Anda di halaman 1dari 13

Pernikahan Beda Agama

dalam Tinjauan Sadd Adz Dzari’ah

Disusun Untuk Melengkapi Syarat pada


Tugas Mata Kuliah USHUL FIQIH

Dosen Pengampu : Dr.Hj. Farida Ulvi Nai’mah., M.H.I

Di Susun Oleh :
Tiya Wardah Saniyatul Husnah
201502011075

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
2022 / 2023
i
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4

C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Qur’an dan Sunah ................................... 5

B. Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Para Ulama .............................................. 7

C. Pernikahan Beda Agama Dalam Tinjauan Sadd Adz Dzari’ah .................................. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pernikahan menjadi bagian dari dimensi kehidupan yang bernilai ibadah
sehingga setiap manusia menjadi sangat membutuhkan teman hidup untuk
mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam melanjutkan
keberlangsungan hidup. Di dalam sebuah hubungan perkawinan dua manusia
manusia dapat membentuk keluarga, masyarakat dan bahkan bangsa. Karena
begitu pentingnya proses dan hasil dari perkawinan tersebut sehingga agama-
agama yang ada didunia ini ikut mengatur masalah perkawinan itu, bahkan adat
masyarakat serta institusi Negara pun mengambil bagian dalam pengaturan
masalah perkawinan.1
Pernikahan beda agama dalam perspektif Islam adalah Pernikahan laki-laki
Muslim dengan perempuan non-Muslimah atau, sebaliknya, pernikahan
perempuan Muslimah dengan laki-laki non Muslim. Pernikahan ini
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, pertama, pernikahan laki-laki Muslim
dengan perempuan musyrik (musyrikah), kedua, pernikahan laki-laki Muslim
dengan perempuan Ahl al-Kitab (kitabiyyah) dan, ketiga, pernikahan perempuan
Muslimah dengan laki-laki non-Muslim, baik musyrik atau pun Ahl al-Kitab
(kitabi).
Pernikahan beda agama dikalangan umat islam menjadi topik perdebatan
pro dan kontra, khususnya di Indonesia. Bagi sementara kalangan yang
mendukung kebolehan pernikahan beda agama secara umum berpendapat bahwa
kebolehan itu berdasarkan penafsiran ayat yang menyatakan kehalalan “Ahlul
Kitab”, yaitu mereka yang mengikuti salah satu antara seorang muslim kepada

1
Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan Dan Solusinya (PT.Prima Heza Lestari, n.d.).
3
non-muslim pun juga berargumentasi dengan Nash yang dipahami sebagai
larangan. Bahkan kelompok ini cendrung menyamakan antara “Ahlil Kitab” dan
“Musyrik ajaran agama Samawi. Dan bagi yang mengharamkan hubungan
perkawinan2
Kedatangan Islam menyempurnakan tata cara perkawinan dari sifat-sifat
kebinatangan, serta berusaha menempatkannya pada kedudukan yang mulia guna
mengatur hubungan laki-laki dan wanita yang berderajat tinggi dan sebagai
makhluk yang mulia dan utama dibanding dengan makhluk Tuhan lainnya.
Kedatangan Islam juga menyikap makna-makna hakiki sebuah perkawinan3.
Melihat beberapa problematika yang sering terjadi mengenai pernikahan
beda agama berikut penulis memaparkan hukum pernikahan agama menurut al-
Qur an dan Hadist, menurut para Ulama dan yang terakhir menggunakan metode
hukum Sadd Adz Dzariah.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Qur’an dan Sunah ?
B. Bagaimanakah Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Para Ulama ?
C. Bagaimana Pernikahan Beda Agama Dalam Tinjauan Sadd Adz Dzari’ah?

D. Tujuan Penulisan Makalah


A. Untuk Mengetahui Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Qur’an Dan
Sunah
B. Untuk Mengetahui Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Para Ulama
C. Untuk Mengetahui Pernikahan Beda Agama Dalam Tinjauan Sadd Adz
Dzari’ah

2
Abbas.
3
Ali Muhammad Al-Anbari Kholid, Perkawinan Dan Masalahnya (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993).
4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Qur’an dan Sunah.


