Anda di halaman 1dari 25

PEREMPUAN YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata
Kuliah Fiqih di Madrasah/Sekolah II
Dosen Pengampu: Sobirin, S.Pd. M.Pd

Oleh :
Muhammad Fauzi A 12520.0046
Wardah Nurkhalida 12520.005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SABILI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah yang berjudul Perempuan Yang Haram Untuk Dinikahi. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri
tauladan dalam setiap sikap dan tindakan kita sebagai sorang muslim.
Adapaun tujuan dari penulisan dari maklah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqih di Madrasah/Sekolah II. Kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Sobirin, S.Pd, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah. Serta kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta masukan-masukan yang
bermanfaat dalam pembuatan tugas ini.
Kami menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Bandung, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................1
C. Tujuan penulisan.......................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Pengertian mahram....................................................................................2
B. Dasar hukum mahram...............................................................................2
C. Macam-macam mahram menikah.............................................................4
BAB III..................................................................................................................14
PENUTUP..............................................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

ii
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral, para ulama fiqih
mendefinisikan pernikahan itu adalah memiliki sesuatu melalui jalan yang
disyariatkan agama, dengan tujuan untuk melanjutkan keturunan dan
memakmurkan bumi. Dalam Islam, pernikahan adalah sesuatu perkara yang
wajib di laksanakan oleh penganutnya dimana pernikahan inilah yang
mempererat tali silahturahmi pada setiap insan, namun dalam Islam pernikahan
mempunyai aturan dimana laki-laki tidak boleh menikahi wanita-wanita yang
sudah di tetapkan oleh hukum Allah SWT
Pelaksanaan pernikahan yang sesuai dengan ajaran islam terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadist. Dalam Al-Qur’an dan Hadist terdapat ketentuan-
ketentuan yang mengatur masalah pernikahan, salah satu diantaranya mengenai
perempuan yang haram untuk dinikahi. Menurut hukum Islam terdapat
ketentuan-ketentuan bahwa orang tidak boleh mengikat tali pernikahan dengan
perempuan yang haram dinikahi atau disebut dengan istilah mahram karena
akan menimbulkan permasalahan. Maka dari itu dalam penulisan makalah ini
akan terfokus membahas materi perempuan yang haram untuk dinikahi.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian mahram ?
2. Apa dasar hukum mahram perempuan yang haram untuk dinikahi ?
3. Apa saja macam-macam mahram menikah ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian mahram.
2. Untuk mengetahui dasar hukum mahram perempuan yang haram untuk
dinikahi.
3. Untuk mengetahui macam-macam mahram menikah.

1
BAB
PEMBAHASAN
A. Pengertian mahram
Mahram berasal dari kata harama yang artinya tidak boleh atau
terlarang. Dari asal kata ini kemudian terbentuk istilah mahram, yang
pengertiannya perempuan atau laki-laki yang haram untuk dinikahi. Dengan
demikian, maka mahram secara istilah adalah orang yang haram, dilarang
atau dicegah untuk dinikahi.1
Dalam ilmu fiqh, mahram (‫ )مح@@رم‬adalah semua orang yang haram
untuk dinikahi karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam
syariat islam. Sedangkan mahram dimasyarakat lebih dikenal dengan istilah
khusus yaitu haram dinikahi karena masih termasuk keluarga dan dalam
mazhab Syafi’i dengan tambahan tidak membatalkan wudhu bila disentuh.
Mahram menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perempuan
atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan,
sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah. Selain
itu, mahram juga diartikan orang laki-laki yang dianggap dapat melindungi
perempuan yang akan melakukan ibadah haji.2
B. Dasar hukum mahram
Adapun ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum dalam mahram,
yaitu terdapat dalam firman Allah Q.S An-Nisa : 22-23.

