, mialgia, anoreksia, dan demam ringan. Kemudian diikuti oleh pembesaran

kelenjar terutama parotis disertai rasa sakit yang intens, terutama saat mengunyah.

Pembesaran dimulai secara unilateral tetapi juga dapat melibatkan sisi kontralateral.

Sekitar 25% kasus menunjukkan keterlibatan unilateral, dan 25% kasus mengalami

komplikasi seperti epididimo-orkitis, meningoensefalitis, pankreatitis, tiroiditis,

ooforitis, mastitis, gangguan pendengaran unilateral, dan spontaneous abortion.

4
3) Gambar Pencitraan

Pada gambar pencitraan tidak spesifik, dan diagnosa biasanya dibuat

berdasarkan pemeriksaan klinis dan adanya antibodi serum terhadap virus gondong

dalam darah. Gambar MDCT dari kelenjar saliva yang terinfeksi menunjukkan

pembesaran kelenjar dan atenuasi yang sedikit lebih tinggi dari normal. Kelenjar yang

membesar juga tampak memiliki bobot T2 sinyal MRI yang sedikit lebih tinggi dari

biasanya.

4) Penatalaksanaan

Perawatan gondongan bersifat paliatif (dapat pulih secara alami), boleh

dilakukan pemberian analgesik serta antipiretik ditambah istirahat yang cukup

(bedrest). Namun, terapi terbaik adalah pencegahan, dan pemberian vaksin sangat

dianjurkan.

Peradangan kronis

1) Mekanisme Penyakit

Seperti peradangan akut, istilah seperti sialadenitis dan sialodochitis digunakan

tergantung pada struktur kelenjar saliva yang terlibat. Peradangan kronis paling sering

disebabkan oleh obstruksi kronis kelenjar saliva. Penyebab obstruksi dapat dibagi lagi

menjadi penyebab primer dan sekunder. Penyebab utama atau primer termasuk batu

liur (sialoliths), penyempitan duktus, dan sumbatan lendir, sedangkan penyebab

sekunder meliputi trauma pada struktur duktus atau adanya lesi yang menimpa struktur

duktus.

5
Sialolith bukan hanya penyebab paling umum dari peradangan kronis, tetapi

juga merupakan kondisi yang paling umum yang mempengaruhi kelenjar saliva pada

orang dewasa. Sialolith diawali sebagai nidus anorganik tempat zat organik dan

anorganik dari air liur disimpan. Penyempitan adalah penyebab paling umum kedua

dari peradangan kronis, dan ini dapat terjadi pada saluran kelenjar submandibular dan

parotis. Etiologinya masih belum diketahui, tetapi penyempitan duktus dianggap

sebagai hasil dari fibrosis yang terjadi akibat sialoliths, infeksi rekuren, atau trauma

ringan.

2) Gambaran Klinis

Sekitar 83% sialolith terbentuk di saluran kelenjar submandibular karena jalur

berkelok ke atas yang berakhir di lubang yang relatif sempit. Disamping itu, sifat kental

dari saliva submandibular, pH tinggi dan kandungan mineral yang tinggi, berkontribusi

terhadap kondisi sialoliths yang lebih tinggi dalam saluran kelenjar submandibular.

Obstruksi umumnya menghasilkan akumulasi saliva yang diproduksi oleh

kelenjar yang terkena, area proksimal (yaitu, yang paling dekat dengan kelenjar) ke

lokasi obstruksi, yang mengarah ke dilatasi segmen saluran saliva. Dilatasi ini

mencapai ukuran maksimum selama waktu makan, ketika banyak air liur diproduksi

dan dikeluarkan dengan cepat. Segera setelah makan, air liur perlahan-lahan

menemukan jalan di sekitar titik obstruksi didalam rongga mulut. Namun, proses

obstruksi saliva dan penumpukan yang berulang ini menghasilkan dilatasi permanen

pada saluran saliva (sialectasia). Stagnasi (terhenti) saliva pada bagian-bagian saluran

yang menggembung ini dapat menyebabkan dan menjadi predisposisi kelenjar terhadap

infeksi bakteri yang berulang. Oleh karena itu pasien dengan obstruksi kronis biasanya

6
datang dengan riwayat pembengkakan intermiten pada sisi unilateral di daerah kelenjar

saliva yang terkena terutama saat makan.

