Anda di halaman 1dari 54

PERAN BIMBINGAN KELUARGA DALAM

PENANGANAN KENAKALAN REMAJA AKIBAT


ORANG TUA BROKEN HOME DI DESA BANDUNG
KECAMATAN MAYONG KABUPATEN JEPARA

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
dalam Bidang Bimbingan Konseling Islam (BKI)

Oleh :
Inarotul Wafiroh
NIM : 1740110054

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut George Murdock dalam bukunya Social Structure,
menguraikan bahwa keluarga adalah kelompok sosial yang memiliki
karakteristik tinggal bersama dan terdapat kerjasama ekonomi dan terjadi
reproduksi. Keluarga merupakan lembaga sosial yang memiliki beberapa
fungsi, dalam membina dan mengembangkan interaksi antar anggota
keluarga. Keluarga juga menjadi sarana tempat belajar untuk menyangkut
masalah norma agama, nilai dan adat istiadat yang berlaku dikehidupan
masyarakat. Pengasuhan dapat diartikan sebagai pola perilaku yang
diterapkan orang tua terhadap anak-anaknya. Melalui interaksi langsung
ataupun tidak langsung, baik yang sifatnya memberi dukungan ataupun
sebaliknya.1
Dalam sebuah keluarga terdapat seorang suami atau sebagai ayah
yang menjadi kepala rumah tangga, dan peran istri menjadi seorang ibu yang
akan menjadi anak dari generasi ke generasi pewaris keluarga. Keluarga
harmonis diciptakan adanya hak dan kewajiban keluarga yang harus dipatuhi
oleh anggota keluarga,misalnya ayah adalah kepala rumah tangga yang
memiliki kewajiban mencari nafkah dalam bentuk kebutuhan ekonomi yang
berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan ibu memiliki kewajiban
menyusui anaknya dan mengajarinya hal-hal baik pada usia dini., karena ibu
adalah sekolah agama pertama bagi anak-anaknya. Demikian pula, anak-anak
memiliki kewajiban untuk mematuhi dan menghormati

Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 223:


1
Ulfiah,Psikologi Keluarga Pemahaman Hakikat Keluarga & Penanganan Problematika
Rumah Tangga ,(Bogor : Ghalia Indonesia, 2016),1-2.

1
َّ ‫ت يُْر ِض ْع َن اَْواَل َد ُه َّن َح ْولَنْي ِ َك ِاملَنْي ِ لِ َم ْن اََر َاد اَ ْن يُّتِ َّم‬ ِ
َ‫اعة‬
َ ‫ض‬َ ‫الر‬ ُ ‫۞ َوالْ ٰول ٰد‬
‫ف َن ْفس اِاَّل‬
ُ
ِ ‫ۗ وعلَى الْمولُ و ِد لَ ه ِر ْز ُقه َّن وكِس و ُته َّن بِ الْمعرو‬
َّ‫ف ۗ اَل تُ َكل‬ ْ ُْ َ ُ َ ْ َ ُ ْ َْ َ َ
ٌ
‫ث ِمثْ ُل‬ ِ ‫وس عها ۚ اَل تُض اَّۤر والِ َدةٌ ۢبِولَ ِدها واَل مولُ و ٌد لَّه بِولَ ِده وعلَى الْ وا ِر‬
َ ََ َ ْ َْ َ َ َ َ َ ََ ْ ُ
‫اح َعلَْي ِه َم ا ۗ َواِ ْن‬
َ َ‫اض ِّمْن ُه َم ا َوتَ َش ُاو ٍر فَاَل ُجن‬
ٍ ‫ص ااًل َع ْن َت َر‬ ِ ِ ِ‫ٰذل‬
َ ‫ك ۚ فَا ْن اََر َادا ف‬
َ

‫اح َعلَْي ُك ْم اِ َذا َس لَّ ْمتُ ْم َّمٓا اَٰتْيتُ ْم‬ ِ


َ َ‫اََر ْدمُّتْ اَ ْن تَ ْسَت ْرض عُ ْٓوا اَْواَل َد ُك ْم فَاَل ُجن‬
ِ ‫ف ۗ و َّات ُقوا ال ٰلّه و ْاعلَم ْٓوا اَ َّن ال ٰلّه مِب َا َتعملُو َن ب‬
(٢٣٣) ‫صْيٌر‬ ِ ‫بِالْمعرو‬
َ ْ َْ َ ُ ََ َ ْ ُْ َ
Artinya: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang
tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya.
Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin
menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu
kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran
dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”2

Penjelasan QS. Al-Baqarah : 233 dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan


bahwa ayat ini membahas mengenai keluarga khusunya tentang tugas seorang
suami dan istri dalam masa pertumbuhan anak-anak. Pada ayat 233

2
Al-Qur’an dan Terjemahan (Bandung : CV Jabal Roudhotus Jannah,2010),37.

2
disebutkan bahwa “ibu-ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun
penuh jika ingin menyusui dengan sempurna”. Menuurt Quraish Shihab,
secara umum bukan hanya ibu saja yang berkewajiban untuk bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak-anak, namun pemberian air susu ibu
kepada anak-anak sangat diperlukan selama pertumbuhan karena air susu ibu
memberikan kenyamanan kepada anak-anak. Selain itu didalam ayat 233
disebutkan bahwa “Dan kewajiban Ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut”. Hal ini berarti bahwa Ayah wajib
menangung nafkah istri dan anak-anaknya dengan cara yang baik dan halal
sesuai kemampuannya. Quraish Shibab menjelaskan alasan mengapa suami
atau seorang ayah yang menanggungnya adalah karena hal ini menjadi timbal
balik istri menyusui maka suami yang memenuhi kebutuhan dengan cara
yang baik dan halal serta sesuai dengan kemampuannya.3
Dalam keluarga ada dua tipe yaitu keluarga yang harmonis dan
keluarga yang tidak harmonis, dan ketidak harmonisan atau disfungsi ini
dikenal dengan istilah broken home. Broken Home adalah suatu keadaan
keluarga yang ditandai dengan perceraian orang tua, atau mereka yang
mempunyai orang tua tunggal (single parent).4
Broken home juga dapat diartikan dengan kehancuran hubungan yang
didapatkan didalam rumah tangga, yang diakibatkan dengan perbedaan
pendapat dari oramg tua, yaitu pasangan suami dan istri yang mengakibatkan
berpisah atau bercerai. 5
Orang tua merupakan orang-orang terdekat yang menjadi tempat
dimana anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya, sehingga orang
tua memiliki peranan yang sangat penting dalam proses perkembangan anak
terutama pada usia remaja. Namun pada kenyataannya dalam sebuah
keluarga, orang tua tidak selalu memberikan dukungan yang baik dalam

3
Surat Al-Baqarah ayat 233, Tfsir Al-Qur’an dan Terjemah,Tugas Orang Tua dalam
Mendidik Anak.
4
Sabilla Hasanah et al,Broken Home Pada Remaja Dan Peran Konselor, Jurnal
Penelitian Pendidikan Indonesia, Vol. 2, No.2, (2017),2.
5
Ema Ismi Fatimah, Konseling Islam Dengan Teknik Modeling Untuk Mengurangi
Perilaku Agresif Anak Broken Home Di Desa Sukowati Kecamatan Kapas, Bojonegoro, (2019),52.

3
proses pertumbuhan dan perkembangan seorang remaja. Salah satu kondisi
orang tua yang kurang memberikan pengaruh positif yaitu broken home, baik
secara struktural maupun fungsional. Secara struktural yaitu orang tua yang
tidak utuh dikarenakan salah satunya meninggal ataupun bercerai, sedangkan
secara fungsional yaitu orang tua yang tidak harmonis, percekcokan atau
pertengakaran, kesibukan, dan keadaan bahkan ekonomi orang tua. Kondisi
orang tua yang kurang memberikan dukungan positif terhadap perkembangan
kejiwaan dan belajar remaja. Remaja kurang mendapatkan perhatian, kasih
sayang dan tuntunan pendidikan dari orang tua. Kebutuhan fisik maupun
psikis remaja menjadi tidak terpenuhi sehingga remaja mencari
kompensasinya dengan melakukan perilaku-perilaku kenakalan remaja hanya
untuk memenuhi keinginan dan harapannya akan peran orang tua yang tidak
mereka dapatkan dari keluarganya. 6
Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa
remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak mengalami perubahan
baik jasamni,rohani,dan pola pikir. Pada masa ini para remaja banyak
mengalami gejolak emosi. Masalah remaja umumnya disebabkan adanya
konflik peran sosial. Disatu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang
dewasa., dilain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua.
Gejolak emosi tersebut menyebabkan kondisi psikisnya belum stabil,dengan
adanya kondisi yang belum stabil ini pula yang menyebabkan para remaja
sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. 7
Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan perubahan
serta rentang munculnya masalah terutama yang berkaitan dengan perasaan
atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja dihadapkan pada berbagai
pertanyaan menyangkut keberadaan dirinya, masa depannya, peran-peran
sosialnya dalam keluarga dan masyarakat serta berkehidupan beragama. Ada
tiga lingkungan perkembangan yang harus dijalani oleh remaja yaitu,

6
Ayu P. Lupita, Kenakalan Remaja Akibat Broken Home Di Desa Kedungwaringin
Patikraja Kabupaten Banyumas, IAIN Purwokerto,2019,4.
7
Ulfatun Azizah, “Bimbingan Konseling Islam Untuk Mengatasi Kenakalan Remaja,IO
(Ilmu-Qur’an : Jurnal Pendidikan Islam 1.no. 01(2018),100.

4
lingkungan keluarga,lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Dan
yang paling berperan adalah lingkungan keluarga karena kehidupan individu
sejak awal berada dalam keluarga. Dan keluargalah yang memenuhi segala
kebutuhan remaja baik kebutuhan fisik maupun psikologis.8
Kenakalan remaja merupakan salah satu perilaku menyimpang yang
perlu adanya perhatian khusus, bimbingan serta pemahaman yang baik dan
penanganan yang tepat terhadap proses penyelesaiannya karena merupakan
faktor penting bagi keberhasilan remaja dikehidupan selanjutnya, mengingat
masa transisi remaja merupakan masa yang paling menentukan. 9 Menurut
sarwono kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang atau melanggar
hukum.10
Sedangkan menurut sudarsono kenakalan remaja adalah perbuatan
yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial,
anti susila, serta menyalahi norma-norma agama. Kenakalan remaja yang
biasanya dilakukan oleh para remaja-remaja yang masih berada dibangku
sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah yang paling
sering dilakukan yaitu merokok dijam istirahat sekolah atau pada jam kosong
pelajaran, kenakalan remaja ini biasanya diselingi dengan membolos sekolah
dan mereka hanya nongkrong di warung-warung yang jaraknya sedikit agak
jauh dari sekolah. Selain merokok dan membolos, terkadang para remaja
yang memiliki masalah kenakalan ini juga melakukan kegiatan keluar hingga
larut malam atau remaja-remaja zaman sekarang ini sering menyebutnya
dengan nongkrong atau ngopi dan biasanya para remaja juga minum-
minuman keras dan bermain kartu remish hingga bahkan berjudi dan
mengonsumsi obat-obatan terlarang.11
Berdasarkan observasi peneliti yang dilakukan dengan saudari Safika
selaku konselor yang melaksanakan bimbingan keluarga kepada Diva dan
orang tuanya menunjukkan adanya permasalahan yang terjadi pada Diva.
8
Juli Andriyani, Peran Lingkungan Keluarga Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja “,
Jurnal At – Taujih Bimbingan Dan Konseling Islam, Vol.03, No.01,(2020),86.
9
Juni Andriyani, Peran Lingkungan Keluarga Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja, 86.
10
Sarwito W. Sarwono, Psikologi Remaja ,(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2004),202.
11
Sudarsono, Kenakalan Remaja,(Jakarta : Rineka Cipta,2004),11.

