CHAPTER
KONDISI YANG MEMPENGARUHI KELENJAR SALIVA
Kondisi Inflamasi/pembengkakan
kelenjar saliva pada orang dewasa dan anak-anak. Namun, penyebab peradangan
diantara kedua populasi pasien tersebut berbeda. Pada orang dewasa, kondisi
peradangan paling sering disebabkan oleh obstruksi lokal, sedangkan pada anak-anak,
sering disebabkan oleh infeksi virus. Secara umum, kondisi peradangan kelenjar saliva
bersifat akut atau kronis. Penyebab peradangan akut dibagi lagi menjadi dua yaitu
infeksi bakteri dan infeksi virus. Peradangan kronis paling sering disebabkan oleh
1) Mekanisme Penyakit
duktus. Peradangan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri akut umumnya merupakan
hasil dari sekresi saliva yang berkurang dan infeksi retrograde lanjutan karena flora oral
berkurang juga bisa disebabkan oleh dehidrasi, penyakit tertentu seperti diabetes
mellitus dan bulimia, dan beberapa obat seperti diuretik dan antidepresan. Oleh karena
itu kondisi ini sering terlihat pada pasien lanjut usia, pasien pasca operasi, dan pasien
lemah yang menderita kebersihan mulut yang buruk dan sekresi saliva yang rendah.
1
2) Gambaran Klinis
Kelenjar parotis yang paling sering terkena karena lubang duktus Stensen lebih
besar daripada lubang kelenjar saliva lainnya, karena itu lebih memungkinkan infeksi
yang terjadi lebih kecil. Selain itu, sekresi parotis tidak sekaya sekresi kelenjar saliva
unilateral lebih umum terjadi daripada keterlibatan bilateral, dan tanda yang biasa
muncul adalah pembengkakan tidak hanya pada kelenjar yang terinfeksi tetapi juga
kelenjar getah bening yang mengering. Pengeluaran purulen juga dapat diketahui pada
3) Gambar Pencitraan
adalah pencitraan pilihan ketika dicurigai adanya peradangan pada kelenjar saliva
utama atau mayor. Jenis pencitraan ini menunjukkan fitur patognomonik pada kondisi
ini, seperti pembesaran kelenjar yang terkena dengan peningkatan perifer, goresan
jaringan lemak yang berdekatan, dan penebalan jaringan subkutan (Gbr. 32.10).
Kelenjar getah bening yang terlibat tampak membesar dengan atenuasi yang lebih
tinggi (higher attenuation) dari biasanya. Jika ada, abses muncul sebagai area dengan
atenuasi rendah (low attenuation) yang jelas. MRI adalah modalitas pencitraan pilihan
kedua karena tidak tertandingi dalam kemampuannya untuk membedakan edema dari
sinyal yang lebih rendah pada MRI berbobot T1 dan sinyal yang lebih tinggi pada
2
Gambar.32.10 MDCT yang ditingkatkan kontrasnya menggambarkan kelenjar parotis kiri
(panah) yang lebih besar dari biasanya, tanpa adanya pembentukan abses. Pada tampilan
gambar ini, menunjukkan sialadenitis akut
antara peradangan difus dan supurasi. Selain itu, juga dapat menunjukkan rongga abses
jika ada di lobus superfisial dari kelenjar saliva mayor. Sialografi dan skintigrafi
invasif minimal yang dapat memperburuk gejala nyeri dan juga dapat meningkatkan
risiko infeksi organisme masuk lebih jauh ke dalam kelenjar yang terlibat.
4) Penatalaksanaan
Pengobatan bakteri sialadenitis yang tepat biasanya adalah jenis antibiotik yang
3
seperti menjaga kebersihan mulut dengan baik dan peningkatan asupan cairan.
