Anda di halaman 1dari 15

CLAIRINE BLOG'S

Senin, 11 Mei 2009


EKOSISTEM PESISIR

HUTAN MANGROVE

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas
rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-
surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi --yang
mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta
mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis
tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan
bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

Luas dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di
sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove
yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia
(0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda


yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di
pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa,
hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.

Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih
baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove
di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Lingkungan fisik dan zonasi

Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi


lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa
faktor lingkungan fisik tersebut adalah:

1. Jenis tanah.

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling
umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan
organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak
proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan
dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

2. Terpaan ombak

Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka
sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak
seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran
air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak
begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga
merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.

3. Penggenangan oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan
bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Pada pihak lain,
bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi
pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk


zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang
terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap
digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah
lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir
berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di
zona terluar atau zona pionir ini.

Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran
bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras
corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya,
biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro
(Cerbera spp.).

Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.),
teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta
(Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan


berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas
untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun
ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas
lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar,


mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang.
Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar
napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen
dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root),
sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang
berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil
pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis
vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui
kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle,
mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang
terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut
tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh
tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove
harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal
lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis
tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah
hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis.
Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian
berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang
ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar
mempertahankan daya hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung,
sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis
mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum
buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau


(Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah
berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih
bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung
menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan
tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan
melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di
tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa
lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya.
Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari
anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah
propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga
berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat
bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant)
berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika
akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot
bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul
mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di
dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan bakau

Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest
succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan
basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa
zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan
bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat
berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini
diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi
pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus
yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah
dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove.
Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin
cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.

Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok
lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora
mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka
terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus
tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona
berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh
lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin
dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-
zona tak selalu dapat diperkirakan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai
ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies
dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis
mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan
mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan


hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan Samudera Hindia
dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis
mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta jumlah jenisnya
(dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).
Penyusun utama

Suku Genus, jumlah spesies


Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae) Avicennia (api-api), 9
Combretaceae Laguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
Arecaceae Nypa (nipah), 1
Rhizophoraceae Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1;
Rhizophora (bakau), 8
Sonneratiaceae Sonneratia (pidada), 5
Penyusun minor

Paku laut, Acrostichum aureum.


Suku Genus, jumlah spesies
Acanthaceae Acanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
Bombacaceae Camptostemon, 2
Cyperaceae Fimbristylis (mendong), 1
Euphorbiaceae Excoecaria (kayu buta-buta), 2
Lythraceae Pemphis (cantigi laut), 1
Meliaceae Xylocarpus (nirih), 2
Myrsinaceae Aegiceras (kaboa), 2
Myrtaceae Osbornia, 1
Pellicieraceae Pelliciera, 1
Plumbaginaceae Aegialitis, 2
Pteridaceae Acrostichum (paku laut), 3
Rubiaceae Scyphiphora, 1
Sterculiaceae Heritiera (dungun)2, 3

TERUMBU KARANG

Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut
utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang merupakan
kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu membentuk terumbu. Struktur
tubuh karang banyak terdiri atas kalsium dan karbon. Hewan ini hidup dengan
memakan berbagai mikro organisme yang hidup melayang di kolom perairan laut.

Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu
kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan
luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2,
yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur
Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).

Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar 1997)
dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik
secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Cesar (1997) estimasi jenis manfaat yang
terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat
langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah
pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan
biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam
pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan
abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.

Indo-Pasifik

Regional Indo-Pasifik terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan


Australia lalu ke bagian barat ialah Samudera Pasifik sampai Afrika Timur. Regional ini
merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah
spesies karang, ikan, dan moluska.

Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan


daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi terumbu karang atau yang sampai
sekarang masih secara luas dipergunakan.

Terumbu Reef

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang
utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur,
seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi
struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah
punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.

Karang Coral

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.
Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang
merupakan benda mati.

Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenisjenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan
biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenisjenis moluska, krustasea, ekhinodermata,
polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan
sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton

jenis terumbu karang :

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari
pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan
pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses
perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya
bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken
(Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke
arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan
kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau
benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan
Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai
(Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut
Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang
penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi),
Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island).
Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu
geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang
secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan
Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
Zonasi terumbu karang Windward reef
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh
reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope,
kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya
didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat
teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi
dan karang tumbuh dengan subur.

Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front
terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat
pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal
ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat
dangkal.

Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya
memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan
memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang
dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena
kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih
besar.

