Anda di halaman 1dari 40

[syiar-islam] Pernikahan Ideal = Pernikahan Sekufu ?

Arihadi Thu, 03 Jan 2008 01:39:22 -0800


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh Pernikahan Ideal = Pernikahan Sekufu ? Mungkin sekali diantara kita yang masih bertanya-tanya apakah pernikahannya adalah pernikahan yang ideal. Dan apakah pernikahan yang ideal itu sama dengan pernikahan sekufu. Dalam bahasa kufu yang dimaksud adalah kafa'ah yang artinya kurang lebih adalah setaraf, sederajat atau sebanding. Tetapi jodoh memang sebuah rahasia Allah SWT yang setiap orang tidak dapat menentukannya sendiri. Tidak bisa dipungkiri kriteria yang setaraf, sederajat atau sebanding menjadi salah satu faktor kebahagiaan hidup berumah tangga, meski sifatnya tidak mutlak. Karena sebuah pernikahan adalah bukan saja penyatuan atas seorang pria dan wanita, melainkan lebih dari itu adalah sebuah ritual suci yang juga menyatukan dua buah keluarga besar dari kedua mempelai. Sehingga suatu kebahagiaan dan ketentraman di dalam pernikahan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan interaksi dari kedua belah keluarga besar tersebut. Di dalam Fiqih Sunnah, Sayid Sabiq ada beberapa hal yang dianggap sebagai ukuran kufu, antara lain ; karena keturunannya, bukan hamba sahaya / merdeka, beragama islam, mempunyai pekerjaan, karena kekayaannya dan karena kondsi fisik/tidak cacat. Namun demikian ukuran-ukuran tersebut pun masih dapat diperdebatkan. Dari beberapa kriteria pernikahan sekufu, maka dapat diringkas sebab dan akibat sekufu antara lain sebagai berikut : 1. Memiliki Kualitas Akhlak yang Sama MsW 7s:$# tW 7y=9 cqW 7y9$#ur MsW 7y=9 ( Mt6h9$#ur t6h=9 tbq7h9$#ur Mt6h=9 4 y7s9'r& cry9B $JB tbq9q)t ( Ngs9 ot B -ur O 2 Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). (QS.24.26) Ayat ini menegaskan bantahan terhadap kaum munafik yang telah menuduh Siti Aisyah ra telah berzina. Ayat ini juga menegaskan bahwa wanita-wanita yang baik akhlaknya hanya pantas untuk laki-laki yang akhlaknya baik-baik pula. Artinya seseorang akan berjodoh dengan seorang yang mempunyai kualitas akhlak yang sama. Dan apabila diri kita masuk kedalam kategori "setengah baik-baik" maka kita akan berjodoh dengan orang yang "setengah baik-baik".

Inilah sekufu dalam sudut pandang akhlaknya. Namun demikian, yang bias mengukur atas kadar kualitas akhlak seseorang bukanlah manusia, tetapi Allah SWT. Manusia hanyalah mengetahuinya dari ciri-ciri seseorang dan perbuatannya. Di dalam kenyataan, seseorang akan dipertemukan jodohnya dengan seseorang di tempat dimana mereka lebih banyak berada. Sebagai contoh, seorang yang aktif di dalam sebuah majelis ilmu, kemungkinan untuk mendapatkan jodoh yang juga aktif di dalam sebuah majelis ilmu cukup besar. Atau sebaliknya, seorang yang sering berkunjung ke sebuah bar atau tempat-tempat hiburan malam, maka peluang untuk mendapatkan jodoh di tempat tersebut juga cukup besar. Maka dari itu, untuk mendapatkan jodoh seorang yang baik-baik, sebaiknya dalam menjemput jodoh kita lakukan di tempat-tempat yang baik pula dan lebih mengintensifkan waktu kita di tempat yang Allah SWT ridhai. Dalam mendapatkan jodoh, seseorang lebih cenderung memilih orang yang baik baik, meski dirinya bukanlah orang yang baik-baik. Untuk itu diperlukan cermin, sehingga seseorang dapat menginstrospeksi terhadap dirinya sendiri, sejauh mana kualitas dirinya. Dalsm masalah sekufu atas akhlak, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita apabila datang seorang laki-laki yang akhlaknya baik melamar ke seorang wanita, maka hendaknya diterima. Dari Abu Hatim al Muzani, Rasulullah SAW bersabda " Jika datang kepadamu laki-laki yang agamanya dan akhlaknya kamu sukai, kawinkanlah ia. Jika kamu tidak berbuat demikian, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang hebat di atas permukaan bumi, " Sahabat bertanya, " Wahai Rasulullah, bagaimana kalau ia sudah beristri ?" Rasulullah menjawab, "Jika datang kepadamu laki-laki yang agamanya dan akhlaknya kamu sukai, kawinkanlah ia " sampai tiga kali. (HR at Tirmidzi). 2. Sebagai Ujian dari Allah SWT Meskipun sebagian orang mendapatkan jodoh sesuai dengan kualitas akhlaknya, namun demikian ada sebagian orang lagi yang mendapatkan jodoh tidak sepadan kualitas akhlaknya. Ini terjadi pada diri Siti Asiyah dengan Fir'aun, Nabi Nuh as dengan istrinya, Nabi Luth as dengan istrinya, Khaulah binti Tsa' labah dengan Aus bin Samit, serta beberapa contoh pernikahan di zaman sekarang ini. Dari semua pernikahan tersebut, masing-masing dilatar belakangi oleh peristiwa yang berbeda, yang lebih utama dari itu adalah masing-masing pernikahan tersebut memberikan hikmah yang begitu dalam. Kisah pernikahan Siti Asiyah dengan Fir'aun menunjukkan bukti kesetiaan seorang istri terhadap suaminya yang kafir, tetapi pada saat Siti Asiyah dihadapkan kepada pilihan, lebih setia kepada siapa antara kepada suaminya atau kepada Allah SWT, maka tak segan-segan ia memilih kesetiannya kepada Allah SWT. Kisah Nabi Nuh as dan Nabi Luth as dengan istri-istrinya menunjukkan penerapan hukum dari Allah SWT tidak pandang bulu. Tidak ada keistimewaan antara istri nabi dengan yang lainnya. Siapa saja yang bersalah dan menentang hukum-hukum Allah SWT pasti akan diadili. Dan bagi seorang nabi pun tidak dapat memohonkan ampunan kepada istrinya yang durhaka kepada Allah SWT.

Demikian juga dengan kisah pernikahan antara Khaulah binti Tsa'labah dengan Aus bin Shamit. Kisahnya memberikan hikmah yang begitu dalam hingga melatarbelakangi turunnya ayat di al Qur'an. Dikisahkan, bahwa Khaulah binti Tsa'labah seorang muslimah yang taat dengan usia yang terpaut cukup jauh dengan Aus bin Samit. Namun demikian Rasulullah SAW menjodohkan mereka dengan tujuan agar Aus bin Samit yang mempunyai perangai yang buruk dapat mengikuti kesalihan istrinya. Dan pada suatu ketika Aus bin Samit mengatakan kepada Khaulah binti Tsa'labah kalau dia sama seperti ibunya. Dan ketika Aus bin Samit berkeinginan untuk berhubungan intim, Khaulah binti Tsa 'labah menolaknya. Ia minta kepada suaminya untuk menarik kembali ucapannya, namun ditolak, hingga Aus bin Shamit marah besar. Akhirnya Khaulah binti Tsa'labah mengadu kepada Rasulullah SAW. Dan Allah SWT menurunkan firman-Nya ; Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat (QS.58.1) Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS.58.2) Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.58.3) Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (QS.58.4) Dan akhirnya Aus bin Shamit dapat merubah perangai buruknya. Kehidupan mereka pun menjadi semakin harmonis, karena telah lulusnya ujian dari Allah SWT. Sungguh sangat beruntung apabila seorang mukmin dapat mengambil hikmah dan selalu sabar atas ujian di dalam pernikahannya. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS.4.19) 3. Pernikahan Karena Perintah Allah SWT Langsung Sebab akibat pernikahan juga dapat terjadi karena benar-benar perintah dari Allah SWT secara langsung. Seperti perintah Allah SWT kepada Rasulullah SAW untuk menikahi Ummahatul Mukminin Zainab binti Jahsy ra. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu

ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS.33.36) Dan (ingatlah), ketika kamu Berkata kepada orang yang Allah Telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) Telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid Telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu Telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS.33.37) Kisah pernikahan tersebut sering dijadikan bahan untuk kaum orientalis untuk mengolok-olok Rasulullah SAW. Padahal perintah untuk menikahi Zainab binti Jahsy ini sebagaimana di ayat tersebut adalah dengan maksud supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk menikahi mantan istri-istri dari anak-anak angkat mereka yang sudah dicerai. Dan dengan pernikahan tersebut dapat menguatkan perintah agar seseorang tidak memberikan nasab nama anak angkatnya dengan ayah angkatnya sendiri, karena status anak angkat itu hanya seperti layaknya saudara saja. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). (QS.33.4) Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu (mantan budak yan sudah bebas) dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.33.5)

Itulah beberapa kisah sebab akibat pernikahan yang menunjukkan hikmah besar di baliknya dan menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah SWT serta agar firman-firman-Nya dapat dimengerti dengan jelas oleh hamba-hamba-Nya. Sehingga pengertian sekufu mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Karena hanya Allah lah yang tahu, seseorang akan berjodoh dengan siapa. Entah apakah jodohnya itu adalah disebabkan adanya persamaan/setaraf kualitas akhlaknya ataukah jodonya tersebut sebagai ujian baginya agar menjadi lebih dekat kepada Allah dan dapat menjadikan jodohnya untuk turut serta taat dengan hukum-hukum Allah SWT.

Yang pasti di dalam sebuah pernikahan, seorang mukmin diperintahkan untuk

menjaga keluarganya dari kesesatan di dunia yang menjerumuskan keluarganya ke neraka, sehingga sebuah pernikahan yang ideal dapat kita nikmati bersama-sama dengan pasangan kita masing-masing.

$pkr't t%!$# (#qZtB#u (#q% /3|Rr& /3=dr&ur #Y$tR $ydq%ur $Z9$# ou$yft:$#ur $pkn=t ps3n=tB x #y w tbqt !$# !$tB Ndt tBr& tbq=ytur $tB tbr sDs Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS.66.6)

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Wallahu a'lam bishowab.

