Oleh :
Salman Alfath
I11107026
2.1. Antibiotik
1. Penicillin
3. Ofloxacin
Ofloxacin merupakan suatu antibakteri sintetik derivat asam
piridonkarboksilat. Ofloxacin menunjukkan efek yang sempurna terhadap
infeksi-infeksi saluran napas, saluran kemih, saluran bilier, saluran cerna
dan bermacam infeksi dermatologik, oftalmologik, otorhinologik dan
ginekologik.
Ofloxacin mempunyai spektrum antibakteri yang luas terhadap
bermacam bakteri gram positif dan gram negatif, terutama terhadap bakteri
Staphylococcus spp., Streptococci hemolitic, Enterococci, E. coli, K.
pneumoniae, Serratia spp.,Proteus spp., H. influenzae dan N. gonorrhae.
Ofloxacin efektif terhadap Enterobacteriaceae yang resisten terhadap
asam nalidiksat, N.gonorrhae yang resisten terhadap gentamisin.
Ofloxacin juga efektif terhadap beberapa bakteri anaerob. Ofloxacin
bekerja secara spesifik dengan menghambat sintesis DNA
mikroorganisme.
a. Penggunaan pada bidang THT
1) Pneumonia, bronkitis kronik, panbronkiolitis difus, bronkiektasis
dengan infeksi, infeksi sekunder pada penyakit pernapasan kronik.
2) Faringitis, laringitis, bronkitis akut, tonsilitis.
3) Folikulitis, furuncle, furunkulosis, carbuncle, erysipelas,flegmon,
limfangitis, limfaderitis, felon, abses subkutan,spiradenitis, akne
konglobata, infeksi atheroma, abses perianal.
4) Otitis media, sinusitis.
4. Erytromisin
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erytreus.
Str.pyogenes, Str.pneumoniae, dan Str.viridans mempunyai kepekaan yang
bervariasi terhadap eritromisin.S aureus hanya sebagian yang peka terhadap
obat ini.Strain S.aureus yang resisten eritromisin sering dijumpai di rumah
sakit. Batang gram positif yang peka terhadap eritromisin ialah
Cl.Perfringens,C.diphtheriae dan L. Monocytogenes.Eritromisin tidak aktif
terhadap kebanyakan kuman gram negative,namun ada beberapa spesies yang
sangat peka terhadap eritromisin yaitu N.gonorrhoeae,Campylobacter
jejuni,M.pneumoniae,Legionella pneumophilia,dan
C.trachomatis.H.influenzae mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap
obat ini.
Eritromisin bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom 50S bakteri
dan menghalangi translokasi molekul peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak
donor, bersamaan dengan pembentukan rantai polipepetida dan menghambat
sintesis protein.
a. Sediaan
Preparat Kemasan Posologi/cara Keterangan
pemberian
Eritromisin Kapsul/tablet 250 Dewasa 1-2 g/hari Dosis dapat
mg dan 500 mg dibagi dalam 4 ditingkatkan 2x
dosis. lipat pada infeksi
Anak 30-50 berat
mg/kgBB sehari Obat diberikan
dibagi dalam 4 sebelum makan
dosis.
Eritromisin Kapsul 250 mg Dewasa 250-500 Idem
Stearat dan tablet 500 mg mg tiap 6 jam atau
Suspensi oral 500 mg tiap 12
mengandung 250 jam.
mg/5 ml Anak 30-50
mg/kgBB sehari
dibagi dalam
beberapa dosis.
Eritromisin Tablet kunyah 200 Dewasa 400-800 Obat tidak perlu
etilsuksinat mg mg tiap 6 jam atau diberikan sebelum
Suspensi oral 800 mg tiap 12 makan.
mengandung 200 jam.
mg/5ml dalam Anak 30-50
botol 60 ml mg/kgBB sehari
Tetes oral dibagi dalam
mengandung 100 beberapa dosis.
mg/2,5 ml dalam
botol 30 ml.