Penanganan harus dilakukan untuk tidak menunda pengobatan atau pengobatan yang
1) Mekanisme Penyakit
herpes, tetapi virus gondong adalah yang paling umum terjadi. Gondong adalah
penyakit yang biasanya menyerang anak-anak antara usia 5 dan 9 tahun dan ini
disebabkan oleh infeksi paramyxovirus. Epidemi infeksi ini adalah umum sebelum
munculnya vaksin campak, gondong, dan rubella (MMR), sedemikian rupa dengan
istilah "parotitis epidemi". Orang yang telah terinfeksi akan melalui masa inkubasi yang
berkisar antara 2 dan 4 minggu, dan dapat menular dari 1 hari sebelum munculnya
2) Gambaran Klinis
Sekitar 70% dari kasus gondong didahului dengan tanda atau gejala awal seperti
malaise, mialgia, anoreksia, dan demam ringan. Kemudian diikuti oleh pembesaran
kelenjar terutama parotis disertai rasa sakit yang intens, terutama saat mengunyah.
Pembesaran dimulai secara unilateral tetapi juga dapat melibatkan sisi kontralateral.
Sekitar 25% kasus menunjukkan keterlibatan unilateral, dan 25% kasus mengalami
4
3) Gambar Pencitraan
berdasarkan pemeriksaan klinis dan adanya antibodi serum terhadap virus gondong
dalam darah. Gambar MDCT dari kelenjar saliva yang terinfeksi menunjukkan
pembesaran kelenjar dan atenuasi yang sedikit lebih tinggi dari normal. Kelenjar yang
membesar juga tampak memiliki bobot T2 sinyal MRI yang sedikit lebih tinggi dari
biasanya.
4) Penatalaksanaan
(bedrest). Namun, terapi terbaik adalah pencegahan, dan pemberian vaksin sangat
dianjurkan.
Peradangan kronis
1) Mekanisme Penyakit
tergantung pada struktur kelenjar saliva yang terlibat. Peradangan kronis paling sering
disebabkan oleh obstruksi kronis kelenjar saliva. Penyebab obstruksi dapat dibagi lagi
menjadi penyebab primer dan sekunder. Penyebab utama atau primer termasuk batu
sekunder meliputi trauma pada struktur duktus atau adanya lesi yang menimpa struktur
duktus.
5
Sialolith bukan hanya penyebab paling umum dari peradangan kronis, tetapi
juga merupakan kondisi yang paling umum yang mempengaruhi kelenjar saliva pada
orang dewasa. Sialolith diawali sebagai nidus anorganik tempat zat organik dan
anorganik dari air liur disimpan. Penyempitan adalah penyebab paling umum kedua
dari peradangan kronis, dan ini dapat terjadi pada saluran kelenjar submandibular dan
sebagai hasil dari fibrosis yang terjadi akibat sialoliths, infeksi rekuren, atau trauma
ringan.
2) Gambaran Klinis
berkelok ke atas yang berakhir di lubang yang relatif sempit. Disamping itu, sifat kental
dari saliva submandibular, pH tinggi dan kandungan mineral yang tinggi, berkontribusi
terhadap kondisi sialoliths yang lebih tinggi dalam saluran kelenjar submandibular.
kelenjar yang terkena, area proksimal (yaitu, yang paling dekat dengan kelenjar) ke
lokasi obstruksi, yang mengarah ke dilatasi segmen saluran saliva. Dilatasi ini
mencapai ukuran maksimum selama waktu makan, ketika banyak air liur diproduksi
dan dikeluarkan dengan cepat. Segera setelah makan, air liur perlahan-lahan
menemukan jalan di sekitar titik obstruksi didalam rongga mulut. Namun, proses
obstruksi saliva dan penumpukan yang berulang ini menghasilkan dilatasi permanen
pada saluran saliva (sialectasia). Stagnasi (terhenti) saliva pada bagian-bagian saluran
yang menggembung ini dapat menyebabkan dan menjadi predisposisi kelenjar terhadap
infeksi bakteri yang berulang. Oleh karena itu pasien dengan obstruksi kronis biasanya
6
datang dengan riwayat pembengkakan intermiten pada sisi unilateral di daerah kelenjar
3) Gambar Pencitraan
sialolith, yang tampak sebagai mixed radiolusen dan radiopak yang tampak dengan baik
atau sepenuhnya radiopak di sekitar kelenjar saliva yang terlibat. Sayangnya, hingga
40% sialolith mungkin tidak cukup dikalsifikasi untuk muncul pada gambar proyeksi.