Arihadi

Ma'raji :

- Tafsir Ibn Katsir - Fiqih Sunnah, Sayid Sabiq - Bulughul Maram, Ibn Hajar as Qalani - Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal - Nisa' Fadhliyat Khalladahunna At Tarikh, Syaikh Muhammad Husain Salamah

An Nuurul Jundul Qolbi


MASALAH SEKUFU DALAM NIKAH
July 19, 2008 at 8:10 pm (Islam dan Ibadah)

Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh Bismillahirrohmanirrohim Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan 3 orang ikhwah mengenai kufu dalam pernikahan. Dari pendapat saya sempat terlontar bahwa setiap orang pada dasarnya sekufu selama yang bersangkutan adalah seorang muslim. Pendapat ini dinukil dari pendapat Imam Ali bin Abi Tholib r.a. bahwa : Manusia itu satu sama lain adalah kufu, mereka yang Arab, yang bukan Arab, yang Kuraisy dan yang Hasyimi kalau sudah masuk Islam dan sudah beriman Namun untuk masalah kufu ditinjau dari segi Fiqih Munakahat sendiri, sudah dijabarkan cukup jelas. Berikut adalah penjelasan kufu dalam Fiqih Munakahat. Sekufu dalam arti bahasa adalah sepadan, sama atau menyerupai. Yang dimaksud dengan sepadan dan menyerupai di sini adalah persamaan antara kedua calon mempelai dalam 5 perkara : Pertama, dalam agamanya. Seorang laki-laki fasik yang keji tidaklah sepadan dengan seorang wanita yang suci dan adil. Karena laki-laki fasikdalam persaksian dan beritanya tidak dapat diterima. Ini merupakan salah satu kekurangan yang sangat manusiawi. Kedua, keturunan atau segi keluarga. Orang asing (bukan keturunan Arab) tidak sepadan dengan orang yang keturunan dari bangsa Arab. Ketiga, merdeka. Orang yang mempunyai status sebagai hamba sahaya atau seorang budak belia tidaklah sepadan dengan orang yang merdeka. Karena ia memiliki kekurangan yaitu statusnya dalam kepemilikan orang lain. Keempat, profesi. Orang yang memiliki profesi yang rendah seperti tukang bekam atau tukang tenun, tidaklah sepadan dengan putri seorang yang memiliki profesi besar seperti saudagar dan pedagang kaya. Kelima, memenuhi permintaan dari pihak wanita. Yaitu, bisa memberikan mahar yang diminta dan nafkah yang ditentukan dari pihak wanita tersebut. Demikian juga dengan orang serba susah hidupnya, tidaklah sepadan dengan wanita yang biasa hidup bergelimangan harta. Karena hal ini bisa menimbulkan bahaya yang tidak sedikit jika tidak terpenuhi nafkah yang ia butuhkan. Jika didapati dari salah satu calon mempelai memiliki satu dari lima kategori di atas, maka kesamaan tersebut telah dianggap terpenuhi. Hal ini tidak berpengaruh pada keabsahan atau sahnya akad nikah yang dilakukan. Karena, sesungguhnya sekufu itu tidak termasuk syarat sah nikah, sebagaimana Nabi SAW memerintahkan Fatimah binti Qois untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Dan Fatimah pun menikah dengannya. Demikian yang dijelaskan dalam hadist riwayat muttafaq alaih.

Akan tetapi, kesamaan itu termasuk syarat penting untuk menyempurnakan sebuah akad nikah saja. Seandainya seorang wanita menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sepadan dengannya dan wanita tersebut atau wali-walinya tidak mau menerima dan menyetujuinya, maka nikah itu menjadi batal. Hal ini dikarenakan pernah ada seorang ayah yang menikahkan putrinya dengan anak saudara sendiri hanya untuk memperbaiki kedudukannya yang hina atau lebih rendah, maka Nabi SAW memberikan hak bagi seorang wanita tersebut untuk memilih. Dari kisah ini sebagian ulama menyimpulkan bahwa kafaah atau sekufu itu menajdi syarat sah nikah. Pendapat ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Syekh Imam Taqiyuddin berkata, yang setuju dengan pendapat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad itu, ditambah dengan mengajukan sebuah syarat yaitu ketika kondisi seorang laki-laki telah jelas baginya bahwa dia tidak sepadan untuk wanita tersebut. Kemudian keduanya berpisah dan tidak ada seorang wali pun yang menikahkan wanita dengan laki-laki yang tidak sepadan dengannya. Dan seorang laki-laki tidak pula ingin menikah dengan wanita yang tidak sepadan dengannya. Wanita pun tidak ada yang mau melakukan hal itu. Sedangkan, kafaah sebenarnya tidak dipandang dari segi ekonomi seseorang. Misalnya, dilihat dari besarnya mahar wanita tersebut. Seandainya wanita itu menyukai laki-laki yang akan menikahinya dan para walinya juga setuju, maka dengan demikian mereka harus menerimanya atau meninggalkan yang lain. Pada hakikatnya bukan begitu. Akan tetapi, ini hanya sebagai salah satu bahan pertimbangan saja. Demikian tadi sedikit penjelasan tentang kafaah dalam munakahat sekaligus memberikan klarifikasi apabila selama ini penjelasan saya dalam diskusi tentang kufu belum bisa memuaskan hati. Mudah-mudahan bermanfaat bagi ikhwanifillah sekalian terutama bagi yang sudah berencana membina makhligai rumah tangga. Semoga sakinah mawaddah wa rohmah. Amiiinnnnnn Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Referensi : Al Fauzan, Saleh. 2005. Fiqih Sehari-hari. Jakarta : Gema Insani Press Audah, Ali. 2007. Ali bin Abi Tholib Sampai Kepada Hasan dan Husein Amanat Perdamaian, Keadilan, dan Persatuan Peranannya Sebagai Pribadi dan Khalifah cetakan ke tiga. Bogor : Pustaka Litera AntarNusa. ssalamualaikum wr. wb. Saudari Lis yang dirahmati Allah Agama Islam memandang masalah kufu dalam pernikahan yaitu sebagai kesepadanan, sederajat atau sebanding, yaitu: laki-laki sebanding dengan calon isterinya. Segolongan

ulama berpendapat yang menjadi ukuran kufu ialah sikap hidup yang lurus atau ketakwaannya, bukan dengan ukuran keturunan, pendidikan, pekerjaan, kekayaan dan lain sebagainya. Seperti halnya yang tengah anda alami saat ini, latar belakang pendidikan serta wawasan anda dan calon suami terdapat gap yang cukup lebar. Dalam artian anda merasa tidak se-kufu dengan calon suami. Di mana pendidikan dan kecerdasan anda bisa dikatakan lebih tinggi, karena anda sarjana lulusan luar negeri. Sedangkan calon suami hanya sarjana lokal, yang sering tidak nyambung saat berkomunikasi. Ditambah lagi usia anda terpaut cukup jauh diatasnya. Saya memahami bila hal tersebut cukup membuat anda khawatir tentang masa depan anda bila menikah dengannya. Memang, rasanya kita sering gemas bila lawan bicara kita sering tidak dapat menangkap ide dan gagasan kita alias tidak nyambung tadi. Apalagi lawan bicara itu adalah pasangan kita, yang kita harapkan dapat menjadi teman diskusi dan berbagi dalam segala hal, termasuk masalah pekerjaan. Pastilah ada perasaan kurang nyaman karena tidak asyik dijadikan teman curhat. Apalagi sekarang belum terlalu lazim bila isteri lebih tinggi pendidikannya daripada suami, karenanya kekhawatiran anda mengenai perbedaan ini memang cukup beralasan kok. Kerikil-kerikil akibat perbedaan ini apabila tidak disikapi dengan bijaksana akan membawa rasa frustasi bagi anda, karena menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan anda. Misalnya saja dampak dari adanya komentar, atau sikap dan pertanyaan sumbang yang akan terlontar. Seperti, mestinya kamu bisa mendapat yang lebih dong. Kalau komentar seperti ini sering terdengar, ini dapat jadi sumber frustasi yang mengurangi kebahagian perkawinan. Ditambah lagi, pendidikan tinggi juga membuka peluang untuk mendapatkan karier yang lebih tinggi serta penghasilan yang lebih besar. Sehingga ada isteri yang kariernya melejit dibandingkan karier sang suami. Ini juga dapat membuat tekanan darah tinggi, cepat marah, dan sebagainya yang dapat menyuburkan stress dan frustasi. Belum lagi bila para teman professional isteri berkunjung dan berbincang-bincang dengan berbagai jagon ilmiahnya yang berbau teknologi tinggi, suami biasanya akan minder dan tersingkir. Menyikapi perbedaan ini memang memerlukan pemahaman yang mendalam tentang pribadi masing-masing. Diskusikanlah secara terbuka mengenai masalah ini serta berlatihlah untuk bersikap positif. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dampakdampak negatif yang mungkin akan timbul akibat perbedaan ini. Mengingat disiplin ilmu yang berbeda, sebenarnya justru bisa dijadikan sarana bertukar informasi mengenai wawasan yang masing-masing anda dan pasangan anda miliki.

Pada akhirnya, kebahagiaan hakiki sebuah perkawinan adalah di mana suami bisa dijadikan imam dan qowwam (pengayom) yang baik. Apalagi menurut anda, Insya Allah calon suami adalah laki-laki yang sholeh. Jadi rasanya anda tidak perlu terlalu khawatir akan perbedaan ini.. Semoga apa yang saya sampaikan bisa menjawab kebimbangan anda. Wallahualam bishawab Wassalamualaikum wr. wb. Percayalah, kalau ini yang ditanya, pasti merah padam anggota rombongan yang masuk meminag. Silap hari bulan, terus angkat punggung kerana menganggap soalan itu menghina (???) si teruna. Balik kepada persoalan sekufu. Apa sebenarnya sekufu? Para fuqaha telah berbahas panjang lebar tentang isu kufu. Perkataan kufu pada asalnya bermaksud sama. Dalam hal ini, banyak fugaha berpandangan bahwa tidak harus seorang wali mengawinkan anak perempuannya dengan lelaki yang tidak sekufu, kecuali jika si anak itu bersetuju. Kita sering melihat kufu pada gaji, pekerjaan, keturunan, ijazah dan yang seumpamanya. Maka, jika si anak dara balik dari luar negeri, maka kalau boleh biarlah si teruna paling koman pun ada ijazah dari U tempatan. Kalau setakat diploma, Minta maaflah ya, anak saya belum sedia untuk dilangsungkan!, begitulah helah yang mungkin dikata. Hakikatnya, kufu bukan sahaja dilihat dari harta benda, malah ia boleh dilihat dari segi agama, iffah, keturunan, ketaqwaan kepada Allah swt, akhlak dan lain-lain. Kufu dari segi agama : kedua-duanya sama seagama Kufu dari segi iffah (terpelihara dari segala amalan yang haram dalam pergaulan harian) : kedua-duanya berakhlak mulia dan dari keluarga yang baik (maksudnya, mengambil berat tentang agama). Kufu dari segi keturunan : seperti sama sebangsa Kufu dari segi ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Inilah jenis kufu yang perlu dititikberatkan oleh wali dan bakal pengantin. Inilah kerana ketaatan dan ketaqwaan akan menjamin rumahtangga bahagia. Pasangan yang diijab kabulkan dengan keimanan tahu tanggungjawab masing-masing. Tidak timbul masalah pengabaian nafkah. Tidak timbul masalah dera mendera. Tidak terjadi suami main kayu tiga. Tidak terabai pendidikan dan makan pakaian anak-anak. Tidak ada rungutan dan cemuhan dari isteri jika suami tidak mampu menyediakan banglo dan lauk enak setiap hari. Semuanya berjalan dengan tenang, sabar dan penuh kesyukuran. Alangkah indahnya perkahwinan jika setiap akad nikah diasaskan dengan wawasan baitul muslim!