Pernikahan beda agama dalam perspektif Islam adalah pernikahan laki-
laki Muslim dengan perempuan non-Muslimah atau, sebaliknya, pernikahan
perempuan Muslimah dengan laki-laki non-Muslim. Pernikahan ini
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, pertama, pernikahan laki-laki Muslim
dengan perempuan musyrik (musyrikah), kedua, pernikahan laki-laki Muslim
dengan perempuan Ahl al-Kitab (kitabiyyah) dan, ketiga, pernikahan
perempuan Muslimah dengan laki-laki non-Muslim, baik musyrik atau pun Ahl
al-Kitab (kitabi) Ketiga jenis pernikahan ini belakangan semakin sering terjadi
di dunia Islam, termasuk Indonesia, sehingga dirasa perlu adanya penjelasan
komprehensif mengenai hukum masing-masing jenis tersebut4.
Macam-macam pernikahan beda agama yang Pertama pernikahan laki-
laki muslim dengan perempuan musrik. Dalam QS. al-Baqarah ayat 221 Allah
subhanahu wa ta’alanmelarang keras pernikahan laki-laki Muslim dengan
perempuan musyrik.
َ‫ت َحتّٰى يُؤْ ِم َّن ۗ َو ََلَ َمةٌ ُّمؤْ ِمنَةٌ َخي ٌْر ِم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَ ْو ا َ ْع َجبَتْ ُك ْم ۚ َو ََل ت ُ ْن ِك ُحوا ْال ُم ْش ِر ِكيْن‬ ِ ‫َو ََل ت َ ْن ِك ُحوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰٰۤ ُ ُ
‫ع ْْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة‬
ُ ‫ار ۖ َواللّٰهُ يَ ْد‬ ِ َّ‫ع ْونَ ِالَى الن‬ ُ ‫ول ِٕىكَ يَ ْد‬ ‫َحت ّٰى يُؤْ ِمنُ ْوا ۗ َولَعَ ْبدٌ ُّمؤْ ِم ٌن َخي ٌْر ِم ْن ُّم ْش ِركٍ َّولَ ْو اَ ْع َجبَك ْم ۗ ا‬
ِ َّ‫َو ْال َم ْغ ِف َر ِة ِب ِا ْذنِ ٖ ۚه َويُبَ ِينُ ٰا ٰيتِ ٖه ِللن‬
ࣖ َ‫اس لَعَلَّ ُه ْم يَتَذَ َّك ُر ْون‬
Artinya : Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka
beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula
kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga

4
Mu’ien Husni Zainul, “Pernikahan Beda Agama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan Sunnah Serta
Problematikanya.,” At- Turas 2, no. 1 (2015): 91–102.
5
mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik
daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
(Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.

Perempuan-perempuan musyrik selama mereka masih dalam kesyirikan


mereka hingga mereka beriman, karena seorang perempuan mukmin walaupun
sangat jelek parasnya adalah lebih baik daripada seorang perempuan musyrik
walaupun sangat cantik parasnya. Ini umum pada seluruh perempuan musyrik,
lalu dikhususkan oleh ayat dalam surah Al-Maidah tentang bolehnya menikahi
perempuan-perempuan ahli kitab sebagaimana Allah Swt.
Kalimat pada ayat dalam surah al-Maidah tersebut bersifat umum yang
tidak ada pengecualian didalamnya, kemudian Allah menyebutkan hikmah
dalam hukum haramnya seorang mukmin atau wanita mukmin menikah dengan
selain agama mereka dalam firmanya “mereka mengajak ke neraka” yaitu
dalam perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, dan kondisi- kondisi mereka
maka bergaul dengan mereka adalah merupakan suatu sangat berbahaya, dan
bahayanya adalah bukan bahaya duniawi akan tetapi bahaya kesengsaraan yang
abadi kelak di akhirat5
Dapat kita ambil kesimpulan dari alasan ayat yang melarang bergaul
atau menikah dengan setiap orang musyrik karena jika bergaul saja tidak boleh
apalagi menikah dengan perempuan yang berbeda agama, sedang Allah dalam
firmannya sangat membenci dosa syirik apalagi sampai murtad yaitu keluar dari
agama Islam hal ini sangat berbahaya bagi ketauhidan ummat.