2.2. Antihistamin
a. Penggolongan Antihistamin
Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru
atas dasar efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua,
dan ketiga.Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang
signifikan. Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan
efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama
kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP)
lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih
banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi
kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua,
berupa metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer
(levocetirizine). Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk
memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta
efek samping lebih minimal.
b. Mekanisme Kerja
Sebagai inverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung
bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada
pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa
mengurangi permiabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi
otot polos saluran cerna serta napas.
Antihistamin H1 generasi ke tiga memiliki kelebihan dari generasi
pertama dan kedua yaitu adanya efek antiinflamasi di samping efek
antihistaminnya.
c. Farmakokinetik
Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik
dan mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan
dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian besar
antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-
function oxygenase system.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin
memiliki waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin
hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan
obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya,
N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis
meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh
beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih
panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien yang
menerima ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal
oxygenase lainnya (Katzung, 1998).
d. Penggunaan di bidang THT
Penyakit alergi. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe
eksudatif akut,efeknya bersifat paliatif,membatasi dan menghambat efek
histamine yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi.AH1
tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi yang
merupakan penyebab berbagai gangguan alergik.Keadaan ini dapat diatasi
hanya dengan menghindari allergen,desensitisasi atau menekan reaksi
tersebut dengan kortikosteroid.
AH1 dapat menghilangkan bersin,rinore,gatal pada mata,hidung
dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever.AH1 efektif terhadap
alergi yang disebabkan debu,tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak
dan kontaknya lama.Kongesti hidung kronik lebih refrakter terhadap
AH1.AH1 tidak efektif pada rhinitis vasomotor .
e. Efek Samping
Antihistamin generasi pertama umumnya memiliki efek samping
SSP berupa sedasi, vertigo, tinnitus, lelah, penglihatan kabur, diplopia,
euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk
sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah,
keluhan pada epigastrium, serta konstipasi atau diare.
f. Kontraindikasi dan Interaksi Obat (Putra, 2008)
1) Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin
H1 secara topikal golongan ethylen diamine pada penderita yang
telah mendapat obat lain yang mempunyai stuktue yang mirip
(aminophyline).
2) Efek sedasi akan meningkat bila antihistamin H1 diberikan
bersama obat antidepresan atau allkohol.
3) Golongan phenotiazine dapat menghambat efek vasopressor dari
ephinefrin.
4) Efek antikolinergik dari antihistamin akan menjadi lebih berat dan
lebih lama diberikan bersama obat inhibitor monoamine
(procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Tetrahidrozolin
Merupakan derivate dari imidazolin yang bekerja dengan cara
menyebabkan vasokonstriksi pada saluran darah di mata.
Efek samping : menyebabkan kemerahan persisten dengan penggunaan
berlebih, merusak pembuluh darah dalam mata akibat penggunaan berlebih,
dapat terjadi glaucoma secara tiba-tiba (namun, jarang terjadi ).
Nama Paten : Visine, Murine Plus
Erlamycetin
Tetes telinga Erlamycetin mengandung 1% Chloramphenicol base di
dalam larutan tetes telinga.
Indikasi:
Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram
negatif yang peka terhadap Chloramphenicol.
Kontra Indikasi:
- Bagi penderita yang sensitif terhadap Chloramphinicol.
- Perforasi membran timpani.
Cara Pemakaian:
Teteskan ke dalam lubang telinga 2 - 3 tetes, 3 kali sehari.
Hindarkan penggunaan jangka lama karena dapat merangsang
hipersensitivitas dan superinfeksi oleh kuman yang resistan . Obat tetes ini
hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi yang dalam
memerlukan terapi sistemik.
Efek samping:
Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular.
Kemasan:
Botol @ 10 ml.
Garamycin
Komposisi: Gentamicin sulfate
Indikasi: Terapi topikal untuk otitis eksterna
Dosis: 3-4 tetes 2-4 x/hari
Efek toksisitas terhadap nervus kranial VII perlu dipertimbangkan (Djuanda,
dkk., 2009).
Tarivid Otic
Komposisi: Ofloxacin
Indikasi: Terapi topikal untuk otitis eksterna, otitis media supuratif kronik, dan
otitis media akut
Dosis: dewasa 6-10 tetes 2x/hari. Anak 3-5 tetes 2x/hari.
