Anda di halaman 1dari 11

Anik Tri 120351410918 Pendidikan IPA Universitas Negeri Malang

Ekosistem

Mangrove

1.

Habitat Mangrove Istilah mangrove digunakan secara luas untuk menamai tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan baik pada ekosistem hutan tropis dan subtropis pasang-surut, meliputi pantai dangkal, muara sungai, delta, rawa belakang dan laguna. Kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan bahasa Arab el-gurm menjadi mang-gurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia (api-api), pelatinan nama Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang banyak mengidentifikasi manfaat obat tumbuhan mangrove. Kata mangrove dapat ditujukan untuk menyebut spesies, tumbuhan, hutan atau komunitas. Ekosistem mangrove terbentuk pada lingkungan tropis dan sub tropis dengan suhu tinggi, terdapat endapan lumpur (alluvial) berbutir halus, gelombang laut lemah, air garam dan tawar, serta jangkauan pasang surut yang lebar. Menempati kawasan luas sepanjang pantai, bantaran sungai, muara, delta, dan teluk yang terlindung, serta pulaupulau yang "overwash". Mangrove juga dapat ditemukan pada laguna tepi pantai, yang terhubung langsung dengan laut namun pengaruh aliran pasang lemah dan salinitas rendah.

Gambar: Dunia mangrove di Indo-Pasifik Barat dan Amerika-Afrika Barat (Setyawan dkk, 2002) Mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, pada garis lintang di antara 25oLU dan 25oLS di seluruh dunia, meliputi pantai tropis Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Sebagai perkecualian, mangrove ditemukan di selatan hingga Selandia Baru (38oLS) dan di utara hingga Jepang (32oLU). (Setyawan dkk, 2002)
Ekosistem Mangrove | 1

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Pada tahun 1982 luasnya sekitar 4,25 juta hektar, sumber lain mengatakan pada tahun itu luasnya sekitar 3,24 juta hektar dan pada tahun 1993 tinggal tersisa 3 juta hektar. Di Jawa Tengah luas hutan ini tinggal sekitar 13.577 hektar, umumnya tersebar di Karimunjawa, pantai utara Jawa, dan Segara Anakan. (Ahmad, 2002)

2. Komponen Abiotik Ekosistem Mangrove 2.1. Tanah Tanah mangrove merupakan tanah alluvial yang dibawa sebagai sedimen dan diendapkan oleh sungai dan laut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir (sand), lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah disusun oleh ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan lumpur (mud) merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik (detritus). Kondisi tanah merupakan salah satu penyebab terbentuknya zonasi penyebaran hewan dan tumbuhan, misalnya kepiting yang berbeda menempati kondisi tanah yang berbeda pula, dan tumbuhan seperti Avicenniadan Sonneratia hidup dengan baik pada tanah berpasir, sedangkan Rhizophora lebih menyukai lumpur lembut yang kaya humus, adapun Bruguiera menyukai tanah lempung yang mengandung sedikit bahan organik.

2.2. Derajat Keasaman (pH) Adanya kalsium dari cangkang moluska dan karang lepas pantai menyebabkan air di ekosistem mangrove bersifat alkali. Namun tanah mangrove bersifat netral hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam. Aktivitas bakteri pereduksi belerang ditunjukkan oleh tanah gelap, asam dan berbau telur busuk. Kisaran pH 6,5-9 masih mendukung kehidupan perairan hutan mangrove (Suwondo dkk, 2005).

2.3. Oksigen Jumlah oksigen terlarut dalam perairan mangrove umumnya lebih rendah daripada di laut terbuka. Kandungan ini semakin rendah pada tempat yang kelebihan bahan organik, mengingat oksigen diserap untuk peruraian bahan organik tersebut, sehingga terbentuk

Ekosistem Mangrove | 2

zona anoksik di badan air. Oksigen pada permukaan sedimen (sediment water interface) digunakan bakteri untuk mengurai dan respirasi. Kandungan oksigen pada beberapa milimeter lapisan sedimen teratas diperoleh melalui sirkulasi pasang-surut dan pengaruh atmosfer. Di bawahnya lumpur yang mengandung bahan organik dan partikel-partikel halus menghasilkan kondisi anoksik, yang hanya ditumbuhi bakteri anaerob yang dapat mengurai bahan organik tanpa oksigen. Hal ini menghasilkan H2S yang mengubah warna tanah menjadi abu-abu gelap, dan berbau seperti telur busuk. (Setyawan dkk, 2002)