Inget kata MR (murabi) ane, tentang masalah sekufu, sekufu bukan berarti nanti kelak seseorang yang berprofesi dokter bersanding dengan dokter juga, or dll. Tapi masalah sekufu itu dilihat dari keimanan kita. Cerita sedikit nich.. temen murabi ane itu seorang ikhwan yang dulunya sesama aktivis dakwah dikampus yang sangat disegani, pokoknya ikhwan yang sholeh lah, tetapi dengan seiring waktu dia terkena penyakit future, penyakit yang sangat ganas dalam tingkatan keimanan seseorang. Yang dulunya seorang aktivis kampus yang sholeh, dengan sedikit mengelus dada dia menikah dengan seorang gadis yang tidak berjilbab. Karena pada saat itu terkena future, dia tidak lagi tarbiyah lagi, dalam keadaan seperti itu Allah SWT menjodohkan dia dengan wanita yang sekufu dengan keadaan dia. Dan sekufunya pun itu sangat menyedihkan yaitu dalam keadaan future. Maka dari itu kata istiqomah dalam cerita diatas sangatlah berat, sangatlah sulit. Nabipun merasakannya tentang keistiqomahan, kata sahabatnya wahai rosul kenapa rambutmu cepat sekali beruban, rosul menjawab wahai sahabatku, betapa beratnya istiqomah itu sampai sampai rambutku cepat beruban. Ya Allah.. semoga aku dijauhkan dan tetap dilindungi keistiqomahanku ini. Amien.. Dan endingnya kalo pengin kelak pendamping hidup kita seperti Ali jadikan diri ini seperti Fatimah. So mulailah dari sekarang untuk menjadi hamba Allah SWT yang sholehkah, dengan mudahnya kita mendapatkan Cinta-Nya, Amien.. Para ukhti yang membaca blog ane, mari kita berdoa Ya Allah, mudahkanlah diri ini untuk menjadi wanita, sebagaimana Engkau membentuk Fatimah istri Ali. Agar kelak nanti kami dimudahkan mendapat pendamping seperti Ali. Amien. J Salam Ukhuwah selalu, Ana Auliyaa Husna MELIHAT DAN PERNIKAHAN MELIHAT Kemampuan melihat adalah salah satu karunia Allah Swt. Manusia harus menggunakan karunia yang besar ini guna mencapai kesempurnaan diri dan kesempurnaan sesamanya dan menjaganya agar tidak sampai digunakan untuk ber-maksiat, misalnya untuk melihat orang yang bukan muhrimnya. Melihat alam dan menikmati keindahannya tidaklah apaapa selama tidak sampai melanggar hak-hak orang lain. Menjaga pandangan dan tidak melihat orang bukan muhrim dan menjaga diri sehingga tidak dilihat oleh orang bukan

muhrimmemiliki hukum tersendiri yang akan kami bahas sebagian darinya dalam pelajaran ini. Muhrim dan Bukan Muhrim Muhrim adalah orang yang tidak boleh menikah dengan-nya, dan dalam hal melihatnya tidak ada batasan seba-gaimana yang ditetapkan pada orang-orang selainnya. Orang-orang yang Muhrim bagi Lelaki 1.Ibu dan nenek. 2.Anak perempuan dan cucu perempuan. 3.Saudara perempuan. 4.Anak perempuan dari saudara perempuan. 5.Anak perempuan dari saudara lelaki. 6.Saudara perempuan ayah dan saudara perempuan ka-kek dari ayah maupun kakek dari ibu. 7.Saudara perempuan ibu dan saudara perempuan nenek dari ayah dan nenek dari ibu.[1] Ketujuh macam orang-orang di atas ini adalah muhrim karena nasabatau keturunan. Mereka semua adalah muhrim bagi seorang lelaki dan tidak boleh dinikahi olehnya. Di samping mereka, ada pula sekelompok orang yang menjadi muhrim karena pernikahan, yaitu: 1.Ibu istri dan nenek istri. 2.Anak istri, kendati bukan anaknya sendiri (anak tiri). 3.Istri ayah (ibu tiri). 4.Istri anak (menantu perempuan).[2] Dengan demikian, maka setiap perempuan selain yang tersebut di atas adalah bukanmuhrim bagi lelaki itu, termasuk istri saudara lelakinya dan saudara perempuan istrinya, walaupun dia tidak boleh menikah dengannyaselama saudara perempuannya berstatus sebagai istrinya (yakni, walaupun hukum menikah dengan dua perempuan bersaudara adalah haram), kecuali jika istrinya meninggal atau dicerai.[3] Melihat Orang Lain

1.Suami boleh melihat seluruh badan istrinya. Begitu juga sebaliknya, istri boleh melihat seluruh badan suaminya, sekalipun untuk kenikmatan seksual.[4] 2.Selain suami dan istri, penglihatan seseorang kepada orang lain untuk kenikmatan seksual hukumnya haram; baik sesama jenis seperti; lelaki melihat lelaki lain, atau bukan sesama jenis seperti; lelaki melihat perempuan, baik muhrim atau bukanmuhrim. Dan, hukum haram ini berlaku pada setiap penglihatan kepada semua bagian badan mereka.[5] 3.Terdapat hukum-hukum tertentu bagi seorang lelaki* yang melihat badan perempuan tidak untuk kenikmatan seksual, sebagaiman akan kami jelaskan di bawah ini. Penglihatan Lelaki kepada Perempuan 1.Perempuan itu sebagai muhrimnya:
a.Haram melihat auratnya. b.Boleh melihat selain auratnya.

2.Perempuan itu bukan muhrimnya: a.Boleh melihat wajah dan tangan sampai pergela-ngannya.** b.Kecuali dua bagian di poin a. tadi, haram melihat seluruh badannya.[6] *** PERNIKAHAN Pernikahan akan menjadi wajib atas seseorang apabila dia tidak lagi mampu menahan diri dari maksiat dan perbuatan dosa karena tidak menikah.[7] Istri yang Baik Seyogianya seseorang memperhatikan sifat-sifat calon istri-nya dan tidak merasa cukup hanya melihat keindahan paras dan kekayaannya. Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan kepada kita sifat-sifat istri yang baik, di antaranya: a.Penyayang. b.Mulia dan menjaga kesucian dan kehormatan diri. c.Terhormat dalam keluarganya. d.Sopan dan santun di hadapan suaminya.

e.Berdandan dan merias diri hanya untuk suami. f.Taat pada suami.[8] Istri yang tidak Baik Dalam riwayat, disebutkan sebagian sifat-sifat istri yang tidak baik; di antaranya: a.Terhina dalam keluarganya. b.Pendengki dan pendendam. c.Tidak bertakwa. d.Berdandan dan berias diri untuk orang lain. e.Tidak taat pada suami.[9] Akad Nikah 1.Kerelaan dua mempelai serta saling mencintai tidaklah cukup (untuk melangsungkan pernikahan mereka). Oleh karena itu, selama akad nikah belum dilakukan (diucapkan), lamaran atau masa tunangan tidak me-nyebabkan mempelai perempuan menjadi muhrim bagi mempelai lelaki, juga dia (mempelai perempuan) masih sama seperti semua perempuan bukan-muhrim yang lain bagi mempelai lelaki tersebut.[10] 2.Dalam pernikahan, akad nikah harus diucapkan sesuai dengan redaksi (kalimat akad) yang khusus. 3.Jika satu huruf saja dari kalimat akad nikah diucapkan secara keliru sehingga merubah maknanya, maka akad nikah menjadi tidak sah.[11] Kesimpulan Pelajaran 1.Karena keturunan, orang-orang berikut ini menjadi muhrim bagi seorang lelaki: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, anak perempuan saudara perem-puan, anak perempuan saudara laki, bibi dari ayah, bibi dari ibu. 2.Karena pernikahan, orang-orang berikut ini menjadi muhrim dengan seorang lelaki: istri, ibu istri, anak perempuan istri, istri ayah, istri anak. 3.Saudara perempuan istri itu bukan-muhrim, walaupun kawin dengannya tidak boleh selama saudaranya ber-status sebagai istrinya.

4.Selain suami istri, melihat bagian apa saja dari badan orang lain untuk kenikmatan seksual adalah haram. 5.Lelaki boleh melihat badan seluruh perempuan muh-rimnya tanpa kenikmatan seksual, kecuali aurat mereka. 6.Lelaki boleh melihat wajah dan tangan seluruh perem-puan bukan-muhrim tanpa kenikmatan seksual. 7.Melihat seluruh anggota badanselain wajah dan ta-nganperempuan bukan-muhrim adalah haram. 8.Jika seseorang melakukan perbuatan maksiat dan dosa karena tidak menikah, maka dia wajib menikah. 9.Dalam pernikahan, kalimat khusus akad nikah harus diucapkan, dan sekedar kerelaan kedua mempelai tidak-lah cukup. Pertanyaan: 1.Siapa saja yang menjadi saling muhrim karena perni-kahan? 2.Berapa kelompok perempuan yang menjadi muhrim le-laki? 3.Apa hukum melihat rambut bibi dari ayah maupun bibi dari ibu? 4.Apa hukum melihat badan istri paman dari ayah dan istri paman dari ibu? 5.Apakah menikah itu wajib?

1.Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 263-264. 2.Ibid, hal. 277, masalah pertama. 3.Ibid, hal. 280, masalah ke-15. 4.Ibid, hal 243, masalah ke-15 s/d ke-19. 1.Ibid.
*Semua

hukum yang berlaku pada lelaki dewasa juga berlaku pada anak lelaki, dan semua hukum yang berlaku pada perempuan dewasa juga berlaku pada anak perempuan.

**Gulpaigani:

melihat wajah dan tangan juga haram. Khui: berdasarkan ihtiyath wajib, ti-dak boleh melihat wajah dan tangan (masalah ke-2442).