‫َلف ۚ إَنۥُه َكا@ َ ح َش‬ ‫ما ءا ؤكُ ’من ٓاء َل‬ ‫و َل نكحو‬
ِ
‫ف‬ ‫ما‬ ’‫َنَكح@ َبا@ م ٱل ِن‬ ‫˚ا‬

‫ن‬
‫ومقْت˝ا@ و ء َس ِبيل‬
@‫َسا‬
‫وخ ٰ ت ا‬ @‫اُ@م َب ُٰنت و خ ٰوتُ@ م م ُت‬ ‫َلْيُكم‬ ‫ح‬
‫ٰلتُ@ُكم ن ْْلَ ِّخ‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ٰهتُ@كُم م و َا‬ ‫’رمت‬
‫و‬
‫َب‬
2
BAB
‫َن م خ م ’من@ ضا و م ٰهت‬ ‫و َب ا ْْلُخ ت م ال ي‬
‫الر@ َعة ُا‬ ‫ض وا ٰوت‬ ‫ت وا ٰهت @ ّ ِّت َار‬ ‫ٰن‬
‫ك‬
‫َّن ف‬ ‫خل@ْ ُت@ ْم‬ ‫رك ’من ِٕ الّٰ ِّت ي‬
ُ ‫َب ۤا ُم ي حج‬ ‫ِّن‬
‫ِّان@ م‬ ‫الّٰ ِّت ِّفي ْو م ِّن’ ى‬
‫ِّبه‬ ‫َس ۤا ِٕى‬
‫ٕىبُ م‬
‫ۤا‬
‫ور‬

1
Qomarudin Sholeh. (2002). Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah. Bandung : CV Diponegoro. Hal.
146
2
Tri, Kurnia Nurhayati. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta : Eksa Media Press.
Hal. 444

3
4
4

‫صل‬ َ ‫ال ْ ن‬ ‫خل@ْتُ@ ْم ن ج ح م وح َۤل ۤ ا‬ ‫َت ك ُ ْ و ن‬


‫ِّبُكْۙ ْم‬ ‫ي من‬ ‫ِٕىل‬ ‫ِّبه َل نَا@ َعَل ْي‬ ‫ْوا‬
َ‫ٕى ْبن‬
‫ذ‬
‫غف ر ما ۔‬
َ @‫ان‬ َّٰ‫ل‬ ۗ‫َ ف‬ ‫جم ْ ا ُْْل خ ن اِّ َّْل‬ َ
‫وان‬
‫ْور@ا ح@ي‬ ‫ال‬ @‫س اِّن‬ ‫ما‬ ‫ُع ْوا ي ن َت‬
َ‫ل‬ ‫ْي‬
َ
‫ب‬
Artinya :
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan
itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”
(Q.S. An- Nisa : 22)
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu
yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu,
saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-
anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
(menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa : 23)
Beberapa ayat di atas menerangkan tentang wanita-wanita yang haram
dinikahi, diantaranya yaitu istri bekas ayah, ibu, anak perempuannya, saudara
perepuan, bibi baik dari pihak ayah maupun ibu, keponakan dari saudara laki-
laki maupun perempuan, ibu yang menyusui, saudara susuan, ibu mertua,
anak tiri, memadu diantara dua saudara, dan wanita-wanita yang masih terkait
hubungan suami istri dengan orang lain.
C. Macam-macam mahram menikah
Mahram nikah yaitu larangan untuk menikah. Bentuk kemahraman ini
5
adalah semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tetapi tidak membuat
seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama. Menurut
6

pendapat para ulama’ mahram nikah dibagi menjadi dua, yaitu mahram
muabbad dan mahram ghair muabbad.
1. Mahram muabbad
Mahram muabad adalah mahram yang berlaku selamanya dalam arti
sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun laki-laki dan perempuan itu
tidak boleh melakukan pernikahan3 Keharaman yang menghalangi seorang
laki-laki menikahi seorang perempuan selamanya karena tidak bisa hilang atau
dihilangkan, ia akan terus melekat pada diri masing-masing, baik laki-laki
maupun perempuan.4
a) Hubungan keturunan atau nasab.
Dalam memilih pasangan hidup berkeluarga, Nabi Muhammad
SAW telah menentukan beberapa kriteria seseorang untuk dapat dinikahi,
diantaranya tidak ada pertalian darah, sudah dewasa, berakal,
berkemampuan material maupun immaterial.5 Hal ini mempertegas bahwa
adanya larangan atau kemahraman menikah dengan perempuan atau laki-
laki yang mempunyai hubungan nasab. Perempuan yang haram untuk
dinikahi karena adanya hubungan keturunan atau nasab, diantaranya yaitu