RUMPUT LAUT

Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan
laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini
biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem
terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan
karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera,
rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai
dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut
dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di
daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat
Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir
Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh
sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak
dibudidayakan diantaranya adalah Euchema cottonii dan Gracelaria sp. Beberapa
daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha
budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan
Papua.
SEKILAS TENTANG RUMPUT LAUT
Sebagai bahan pangan, rumput laut telah dimanfaatkan bangsa Jepang dan Cina semenjak ribuan
tahun yang lalu. Sebenarnya apa rumput laut itu?. Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis
alga, masyarakat Eropa mengenalnya dengan sebutan seaweed. Tanaman ini adalah gangang
multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya,
rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Jika kita amati jenis rumput laut sangat
beragam, mulai dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan bercabang-
cabang. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudera yang dapat tertembus cahaya matahari.
Seperti layaknya tanaman darat pada umumnya, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen
warna yang lain. Warna inilah yang menggolongkan jenis rumput laut. Secara umum, rumput
laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau
(chlorophyceae), ganggang merah (rodophyceae) atau ganggang coklat (phaeophyceae).

HASIL OLAH RUMPUT LAUT Beragam hasil olah rumput laut dapat dijumpai di pasaran,
mulai dari yang kering, bubuk maupun yang segar. Berikut beberapa diantaranya:

Nori: Nori dibuat dari rumput laut yang dihaluskan. bubur rumput laut ini kemudian
dihamparkan dengan ketebalan yang sangat tipis. Proses selanjutnya dikeringkan sehingga
bentuknya lembaran menyerupai kertas. Nori banyak digunakan pada masakan Jepang, mulai
dari pembungkus sushi, udang gulung atau rollade goreng. Pilih nori yang lentur, kering dan
warnanya hitam mengkilat.

Kombu dan Wakame Sejenis ganggang laut yang dikeringkan. Kombu adalah bahan dasar
membuat kaldu pada masakan Jepang. Setelah direbus kuahnya untuk kaldu dan kombunya
digunakan untuk isi soup, salad atau tumisan. Sedangkan wakame, bentuknya hampir
menyerupai kombu, biasanya digunakan untuk campuran salad, isi soup atau campuran mie.
jangan merebus wakame lebih dari satu menit untuk mendapatkan citarasa yang maksimal.

Manisan Rumput Laut Diperoleh dari rumput laut segar, kemudian dicuci, direbus dan diolah
dengan larutan gula sebagai pengawetnya. Citarasanya menyegarkan dan teksturnya kenyal juga
renyah, sangat cocok untuk campuran es, pudding dan aneka dessert.
Agar-agar Proses membuat agar-agar sangat panjang. Tahap pertama pemilihan jenis rumput
laut yang akan digunakan, yaitu jenis gracilaria sp atau gelidium sp. Slanjutnya proses
pemecahan dinding sel, pemasakan(ekstrasi) sampai pada pengeringan. Dipasaran banyak
dijumpai agar-agar dalam aneka bentuk, baik yang batangan maupun serbuk.

GIZI TERKANDUNG DAN MANFAATNYA


Banyak penelitian yang membuktikan bahwa rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat,
berikut beberapa diantaranya:

Antikanker Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap, wanita


premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan
wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita Jepang yang selalu menambahkan
rumput laut di dalam menu mereka.

Antioksidan Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai antioksidan. Zat ini
membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh.

Mencegah Kardiovaskular Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke, mengkonsumsi
rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan garam pada tubuh.

Makanan Diet Kandungan serat(dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat ini bersifat
mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi
penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga Anda akan merasa kenyang lebih
lama tanpa takut kegemukan.

PADANG LAMUN

Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang


memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam dalam laut. Lamun
mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan
secara seksual (dioecious) (Mann, 2000). Lebih lanjut Mann (2000), lamun umumnya
membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh
cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang
dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 ¨C 12 meter dengan sirkulasi air
yang baik.
Secara ekologi padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir,
yaitu:
(1) produsen detritus dan zat hara
(2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran
yang padat dan saling menyilang
(3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan memijah bagi
beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini;
dan
(4) sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan
matahari (Bengen, 2002)

Sering kita melihat hamparan hijau pada dasar laut di pinggir pantai yangmenyerupai
padang rumput yang hijau, yang tidak lain adalah padang lamun atau yang populer
dikenal dengan seagrass. Seagrass adalah tempat hidup bagi amat banyak organisma
seperti ikan, kepiting, udang, lobster, seaurchin (bulubabi), dan masih banyak lagi.
Hampir sebagian besar organisma pantai (ikan, udang, kepiting dll) mempunyai
hubungan ekologis dengan habitat lamun. Sebagai habitat yang di tumbuhi berbagai
spesies lamun, padang lamun memberikan tempat yang sangat strategis bagi
perlindungan ikan-ikan kecil dari “pengejaran” beberapa predator. juga tempat hidup
dan mencari makan bagi beberapa jenis udang dan kepiting.

Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis hewan bentik, organisme demersal serta
pelagis yang menetap maupun yang tinggal sementara disana. Spesies yang sementara
hidup di lamun biasanya adalah juvenil dari sejumlah organisme yang mencari
makanan serta perlindungan selama masa kritis dalam siklus hidup mereka, atau
mereka mungkin hanya pengunjung yang datang ke padang lamun setiap hari untuk
mencari makan. Banyak spesies epibentik baik yang tinggal menetap maupun tinggal
sementara yang bernilai ekonomis, udang dan udang-udangan adalah yang bernilai
ekonomis paling tinggi. Asosiasi fauna dengan lamun merupakan salah satu kajian yang
paling menarik serta mudah untuk diamati oleh para peneliti Indonesia. Foraminifera
bentik merupakan komponen penting pada komunitas lamun, tetapi hanya
mendapatkan sedikit perhatian. Krustasea yang berasosiasi dengan lamun merupakan
komponen penting dari jaring makanan di lamun. Bentuk krustase infaunal maupun
epifunal berhubungan erat dengan produsen primer dan berada pada tingkatan trofik
yang lebih tinggi, karena selama masa juvenil dan dewasa mereka merupakan sumber
makanan utama bagi berbagai ikan dan invertebrata yang berasosiasi dengan lamun.

Potunus pelagicus (Kepiting renang) yang hidup dan besar di padang lamun.

Jenis Udang yang menjadikan Lamun sebagai habitat utamanya

Crustasea predator yang berasosiasi dengan padang lamun umumnya berada pada
kondisi alami.
Padang lamun juga merupakan habitat kritis bagi juvenil Portunus pelagicus, spesies
yang bernilai ekonomis. Famili ini (Portunidae), memiliki lima pasang kaki yang
beradaptasi untuk berenang, hal ini unik karena sebagian besar kepiting tidak dapat
berenang. Kepiting dan beberapa crustacea lainnya menghabiskan sebagian besar waktu
hidupnya dengan mengubur diri dibawah permukaan substrat, dimana mereka
mengintai untuk menyergap ikan atau invertebrata yang lewat; tergolong spesies yang
sangat agresif. Bagaimanapun, banyak spesies ikan yang dimangsa oleh mereka.
Umunya Kepiting Jantan lebih besar daripada betina, mereka mempunyai kebiasaan
kawin unik, dimana mereka juga berbagi dengan Cacridae.
Asosiasi sejumlah udang penaeid dengan padang lamun selama periode tertentu dari
siklus hidup mereka diperlihatkan dengan baik.
Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata yang paling banyak diketahui
berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin yang paling banyak dieksploitasi.
Hewan Echinodermata adalah komponen komunitas bentik di lamun yang lebih
menarik dan lebih memiliki nilai ekonomi. Lima kelas echinodermata ditemukan pada
ekosistem lamun di Indonesia.
Beberapa jenis echinodermata diantaranya : Holothuroidea (timun laut atau teripang);
Echinoidea (bulu babi); Asteroidea (Bintang laut); Ophiuroidea (Bintang Laut Ular);
Crinoidea .
Echinodermata pada umumnya, dengan pengecualian beberapa holothuroidea, makan
pada malam hari.
Tripneustes gratilla terlihat lebih menyukai menempel pada daun Thalassi hemprichii
dan Syringodium isoetifolium yang kurang luas permukaan daunnya.

Tripneustes gratilla salah satu jenis bulu babi yg menghabiskan separuh hidupnya di
padang lamun.

Narasumber :
www.wikipedia.com
http://insidewinme.blogspot.com/2008/03/ekosistem-padang-lamun.html
http://budiboga.blogspot.com/2006/05/manfaat-rumput-laut-cegah-kanker-dan.html

Diposkan oleh CLAIRINE APRILINA di 04.37 0 komentar


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langgan: Entri (Atom)

Pengikut

Arsip Blog
 ▼  2009 (2)
o ▼  Mei (1)
 EKOSISTEM PESISIR
o ►  April (1)
 Memang sudah tidak asing lagi masalah mengenai Lum...

Mengenai Saya
CLAIRINE APRILINA
Lihat profil lengkapku

Anda mungkin juga menyukai