Anda di halaman 1dari 6

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM ISLAM

Oleh
Badrun Abdul Fattah
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
badrunalfattah@gmail.com

Bagas Nur Maulana


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
nurmaulana248@gmail.com

Juanda Ramadhan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
juandajr28@gmail.com
Abstract
Interfaith marriages do occur a lot in Indonesia, this is due to the vulnerability of romance
regardless of religion. Marrying a loved one is everyone's dream. However, there are some
boundaries that cannot be tolerated in marriage, one of which is religion. Domestic
harmony is definitely the dream of every husband and wife, including couples of different
religions. Religious differences, often become conflicts in household matters, due to
differences in mindset, viewpoints, and activities in different worship. Of course, this
difference is often a benchmark for household harmony. True happiness for husband and
wife is when they trust and support each other under any circumstances. However, what
if the couple is of a different religion? of course the point of view and benchmarks will be
different. Therefore, Islam always regulates everything in this world, including marriage.
Keywords: religion, marriage, worship
Abstrak
Pernikahan beda agama memang banyak terjadi di Indonesia, hal itu dikarenakan
rentannya percintaan tanpa melihat kepada agama. Menikah dengan orang yang dicintai
merupakan dambaan setiap orang. Namun, ada beberapa batasan yang tak bisa di tolerir
dalam pernikahan, salah satunya agama. Keharmonisan rumah tangga pasti menjadi
dambaan setiap pasangan suami dan istri, tak terkecuali pasangan yang beda agama.
Perbedaan agama, sering menjadi konflik dalam urusan rumah tangga, dikarenakan
perbedaan pola pikir, sudut pandang, serta aktivitas dalam ibadah yang berbeda.
Tentunya perbedaan ini sering menjadi tolak ukur dalam keharmonisan rumah tangga.
Kebahagiaan yang sejati oleh pasangan suami istri adalah ketika saling percaya dan saling
menyokong ketika dalam keadaan apapun. Akan tetapi, bagaimana jika pasangan
tersebut berbeda agama? tentu sudut pandang dan tolak ukur nya akan berbeda. Oleh
karena itu, islam selalu mengatur setiap hal yang ada di dunia ini, termasuk pernikahan.

Kata kunci: agama, pernikahan, ibadah

A. PENDAHULUAN
Manusia diberi naluri oleh Allah SWT agar tertarik kepada lawan jenis, Naluri ini
merupakan unsur sebagai makhluk hidup di muka bumi yang erat kaitannya dengan
kelangsungan hidup dan kelestarian generasi, maka naluri tersebut harus direspon secara tepat.
Setiap insan baik pria maupun wanita selama hidupnya pasti terbesit dalam pikirannya tentang
Pernikahan, hingga mendambakan untuk berkeluarga. Sebuah keluarga dalam Islam tidak
mungkin akan terbentuk jika tidak melalui jalur yang disyari’atkan yaitu Pernikahan.
Islam mensyari’atkan Pernikahan yang akan menenteramkan jiwa. Namun sebelum
melakukan akad Pernikahan, umumnya secara adat kebiasaan seseorang akan melalui fase yang
dinamakan dengan khitbah (pinangan). Khitbah merupakan suatu upaya kegiatan yang
mengarah kepada terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita atau
seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya.
Namun dalam pernikahan ada beberapa larangan yang tak bisa di tolerir oleh ajaran
islam. Semua itu diatur secara mendalam dalam islam dan juga undang-undang yang mengatur
tentang pernikahan.

B. PEMBAHASAN
Di awal pemerintahan Negara Indonesia, tentu ada pasal yang mengatur terkait pernikahan.
Hal tersebut guna mencegah perpecahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Akan
tetapi, Negara mengembalikan hukum terkait pernikahan ke agama masing-masing, sehingga
dalam setiap agama tentu memiliki hukum yang berbeda-beda. Hal tersebut tentu
mempengaruhi jalannya pernikahan di Indonesia. Maka dari itu, pemerintah membuat undang-
undang yang berkaitan dengan pernikahan.