:6
1) Ibu
2) Anak perempuan
3) Saudara perempuan
4) Bibi (dari ayah)
5) Bibi (dari ibu)
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki
7) Anak perempuan dari saudara perempuan
Ketentuan perempuan yang haram dinikahi karena faktor nasab,
semua kerabat seorang laki-laki yang mempunyai hubungan nasab,
haram

3
Ahmad Sarwat. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta : Rumah fiqih publishing. Hal. 10
4
Rusdaya Basri. (2019). Fiqh Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah . Sulawesi : Cv.
Kaaffah Learning Center Hal. 110
5
Tihami. (2014). Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap . Jakarta : Rajawali Pers. Hal. 64
6
Muhammad Utsman Al-Khasyt. Fikih Wanita Empat Madzhab. Mesir : Daar Al-Kitaab Al-Arabi.
Hal. 236
7

baginya untuk menikahinya, kecuali sepupunya (baik anak perempuan


paman atau bibi dari jalur ayah atau ibu).
Namun menurut Imam Syafi’i terdapat pengecualian keharaman
menikahi anak perempuan karena adanya hubungan zina. Dalam
pendapatnya menyebutkan bahwa anak perempuan yang dihasilkan dari
perzinaan boleh dinikahi karena nasabnya tidak jelas, dan anaknya tidak
dapat dinasabkan terhadap dirinya secara syara’.
b) Hubungan tali pernikahan
Perempuan yang haram dinikahi karena hubungan tali pernikahan,
diantaranya yaitu :
1) Ibu dari istri (mertua perempuan). tidak dipersyaratkan pengharaman
ini suami harus bercampur lebih dahulu. Meskipun hanya sekedar
akad nikah dengan putrinya, maka sang ibu menjadi haram atas
menantu tersebut.
2) Anak perempuan dari istri (anak tiri) dengan ketentuan istri telah
digauli.
3) Istri dari anak laki-laki (menantu perempuan).
4) Istri dari ayah (ibu tiri).
c) Hubungan persusuan
Dikatakan bahwa haram menikahi perempuan yang memiliki
hubungan sesusuan artinya perempuan yang menyusuinya, dan orang-
orang yang pernah menyusu kepada perempuan tersebut. Air susu
perempuan itu menjadi darah daging dan pertumbuhan bagi si anak
sehingga perempuan yang menyusukan itu telah seperti ibunya dan suami
perempuan itu sudah seperti ayahnya. Demikian pula anak anak yang
dilahirkan oleh ibu itu seperti saudara dari anak yang menyusu kepada ibu
tersebut, selanjutnya hubungan susuan sudah seperti hubungan nasab.
Menurut riwayat Abu Dawud, An-Nisa‟I dan Ibnu Majah dari
Aisyah, keharaman karena sesusuan ini terdapat dalam hadist yang
artinya: “Dari Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW Telah
bersabda : ”Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang
diharamkan karena
8

ada hubungan nasab”. (HR Bukhari dan Muslim, Abu Dauwud, Nasa‟I,
dan Ibnu Majah)
Maka perempuan yang haram dinikahi karena hubungan susuan,
diantaranya yaitu :7
1) Perempuan yang menyusui
Perempuan yang secara langsung menyusui bayi orang lain secara
otomatis menjadi mahram terhadap bayi tersebut. Jumlah perempuan yang
menyusui tidak harus satu orang saja, tetapi mungkin ada beberapa orang.
Contohnya adalah Rasulullah SAW, beliau pernah disusui oleh setidaknya
dua perempuan, yaitu Tsuwaibah Al-Aslamiyah budak Abu Lahab dan
juga Halimah As-Sa'diyah.
2) Anak perempuan dari perempuan yang menyusui
Bila perempuan yang menyusui itu punya anak perempuan, maka
anak perempuan itu otomatis menjadi saudari sesusuan dengan bayi itu,
sehingga hubungan mereka menjadi mahram selamalamanya. Dalam hal
ini, Rasulullah SAW punya saudari perempuan sesusuan, yaitu puteri dari
Halimah As-Sa'diyah, yang bernama Syaima'.
3) Saudari perempuan dari perempuan yang menyusui
Apabila perempuan yang menyusui bayi itu punya saudari
perempuan, baik sebagai kakak ataupun adik, maka dia pun ikut jadi
mahram juga.
4) Ibu dari perempuan yang menyusui
Meski tidak menyusui langsung bayi itu, tetapi ibu dari perempuan
yang menyusui juga berstatus mahram kepada bayi itu.
5) Ibu dari suami perempuan yang menyusui
Kemahraman karena adanya hubungan persusuan ini juga menjalar
kepada kerabat suami dari perempuan yang menyusui, yaitu ibunya suami
serta saudarinya.
6) Saudari dari suami perempuan yang menyusui