3) Gambar Pencitraan

Gambar proyeksi seperti gambar panoramik digunakan untuk mengidentifikasi

sialolith, yang tampak sebagai mixed radiolusen dan radiopak yang tampak dengan baik

atau sepenuhnya radiopak di sekitar kelenjar saliva yang terlibat. Sayangnya, hingga

40% sialolith mungkin tidak cukup dikalsifikasi untuk muncul pada gambar proyeksi.

Sialografi adalah modalitas pencitraan pilihan untuk peradangan kronis karena

kemampuannya untuk menggambarkan sialoliths (bahkan yang tidak dikalsifikasi),

penyempitan, dan perubahan halus dalam struktur duktus halus kelenjar saliva. Salah

satu penampilan khas dari peradangan kronis adalah penampilannya yang "sausage-

like (seperti sosis)" yang mewakili area obstruksi dan sialectasia yang berganti-ganti

(Gbr. 32.11). Jenis tampilan lainnya adalah berbagai ukuran kumpulan globular dari

gambar kontras yang mewakili pembentukan abses (Gbr. 32.12). MDCT dan MRI juga

dapat digunakan dalam kasus-kasus peradangan kronis, tetapi sensitivitasnya untuk

mendeteksi sialolith dan struktur kecil lebih rendah daripada sialografi. Sialendoscopy

dengan cepat menjadi metode pencitraan yang disukai untuk kondisi obstruktif kelenjar

saliva karena kelebihannya yang menawarkan dalam hal mengelola kondisi tersebut.

7
Gambar.32.11 Sialografi kelenjar parotis kiri dicitrakan dengan cone beam computed
tomography (CBCT). (A) Tampilan sagittal dan (B). Axial. Filling defect (panah) di bagian
proksimal saluran/ductus Stensen menunjukkan sialolith yang dikalsifikasi secara minimal.
Penyempitan intermiten dan pelebaran saluran utama dan saluran sekunder adalah khas
sialodochitis.

Gambar.32.12 Cone beam computed tomography sialography dari kelenjar parotis kanan.
(A) Sagittal dan (B) Gambar volume tiga dimensi yang menunjukkan beberapa kumpulan

8
globular dengan ukuran bervariasi pada material kontras. Tampak adanya abses dalam kasus
sialadenitis kronis.

4) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan peradangan kronis tergantung pada jenis obstruksi yang

menyebabkannya, lokasinya, dan pengaruhnya terhadap struktur kelenjar saliva di

sekitarnya. Secara umum, pasien diinstruksikan untuk tetap terhidrasi dan untuk

merangsang produksi dan sekresi saliva untuk mendorong keluarnya cairan secara

spontan. Jika metode konservatif gagal, metode yang lebih invasif digunakan, seperti

pengangkatan sialoliths dan ductoplasty untuk sialoliths. Cara terakhir adalah

pengangkatan total kelenjar saliva yang terkena.

Noninflammatory and Inflammatory-Like Conditions

Tiga kondisi khusus yang unik (sialadenosis, sialadenitis autoimun, sialadenitis

postirradiasi) karena ketiganya sering disertai dengan tanda dan gejala yang mirip

dengan kondisi obstruksi kelenjar saliva sehingga harus dibedakan dari ketiga kondisi

tersebut.

Sialadenosis

1) Mekanisme penyakit

Sialadenosis atau sialosis adalah pembesaran non neoplastik, non-inflamasi

terutama pada kelenjar parotis. Penyebab kondisi ini meliputi berbagai kelainan

endokrin seperti diabetes mellitus, kelainan nutrisi seperti alkoholisme kronis, dan obat-

obatan tertentu seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Pembesaran itu sendiri

disebabkan oleh hipertrofi asinus saliva.

9
2) Gambaran klinis.

Karena kondisi ini bersifat sistemik, keterlibatan bilateral kelenjar saliva adalah

umum. Pembesaran atau enlargement biasanya kronis atau reccurent atau berulang dan

sebagian besar tidak menimbulkan rasa sakit. Pasien dengan kondisi ini sering

mengeluh xerostomia.

3) Gambar pencitraan.

MDCT dan MRI menunjukkan pembesaran nonspesifik dari kelenjar saliva

yang terkena. Selain itu juga dapat menunjukkan perubahan fibrosa atau lemak pada

kelenjar saliva, tergantung pada stadium penyakit. Sialografi dapat menunjukkan yang

lebih spesifik seperti merentangkan sistem duktal yang normal (Gbr.32.13).