5
Saudari safika adalah sepupu dari Diva yang merupakan saudara dari pihak
keluarga ayah Diva. Ia yang akan memberikan pendampingan kepada Diva
mengenai masalah yang sedang dihadapinya dan orang tuanya menggunakan
bimbingan keluarga. Diva adalah seorang remaja putri kelas 8 yang
menempuh pendidikan disalah satu sekolah menengah pertama di desa
Bandung. Ia tinggal di desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.
Diva merupakan salah satu remaja putri yang memiliki masalah keluarga
yaitu orang tuanya mengalami broken home. Faktor yang menyebabkan orang
tua Diva berpisah adalah faktor ekonomi. Perpisahan yang dilakukan kedua
orang tuanya mengakibatkan trauma dan kekecewaan terhadap orang tuanya
karena membiarkan Diva hidup hanya berdua dengan neneknya. Tidak
adanya perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya menyebabkan ia
memilih lingkungan pergaulan yang salah. Diva tumbuh menjadi remaja yang
emosional, sering bolos sekolah, jarang mengerjakan sholat lima waktu, dan
bahkan sering keluar hingga larut malam dengan laki-laki. Nenek Diva tentu
saja merasa khawatir dengan perilaku cucunya tersebut. 12
Berdasarkan pada pengertian dan permasalahan yang ada tersebut,
jelas bahwa perilaku kenakalan remaja sangat merugikan tidak hanya bagi
remaja itu sendiri tetapi juga lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu dalam
menangani kenakalan remaja perlu adanya sebuah bimbingan dalam keluarga.
Bimbingan keluarga yaitu upaya pemberian bantuan kepada individu sebagai
pemimpin atau anggota keluarga agar orang tua mampu menciptakan
keluarga yang utuh dan juga harmonis, dan memberdayakan diri secara
produktif, dan juga dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma
keluarga, serta orang tua berperan atau berpatisipasi aktif dalam mencapai
kehidupan keluarga yang bahagia.13
Menurut Golden and Sheerwood, bimbingan keluarga adalah usaha
yang diberikan kepada konseli berupa bantuan usaha untuk memecahkan
masalah pribadinya dengan menggunakan metode yang dirancang dan
12
Safika, wawancara oleh penulis, 15 Juni 2021, wawancara 1 transkip.
13
Henni Syfriana Nasution & Adillah, Bimbingan Konseling “ Konsep Teori dan
Aplikasinya”,(Medan : LPPI, 2019),70.

6
difokuskan pada masalah-masalah konseli. Sedangkan bimbingan keluarga
menurut Crane adalah menjadikan orang tua konseli sebagai fokus objek
dalam proses pelatihan menetapkan sistem dalam keluarga. Hal ini bukan
berarti mengubah karakter atau kepribadian anggota keluarga melainkan
menjadikan orang tua sebagai pengendali sistem keluarga untuk menentukan
arah perilaku anggota tersebut. Bimbingan keluarga merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, maksudnya yaitu jika terdapat salah satu anggota
keluarga yang memiliki masalah maka akan dianggap sebagai akibat dari
sakitnya keluarga., sebab emosi salah satu keluarga akan mempengaruhi
seluruh anggota keluarga yang lainnya. Menurut Hasnida dalam buku yang
ditulis oleh Dra. Faizah Nor Laely, M. Si yang berjudul bimbingan keluarga
dan Remaja menyebutkan bahwa bimbingan keluarga adalah upaya
membantu keluarga untuk mendapatkan keseimbangan homeostaatis agar
anggota keluarga mendapatkan rasa nyaman dengan cara proses interaktif.14
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa arti bimbingan keluarga adalah
pemberian bantuan yang diberikan kepada orang tua untuk menciptakan
keluarga yang utuh dan harmonis,dan meningkatkan kesadaran dan tanggung
jawab orang tua serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dan dapat
memberdayakan diri secara produktif, sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan norma-norma yang ada dalam keluarga, agar dapat berperan aktif
dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.
Sehubungan dengan adanya permasalahan yang dialami oleh Diva dan
kedua orang tuanya, peneliti mencoba untuk meneliti bagaimana saudari
safika memberikan bimbingan kepada Diva agar menjadi orang yang baik,
serta tindakan apa yang digunakan oleh saudari safika untuk memberikan
bimbingan kepada Diva. Selain itu juga peneliti ingin mengetahui apa saja
faktor-faktor penyebab broken home yang dialami oleh orang tua Diva, serta
bagaimana peran orang tua untuk mengatasi masalah yang dialami oleh Diva
agar menjadi remaja putri yang memiliki sifat dan karakter yang menjalani

14
Faizah Nor Laely, Bimbingan Keluarga dan Remaja (Surabaya : Sunan Ampel
Press.2017),35.

7
kehidupan dengan penuh hal-hal positif yang berguna untuk dirinya dan juga
orang-orang disekitarnya meskipun keluarga yang dia sayangi tidak utuh lagi.
Atas dasar inilah peneliti melakukan penelitian yang berjudul “ Peran
Bimbingan Keluarga Dalam Penanganan Kenakalan Remaja Akibat Orang
Tua Broken Home Di Desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara”.

B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, dijelaskan secara rinci dan detail wilayah
penelitian dan ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai penelitian sehingga tidak terjadi
pelebaran dalam pembahasan, maka penelitian ini difokuskan pada Peran
Bimbingan Keluarga Dalam Penanganan Kenakalan Remaja Akibat Orang
Tua Broken Home di Desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah digunakan oleh peneliti sebagai acuan
permasalahan yang akan diteliti supaya pembahasan tidak melebar terlalu
jauh. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peran bimbingan keluarga dalam penanganan kenakalan
remaja akibat orang tua broken home di Desa Bandung Kecamatan
Mayong Kabupaten Jepara ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja akibat
orang tua broken home di Desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara ?

D. Tujuan Penelitian
Berangkat dari latar belakang masalah yang dirumuskan dalam
rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peran bimbingan keluarga dalam penanganan
kenakalan remaja akibat orang tua broken home di Desa Bandung
Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.

8
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kenakalan
remaja akibat orang tua broken home di Desa Bandung Kecamatan
Mayong Kabupaten Jepara.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritis
maupun praktis di antaranya yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menambah sebuah
wawasan dan memperluas pemahaman dalam bimbingan keluarga
tentang menghadapi permasalahan remaja yang mengalami orang tua
broken home. Serta dapat menambah koleksi kajian di program studi
bimbingan konseling Islam sekaligus dapat menjadi bahan dasar bagi
peneliti lain untuk penelitian – penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menjadi sebuah sarana untuk menambah pengetahuan dan
wawasan serta pengalaman yang terkait dengan permasalahan pada
penelitian yang peneliti lakukan yaitu “Peran Bimbingan Keluarga
Dalam Penanganan Kenakalan Remaja Akibat Orang Tua Broken
Home di Desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara”.
b. Bagi Remaja
Penelitian ini dapat memberikan bimbingan keluarga
terhadap remaja broken home supaya menjadi remaja yang lebih
baik serta memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi remaja.
c. Bagi Akademis
Sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang
berkaitan dengan proses bimbingan keluarga dan memberikan
pendidikan terhadap konseli.

F. Sistematika Penulisan

9
Sistematika penulisan bertujuan untuk memberikan gambaran dari
masing-masing bagian dalam penyusunan skripsi supaya dapat terarah sesuai
dengan bidang kajian. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagian awal
Bagian ini terdiri dari: halaman judul, nota pengesahan, pernyataan
keaslian skripsi, abstrak, motto, persembahan, pedoman transliterasi Arab-
Latin, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar.
2. Bagian utama
Bagian ini berisi garis besar yang terdiri dari lima bab yang saling
berkaitan, kelima bab tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini peneliti menguraikan mengenai latar belakang, fokus
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini peneliti membahas mengenai peran bimbingan
keluarga, kenakalan remaja dan broken home. Pada bab ini
juga memuat penelitian terdahulu, kerangka berpikir dan
pertanyaan penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini mengemukakan metode penelitian yang terdiri dari
jenis dan pendekatan penelitian, setting penelitian, subjek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, pengujian
keabsahan data, dan teknik analisis data.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Peran
1. Pengertian Peran

10
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran merupakan
beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang
berkedudukan di masyarakat.15 Oleh karena itu, peran itu harus
dilaksanakan dan seseorang dapat dikatakan untuk memainkan perannya
apalagi mempunyai status dalam lingkungan bermasyarakat.16
Peran menurut teori peran (Role Theory),istilah kata “peran”
diambil dari dunia teater. Dalam dunia teater seorang aktor harus bermain
sebagai seorang tokoh tertentu dan posisinya sendiri sebagai tokoh
tersebut dia diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan yang
diharapkan. Begitu pula dalam lingkungan masyarakat bahawa perilaku
yang diharapkan dari tokoh tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
selalu dalam berada kaitan dengan adanya orang-orang lain berhubungan
dengan orang atau aktor tersebut. Sedangkan menurut W.J.S.
Poerwadarminta : peranan berasal dari kata peran, yang memiliki arti
sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama.17
Menurut Soejono Soekamto : peranan adalah suatu konsep perihal
apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat, peranan juga meliputi norma-norma yang dikembangkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam
arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.18

2. Jenis-Jenis Peran
Sutarmadi dan Al-Tirmidzi membagi beberapa jenis-jenis peran
menjadi empat jenis peranan, yaitu :

15
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai
Pustaka, 1998),856.
16
Nurul Hidayat, Metodologi Penelitian Dakwah (Jakarta : Lemabaga Penelitian UIN Press,
2006),91.
17
WJS Poerwadarminto,Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 1984)
18
Soejono Soekamto : Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta : Rajawali Press, 1982),238.