7
Ahmad Sarwat. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta : Rumah fiqih publishing. Hal. 22-
24
9

Demikian juga dengan saudari perempuan dari suami yang istrinya


menyusui bayi itu, ikut juga menjadi mahram atas si bayi.
7) Bayi perempuan yang menyusu pada perempuan yang sama
Bila ada dua bayi disusui oleh satu orang perempuan yang sama,
maka kedua bayi itu menjadi saudara sesusuan. Bila bayi pertama laki-laki
dan bayi kedua perempuan, maka hubungan keduanya menjadi mahram,
alias haram terjadi pernikahan untuk selama-lamanya.
Namun hubungan saudara sesusuan ini hanya berdampak dalam
masalah kemahraman saja, dan tidak menimbulkan pengaruh apapun
terhadap masalah waris. Maksudnya, saudara sesusuan bukan termasuk
ahli waris, sehingga tidak akan terjadi hubungan saling mewarisi antara
bayi tersebut dengan orang-orang yang sudah disebutkan di atas.
Beberapa syarat kemahraman menikah karena hubungan
persusuan, diantaranya yaitu :
1) Sampainya air susu ke dalam perut
Yang menjadi ukuran sebenarnya bukan bayi menghisap puting,
melainkan bayi meminum air susu. Sehingga bila disusui namun tidak
keluar air susunya, tidak termasuk ke dalam kategori penyusuan yang
menimbulkan kemahraman. Sebaliknya, meski tidak melakukan
penghisapan lewat putting susu, namun air susu ibu dimasukkan ke dalam
botol dan dihisap oleh bayi atau diminumkan sehingga air susu ibu itu
masuk ke dalam perut bayi, maka hal itu sudah termasuk penyusuan.8
2) Jumlah penyusuan
Para ulama sepakat bahwa bila seorang bayi menyusu pada
perempuan yang sama sebanyak 5 kali, meski tidak berturut-turut, maka
penyusuan itu telah menimbulkan akibat kemahraman. Kalau baru sekali
atau dua kali penyusuan saja, tentu belum mengakibatkan kemahraman.
Ketentuan ini didasari oleh hadits yang diriwayatkan 1 Raudhatut-
thalibin, jilid 9 hal. 68 Halaman 20 dari 32 muka | daftar isi ibunda
mukminin Aisyah radhiyallahuanha :

8
Ahmad Sarwat. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta : Rumah fiqih publishing. Hal. 19
1

“Dahulu ada ayat yang diturunkan dengan lafadz : Sepuluh kali


penyusuan telah mengharamkan. Kemudian ayat itu dihapus dan diganti
dengan 5 kali penyusuan. Dan Rasulullah SAW wafat dalam keadaan para
perempuan menyusui seperti itu.” (HR. Muslim)
Namun ada pendapat dari mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah
bahwa satu kali penyusuan yang sempurna telah mengakibatkan
kemahraman. Mereka mendasarinya dengan kemutlakan dalil yang
sifatnya umum, dimana tidak disebutkan keharusan untuk melakukannya
minimal 5 kali, yaitu ayat dalam Q.S.An-Nisa : 23 :

‫ض َنُكم‬ ‫ال ي‬ ‫وا م‬


‫ّ ِّت اَر‬ ‫ٰه‬
‫ت‬
“Dan ibu-ibu yang telah menyusui dirimu” (QS. An-Nisa : 23)
Hitungan satu kali penyusuan bukanlah berapa kali bayi mengisap
atau menyedot air susu, namun yang dijadikan hitungan untuk satu kali
penyusuan adalah bayi menyusu hingga kenyang. Biasanya kenyangnya
bayi ditandai dengan tidur pulas. Ada pun bila bayi melepas puting
sebentar lalu menghisapnya lagi, tidak dianggap dua kali penyusuan,
9
tetapi dihitung satu kali saja. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW :

‫الرضا@ع@ة من@ المجا@ع@ة‬


“Penyusuan itu karena lapar” (HR. Bukhari dan Muslim)
3) Usia penyusuan
Hanya bayi yang belum berusia dua tahun saja yang menimbulkan
kemahraman. Sedangkan bila bayi yang menyusu itu sudah lewat usia dua
tahun, maka tidak menimbulkan kemahraman. Dalilnya adalah firman
Allah SWT :

‫ن يُ ِت‬ ‫ح ْول املَ ْين@ ِل أَرا‬ ُ‫َلَ أَ ْو ه‬ ‫ُير@ ض‬


@‫من‬ @‫ْين‬ ‫ن‬ ‫ْع‬
@‫ن‬
9
Ahmad Sarwat. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta : Rumah fiqih publishing. Hal. 19-
20
1
‫وٱلْ َٰ َو ِل ََٰ@دت‬
‫ٱل ر@ضا@ ة‬
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”

9
Ahmad Sarwat. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta : Rumah fiqih publishing. Hal. 19-
20
1

(QS. Al-Baqarah : 233)


Dan juga berdasarkan hadits Nabi SAW :

@‫ل رضا@ع إل ما@ كا@ن@ في الح@ولين‬


“Tidak ada penyusuan (yang mengakibatkan kemahraman) kecuali di
bawah usia dua tahun”. (HR. Ad-Daruquthny)
Menurut Abu Hanifah dan Syafi’i jika seorang anak disapih
sebelum berusia dua tahun dan ia masih memerlukan air susu ibu sebagai
makananya lalu disusui lagi oleh perempuan lain maka persusuan yang
kedua mengharamkan pernikahan. Menurut Imam Malik, persusuan yang
dilakukan setelah seorang berumur lebih dari dua tahun maka hal ini tidak
menyebabkan pengharaman. Sama halnya, menurut jumhur, menyusi
anak anak yang sudah besar atau dewasa tidak mengharamkan
pernikahan. Sedangkan ulama salaf dan kontemporer hal ini
mengharamkan pernikahan
4) Air susu ibu yang tercampur sesuatu.
Ulama madzhab Hanafi, Muzni, Abu Tsaur dan ulama mahzab
Maliki, Ibnu Qasim berpendapat bahwa air susu yang bercampur dengan
makanan lain, minuman, obat dan lainnya tidak menyebabkan haramnya
pernikahan. Sementara Syafi’I, Ibnu Habib, Mutharif dan ulama mazhab
Maliki Ibnu Majisyun mengharamkan dengan alasan baik dipisahkan
maupun dicampur tetaplah air susu. Maka dapat dikatakan hubungan
susuan tetap terjadi meski susu tidak murni selama tidak menghilangkan
sifat dan bentuk air susu tersebut. Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa
penyebab perbedaan pendapat ini adalah esensi susu apakah ketika
bercampur sesuatu masih dapat dikatakan susu atau tidak.10
5) Kesaksian dalam persusuan.
Jumhur ulama berpendapat kesaksian seorang perempuan yang
menyusui saja tidak cukup sebagai bukti karena itu merupakan kesaksian
atas apa yang dilakukannya. Hal ini didasarkan pada sikap Umar bin
Khatab yang melarang pemisahan suami istri yang didasarkan pada

10
Alfi Nabila dan Mutia Anis Asliyah. (2017). Wanita Yang Haram di Nikahi. Jakarta : STIS Al
Mana. Hal. 7
1
kesaksian seorang perempuan saja tetapi membolehkan pemisahan jika