Penampilan ini disebabkan oleh struktur duktus yang didorong oleh parenkim yang

mengalami hipertrofi.

10
Gambar.32.13 Sialadenosis. (A) Multidetektor computed tomografi menunjukkan pembesaran
bilateral kelenjar parotis. Atenuasi dari kelenjar parotis tampak normal. (B) Gambar tengkorak
anteroposterior dari sialogram dari kelenjar parotis kanan pada pasien yang sama. Ukuran dan
bentuk saluran terkesan normal, tetapi membentang ke samping, temuan ini konsisten dengan
sialadenosis

4) Peatalaksanaan

Penatalaksanaan sialadenosis bergantung pada identifikasi dan penatalaksanaan

penyebab utama kondisi ini. Langkah-langkah lokal yang dapat diambil termasuk

peningkatan asupan cairan, pijatan, dan penggunaan sialagogues (obat yang

meningkatkan laju aliran saliva).

Sialadenitis autoimun

1) Mekanisme penyakit.

Sindrom Sjögren, atau dikenal sebagai sindrom sicca atau autoimun Sialosis,

adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan infiltrat limfositik periduktus yang

menghancurkan asini kelenjar eksokrin, yang mengakibatkan penurunan signifikan

dalam kemampuannya untuk mengeluarkan air liur.

2) Gambaran klinis.

Sindrom Sjögren adalah kondisi autoimun kedua yang paling umum setelah

rheumatoid arthritis. Sekitar 90% kasus didiagnosis pada wanita pada usia 40 tahun

keatas. Ada dua bentuk sindrom sjogren, bentuk primer yang hanya melibatkan kelenjar

saliva dan lakrimal (juga dikenal sebagai sindrom sicca), dan bentuk sekunder yang

berhubungan dengan kondisi autoimun lainnya seperti rheumatoid arthritis atau lupus

11
erythematosus sistemik. Kelenjar saliva yang terlibat biasanya membesar, tetapi

keluhan yang biasa dialami pasien terkait dengan xerostomia. Pasien dengan sindrom

Sjögren memiliki risiko lebih besar terkena limfoma jaringan terkait mukosa (MALT),

subtipe limfoma non-Hodgkin.

3) Gambar Pencitraan.

Sialografi, pada tahap awal penyakit, menunjukkan sistem duktal normal dan

banyak kumpulan punctate (diameter <1 mm) yang menyebar secara merata di seluruh

kelenjar (Gambar 32.14). Perubahan awal ini tidak terbukti pada MDCT atau MRI.

Ketika penyakit berkembang, saluran menjadi sempit dan kumpulan material kontras

menjadi bulat (berdiameter 1 hingga 2 mm). Penampilan ini bersifat patognomonik dan

disebut seperti “pemangkasan pohon” atau “pohon sarat buah tanpa daun” (Gbr. 32.15).

Biasanya, kumpulan bahan kontras ini tetap ada setelah pemberian sialagogue (obat

peningkat laju aliran saliva), yang merupakan indikasi bahwa bahan tersebut

dikumpulkan secara ekstradural. Pencitraan MDCT pada stadium lanjut penyakit ini

menunjukkan kelenjar yang membesar dan padat. Pada MRI, area globular yang tampak

jelas dengan baik dengan intensitas sinyal T1 rendah dan intensitas sinyal T2 tinggi

terlihat di seluruh kelenjar.

12
Gambar.32.14 Sialadenitis autoimun. (A) Gambar lateral tengkorak dan (B) Gambar sialogram
anteroposterior tengkorak kelenjar parotis kiri menunjukkan banyak kumpulan punctate pada
material kontras menyebar ke seluruh parenkim kelenjar. Penampilan ini adalah tahap awal
sialadenitis autoimun.

Gambar.32.15 Cone beam computed tomography sialography dari kelenjar parotis kanan. (A)
Gambar sagital dan (B) Gambar tiga dimensi dari kelenjar yang sama menggambarkan
penampilan khas sialadenitis autoimun dengan beberapa globular berukuran sama yang tersebar
secara homogen di seluruh parenkim kelenjar.