11
a. Role Position yaitu kedudukan sosial yang sekaligus menjadikan
status sosial atau kedudukan dan berhubungan dengan tinggi
rendahnya posisi orang tersebut dalam struktur sosial tertentu.
b. Role Behavior yaitu cara seseorang memainkan perannya.
c. Role Perception yaitu bagaimana seseorang memandang peranan
sosialnya serta bagaimana ia harus bertindak dan berbuat atas dasar
pandangannya tersebut.
d. Role Expectation yaitu peranan seseorang terhadap peranan yang
dimainkannya bagi sebagian besar warga masyarakat.19

3. Manfaat Peran
Peran bisa membimbing seseorang dalam berperilaku, karena
manfaat peran sendiri ialah dibagi menjadi empat manfaat, yaitu :
a. Memberi arah pada proses sosialisasi.
b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, dan
pengetahuan.
c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.
d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat
melestarikan kehidupan masyarakat.20

B. Bimbingan Keluarga
1. Pengertian Bimbingan Keluarga
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari
bahasa inggris yaitu kata “guidance”berasal dari kata kerja “ to
Guidance” yang memiliki arti menunjukkan, membimbing, menuntun,
ataupun membantu, dan sesuai dengan istilahnya, secara umum dapat
diartikan seabagai suatu bantuan atau tuntunan. Dan ada juga yang
mengartikan “guidance” sebagai pertolongan. Dengan kata lain

19
Sutarmadi dan Al-Tirmidzi, Peranan Dalam Pengembangan Hadist dan Fiqih, (Ciputat :
Logos Wacana Ilmu,1998),27.
20
Dwi Narwoko dan Bagong Suyano, Sosiologi :Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta :
Kencana,2007),160.

12
bimbingan juga dapat diartikan sebagai bantuan, tuntunan,atau
pertolongan , akan tetapi tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan
berarti konteksnya bimbingan.21
Menurut Prayitno menyatakan bahwa bimbingan adalah sebuah
proses untuk pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahlinya
terhadap seseorang atau beberapa orang, baik dengan anak-anak, remaja
maupun dewasa, supaya orang yang dibimbingnya bisa mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan hidup mandiri, dan juga bisa
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang sudah ada dan mampu
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.22 Proses
bimbingan juga merupakan upaya sadar yang telah dilakukan oleh orang
– orang yang memiliki kompetensi dibidang bimbingan dan konseling
yang memberikan kepada individu dan komunal dalam rangka
mengembangkan kemampuan individu secara mandiri sehingga individu
dapat memahami dirinya sendiri.
Menurut Winkel dan Hastuti bimbingan dibagi menjadi empat
bagian: yang pertama, usaha untuk melengkapi individu dengan cara
memberi pengetahuan, pengalaman, dengan sebuah informasi tentang
dirinya sendiri. Kedua, memberikan cara atau bantuan kepada individu
untuk memahami dan untuk mempergunakan secara efisien dan efektif
untuk segala kesempatan yang telah dimiliki individu untuk
perekembangan pribadinya. Ketiga, sejenis memberikan pelayanan
kepada individu-individu supaya mereka bisa menentukan pilihan,
ataupun menentukan tujuan yang tepat, dan juga bisa menyusun rencana
yang sangat realitis dan bisa membuat mereka dapat menyesuaikan diri
dengan memuaskan dirnyai didalam lingkungan yang menjadi tempat
tinggal mereka. Selanjutnya yang keempat, proses untuk pemberian
bantuan ataupun pertolongan untuk individu agar bisa memahami diri

21
Henni Syfriana Naution & Adillah, Bimbingan Konseling “konsep, Teori dan
Aplikasinya”,1.
22
Prayitno & Erman Amti , Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling ,(Jakarta : Rinekacipta,
1999),99.

13
sendiri, dan menghubungkan pemahaman terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya, agar bisa memilih, atau menentukan, dan bisa menyusun
rencananya sesuai dengan konsep untuk dirinya dan tuntunan dengan
lingkungannya.23
Sedangkan pengertian “keluarga” dalam kamus besar bahasa
Indonesia disebutkan: sebagai ibu bapak dan anak-anaknya, satuan
kekerabatan yang sangat mendasar dimasyarakat.24 Keluarga adalah
sebuah institusi terkecil didalam masyarakat yang memiliki fungsi
sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman,
tenang, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih diantara
anggota keluarganya. Dalam ikatan kehidupan yang didasarkan karena
terjadinya perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusunan atau
muncul perilaku pengasuhan.
Menurut psikologi keluarga dapat diartikan sebagai dua orang yang
berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, serta
menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan
batin, atupun hungungan perkawinan, yang kemudian melahirkan ikatan
yang sedarah, dan terdapat juga nilai kesepahaman, watak, bahkan
kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat
keragaman. Serta menganut ketentuan norma,adat,nilai yang telah
diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.25
Odgen dan Zevin sebagaimana dikutip oleh Kustiah Sunarty dan
Alimuddin Mahmud mengemukakan pengertian keluarga sebagai
sekelompok orang yang mempunyai hubungan darah atau perkawinan,
hidup umumnya pada tempat yang sama, saling bergantung dalam

23
Irvan Usman, Meiska Puluhulawa, dkk, Teknik Model Simbolis Dalam Layanan
Bimbingan Dan Konseling, s
24
Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua,
(Jakarta : Balai Pustaka,1996),147.
25
Mufidah,Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Edisi Revisi (Malang : UIN-
Maliki Press, 2014), 34.

14
berbagai cara untuk menjaga kelangsungan hidup mereka, dan memiliki
status legal dalam masyarakatnya.26
Kartono juga mengemukakan bahwa keluarga adalah sekelompok
sosial yang paling intim, yang diikat oleh relasi seks, sebuah rasa cinta,
kesetiaan, dan ikatan pernikahan. Dan dimana perempuan berperan
sebagai seorang isteri dan seorang laki-laki bereperan sebagai seorang
suami. Keluarga terdiri dari dua orang atau lebih yang bertempat tinggal
bersama-sama yang memiliki hubungan darah, perkawinan, ataupun
adopsi.27
Bimbingan keluarga adalah pemberian bantuan kepada para
individu sebagai keluarga dengan tujuan untuk mampu menciptakan
keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif,
sehingga dapat menciptakan dan juga menyesuaikan diri dengan norma
keluarga., serta dapat berperan atau berpatisipasi aktif dalam mencapai
kehidupan keluarga yang bahagia. Bimbingan keluarga juga dapat
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab anggota keluarga serta
memberikan pengetahuan dan keterampilan demi terlaksananya usaha
kesejahteraan dalam keluarga.28
Hurlock mengemukakan bahwa bimbingan keluarga adalah salah
satu indikasi bagi anak dalam mengontrol perilakunya didalam
lingkungan bermasyarakat. Orang tua memiliki pengaruh yang sangat
besar dala membentuk perilaku anak. Bimbingan keluarga dapat
mengklasifikasikan tiga bentuk bimbingan yang digunakan orang tua
dalam menanamkan nilai-nilai dan norma pada anak antara lain
otoriter,demokratis,dan permisif.
Sedangkan menurut Baurind, bimbingan keluarga adalah
bimbingan yang diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh

26
Kustiah Sunarty dan Alimuddin Mahmud, Konseling Perkawinan dan Keluarga,
(Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, 2016), 20.
27
Kartono, K, Psikologi Wanita : Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek, (Bandung :
Mandar Maju, 1992),107.
28
Henni Syfriana Naution & Adillah, Bimbingan Konseling “konsep, Teori dan
Aplikasinya”,70.

15
anak baik secara langsung atupun tidak langsung. Orang tua sendiri
memiliki gaya pengasuhan yang berbeda-beda pada anaknya yang
pastinya memiliki tujuan yang baik untuk anaknya, karena peran orang
tua sendiri merupakan peran utama dalam perkembangan perilaku anak
ketika berada didalam lingkungan.29
Dari pengertian menurut tokoh-tokoh bahwa bimbingan keluarga
dapat disimpulkan bahwa bimbingan keluarga adalah pemberian bantuan
yang diberikan kepada keluarga untuk menciptakan keluarga yang utuh
dan harmonis,dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab anggota
keluarga serta memberikan pengetahuan dan keterampilan, serta dapat
memberdayakan diri secara produktif,sehingga dapat menyesuaiakan diri
dengan norma keluarga , agar dapat berperan aktif dalam mencapai
kehidupan keluarga yang bahagia.

2. Tujuan Bimbingan Keluarga


Berikut ini tujuan bimbingan keluarga dibagi menajdi empat , yaitu :
a. Membangun anggota keluarga untuk belajar dan menghargai secara
emosional bahwa dinamika dunia keluarga adalah kait-mengkait
diantara anggota keluarga.
b. Membantu anggota keluarga untuk menyadari tentang fakta, jika satu
anggota ada yang bermasalah maka akan mempengaruhi kepada
presepsi, ekspetasi,dan interaksi,anggota-anggota lainnya.
c. Agar dapat tercapainya keseimbangan yang nantinya akan membantu
pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota.
d. Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari
hubungan parental.30
3. Fungsi Bimbingan Keluarga

29
Dini Herdiyanti, Skripsi Judul : Pengaruh Bimbingan Keluarga Melalui Pola Asuh
Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial Anak,( Bandung :UIN Sunan Gunung Djati,2018)44.
30
Sofyan S. Willis, Bimbingan Keluarga (Family Counseling),( Bandung :
Alfabeta,2015)89.

