OLEH
TIARA (2220203874230016)
ILYANA (2220203874230019)
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Munakahat
Dasar
PAREPARE
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. Yang telah melimpahkan taufik, hidayah dan
inayah-Nya sehingga makalah dengan judul “Hadist sebagai sumber ajaran Islam
yang kedua” sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga
tetap dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang dengan
perantaraan perjuangan beliau kita dapat merasakan nikmatnya hidup berlandaskan
keimanan. Semoga sholawat dan salam juga dilimpahkan kepada keluarga beliau,
para sahabat, dan orang yang meneruskan perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Adapun makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah
Fiqh Munakahat Dasar yang telah diberikan kepada kami. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah pemahaman serta pengetahuan dan wawasan mengenai
perkawinan beda agama. Dalam menyusun makalah ini kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan kekeliruan, karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, agar kedepannya kami dapat menyusun makalah dengan baik.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada ibu Dr. Hj. Rusdaya Basri, lc.,
M.Ag selaku dosen pengampuh mata kuliah Fiqh Munakahat Dasar yang telah
mempercayai kami untuk membuat makalah dengan tema ini yang mana makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberi banyak manfaat bagi berbagai kalangan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH..........................................................................................4
TUJUAN MASALAH..............................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................5
PEMBAHASAN...........................................................................................................5
BAB III.......................................................................................................................12
PENUTUP..................................................................................................................12
Kesimpulan.............................................................................................................12
Saran.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkawinan beda agama telah menjadi fenomena yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia yang penuh dengan pluralisme.
Perkawinan beda agama tidak bisa begitu saja dihapuskan oleh undang-undang,
karena agama tidak bisa melarang untuk mencintai sesama. Keutuhan dan
keharmonisan hubungan merupakan dambaan semua pasangan suami istri,
termasuk yang berbeda agama. Perbedaan agama inilah yang dapat menjadi
masalah ataupun konflik dalam kehidupan pernikahan pasangan beda agama
karena banyaknya perbedaan cara berpikir, cara pandang, aktivitas dan kebiasaan
sehari-hari yang sedikit banyak disebabkan oleh perbedaan agama yang
keduanya miliki.
berkat putusan jangkar mahkamah konstitusi, perkawinan beda agama
kini dan di masa depan lebih sejalan dengan negara, sehingga tidak muncul
persoalan di kemudian hari. Konflik dalam hubungan dapat diminimalisir.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang perlu di bahas dalam
makalah ini adalah:
C. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan penulis ialah:
1. Untuk mengetahui perkawinan beda agama.
2. Untuk mengetahui dasar hukum perkawinan beda agama.
3. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang hukum pkawinan berda agama.
4. Untuk mengetahuia aturan perkawinan beda agama dalam undang-undang
perkawinan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan Beda Agama
Perkawinan beda agama dalam perspektif Islam adalah pernikahan
seorang laki-laki Muslim dengan perempuan non-Muslimah, begitu pula
sebaliknya, perempuan Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim.1
ت َحتَّى يُْؤ ِم َّن َوَأَل َمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِّمن ُّم ْش ِر َك ٍة َولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ْم َواَل تُن ِكحُواِ اَل تَن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
ُأ
ِ َّك َولَوْ َأ ْع َجبَ ُك ْم وْ لَئكَ يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن
ُ ار َوهَّللا ِ وا َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِمن م ْش ِرْ ُْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّى يُْؤ ِمن
ِ َّ َويُبَيِّنُ اايَتِه لِلن،يَ ْدعُوا ِإلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِِإ ْذنِ ِه
اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون
Artinya:
1
Rusdaya Basri, 4 Mazhab Dan Kebijakan (Parepare: CV. KAFFAHLEARNING
CENTER, 2019).
2
Abdul Jalil, “Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Positif Di Indonesia,” Diklat Teknis 6, no. 2 (2018): 49.
3
Basri, 4 Mazhab Dan Kebijakan.
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu, dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin- Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.(Q.S Al-
Baqarah 2 : 221)
ِ ت فَا ْمتَ ِحنُوه َُّن هَّللا ُ َأ ْعلَ ُم بِِإي َمانِ ِه َّن ۖ فَِإ ْن َعلِ ْمتُ ُموه َُّن ُمْؤ ِمنَا
ت فَاَل ِ َات ُمهَا ِج َرا ُ يآ َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا َجا َء ُك ُم ْال ُمْؤ ِمن
Artinya:
ُ صن
ََات ِمن َ َْاب ِح ٌّل لَ ُك ْم َوطَ َعا ُم ُك ْم ِح ٌّل لَهُ ْم َو ْال ُمح َ ات َوطَ َعا ُم الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت
ُ َْاليَوْ َم ُأ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّب
ك َ َات ِمنَ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت
ُ ِقَ ْبل ِم ْن َاب ُ صن َ ْت َو ْال ُمح ِ ْال ُمْؤ ِمنَا
Artinya:
“Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara
wanitawanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah
membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan
maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa
yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka
hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (Q.S
Al-Maidah : 5)
4
Abdul Jalil, “Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Positif Di Indonesia,” Diklat Teknis 6, no. 2 (2018)
5
Abdul Jalil, “Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Positif Di Indonesia,” Diklat Teknis 6, no. 2 (2018):
Menurut Yusuf al-Qardawi beliau mengharamkan pernikahan beda agama
antara pria muslim dengan wanita ahli kitab, akan tetapi beliau juga
membolehkan pernikahan ini jika dalam keadaan tertentu dengan syarat yang
sangat ketat yaitu;
1. Kitabiah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi, tidak atheis.
2. Kitabiah yang muhsanah (memelihara kehormatan diri dari perbuatan
zina).