2.Ibid. Taudhih Al-Masail, masalah ke-2433. 1.Taudhih Al-Masail, masalah ke-2443. 2.Tahrir Al-Wasilah, Jil. 2, hal. 237. 3.Ibid. 1.Taudhih Al-Masail, masalah ke-2663. 2.Ibid, masalah ke-2371. Hukum memandang wajah wanita yang bukan mahram. Dari Jarir bin Abdillah radliyallahu anhu , ia berkata, , Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku untuk memalingkan pandanganku[7] Dari Buraidah, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Ali radliyallahu anhu, ! , Wahai Ali janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua)[8] Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah membonceng Al-Fadl lalu datang seorang wanita dari Khotsam. Al-Fadl memandang kepada wanita tersebut dalam riwayat yang lain, kecantikan wanita itu menjadikan AlFadl kagum- dan wanita itu juga memandang kepada Al-Fadl, maka Nabipun memalingkan wajah Al-Fadl kearah lain (sehingga tidak memandang wanita tersebut) [9] Nabi shallallahu alaihi wa sallam memalingkan wajah Al-Fadl sehingga tidak lagi memandang wajah wanita tersebut, jelaslah hal ini menunjukan bahwa memandang wajah seorang wanita (yang bukan mahram) hukumnya haram.[10] Bahayanya Tidak Menjaga Pandangan Mata. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Dua mata berzina, dan zina keduanya adalah pandangan[11] Penamaan zina pada pandangan mata terhadap hal-hal yang haram merupkan dalil yang sangat jelas atas haramnya hal tersebut dan merupakan peringatan keras (akan bahayanya), dan hadits-hadits yang semakna hal ini sangat banyak[12] Allah berfirman, .... Katakanlah kepada para lelaki yang beriman, Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat, dan katakanlah kepada para wanita yang beriman, Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.. Hingga firman Allah diakhir ayat Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman semoga kalian beruntung. (An-Nuur 30-31) Berkata Syaikh Utsaimin,Ayat ini merupakan dalil akan wajibnya bertaubat karena tidak menundukan pandangan dan tidak menjaga kemaluan -menundukkan pandangan yaitu dengan menahan pandangan dan tidak mengumbarnya- karena tidak menundukkan pandangan dan tidak menjaga kemaluan merupakan sebab kebinasaan dan sebab kecelakaan dan timbulnya fitnah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Tidak pernah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada finah para wanita.[13]

Dan sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah fitnah wanita. [14] Oleh karena itu musuh-musuh Islam bahkan musuh-musuh Allah dan RasulNya dari golongan Yahudi, Nasrani, orang-orang musyrik, dan komunis, serta yang menyerupai mereka dan merupakan antek-antek mereka , mereka semua sangat ingin untuk menimpakan bencana ini kepada kaum muslimin dengan (memanfaatkan) para wanita. Mereka mengajak kepada ikhtilath (bercampur baur) antara para lelaki dan para wanita dan menyeru kepada moral yang rusak. Mereka mempropagandakan hal itu dengan lisanlisan mereka, dengan tulisan-tulisan mereka, serta dengan tindak-tanduk mereka -Kita berlindung kepada Allah- karena mereka mengetahui bahwa fitnah yang terbesar yang menjadikan seseorang melupakan Robnya dan melupakan agamanya hanyalah terdapat

pada wanita.[15] Dan para wanita memberi fitnah kepada para lelaki yang cerdas sebagaimana sabda Nabi, Tidak pernah aku melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih membuat hilang akal seorang lelaki tegas dari pada salah seorang dari kalian (wahai para wanita).[16] Apakah engkau ingin (penjelasan) yang lebih jelas dari (penjelasan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang gamblang) ini? Tidak ada yang lebih dari para wanita dalam hal melalaikan akal seorang laki-laki yang tegas, lalu bagiamana dengan pria yang lemah, tidak memiliki ketegasan, tidak memiliki semangat, tidak memiliki agama dan kejantanan? Tentunya lebih parah lagi. Namun seorang pria yang tegas dibuat teler oleh para wanita kita mohon diselamatkan oleh Allah- dan inilah kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu setelah Allah memerintah kaum mukminin untuk menundukan pandangan Allah berkata, Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman semoga kalian beruntung. Maka wajib atas kita untuk saling menasehati untuk bertaubat dan hendaknya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya apakah seseorang diantara kita telah bertaubat ataukah masih senantiasa tenggelam dalam dosa-dosanya, karena Allah mengarahkan perintah untuk bertaubat kepada kita semua. [17] Perintah Allah secara khusus untuk bertaubat dari tidak menjaga pandangan mata menunjukan bahwa hal ini bukanlah perkara yang sepele. Pandangan mata merupakan awal dari berbagai macam malapetaka. Barangsiapa yang semakin banyak memandang kecantikan seorang wanita yang bukan mahramnya maka semakin dalam kecintaannya kepadanya hingga akhirnya akan mengantarkannya kepada jurang kebinasaannya, Wal iyadzu billah[18] Berkata Al-Marwazi,Aku berkata kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hanbal), Seseorang telah bertaubat dan berkata ,Seandainya punggungku dipukul dengan cambuk maka aku tidak akan bermaksiat, hanya saja dia tidak bisa meninggalkan (kebiasaan tidak menjaga) pandangan?, Imam Ahmad berkata, Taubat macam apa ini?[19] Berkata Syaikh Muhammad Amin, Dengan demikian engkau mengetahui bahwasanya firman Allah ( Dia mengetahui pandangan mata yang berhianat)[20] merupakan ancaman terhadap orang yang berkhianat dengan pandangannya yaitu dengan memandang kepada perkara-perkara yang tidak halal baginya[21] Berkata Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini ( Dia mengetahui pandangan mata

yang berhianat)[22], Seorang pria berada bersama sekelompok orang. Kemudian lewatlah seorang wanita maka pria tersebut menampakkan kepada orang-orang yang sedang bersamanya bahwa dia menundukkan pandangannya, namun jika dia melihat mereka lalai darinya maka diapun memandang kepada wanita yang lewat tersebut, dan jika dia takut ketahuan maka diapun kembali menundukkan pandangannya. Dan Allah telah mengetahui isi hatinya bahwa dia ingin melihat aurat wanita tersebut.[23] Dari Abdullah bin Abi Hudzail berkata, Abdullah bin Masud masuk dalam sebuah rumah mengunjungi seseorang yang sakit, beliau bersama beberapa orang. Dan dalam rumah tersebut terdapat seorang wanita maka salah seorang dari mereka orang-orang yang bersamanya memandang kepada wanita tersebut, maka Abdullah (bin Masud) berkata kepadanya,Jika matamu buta tentu lebih baik bagimu[24] Jangankan memandang paras ayu sang wanita, bahkan memandangnya dari belakangnya saja, atau bahkan hanya memandang roknya saja bisa menimbulkan fitnah. Akan datang syaithan dan mulai menghiasi sekaligus mengotori benak lelaki yang memandangnya dengan apa yang ada di balik rok tersebut. Jelaslah pandangannya itu mendatangkan syahwat. Berkata Al-Ala bin Ziyad, Janganlah engkau mengikutkan pandanganmu pada pakaian seorang wanita. Sesungguhnya pandangan menimbulkan syahwat dalam hati Demikianlah sangat takutnya para salaf akan bahayanya mengumbar pandangan, dan perkataan mereka ini bukanlah suatu hal yang berlebihan, bahkan bahaya itupun bisa kita rasakan. Namun yang sangat menyedihkan masih ada di antara kita yang merasa dirinya aman dari fitnah walaupun mengumbar pandangannya. Hal ini tidaklah lain kecuali karena dia telah terbiasa melakukan kemaksiatan, terbiasa mengumbar pandangannya, sehingga kemaksiatan tersebut terasa ringan di matanya. Dan ini merupakan ciri-ciri orang munafik. Berkata Abdullah bin Masud r, Seorang mumin memandang dosa-dosanya seperti gunung yang ia berada di bawah gunung tersebut, dia takut (sewaktu-waktu) gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun seorang munafik memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang terbang melewati hidungnya lalu dia pun mngusir lalat tersebut.[25] Bahkan tatkala seseorang sedang melaksanakan ibadah sekalipun, hendaknya dia tidak merasa aman dan tetap menjaga pandangannya. Berkata Al-Fadl bin Ashim,Tatkala seorang pria sedang thawaf di kabah tiba-tiba dia memandang seorang wanita yang ayu dan tinggi semampai, maka diapun terfitnah disebabkaan wanita tersebut, hatinyapun gelisah. Maka diapun melantunkan sebuah syair, Aku tidak menyangka kalau aku bisa jatuh cinta....tatkala sedang thawaf mengelilingi rumah Allah yang diberi kiswah[26]

Hingga akhirnya akupun ditimpa bencana maka jadilah aku setengah gila Gara-gara jatuh cinta kepada seorang seorang wanita yang parasnya menawan laksana rembulan Duhaisekirainya aku tidak memandang elok rupanya Demi Allah apa kiranya yang bisa aku harapkan dari pandanganku dengan memandangnya? [27] Berkata Maruf Al-Kurkhi , Tundukkanlah pandangan kalian walaupun kepada kambing betina Berkata Sufyan At-Tsauri menafsirkan firman Allah ( Dan manusia dijadikan bersifat lemah 4,28), Seorang wanita melewati seorang pria, maka sang pria tidak mampu menguasai dirinya untuk menunudukkan pandangannya pada wanita tersebutmaka adakah yang lebih lemah dari hal ini?[28] Berkata seorang penyair ,Namun kadang seorang pria tak berdaya, tekuk lutut dibawah kerling mata wanita

Larangan Melihat Aurat Wanita


March 11th, 2011 | 7:30 pm | Akidah, Tazkirah | 43 responses

X Assalamualaikum! Kami menyediakan perkhidmatan menghantar setiap artikel terus ke email anda secara PERCUMA! KLIK di sini untuk perkhidmatan tersebut! You were searching for "hukum melihat wanita yang bukan muhrim". See posts relating to your search

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah S.A.W bersabda, Seorang lelaki tidak dibolehkan melihat aurat lelaki lain dan wanita melihat aurat wanita. Dan tidak boleh seorang lelaki tidur dalam satu selimut dengan lelaki lain begitu juga dengan wanita. Imam Nawawi mengatakan ia merupakan larangan haram hukumnya apabila di antara keduanya tiada pemisah. Ia menunjukkan larangan penyentuhan aurat antara bahagian tubuh baik lelaki mahupun wanita. Hal itu telah menjadi kesepakatan para ulamak. Banyak orang menganggap ia suatu perkara remeh di mana ramai orang yang mandi dalam satu bilik mandi. Kerana itu, hendaknya setiap orang menjaga pandangan, tangan dan anggota tubuh dari aurat orang lain, serta memelihara auratnya jangan sampai dilihat dan disentuh orang lain. Dan apabila melihat orang yang mengabaikan hal itu, maka hendaklah mereka menjauhi dan memperingaatkannya. Larangan ini juga merangkumi tidur seorang wanita dengan wanita lain dalam satu tempat tidur tanpa berpakaian sehingga mengakibatkan aurat kedaunya tersentuh atau terlihat. Ia termasuk dalam perbuatan haram dan merupakan langkah awal kepada perkara maksiat.