penyempitan, dan perubahan halus dalam struktur duktus halus kelenjar saliva. Salah
satu penampilan khas dari peradangan kronis adalah penampilannya yang "sausage-
like (seperti sosis)" yang mewakili area obstruksi dan sialectasia yang berganti-ganti
(Gbr. 32.11). Jenis tampilan lainnya adalah berbagai ukuran kumpulan globular dari
gambar kontras yang mewakili pembentukan abses (Gbr. 32.12). MDCT dan MRI juga
mendeteksi sialolith dan struktur kecil lebih rendah daripada sialografi. Sialendoscopy
dengan cepat menjadi metode pencitraan yang disukai untuk kondisi obstruktif kelenjar
saliva karena kelebihannya yang menawarkan dalam hal mengelola kondisi tersebut.
7
Gambar.32.11 Sialografi kelenjar parotis kiri dicitrakan dengan cone beam computed
tomography (CBCT). (A) Tampilan sagittal dan (B). Axial. Filling defect (panah) di bagian
proksimal saluran/ductus Stensen menunjukkan sialolith yang dikalsifikasi secara minimal.
Penyempitan intermiten dan pelebaran saluran utama dan saluran sekunder adalah khas
sialodochitis.
Gambar.32.12 Cone beam computed tomography sialography dari kelenjar parotis kanan.
(A) Sagittal dan (B) Gambar volume tiga dimensi yang menunjukkan beberapa kumpulan
8
globular dengan ukuran bervariasi pada material kontras. Tampak adanya abses dalam kasus
sialadenitis kronis.
4) Penatalaksanaan
sekitarnya. Secara umum, pasien diinstruksikan untuk tetap terhidrasi dan untuk
merangsang produksi dan sekresi saliva untuk mendorong keluarnya cairan secara
spontan. Jika metode konservatif gagal, metode yang lebih invasif digunakan, seperti
postirradiasi) karena ketiganya sering disertai dengan tanda dan gejala yang mirip
dengan kondisi obstruksi kelenjar saliva sehingga harus dibedakan dari ketiga kondisi
tersebut.
Sialadenosis
1) Mekanisme penyakit
terutama pada kelenjar parotis. Penyebab kondisi ini meliputi berbagai kelainan
endokrin seperti diabetes mellitus, kelainan nutrisi seperti alkoholisme kronis, dan obat-
obatan tertentu seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Pembesaran itu sendiri
9
2) Gambaran klinis.
Karena kondisi ini bersifat sistemik, keterlibatan bilateral kelenjar saliva adalah
umum. Pembesaran atau enlargement biasanya kronis atau reccurent atau berulang dan
sebagian besar tidak menimbulkan rasa sakit. Pasien dengan kondisi ini sering
mengeluh xerostomia.
3) Gambar pencitraan.
yang terkena. Selain itu juga dapat menunjukkan perubahan fibrosa atau lemak pada
kelenjar saliva, tergantung pada stadium penyakit. Sialografi dapat menunjukkan yang
Penampilan ini disebabkan oleh struktur duktus yang didorong oleh parenkim yang
mengalami hipertrofi.
10
Gambar.32.13 Sialadenosis. (A) Multidetektor computed tomografi menunjukkan pembesaran
bilateral kelenjar parotis. Atenuasi dari kelenjar parotis tampak normal. (B) Gambar tengkorak
anteroposterior dari sialogram dari kelenjar parotis kanan pada pasien yang sama. Ukuran dan
bentuk saluran terkesan normal, tetapi membentang ke samping, temuan ini konsisten dengan
sialadenosis
4) Peatalaksanaan
penyebab utama kondisi ini. Langkah-langkah lokal yang dapat diambil termasuk
Sialadenitis autoimun
1) Mekanisme penyakit.
Sindrom Sjögren, atau dikenal sebagai sindrom sicca atau autoimun Sialosis,
adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan infiltrat limfositik periduktus yang
2) Gambaran klinis.