5
Abdurahman Ibn Nashir Ibn Abdullah Al-Sa‟diy, , Taisirul Karim Al-Rahman (Muassasah Ar-Risalah,
2010).
6
B. Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Para Ulama
Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan musrik para Ulama
memiliki pandangan berbeda yaitu sebagai berikut. Imam Ibn Jarir al-
Thabari, misalnya, mengatakan bahwa perempuan musyrik yang dilarang
dinikahi adalah perempuan musyrik dari bangsa Arab saja, karena sejak semula
mereka tidak mengenal kitab suci dan merupakan penyembah berhala. Dengan
demikian, menurutnya, perempuan musyrik dari bangsa non-Arab yang
memiliki kitab suci atau semacam kitab suci, seperti bangsa-bangsa India, Cina
atau Jepang, boleh dinikahi oleh laki-laki Muslim. Pendapat Ibn Jarir ini
didukung oleh Muhammad ‘Abduh dan Rasyid. Tetapi mayoritas ulama,
termasuk imam-imam mazhab empat rahimahumullah, berpendapat bahwa
perempuan musyrik, apa pun agama, kepercayaan dan rasnya, haram dinikahi
oleh laki-laki Muslim. Bahkan menurut Abdullah ibn Umar radhiyallahu
anhu dari kalangan sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, perempuan
kitabiyah pun haram dinikahi sebagaimana akan dijelaskan di bagian lebih
lanjut tulisan ini. Pendapat ini didasarkan pada keumuman larangan pada ayat
tersebut di atas (Ibn Rusyd, Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn
Ahmad, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid (Dar Ihya, juz III: 33)
dan pada QS. Al-Mumtahanah ayat 106
Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Kitabiyah, Mayoritas
ulama berpendapat bahwa menikahi perempuan kitabiyah hukumnya boleh.
Yang dimaksud dengan Ahl al-Kitab di sini adalah pemeluk agama Yahudi dan
Nasrani (Kristen), baik dzimmi maupun harbi sebagaimana dikemukakan Prof.
Dr. Wahbah al-Zuhaili. Namun, beberapa ulama, termasuk Abdullah ibn
Abbas dari kalangan sahabat radhiyallahu anhum, dan didukung Dr.Syaikh
Yusuf al-Qardhawi dari kalangan ulama kontemporer, membedakan antara
yang dzimmi dan yang harbi. Menurut mereka, bahwa yang halal dinikahi
hanyalah yang dzimmi, sedang yang harbi hukumnya haram7.
Berikut penulis paparkan pandangan beberapa imam mengenai hukum
menikah berbeda agama dengan perempuan ahli kitab, menurut mazhab
Hanafi Maliki Syafi‟i dan Hambali laki-laki muslim menikahi wanita ahli
kitab hukumnya makruh, Menurut sebagian pengikut mazhab Maliki seperti
Ibnu Qosim dan Holil menyatakan bahwa pernikahan tersebut diperbolehkan
secara mutlak. Menurut Al Zarkasyi salah satu ulama Syafi‟i beliau

6
Zainul, “Pernikahan Beda Agama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan Sunnah Serta Problematikanya.”
7
Zainul.
7
berpendapat bahwa pernikahan tersebut disunnahkan apabila wanita ahli kitab
tersebut diharapkan dapat masuk Islam seperti pernikahan Utsman bin Affan
dengan Nayla8
Larangan pernikahan beda agama ini kemudian di rumuskan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia. KHI yang diberlakukan dengan
Instruksi Persiden (Inpres) Nomor 1 tahun 1991, melarang seorang muslim
melakukan perkawinan beda agama. Larangan ini diatur dalam pasal 40 huruf
c KHI9.
Menurut Abu Hanifah berpendapat bahwa perkawinan antara pria
muslim dengan wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram. Mazhab
Maliki tentang hukum perkawinan lintas agama ini mempunyai dua pendapat
yaitu : pertama, nikah dengan kitabiyah hukumnya makruh mutlak baik
dzimmiyah ( Wanita-wanita non muslim yang berada di wilayah atau negeri
yang tunduk pada hukum Islam) maupun harbiyah, namun makruh menikahi
wanita harbiyah lebih besar. Aka tetapi jika dikhawatirkan bahwa si isteri yang
kitabiyah ini akan mempengaruhi anak-anaknya dan meninggalkan agama
ayahnya, maka hukumnya haram. Kedua, tidak makruh mutlak karena ayat
tersebut tidak melarang secara mutlak. Metodologi berpikir mazhab Maliki ini
menggunakan pendektan Sad al Zariah (menutup jalan yang mengarah kepada
kemafsadatan). Jika dikhawatirkan kemafsadatan yang akan muncul dalam
perkawinan beda agama, maka diharamkan.10

