Di Susun Oleh :
Tiya Wardah Saniyatul Husnah
201502011075
COVER ....................................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan Dan Solusinya (PT.Prima Heza Lestari, n.d.).
3
non-muslim pun juga berargumentasi dengan Nash yang dipahami sebagai
larangan. Bahkan kelompok ini cendrung menyamakan antara “Ahlil Kitab” dan
“Musyrik ajaran agama Samawi. Dan bagi yang mengharamkan hubungan
perkawinan2
Kedatangan Islam menyempurnakan tata cara perkawinan dari sifat-sifat
kebinatangan, serta berusaha menempatkannya pada kedudukan yang mulia guna
mengatur hubungan laki-laki dan wanita yang berderajat tinggi dan sebagai
makhluk yang mulia dan utama dibanding dengan makhluk Tuhan lainnya.
Kedatangan Islam juga menyikap makna-makna hakiki sebuah perkawinan3.
Melihat beberapa problematika yang sering terjadi mengenai pernikahan
beda agama berikut penulis memaparkan hukum pernikahan agama menurut al-
Qur an dan Hadist, menurut para Ulama dan yang terakhir menggunakan metode
hukum Sadd Adz Dzariah.
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Qur’an dan Sunah ?
B. Bagaimanakah Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Para Ulama ?
C. Bagaimana Pernikahan Beda Agama Dalam Tinjauan Sadd Adz Dzari’ah?
2
Abbas.
3
Ali Muhammad Al-Anbari Kholid, Perkawinan Dan Masalahnya (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993).
4
BAB II
PEMBAHASAN
4
Mu’ien Husni Zainul, “Pernikahan Beda Agama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan Sunnah Serta
Problematikanya.,” At- Turas 2, no. 1 (2015): 91–102.
5
mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik
daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
(Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.
5
Abdurahman Ibn Nashir Ibn Abdullah Al-Sa‟diy, , Taisirul Karim Al-Rahman (Muassasah Ar-Risalah,
2010).
6
B. Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Para Ulama
Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan musrik para Ulama
memiliki pandangan berbeda yaitu sebagai berikut. Imam Ibn Jarir al-
Thabari, misalnya, mengatakan bahwa perempuan musyrik yang dilarang
dinikahi adalah perempuan musyrik dari bangsa Arab saja, karena sejak semula
mereka tidak mengenal kitab suci dan merupakan penyembah berhala. Dengan
demikian, menurutnya, perempuan musyrik dari bangsa non-Arab yang
memiliki kitab suci atau semacam kitab suci, seperti bangsa-bangsa India, Cina
atau Jepang, boleh dinikahi oleh laki-laki Muslim. Pendapat Ibn Jarir ini
didukung oleh Muhammad ‘Abduh dan Rasyid. Tetapi mayoritas ulama,
termasuk imam-imam mazhab empat rahimahumullah, berpendapat bahwa
perempuan musyrik, apa pun agama, kepercayaan dan rasnya, haram dinikahi
oleh laki-laki Muslim. Bahkan menurut Abdullah ibn Umar radhiyallahu
anhu dari kalangan sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, perempuan
kitabiyah pun haram dinikahi sebagaimana akan dijelaskan di bagian lebih
lanjut tulisan ini. Pendapat ini didasarkan pada keumuman larangan pada ayat
tersebut di atas (Ibn Rusyd, Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn
Ahmad, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid (Dar Ihya, juz III: 33)
dan pada QS. Al-Mumtahanah ayat 106
Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Kitabiyah, Mayoritas
ulama berpendapat bahwa menikahi perempuan kitabiyah hukumnya boleh.
Yang dimaksud dengan Ahl al-Kitab di sini adalah pemeluk agama Yahudi dan
Nasrani (Kristen), baik dzimmi maupun harbi sebagaimana dikemukakan Prof.
Dr. Wahbah al-Zuhaili. Namun, beberapa ulama, termasuk Abdullah ibn
Abbas dari kalangan sahabat radhiyallahu anhum, dan didukung Dr.Syaikh
Yusuf al-Qardhawi dari kalangan ulama kontemporer, membedakan antara
yang dzimmi dan yang harbi. Menurut mereka, bahwa yang halal dinikahi
hanyalah yang dzimmi, sedang yang harbi hukumnya haram7.