Sindrom Sjögren adalah kondisi autoimun kedua yang paling umum setelah
rheumatoid arthritis. Sekitar 90% kasus didiagnosis pada wanita pada usia 40 tahun
keatas. Ada dua bentuk sindrom sjogren, bentuk primer yang hanya melibatkan kelenjar
saliva dan lakrimal (juga dikenal sebagai sindrom sicca), dan bentuk sekunder yang
berhubungan dengan kondisi autoimun lainnya seperti rheumatoid arthritis atau lupus
11
erythematosus sistemik. Kelenjar saliva yang terlibat biasanya membesar, tetapi
keluhan yang biasa dialami pasien terkait dengan xerostomia. Pasien dengan sindrom
Sjögren memiliki risiko lebih besar terkena limfoma jaringan terkait mukosa (MALT),
3) Gambar Pencitraan.
Sialografi, pada tahap awal penyakit, menunjukkan sistem duktal normal dan
banyak kumpulan punctate (diameter <1 mm) yang menyebar secara merata di seluruh
kelenjar (Gambar 32.14). Perubahan awal ini tidak terbukti pada MDCT atau MRI.
Ketika penyakit berkembang, saluran menjadi sempit dan kumpulan material kontras
menjadi bulat (berdiameter 1 hingga 2 mm). Penampilan ini bersifat patognomonik dan
disebut seperti “pemangkasan pohon” atau “pohon sarat buah tanpa daun” (Gbr. 32.15).
Biasanya, kumpulan bahan kontras ini tetap ada setelah pemberian sialagogue (obat
peningkat laju aliran saliva), yang merupakan indikasi bahwa bahan tersebut
dikumpulkan secara ekstradural. Pencitraan MDCT pada stadium lanjut penyakit ini
menunjukkan kelenjar yang membesar dan padat. Pada MRI, area globular yang tampak
jelas dengan baik dengan intensitas sinyal T1 rendah dan intensitas sinyal T2 tinggi
12
Gambar.32.14 Sialadenitis autoimun. (A) Gambar lateral tengkorak dan (B) Gambar sialogram
anteroposterior tengkorak kelenjar parotis kiri menunjukkan banyak kumpulan punctate pada
material kontras menyebar ke seluruh parenkim kelenjar. Penampilan ini adalah tahap awal
sialadenitis autoimun.
Gambar.32.15 Cone beam computed tomography sialography dari kelenjar parotis kanan. (A)
Gambar sagital dan (B) Gambar tiga dimensi dari kelenjar yang sama menggambarkan
penampilan khas sialadenitis autoimun dengan beberapa globular berukuran sama yang tersebar
secara homogen di seluruh parenkim kelenjar.
13
4) Penatalaksanaan
peningkatan asupan cairan, dan obat tetes mata untuk mata kering adalah beberapa
1) Mekanisme penyakit.
Kondisi ini terlihat setelah terapi radiasi sinar eksternal kepala dan leher dan
setelah perawatan dengan radioaktif yodium 131 (131 I) untuk pengelolaan kondisi tiroid
tertentu. Setelah kedua jenis pengobatan tersebut, reaksi inflamasi yang intens muncul
di kelenjar saliva, dan ini menyebabkan pelepasan dan obstruksi struktur ductus.
2) Gambaran klinis.
Tampilan klinis yang khas adalah pembengkakan lembut pada bilateral kelenjar
parotis, karena kondisi ini yang paling radiosensitif dari semua kelenjar saliva. Ini
biasanya disertai dengan xerostomia karena kondisinya yang bersifat progresif, dan
3) Gambar pencitraan.
Temuan MDCT dan MRI tergantung pada stadium penyakit pada saat
(Gambar 32.16). Studi sialogram awal menunjukkan aliran rongga di parenkim di mana
atrofi asini mulai terjadi. Pada sialografis pada tahap akhir penyakit ini bahkan mungkin
tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan terapi nuklir pada tahap awal menyalurkan
14
penyerapan normal tetapi menunda ekskresi TPT (technetium 99m (99mTc)-
pertechnetate).