Kontraindikasi: hipersensitivitas
Efek samping: jarang terjadi berupa nyeri telinga dan superinfeksi (Djuanda,
dkk., 2009).
4. Efek neuropsikiatri
Glukokortikoid mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku
seperti pola tidur, kognitif dan penerimaan input sensoris.Pada penelitian-
penelitian yang dilakukan pada penderita yang mendapatkan steroid exogen
sering menunjukkan euphoria,mania bahkan psikosis.Penderita dengan
insuffisiensi adrenal juga dapat menunjukkan gejala-gejala psikiatris
terutama depresi, apati dan letargi.
5. Efek terhadap Saluran Gastrointestinal
Glukokortikoid mempunyai efek langsung terhadap transport ion natrium
di colon melalui reseptor glukokortikoid.
Pemakaian yang lama meningkatkan terjadinya resiko ulkus peptikum
disaluran cerna bagian atas.Mekanisme terjadinya belum diketahui,mungkin
melalui hambatan penyembuhan luka yang disebabkan factor-faktor lain.
Penggunaan dalam waktu singkat tidak akan menyebabkan terjadinya
ulkus peptikum.
6. Efek terhadap pertumbuhan
Pada anak dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan
linier,penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga melalui hambatan
hormon pertumbuhan.
7. Efek pada paru
Dapat merangsang pembentukan surfakan oleh sel pneumatosit II.
Toksisitas Glukokortikoid
1. Akibat yang bisa terjadi pada penghentian terapi steroid adalah:
Kambuhnya kembali penyakit yang kita obati
Insufusiensi adrenal
2. Akibat terapi steroid dosis suprafisiologis
Penekanan kerja korteks adrenal
Efek Samping
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : edema, hipokalemia,
alkalosis, hipertensi, hiperglikemia.
2. Infeksi
Bisa mengaktifasi infeksi laten.Pada penderita-penderita dengan infeksi
pemberian glukokortikoid hanya diberikan bila sangat dibutuhkan dan harus
dengan perlindungan pemberian antibiotika yang cukup.
3. Ulkus Peptikum
Hubungan antara glukokortikoid dan terjadinya ulkus pepticum ini masih
belum diketahui. Mungkin melalui efek glukokortikoid yang menurunkan
perlindungan oleh selaput lendir lambung (mucous barrier),mengganggu proses
penyembuhan jaringan dan meningkatkan produksi asam lambung dan
pepsinogen dan mungkin oleh karena hambatan penyembuhan luka-luka oleh
sebab-sebab lain
4. Myopati
Terjadi karena pemecahan protein otot-otot rangka yang dipakai sebagai
substrat pembentukan glukosa. Miopati ini ditandai dengan kelemahan otot-
otot bagian proksimal tangan dan kaki. Pada penderita asma bronchiale dengan
pemakaian khronis glukokortikoid dapat keadaan ini dapat memperburuk
keadaan bila kelemahan terjadi pada otot pernafasan.
5. Perubahan tingkah laku
Gejala yang bisa timbul bervariasi : nervous, insomnia, euphoria, psychosis.
6. Pada mata
Efek glukokortikoid terhadap terjadinya katarak paralel dengan dosis dan lama
pemberian dan proses dapat terus berlangsung meskipun dosis sudah dikurangi
atau dihentikan. Glukokortikoid juga dapat menginduksi terjadinya glaukoma.
7. Osteoporosis
Osteoporosis dan fraktura kompressif sering terjadi pada penderita-penderita
yang mendapat terapi glukokortikoid dalam jangka lama, terutama terjadi pada
tulang dengan struktur trabeculae yang luas seperti tulang iga dan vertebra.
8.Osteonekrosis
Terjadi nekrosis aseptic tulang sesudah pemakaian glukokortikoid yang lama
meskipun osteonekrosis juga dilaporkan terjadi pada pemberian jangka
pendek dengan dosis besar. Osteonekrosis sering terjadi pada caput femoris .
9. Gangguan pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan pada anak bisa terjadi dengan dosis yang relatif kecil.
Mekanisme yang pasti dari gangguan pertumbuhan ini belum
diketahui.Pemberian glukokortikoid antenatal pada binatang percobaan
menyebabkan terjadinya cleft palate dan gangguan tingkah laku yang
kompleks.