2.4. Nutrien Nutrien (zat hara) yang dihasilkan produser primer hutan mangrove dilepaskan ke dalam komunitas, kadang-kadang dalam bentuk detritus melalui peruraian serasah daun dan kayu. Dapat pula melalui perumputan yang dilakukan herbivora sehingga terjadi pemindahan energi. Hujan secara teratur menyapu detritus dari tepian pantai dan daerah aliran sungai ke dalam mangrove, sedangkan pada saat pasang naik laut membawa bahan organik yang terlarut atau tersuspensi ke ekosistem mangrove, seperti organisme mikroskopis yang selanjutnya dimakan organisme penyaring (filter feeders). Bersama dengan surutnya air laut, organisme mikroskopis tersuspensi dalam air tersaring oleh tanah, meninggalkan lapisan organisme mikroskopis di permukaan tanah, yang akan dimakan fauna terestrial selama surut. Sebaliknya pada saat surut ini nutrien dari daratan pantai juga terbawa ke laut.

2.5. Sinar, Suhu, dan Kelembaban Dataran lumpur yang tersinari matahari langsung pada saat laut surut di siang hari menjadi sangat panas dan memantulkan cahaya, sedangkan permukaan tanah di bawah kanopi hutan mangrove terlindung dari sinar matahari dan tetap sejuk. Tingkat kelembaban hutan mangrove lebih kering dari pada hutan tropis pada umumnya karena adanya angin. Suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies disuatu habitat.

Ekosistem Mangrove | 3

2.6. Angin dan Arus Laut Secara garis besar iklim di Jawa dibagi menjadi musim hujan (Oktober-April) dan kemarau (April-Oktober), namun secara lebih detail dapat dibagi menjagi empat musim (monsoon), yaitu: musim timur laut (Desember-Maret)dengan angin kuat dan hujan lebat, khususnya dua bulan pertama; antarmusim (pancaroba) yang pertama (April) dengan angin tidak terlalu kuat; musim barat daya (Mei-September) dengan angin kuat dan hujan sangat sedikit; serta antar musim yang kedua (Oktober-Nopember) seperti antar musim yang pertama, namun curah hujannya kadang-kadang lebih tinggi. Arus laut terbentuk oleh musim angin, sehingga ketinggian gelombang laut mengikuti musim ini.

2.7. Aliran Pasang Surut Laut mengalami aliran air pasang sebanyak dua kali dalam sehari, bergantian dengan aliran air surut. Hal ini disebabkan tarikan gravitasi dan gaya sentrifugal rotasi bumi, bulan dan matahari, serta kondisi geografi setempat. Aliran pasang surut biasanya campuran semi-diurnal, yakni dua pasang tinggi dan dua pasang rendah yang dalam satu hari tingginya tidak sama. Waktu pasang bergeser selama 50 menit dalam sehari, karena tergantung peredaran bulan, yaitu 24 jam 50 menit. Pola pasang surut bervariasi tergantung lokasi dan waktu. Tingginya jangkauan pasang-surut dan faktor-faktor lain menyebabkan terbentuknya zonasi horizontal dan vertikal tumbuhan dan hewan mangrove.

2.8. Salinitas Salinitas kawasan mangrove sangat bervariasi, berkisar 0,5-35 ppt, karena adanya masukan air laut saat pasang dan air tawar dari sungai, khususnya pada musim hujan. Salinitas juga bervariasi tergantung kedalaman badan air di muara sungai. Garam yang terkandung dalam air laut cenderung tenggelam karena berat jenis (BJ)-nya lebih tinggi. Pada saat laut surut, kolam-kolam yang terbentuk pada saat pasang naik dapat menjadi hipersalin (>30 ppt) terutama jika surut lebih lama. Hal ini terjadi karena evaporasi yang menguapkan air menyebabkan konsentrasi garam naik. Biarpun di dalam mangrove pengaruh aliran permukaan air tawar sangat signifikan, terutama selama musim hujan. Sungai-sungai kecil dalam hutan mangrove bersifat oligohalin dan semakin ke dalam semakin tawar. Di batas ekosistem mangrove pengaruh masukan air tawar sangat nyata.