16
Menurut Berns dalam buku Sri Lestari, terdapat lima fungsi dasar
bimbingan keluarga, yaitu :
a. Reproduksi untuk menjaga populasi yang ada di lingkungan
masyarakat.
b. Sosialisasi atau edukasi untuk sarana penyebaran nilai, kepercayaan,
sikap keahlian, kecekatan, dan teknik dari generasi ke kegenerasi.
c. Penugasan peran sosial seperti hal nya memberi jati diri dalam
lingkungan keluarga.
d. Dukungan ekonomi untuk tempat berteduh, dari segi makanan bahkan
jaminan hidup.
e. Dukungan emosi atau perlindungan interaksi yang terjadi bersifat
mendalam, menjaga dan bertahan hingga memberikan rasa aman dan
tenang.31
4. Peran Bimbingan Keluarga
Bimbingan keluarga berperan untuk memberikan bantuan usaha
yang diberikan kepada konseli guna untuk memecahkan masalah peribadi
yang hadapi oleh konseli yang berupa seperangkat perilaku antar pribadi,
yakni sifat dan kegiatan yang berhubungan dengan peribadi terkait
masalah keluarga dalam posisi dan situasi yang tertentu. Peran pribadi
dalam bimbingan keluarga dapat didasari oleh harapan dan pola perilaku
dalam keluarga, berkelompok ataupun bermasyarakat
Peran bimbingan keluarga juga memiliki tugas untuk memberikan
bantuan yang akan diberikan kepada konseli yang sedang mengalami
masalah keluarga, dalam pemberian bantuan ini dapat meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab anggota keluarga. Peran bimbingan
keluarga juga dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
memiliki tujuan untuk terlaksananya usaha yang membentuk
kesejahteraan keluarga. Kemudian, peran bimbingan keluarga yang dapat
dilakukan oleh orang tua kepada anak dengan melalui cara memeberikan

31
Sri Lestari, Psikologi Keluarga ,( Jakarta : Kencana, 2012),22.

17
pola asuh yang positif setiap harinya yang dapat diterapkan dalam
keluarga.32

C. Kenakalan Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut dengan adolescence
berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh
untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya
memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial
dan fisik. Remaja secara psikologis adalah suatu usia dimana individu
menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana
anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang
lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki
masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif atau biasa
disebut sebagai usia pubertas.33
WHO (World Health Organization) pada tahun 1974 memberikan
definisi yang lebih konseptual bahwa remaja adalah suatu masa di mana
individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksualitas sampai mencapai kematangan seksualitasnya, individu
mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-
kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial
yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.34
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, remaja adalah suatu masa
umur manusia yang paling banyak mengalami perubahan sehingga
membawanya pindah dari masa kanak-kanak menuju kepada masa
dewasa.35 Sebetulnya fase remaja belum mempunyai tempat yang jelas,
artinya mereka sudak tidak termasuk anak-anak tetapi juga belum dapat
diterima secara penuh untuk masuk ke masyarakat dewasa. Remaja
32
Satriah, Bimbingan Konseling Keluarga,(Bandung : Mimbar Pustaka,2017),5.
33
Faizah Noer Laely, Bimbingan Keluarga dan Remaja, (Surabaya:Sunan Ampel
Press,2017)128.
34
Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 9.
35
Zakiah Daradjad, Problema Remaja di Indonesia, (Jakarta, Bulan Bintang, 1974), 34.

18
berada diantara anak dan orang dewasa, oleh karena itu remaja seringkali
dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”.
Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara
maksimal fungsi fisik maupun psikhisnya. Namun yang perlu ditekankan
disini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang
tengah berada pada masa amat potensial baik dilihat pada aspek kognitif,
emosi maupun fisik. 36
Remaja sebagaimana yang dikatakan Musthafa Fahmi adalah sosok
manusia yang belum matang. Hal ini disebabkan remaja berada pada fase
perkembangan antara anak-anak dan dewasa. Oleh sebab itu berdasarkan
keberadaannya tersebutlah remaja dikatakan sebagai tahapan usia yang
belum matang. Selain itu remaja juga disebut sebagai usia untuk
pencarian identitas atau jati diri. Dalam proses pencarian jati diri ini,
remaja selalu mencoba untuk berbagai hal yang cocok pada dirinya. Dan
disamping itu, remaja juga mencoba mencari bentuk dirinya kelak
dikemudian hari. Dengan berlangsungnya proses ini, remaja juga
berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam bentuk
jasmani maupun rohani. Dengan keadaan ini dalam jangka waktu
panjang remaja akan terbentuk sesuai dengan lingkungan yang
membentuknya, dalam kenyataan remaja akan berada dilingkungan yang
baik akan menjadikan remaja menjadi baik, ataupun berada dilingkungan
yang buruk akan menjadikan remaja menjadi buruk.37
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dipahami
bahwa masa remaja adalah suatu masa transisi atau peralihan dari masa
kanak-kanak menuju ke masa dewasa, dengan ditandai individu telah
mengalami perkembangan-perkembangan dan pertumbuhan-
pertumbuhan yang sangat pesat di segala bidang, yang meliputi dari
perubahan fisik yang menunjukkan kematangan organ reproduksi serta
optimalnya fungsional organ-organ lainnya. Selanjutnya perkembangan
36
Faizah Noer Laela, Bimbingan Keluarga dan Remaja, 129.
37
Choiron, Psikologi Remaja Membangun Karakter Interprenersif Menuju Hidup Mandiri,
(yogjakarta : Idea Press Yogjakarta , 2011), 14.

19
kognitif yang menunjukkan cara gaya berfikir remaja, serta pertumbuhan
sosial emosional remaja, dan seluruh perkembangan-perkembangan
lainnya yang dialami sebagai masa persiapan untuk memasuki masa
dewasa.

2. Pengertian Kenakalan Remaja


Istilah baku tentang kenakalan remaja dalam konsep psikologi
adalah juvenile delinquency. Secara etimologis dapat dijabarkan bahwa
juvenile berarti anak, sedangkan delinquency berarti kejahatan. Dengan
demikian, pengetian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika
menyangkut subyek pelaku, maka juvenile delinquency menjadi berarti
anak penjahat atau anak jahat.38
Menurut Y. Bambang Mulyono, kejahatan tidak bisa disamakan
dengan begitu saja dengan arti kejahatan yang dilakukan oleh orang
dewasa, karena kita harus membedakan sifat dan bentuk perbuatan
seorang anak remaja dengan seorang dewasa. Dengan pertimbangan
psikologis dan paedagogis kenakalan remaja tidak diartikan sebagai anak
yang jahat melainkan dikatakan sebagai anak yang nakal, dikarenakan
secara psikologis kenakalan remaja berdampak negative bagi anak
remaja yang melakukan kejahatannya, hal ini dapat dipahami,
dikarenakan kondisi psikis emosional remaja yang kurang stabil,
sehingga dengan adanya status “kejahatan” dapat menambah beban
mental remaja.39
Sedangkan menurut Maul A. Merril adalah anak yang digolongkan
anak nakal adalah apabila seorang anak tampak dengan kecenderungan-
kecenderungan anti socialnya yang demikian memuncaknya dan
menimbulkan gangguan-gangguan , sehingga yang berwajib terpaksa

38
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 10.
39
Elfi Mu’awanah, Bimbingan Konseling Islam : Memahami Fenomena Kenakalan Remaja
dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam, (Yogjakarta : Teras, 2012),25-26.

20
mengambil tindakan terhadapnya dengan jalan menangkap dan
mengasingkannya.40
Menurut Sudarsono, kenakalan remaja adalah perbuatan-perbuatan
yang menyalahi Undang-Undang yang berlaku sebagai hukum positif,
melawan kehendak masyarakat, tidak mengindahkan nilai-nilai moral
dan anti susila.41 Sedangkan menurut Hasan Basri kenakalan remaja ialah
suatu bentuk penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja
hingga mengganggu ketentraman diri sendiri atau orang lain.42
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat peneliti simpulkan
bahwa kenakalan remaja atau juvenile delinquency yaitu semua perbuatan
menyimpang atau pelanggaran yang bersifat anti-sosial, anti-susila,
pelanggaran status, melawan hukum, dan menyalahi norma-norma atau
aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat yang dilakukan oleh remaja
sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan
lingkungan sekitarnya.

3. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja


Bentuk-bentuk dan tingkat kenakalan remaja secara kualitatif dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Kenakalan ringan, yaitu bentuk kenakalan remaja yang tidak terlalu
merugikan atau membahayakan diri sendiri maupun orang lain,
apabila merugikan maka sangat kecil sekali merugikan yang
ditimbulkan. Seperti mengganggu teman yang sedang belajar atau
tidur di dalam kelas sewaktu jam pelajaran mulai.
b. Kenakalan sedang, yaitu kenakalan yang mulai terasa negative, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain, akan tetapi belum mengandung
unsur pidana, masih sebatas hubungan keluarga Misalnya seorang

40
Elfi Mu’awanah, Bimbingan Konseling Islam : Memahami Fenomena Kenakalan Remaja
dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam, 29.
41
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, 7.
42
Hasan Basri, Remaja Berkualitas: Prolematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995), 13.

21
anak jajan di warung tidak membayar, mengebut dijalan raya atau
mencontek.
c. Kenakalan berat, yaitu kenakalan yang terasa merugikan baik kepada
diri sendiri maupun kepada orang lain, masyarakat dan Negara dimana
perbuatan tersebut sudah mengarah pada perbuatan hukum. Misalnya
mencuri, judi, menjambret, dan lain sebagainya.43
Sedangkan Jensen sebagaimana dikutip Sarwono membagi bentuk-
bentuk kenakalan remaja menjadi empat yaitu :
a. kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain
(perkelahian, perkosaan, perampokan, pembutuhan, dan lain-lain).
b. kenakalan yang menimbulkan korban materi (perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dan lain-lain).
c. kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain
(pelacuran, penyalahgunaan obat).
d. kenakalan yang melawan status (membolos sekolah, minggat dari
rumah, membantah perintah orang tua dan sebagainya).44

4. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja


Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kenakalan
remaja adalah sebagai berikut:
a. Faktor Fisiologis dan Struktur Jasmaniah
Seseorang Anak memiliki potensi melakukan kenakalan remaja
dikarenakan pewarisan sifat orang tua yang tidak normal sehingga
menghasilkan tingkah laku menyimpang melalui pewarisan kelemahan
jasmaniah tertentu yang dapat menjadikan seseorang melakukan
tindakan menyimpang atau kenakalan remaja.
b. Faktor Psikologis
Seorang anak atau remaja melakukan kenakalan atau
penyelewengan terhadap aturan yang ada baik peraturan sekolah
43
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1991), 161.
44
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 207-
208.