13
4) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan autoimun pada kelenjar saliva disesuaikan dengan

gejala-gejala yang ada pada pasien. Stimulan-stimulan saliva untuk xerostomia,

peningkatan asupan cairan, dan obat tetes mata untuk mata kering adalah beberapa

langkah yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejalanya.

Sialadenitis pasca irradiasi

1) Mekanisme penyakit.

Kondisi ini terlihat setelah terapi radiasi sinar eksternal kepala dan leher dan

setelah perawatan dengan radioaktif yodium 131 (131 I) untuk pengelolaan kondisi tiroid

tertentu. Setelah kedua jenis pengobatan tersebut, reaksi inflamasi yang intens muncul

di kelenjar saliva, dan ini menyebabkan pelepasan dan obstruksi struktur ductus.

2) Gambaran klinis.

Tampilan klinis yang khas adalah pembengkakan lembut pada bilateral kelenjar

parotis, karena kondisi ini yang paling radiosensitif dari semua kelenjar saliva. Ini

biasanya disertai dengan xerostomia karena kondisinya yang bersifat progresif, dan

akhirnya menyebabkan atrofi dan fibrosis kelenjar saliva.

3) Gambar pencitraan.

Temuan MDCT dan MRI tergantung pada stadium penyakit pada saat

pencitraan dan kemungkinan akan menunjukkan berbagai tingkat fibrosis kelenjar

(Gambar 32.16). Studi sialogram awal menunjukkan aliran rongga di parenkim di mana

atrofi asini mulai terjadi. Pada sialografis pada tahap akhir penyakit ini bahkan mungkin

tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan terapi nuklir pada tahap awal menyalurkan

14
penyerapan normal tetapi menunda ekskresi TPT (technetium 99m (99mTc)-

pertechnetate).

Gambar.32.16 Volumie rendering tiga dimensi dari kelenjar parotis kanan, sialogram
menggunakan cone beam computed tomography. Bahan kontras terlihat hanya adanya lobus
aksesori dari parotis tetapi bukan saluran atau asinus superfisial dan dalam lobus kelenjar.
Temuan ini konsisten dengan fibrosis karena pasien ini memiliki riwayat terapi yodium
radioaktif. Perhatikan peningkatan ukuran lobus aksesori akibat hipertrofi untuk
mengkompensasi kurangnya sekresi saliva.

4) Penatalaksanaan

Perawatan terbaik untuk kondisi ini adalah pencegahan. Dalam kasus terapi

radiasi sinar eksternal, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah untuk melindungi

bagian-bagian kelenjar parotis dan memberikan dosis tumoricidal (tumoricidal dose).

Area kelenjar yang terlindungi ini kemudian mengalami hipertrofi dan

mengkompensasi penurunan aliran saliva. Sayangnya, perlindungan tidak mungkin

dilakukan dengan pengobatan Iodine (131I), tetapi tindakan lokal (peningkatan asupan

cairan, pengganti air liur) dapat membantu dalam meredakan gejala pasien.

15
CHAPTER
SPACE OCCUPYING CONDITIONS

Lesi Kistik

1) Mekanisme Penyakit

Kista kelenjar saliva jarang terjadi (<5% dari semua massa kelenjar saliva).

Kondisi ini mungkin bawaan (branchial, lymphoepithelial, dermoid) atau didapat

(sialocysts dan acquired imunodefisiensi syndrome [AIDS]-terkait/related kista parotis

[ARPC]). Sialokista adalah kista yang terbentuk di saluran saliva ketika obstruksi

saluran yang menyebabkan dilatasi karena retensi saliva di dalamnya. Ini dikenal

dengan istilah lain seperti kista retensi, kista retensi mukosa, kista duktus, dan kista

duktus saliva. Sebaliknya, sialocele atau mucocoele adalah pseudokista yang terbentuk

karena cedera pada saluran saliva dan ekstravasasi air liur ke jaringan ikat yang

berdekatan. Terminologi kedua kondisi ini (sialocyst dan sialocele) sering digunakan

secara bergantian (dan salah) dalam literatur, tetapi perbedaan patofisiologinya

dipahami dan didokumentasikan dengan baik. Akhirnya, istilah ranula dicadangkan

untuk kista kelenjar sublingual terlepas dari apakah kista itu benar (biasanya terletak di

rongga mulut) atau pseudokista (yang berada di bawah otot mylohyoid).