8
M Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah (Jakarta: PT Raja Grafindo, n.d.).
9
Perspektif Islam et al., “Pernikahan Beda Agama Ditinjau Dari Perspektif Islam Dan Ham,” no.
09410551 (2012): 99–117.
10
Asep, “Pernikahan Beda Agama Menurut Empat Mazhab,” Hukum dan Pranata Sosial, accessed
January 13, 2021, https://asep250277.blogspot.com/2014/02/perkawinan-lintas-agama-menurut-
mazhab.html.
8
C. Perkawinan Beda Agama Dalam Tinjauan Sadd Adz Dzari’ah

AsySyatibi mengklasifikasikan Sadd Adz Dzari’ah menjadi beberapa


jenis ditinjau dari sifat dan akibat dari bahaya yang diharapkan. Ini dapat
direduksi menjadi beberapa bagian. Pertama, apa yang dilakukan mengarah
pada Mafsadat tertentu. Kedua, apa yang dilakukan dapat mengarah pada
kejahatan, tetapi jarang terjadi. Ketiga, yang dilakukan pada prinsipnya adalah
keseimbangan maslaha dan mafsada, tetapi terdapat bukti kuat dugaan bahwa
perbuatan tersebut merugikan . AsySyatibi berpendapat bahwa klaim yang kuat
berdasarkan tanda-tanda ini harus disamakan dengan pasti karena alasan berikut
: Dugaan kuat dalam hukum-hukum ‘amaliyah berlaku sebagaimana yakin, ada
nash ajaran untuk berhati-hati, dan makna Sadd adz dzariaah adalah berhati-
hati terhadap kerusakan, membolehkan zariah semacam ini berarti
membenarkan sikap saling membantu dalam berbuat dosa dan permusuhan
dilarang oleh Al-Quran11.
Hukum Sadd adz- dzariah menurut al-Quran.
‫ع َملَ ُه ۖ ْم ث ُ َّم ا ِٰلى َر ِب ِه ْم‬
َ ‫عد ًْو ۢا ِبغَي ِْر ِع ْل ٍۗم ك َٰذلِكَ زَ يَّنَّا ِل ُك ِل ا ُ َّم ٍة‬
َ َ‫سبُّوا اللّٰه‬
ُ َ‫ع ْونَ ِم ْن د ُْو ِن اللّٰ ِه فَي‬ ُ ‫سبُّوا الَّ ِذيْنَ يَ ْد‬ ُ َ ‫َو ََل ت‬
َ‫َّم ْر ِجعُ ُه ْم فَيُن َِبئ ُ ُه ْم ِب َما كَانُ ْوا يَ ْع َملُ ْون‬
Artinya : Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah
selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
tanpa (dasar) pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah
tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa
yang telah mereka kerjakan ( Qs Al-An’am).

...‫ َو ََل يَض ِْربْنَ بِا َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُعْ َلمَ َما ي ُْخ ِفيْنَ ِم ْن ِز ْينَتِ ِه َّن‬..

11
Nur Azizah, “Tinjauan Sadd Dzari’ah Terhadap Problematika Hukum Meninkahi Perempuan Ahli
Kitab Dalam Hukum Positif.,” Jurnal Ilmiah 16, no. 1 (2018): 11–34.
9
Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan...
Oleh karena itu, segala sesuatu yang memiliki atau mungkin memiliki
efek yang merugikan harus dihindari dan dihentikan. Perkawinan adalah ikatan
yang dalam, kuat, abadi antara dua insan, dan ikatan dengan berbagai
keterkaitan antar keduanya, sehingga kita perlu menghubungkan hati kita
dengan ikatan yang tidak mudah dipisahkan. Agar hal ini terjadi, kedua
mempelai harus memiliki landasan dan tujuan yang sama.
Ayat ini menunjukkan bahwa kebolehan menikahi wanita Yahudi
(Nasrani) merupakan suatu akibat dari perjuangan Islam di tahap awal di mana
wanita muslimah masih berjumlah sedikit sedangkan Islam membutuhkan
generasi-generasi baru (keturunan) dan untuk membangun kerjasama sebagai
penambah kekuatan dengan cara mendekati wanita dari kelompok ahli kitab
yang beriman dan menjaga diri serta berpotensi besar untuk berbalik masuk
agama Islam12.
Di lihat dari zaman yang semakin maju (modern), pada umumnya
seorang pemuda jika sampai menikahi wanita nasrani ataupun Yahudi tentu
didorong oleh rasa kasih sayang muda-mudai atau biasa disebut cinta yang
menggebu-gebu. Ini ditandai dengan krisis psikologi yang menjadi cinta secara
berlebihan hingga memilih wanita non muslim sebagai istri. Rasa cinta yang
besar ini dikawatirkan dapat mengalahkan kecintaan kepada Pencipanya yaitu
Allah SWT. Sejak zaman dahulu di masa sejarah Timur Tengah hingga saat ini,
meskipun zaman sudah modern dan maju pesat, wanita tetap memiliki peran
besar dalam pengelolaan rumah tangga termasuk di antaranya sebagai pusat
pendidikan anak. Mayoristanya, ikatan batin antara seorang anak dengan ibu
yang melahirkannya lebih besar dibandingkan dengan seorang ayah13.