Batasan aurat yang harus ditutupi oleh wanita Islam bagi wanita Islam lain adalah dari pusat hingga ke lutut. Manakala dengan wanita bukan Islam pula sama seperti aurat wanita dengan lelaki yang bukan mahram. Tetapi banyak wanita yang menganggap perkara ini remeh atau tidak mengambil tahu langsung. Banyak terjadi seorang wanita Islam dengan tidak malu membuka auratnya dihadapan teman baiknya kerana menganggap mereka bersamaan jantina. Bukan mustahil juga ada dikalangan mereka yang membantu rakannya mencukur bulu kakinya bahkan bulu kemaluannya. Semua itu merupakan perbuatan yang jelas dilarang syariat. Wanita mengangkat darjat wanita di tempat yang tinggi. Bukan sekadar di hadapan lelaki bahkan di kalangan kaum sejenis mereka juga mempunyai adab-adab yang perlu diikuti. Source: al-Muslimah, BIL 228, SAFAR RABIUL AWAL 143

Indahnya Berhias
113Share Penyusun: Ummu Abdirrahman Murojaah: Ustadz Abu Salman & Ustadz Aris Munandar Di sebuah kos putri Yanti subhanallah, mau pesta kemana? Tatap seorang temannya tak berkedip pada Yanti yang berdandan tebal bak artis. Yanti menjawab, Kamu berlebihan deh. Yanti mau ikut pengajian bareng temen-temen, jadi harus bersih dan rapi. Kebersihan itu kan sebagian dari iman. Berangkat dulu ya. Assalaamualaykum Setelah Yanti pergi, ada suara heboh Riri yang hendak pergi juga. Duh Riri tetangga kamarku yang baru pulang dari kampus. Kucel amat. Lho lho Ini mo pergi lagi ya, gak mau bersihin wajah dan rapiin bajumu dulu? Riri menjawab, Nanti menyebar fitnah lho. Wanita itu kan ujian bagi laki-laki. Riri berangkat talim ya. Assalaamualaykum Sepenggal kisah di atas banyak kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak sekali wanita berhias di luar rumahnya dengan alasan kerapian dan kebersihan, sementara di sisi lain banyak juga yang sama sekali tidak memperhatikan penampilannya dengan alasan menjaga kehormatan muslimah. Tahukah saudariku bahwa Islam memiliki tuntunan dalam berhias? Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan sebuah hadits shahih dari Ibnu Masud radhiyallhu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.

Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al Handhalliyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabatnya ketika mereka hendak mendatangi saudara mereka, Kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Karenanya perbaikilah kendaraan kalian, dan pakailah pakaian yang bagus sehingga kalian menjadi seperti tahi lalat di tengah-tengah umat manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai sesuatu yang buruk. (HR. Abu Dawud dan Hakim) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengkategorikan kondisi dan pakaian yang tidak bagus sebagai suatu hal yang buruk. Semuanya itu termasuk hal yang dibenci oleh Islam. Islam mengajak kaum muslimin secara keseluruhan untuk selalu berpenampilan bagus. Bertolak dari hal itu, seorang muslimah tidak boleh mengabaikan dirinya dan bersikap tidak acuh terhadap penampilan yang rapi dan bersih, terlebih lagi jika sudah membina rumah tangga. Hendaknya ia senantiasa berpenampilan yang baik dengan tidak berlebih-lebihan. Muslimah yang cerdas akan senantiasa menyelaraskan antara lahir dan batin. Perhatiannya pada penampilan yang baik bersumber dari pemahaman yang baik pula terhadap agamanya. Karena penampilan yang rapi dan bersih merupakan hal yang mulia. Lalu, bagaimanakah tuntunan Islam dalam berhias? Kebersihan badan adalah kuncinya. Sudah seharusnya seorang wanita menjaga kebersihan badannya dengan mandi. Dari Abu Hurairah radhiyallau anhu, nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Dari Abi Rofi, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberap istrinya (untuk menunaian hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi bertanya, Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja? Maka jawab Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Ini lebih suci dan lebih bersih. (Ibnu Majah dan Abu Daud, derajat haditsnya hasan) Mandi dapat menghilangkan kotoran sehingga menjauhkan seorang muslimah dari penyakit dan menjaga agar badannya tidak bau. Sehingga ia pun akan menjadi dekat dengan orang-orang di sekitarnya. Hendaklah seorang wanita juga menjaga hal-hal yang termasuk fitrah yaitu memotong kuku dan memelihara kebersihannya agar tidak panjang atau kotor. Kuku yang panjang akan tampak buruk dipandang, menyebabkan menumpuknya kotoran di bawah kuku dan mengurangi kegesitan pemiliknya dalam bekerja. Hal lain yang termasuk fitrah adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan. Hal ini sangat dianjurkan dalam Islam, selain dapat menjaga kebersihan dan keindahan tubuh seorang muslimah. Oleh karenanya, seorang muslimah hendaknya tidak

membiarkannya lebih dari 40 hari.Dari Abu Hurairah radhiyallau anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku. (HR. Bukhari Muslim) Perhatikanlah mulut karena dengannya engkau berdzikir dan berbicara kepada manusia. Wanita muslimah hendaknya selalu menjaga kebersihan mulutnya dengan cara membersihkan giginya dengan siwak atau sikat gigi dan alat pembersih lain jika tidak ada siwak. Bersiwak dianjurkan dalam setiap keadaan dan lebih ditekankan lagi ketika hendak berwudhu, akan shalat, akan membaca Al Quran, masuk ke dalam rumah dan bangun malam ketika hendak shalat tahajjud. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat. (HR. Bukhari dan Muslim) Selain itu, hendaknya seorang muslimah menjaga mulutnya dari bau yang tidak sedap. Barangsiapa yang makan bawang merah dan bawang putih serta kucai, maka janganlah dia mendekati masjid kami. (HR. Muslim) Karena bau yang tidak sedap mengganggu malaikat dan orang-orang yang hadir di dalam masjid serta mengurangi konsentrasi dalam berdzkikir. Maka hendaknya seorang muslimah juga menjaga bau mulutnya di mana pun ia berada. Rawatlah keindahan mahkotamu. Sudah seharusnya seorang muslimah menjaga keindahan rambutnya karena rambut merupakan mahkota seorang wanita. Dan hendaknya dia menjaga kebersihan, menyisir, merapikan dan memperindah bentuknya. Barangsiapa yang memiliki rambut maka hendaklah dia memuliakannya. (HR. Abu Dawud) Kebersihan pakaian tidak pantas diabaikan. Islam menyukai orang yang menjaga kebersihan pakaiannya dan tidak menyukai orang yang berpakaian kotor padahal ia mampu mencuci dan membersihkannya. Dari Jabir radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengunjungi kami, lalu beliau melihat seorang laki-laki yang mengenakan pakaian kotor, maka beliau pun bersabda,

Orang ini tidak mempunyai sabun yang dapat digunakan untuk mencuci pakaiannya. (HR. Imam Ahmad dan Nasai). Jika petunjuk nabi ini ditujukan pada laki-laki, maka terlebih lagi pada wanita karena ia memegang peranan penting dalam rumah tangganya. Perbaikilah penampilan. Hendaklah seorang muslimah memperbaiki penampilannya untuk menampakkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Sesungguhnya Allah senang melihat tanda nikmat yang diberikan kepada hambahambaNya. (HR. Tirmidzi dan Hakim) Seorang muslimah diperbolehkan untuk menghiasi dirinya dengan hal-hal yang mubah misalnya mengenakan sutra dan emas, mutiara dan berbagai jenis batu permata, celak, menggunakan inai (pacar) pada kuku dan menyemir rambut yang beruban, menggunakan kosmetik alami atau kosmetik yang tidak mengandung zat berbahaya dengan tidak berlebihan. Dan tentu saja berhias di sini bukanlah dengan maksud mempercantik diri di hadapan lelaki yang bukan mahramnya. Hal yang dapat membantu memperbaiki penampilan seorang muslimah adalah memakan makanan yang bergizi serta tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Qs. Al Araf: 31) Selain itu juga rajin berolahraga dapat bermanfaat untuk menjaga stamina dan keindahan tubuh serta mempercantik kulit seorang muslimah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan teladan yang baik dalam hal ini, beliau pernah mengajak Aisyah radhiyallahu anha untuk lomba lari (HR. Abu Daud, Nasai dan Thabrani) Janganlah tabarruj. Berhias bagi wanita ada 3 macam, yaitu berhias untuk suami, berhias di depan wanita dan lelaki mahram (orang yang haram dinikahi), dan berhias di depan lelaki bukan mahram. Berhias untuk suami hukumnya dianjurkan dan tidak memiliki batasan. Berhias di hadapan wanita dan lelaki mahram dibolehkan tetapi dengan batasan tidak menampakkan aurat dan boleh menampakkan perhiasan yang melekat pada selain aurat. Di mana aurat wanita bagi wanita lain adalah mulai pusar hingga lutut[*] sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuh kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki. Berhias di depan lelaki bukan mahram hukumnya haram dan inilah yang disebut dengan tabarruj.

[*] Demikianlah pendapat banyak ulama. Namun menurut Syaikh Al Albani, pendapat ini tidak ada dalilnya, sehingga aurat di depan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram. Jauhilah cara berhias yang dilarang oleh Islam. Tidak diperbolehkan untuk berhias dengan cara yang dilarang oleh Islam, yaitu: 1. Memotong rambut di atas pundak karena menyerupai laki-laki, kecuali dalam kondisi darurat. Aku terbebas dari wanita yang menggundul rambut kepalanya, berteriak dengan suara keras dan merobek-robek pakaiannya (ketika mendapat musibah). (HR. Muslim) 2. Menyambung rambut. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut lain dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung. (HR. Bukhari Muslim) 3. Menghilangkan sebagian atau seluruh alis. Tertera dalam Shahih Muslim bahwa Ibnu Masud radhiyallau anhu berkata, Allah melaknat wanita yang mentato bagian-bagian dari tubuh dan wanita yang meminta untuk ditato, wanita yang mencukur seluruh atau sebagian alisnya dan wanita yang meminta untuk dicukur alisnya, dan wanita yang mengikir sela-sela gigi depannya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla. 4. Mengikir sela-sela gigi, yaitu mengikir sela-sela gigi dengan alat kikir sehingga membentuk sedikit kerenggangan untuk tujuan mempercantik diri. 5. Mentatto bagian tubuhnya. 6. Menyemir rambut dengan warna hitam. Pada akhir zaman akan ada suatu kaum yang mewarnai (rambutnya) dengan warna hitam seperti dada burung merpati, mereka tidak akan mencium baunya surga. (Shahih Jamiush Shaghir no. 8153) Berhati-hati dalam memilih cara berhias. Sesungguhnya cara berhias sangatlah banyak dan beragam. Hendaknya seorang muslimah berhati-hati dalam memilih cara berhias, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Tidak boleh menyerupai laki-laki.

Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat seorang wanita yang menyerupai laki-laki. (HR. Abu Daud) 2. Tidak boleh menyerupai orang kafir. Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka. (HR. Ahmad dan Abu Daud) 3. Tidak boleh berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup misalnya tatto dan tidak mengubah ciptaan Allah misalnya operasi plastik. Hal ini disebabkan termasuk hasutan setan sebagaimana diceritakan oleh Allah, Dan akan aku suruh mereka merubah ciptaan Allah dan mereka pun benar-benar melakukannya. (Qs. An Nisa: 119) 4. Tidak berbahaya bagi tubuh. 5. Tidak menghalangi air untuk bersuci ke kulit atau rambut. 6. Tidak mengandung pemborosan atau membuang-buang uang. 7. Tidak membuang-buang waktu sehingga kewajiban lain terlalaikan. 8. Penggunaannya jangan sampai membuat wanita sombong, takabur, membanggakan diri dan tinggi hati di hadapan orang lain. Wanita santun lebih baik daripada wanita pesolek. Kita tahu banyak wanita yang berdandan secara berlebihan dan bepergian keluar rumah tanpa mengenal batas waktu dengan mengatasnamakan Inilah rupa kemajuan dan modernitas. Sesungguhnya kemajuan dan modernitas bukanlah dengan menentang perintah dan larangan Allah. Ketahuilah Allah Maha Tahu apa yang baik dan buruk untuk hambaNya. Mengikuti kemajuan adalah mengambil hal-hal bermanfaat yang dapat memajukan umat dan membantu kita untuk hidup lebih baik. Dan kita harus memandangnya dari kaca mata kebenaran. Kita mengambil hal-hal yang sesuai tuntunan Islam dan meninggalkan hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Jauhilah berhias yang dilarang oleh syariat, wahai saudariku. Sungguh wanita yang keluar rumah dengan penampilan yang berlebihan sebenarnya dia melemparkan dirinya ke dalam api neraka. Sedangkan wanita yang menghiasi jiwanya dengan kesantunan dan berhias sesuai tuntunan Islam adalah wanita yang menempatkan dirinya pada tempat yang mulia. Maraji:

1. Indahnya Berhias (Muhammad bin Abdul Aziz al Musnid) 2. Sentuhan Nilai Kefikihan untuk Wanita Beriman (Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Bin Abdullah al Fauzan) 3. Jati Diri Wanita Muslimah (Dr. Muhammad Ali al Hasyimi), Ensiklopedi Wanita Muslimah (Haya binti Mubarok al Barik) 4. Al Wajiz (Abdul Azhim bin Badawi al Khalafi) 5. Kenikmatan yang Membawa Bencana (Jamal bin Abdurrahman bin Ismail) 6. 40 Hadits tentang Wanita beserta Syarahnya (Manshur bin Hasan al Abdullah) 7. Manajemen Wanita Sholehah (Khalid Mustafa) 8. Note: Baca juga: Etika Berhias, karya Amru Abdul Munim Salim terbitan at Tibyan. ***Meretas Kerikil Menuju Kebahagian Hakiki

Seorang Muslimah Berhias Diri


Februari 12, 2007 Muslim MediaMuslim.Info Berhias adalah hal yang lumrah dilakukan oleh seorang manusia, entah lelaki atau wanita bahkan banci. Islam sebagai agama yang sesuai dengan naluri manusia tentu saj tidak menyepelekan masalh berhias.Sehingga masalh berhias ini tentu saja sudah di bahas dalam syariat Islam. Sehingga berhias ini bisa menjadi amal shaleh ataupun amalan salah, tergantung sikap kita mau atau tidak mengindahkan kaedah syariat tentang berhias. Semoga memberikan manfaat bagi kita dengan adanya artikel ini, yang berupaya menuturkan beberapa kaedah dan disiplin dalam berhias yang dibolehkan, agar dapat menjadi barometer setiap kali wanita akan berhias, baik dengan menggunakan hiasan klasik maupun moderen, dimana para ulama belum menyebutkan pendapat tentang hiasan itu. Kaedah pertama: Hendaknya cara berhias itu tidak dilarang dalam agama kita segala bentuk perhiasan yang dilarang oleh Alloh Azza wa Jalla dan Rasulnya, berarti haram, baik Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam telah menjelaskan bahayanya kepada kita maupun tidak. Kaedah kedua: Tidak mengandung penyerupaan diri dengan orang kafir ini kaedah terpenting yang harus dicermati dalam berhias. Batas peyerupaan diri yang diharamkan adanya kecendrungan hati dalam segala hal yang telah menjadi ciri khas orang kafir, karena kagum dengan mereka sehingga hendak meniru mereka, baik dalam cara berpakaian, penampakan, dan lain-lain. kalaupun pelakunya mengaku tidak bermaksud menirukan orang kafir, namun penyebabnya tetap hanyalah kekerdilan dirinya dan hilangnya jati diri sebagai muslim yang berasal dari kelemahan dari akidahnya. Anehnya, seorang muslim terkadang mengamalkan suatu amalan yang memiliki dasar dalam ajaran syariat kita, tetapi kemudian ia berdosa dalam melakukannya, karena ia berniat menirukan orang kafir.

Contohnya, seorang laki-laki yang membiarkan panjang jenggotnya. membiarkan jenggot menjadi panjang pada dasarnya adalah salah satu dari syariat Islam bagi kaum laki-laki, tetapi ada sebagian laki-laki yang membiarkan panjangkan jenggotnya karena mengikuti mode dan meniru mentah-mentah orang barat. Ia berdosa dengan perbuatannya itu, karena seperti informasi yang tholibah peroleh, terdapat seorang pemuda yang baru datang dari barat dengan jenggotnya yang panjang, menurut tren/kecenderungan mode orang-orang barat. Ketika dia tahu bahwa di negrinya jenggot merupakan syiar Islam dan juga syiar orang Shalih dan mengerti agama, segera ia memotomg jenggot!! Contohnya dikalangan wanita, memanjangkan ujung pakaian. Perbuatan itu (yakni memanjangkan ujung satu jengkal atau satu hasta )adalah termasuk sunnah-sunah bagi kaum wanita yang telah ditinggalkan orang pada masa sekarang ini. Tetapi ketika orangorang kafir juga melakukannya pada beberapa acara resmi mereka sebagaian kaum muslimin yang sudah ternodai pikiran mereka menganggap itu sebagai kebiasaan yang bagus, dan merekapun mengikutinya, untuk meniru orang-orang kafir tersebut. Sebaliknya, diselain acara-acara khusus tersebut mereka kembali kepada kebiasaan orang kafir dengan mengenakan pakaian mini/ketat atau You Can See !!! dalam dua kesempatan itu mereka tetap berdosa. Kaedah ketiga: Jangan sampai menyerupai kaum lelaki dalam segala sisinya. Kaedah keempat: Jangan berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup Kaedah kelima: Jangan mengandung pengubahan ciptaan Alloh Azza wa Jalla. Kaedah keenam: Jangan mengandung bahaya terhadap tubuh. Kaedah ketujuh: Jangan sampai menghalangi masuknya air ke kulit, atau rambut terutama yang sedang tidak berhaid Kaedah kedelapan: Jangan mengandung pemborosan atau membuang-membuang uang. Kaedah kesembilan: Jangan membuang-buang waktu lama dalam arti, berhias itu menjadi perhatian utama seorang wanita Kaedah kesepuluh: Penggunaannya jangan sampai membuat si wanita takabur, sombong dan membanggakan diri dan tinggi hati dihadapan orang lain Kaedah kesebelas: Terutama, dilakukan untuk suami. boleh juga ditampakkan dihadapan yang halal melihat perhiasannya sebagaimana difirmankan oleh Alloh Azza wa Jalla dalam Al-Quran ayat 31 dari surat An-Nur Kaedah keduabelas: Jangan bertentangan dengan fitrah Kaedah ketigabelas: Jangan sampai menampakan aurat ketika dikenakan. Aurat wanita dihadapan sesama wanita adalah dari mulai pusar hingga lutut namun itu bukan berarti

seorang wanita bisa dengan wanita menampakan perut punggung atau betisny dihadapan sesama wanita tetapi maksudnya adlah bila diperlukan, seperti ketika hendak menyusukan anak atau mengangkat kain baju unutk satu keperluan sehinggan sebagian betisnya terlihat, dst. Adapu bila ia sengaja melakukannya karena mengikuti mode dan meniru wanita-wanita kafir, tidak dibolehkan. Wallahualam. Dan terhadap kaum lakilaki adalah seluruh tubuhnya tanpa terkecuali.. Kaedah keempat belas: Meskipun secara emplisit, janggan sampai menampakan postur wanita bagi laki yang bukan mukhrim menampakan diri wanita dan menjadikannya berbeda dari wanita lain, sehingga menjadi pusat perhatian. Itulah yang dinamakan: jilbab modis. Kaedah kelima belas: Jangan sampai meninggalkan kewajibannya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian wanita pada malam penggantin mereka atau pada berbagai kesempatan lainnya. Inilah beberapa kaedah penting bagi wanita dalam berhias sebatas yang nampak bagi penulis dari nash-nash syariat dan pernyataan para ulama hendaknya setiap wanita menghadapkan diri kepada masing-masing kaedah ini ketika berhias. Satu saja yang hilang, maka berati ia dilarang berhias dengan cara itu. Wallahu alam Entry Filed under: Akhwat,Al Muslimah,Annisa,Emansipasi,Islam,Islamic,Muslim,Muslimah,Perempuan,Religion,Reli gius,Tentang Perempuan,Tentang Wanita,Ukthi,Wanita,Wanita Islam,Women Akhlaq & Aqidah Istri Idaman Istri Idaman Karir Wanita Mulia