Glukokortikoid jenis yang fluorinated (dexamethasone, betamethasone,
beclomethasone, triamcinolone ) dapat menembus barier placenta, oleh karena
itu walaupun pemberian glukokortikoid antenatal dapat membantu pematangan
paru dan mencegah RDS namun kita tetap harus waspada terhadap
kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan/perkembangan janin.
Penggunaan Klinik di bidang THT
Polip nasi
Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid
intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan
sampai polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada
perbaikan maka diberikan juga kortikosteroid sistemik.
Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku,
pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari
selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu.
Rhinitis Alergi
Pada umumnya diberikan steroid topical dalam bentuk nasal spray.
Contoh-contoh dari steroid-steroid hidung termasuk:
beclomethasone (Beconase),
flunisolide (Nasarel),
budesonide (Rhinocort),
fluticasone propionate (Flonase),
mometasone furoate (Nasonex), dan
luticasone furoate (Veramyst).
Obat steroid oral [prednisone, methylprednisolone (Medrol),
hydrocortisone (Hydrocortone, Cortef)] sangat efektif pada pasien-pasien
alergi. Ini dicadangkan hanya untuk kasus-kasus yang sangat parah yang tidak
merespon pada perawatan yang biasa dengan steroid-steroid hidung dan
antihistamin.
Sinusitis atau Rhinosinusitis
Biasanya diterapi dengan steroid topical (nasal spray) dan steroid
sistemik.
Otitis Eksterna
Infeksi telinga luar dapat diobati dengan kortikosteroid (suspensi atau
larutan) dalam propilen glikol dan polietilen glikol. Penggunaan bahan ini juga
kadang bersamaan dengan antibiotik yang selektif.
Budenoside
Budesonide adalah kortikosteroid sintetik yang memiliki aktivitas
glukokortikoid potensial dan aktivitas mineral kortikoid lemah. Budesonide
diperkirakan mengatasi alergi rhinitis atau sinusitis melalui aktivitas
hambatannya pada serangkaian luas sel (yakni sel mast, eosinofil, neutrofil,
makrofag, dan limfosit) dan mediator (histamine, eicosanoid, leukotrien, dan
sitokin) yang terlibat dalam inflamasi yang dimediatori oleh alergen.
Budesonide diabsorpsi relatif baik setelah pemberian inhalasi maupun
oral, dan secara cepat dimetabolisme menjadi metabolit dengan potensi
kortikosteroid rendah. Setelah pemberian intranasal budesonide, kadar puncak
plasma dicapai pada sekitar 0,7 jam. Sekitar 34% dari dosis intranasal
mencapai sirkulasi sistemik dibandingkan dengan pemberian intravena.
Budesonide yang diabsorpsi dari saluran cerna, bioavailabilitasnya rendah
sekali sekitar 10%. Hal ini karena efek metabolisme lintas pertama yang cukup
ekstensif di hati.
Ikatan protein budesonide secara in vitro terlihat konstan (85–90%)
dari suatu range konsentrasi (1-100 nmol/L). Waktu paruh terminal sekitar 2-3
jam. Setelah pemberian nasal spray pada anak tampak bahwa konsentrasi
puncak plasma dan waktu paruh sama antara anak dan dewasa. Anak memiliki
kadar plasma dua kali orang dewasa terutama untuk mereka dengan perbedaan
bobot badan.
Indikasi
Mengobati dan sebagai profilaksis rhinitis alergi musiman atau
perennial dan sinusitis.
Dosis & Cara Pemberian
Dosis awal untuk dewasa dan anak >6 tahun : 64 mcg per hari.
Berikan 2 semprotan (64 mcg) tiap lubang hidung pada pagi hari atau satu
semprotan (32 mcg) pada pagi hari dan satu semprotan lagi di malam hari.
Dosis maksimum dewasa dan anak >12 tahun : 256 mcg per hari yang
diberikan 4 semprot tiap lubang hidung sekali sehari. Sementara dosis
maksimum anak (<12 tahun) yang direkomendasikan adalah 128 mcg per hari
diberikan 2 semprotan tiap hidung sekali sehari.