22
maupun norma yang ada lingkungan masyarakat disebabkan oleh emosi
yang ada dalam diri anak ini masih belum terkontrol sehingga ia
memparaktekkan atau menyalurkan emosinya tersebut dengan
melakukan kenakalan agar beban yang ia rasakan dalam dirinya itu
berkurang. Penyelewengan atau kenakalan ini erat kitanya dengan
kejiwaan anak. Ia merasa frustasi, tertekan, bahkan kebingungan untuk
mengekspresikan diri sehingga yang ditampakkan adalah ekspresi yang
menggambarkan emosi yang tak terkendali tersebut. Hal ini
membuatnya terlihat nakal atau cenderung melanggar peraturan yang
ada. Padahal yang ia tahu hanya mengekspresikan emosi yang ada
dalam dirinya saja. Remaja yang melakukan penyelewengan ini
biasanya memiliki intelegensi yang kurang, serta ketertinggalan dalam
poses belajar mengajar di sekolah. Dengan intelegensi yang kurang
maka dengan mudah anak mengikuti ajakan yang melanggar aturan
tanpa memikirkan resikonya.
c. Faktor Sosiologis
Para sosiolog berpendapat bahwa penyelewengan atau
kenakalan yang dilakukan oleh remaja ini disebabkan oleh faktor social
atau lingkungan sosialnya yang tidak baik. Kelompok atau teman
sepergaulan yang buruk dapat mempengaruhi anak untuk berbuat tidak
baik pula. Dalam pertemanan dalam kelompok atau gangnya ini
biasanya ia akan dimusuhi apabila tidak melakukan hal yang sama
dengan teman satu gangnya. Sehingga untuk menunjukkan diri agar
tidak dianggap cupu dan lain sebaganya ia melakukan tindakan
kenakalan. Dalam proses pencarian jati dirinya ini anak cenderung ingin
tampil dan diakui keberadaanya, ia ingin menonjol diantara yang lain.
Untuk mencari jati dirinya ini anak cenderung memiliki idola untuk
dijadikan panutan. Gambaran yang diperlihatkan oleh idolanya tersebut
kemudian dijadikan konsep dalam kehidupanya. Apabila seseorang
yang diidolakan oleh anak ini melakukan tindakan menyimpang
sekalipun akan ditiru oleh anak. Hal itu akan dilakukan oleh anak

23
secara perlahan tanpa disadarinya dan menjadi kebiasaan buruk bagi
sang anak sekalipun ia tidak merasa yang dilakukan itu adalah hal
buruk karena yang ia tahu hanyalah mengikuti apa yang idolanya
lakukan. Hal buruk itu akan betambah buruk jika anak tidak
mendapatkan bimbingan dari keluaganya.
d. Faktor Subkultural
Bentuk budaya atau subkultural yang hadir di lingkungan
masyarakat dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan
penyimpangan. Jumlah kejahatan yang semakin besar baik dari remaja
maupun dari lingkungan masyarakat dapat mengakibatkan kerugian
serta kerusakan bagi negara khususnya negara negara industri yang
maju.45
e. Faktok Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah faktor lingkungan yang terdekat untuk
membesarkan, mendewasakan, dan menjadi pendidikan bagi anak yang
pertama kalinya. Keluarga juga merupakan lingkungan paling kuat
dalam membesarkan anak, terutama anak yang belum menginjak dunia
pendidikan, sehingga pedidikan yang salah untuk anak bisa
menyebabkan terjadinya kenakalan remaja, seperti contoh, terlalu
memanjakan anak, kurangnya didikan agama atau penolakan terhadap
eksistensi anak. Kenakalan remaja juga dapat terjadi dikarenakan
keadaan yang dimana anak tidak bisa menerima keadaan ketika orang
tuanya bercerai,dan faktor kurangnya ekonomi keluarga terutama
menyangkut keluarga yang kurang mampu, dan dengan kondisi
keluarga yang seperti ini biasanya memiliki konsekoensi lebih lanjut
dan kompleks terhadap anak, dan mengakibatkan kondisi yang sulit
seperti dapat mendorong anak untuk menjadi nakal.46

5. Dampak Kenakalan Remaja


45
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014), 25-32.
46
Sudarsono, Kenakalan Remaja ,(Jakarta : Rineka Cipta, 2012),125.

24
Dadan Sumana dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Kenakalan
Remaja dan Penanganannya” berpendapat mengenai akibat yang
ditimbulkan dari adanya kenakalan remaja yakni sebagai berikut:
a. Bagi diri remaja itu sendiri
Ketika remaja melakukan penyimpangan atau kenakalan akan
menimbulkan akibat bagi dirinya sendiri, baik secara fisik maupun
secara mental. Ketika ia melakukan kenakalan seperti sering begadang,
merokok, minum minuman keras, dan lain sebagainya ini akan
berdampak buruk bagi kesehatan fisiknya mungkin tidak dirasakan
dalam jangka dekat akan tetapi akan dirasakan beberapa waktu yang
akan datang. Selain berdampak bagi kesehatan fisiknya juga
berdampak bagi kesehatan mentalnya. Anak yang melakukan kenakalan
atau mendapat suatu kasus terlebih yang sudah fatal akan menjadikan ia
dijauhi oleh teman-temanya juga akan dicemooh oleh masyarakat. Hal
ini akan berdampak bagi kesehatan mental anak dan menjadikan anak
menjadi tertekan, terlebih jika tanpa adanya dukungan dari keluarga dan
orang-orang terdekat.
b. Bagi keluarga
Kenakalan yang dilakukan oleh anak ini juga akan berimbas untuk
keluarga. Efek yang akan ditimbulkan seperti hubungan antara anak dan
keluarga menjadi tidak baik, anak menjadi tidak betah di rumah,
hubungan yang tidak lagi baik dengan saudaranya. Maka dari itu
penting untuk orang tua mengetahui dengan siapa anak bergaul penting
juga untuk orang tua mendampingi dan
mendukung anak ketika ia mendapat masalah jika tidak anak akan terus
membangkang dan mengikuti teman-temanya yang dinilai memiliki
nasib yang sama.
c. Bagi Lingkungan Masyarakat
Ketika anak melakukan kenakalan ini anak akan dicap buruk oleh
masarakat atau warga sekitar, terlebih jika ia sudah melakukan
kesalahan berkali-kali. Ini akan menjadikan nama anak dan keluarganya

25
menjadi tercoreng bahkan dicap sebagai pembuat onar, kerusuhan dan
biang masalah, selain itu ketika sudah melakukan kesalahan sekali saja
maka pandangan masyarakat akan tetap buruk sekalipun ia sudah
berubah menjadi baik. Perlu waktu lama untuk merubah pandangan
buruk masyarakat terhadap anak tersebut.47

6. Upaya Menangani Kenakalan Remaja


Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani
kenakalan remaja adalah sebagai berikut:
a. Tindakan Preventif, yakni segala tindakan yang bertujuan mencegah
timbulnya kenakalan-kenakalan remaja dengan beberapa usaha yang
dapat dilakukan suatu usaha untuk menghindari atau mencegah
timbulnya kenakalan-kenakalan sebelum kenakalan tersebut bisa terjadi
atau setidaknya dapat memeprkecil jumlah kenalan remaja setiap
harinya.48 Usaha penanggulangan kenalalan remaja secara preventif di
antaranya dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum, yaitu
dengan cara mengenal dan mengetahui secara umum dan khas
remaja, serta dengan mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara
umum dialami oleh remaja. Kesulitan-kesulitan yang biasanya
menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja.
2) Usaha pembinaan remaja dengan cara menguatkan sikap mental
remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya,
memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan
pengetahuan dan keterampilan, melaikan pendidikan mental dan
pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etika,

47
Dadan Sumana, Sahadi Humaedi, dan Meilanny Budiarti Santoso ,Kenakalan Remaja dan
Penanganannya, Jurnal Penelitian dan PPM 4, No. 2 (2017): 351.
48
Nurotun Mumtahanah,Upaya Menanggulangi Kenakalan Remaja Secara Preventif,
Refresif, Kuratif Dan Rehabilitasi, Al Hikmah Jurnal Studi Keislaman 5, No. 2 (2015): 279.

26
menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal
demi perkembangan pribadi yang wajar, serta berusaha memperbaiki
keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat dimana terjadi banyak kenakalan remaja.
b. Tindakan Represif yakni tindakan yang menunda dan menahan
kenakalan remaja atau menghalangi timbulnya kenakalan yang lebih
parah. Tindakan represif ini bersifat mengatasi kenakalan remaja yaitu
dengan mengadakan hukuman atau sanksi terhadap setiap perbuatan
pelanggaran. Bentuk hukuman tersebut bersifat psikologis yaitu
mendidik dan menolong agar mereka menyadari akan perbuatannya dan
tidak akan mengulangi kesalahannya.
Upaya penaggulangan secara represif dari lingkungan keluarga
dapat ditempuh dengan jalan mendidik anak hidup disiplin terhadap
peraturan yang berlaku dan bila dilanggar harus ditindak atau diberi
hukuman sesuai dengan perbuatannya. Sedangkan alam lingkungan
masyarakat tindakan represif dapat ditempuh dalam memfungsikan peran
masyarakat sebagai kontrol sosial yaitu di antaranya dengan langkah-
langkah sebagi berikut:
1) Memberi nasehat secara langsung kepada anak yang bersangkutan
agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai
dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial,
susila dan agama.
2) Membicarakan dengan orang tua anak yang bersangkutan dan
dicarikan jalan keluar untuk anak tersebut.
3) Sebagai langkah terakhir masyarakat untuk lebih berani melaporkan
kepada yang berwajib tentang adanya perbuatan dengan disertai
bukti-bukti yang nyata, sehingga bukti tersebut dapat dijadikan dasar
yang kuat bagi instansi yang berwenang didalam menyelesaikan
kasus kenakalan remaja.
Dalam lingkungan sekolah tindakan represif dapat diambil
sebagai langkah awal adalah dengan memberi teguran dan peringatan jika

27
anak didik kita melakukan pelanggaran terhadap tata tertib di sekolah.
Bentuk hukuman tersebut bisa berupa melarang bersekolah untuk
sementara waktu. Hal ini dilakukan agar menjadi contoh bagi siswa lainya,
sehingga dengan demikian mereka tidak mudah melakukan pelangaran
atau tata tertib sekolah.
c. Tindakan kuratif dan rehabilitasi yakni memperbaiki akibat perbuatan
nakal, terutama individu yang telah melakukan perbuatan tersebut.
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya
dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku remaja yang
melanggar dengan memberikan pembinaan secara khusus kepada
remaja tersebut. Oleh karena itu konsultasi dengan psikolog atau
sekedar mencurahkan isi hati dengan orang-orang dekat atau yang
dianggap mampu untuk memecahkan, mempertahankan, dan
mengembangkan integritas jiwa seorang remaja sangat dibutuhkan.49

D. Orang Tua Broken Home


1. Pengertian Orang Tua Broken Home
Orang tua adalah komponen keluarga yang tediri dari ayah dan ibu
dari hasil dengan sebuah ikatan perkawinan yang sah yang membentuk
sebuah keluarga. orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik,
mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan
tertentu yang dapat membuat anak untuk siap dengan kehidupan
bermasyarakat.
Mardiyah dalam buku Siti Trinurmi mengemukakan bahwa orang
tua adalah pasangan yang terdiri dari seorang ayah dan ibu yang dimana
ayah adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam suatu rumah
tangga, sedangkan ibu adalah seseorang yang melahirkan seorang anak
dan juga mengurus rumah tangga. Dalam keluarga peran orang tua adalah
figure ataupun contoh yang kelak nanti akan ditiru oleh anak-anaknya.