10
Alfi Nabila dan Mutia Anis Asliyah. (2017). Wanita Yang Haram di Nikahi. Jakarta : STIS Al
Mana. Hal. 7
1

pasangan itu memilih untuk berhati-hati. Ulama Madzhab Hanafi


berpendapat bahwa kesaksian tentang persusuan harus menghadirkan saksi
dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.
Menurut Imam Syafi’i kesaksian dapat diterima jika dari empat orang
perempuan karen itu setara dengan kesaksian seorang laki-laki. Menurut
Imam Malik kesaksian dua orang perempuan sudah dapat menjadi bukti
yang cukup dengan syarat berita tentang persusuan tersebut sudah
tersebar. Ibnu rusyd berpendapat bahwa hadits tentang Uqbah bin Harits
merupakan suatu anjuran bukan perintah.11
2. Mahram ghair muabbad
Mahram ghair muabbad adalah mahram yang haram dinikahi dalam
jangka waktu tertentu (sementara) disebabkan adanya beberapa sebab.
Apabila sebab itu sudah tiada maka pelarangan tersebut pun juga terhapus.12
Jadi dapat dikatakan bahwa mahram ghoiru mu’abbadah adalah keharaman
menikahi perempuan untuk sementara waktu saja, namun bila terjadi sesuatu
seperti perceraian, kematian, habisnya masa iddah ataupun pindah agama,
maka perempuan itu boleh dinikahi. Diantaranya yaitu :
1) Perempuan yang ditalak tiga, sampai ia menikah dengan laki-laki lain dan
telah melakukan hubungan suami isteri dengan suami barunya serta
selesai
menjalankan masa ‘iddah-nya. Berdasarkan Q.S. Al-Baqarah : 230.13

‫ِإن‬ ‫ُد حَتى َتن كح@ ْ جا ر‬ ‫حل َل ۥ‬ ‫لَق ها‬ ‫َف ِإن‬
‫غ ْي ۥ‬
َ ‫و‬ ‫من‬ ‫ل‬

‫ز‬
‫و َد ِّلل‬ ‫ُي‬ ‫َنا@ أَن‬
‫جا‬ ‫ل م أ َ ن َت‬ @‫جنَا‬ ‫طل ََقها@ فَل‬
َ
‫ٱح‬ @‫ِقي ما‬ ‫ِإن‬ ‫را‬ ٓ‫ح@ ْيه ا‬
@‫’نُه ا@ ِ ق ْو لَ @مون‬ ‫ِّلل‬
‫„م‬ ‫َب ي‬
13
Iffah Muzzamil. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tanggerang : Tira
Smart. Hal. 56
1
‫حُدوُد ٱ‬ ‫و‬ ‫ِت لْك‬
Artinya :
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami
yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka
tidak

11
Alfi Nabila dan Mutia Anis Asliyah. 2017. Wanita Yang Haram di Nikahi. STIS Al Mana. Ha l. 8
12
Rusdaya Basri. (2019). Fiqh Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah. Sulawesi : Cv.
Kaaffah Learning Center. Hal. 21

13
Iffah Muzzamil. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tanggerang : Tira
Smart. Hal. 56
1

ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin
kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum
yang (mau) mengetahui”
2) Perempuan yang masih menjadi isteri orang lain tidak boleh dinikahi,
kecuali setelah cerai atau meninggal suaminya dan telah selesai masa
iddahnya. Sesuai yang terdapat dalam Q.S. Al-Nisa :24 dan Al-Baqarah :
23514

‫ت أَ ْيَٰ َمنُ م‬ ‫وٱل ْمح@ ٰ من@ ٱل ِن’ ِإ ما‬


‫َسآ@ ت َل مل‬
‫ء‬ ‫ن‬

‫ص‬
Artinya : “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami” (QS. An-Nisa : 24)

‫جل َُه‬ ‫َدةَ ٱل حت ْ بلُ غ ك‬ ْ‫و َل َت زمو ُعق‬


‫ٱل َٰت َب‬ ‫َكا@ح@ ى‬ ’‫ِن‬ ‫˚ا‬
Artinya : “Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad
nikah, sebelum habis 'iddahnya”(QS. Al-Baqarah : 235)
3) Menghimpun dua orang bersaudara atau yang memiliki hubungan mahram,
seperti bibi dengan keponakan. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S.
Al- Nisa : 23 dan hadis Nabi. 15

‫ْ َلف‬ ِّ‫جم@ ن ا ْ ن ا‬ ‫وا ن‬


‫د‬ ‫ْوا َبي ْل ي‬ ‫َت‬
‫م‬ ‫خ ّْل‬
‫ا‬ ‫َت‬
Artinya :”Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau”
(QS. An-Nisa : 23)
14
Iffah Muzzamil. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tanggerang : Tira
Smart. Hal. 57
15
ibid
1
@‫نه التي أن ت نكح@ المر@أة على عمته ا‬: ‫ع@ن@ أبي هرير@ قا@ل‬
‫أو‬ ‫ى‬ ‫ة‬
‫رواه الج@ما@ع@ة‬. @‫خا@ليها‬
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah melarang seorang wanita
dinikahi bersama dengan bibinya (dari pihak ayah atau ibu)”.