Efek Samping
Perdarahan ringan di hidun dan kadang juga bersin.
2.6. Antivertigo
Betaserc
Komposisi: betahistine diHCl
Indikasi: terapi simtomatis untuk vertigo, penyakit Meniere dan gejala yang
mnyerupai penyakit Meniere seperti vertigo, tinitus, hilangnya pendengaran,
dan biasanya disertai mual dan muntah.
Dosis: 1 tablet 3x/hari. Maksimal 6 tablet/hari dalam dosis terbagi.
Perhatian: penderita feokromositoma atau asma bronkial, riwayat ulkus
peptikum.
Efek samping: keluhan ringan pada ulu hati, ruam kulit
Dramamine
Komposisi: dimenhydrinate
Indikasi: mencegah dan meredakan mabuk perjalanan dan mengobati vertigo,
mual atau muntah sehubungan dengan terapi elektrosyok, anestesi dan
pembedahan, gangguan sistem labirin, dan sakit akibat radiasi.
Dosis: tablet dewasa 50-100 mg 3-4x/hari. Anak 12 tahun 50 mg 2-3 x/hari, 8-
12 tahun 25-50 mg 2-3 x/hari, 6-8 tahun 12,5-25 mg 2-3 x/hari. Mencegah
mabuk perjalanan: dosis awal diberikan 30 menit sebelum bepergian.
Perhatian: bersama antibiotik menyebabkan ototoksik.
Efek samping: mengantuk
Nufapreg
Komposisi: prometazine theoclate
Indikasi: pengobatan dan pencegahan mual dan muntah yang berhubungan
dengan gastroenteritis, vertigo karena sindrom Meniere dan labirintitis, mabuk
kendaraan dan mual pasca operasi.
Dosis: dewasa 1 tablet tiap malam. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 2-3 tablet
tiap malam atau 1 x/hari bila perlu. Pencegahan mabuk kendaraan: untuk
perjalanan jauh 1 tablet tiap malam sebelum tidur, mulai semalam sebelum
bepergian. Perjalanan pendek 1 tablet 1-2 jam sebelum bepergian. Pengobatan
mabuk kendaraan 1 tablet dilanjutkan dengan pemberian tablet ke-2 pada
waktu yang sama di sore hari dan tablet ke-3 pada sore hari berikutnya.
Kontarindikasi: asma, hipersensitif.
Efek samping: mengantuk, sedasi, penglihatan kabur, disorientasi, peningkatan
tekanan darah, ruam kulit, dan fotosensitivitas.
Interaksi obat: alkohol, analgesik narkotik, hipnotik, sedatif, barbiturat,
transquilizer
2.7. Antijamur
Ketokonazol dan nystatin adalah dua jenis fungisida yang sering
digunakan pada kasus otomikosis. Selain itu nystatin adalah obat pilihan pada
candidiasis orofaring.
Ketokonazol, suatu fungisida golongan azol merupakan obat dari
dolongan ini yang bekerja efektif pada pemberian oral dan baik untuk beberapa
mikosis sistemik. Golongan ini bekerja dengan menghambat biosintesis jamur.
Berguna untuk candidiasis oral dan vagina, beberapa dermatofitosis, dan
kandidiasis mukokutan pada anak-anak kurang imun.
Dosis 200-600 mg/hari menekan dengan baik manifestasi klinik dari
parakoksidiomikosis dan blastomikosis, bahkan kadang histoplasmosis. Pada
pemberian oral, absorbs dan distribusi sistemiknya baik, kecuali ke SSP.
Efek samping ketokonazol berupa mual, muntah, rash pad kulit, sampai
peningkatan transaminase serum.
Nystatin adalah makrolid polien yang bekerja denganberikatan pada
sterol membrane sel jamur dan membentuk pori yang mengganggu transport
membrane dan membunuh sel jamur. Kerja nystatin terbatas padatempat di mana
obat ini berkontak langsung dengan jamur atau ragi.
Nystatin diberikan secara topikal pada kulit atau mukosa (bukal, vagina)
dalam bentuk salep, tepung, atau supositoria untuk menekan infeksi candida.
Nystatin oral diberikan pada infeksi kandida di usus.
DAFTAR PUSTAKA