49
Nurotun Mumtahanah,Upaya Menanggulangi Kenakalan Remaja Secara Preventif,
Refresif, Kuratif Dan Rehabilitasi, 280.

28
Menurut Rusdijana dalam bukunya Siti Trinurmi juga
mengemukakan bahwa orang tua memiliki arti orang yang bertanggung
jawab dalam mengasuh dan mendidik anaknya hingga menjadi dewasa.
Dalam keluarga pola asuh orang tua sangat penting, pola asuh orang tua
sendiri adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak yang bersifat
relative belajar konsisten dari waktu ke waktu, dalam pola pikir ini anak
dapat merasakan dari segi negative dari segi positif.50
Broken home berasal dari bahasa Inggris broken artinya keadaan
pecah sedangkan home artinya rumah. Secara istilah Broken home adalah
rumah tangga yang berantakan yaitu kurangnya perhatian orang tua
terhadap anak yang mengakibatkan mental anak terganggu. Broken home
adalah keluarga yang tidak normal, tidak harmonis, selalu konflik antar
anggota keluarga, tidak adanya komunikasi yang baik (miss komukasi),
tidak lengkapnya orang tua akibat meninggal maupun bercerai.51
Broken home juga bisa dapat diartikan sebagai keluarga krisis.
Keluarga krisis artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak
teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk
mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama remaja, mereka
melawan orang tua, dan terjadi pertengkaran terusmenerus antara ibu
dengan bapak terutama mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan
keluarga krisis bisa membawa kepada perceraian suami istri. Dengan kata
lain keluarga broken home adalah suatu kondisi yang sangat labil
dikeluarga, dimana komunikasi dua arah dalam kondisi demokrasi sudah
tidak ada.52

50
Siti Trinurmi, Hubungan Peranan Ayah Dalam Perkembangan Motorik Anak Usia Pra
Sekolah,127.
51
Muklhis Aziz, Perilaku Sosial Anak Remaja Korban Broken home Dalam Berbagai
Perspektif Suatu Penelitian di SMPN 18 Kota Banda Aceh, Jurnal Al-Ijtimaiyyah Vol.1, No. 1,
(2015): 7.
52
Nurtia Massa, Misran Rahman, dan Yakob Napu, Dampak Keluarga Broken Home
Tehadap Perilaku Sosial Anak, Jambura Journal of Community Empowerment Vol.1, No. 1
(2020): 5.

29
Syamsu Yusuf sebagaimana dikutip oleh Berna Detta dan Sri
Muliati Abdullah menjelaskan bahwa ciri-ciri atau kriteria keluarga yang
mengalami disfungsi (broken home) itu adalah sebagai berikut :
a. kematian salah satu atau kedua orang tua;
b. kedua orang tua berpisah atau bercerai (divorce);
c. hubungan kedua orang tua tidak baik (poor marriage);
d. hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor parent-child
relationship);
e. suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high
tension and low warmth);
f. orang tua sibuk dan jarang berada di rumah (parent’s absence); dan
g. salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan kepribadian atau
gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).53
Willis mengemukakan bahwa keluarga pecah (Broken home) dapat
dilihat dari dua aspek yaitu pertama, keluarga itu terpecah karena
strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari keluarga itu meninggal atau
telah bercerai. Kedua, orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur itu
tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak dirumah, dan atau tidak
memperhatikan hubungan kash sayang lagi misalnya orang tua sering
bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologi.54
Orang tua yang broken home umumnya digunakan untuk
menggambarkan keadaan orang tua yang berantakan akibat pasangan
suami dan istri mengalami permasalahan perceraian atau bahkan
meninggal dunia sehingga menjadi orang tua yang single parents dan
bisa disebut dengan kata keluarga broken home. Dalam kondisi keluarga
yang broken home orang tua tidak lagi perhatian penuh dengan remaja,
baik permasalahan dirumah, di lingkungan sekolah, hingga di lingkungan
masyarakat. Selain itu orang tua juga menjadi aktor dari kegiatan

53
Berna Detta dan Sri Muliati Abdullah, Dinamika Resiliensi Remaja Dengan Keluarga
Broken Home, InSight 19, no. 2 (2017): 73-74.
54
Sujono, Hubungan antara keluarga Broken home, pola asuh orang tua, Jurnal
Psikologi.2012: 6.

30
sosialisasi dan penanaman nilai baik bagi remaja, seorang remaja
membutuhkan figur terpecaya dalam proses menjalani kehidupan didalam
dirinya,guna untuk membentuk jati diri, konsep diri, dan visi hidupnya. 55
Sedangkan menurut Sofyan S. Willis orang tua yang broken home
dapat dilihat dari dua aspek yaitu : pertama orang tua pecah dikarenakan
strukturnya tidak utuh sebab salah satu kepala keluarganya meninggal
dunia atau berpisah karena perceraian. Kedua, orang tua tidak bercerai
tetapi struktur keluarganya sudah tidak utuh lagi, dikarenakan ayah atau
ibu sering meninggalakan rumah dan tidak lagi tinggal dirumah, dan tidak
lagi memperlihatkan kasih sayang lagi, orang tua juga mengalami
pertengkaran hingga dapat mengakibatkan keluarga itu tidak sehat secara
psikologis. 56
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat peneliti simpulkan
bahwa orang tua yang broken home adalah orang tua yang pecah yang
dikarenakan orang tua yang mengalami permasalahan perceraian atau
yang salah satu kepala keluarganya meninggal dunia. Dalam kondisi
orang tua yang tidak utuh dapat menimbulkan keluarga yang tidak
harmonis dan tidak lagi berjalan layaknya keluarga yang rukun dan
damai. Remaja dengan orang tua yang tidak utuh tetap membutuhkan
sosok yang mampu mengarahkan remaja agar mampu menyesuaikan diri
dilingkungan sosialnya, di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.
Seharusnya kehadiran orang tua yang masih utuh dapat membuat remaja
merasa dilindungi dan nyaman. Dengan begitu remaja tidak merasa
berbeda jika ia bersama teman sebaya di lingkungan sekitarnya.
2. Peran Orang Tua
Orang tua berperan untuk melindungi dengan arti orang tua harus
mampu untuk melindungi anak dalam kasih supaya anak merasa ada
perhatian yang besar dari orang tua karena bagaimanapun orang tua
adalah tempat dimana anak untuk menceritakan segala sesuatu yang
55
Zuraidah “Analisa Perilaku Keluarga Broken Home”, Jurnal Fakultas Psikolog Universitas
Potensi Utama , Vol. 1, no. 11, 2016.
56
Sofyan S. Willis , “ Konseling Keluarga”, (Bandung : Alfabeta,2010), 66.

31
dirasakan anak. Orang tua juga berperan untuk menciptakan relasi antar
anggota keluarga dengan baik agar ada komunikasi yang berjalan diantara
berbagai pihak didalamnya sehingga tidak ada yang ditutupi didalam
komunikasi. Orang tua juga berperan sebagai tempat pendidik bagi anak
karena pertumbuhan anak dimulai dari dirikan dari orang tua terlebih
dahulu sebelum keluar untuk belajar hal yang lebih banyak.
Peran orang tua juga memiliki tugas untuk menafkahi agar
kebutuan hidup dari anak dapat terpenuhi sehingga tidak menimbulkan
perasaan kurang kepada anak baik dari segi rohani maupun jasmani.
Kemudia, orang tua juga berperan menjadi pembimbing dan konselor
yaitu orang tua berperan untuk mendengarkan keluh kesah yang ingin
disampaikan oleh anak serta selalu ada berasama dengan anak seiring
dengan pertumbuhan anak. 57
Peran orang tua yang sangat besar dalam perkembangan diri
seseorang bila dijalankan dengan penuh tanggungjawab oleh prang tua
maka orang tua akan menjadi teladan, sahabat, dan pembimbing yang
baik bagi anak. Apabila perasaan ini telah muncul dalam diri seorang
anak maka perkembangan anak akan lebih mudah untuk dipantau oleh
orang tua sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh anak akan
mencerminkan apa yang diajarkan oleh orang tua.
3. Dampak Broken Home
Keluarga yang tentram dan bahagia tentunya sangat didambakan
oleh semua orang, akan tetapi tidak jarang terdapat keluarga yang dalam
prosesnya ternyata mengalami sebuah kegagalan sehingga terjadi
keretakan di dalam hubungan keluarga inti. Hal tersebut tentu yang
terkena dampak secara langsung adalah anak.
Menurut Nurmalasari sebagaimana dikutip oleh Roy Novianto dkk
dampak yang disebabkan keluarga yang broken home adalah sebagai
berikut:

57
Kristiana Tjandraini, Bimbingan Konseling Keluarga,(Salatiga : Widya Sari Press,2004).34-36.

32
a. Psychological disorder yaitu anak memiliki kecenderungan agresif,
introvert, menolak untuk berkomitmen, labil, tempramen, emosional,
sensitif, apatis, dan lain-lain;
b. Academic problem yaitu kecenderungan menjadi pemalas dan
motivasi berprestasi rendah;
c. Behavioral problem yaitu kecenderungan melakukan perilaku
menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap
lingkungan, bersikap destruktif terhadap diri dan lingkungannya
seperti merokok, minum minuman keras, judi dan free sex.58
Berdasarkan segi kejiwaan (psikologis), seseorang yang mengalami
broken home akan berakibat seperti; broken heart, seseorang akan
merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini
sia-sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si individu
tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang
bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi
simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain.
broken relation seseorang merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di
hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang
dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si individu menjadi
orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian,
kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung
seenaknya sendiri. broken values, seseorang kehilangan nilai kehidupan
yang benar.59

E. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini tidak dapat terlepas dari tulisan-tulisan atau penelitian
yang telah ada. Peneliti mengemukakan penelitian terdahulu guna
menghindari plagiarisme judul dari berbagai penelitian yang telah dilakukan
58
Roy Novianto, Amrazi Zakso, dan Izhar Salim, Analisis Dampak Broken Home Terhadap
Minat Belajar Siswa SMA Santun Untan Pontianak,Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran
Khatulistiwa 8, no. 3 (2018): 2-3.
59
Sabilla Hasanah et al., Broken Home Pada Remaja Dan Peran Konselor,Jurnal Penelitian
Pendidikan Indonesia Vol. 2, No. 2 (2017): 3.

