Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL TENTANG PERNIKAHAN LAIN AGAMA BESERTA DAMAK YANG

DITIMBULKAN .

Pernikahan adalah sesuatu yang diajurkan dalam islam. Hukum menikah adalah sunnah
muakkad yakni sunnah yang diutamakan. Menikah adalah pelengkap agama dan merupakan
bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Menikah juga memiliki banyak keutamaan dalam islam.
Selain untuk menghasilkan keturunan, menikah juga menghindarkan diri dari perbuatan
maksiat serta membuat hati terasa lebih tentram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-quran yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum: 21).

Karena menikah adalah sesuatu yang sakral maka tentu tidak boleh dilakukan secara
sembarangan. Terlebih lagi bagi umat muslim, pernikahan haruslah memenuhi kaidah dan
syariat agama. Secara umum terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencari
jodoh. Diantaranya yaitu agama, nasab, harta dan paras wajah.

Tujuan Utama Pernikahan dalam Islam

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ : 34)

Pernikahan dengan beda agama tentunya perlu ditinjau ulang oleh seorang muslim, karena
perbedaan prinsip dan keyakinan bisa berdampak pada masa depan keluarga di jangka waktu
kedepan.

Landasan Utama Pasangan dalam Islam

Dalam agama islam, syarat untuk bisa melakukan pernikahan adalah keimanan dari orang
tersebut. Hal ini menjadi syarat utama, mengingat bahwa nilai dasar dalam keluarga islam
haruslah berdasarkan ketauhidan dan membangun keluarga yang juga bisa berdampak dan
membangun islam. .
Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya,


kecantikannya, dan karena agamanya, maka sebaik-baik perempuan adalah perempuan yang
dinikahi karena agamanya” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Namun, Rasulullah mengajarkan agar meletakkan pondasi pemilihan pasangan, dan mencintai
orang yang memang memiliki keimanan dan agama yang kuat.

Dalam QS Al-Baqarah : 221, Allah menyampaikan pada umat islam,

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari
orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”

dijelaskan juga  dalam QS An-Nur : 26, Allah menyampaikan pula bahwa,

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)….”

Dari penjelasan ayat tersebut kita bisa melihat hal-hal mendasar yang menjadi aturan islam
terkait pemilihan pasangan yang berlandaskan kepada islam. Hal tersebut diantaranya adalah :

 Larangan Menikahi wanita atau laki-laki musyrik sebelum beriman

Secara eksplisit aturan Islam melarang menikahi wanita atau laki-laki musyrik sebelum
mereka beriman. Dalam hal ini berarti umat islam, para muslim dan mukmin dilarang untuk
menikah dengan orang yang tidak memiliki keimanan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Kecuali
mereka dalam kondisi sudah beriman dan tidak akan keluar dari keyakinan tersebut.Sepasang
suami istri sebagaimana satu tubuh dan pakaian. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran,
Surat Al-Baqarah : 187, “Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka,”. .
Dalam hal ini suami istri saling mempengaruhi. Kekuatan iman tentunya juga ditentukan dari
bagaimana hubungan antara suami istri. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa
memelihara keimanan jika pasangannya saja bukan berasal dari keyakinan yang sama,
tentunya sulit untuk saling memperkuat. Padahal keimanan seseorang tentunya bisa turun dan
naik.

 Budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik yang disukai

Larangan untuk menikahi wanita atau laki-laki musyrik juga disertai dengan pernyataan Allah
bahwa budak yang mukmin lebih baik ketimbang seorang musyrik yang menarik hati. Dalam
ayat tersebut dapat kita pahami pula bahwa walaupun ada perasaan cinta atau kemenarikan
terhadap orang yang berbeda agama namun itu bukanlah hal yang baik.

 Pemilihan pasangan adalah berdasarkan akhlak atau moralitas (bukan yang keji)

Jika umat islam menikah dengan yang beda agam tentu syarat tersebut menjadi absurd. Hal
ini dikarenakan standart baik atau buruk masing-masing kepercayaan atau agama bisa
berbeda. Contohnya saja, dalam islam memakan daging babi, bangkai, dan darah adalah suatu
yang haram. Hal ini akan ditemui berbeda jika ditemukan pada kepercayaan yang lain.

