Disusun Oleh:
Kelompok 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pernikahan secara online? Apakah boleh apabila menikah dengan
berbeda agama?
2. Apakah akad melalui pernikahan online dianggap sah?
3. Bagaimana pernikahan secara online?
C. Tujuan Masalah
1. Sebagai memperluas wawasan tentang pernikahan online
2. Untuk mengetahui apakah sah? apa bila menikah dengan berbeda agama
3. Menjadi pengetahuan tentang apa yang hak dan apa yang bathil
BAB II
PEMBAHASAN
ّ ٰ صلِ ِح ْييَ ِه ْي ِعبَا ِد ُم ْن َواِ َه ۤا ِى ُن ْۗ ْن اِ ْى يَّ ُنىْ ًُىْ ا فُقَ َش ۤا َء يُ ْغٌِ ِه ُن
ّللاُ ِه ْي ّ ٰ َواَ ًْ ِنحُىا ْاْلَيَاهٰ ى ِه ٌْ ُن ْن َوال
ّ ٰ فَضْ لِ ْۗه َو
ّللاُ َوا ِس ٌع َعلِ ْي ٌن
Di dalam pernikahan, saling mencintai saja tidak cukup. Pernikahan yang baik
dalam agama Islam ialah pernikahan yang dilakukan kedua insan yang sama
akidahnya, sama pemahamannya dalam agama, dan sama tujuannya. (Sukarja Ahmad,
1996) Dengan demikian pernikahan impian akan terwujud.
Para ulama dari sejak dahulu sampai sekarang sepakat bahwa haram hukumnya
wanita muslim menikah dengan pria non-muslim. Adapun yang menjadi dasar
haramnya ialah di dalam QS. Al-Baqarah ayat 221, Allah SWT berfirman
ْل َهتٌ ُّه ْؤ ِهٌَتٌ َخ ْي ٌش ِّه ْي ُّه ْش ِش َم ٍت َّولَىْ اَ ْع َجبَ ْت ُن ْن ۚ َو َْل َ َ ت َح ٰتّى ي ُْؤ ِه َّي ْۗ َو ِ َو َْل تَ ٌْ ِنحُىا ْال ُو ْش ِش ٰم
ٰۤ ُ
ل
َ ول ِى ٍ تُ ٌْ ِنحُىا ْال ُو ْش ِش ِم ْييَ َح ٰتّى ي ُْؤ ِهٌُىْ ا ْۗ َولَ َع ْب ٌذ ُّه ْؤ ِه ٌي َخ ْي ٌش ِّه ْي ُّه ْش ِش
ك َّولَىْ اَ ْع َجبَ ُن ْن ْۗ ا
اس لَ َعلَّهُ ْن ّ ٰ اس ۖ َو
ِ ٌَّّللاُ يَ ْذ ُع ْْٓىا اِلَى ْال َجٌَّ ِت َو ْال َو ْغفِ َش ِة ِبا ِ ْرًِ ۚه َويُبَي ُِّي ٰا ٰيتِه لِل ِ ٌَّيَ ْذ ُعىْ ىَ اِلَى ال
َيَتَ َز َّمشُوْ ى
Artinya: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan
orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki
musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Ayat ini menjelaskan bahwasannya Allah memerintahkan para wali atau para
orang tua agar tidak menikahkan putrinya kepada pria non-muslim. Berarti sudah
sangat jelas bahwa perintah ini adalah larangan yang mutlak yang tidak bisa diubah
dengan alasan apapun.
Lalu, siapa musyrikah itu? Menurut pendapat beberapa ulama, musyrikah yang
harm dinikahi adalah musyrikah dari bangsa arab, karena ketika turunnya Al-Quran
pada waktu itu bangsa arab tidak mengenal kitab suci, mereka hanya menyembah
berhala saja. (Zuhdi Masjfuk, 1994, hal 4).
Dari pendapat beberapa ulama tersebut disimpulkan bahwa pria muslim boleh
menikahi wanita musyrikah non-arab seperti bangsa cina, bangsa India, bangsa
Jepang yang percaya akan adanya Tuhan dan memiliki kitab sucinya tersendiri.
Tetapi, kebanyakan para ulama berpendapat bahwa musyrikah baik bangsa arab
maupun non-arab tidak boleh dinikahi kecuali wanita muslim.