Berikut penulis paparkan pandangan beberapa imam mengenai hukum
menikah berbeda agama dengan perempuan ahli kitab, menurut mazhab
Hanafi Maliki Syafi‟i dan Hambali laki-laki muslim menikahi wanita ahli
kitab hukumnya makruh, Menurut sebagian pengikut mazhab Maliki seperti
Ibnu Qosim dan Holil menyatakan bahwa pernikahan tersebut diperbolehkan
secara mutlak. Menurut Al Zarkasyi salah satu ulama Syafi‟i beliau
6
Zainul, “Pernikahan Beda Agama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan Sunnah Serta Problematikanya.”
7
Zainul.
7
berpendapat bahwa pernikahan tersebut disunnahkan apabila wanita ahli kitab
tersebut diharapkan dapat masuk Islam seperti pernikahan Utsman bin Affan
dengan Nayla8
Larangan pernikahan beda agama ini kemudian di rumuskan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia. KHI yang diberlakukan dengan
Instruksi Persiden (Inpres) Nomor 1 tahun 1991, melarang seorang muslim
melakukan perkawinan beda agama. Larangan ini diatur dalam pasal 40 huruf
c KHI9.
Menurut Abu Hanifah berpendapat bahwa perkawinan antara pria
muslim dengan wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram. Mazhab
Maliki tentang hukum perkawinan lintas agama ini mempunyai dua pendapat
yaitu : pertama, nikah dengan kitabiyah hukumnya makruh mutlak baik
dzimmiyah ( Wanita-wanita non muslim yang berada di wilayah atau negeri
yang tunduk pada hukum Islam) maupun harbiyah, namun makruh menikahi
wanita harbiyah lebih besar. Aka tetapi jika dikhawatirkan bahwa si isteri yang
kitabiyah ini akan mempengaruhi anak-anaknya dan meninggalkan agama
ayahnya, maka hukumnya haram. Kedua, tidak makruh mutlak karena ayat
tersebut tidak melarang secara mutlak. Metodologi berpikir mazhab Maliki ini
menggunakan pendektan Sad al Zariah (menutup jalan yang mengarah kepada
kemafsadatan). Jika dikhawatirkan kemafsadatan yang akan muncul dalam
perkawinan beda agama, maka diharamkan.10
8
M Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah (Jakarta: PT Raja Grafindo, n.d.).
9
Perspektif Islam et al., “Pernikahan Beda Agama Ditinjau Dari Perspektif Islam Dan Ham,” no.
09410551 (2012): 99–117.
10
Asep, “Pernikahan Beda Agama Menurut Empat Mazhab,” Hukum dan Pranata Sosial, accessed
January 13, 2021, https://asep250277.blogspot.com/2014/02/perkawinan-lintas-agama-menurut-
mazhab.html.
8
C. Perkawinan Beda Agama Dalam Tinjauan Sadd Adz Dzari’ah
... َو ََل يَض ِْربْنَ بِا َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُعْ َلمَ َما ي ُْخ ِفيْنَ ِم ْن ِز ْينَتِ ِه َّن..
11
Nur Azizah, “Tinjauan Sadd Dzari’ah Terhadap Problematika Hukum Meninkahi Perempuan Ahli
Kitab Dalam Hukum Positif.,” Jurnal Ilmiah 16, no. 1 (2018): 11–34.
9
Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan...
Oleh karena itu, segala sesuatu yang memiliki atau mungkin memiliki
efek yang merugikan harus dihindari dan dihentikan. Perkawinan adalah ikatan
yang dalam, kuat, abadi antara dua insan, dan ikatan dengan berbagai
keterkaitan antar keduanya, sehingga kita perlu menghubungkan hati kita
dengan ikatan yang tidak mudah dipisahkan. Agar hal ini terjadi, kedua
mempelai harus memiliki landasan dan tujuan yang sama.