 Pemilihan pasangan berdampak kepada nasib di hari akhir kelak

Allah menyampaikan bahwa orang-orang musyrik mengajak kepada neraka, sedangkan aturan
Allah menyelamatkan untuk ke surga. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan pernikahan
sangat menentukan nasib kita di akhirat kelak. Bukan karena status musyriknya saja,
melainkan ajakan-ajakan dari kaum yang berbeda agama bisa bernilai buruk dan dosa
dihadapan Allah. Sedangkan jika semakin banyak hal-hal keburukan yang kita lakukan akan
berdampak pada timbangan kebaikan kita kelak di akhirat. Allah tidak ingin diduakan,
sedangkan bersama musyrik potensi untuk menduakan Allah tentulah sangat besar sekali.

Hukum seorang laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim (beda agama)

Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang yang non muslim dapat diperbolehkan,
tapi di sisi lain juga dilarang dalam islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita memahami
terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri.

1. laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud
agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan
padanya kitab sebelum al quran. Dalam hal ini para ulama sepakat dengan agama Injil dan
Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini
pernikahannya diperbolehkan dalam islam. Adapun dasar dari penetapan hukum pernikahan
ini, yaitu mengacu pada al quran,  Surat Al Maidah(5):5,
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat
termasuk orang-orang merugi.”

2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non
muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama
ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi), yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari
Allah swt, melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini,
maka diakatakan haram. Adapun dasar hukumnya yaitu al quran al Baqarah(2):221

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka


beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.”
Fatwa Ulama MUI persoalan pernikahan beda agama

Mengenai pernikahan beda agama, para ulama pun bersepakat mengenai hal tersebut. Hal ini
dijelaskan dalam FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor:  4/MUNAS VII/MUI/ /
2005 Tentang PERKAWINAN BEDA AGAMA. Kesimpulan dari fatwanya adalah sebagai
berikut :

1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.


2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah
haram dan tidak sah.

Dari yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas tentunya hal ini tidak bertentangan ara
pendapat ulama di Majelis Ulama Indonesia. Untuk itu jelas pernikahan beda agama yang
bukan atas dasar islam adalah haram dan dilarang oleh Islam sedangkan statusnya adalah
tidak sah.

Dampak Pernikahan dari Beda Agama

Haram atau pelarangan nikah beda agama oleh Islam tentunya bukanlah suatu yang tidak ada
dasar. Setiap aturan islam tentunya memiliki dampak yang positif jika dilakukan, jika
dilanggar akan berdampak negatif. Fungsi agama adalah melindungi umatnya agar tidak
terjebak pada jurang kesesatan dan keburukan. Untuk itu begitupun dengan larangan
pernikahan beda agama. Dampak dari pernikahan beda agama dapat kita lihat sebagai berikut.

 Pondasi Islam di Keluarga tidaklah kuat sehingga keluarga tidak menjadi keluarga
islami yang diharapkan oleh Allah dalam ajaran islam.
 Anak bisa mendapatkan kebingunan dalam hal Pendidikan Agama karena melihat
perbedaan keyakinan dan teknis beribadah dari kedua orang tuanya.
 Berpotensi pada konflik rumah tangga karena ketidaksamaan prinsip, keyakinan, dan
teknis menyelesaikan permasalahan
 Seorang muslim dapat saja berpindah agama atau keyakinan karena pengaruh dari
pasangannya. Untuk itu bisa mengancam keimanan dari dirinya, padahal itu dibenci oleh
Allah
 Kebahagiaan dunia dan akhirat berpotensi untuk hilang, karena konflik dan ancaman
neraka bagi yang mengikutinya

Untuk itu, menghindari konflik dalam keluarga salah satunya adalah kita memilih pasangan
yang seiman, serta memperhatikannya dengan cara menjaga keharmonisan rumah tangga
menurut islam.

Hukum Pernikahan Beda Agama Dalam Islam Menurut Pandangan Para Ulama
Hingga saat ini, membaca banyak rujukan artikel terkait, nampaknya hukum pernikahan beda
agama dalam Islam adalah sebagai salah satu persoalan yang masih dalam perdebatan, atau
masalah khilafiyah.

Kendati masih dapat diperdebatkan, sebagian besar, atau mayoritas ulama di Indonesia dan
yang menaungi ulama, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan,
bahwasannya nikah beda agama dalam islam adalah haram.

Haram yang dimaksud adalah tidak diperbolehkan adanya pernikahan beda agama dalam
pandangan Islam oleh tafsir para ulama.