33
dan untuk memperoleh gambaran mengenai posisi penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti menyajikan beberapa
penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian ini, di antaranya
sebagai berikut:
1. Yulia Yulia yang berjudul “ Prilaku sosial anak remaja yang menyimpang
akibat broken home. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perilaku sosial
anak remaja yang menyimpang akibat broken home. Penelitian ini
menggunakan metode kepustakaan. Adapun hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa anak yang hidup dalam keluarga broken home
cenderung memiliki perilaku menyimpang, yakni perilaku yang
mengganggu ketenangan dan ketentraman lingkungan sekitar dan
lingkungan belajarnya. Persamaan penelitian sebelumnya dan penelitian
sekarang adalah sama-sama untuk melihat perilaku sosial remaja yang
menyimpang akibat broken home, penelitian yang sebelumnya dan
sekarang sama-sama mengfokuskan subyek penelitian yaitu remaja yang
mengalami broken home. Selanjutnya perbedaan dari penelitian ini
sebelumnya dan penelitian sekarang adalah terletak pada penggunaan
metode penelitian, yang penelitian sebelumnya menggunakan metode
kepustakaan, sedangkan penelitian yang sekarang menggunakan metode
kualitatif sebagai analisa penelitiannya.60
2. Ardilla, Nurviyanti Cholid yang berjudul “ Pengaruh Broken Home
Terhadap anak”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor
terjadinya broken home, serta dampak yang terjadi kepada anak. Peran
konselor disini untuk mengatasi keluarga broken home, memberikan cara
untuk mencegah atau menghindari terjadinya keluarga broken home.
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk
menganalisis fenomena yang telah terjadi pada keluarga yang mengalami
broken home. Jadi hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran
orang tua dalam keluarga sangatlah penting, untuk membangun

60
Yulia Yulia, Prilaku Sosial Anak Remaja Yang Menyimpang Akibat Broken Home,Jurnal
Edukasi Nonformal,Vol.1, No. 1, 2020.

34
keharmonisan keluarga, namun jika orang tua tidak mampu berperan
dengan baik, kemungkinan cepat atau lambat keluarga yang dulunya
harmonis akan menjadi hancur berantakan. Persamaan penelitian
sebelumnya dan penelitian yang sekarang adalah sama-sama
menggunakan metode penelitian yaitu metode kualitatif sebagai analisa
penelitiannya. Adapun perbedaan dalam penelitian ini adalah penelitian
yang sebelumnya difokuskan kepada anak, sedangkan penelitian yang
sekarang difokuskan kepada remaja. Penelitian yang sebleumnya
bertempat di Belitung,sedangkan penelitian yang sekarang bertempat di
desa bandung kecamatan mayong kabupaten jepara. 61
3. Widyastuti Gintulangi, Justin Puluhulawa & Zulaecha Ngiu yang berjudul
“ Dampak Keluarga Broken Home Pada Prestasi Belajar PKN Siswa Di
SMA Negeri 1 Tilamuta Kabupaten Boalemo”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui serta menganalisis informasi secara lebih dalam tentang
bagaimana keadaan keluarga broken home pada prestasi belajar PKN dan
untuk mengetahui upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dari
keluarga broken home. Dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Jadi hasil dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keadaan broken home pada
prestasi belajar PKN siswa mencakup motivasi belajar siswa, kepribadian
siswa, dan prestasi belajar siswa keseluruhannya mengalami penurunan
dan perubahan, dampak yang ditimbulkan dari kelurga broken home
mencakup dua yaitu dampak psikologis dan dampak ekonomi, selanjutnya
upaya dalam meningkatkan prestasi belajar pada pelajaran PKN siswa
dari keluarga broken home yakni dengan mengefektifkan lagi peranan
keberadaan teman dan pembinaan melalui kegiatan home visit.
Perbedaan dalam penelitian sebelumnya dan penelitian yang sekarang
terletak pada tujuan penelitian, peneleitian yang sekarang bertujuan untuk
mengetahui faktor terjadinya kenakalan remaja akibat broken home.

61
Ardilla, Nurviyanti Cholid, Pengaruh Broken Home Terhadap Anak,( Belitung : IAIN
Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka, 2021) Jurnal Penelitian Mahasiswa, Vol.6,No. 1,2021.

35
penelitian yang sebelumnya difokuskan pada siswa, sedangkan penelitian
yang sekarang di fokuskan pada remaja. Objek peneletian yang
sebelumnya berlokasi di SMA Negeri 1 Tilamuta Kabupaten Boalemo,
sedangkan penelitian yang sekarang berlokasi di desa Bandung
Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara.
Adapun persamaan dalam penelitian sebelumnya dan penelitian sekarang
terletak di metode penelitian yaitu metode penelitian kualitatif sebagai
analisa penelitiannya.62
4. Nila Mafajatus Sakinah yang berjudul “ Problem Dan Solusi Komunikasi
Antara Orang Tua Dengan Anak Dalam Keluarga Broken Home”. Dalam
penelitian bertujuan untuk mengetahui problem komunikasi antara orang
tua dengan anak, sekaligus menganalisis solusinya dalam menciptakan
hubungan yang harmonis anatara orang tua dengan anak atas keluarga
yang broken home. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk
analisa penelitiannya. Jadi hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa penelitian ini dapat menunjukkan bahwa problem dan solusi
komunikasi antara orang tua dengan anak pada 2 (dua)anggota keluarga
yang berbeda hampir sama, dalam hal ini kebiasaan orang tua ketika
mendidik anak memiliki pengaruh besar terhadap cara untuk
berkomunikasi dengan anak, ketidakbiasaan berkomunikasi sejak kecil
menjadi permasalahan utama dari munculnya problem dan
ketidakmudahan solusi yang coba dilakukan oleh antar anggota keluarga.
Adapun perbedaan dalam penelitian sebelumnya dan penelitian yang
sekarang terletak pada tujuan penelitian, penelitian yang sekarang
bertujuan untuk mengetahui faktor terjadinya kenakalan remaja akibat
broken home, penelitian yang sebelumnya difokuskan kepada orang tua
dan anak, sedangkan penelitian yang sekarang difokuskan kepada remaja.

62
Widyastuti Gintulangi,Jusdin Puluhulawa & Zulaecha Ngiu, Dampak Keluarga Broken
Home Pada Prestasi Belajar PKN di SMA Negeri 1 Tilamuta kabupaten Boalemo,JPs : Jurnal
Riset dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Vol.02, No.2, 2017.

36
Sedangakan persamaan dalam penelitian sebelumnya dan penelitian
sekarang terletak di metode penelitian yaitu menggunakan metode
penelitian kualitatif sebagai analisa penelitiannya.63
5. Rifa Sista Putri yang berjudul “ Pengaruh Bimbingan Keluarga Terhadap
Perilaku Sosial Remaja Di Sp 1 Desa Kotabaru Kecamatan Kunto
Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Riau”.penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui besar pengaruh bimbingan keluarga terhadap perilaku sosial
remaja di Sp 1 Desa Kotabaru yaitu dengan hasil 36,8% dan sisanya
dipengaruhi oleh Variabel lain yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Jadi hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu variabel X bimbingan
keluarga yang mana dilakukan oleh orang tua terhadap anak remajanya.
Dan variabel Y perilaku sosial remaja adalah tingkah laku untuk
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku didalam lingkungan
masyarakat dimana ia berada.
Adapun perbedaan dalam penleitian sebelumnya dengan penelitian
sekarang terletak pada metode penelitian, penelitian yang sebelumnya
menggunakan penelitian deskripstif dengan pendekatan
kuantitatif,sedangkan penelitian sekarang menggunakan metode penlitian
kualitatif, objek penelitian sebelumnya bertempat di desa kotabaru
kecamatan Kunto kabupaten Rokan Hulu Riau melainkan penelitian
sekarang bertempat di desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara. Persamaan dalam penelitian sebelumnya dan sekarang adalah
sama-sama mengfokuskan kepada remaja.64

F. Kerangka Berpikir
63
Nila Mafajatus Sakinah, Skripsi judul ; Problem Dan Solusi Komunikasi Antara Orang
Tua Dengan Anak Dalam Keluarga Broken Home,(Malang : UMM,2019).
64
Rifa Sista Putri, Skripsi Judul :Pengaruh Bimbingan Keluarga Terhadap Perilaku Sosial
Remaja SP 1 Desa Kotabaru Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Riau,
(Pekanbaru : UIN Syarif Kasim Riau,2018)

37
Kerangka berpikir pada dasarnya mengungkapkan alur pikir peristiwa
(fenomena) sosial yang diteliti secara logis dan rasional, sehingga jelas proses
terjadinya fenomena sosial yang diteliti dalam menjawab atau
menggambarkan permasalahan penelitian.65
Bimbingan Keluarga adalah bimbingan keluarga adalah pemberian
bantuan yang diberikan kepada keluarga untuk menciptakan keluarga yang
utuh dan harmonis,dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab anggota
keluarga serta memberikan pengetahuan dan keterampilan, serta dapat
memberdayakan diri secara produktif,sehingga dapat menyesuaiakan diri
dengan norma keluarga , agar dapat berperan aktif dalam mencapai kehidupan
keluarga yang bahagia.
Sedangkan orang tua yang broken home sendiri dapat diartikan sebagai
gambaran orang tua yang berantakan akibat pasangan suami dan istri
mengalami permasalahan perceraian atau bahkan meninggal dunia , sehingga
bisa disebut dengan keluarga broken home. Dalam kondisi keluarga yang
broken home orang tua tidak lagi memiliki perhatian penuh dengan anaknya,
baik permasalahan dirumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.
Selain itu faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja akibat orang tua
broken home adalah faktor fisiologis dan struktur jasmaniah, faktor
psikologis, faktor sosiologi, faktor subkutural, dan faktor lingkungan
keluarga.
Penelitian yang dilakukan peneliti berjudul “peran bimbingan keluarga
dalan penanganan kenakalan remaja akibat Orang Tua broken home di desa
Bandung kecamatan Mayong kabupaten Jepara”. Adapun kerangka berfikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

65
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan
Laporan Penelitian (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), 91.

38
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

TINDAKAN PREFENTIF

Penanganan kenakalan remaja TINDAKAN REPRESIF


akibat orang tua broken home
di desa bandung kecamatan
mayong
TINDAKAN KURATIF

PERAN BIMBINGAN
KELUARGA

FAKTOR PSIKOLOGIS

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
KENAKALAN REMAJA AKIBAT FAKTOR SOSIOLOGIS
BROKEN HOME

FAKTOR LINGKUNGAN KELUARGA

39
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian secara umum merupakan tata cara yang ditempuh untuk
melakukan penelitian atau dapat dikatakan sebagai prosedur mengenai bagaimana
memperoleh kebenaran dari objek atau fenomena yang diteliti. 66 Hasil penelitian
yang sesuai kriteria ilmiah dapat terpenuhi apabila proses penelitian yang
dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan sehingga nantinya hasil
penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan diuji kembali kebenarannya baik dari
segi metode penelitiannya maupun substansi pengetahuan yang dihasilkan. 67
Berdasarkan hal tersebut metode penelitian dapat dipahami sebagai serangkaian
langkah yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian agar proses dan hasil
penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode-metode
yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian yang dipakai peneliti dalam menyusun skripsi ini
adalah jenis penelitian lapangan (Field research) yakni penelitian yang
informasi dan datanya didapatkan dari subjek penelitian (informan) dengan
melalui instrumen atau alat pengumpulan data dengan menggunakan teknik
wawancara, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya.68
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni
pendekatan yang dapat digunakan jika peneliti ingin mengungkap suatu
keadaan dan objek dalam konteksnya, menemukan makna (meaning) atau
memahami suatu masalah yang dihadapi secara mendalam dalam bentuk data
kualitatif, baik berupa gambar, kata-kata, maupun kejadian dalam natural
setting.69

66
Sofyan Syafri Harahap, Tips Menulis Skipsi dan Menghadapi Ujian Komprehensif
(Jakarta: Pustaka Quantum, 2001), 56.
67
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), 51.
68
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, ed. Syahrani (Banjarmasin: Antasari Press,
2011), 15.
69
Andi Ibrahim et al., Metodologi Penelitian, ed. Ilyas Ismail (Makassar: Gunadarma Ilmu,
2018), 21.