Banyak ulama berpendapat bahwa pria muslim boleh menikahi wanita Ahlul
Kitab (Yahudi dan nasrani), sebagaimana firman Allah SWT (Al-Quran Surat Al-
Maidah Ayat 5, n.d.) :
Selain didasarkan pada firman Allah diatas, dilihat juga dari historin Nabi
Muhammad SAW yang pernah menikahi wanita Ahlul Kitab, yaitu Mariah Al-
Qibtiyah (Nasrani). Ada pula sahabat Nabi yang bernama Hudzaifah Al-Yaman yang
pernah menikah dengan wanita Ahlul Kitab Yahudi, akan tetapi para sahabat tidak
ada yang menentangnya.
Namun disamping itu semua, ada sebagian ulama yang tidak setuju dan melarang
pernikahan beda agama ini baik dengan Yahudi ataupun Nasrani. Karena pada
dasarnya baik yahudi maupun Nasrani dalam praktik ibadahnya mengandung unsur
syirik. Adapun hikmah dari dilarangnya pernikahan berbeda agama ini:
a. Yahudi dan Nasrani itu ada hidup way of life dan filsafat hidupnya sangat berbeda
dengan umat Islam.
b. Orang Islam percaya sepenuhnya kepada Allah SWT sebagai pencipta alam semesta,
percaya kepada Nabi, Percaya kepada kitab suci, Percaya kepada malaikat, Percaya
kepada takdir, Percaya kepada hari kiamat, sedangkan notabene orang kafir/musyrik
tidak percaya kepada itu semua.
c. Kepercayaan mereka penuh khurfat dan irasional sehingga mereka selalu mengajak
untuk meninggalkan agama yang dianut dan diperintah untuk masuk dan mengikuti
ajaran mereka.
d. Dikhawatirkan wanita Islam itu terseret kepada agama suaminya. Juga anak-anak
yang lahir dikhawatirkan mengikuti ajaran bapaknya, karena bapak sebagai kepala
keluarga melebihi ibunya.
Dari segi hukum Islam, terdapat dalil-dalil tentang pernikahan lain agama ini:
Pernikahan virtual adalah suatu bentuk pernikahan yang proses ijab dan qabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau sistem internet (via online), dimana wali mengucapkan ijabnya disuatu
tempat dan suami mengucapkan qabulnya dari tempat lain yang jaraknya jauh, meskipun
dalam hal ini tidak saling melihat secara langsung tetapi ucapan dari wali dapat didengar
dengan jelas oleh calon suami begitupun sebaliknya ucapan qabul calon suami dapat
didengar dengan jelas oleh wali pihak perempuan. Pernikahan virtual dapat dikatakan
sebagai suatu kepentingan masyarakat dalam konteks fiqih sebagai wujud kepekaan
terhadap syariat Islam dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman (Maghfuroh,
2021).
Hal yang membedakan nikah virtual dengan nikah biasa adalah pada esensi ittihād
al-majelis yang erat kaitannya dengan tempat (makan) pada implementasi atau
pelaksanaan akadnya, namun selebihnya semuanya sama. Kalau dalam pernikahan biasa
antara pihak laki-laki dan perempuan dapat bertemu, bertatap muka dan berbicara secara
langsung, begitupun dengan nikah virtual. Pada penerapan atau pelaksanaannya nikah
virtual ini menggunakan kekuatan dari perkembangan teknologi untuk membantu dalam
terlaksananya nikah agar dapat menyampaikan gambar kondisi individu yang sedang
melakukan interaksi sebagaimana mestinya.
2. Keabsahan Akad Nikah Virtual Dalam Perspektif Hukum Islam
1. Antara pria dan wanita yang ingin melangsungkan akad pernikahan haruslah
terpisahkan jarak yang sangat jauh.
2. Dalam keadaan yang tidak memungkinkan bagi kedua belah pihak untuk bersatu dan
berkumpul untuk melaksanakan akad sebagaimana mestinya.
Dengan menetapkan kriteria seperti diatas guna dapat dipastikan bahwa mereka
yang melangsungkan akad nikah online adalah mereka yang memang tak dapat
melangsungkan akad sebagaimana mestinya. Sehingga pernikahan online bagi mereka
memang layak dilaksanakan sebagai alternatif atau jalan terang karena tak dapat
melangsungkan akad nikah dengan alasan jarak dan waktu. Dengan berpegang pada nash
Al-Quran, dapat disimpulkan bahwa nikah online itu untuk mewujudkan kemashlahatan
umat manusia. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa akan ada suatu jalan dari Allah
SWT yakni suatu kemudahan jika kita mendapatkan suatu kesusahan. Dalam Al-Quran
sendiri, Allah SWT mempermudah segala macam kesusahan, sebagaimana Firmannya
dalam QS. Al-Baqarah (2) : 185 yang berbunyi:
ّ ٰ ي ُِش ْي ُذ
ّللاُ ِب ُن ُن ْاليُ ْس َش َو َْل ي ُِش ْي ُذ بِ ُن ُن ْال ُع ْس َش
Dalam surah QS. An-Nisa (4) : 28 Allah SWT juga menjelaskan bahwa:
ض ِعيْفا ِْ ق
ُ اْل ًْ َس
َ اى ّ ٰ ي ُِش ْي ُذ
َ ِّللاُ اَ ْى ُّي َخفِّفَ َع ٌْ ُن ْن ۚ َو ُخل
Kalau kita bersandar pada dasar hukum di atas, dimana ketika kita mendapatkan
suatu kemudahan dibalik kesusahan dengan segala ketetapan dan keringanan yang Allah
berikan, maka dapatlah kita lihat bahwa pernikahan virtual merupakan suatu cara
alternatif yang digunakan untuk kemudahan bagi mereka yang ingin melangsungkan
pernikahan yang terkendala jarak dan waktu serta biaya dan lain sebagainya.