ARPC (AIDS-Related Parotid Cyst) adalah entitas penting yang perlu diketahui

dokter gigi karena kondisi tersebut mungkin merupakan manifestasi pertama dari

infeksi HIV. Patofisiologinya masih kontroversial, tetapi insidennya telah menurun

dengan terapi antiretroiral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy

[HAART]).

16
2) Gambaran Klinis

Kista yang didapat biasanya dikenali di kemudian hari, meskipun ada pada saat

lahir. Sebagian besar kista bersifat unilateral kecuali untuk ARPC, yang bersifat

bilateral. Demikian pula, sebagian besar kista mempengaruhi kelenjar saliva parotis

kecuali sialoceles, yang lebih umum di kelenjar saliva minor.

3) Gambar Pencitraan

Kista secara tidak langsung dapat divisualisasikan pada sialografi dengan

menggeser saluran saliva yang melengkung disekelilingnya dan menghasilkan

penampilan yang disebut seperti “bola-di-tangan.” Lesi kistik biasanya muncul dengan

batas yang jelas, tidak naik (ketika dicitrakan dengan pemberian kontras), area atenuasi

rendah pada gambar MDCT, sedangkan pada MRI, muncul sebagai area dengan sinyal

tinggi dan terbatas pada gambar T2 yang tidak meningkat setelah pemberian kontras

(Gbr. 32.17).

17
Gambar.32.17 Pencitraan resonansi magnetic (MRI) menunjukkan suatu limfoepitel kista
yang melibatkan kelenjar parotis kanan. (A) Gambar aksial bobot T1 menggambarkan lesi
dengan batas yang jelas yang melibatkan kelenjar parotis kanan dengan sinyal internal
isointense ke otot. (B) Pencocokan bobot T2 gambar yang menggambarkan lesi dengan
intensitas sinyal tinggi karena konten cairannya.

4) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kista kelenjar saliva biasanya merupakan operasi

pengangkatan kista atau keseluruhan kelenjar saliva yang terlibat.

Neoplasma jinak

1) Mekanisme Penyakit

Neoplasma kelenjar liur jarang terjadi, terhitung kurang dari 3% dari neoplasma

kepala dan leher. Sekitar 80% timbul di kelenjar parotis, 5% timbul di kelenjar

submandibular, 1% timbul di kelenjar sublingual, dan 10% hingga 15% timbul di

kelenjar saliva minor. Kemungkinan neoplasma kelenjar saliva menjadi jinak secara

langsung dengan ukuran bervariasi pada kelenjar. Oleh karena itu sebagian besar

neoplasma kelenjar saliva adalah jinak atau keganasan ringan (low-grade

malignancies).

Adenoma pleomorfik merupakan neoplasma paling umum dari kelenjar saliva,

sekitar 75% dari semua neoplasma kelenjar saliva. Ini adalah neoplasma jinak dari

epitel duktus saliva dengan komponen epitel dan mesenkimal dan karenanya juga

disebut sebagai tumor campuran jinak. Neoplasma jinak kedua yang paling umum

adalah tumor Warthin, lebih tepatnya dikenal sebagai cystadenoma lymphomatosum

18
papiler. Pada anak-anak, neoplasma paling umum dari kelenjar saliva adalah

hemangioma.

2) Gambaran Klinis

Neoplasma jinak biasanya megenai satu sisi/unilateral, tumbuh lambat, massa

relative ada atau tanpa rasa sakit. Tumor warthin secara unik mempengaruhi kelenjar

saliva secara bilateral.

3) Gambar Pencitraan

MRI adalah modalitas pencitraan yang lebih disukai untuk neoplasma kelenjar

saliva karena resolusi kontras jaringan lunaknya yang superior. MDCT adalah alternatif

pencitraan yang terutama dengan administrasi kontras. Neoplasma jinak umumnya

tampak memiliki batas yang jelas dan sinyal atau atenuasi internal yang bervariasi,

tergantung pada jaringan dominan neoplasma (Gambar 32.18). Pemberian kontras

intravena menyebabkan peningkatan neoplasma karena vaskularisasi neoplasma lebih

besar daripada jaringan kelenjar saliva yang berdekatan. Seperti kista, sialografi secara

tidak langsung menunjukkan adanya massa dengan penampilan seperti bola-di-tangan

(Gbr. 32.19).