Gambar.32.16 Volumie rendering tiga dimensi dari kelenjar parotis kanan, sialogram
menggunakan cone beam computed tomography. Bahan kontras terlihat hanya adanya lobus
aksesori dari parotis tetapi bukan saluran atau asinus superfisial dan dalam lobus kelenjar.
Temuan ini konsisten dengan fibrosis karena pasien ini memiliki riwayat terapi yodium
radioaktif. Perhatikan peningkatan ukuran lobus aksesori akibat hipertrofi untuk
mengkompensasi kurangnya sekresi saliva.
4) Penatalaksanaan
Perawatan terbaik untuk kondisi ini adalah pencegahan. Dalam kasus terapi
radiasi sinar eksternal, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah untuk melindungi
dilakukan dengan pengobatan Iodine (131I), tetapi tindakan lokal (peningkatan asupan
cairan, pengganti air liur) dapat membantu dalam meredakan gejala pasien.
15
CHAPTER
SPACE OCCUPYING CONDITIONS
Lesi Kistik
1) Mekanisme Penyakit
Kista kelenjar saliva jarang terjadi (<5% dari semua massa kelenjar saliva).
[ARPC]). Sialokista adalah kista yang terbentuk di saluran saliva ketika obstruksi
saluran yang menyebabkan dilatasi karena retensi saliva di dalamnya. Ini dikenal
dengan istilah lain seperti kista retensi, kista retensi mukosa, kista duktus, dan kista
duktus saliva. Sebaliknya, sialocele atau mucocoele adalah pseudokista yang terbentuk
karena cedera pada saluran saliva dan ekstravasasi air liur ke jaringan ikat yang
berdekatan. Terminologi kedua kondisi ini (sialocyst dan sialocele) sering digunakan
untuk kista kelenjar sublingual terlepas dari apakah kista itu benar (biasanya terletak di
ARPC (AIDS-Related Parotid Cyst) adalah entitas penting yang perlu diketahui
dokter gigi karena kondisi tersebut mungkin merupakan manifestasi pertama dari
dengan terapi antiretroiral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy
[HAART]).
16
2) Gambaran Klinis
Kista yang didapat biasanya dikenali di kemudian hari, meskipun ada pada saat
lahir. Sebagian besar kista bersifat unilateral kecuali untuk ARPC, yang bersifat
bilateral. Demikian pula, sebagian besar kista mempengaruhi kelenjar saliva parotis
3) Gambar Pencitraan
penampilan yang disebut seperti “bola-di-tangan.” Lesi kistik biasanya muncul dengan
batas yang jelas, tidak naik (ketika dicitrakan dengan pemberian kontras), area atenuasi
rendah pada gambar MDCT, sedangkan pada MRI, muncul sebagai area dengan sinyal
tinggi dan terbatas pada gambar T2 yang tidak meningkat setelah pemberian kontras
(Gbr. 32.17).
17
Gambar.32.17 Pencitraan resonansi magnetic (MRI) menunjukkan suatu limfoepitel kista
yang melibatkan kelenjar parotis kanan. (A) Gambar aksial bobot T1 menggambarkan lesi
dengan batas yang jelas yang melibatkan kelenjar parotis kanan dengan sinyal internal
isointense ke otot. (B) Pencocokan bobot T2 gambar yang menggambarkan lesi dengan
intensitas sinyal tinggi karena konten cairannya.
4) Penatalaksanaan
Neoplasma jinak
1) Mekanisme Penyakit
Neoplasma kelenjar liur jarang terjadi, terhitung kurang dari 3% dari neoplasma
kepala dan leher. Sekitar 80% timbul di kelenjar parotis, 5% timbul di kelenjar
kelenjar saliva minor. Kemungkinan neoplasma kelenjar saliva menjadi jinak secara
langsung dengan ukuran bervariasi pada kelenjar. Oleh karena itu sebagian besar
malignancies).
sekitar 75% dari semua neoplasma kelenjar saliva. Ini adalah neoplasma jinak dari
epitel duktus saliva dengan komponen epitel dan mesenkimal dan karenanya juga
disebut sebagai tumor campuran jinak. Neoplasma jinak kedua yang paling umum
18
papiler. Pada anak-anak, neoplasma paling umum dari kelenjar saliva adalah
hemangioma.