Sebagaimana pernah disampaikan oleh sebagian ahli fiqh dimasa lalu, yaitu tokoh
mazhab syafi'i yang menyatakan jika memang pernikahan mereka tidak dilangsungkan
dan berkat itu mereka mendapatkan madharat pada diri mereka, maka hukumnya adalah
wajib, hal ini sesuai dengan qaidah fiqhiyyah menolak sesuatu yang membahayakan
yaitu:
ِ لِ َج ْل
ب ال َوصْ لَ َح ِت َو َد ْف ِعال َو ْف َس َذ ِة
Para fuqaha sepakat mensyaratkan pelaksanaan akad nikah itu hendaklah dalam
satu majelis, artinya baik wali, calon suami, calon istri, dan saksi semuanya dapat terlibat
langsung dalam pelaksanaan ijab dan qabul. Akan tetapi pengertian satu majelis menurut
jumhur ulama bermakna bahwa semua pihak yang terlibat dalam akad nikah itu dapat
mengikuti semua proses yang dilaksanakan, terutama ijab dan qabul. Dengan mengikuti
semua proses, maka ikatan (irtibath) yang ditimbulkan dari ijab dan qabul disadari dan
diakui oleh semua pihak termasuk para saksi. Tapi pada saat ini, terdapat pelaksaan ijab
dan qabul yang dilakukan secara virtual atau secara online, hal ini tentunya memicu
banyak permasalahan, apakah hal tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam atau tidak?
Apakah ijab dan qabul yang diucapkan secara virtual itu sah atau tidak?
Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, maka diambilah penegasan bahwa
ijab dan qabul dapat dilakukan melalui virtual atau telepon, karena telepon pada
kenyataannya tidak menghalangi terjadinya dialog langsung antara pihak-pihak yang
berbicara dalam ijab qabul dalam satu majelis. Dalam pernikahan virtual atau pernikahan
melalui telepon, ijab dan qabul tidak bisa disaksikan secara pisik dengan utuh karena
memang calon suami berada ditempat terpisah. Akan tetapi keadaan demikian tidak
menutup kemungkinan untuk dicapainya makna satu majelis. Dengan menetapkan dua
saksi pada masing-masing majelis saksi dan majelis qabul, maka makna satu majelis
seperti yang dimaksudkan jumhur akan tercapai. Kemudian untuk memastikan apakah
suara yang ada didalam telepon itu benar-benar suara wali atau calon pria yang akan
mengucapkan ijab dan qabulnya, maka diisyaratkan harus mengenali suara satu sama lain
terlebih dahulu atau menanyakan kebenaran identitas masing-masing, hal ini tentunya
dapat menghindari keraguan dan penipuan dalam pelaksanaan qabul. Apabila pernikahan
virtual dilakukan melalui video call, sudah bisa dipastikan bahwa antara kedua belah
pihak sudah bisa yakin satu sama lain, karena keduanya bisa bertatap muka secara
langsung melalui media sosial. Dengan ilustrasi seperti yang dijelaskan diatas, maka
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan akad nikah melalui telepon atau secara virtual boleh
dilakukan dan dinyatakan sah.