19
Gambar.32.18 Multidetector computed tomography (MDCT) dan magnetic resonance
imaging (MRI) dari adenoma pleomorfik di kelenjar parotis kiri. (A) Algoritma jaringan lunak
gambar MDCT. Perhatikan pinggiran yang jelas (panah hitam) dan bagian dalam kepadatan
yang kurang dari otot di sekitarnya. Yang tersisa kelenjar parotis (panah putih) dipindahkan ke
lateral. (B) T1-bobot MRI. Sinyal jaringan neoplasma adalah isointense dengan otot. (C) MRI
bobot T2. Sinyal jaringan neoplasma adalah hyperintense ke otot

20
Gambar.32.19 Filling vold terlihat dalam gambar volume tiga dimensi cone beam computed
tomografi sialogram dari kelenjar parotis kanan pada pasien berusia 16 tahun. (A) Berdekatan
dengan struktur osseus dan (B) tanpa struktur osseus. (C dan D) Pencocokan T1-bobot dan T2-
bobot pencitraan resonansi magnetik dari kelenjar yang sama, masing-masing, menunjukkan
neoplasma vaskular dengan aliran void konsisten dengan hemangioma.

4) Penatalaksanaan

Manajemen neoplasma jinak dari kelenjar saliva utama adalah bedah.

Neoplasma jinak dari kelenjar parotis biasanya dieksisi dengan tujuan mempertahankan

kelenjar untuk menghindari defisit saraf wajah. Kelenjar submandibular dan sublingual

selalu dieksisi total dengan neoplasma jinak.

21
Neoplasma ganas

1) Mekanisme penyakit.

Sekitar 20% dari neoplasma di kelenjar parotis adalah ganas dibandingkan

dengan 50% hingga 60% neoplasma submandibular, 90% neoplasma sublingual, dan

60% hingga 75% neoplasma kelenjar saliva minor. Neoplasma ganas yang paling sering

terjadi dari kelenjar saliva adalah karsinoma mucoepidermoid, diikuti oleh karsinoma

kistik adenoid. Karsinoma mucoepidermoid terdiri dari campuran sel mukosa dan

epidermoid yang timbul dari epitel duktus kelenjar saliva. Adenoid cystic carcinoma

terdiri dari myoepithelial dan ductal dan memiliki kecenderungan besar untuk

berkembang di sepanjang saraf.

2) Gambaran klinis.

Agresivitas neoplasma ganas bervariasi sesuai dengan tingkat

histopatologisnya. Tingkat kelas rendahnya secara klinis sebagai massa yang bergerak,

dan tanpa rasa sakit. Neoplasma tingkat rendah ini jarang bermetastasis (meyebar) dan

memiliki prognosis yang baik, dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun lebih besar

dari 95%. Sebaliknya, neoplasma tingkat tinggi relatif tidak bergerak dan sering

menyebabkan nyeri dan kelumpuhan wajah. Selain itu, juga menyebar secara lokal

melalui saraf, melalui darah dan getah bening, dan memiliki tingkat kekambuhan yang

tinggi dan prognosis yang buruk (tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 25%).

3) Gambar pencitraan.

Tampilan pencitraan neoplasma ganas bervariasi dan terkait dengan tingkat,

agresivitas, lokasi, dan jenis neoplasma. Dalam kasus tingkat rendah memiliki tampilan

22
sialografi, MDCT, MRI, dan HRUS yang mirip dengan neoplasma saliva jinak. Namun,

fitur seperti batas yang tidak jelas dan penghancuran struktur yang berdekatan, ketika

dilihat, dianggap sebagai indikator khas dari keganasan tingkat tinggi (Gambar 32.20).

Gambar.32.20 Algoritma multidetector computed tomography jaringan lunak pada gambar


menunjukkan adenokarsinoma kelenjar parotis kiri. Hampir semua kelenjar digantikan oleh
neoplasma yang tidak jelas yang memiliki beberapa peningkatan perifer dan area dengan
kepadatan rendah secara internal, kemungkinan mewakili daerah nekrotik

4) Penatalaksanaan

Manajemen neoplasma ganas kelenjar saliva utama biasanya dilakukan

pembedahan. Seringkali membutuhkan eksisi lengkap pada kelenjar yang terlibat dan

pembedahan leher. Kombinasi dari operasi, radiasi terapi, dan kemoterapi juga dapat

digunakan

23

Anda mungkin juga menyukai