3. Wanita itu bukanlah kitabiyah yang kaumnya berada pada status
permusuhan dan peperangan dengan kaum muslimin.
4. Di balik pernikahan dengan ahli kitab yaitu tidak terjadi fitnah, yaitu
mafsadah ataupun kemudharatan. Makin besar kemungkinan
terjadinya kemudaratan maka makin besar tingkat larangan
keharamannya Karena nabi bersabda; " tidak bahaya dan
tidak membahayakan."7
Adapun ijma’ para ulama terkait pernikahan antara wanita Muslimah
dengan pria non muslim yang didasarkan pada perkataan pada perkataan Umar
bin Khattab :
المسلمة المسلم يتزوج النصرانية وال يتزوج النصراني
Artinya:
“Seorang pria muslim boleh menikahi wanita Nasrani, dan pria Nasrani tidak
boleh menikah dengan wanita muslimah”.
Adapun alasan ditetapkannya hal tersebut, karena dikhawatirkan seorang
wanita muslimah yang dinikahi oleh pria muslim itu kehilangan hak yang paling
asasi yaitu kebebasan dalam beragama dan menjalankan ajaran agamanya,
kemudian dapat tersesat pada agama suaminya. Begitu juga anak-anak yang lahir
dari hasil pernikahan tersebut, dikhawatirkan mereka akan mengikuti agama
6
Abdul Jalil, “Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Positif Di Indonesia,” Diklat Teknis 6, no. 2 (2018):
7
Basri, 4 Mazhab Dan Kebijakan.
ayahnya, sebab sebagai kepala keluarga, mestinya posisi sebagai ayah itu lebih
strategis dan mempunyai otoritas bagi anak-anak dibandingkan ibunya.8
MUI memandang bahwa perkawinan beda agama berdampak negative,
tidak dapat mencapai keluarga sakinah sesuai dengan tujuan perkawinan dalam
Islam, karena itu harus dicegah. Untuk mengetahui pendapat ulama bahwa
pernikahan beda agama tidak dapat mencapai tujuan perkawinan, yaitu
membentuk keluarga yang sakinah dapat digunakan 2 teori yaitu teori hukum
Islam dan teori kebahagiaan. Teori hukum Islam adalah merujuk pada empat
produk pemikiran hukum Islam, yaitu fiqih, perundang-undangan di negeri-
negeri muslim, keputusan pengadilan agama, dan fatwa-fatwa ulama. Sedangkan
teori kebahagiaan adalah teori yang menunjukkan rasa abstrak yang tentunya
sulit diukur tapi dapat dirasakan sehingga itu kebahagiaan tentunya memiliki
unsur-unsur dan disebutlah bahwa itulah bahagia.9
a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria
lain;
8
Abdul Jalil, “Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Positif Di Indonesia,” Diklat Teknis 6, no. 2 (2018)
9
Ibid.
10
Ibnu Radwan Siddik Turnip, “Perkawinan Beda Agama: Perspektif Ulama Tafsir,
Fatwa MUI Dan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia,” Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir 6, no. 01 (2021): 107–139.
b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
11
Mardalena Hanifah, “Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Mardalena,” SOUMATERA LAW REVIEW 2, no. 2 (2019).
12
Mardalena Hanifah, “Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Mardalena,” SOUMATERA LAW REVIEW 2, no. 2 (2019).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang
laki-laki muslim dengan perempuan non-Muslimah, begitu pula sebaliknya.
Adapun dasar hukum pernikahan beda agama berdasarkan pada surah Al-
Baqarah ayat 221 dan surah al-Maidah ayat 5. Terdapat pula pendapat para ulama
yang dibedakan hukumnya pada tiga katagori: pernikahan antara seorang pria
muslim dengan wanita musyrik; pernikahan antara seorang pria muslim dengan
wanita ahlulkitab; dan pernikahan antara seorang wanita muslimah dengan pria
non muslim.
Adapun dasar hukum dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pada pasal
2 ayat (1) disebutkan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Hal yang sama juga
dijelaskan dalam beberapa pasal kitab undang-undang KHI.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, isi-isinya dapat bermanfaat
bagipenulis maupun pembacanya. Dengan mempelajari hukum tentang
perkawinan beda agama untuk mengembangkan wawasan penulis dalam
mendalami hukum yang diberlakukan di Indonesia. Pada saat pembuatan
makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Jalil, “Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Positif Di Indonesia,” Diklat Teknis 6, no. 2 (2018): 49.
Ibnu Radwan Siddik Turnip, “Perkawinan Beda Agama: Perspektif Ulama Tafsir, Fatwa
MUI Dan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia,” Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 6,
no. 01 (2021): 107–139.