2) Gambaran Klinis
relative ada atau tanpa rasa sakit. Tumor warthin secara unik mempengaruhi kelenjar
3) Gambar Pencitraan
MRI adalah modalitas pencitraan yang lebih disukai untuk neoplasma kelenjar
saliva karena resolusi kontras jaringan lunaknya yang superior. MDCT adalah alternatif
tampak memiliki batas yang jelas dan sinyal atau atenuasi internal yang bervariasi,
besar daripada jaringan kelenjar saliva yang berdekatan. Seperti kista, sialografi secara
(Gbr. 32.19).
19
Gambar.32.18 Multidetector computed tomography (MDCT) dan magnetic resonance
imaging (MRI) dari adenoma pleomorfik di kelenjar parotis kiri. (A) Algoritma jaringan lunak
gambar MDCT. Perhatikan pinggiran yang jelas (panah hitam) dan bagian dalam kepadatan
yang kurang dari otot di sekitarnya. Yang tersisa kelenjar parotis (panah putih) dipindahkan ke
lateral. (B) T1-bobot MRI. Sinyal jaringan neoplasma adalah isointense dengan otot. (C) MRI
bobot T2. Sinyal jaringan neoplasma adalah hyperintense ke otot
20
Gambar.32.19 Filling vold terlihat dalam gambar volume tiga dimensi cone beam computed
tomografi sialogram dari kelenjar parotis kanan pada pasien berusia 16 tahun. (A) Berdekatan
dengan struktur osseus dan (B) tanpa struktur osseus. (C dan D) Pencocokan T1-bobot dan T2-
bobot pencitraan resonansi magnetik dari kelenjar yang sama, masing-masing, menunjukkan
neoplasma vaskular dengan aliran void konsisten dengan hemangioma.
4) Penatalaksanaan
Neoplasma jinak dari kelenjar parotis biasanya dieksisi dengan tujuan mempertahankan
kelenjar untuk menghindari defisit saraf wajah. Kelenjar submandibular dan sublingual
21
Neoplasma ganas
1) Mekanisme penyakit.
dengan 50% hingga 60% neoplasma submandibular, 90% neoplasma sublingual, dan
60% hingga 75% neoplasma kelenjar saliva minor. Neoplasma ganas yang paling sering
terjadi dari kelenjar saliva adalah karsinoma mucoepidermoid, diikuti oleh karsinoma
kistik adenoid. Karsinoma mucoepidermoid terdiri dari campuran sel mukosa dan
epidermoid yang timbul dari epitel duktus kelenjar saliva. Adenoid cystic carcinoma
terdiri dari myoepithelial dan ductal dan memiliki kecenderungan besar untuk
2) Gambaran klinis.
histopatologisnya. Tingkat kelas rendahnya secara klinis sebagai massa yang bergerak,
dan tanpa rasa sakit. Neoplasma tingkat rendah ini jarang bermetastasis (meyebar) dan
memiliki prognosis yang baik, dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun lebih besar
dari 95%. Sebaliknya, neoplasma tingkat tinggi relatif tidak bergerak dan sering
menyebabkan nyeri dan kelumpuhan wajah. Selain itu, juga menyebar secara lokal
melalui saraf, melalui darah dan getah bening, dan memiliki tingkat kekambuhan yang
tinggi dan prognosis yang buruk (tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 25%).
3) Gambar pencitraan.
agresivitas, lokasi, dan jenis neoplasma. Dalam kasus tingkat rendah memiliki tampilan
22
sialografi, MDCT, MRI, dan HRUS yang mirip dengan neoplasma saliva jinak. Namun,
fitur seperti batas yang tidak jelas dan penghancuran struktur yang berdekatan, ketika
dilihat, dianggap sebagai indikator khas dari keganasan tingkat tinggi (Gambar 32.20).
4) Penatalaksanaan
pembedahan. Seringkali membutuhkan eksisi lengkap pada kelenjar yang terlibat dan
pembedahan leher. Kombinasi dari operasi, radiasi terapi, dan kemoterapi juga dapat
digunakan
23