12
Azizah.
13
Azizah.
10
Dari berbagai permasalahan yang timbul pul dikalangan pasangan yang
menikah beda agama, ketika ditanya mengenai akidah anak-anaknya, dengan
mudahnya mereka berkata “Kami memeberi kebebasan kepada anak-anak
kami. Berdasarkan pertimbangan Sadd Dzari’ah, beberapa dalil-dalil Al-Quran,
dan fenomena-fenomena yang dikhawatirkan berpotensi besar merusak
keluarga dan generasi (keturunan Islam), maka pernikahan beda agama,
termasuk pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita Yahudi (Nasrani)
terlarang. Kekhawatiran yang amat besar terhadap mafsadat yang timbul inilah
yang menjadi acuan pertimbangan penggunaan Sadd Dzari’ah. Demikian pula
hukum yang terdapat di Indonesia, di lihat dari kacamata dan pertimbangan
Sadd Dzari’ah, celah bagi terjadinya pernikahan antara laki-laki muslim dan
wanita ahli kitab sebaiknya ditutup rapat.

11
BAB III

PENUTUP

Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak, dan memiliki pengaruh yang
besar terhadap cara berpikir dan perilaku anak. Oleh karena itu, pendidikan informal
dalam keluarga, lingkungan dan sekolah dikatakan memiliki dampak sosial yang paling
besar. Indonesia adalah negara yang memberlakukan banyak peraturan bagi keluarga
Islam. Namun, pernikahan antara orang-orang kafir mutlak dilarang dan tidak ada
pernyataan yang jelas dalam aturan bahwa itu ilegal. Bukti menyatakan bahwa hanya
kompilasi hukum Islam saja yang tidak memperbolehkan perkawinan antar orang kafir,
namun kedudukan KHI hanyalah perintah (kompilasi) dari presiden, bukan hukum
yang mengikat. Artinya, perkawinan kafir tetap dimungkinkan, meski sebenarnya sulit
dicapai. Perkawinan sebenarnya adalah antara seorang laki-laki Muslim dengan
seorang perempuan Nasrani (Yahudi), dan meskipun menurut hukum asalnya
diperbolehkan, jenis ini mengingat mafsadat yang dapat terjadi jika dilaksanakan. Sadd
Dzari'ah merenungkan keprihatinan besar ini tentang efek negatif yang akan
ditimbulkannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman. Problematika Pernikahan Dan Solusinya. PT.Prima Heza


Lestari, n.d.

Ali Hasan, M. Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah. Jakarta: PT Raja Grafindo, n.d.

Ali Muhammad Al-Anbari Kholid. Perkawinan Dan Masalahnya. Jakarta: Pustaka


Al-Kautsar, 1993.

Asep. “Pernikahan Beda Agama Menurut Empat Mazhab.” Hukum dan Pranata
Sosial. Accessed January 13, 2021.
https://asep250277.blogspot.com/2014/02/perkawinan-lintas-agama-menurut-
mazhab.html.

Azizah, Nur. “Tinjauan Sadd Dzari’ah Terhadap Problematika Hukum Meninkahi


Perempuan Ahli Kitab Dalam Hukum Positif.” Jurnal Ilmiah 16, no. 1 (2018):
11–34.

Ibn Nashir Ibn Abdullah Al-Sa‟diy, Abdurahman. , Taisirul Karim Al-Rahman.


Muassasah Ar-Risalah, 2010.

Islam, Perspektif, D A N Ham, Ahmadi Hasanuddin Dardiri, Marzha Tweedo, and


Muhammad Irham Roihan. “Pernikahan Beda Agama Ditinjau Dari Perspektif
Islam Dan Ham,” no. 09410551 (2012): 99–117.

Zainul, Mu’ien Husni. “Pernikahan Beda Agama Dalam Prespektif Al-Qur’an Dan
Sunnah Serta Problematikanya.” At- Turas 2, no. 1 (2015): 91–102.

13

Anda mungkin juga menyukai