Kenapa haram? Jadi, pendapat mayoritas para ulama dari 4 mahzhab, baik dari Ulama yang
tergabung dalam MUI, NU, Muhammadiyah dan ulama lainnya telah bersepakat
bahwasannya, menikahi seorang pria atau wanita non muslim hukumnya adalah haram.

Hukum menikah beda agama haram hal ini dikarenakan didasari dalil Al-Quran yang terdapat
di Surah Al-Baqarah Ayat 221 dan Al-Mumtahanah Ayat 10.

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka


beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan wanita-
wanita mu’min] sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.

Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan


dengan izin-Nya.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya [perintah-perintah-Nya] kepada


manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS Al-Baqarah: 221)

Dijelaskan dalam ayat ayat tersebut, bahwasannya, orang-orang mukmin dilarang menikahi
wanita musyrik. Hal ini menegaskan bahwa menikah dengan orang kafir tidak dihalalkan
dalam islam.

Dan berikut ini, kita juga perhatikan, beberapa pendapat dan dalil hukum pernikahan beda
agama haram dalam beberapa pendapat organisasi Islam mayoritas besar di Indonesia.

Begitu juga terkait keputusan yang telah ditetapkan:

A. Pendapat Nadhatul Ulama (NU) Terkait Nikah Beda Agama


Para ulama Nadhatul Ulama (NU) telah berpendapat terkait haramnya menikah beda agama
dalam Islam. Bahkan Indonesia.

Hal ini dipertegas dan telah diputuskan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada bulan
November 1989 silam.

Bahwasannya, dalam hal ini adalah para ulama Nahdhatul Ulama (NU) sepakat dan telah
menetapkan fatwa bahwa pernikahan beda agama di Indonesia hukumnya haram atau tidak
sah.

B. Pendapat Ulama Muhammadiyah Terkait Nikah Beda Agama


Selanjutnya adalah terkait pendapat para ulama Muhammadiyah. Terkait nikah beda agama
ini telah ditetapkan dalam sidang Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989, silam di Malang.

Pada Muktamar tersebut, ulama Muhammadiyah tegas memutuskan dan menetapkan


pernikahan beda agama hukumnya tidak sah.

Sehingga, dalam muktamar tersebut disampaikan, bahwasannya, laki-laki muslim tidak boleh
menikahi wanita musyrik (Hindu, Budha, Konghuchu atau agama selain islam lainnya).

Hal ini juga sebaliknya, dengan pernikahan laki-laki muslim yang akan menikahi wanita ahlul
kitab (Yahudi atau Nasrani) hukumnya juga haram.

Dalam hal ini, disampaikan para ulama Muhammadiyah, bahwasannya, wanita ahlul kitab
saat ini berbeda dari pernikahan pada jaman nabi dahulu.

Selain itu, saat ini, ada pendapat terkait, bahwasannya, menikah beda agama mempersulit
membentuk keluarga sakinah yang sesuai syariat islam.

Syarat Pernikahan Beda Agama


Namun memang terkait haram nikah beda agama di atas masih terus diperdebatkan. Sebab,
ada juga beberapa pendapat para ulama terkait hukum pernikahan berbeda agama ini, di
antaranya disebut makruh dan mubah.
Dalam hal ini, pernyataan makruh dan mubah didasari Surat Al-Maidah ayat 5, yakni
dijelaskan, terkait menikahi wanita ahlul kitab dihalalkan untuk seorang mukmin.

Namun hal ini dengan beberapa syarat. Syaratnya adalah, wanita ahlul kitab tidak pernah
melakukan perbuatan maksiat, misalnya saja seperti zina dan sejenisnya.

Selain itu, ketentuan lain yang diperbolehkan pernikahan beda agama adalah hanya
diperuntukan untuk laki-laki musim. Laki-laki musim boleh menikah dengan wanita ahlul
kitab.

Sementara, untuk wanita muslim tetap tidak diperbolehkan menikahi seorang laki laki yang
berbeda agamanya. Hal ini karena posisi wanita di keluarga adalah makmum.

Maka, dalam hal ini belum tentu suaminya yang non muslim dapat membimbingnya.
Sehingga, suami non muslim ini berisiko merusak pondasi keimanan rumah tangga. Maka itu
tidak diperbolehkan.