Ekosistem Mangrove | 4

3. Komponen Biotik Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan bentuk pertemuan lingkungan darat dan laut, sehingga hewan dari kedua lingkungan ini dapat ditemukan di ekosistem mangrove. Sebagian kecil hewan menggunakan mangrove sebagai satu-satunya habitat, sebagian dapat berpindah-pindah meskipun lebih sering ditemukan di hutan mangrove, sedang lainnya berpindah-pindah berdasarkan musim, tahapan siklus hidup, atau pasang surut laut. Perairan payau di muara sungai yang dibatasi mangrove merupakan standing stock fitoplankton, sangat rapat didominasi oleh diatom, khususnya genus Coscinodiscus, Pleurosigma, dan Biddulphia. Adapun zooplankton diwakili oleh hampir semua hewan akuatik mulai dari protozoa, telur ikan, dan larva semua hewan Echinodermata. Bakteri patogen seperti Shigella, Aeromonas, dan Vibrio dapat bertahan pada air mangrove yang kaya nutrien, kadang-kadang tercermari bahan kimia berbahaya, pestisida, pupuk kimia, limbah rumah tangga dan industri. Beberapa bakteri lignolitik, sellulolitik, proteolitik dan mikroorganisme lain dapat menguraikan molekul organik yang besar seperti tanin dan selulosa menjadi fragmen-fragmen lebih kecil yang bermanfaat. Alga tingkat tinggi biasa ditemukan menempel pada tumbuhan mangrove, khususnya di akar penyangga dan akar napas (pneumatofora) lainnya. Mikrobia, bakteri, fungi, dan alga hijau-biru

(Cyanobacteria) merupakan elemen tanah mangrove yang penting. Invertebrata yang ditemukan di hutan mangrove umumnya adalah artropoda yang meliputi serangga, Chelicera dan Crustacea, serta moluska baik gastropoda maupun bivalvia. Sedangkan vertebrata yang banyak ditemukan adalah ikan dan burung. Dalam jumlah terbatas ditemukan pula reptilia dan mamalia. Pepohonan yang banyak terdapat di ekosistem mangrove adalah pohon dari genus Rhizophora, Avicennia, Bruguiera, Sonneratia dan juga terdapat Nypa.

4. Adaptasi Pada Ekosistem Mangrove 4.1. Salinitas Semua pohon, semak, palem, tumbuhan paku, rumput, liana dan epifit yang berhabitat di hutan mangrove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air laut dengan perbandingan seimbang (50% : 50%). Lebih dari 90% tumbuhan mangrove dapat mencegah masuknya garam dengan filtrasi pada akar. Garam yang tetap terserap ke dalam tubuh dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun, sehingga daun
Ekosistem Mangrove | 5

tampak seperti ditaburi kristal garam dan terasa asin. Beberapa tumbuhan menyimpan garam dalam kulit kayu atau daun tua yang hampir gugur. Tingginya kadar garam pada lingkungan mangrove akan menyebabkan tingginya konsentrasi garam dalam jaringan, sehingga terjadi gangguan metabolisme. Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar sekresi untuk membuang kelebih garam dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan. Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia, Acanthus dan Aegiceras corniculata memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam getah biasanya tinggi, sekitar 10% daripada air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan selanjutnya diterbangkan angin atau hujan. Hal ini bisa dirasakan dengan menjilat daun tumbuhan mangrove atau bagian lainnya. Tumbuhan mangrove seperti Bruguiera, Lumnitzera, Rhizophora, dan Sonneratia tidak memiliki alat sekresi. Membran sel pada permukaan akar mampu mencegah masuknya sebagian besar garam. Mereka secara selektif hanya dapat menyerap ion-ion tertentu melalui proses ultrafiltrasi.

4.2. Akar Tumbuhan mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang lembut, asin dan kekurangan oksigen, dimana kebanyakan tumbuhan tidak mampu

melakukannya. Suplai oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien. Karena tanah mangrove seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangrove membentuk struktur khusus pneumatofora (akar napas). Akar di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons (aerenkim) dan memiliki banyak lubang-lubang kecil di kulit kayu sehingga oksigen dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut. Terdapat empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt or prop), akar pasak (snorkel, peg or pencil), akar lutut (knee or knop), dan akar papan (ribbon or plank) . Akar penyangga seperti yang dimiliki oleh pohon bergenus Rhizopora membantu tegaknya pohon karena memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak stabil. Juga membantu aerasi ketika terekspos pada saat laut surut. Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang tumbuh di bawah tanah yang disebut akar pasak. Pada Avicennia bentuknya seperti pensil atau pasak dan umumnya hanya tumbuh setinggi 30 cm.