Berhiaslah wahai wanitaku


Monday, 25. April, 23:14 cara berhias wanita muslimah BERHIASLAH wahai wanitaku Berabagai merek parfum, kosmetik dan jenis pakaian saat ini memiliki pangsa pasar yang cukup bagus yakni dengan menjadikan wanita sebagai objeknya. Di jalan-jalan, mal-mal, hingga di lingkungan formil mereka menebar sejuta pesona yang melekat dalam diri mereka. Lantas benarkah apa yang mereka tebarkan itu adalah pesona sedangkan sejatinya itu hanyalah fitnah belaka. Berhias atau tabarruj sudah merupakan hal yang lazim terjadi di dunia masa kini. Adapun makna dari tabarruj itu sendiri cukup banyak ulama yang mengartikannya dalam beberapa pengertian antara lain sebagai berikut : 1. Az Zajjaj Abu Ishaq Ibrahim ibn Sirri Menerjemahkannya sebagai perbuatan yang menampakkan perhiasan dan segala yang

mengundang syahwat laki-laki. 2. Qatadah mengartikannya sebagai wanita yang keluar rumah dengan berjalan lenggak-lenggok dan genit. 3. Ibnul Atsir memahaminya sebagai perbuatan yang menampakkan perhiasan kepada laki-laki yang ajnab (Bukan Mahram). Lantas bagaimana dengan keadaan lingkungan kita yang seakan dipenuhi wanita yang berjalan dengan penuh dihiasi perhiasannya. Mulai dari perhiasan berupa benda hingga perhiasan berupa kecantikan yang amat sangat mempesona bagi kaum lelaki tersebut? Jika kita mau menyisihkan sejenak waktu kita guna membuka Alquran, maka akan kita dapati di sana beberapa ayat yang melarang secara tegas perbuatan tersebut. Antara lain QS AlAhzab;33, QS An-Nur;60 ditambah beberapa Hadits Nabi. Apapun yang terjadi selama ini, mulai seorang muslimah yangtelanjang dengan pakaiannya, hingga mereka yang menggunakan kerudung Gaul, dengan pernak-pernik, pendek, transparan, wangi, lalu berjalan-jalan di muka umum bersama cincin, gelang dan berbagai perhiasannya dengan bangga seolah berkata pandanglah aku, lihatlah aku.. Satu hal yang selayaknya menjadiperhatian kita, adalah bahwasanya dosa besar akan diancam dengan tegas dalam Quran berupa siksaan dan azab. Sementara wanita yang keluar rumah dengan pakaian telanjangnya, dengan tabarrujnya, dan mereka menebarkan fitnah maka sudah dijelaskan bahwa mereka tidak akan mencium bau surga. Baunya saja tidadk dapat menciumnya, apalagi merasakan nikmatnya kehidupan surga? Apakah ancaman ditas bermakna tabarruj adalah hal yang remeh? Berhati-hatilah. Lantas dengan apa selayaknya mereka berhias?? Dengan dasar Quran dan Hadits sudah jelas bahwa hanya ada 2 hal yang dapat menjadi perhiasan kita. Yani keimanan dan Ketaqwaan pada Allah SWT. Maka Berhiaslah hai wanitaku dengan perhiasan yang telah ditentukan oleh Allah dengan jalan menambah keimanan dan Ketaqwaanmu. Satu lagi perhiasan yang tidak kalah mahalnya, Yakni rasa malu. Perhiasan yang terakhir inilah yang pada akhirnya dapat melepaskankita dari kejelekan baik di dunia maupun di akhirat. Tetap berhias di bawah Ridla Allah, niscaya kecantikanmu menjadi kecantikan yang sewajarnya.

muslim gandi

Blog search

Photos

more from this album

Friends (3)

Engge

neezmoet11

mjenisayarizona

Show all friends

Shoutbox

muslim gandi 2011-04-27 16:02:11 assalamu'alaikum,,,,

Twitter updates

istimewa seorang Muslimah http://my.opera.com/kaganie/blog/show.dml/30214762 24 days ago KETEGARAN SEORANG ISTRI SHOLEHAH (kisah nyata) http://my.opera.com/kaganie/blog/show.dml/30154352 25 days ago VIRUS LIBERALISME http://my.opera.com/kaganie/blog/show.dml/30116042
26 days ago

1100 HADIST TERPILIH http://my.opera.com/kaganie/blog/show.dml/30107852


27 days ago

..*.*.. ..*.*.. ..*.*.. http://my.opera.com/kaganie/blog/show.dml/30059202 28 days ago

follow me on Twitter June 2011 M T W T F S S May 2011July 2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Tags

*puisi untuk ibu* .........:::::BISMILLAHIROHMANIROHIMMM:::::...... ......:::CALON ISTRIKU:::.....

......:::ungkapan Hati Sang BIDADARI::::....... ...:::MAKSIAT KOQ BANGGA:::... ...:::NASEHAT UNTUK ADIK-KU [2] ..::KARENA ENGKAU MUHAMMAD::.. 60 PINTU PAHALA DAN PELEBUR DOSA AGAR DIRI MENJADI LEBIH BAIK AIR MATA KEINSAFAN akhlaq Annisa kata2 mutiara Munajadku Muslimah Nasehat Puisi islami Wahai Adikku Pesonaku... wanita wanitaku

Recent visitors

mmorpggames VanessaGp

Download Opera - Surf the Web with lightning speed, using the fastest br uesday, 30/03/2010 06:58 WIB | email | print Assalamu alaikum Wr.Wb. Ustadz... saya mau bertanya bagaimana cara menghitung jumlah zakat yang harus kita keluarkan yang mana zakat yang mau dikeluarkan itu berasal dari penghasilan bulanan ( Gaji ). Terima kasih. Wassalam. Nasir

Jawaban
Waalaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Nasir yang baik.

Zakat penghasilan gaji bulanan /zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). Para ulama kontemporer dalam menentukan tarif zakat profesi juga berbeda, pendapat yang masyhur adalah pendapat Muhammad Abu Zahrah, Abdurahman Hasan, Abdul Wahhab Khollaf, Yusuf Qaradhawi, Syauqy Shahatah dan yang lainnya sepakat bahwa tarif zakat penghasilan profesi adalah 2,5 %. Menurut Didin Hafiduddin Zakat penghasilan bulanan ( Gaji ) dianalogikakan dengan zakat pertanian dikeluarkan saat mendapatkan panen/hasil gajian. Jika seorang muslim memperoleh pendapatan dari hasil gaji atau profesi tertentu, maka dia boleh mengeluarkan zakatnya langsung 2.5 % pada saat penerimaan. Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul (satu tahun) mengeluarkan zakat profesi, tetapi zakat profesi dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul: lama pengendapan harta). Dalil atas wajibnya zakat profesi/penghasilan gajian adalah keumuman lafadz, Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik... (QS. Al-Baqarah (2): 267) "dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bahagian". (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 19) Zakat profesi oleh para ulama kontemporer dibedakan yaitu; Pertama, berdasarkan fatwa MUI 2003 tentang zakat profesi setelah diperhitungkan selama satu tahun dan ditunaikan setahun sekali atau boleh juga ditunaikan setiap bulan untuk tidak memberatkan. Model bentuk harta yang diterima ini sebagai penghasilan berupa uang, sehingga bentuk harta ini di-qiyas-kan dalam zakat harta (simpanan/ kekayaan). Nisabnya adalah jika pendapatan satu tahun lebih dari senilai 85gr emas (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok. Contohnya: minimal zakat profesi yaitu @se-gram Rp. 300.000 x 85 (gram) = 25.500.000. Adapun penghasilan total yang diterima oleh pak Nasir Rp. 30.000.000 (gaji perbulan Rp. 2.500.000) harta ini sudah melebihi nishab dan wajib zakat Rp. 30.000.000 x 2,5 %= sebesar Rp. 750.000,- (pertahun) Rp. 62.500 (perbulan) Kedua, dikeluarkan langsung saat menerima pendapatan ini dianalogikan pada zakat tanaman. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dianalogikakan ke dalam zakat pertanian. Jika ini yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg gabah kering giling setara dengan 520 Kg beras dan dikeluarkan setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya). Contoh: Pemasukan gaji pak Nasir Rp. 2.300.000/bulan, nishab (520 kg beras, @Rp. 4000/kg = Rp. 2.080.000). Dengan demikian maka pak Nasir wajib zakat Rp. 2.300.000 x 2,5% = sebesar Rp. 57.500,-

Al-hasil, jika Bapak Nasir memiliki penghasilan gaji perbulan: Rp 3.000.000,- asumsi nishab dengan 520 kg beras x @ Rp. 4000 = Rp 2.080.000, Berarti Bapak sudah melabihi nishab dan wajib zakat sebesar Rp. 3.000.000 x 2,5 % =Rp. 75.000,- (wajib zakat yang dikeluarkan per bulan) atau boleh juga menunaikannya sebesar Rp 900.000 per tahun). Sebaliknya, jika pendapatan gaji Pak Nasir kurang dari nishab (Rp 2.080.000), maka bapak tidak wajib membayar zakat dan dianjurkan bersedekah. Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu Alam.

Muh
Selasa, 26 April 2011 16:00 Muhammad Abduh Tuasikal Hukum Islam

Ada pertanyaan yang diajukan pada Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah, Saya adalah seorang pegawai yang mendapat gaji bulanan 2000 riyal[1] (sekitar 5 juta rupiah). Semua kerabat sangat bergantung padaku dan penghidupan mereka aku pun yang menanggungnya dari gajiku. Aku sendiri memiliki seorang istri, seorang anak perempuan, orang tua, saudara laki-laki dan beberapa saudara perempuan, yang kesemuanya aku tanggung nafkahnya. Lantas pertanyaannya, bagaimana aku bisa mengeluarkan zakat dari hartaku sedangkan sumber penghasilanku hanya dari gaji. Akan tetapi semuanya gajiku tadi untuk penghidupan keluargaku. Oleh karena itu, kapan seharusnya aku mengeluarkan zakat? Sebagian orang mengatakan bahwa gaji itu sebagaimana tanaman. Jadi tidak ada patokan haul (menunggu masa satu tahun). Kapan saja seseorang mendapati gaji, maka ia wajib zakat. Jawaban Syaikh hafizhohullah, Siapa saja yang memiliki gaji bulanan, namun gaji itu sudah dihabiskan untuk memenuhi kebutuhannya dan di akhir bulan gajinya pun telah habis, maka ia tidak ada kewajiban zakat. Karena yang namanya zakat haruslah melewati haul (masa satu tahun sempurna dan hartanya masih di atas nishob). Berdasarkan hal tersebut, maka engkau wahai penanya- tidaklah wajib mengeluarkan zakat kecuali jika memang ada hartamu yang engkau simpan dan harta tersebut telah