Kendati demikian, di dalam surat Al-bayyinah Allah Ta’ala dijelaskan bahwasannya, ahli
kitab dan orang-orang musyrik termasuk ke dalam golongan orang kafir.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang


yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya.
mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)
C.Hukum Pernikahan Beda Agama di Indonesia
Hukum Pernikahan Beda Agama di Bali
Ada beberapa penjelasan juga yang sebenarnya bisa kita dapatkan untuk diperhatikan, apakah
masih diperbolehkan atau tidak.

Di atas, sudah dijelaskan bagaimana Agama Islam memandang pernikahan yang dilakukan
adalah berbeda keyakinan agamanya.

Namun, dari sisi kenegaraan, apakah hal yang sama juga berlaku, dalam artian tidak
diperbolehkan atau tidak di atur. Atau bahkan di atur, dan akhirnya bisa menjadi solusi
pernikahan beda agama.

Sebab memang jika dalam sudut agama pastinya, masing masing agama memiliki rumusan
masing masing terkait nikah beda agama.

Tadi dalam islam, tafsir nikah beda agama ini ada yang melarang mutlak dan diharamkan, ada
pula yang memperbolehkan sesuai syarat yang harus dipenuhi, yakni, laki-laki islam yang
boleh menikahi wanita dari golongan ahlul kitab, dalam hal ini Nasrani atau Yahudi.

Tafsir ini jugalah yang sebenarnya dijadikan sebuah argumentasi hukum di Indonesia. Seperti
yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dibuat berdasarkan Instruksi
Presiden (Inpres) No 1 tahun 1990.

Jadi, dalam Kompliasi Hukum Islam terkait pernikahan beda agama ini adalah, pernikahan
dianggap batal, jika pasangan berbeda agama.

Namun, jika merujuk Undang Undang Perkawinan No 1 Tahun 2974, di dalam UU


Perkawinan tersebut tidak dijelaskan atau tidak ada pernyataan yang eksplisit terkait
pernikahan campuran atau agama.

Di dalam UU tersebut yang diatur adalah terkait pernikahan campuran kewarganegaraan. Dan
hal ini pada umumnya juga masih dalam pertentangan. Dan disebut pernikahan berbeda
agama tidak sah.
Pertentangannya adalah pernikahan beda agama merujuk pada penafsiran Pasal 2 ayat (1) UU
Perkawinan yang berbunyi, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”

Jadi, apakah pernikahan beda agama di Indonesia masih bisa dilakukan? Sebab, ada pula
pertanyaan, apakah pernikahan beda agama di Bali diperbolehkan?

Aktivis LSM Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Ahmad Nurcholish
menjelaskan, keterkaitan tentang Pernikahan Beda Agama dalam Hukum Indonesia secara
kontitusi di Indonesia masih sangat memungkinkan.

Hal ini dijelaskannya, dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974, itu kan tidak ada pelarangan
soal pernikahan beda agama hanya diatur soal bagaimana pernikahan itu dilaksanakan, harus
sesuai hukum agamanya masing-masing.

Selain UU Perkawinan, dasar hukum soal perkawinan beda agama juga mengacu pada UU
Hak Asasi Manusia No 39 tahun 1999.

Disebutkan paling tidak ada 60 hak sipil warga negara yang tidak boleh diintervensi atau
dikurangi siapapun. Di antaranya adalah soal memilih pasangan, menikah, berkeluarga, dan
memiliki keturunan.

Sehingga, Ahmad berpendapat, aturan UU secara kontitusional di Indonesia pada pernikahan


beda agama adalah menjamin tidak ada halangan bagi pasangan beda agama menikah.

Hal ini meski, sebagian besar pendapat, menyatakan, bahwasannya hampir semua agama
melarang. Dan pada praktek di lapangan juga sulit dilakukan.

Hal ini karena ketika proses pernikahan berlangsung, bukan hanya berbicara tentang hak
kontitusi, tetapi juga pasangan itu sendiri dengan pandangan agama yang diyakini.

Lalu bagaimana dengan pernikahan beda agama Islam dengan Kristen atau Islam dengan
Katolik. Ada yang beranggapan, bahwa pernikahan dilakukan dengan dua cara sekaligus:
secara Islam dengan akad nikah dan pemberkatan secara Kristen.

Terhadap adanya orang yang berbeda agama tentunya tidak masalah jika kita menjaga
hubungan baik karena tentunya ada manfaat toleransi antar umat beragama. Namun toleransi
berbeda dengan kita mengikuti ajarannya pula apalagi mempersatukannya dalam sebuah
pernikahan.

Anda mungkin juga menyukai