Ekosistem Mangrove | 6

Akar lutut pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di bawah permukaan tanah, dan secara teratur tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali tumbuh ke bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk. Bagian di atas tanah (lutut) membantu aerasi dan karena tersebar sangat luas dapat menjadi tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Akar papan pada Xylocarpus granatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas, sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil.

4.3. Reproduksi Mangrove merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyta), dan bunganya sering kali menyolok mata. Biji mangrove relatif lebih besar dibandingkan biji kebanyakan tumbuhan lain. Biji ini seringkali telah mengalami perkecambahan ketika masih melekat di pohon induk (vivipar). Pada saat jatuh, biji mangrove biasanya akan mengapung dalam jangka waktu tertentu kemudian tenggelam. Lamanya periode mengapung propagul bervariasi tergantung jenisnya. Biji mangrove tertentu dapat mengapung lebih dari setahun dan tetap viabel. Pada saat mengapung biji terbawa arus ke berbagai tempat dan akan tumbuh apabila terdampar di kawasan pasang surut yang sesuai. Kecepatan pertumbuhan tergantung iklim dan ketersediaan mineral nutrien tanah. Biji yang terdampar di tempat terbuka karena pohon mangrove tua telah mati dapat tumbuh sangat cepat, sedangkan biji yang tumbuh pada tegakan mangrove mapan umumnya akan mati dalam beberapa tahun kemudian. Sebagian tumbuhan mangrove memiliki cara khusus untuk memencarkan biji, yakni biji dapat mengapung dan terbawa arus laut, serta embryo umumnya telah mulai tumbuh

Ekosistem Mangrove | 7

saat biji masih menggatung di pohon induk. Embryo yang tumbuh hingga memecahkan kulit biji disebut vivipar, sedang yang tidak memecahkan kulit biji disebut kriptovivipar.

5. Aliran Energi Pada Ekosistem Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem produktif yang mendukung sejumlah besar kehidupan melalui rantai makanan yang dimulai dari tumbuh-tumbuhan. Daun tumbuhan mangrove, sebagaimana semua tumbuhan hijau, menggunakan sinar matahari untuk mengubah karbon dioksida menjadisenyawa organik melalui proses fotosintesis. Karbon yang diserap tumbuhanselama fotosintesis, bersama-sama dengan nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan. Pertumbuhan pohon mangrove sangat penting bagi keberlanjutan hidup semua organisme. Terurainya daun, batang, dan akar mangrove yang mati menghasilkan karbon dan nutrien yang digunakan oleh organisme lain dalam ekosistem tersebut. Tidak ada yang menjadi sampah dalam ekosistem mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan lumbung sejumlah besar daun yang kaya nutrien yang akan diuraikan oleh fungi dan bakteri atau langsung dimakan kepiting yang hidup di lantai hutan. Material organik yang mati diuraikan menjadi partikel-partikel kecil (detritus) oleh sejumlah besar bakteri yang kaya protein. Detritus merupakan sumber makanan bagi beberapa spesies moluska (siput), Crustacea (kepiting dan udang) dan ikan, yang selanjutnya menjadi makanan bagi hewan yang lebih besar. Nutrien yang dilepaskan ke dalam air selama peruraian daun, kayu dan akar juga dimakan plankton dan alga.

6. Manfaat Mangrove Kegunaan Langsung Kegunaan langsung adalah produk mangrove yang memiliki nilai pasar. Selama berabad-abad mangrove telah dieksploitasi pada tingkat yang lestari untuk kayu bakar, konstruksi bangunan, tanin, bahan obat, bahan baku industri dan bahan pangan. Pada masa sekarang kebutuhan akan tanaman pangan, area wisata dan tekanan penduduk menyebabkan sejumlah besar kawasan mangrove diubah peruntukannya. Kegunaan tradisional dan medis mangrove akan hilang jika tingkat perusakan ini melebihi daya dukung mangrove.