14
Iffah Muzzamil. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tanggerang : Tira
Smart. Hal. 57
15
ibid
1

4) Menikah dalam kesempatan dengan melakukan ibadah ihram. Hal ini


berdasarkan Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dan Utsman bin Affan.16

‫ل ينكح المحرم ول ينكح ول يخطب )رواه مسلم عن عثمان‬


Artinya : ”Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh
menikahkan dan tidak boleh pula meminang”
5) Menikahi perempuan non muslim atau musyrik kecuali setelah masuk
islam atau pindah memeluk agama yahudi atau nasrani. Sesuai firman
Allah Q.S. Al-Baqarah : 221. 17

‫خ ’ مشر ة‬ ‫مؤ‬ ‫ؤم َََل‬ ‫ش ر حت‬ ‫و َل تَنك ˚ا ٱلْم‬


‫ْير م‬ ‫من‬ ‫ن م‬ ‫َكت ى‬ ‫ح‬
@‫ن‬ ‫و‬ ‫و‬
‫وَل ْو أَع ج َبت ْك ُم‬
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (QS. Al-Baqarah : 221)
6) Bepoligami lebih dari empat. Seorang laki-laki yang telah beristri empat,
haram baginya menikahi wanita yang kelima.18

17
Iffah Muzzamil. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tanggerang : Tira
Smart. Hal. 57
18
Atmo Prawiro. (2020). Fikih MA Kelas XI. Jakarta : Kementrian Agama RI. Hal. 104
1

16
Tihami. (2014). Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap . Jakarta : Rajawali Pers. Hal. 74

17
Iffah Muzzamil. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tanggerang : Tira
Smart. Hal. 57
18
Atmo Prawiro. (2020). Fikih MA Kelas XI. Jakarta : Kementrian Agama RI. Hal. 104
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Mahram adalah perempuan atau laki-laki yang haram untuk dinikahi.


Dalam ilmu fiqh, mahram (‫ )مح@@رم‬adalah semua orang yang haram untuk
dinikahi karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syariat
islam. Dengan demikian, maka mahram secara istilah adalah orang yang haram,
dilarang atau dicegah untuk dinikahi.
Dasar hukum tentang perempuan yang haram di nikahi terdapat dalam
firman Allah QS. An-Nisa : 22-23. Berdasarkan surat An-Nisa : 22-23
perempuan yang haram dinikahi, diantaranya yaitu istri bekas ayah, ibu, anak
perempuannya, saudara perepuan, bibi baik dari pihak ayah maupun ibu,
keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan, ibu yang menyusui,
saudara susuan, ibu mertua, anak tiri, memadu diantara dua saudara, dan
wanita-wanita yang masih terkait hubungan suami istri dengan orang lain.
Mahram menikah terbagi menjadi dua yaitu mahram muabbad dan
mahram ghair muabbad. Mahram muabbad adalah mahram yang berlaku
selamanya dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun laki-laki
dan perempuan itu tidak boleh melakukan pernikahan karena adanya hubungan
nasab, hubungan tali pernikahan dan hubungan persusuan. Sedangkan mahram
ghair muabbad adalah keharaman menikahi perempuan untuk sementara waktu
saja, namun bila terjadi sesuatu seperti perceraian, kematian, habisnya masa
iddah ataupun pindah agama, maka perempuan itu boleh dinikahi

1
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khasyt. Muhammad Utsman Fikih Wanita Empat Madzhab. Mesir : Daar Al-
Kitaab Al-Arabi.
Basri, Rusdaya. 2019. Fiqh Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah.
Sulawesi : Cv. Kaaffah Learning Center
Muzzamil, Iffah. 2019. Fiqh Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam).
Tanggerang : Tira Smart.
Nabila, Alfi dan Asliyah Anis Mutia. 2017. Wanita Yang Haram di Nikahi. Jakarta
: STIS Al Manar.
Prawiro, Atmo. 2020. Fikih MA Kelas XI. Jakarta : Kementrian Agama RI
Sarwat, Ahmad. 2018. Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta : Rumah fiqih
publishing.
Sholeh, Qomarudin. 2002. Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah. Bandung : CV
Diponegoro.
Tihami. 2014. Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta : Rajawali
Pers.
Nurhayati, Kurnia Tri. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta :
Eksa Media Press.

Anda mungkin juga menyukai