1. Pernikahan dengan non-muslim.


Dalam prakteknya, pernikahan lintas agama, terutama pernikahan antara agama islam
dengan agama lain jelas mendapat pertentangan yang sangat besar oleh kalangan ahli hukum
islam. Islam mengatur segala bentuk aturan yang ada di dunia ini sudah di atur serinci-rincinya
dalam Al-Qur’an dan juga hadits. Namun, seiring berkembangnya zaman, banyak hal baru
yang belum di atur dalam Al-Qur’an maupun hadits. Salah satunya adalah menikah. Ada
beberapa pendapat terkait pernikahan sesama agama, maupun pernikahan beda agama. Dalam
islam ada beberapa hal yang menjadi acuan untuk mencari wanita yang untuk dinikahi.
Rasulullah SAW bersabda;
‫َحدَّثَنَا ُزهَي ُْر ب ُْن َح ْربٍ َو ُم َح َّمدُ ب ُْن الْ ُمثَنَّى َوعُبَيْدُ َّللاَّ ِ ب ُْن سَ ِعي ٍد قَالُوا َحدَّثَنَا يَ ْحيَى ب ُْن سَ ِعي ٍد عَ ْن عُبَيْ ِد َّللاَّ ِ أ َ ْخبَ َرنِي سَ ِعيدُ ب ُْن أ َ ِبي‬
‫صلَّى َّللاَّ ُ عَلَيْ ِه َو سَلَّ َم قَا َل تُنْكَ ُح الْ َم ْرأ َة ُ ِِل َ ْربَ ٍٍ لِ َمالِ َها َولِ َح سَبِ َها َولِ َج َمالِ َها َولِ ِدينِ َها َفاظْفَ ْر‬
َ ِ ‫سَ ِعي ٍد عَ ْن أَبِي ِه عَ ْن أَبِي هُ َري َْر ة َ عَ ْن النَّبِي‬
ْ َ‫ين ت َ ِرب‬
َ‫ت يَدَاك‬ ِ ‫الد‬
ِ ‫ت‬ِ ‫ِبذَا‬
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, Muhammad bin Al Mutsanna dan
'Ubaidullah bin Sa'id mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari
'Ubaidillah, telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id dari ayahnya dari Abu Hurairah
dari Nabi ‫ ﷺ‬beliau bersabda, "Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah karena
agamanya, niscaya kamu beruntung."
Setelah penjelasan diatas, islam begitu memperhatikan hal yang mendasar dalam
menentukan pasangan yang untuk di nikahi. Mengapa islam memprioritaskan agama dalam
mencari pasangan? Apakah ada hal yang lebih penting dari pada agama? Ketika seorang
muslimah yang taat terhadap agama sudah memiliki suami, maka iya akan taat terhadapnya
(suami). Namun ketika seorang perempuan yang tidak taaat terhadap agama, kebanyakan lebih
cenderung melawan atau bahkan mengatur suami dalam kehidupan.
Melihat problematika terkait pernikahan yang terjadi di dunia ini terkhusus di
Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, telah tersebar kabar pernikahan beda agama yang
dilakukan oleh pegawai sipil pemerintah. Hal tersebut jelas melanggar norma agama serta
undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dalam Kompilasi Hukum Islam, pasal 40 tentang
larangan melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan wanita yang tidak beragama
islam 1 . Begitu pula MUI secara mutlak melarang pernikahan dengan pasangan yang berbeda
agama, baik dari laki-laki muslim dengan perempuan non-muslim ataupun sebaliknya 2 .

1 TIM REDAKSI NUANSA AULIA, KOMPILASI HUKUM ISLAM, edisi lengkap (Bandung, CV. Nuansa Aulia,
2022), Hlm : 12
2 DEPAG RI, 1992: 32-34.
Keputusan MUI ini berdasarkan pertimbangan bahwasanya pernikahan beda agama lebih
banyak membawa mudhorotnya dibandingkan maslahatnya.