Ekosistem Mangrove | 8

Fungsi utama hutan mangrove adalah menyediakan kayu untuk memasak, membangun rumah dan perahu. Secara tradisional masyarakat lokal menggunakan mangrove secara lestari, namun bertambahnya penduduk menyebabkan penggunaan secara lestari sulit dipertahankan. Kayu Nypa digunakan untuk membangun dermaga atau bangunan bawah air lain karena tahan terhadap kebusukan, atau serangan fungi dan hewan pembuat lubang kayu, sedangkan daunnya digunakan untuk atap. Heritiera dan Xylocarpus menghasilkan kayu gergajian berkualitas tinggi, meskipun kini mulai jarang ditemukan dan sulit diperoleh. Kulit kayu mangrove mengandung metabolit sekunder untuk pertahanan diri, yakni tanin, terutama pada Rhizophoraceae. Tanin digunakan dalam industri penyamakan kulit, seperti di India dan Bangladesh; untuk merawat jaring ikan seperti di Sri Lanka, dan bahan baku obat tradisional. Tanin juga digunakan sebagai sumber warna yang berharga, khususnya untuk menghitamkan kain etnik, seperti di Afrika Timur, Australia, Polynesia, dan Sri Lanka. Produk kawasan mangrove yang langsung dapat dimakan antara lain madu, lilin, daging hewan, ikan, buah-buahan, minuman dan gula. Daun Osbornia octodonata dapat digunakan sebagai bumbu penyedap masakan. Buah Avicennia marina biasa digunakan sebagai sayuran. Daun muda Acrostichum dan hipokotil Bruguiera merupakan makanan pokok pada beberapa suku di Irian.

Kegunaan Langsung Kegunaan tidak langsung merupakan penerjemahan fungsi ekologi ekosistem mangrove, meliputi perikanan, proteksi pantai, instalasi pengolah limbah, penjaga budaya tradisional, serta pariwisata dan pendidikan. Mangrove mensuplai makanan ke komunitas laut melalui rantai makanan detritus yang dimulai dari serasah dedaunan mangrove. Tempat ini juga merupakan habitat berbagai organisme laut yang komersial, seperti udang, kepiting dan ikan, dimana pada saat tertentu fase hidupnya menggunakannya sebagai tempat berkembang biak dan membesarkan anak. Proteksi dan konservasi habitat ini akan menjaga keberlanjutan rantai makanan dan industri perikanan. Akar mangrove yang jalin-menjalin, beserta pneumatofora dan batang mangrove dapat mengurangi kecepatan arus air, menangkap sedimen untuk menjaga ketinggian daratan pantai dan mencegah siltasi pada lingkungan laut di sekitarnya. Mangrove memainkan peranan penting untuk mencegah erosi pantai. Di seluruh dunia keberadaan
Ekosistem Mangrove | 9

mangrove dapat mengurangi kerusakan akibat angin-badai dan gelombang laut. Keberadaan komunitas mangrove memastikan stabilitas dan mencegah perubahan garis pantai dan rawa-rawa di sekitarnya. Dalam kondisi yang baik dan jumlah sesuai, komunitas mangrove dapat berfungsi sebagai instalasi pengolah limbah. Polutan dan sampah dari kawasan industri dan domestik, secara lamiah dapat terbenam dan terurai dalam ekosistem mangrove. Demikian pula kelebihan nutrisi kimia dari areal pertanian dapat ditangkap dan di daur ulang di hutan mangrove. Ekosistem ini, misalnya, mampu menyerap kelebihan nitrat dan fosfat dari lahan pertanian di hulu sungai, sehingga tidak mencemari perairan pantai (eutrofikasi). Namun sebaliknya volume limbah yang berlebihan dapat meracuni dan merusak ekosistem mangrove. (Setyawan dkk, 2002) Salah satu nilai komersial terbaru hutan mangrove adalah rekreasi dan ekowisata. Kehidupan liar mangrove merupakan atraksi wisata yang menarik, misalnya migrasi burung-burung air.

7. Daftar Rujukan Clough, Barry. 2013. Continuing the Journey Amongst Mangroves. ISME Mangrove Educational Book Series No. 1. International Society for Mangrove Ecosystems (ISME), Okinawa, Japan, and International Tropical Timber Organization (ITTO), Yokohama, Japan. Setyawan, dkk. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa Petunjuk Praktikum Biodiversitas; Studi Kasus Mangrove. Kelompok Kerja Biodiversitas Jurusan Biologi FKIP USM Surakarta. Suwondo, dkk. 2005. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatra Barat. Laboratorium Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru. Jurnal Biogenesis, Vol. 2. hal. 2529.

Ekosistem Mangrove | 10

Anda mungkin juga menyukai