Pernikahan dikatakan sah apabila syarat dan rukunnya terpenuhi, adapun yang
termasuk dalam rukun pernikahan antara lain yaitu : adanya calon mempelai laki-laki dan
calon mempelai perempuan, adanya wali nikah dari pihak calon mempelai perempuan,
adanya dua orang saksi, Ijab dan qabul. Kemudian untuk syarat sahnya suatu akad
pernikahan disyaratkan beberapa syarat, dalam hal ini syarat ijab dan qabul adalah
sebagai berikut (Maros & Juniar, 2016) :
a. Pengucapan ijab hendaknya langsung dilakukan oleh wali atau yang mewakilinya.
b. Kalimat yang digunakan ijab dan qabul harus sama tidak boleh berbeda, seperti
penyebutan nama lengkap mempelai perempuan dan bentuk maharnya.
c. Pengucapan ijab dan qabul harus bersambungan tidak boleh terputus walaupun
sebentar.
d. Dalam ijab dan qabul tidak boleh menggunakan ungkapan yang menunjukkan
pembatasan masa waktu perkawinan, karena perkawinan ditujukan untuk seumur
hidup.
e. Pengucapan ijab dan qabul harus menggunakan lafadz yang jelas dan terus terang,
tidak boleh menggunakan kata-kata sindiran karena penggunaan lafadz sindiran itu
diperlukan niat, sedangkan saksi dalam perkawinan tidak bisa mengetahui apa yang
diniatkan oleh seseorang tersebut.
f. Akad nikah dalam ijab dan qabul harus didasari oleh rasa suka sama suka.
Apabila salah satu dari syarat dan rukun pernikahan tidak terpenuhi, maka
pernikahan tersebut dianggap tidak sah. Akad nikah dinyatakan sah apabila memenuhi
dua rukun yaitu ijab dan qabul. Ijab dan qabul itu harus mencangkup keridhaan dan
persetujuan laki-laki dan perempuan untuk menikah. Akad nikah dianggap sah dengan
bahasa, ucapan, dan perbuatan apa saja yang dianggap sah oleh banyak orang. Nikah juga
boleh dengan lafadz hibah, menjual, atau memberikan, selama yang diajak berbicara
memahami arti dari maksudnya
Walaupun pernikahan dilakukan secara virtual atau secara online, selama suatu
akad pernikahan telah memenuhi segala rukun dan syaratnya secara lengkap dan tidak
berkurang satupun seperti yang telah ditentukan oleh hukum Islam ataupun perundang-
undangan, maka akad pernikahan yang demikian itu disebut akad pernikahan yang sah
dan mempunyai implikasi hukum (Iii, 2004).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya agama Islam melarang pernikahan berbeda agama, karena hal ini
merupakan larangan Allah SWT yang mutlak dan tidak bisa diubah dengan alasan
apapun, ketentuan ini telah dijelaskan dalam firman-Nya pada QS. Al-Baqarah ayat 221.
Pernikahan berbeda agama terbagi menjadi tiga macam, diantaranya yaitu: pernikahan
antara wanita muslim dengan pria non-muslim, pernikahan antara pria muslim dengan
wanita musyrik, dan pernikahan antara pria muslim dengan wanita ahli kitab.
Pernikahan virtual adalah suatu pernikahan yang proses ijab dan qabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau sistem internet (via online). Terdapat dua kriteria yang menentukan apakah
seseorang dapat melaksanakan akad pernikahan melalui online atau tidak, dua kriteria
tersebut adalah: kedua mempelai berada dalam jarak yang sangat jauh dan memang dalam
keadaan yang tidak memungkinkan kedua belah pihak untuk berkumpul dan
melaksanakan akad sebagaimana mestinya. pelaksanaan akad nikah melalui telepon atau
secara virtual boleh dilakukan dan dinyatakan sah, karena pada kenyataannya tidak
menghalangi terjadinya dialog langsung antara pihak-pihak yang berbicara dalam ijab
qabul dan dalam satu majelis. Kemudian selama akad pernikahan telah memenuhi segala
rukun dan syaratnya secara lengkap dan tidak berkurang satupun seperti yang telah
ditentukan oleh hukum Islam dan perundang-undangan, maka akad pernikahan itu disebut
akad pernikahan yang sah dan mempunyai implikasi hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat Al-Maidah Ayat 5. (n.d.). Merdeka.Com. Retrieved September 23, 2022,
from https://www.merdeka.com/quran/al-maidah/ayat-5
Amalia, L. N. (2019). Analisis nikah online menurut Fiqh Munakahat dan Perundang-
Undangan. http://digilib.uinsgd.ac.id/27055/4/4_bab1.pdf
Emas, M. P. (2020). Problematika Akad Nikah Via Daring dan Penyelenggaraan Walimah
Selama Masa Pandemi Covid-19. Batulis Civil Law Review, 1(1), 68.
https://doi.org/10.47268/ballrev.v1i1.387
Maros, H., & Juniar, S. (2016). 済無No Title No Title No Title. 1–23.
Sukarja Ahmad. (1996). Problematika Hukum Islam Kontemporer (Chuzaimah & Anshary
Hafiz (Eds.); Cetakan Ke). April 1996.