mencapai nishob (batasan minimal dikenai zakat) serta harta tadi bertahan selama haul (masa satu tahun). Adapun ada yang mengatakan bahwa zakat penghasilan itu sebagaimana zakat tanaman (artinya dikeluarkan setiap kali gajian yaitu setiap bulan, pen), sehingga tidak ada ketentuan haul (menunggu satu tahun), maka ini adalah pendapat yang tidak tepat. Karena semakin banyak orang yang memiliki penghasilan dari gaji, sangat baik sekali kami menjelaskan bagaimanakah cara pengeluaran zakat tersebut. Pekerja itu ada dua kondisi dalam hal penghasilannya (gajinya): Pertama: Orang yang menghabiskan gajinya seluruhnya (setiap bulan) untuk kebutuhannya dan tidak ada sedikit pun harta yang disimpan, maka kondisi semacam ini tidak ada zakat sebagaimana keadaan dari penanya. Kedua: Ada harta yang masih disimpan, kadang harta tersebut bertambah dan kadang berkurang. Bagaimana menghitung zakat pada kondisi semacam ini? Jawabnya, jika orang tersebut semangat untuk menghitung kewajiban zakat secara lebih mendetail , yaitu zakat tersebut tidaklah dikeluarkan pada orang yang berhak kecuali dari bagian harta yang kena wajib zakat. Oleh karena itu ia harus mengetahui jadwal kapan penghasilannya diperoleh. (Barangkali ia menyimpan gaji beberapa bulan), maka setiap gaji tersebut dikhususkan dengan satu haul (artinya gaji bulan pertama dihitung haulnya sendiri, gaji bulan kedua dan seterusnya pun demikian). Perhitungan haul tadi dimulai dari kapan harta tersebut dimiliki. Setiap bagian gaji penghasilan tersebut dikeluarkan sesuai dengan kapan jatuh haulnya. Lalu setelah itu zakat tersebut dikeluarkan. Jika dia ingin menempuh jalan yang mudah, lebih enak, dan lebih menyenangkan orang miskin dan orang yang berhak menerima zakat lainnya, maka semua penghasilan yang ia miliki dizakati (tidak perlu dihitung haul tiap bulan). Perhitungan haulnya adalah dari hartanya yang pertama kali mencapai nishob. Cara penunaian zakat seperti ini akan mendapatkan pahala besar dan meninggikan derajatnya. Zakat tersebut lebih menyenangkan jiwa dan lebih membahagiakan fakir miskin dan penerima zakat lainnya. Adapun bagian penghasilan yang pertama mencapai haul, maka dibayarkan ketika itu juga. Sedangkan yang belum mencapai haul dianggap sebagai zakat yang disegerakan. [Fatwa Al Lajnah Ad Daimah 9/280] Contoh cara perhitungan zakat dengan cara kedua di atas: Gaji diterima pada bulan Muharram dan ketika itu ia sisihkan untuk disimpan sebanyak 1000 riyal (sekitar 2,5 juta rupiah). Kemudian bulan Shafar dan bulan selanjutnya ia lakukan seperti itu. Ketika sampai Muharram tahun berikutnya, maka seluruh penghasilannya yang ia simpan dikeluarkan zakatnya. [Fatwa Al Islam Sual wa Jawab, no. 26113]

Pelajaran Syarat sakat penghasilan ada dua: (1) telah melewati nishob dan (2) telah bertahan di atas nishob selama satu haul (masa satu tahun). Nishob adalah kadar minimal suatu harta dikenai zakat. Sebagaimana pernah dibahas di rumaysho.com bahwa zakat penghasilan mengunakan nishob emas yaitu 70 gram emas murni (24 karat). Misal, harga 1 gram emas murni adalah Rp.300.000,-. Maka nishob zakat penghasilan = 70 gr x Rp.300.000,-/gr = Rp21.000.000,-. Artinya, jika penghasilan seorang pegawai dalam setahun sudah bertahan mulai di atas Rp.21.000.000,-, barulah ia dikenai zakat. Namun jika dalam setahun harta yang tersimpan tidak mencapai nilai tersebut, berarti tidak ada zakat. Dari penjelasan di atas, ada dua cara perhitungan zakat penghasilan jika memang ada simpanan dari penghasilan tersebut. Namun cara yang paling mudah adalah memakai hitungan haul total (bukan hitungan haul bulanan). Contoh perhitungan zakat penghasilan: Misal harta yang tersimpan dari mulai usaha:

Pada tahun 1432 H, Muharram: Rp.3.000.000,Safar: Rp.2.000.000,Rabiul Awwal: Rp.1.000.000,Rabiuts Tsani: Rp.3.000.000,Jumadal Ula: Rp.4.000.000,Jumadats Tsani: Rp.2.000.000,Rajab: Rp.1.000.000,Syaban: Rp.5.000.000,- (Harta simpanan = Rp. 21.000.000,-, artinya sudah masuk nishob dan mulai dikenai zakat) Ramadhan: Rp.2.000.000,Syawwal: Rp.2.000.000,Dzulqodah: Rp.3.000.000,Dzulhijjah: Rp.2.000.000,- (Total harta simpanan = Rp.30.000.000,-)

Berarti ia mulai dihitung terkena kewajiban sejak Syaban 1432 H. Artinya, pada awal Syaban 1433 H (tahun berikutnya), ia harus mengeluarkan zakat.

Pada tahun 1433 H, Muharram: Rp.3.000.000,Safar: Rp.2.000.000,Rabiul Awwal: Rp.1.000.000,Rabiuts Tsani: Rp.3.000.000,Jumadal Ula: Rp.1.000.000,Jumadats Tsani: Rp.1.000.000,Rajab: Rp.2.000.000,-

Di awal Syaban, total harta simpanan = Rp.40.000.000,-

Zakat yang dikeluarkan = 2,5% x Rp.40.000.000,- = Rp.1.000.000,Catatan: 1 haul dihitung dengan penanggalan Hijriyah, bukan dengan penanggalan Masehi. Moga sajian ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Panggang-Gunung Kidul, 23 Jumadal Ula 1432 H (26/04/2011) www.rumaysho.com

ammad Zen, MA

Penghitungan Zakat Untuk Penghasilan Tidak Tetap


Tuesday, 06/04/2010 17:05 WIB | email | print assalaamu'alaikum wr.wb nominal gaji suami saya tidak tetap setiap bln nya,trus kalo ingin d keluarkan zakat/bln nya hitungan nya bgmn? terima kasih atas jwbnnya, wassalaam ati

Jawaban
Waalaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Ibu ati yang super. Kekayaan apapun yang kita dapatkan itu semua adalah amanah dan sama sekali bukan milik kita semua. Ada hak orang lain yang wajib ditunaikan dan disisihkan dari penghasilan kita. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (QS. Al-Ma'arij (70): 24-25) Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (berupa gaji, upah atau honor) jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri sipil (PNS) atau swasta, dan lain-lain. Harta yang kita peroleh dari apa-apa yang kita usahakan apabila telah mencapai nisab atau haul maka hal itu wajib dizakati, termasuk gaji. Perintah zakat atas profesi/gaji adalah perintah adanya keumuman lafaz Surat Al-Baqarah[2] 267: "Hai orang-orang

yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baikbaik". Ulama menjelaskan zakat wajib dipungut dari gaji ada dua pendapat ulama dalam hal ini: Pertama; zakat profesi/gaji dianalogikakan dengan zakat pertanian, dikeluarkan zakatnya saat menuai panen/mendapatkan hasil/gaji/upah sebulan sekali, dengan syarat cukup nishab (520 kg beras), jika harga beras yang biasa dikonsumsi Rp 5.000 maka nishabnya 520 x 5000 = Rp 2.600.000. Kalau gaji suami Ibu Ati perbulan sudah mencapai nishab, maka wajib zakat sebesar 2,5% x Rp. 2.600.000 = Rp. 65.000. Demikian juga apabila gaji yang tidak tetap itu pada bulan berikutnya didapatkan melebihi nishab (misal Rp 2.800.000), maka wajib berzakat sebesar 2,5% x Rp. 2.800.000 = Rp.70.000. Sebaliknya jika gaji tidak tetap bulan berikutnya suami Ibu Ati didapatkan kurang dari nishab (misal Rp 1.200.000) maka tidak wajib zakat dan sangat dianjurkan untuk bersedekah yang juga besar fadilahnya. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensuci-kan jiwa itu". (QS. Asy-Syams: 9) Lebih jelasnya dibawah ini ada contoh lain dari perhitungan zakat gaji dan profesi yang tidak tetap dikeluarkan tiap bulan tergantung pendapatan gaji perbulan: 1. Suami Ibu Ati adalah seorang menejer di sebuah perusahaan terkemuka dengan penghasilan tiap bulan : a. Gaji resmi Rp. 7.000.000,- b. Bonus kelebihan target produksi Rp. 2.000.000,- c. Pendapatan dari dinas luar Rp. 500.000,- d. Pendapatan lain-lain Rp. 900.000,- Jumlah : Rp. 10.400.000,- (berarti bulan ini melebihi nishab) Nishab (520 kg beras x Rp 5.000 maka nishabnya sebesar Rp 2.600.000.) Besarnya zakat: 2,5% x Rp. 10.400.0000,- = Rp.260.000,-/bulan 2. Suami Ibu Ati adalah seorang dokter spesialis anak yang bekerja di sebuah Rumah Sakit Pemerintah dengan penghasilan tiap bulan: a. Gaji resmi Rp. 3.000.000,- b. Buka praktek di rumah Rp. 6.000.000,- c. Pendapatan lain Rp. 2.000.000,- Jumlah: Rp. 11.000.000,- (berarti gaji bulan ini melebihi nishab) Nishab (520 kg beras x Rp 5.000 maka nishabnya sebesar Rp 2.600.000.) Besarnya zakat: 2,5% x Rp. 11.000.000,- = Rp. 275.000,Kedua; zakat profesi/gaji dianalogikakan dengan zakat emas/perdagangan ditunaikan setahun sekali dengan nishab emas 85 gram asumsi harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000 berarti setara dengan Rp. 25.500.000,- , Perhitungan zakat gaji dari pendapat ini di mana semua gaji suami Ibu diakumulasikan selama setahun dan ditunaikan zakatpun setahun sekali sebesar 2,5%. Simulasi Contoh Perhitungan zakat Gaji Suami Ibu Ati: A. Pemasukan Pemasukan Gaji Suami Ibu Ati: - Bulan 1-4 Rp. 3.000.000,- x 4 = Rp. 12.000.000 - Bulan 5-7 Rp. 2.700.000,- x 3 = Rp. 8.100.000 - Bulan 8-10 Rp. 3.500.000,- x 3 = Rp. 10.500.000 -

Bulan 11-12 Rp. 5.000.000,- x 2 = Rp. 10.000.000 Total Bersih Pendapatan: Rp. 40.600.000,- B. Nishab Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,- C. Zakatkah? Berdasarkan simulasi data pemasukan gaji Suami Ibu Ati tersebut (Rp. 40.600.000,-), sebab melebihi nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-). berarti Suami Ibu Ati wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% x Rp. 40.600.000,-= Rp. 1.015.000 (pertahun) atau juga bisa diangsur perbulan sebesar 84.583 (khawatir ditunaikan setahun sekali memberatkan muzakki). Sebaliknya kalau kurang dari nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-) maka tidak wajib zakat dan sangat dianjurkan untuk bersedekah sebab berkah dan terhindar dari malapetaka. Rasulullah bersabda: " Bila engkau membayar zakat kekayaan maka berarti engkau telah membuang yang tidak baik darinya". (H.R. Hakiem) Al-hasil, menurut hemat kami perhitungan zakat gaji yang tidak tetap suami Ibu Ati jika cukup nishab maka wajib zakat dan boleh memilih salah satu pendapat ulama yang pertama (dianalogikakan dengan zakat pertanian ditunaikan zakatnya cukup nishab sebulan sekali sebesar 2,5%) atau pendapat ulama yang kedua (dianalogikakan dengan zakat perdagangan/emas ditunaikan zakatnya cukup nishab setahun sekali atau ada juga yang membolehkan menunaikannya sebulan sekali sebesar 2,5%). Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu Alam.

Anda mungkin juga menyukai