Ayat ini menunjukkan bahwa kebolehan menikahi wanita Yahudi
(Nasrani) merupakan suatu akibat dari perjuangan Islam di tahap awal di mana
wanita muslimah masih berjumlah sedikit sedangkan Islam membutuhkan
generasi-generasi baru (keturunan) dan untuk membangun kerjasama sebagai
penambah kekuatan dengan cara mendekati wanita dari kelompok ahli kitab
yang beriman dan menjaga diri serta berpotensi besar untuk berbalik masuk
agama Islam12.
Di lihat dari zaman yang semakin maju (modern), pada umumnya
seorang pemuda jika sampai menikahi wanita nasrani ataupun Yahudi tentu
didorong oleh rasa kasih sayang muda-mudai atau biasa disebut cinta yang
menggebu-gebu. Ini ditandai dengan krisis psikologi yang menjadi cinta secara
berlebihan hingga memilih wanita non muslim sebagai istri. Rasa cinta yang
besar ini dikawatirkan dapat mengalahkan kecintaan kepada Pencipanya yaitu
Allah SWT. Sejak zaman dahulu di masa sejarah Timur Tengah hingga saat ini,
meskipun zaman sudah modern dan maju pesat, wanita tetap memiliki peran
besar dalam pengelolaan rumah tangga termasuk di antaranya sebagai pusat
pendidikan anak. Mayoristanya, ikatan batin antara seorang anak dengan ibu
yang melahirkannya lebih besar dibandingkan dengan seorang ayah13.
12
Azizah.
13
Azizah.
10
Dari berbagai permasalahan yang timbul pul dikalangan pasangan yang
menikah beda agama, ketika ditanya mengenai akidah anak-anaknya, dengan
mudahnya mereka berkata “Kami memeberi kebebasan kepada anak-anak
kami. Berdasarkan pertimbangan Sadd Dzari’ah, beberapa dalil-dalil Al-Quran,
dan fenomena-fenomena yang dikhawatirkan berpotensi besar merusak
keluarga dan generasi (keturunan Islam), maka pernikahan beda agama,
termasuk pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita Yahudi (Nasrani)
terlarang. Kekhawatiran yang amat besar terhadap mafsadat yang timbul inilah
yang menjadi acuan pertimbangan penggunaan Sadd Dzari’ah. Demikian pula
hukum yang terdapat di Indonesia, di lihat dari kacamata dan pertimbangan
Sadd Dzari’ah, celah bagi terjadinya pernikahan antara laki-laki muslim dan
wanita ahli kitab sebaiknya ditutup rapat.
11
BAB III
PENUTUP
Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak, dan memiliki pengaruh yang
besar terhadap cara berpikir dan perilaku anak. Oleh karena itu, pendidikan informal
dalam keluarga, lingkungan dan sekolah dikatakan memiliki dampak sosial yang paling
besar. Indonesia adalah negara yang memberlakukan banyak peraturan bagi keluarga
Islam. Namun, pernikahan antara orang-orang kafir mutlak dilarang dan tidak ada
pernyataan yang jelas dalam aturan bahwa itu ilegal. Bukti menyatakan bahwa hanya
kompilasi hukum Islam saja yang tidak memperbolehkan perkawinan antar orang kafir,
namun kedudukan KHI hanyalah perintah (kompilasi) dari presiden, bukan hukum
yang mengikat. Artinya, perkawinan kafir tetap dimungkinkan, meski sebenarnya sulit
dicapai. Perkawinan sebenarnya adalah antara seorang laki-laki Muslim dengan
seorang perempuan Nasrani (Yahudi), dan meskipun menurut hukum asalnya
diperbolehkan, jenis ini mengingat mafsadat yang dapat terjadi jika dilaksanakan. Sadd
Dzari'ah merenungkan keprihatinan besar ini tentang efek negatif yang akan
ditimbulkannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Asep. “Pernikahan Beda Agama Menurut Empat Mazhab.” Hukum dan Pranata
Sosial. Accessed January 13, 2021.
https://asep250277.blogspot.com/2014/02/perkawinan-lintas-agama-menurut-
mazhab.html.
Zainul, Mu’ien Husni. “Pernikahan Beda Agama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan
Sunnah Serta Problematikanya.” At- Turas 2, no. 1 (2015): 91–102.
13