2. Pernikahan dengan ahl kitab


Pernikahan ini memiliki dua bentuk yang mana masing-masing memiliki konsekuensi
hukum yang berbeda-beda, yaitu Pernikahan antara pria muslim dengan wanita ahl kitab dan
Pernikahan pria ahl kitab dengan wanita muslimah.
Sebagaimana yang telah Allah swt jelaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT
memperbolehkan pernikahan antara seorang muslim dengan perempuan ahl kitab. Berdasarkan
kebolehan tersebut, hampir disepakati oleh generasi awal umat islam, terutama adanya dalil
dalam Al-Qur’an yang secara jelas menegaskan kehalalannya.
Rasulullah SAW bersabda;
: ‫ عن جابر بن عبد هللا قال‬، ‫ عن الحسن‬، ‫ عن أشعث بن سوار‬، ‫ أخبرنا اسحاق اِلزرق عن شريك‬،‫حدثنا تميم بن المنتصر‬
.‫ نتزوج نساء أهل الكتاب وال يتزوجون نساءنا‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Rasulullah SAW bersabda: “ kami (muslim boleh) mengawini wanita ahl kitab, namun (pria-
pria) mereka tidak (boleh\terlarang) mengawini wanita-wanita kami (Muslimah).
Dalam penjelasan hadits di atas, sudah dijelaskan secara gamblang bahwa seorang
muslim (laki-laki) boleh menikahi ahl kitab, tetapi tidak sebaliknya. Namun, jika ditelusuri
secara sanad, At-Thabari mengakui bahwasanya hadits tersebut tergolong dho’if. Tetapi, hadits
ini diamalkan dan disepakati oleh para ulama, terutama kalangan para sahabat dan ulama pada
masa awal islam3 .
Namun, apakah orang-orang yang berpegang teguh terhadap kitab saat ini selain Al-
Qur’an masih di sebut sebagai ahl kitab?
Ada banyak pendapat terkait perempuan ahl kitab. Imam Asy-syafi’I mengatakan
bahwa perempuan ahl kitab yang akan dinikahi memiliki orang tua yang ahl kitab juga. Hal ini
tidak terlepas dari pandangan Asy-Syafi’i yang membatasi ahl kitab hanya dari keturunan
Israel. Sementara diluar hal itu, Asy-Syafi’i tidak memperbolehkan menikahinya, meskipun
wanita itu beragama Yahudi atau Kristen4 .

3 At-Thabari, 1405, II: 378.

4 Asy-Syafi’i, t.th, IV : 287


C. Kesimpulan
Setelah sekian banyak undang-undang yang mengatur tentang pernikahan, Negara
mem-finish kan hukum yang sesuai dengan semua agama yang ada di Indonesia. Hal tersebut
tentu menjadi suatu kebijakan yang bagus dalam pengambilan keputusan.
Adanya pengaturan mengenai perkawinan seagama dalam UU tentang Perkawinan
tidak bertentangan dengan hak konstitusi setiap warga negara sebagaimana yang dijamin dalam
Pasal 28B ayat (1) UUD 1945. Perlu diingat bahwa Pasal 28B ayat (1) telah menyatakan bahwa
setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah. Oleh sebab itu, yang perlu digarisbawahi bahwa perkawinan itu harus sah. Perkawinan
yang sah dalam UU tentang perkawinan adalah perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan
hukum agamanya dan kepercayaannya.
DAFTAR PUSTAKA
TIM REDAKSI NUANSA AULIA, KOMPILASI HUKUM ISLAM, edisi lengkap
(Bandung, CV. Nuansa Aulia, 2022)
DEPAG RI, 1992
At-Thabari, 1405
Asy-Syafi’i, t.th

Anda mungkin juga menyukai