40
Alasan digunakannya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini sebab
peneliti membutuhkan sejumlah data dari lapangan yang berisi masalah yang
diteliti. Peneliti dalam menelaah masalah yang diteliti tersebut memerlukan
suatu pengungkapan yang bersifat deskriptif. Moleong mengemukakan
bahwa: “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan
dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah”. 70
Peneliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif diharapkan dapat
memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
“Peran Bimbingan Keluarga Dalam Penanganan Kenakalan Remaja Akibat
Orang Tua Broken Home di Desa Bandung kecamatan Mayong kabupaten
Jepara.

B. Setting Penelitian
Setting penelitian adalah suatu tempat penelitian yang nantinya
mendeskripsikan lokasi penelitian untuk mengungkapkan keadaan yang
sebenarnya dari objek yang diteliti 71. Setting penelitian berisi tentang lokasi
dan waktu penelitian. Penelitian ini berlokasi di desa Bandung kecamatan
Mayong kabupaten Jepara. Alasan peneliti melakukan ini adalah untuk
mewawancarai salah satu keluarga remaja yang mengalami broken home
guna untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja
akibat broken home. Di desa Bandung Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara. Dan data yang dibutuhkan dalam penelitian lebih sesuai dengan ranah
penelitian yang diambil oleh peneliti yaitu adanya Peran Bimbingan Keluarga
dalam Penanganan Kenakalan Remaja Akibat Orang Tua Broken Home.

70
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2018), 26.
71
Eko Prasetyo, Ternyata Penelitian Itu Mudah (Lumajang : Edu Nomi,2015),77.

41
C. Subyek Penelitian
Subjek penelitian yaitu sumber tempat diperolehnya keterangan
penelitian atau dapat juga diartikan sebagai sesuatu atau seseorang yang
mengenainya dapat diperoleh keterangan.72 Subjek penelitian dalam
penelitian kualitatif disebut informan. Pemilihan subjek penelitian atau
informan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara purposive
sampling yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan
menetapkan standar khusus atau mempertimbangkan karakteristik tertentu
dari informan yang akan diteliti.73
Subyek penelitian (informan) dalam penelitian ini adalah :
1. Salah satu keluarga dari remaja broken home sebagai informan.
2. Remaja yang mengalami kenakalan remaja akibat broken home sebagai
subjek.

D. Sumber Data
Data adalah fakta empiris yang dikumpulkan peneliti dengan tujuan
untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan penelitian. 74
Sedangkan sumber data adalah tempat diperolehnya data. 75 Kegiatan awal
penelitian untuk menperoleh data yang akurat terlebih dahulu dilakukan
dengan mempelajari data sekunder, kemudian dilanjutkan degan penelitian
lapangan guna mendapatkan data primer. Berikut adalah pemaparan data
primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti yang
langsung dari sumbernya, disebut juga data asli. Data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu data kualitatif. Data primer dianggap lebih
akurat karena diperoleh langsung dari subjek penelitian yang dapat berupa
72
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995), 92.
73
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, 61.
74
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, ed. Ayup (Yogyakarta:
Literasi Media Publishing, 2015), 58.
75
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan
Laporan Penelitian, 70.

42
opini subjek, hasil observasi perilaku atau kejadian, hasil wawancara
terhadap subjek, dan hasil pengujian. Dalam penelitian ini, peneliti datang
langsung ke rumah konseli untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan problematika penelitian, adapun subjek penelitian ini adalah
remaja yang mengalami kenakalan remaja akibat orang tua broken home.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data tambahan dari teori-teori yang ada
di dalam buku maupun sumber pustaka lainnya yang tidak didapatkan
peneliti secara langsung dari subjek penelitian. Oleh sebab itu data
sekunder ini disebut juga data tangan kedua.76 Data sekunder juga dapat
diperoleh dari seorang peneliti berdasarkan sumber-sumber yang sudah
ada sebelumnya. Data sekunder biasanya juga diperoleh dari perpustakaan
atau dari laporan peneliti sebelumnya.
Selain itu peneliti juga memperoleh data sekunder dari jurnal-jurnal
tentang bimbingan keluarga, kenakalan remaja dan orang tua broken
home serta dokumen-dokumen lainnya yang mempunyai relevansi dengan
penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data


Langkah terpenting dalam melakukan penelitian yang sangat strategis
yaitu teknik pengumpulan data, sebab sebuah penelitian mempunyai tujuan
utama yaitu memperoleh dan menemukan data. Seorang peneliti tanpa
memahami teknik pengumpulan data maka peneliti tersebut tidak akan dapat
memperoleh data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. 77 Teknik
pengumpulan data yang dipakai peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah penginderaan atau pengamatan secara langsung
terhadap suatu benda, proses, situasi dan kondisi, maupun perilaku. Alat
pengumpul datanya dinamakan panduan observasi dan sumber datanya

76
Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 91.
77
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 62.

43
berupa objek tertentu, proses atau perilaku tertentu. 78 Pelaksanaan
observasi ini dilakukan peneliti bersamaan dengan waktu wawancara.
Alasan peneliti menggunakan teknik observasi sebab peneliti melalui
teknik ini memungkinkan akan mendapatkan data mengenai suatu hal
yang karena berbagai sebab informan tidak dapat mengungkapkan secara
terbuka informasi dalam wawancara serta guna memperoleh pemahaman
yang baik mengenai konteks yang diteliti dalam hal ini yaitu peran
bimbingan keluarga dalam penanganan kenakalan remaja akibat orang tua
broken home di desa Bandung kecamatan Mayong kabupaten Jepara.
Jenis observasi yang dipakai oleh peneliti yaitu observasi terus
terang atau tersamar yakni peneliti dalam proses pengumpulan data secara
terang-terangan menyatakan sedang melakukan penelitian, namun
adakalanya peneliti secara samar-samar melakukan observasi guna
menemukan informasi yang bersifat tersembunyi atau rahasia mengenai
peran bimbingan keluarga dalam penanganan kenakalan remaja akibat
orang tua broken home di desa Bandung kecamatan Mayong kabupaten
Jepara.
2. Interview (Wawancara)
Wawancara yaitu dialog atau percakapan secara bertatap muka atau
face to face antara peneliti dengan informan, di mana dalam hal ini peneliti
bertanya secara langsung mengenai objek yang akan diteliti. Alat
pengumpul datanya dinamakan pedoman wawancara serta sumber datanya
dinamakan narasumber atau informan.79
Peneliti dalam penelitian ini memakai teknik wawancara tidak
terstruktur, di mana dalam hal ini peneliti mengumpulan data dengan
wawancara secara mendalam dan bebas, pedoman wawancara dan susunan
pertanyaan yang dipakai hanyalah berupa garis-garis besar pertanyaan
permasalahan yang akan ditanyakan. Pertanyaan yang diajukan juga
bersifat luwes dapat berubah sesuai kondisi dan kebutuhan pada saat
78
Mundir, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, ed. Hisbiyatul Hasanah (Jember:
STAIN Jember Press, 2013), 186.
79
Mundir, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, 185.

44
wawancara. Waktu wawancara pada penelitian ini yaitu berdasarkan
kesepakatan antara peneliti dan informan. Peneliti akan melakukan
wawancara secara langsung dengan berbagai pihak yang memiliki
pengetahuan dan keterkaitan tentang objek yang diteliti.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen
dapat berupa catatan, foto atau gambar, dan karya-karya monumental dari
seseorang.80 Peneliti berupaya mendapatkan data dokumentasi dengan
terjun secara langsung ke tempat penelitian guna mendapatkan data secara
optimal mengenai peran bimbingan keluarga dalam penanganan kenakalan
remaja akibat orang tua broken home di desa Bandung kecamatan Mayong
kabupaten Jepara. Peneliti juga membawa perlengkapan berupa alat tulis,
buku catatan dan handphone agar lebih mudah dalam mendapatkan
dokumen, catatan, maupun foto-foto dari tempat penelitian sebagai bukti
peneliti benar-benar melakukan penelitian di tempat tersebut. Dengan
demikian, Peneliti mendapat data yang relevan dan valid.

F. Pengujian Keabsahan Data


Salah satu tahap dalam penelitan yang mempunyai pengaruh penting
adalah uji validitas atau keabsahan data, sebab data dalam perspektif
penelitian kualitatif dapat dikatakan valid jika tidak ada perbedaan antara apa
yang disampaikan peneliti dengan fakta sesungguhnya yang terjadi pada
objek yang diteliti.81 Data yang telah terkumpul melalui proses pengumpulan
data selanjutnya haruslah melewati proses uji keabsahan data sehingga data
tersebut layak untuk digunakan. Penelitian ini menggunakan uji keabsahan
data sebagai berikut:
1. Uji Kredibilitas
Kriteria uji kredibilitas ini dapat terpenuhi apabila informasi dan
data yang telah dikumpulkan memuat nilai kebenaran. Artinya, hasil dari
80
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 82.
81
Suyitno, Metode Penelitian Kualitatif: Konsep, Prinsip dan Operasionalnya, ed. Ahmad
Tanzeh (Malang: Akademia Pustaka, 2018), 145.

45
penelitian kualitatif haruslah dapat dipercaya oleh para pembaca yang
kritis dan dapat disepakati oleh informan atau subjek penelitian. Uji ini
biasanya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjang pengamatan artinya peneliti melakukan pengamatan
kembali di lapangan dengan mengadakan wawancara kembali sesuai
informan yang sudah pernah ditemui ataupun yang baru.
Perpanjangan pengamatan menjadikan jalinan hubungan antara
peneliti dan informan lebih akrab sehingga bisa saling terbuka dan
saling percaya, dengan demikian penyampaian informasi tidak ada
yang dirahasiakan.82
Perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan fokus terhadap data yang sudah didapatkan. Apakah
data yang telah didapat ini sudah benar atau tidak, maka dilakukan
pengecekan kembali ke lapangan. Apabila peneliti merasa ada yang
kurang dengan data yang telah didapatkan, maka peneliti melakukan
perpanjangan pengamatan untuk menemukan data yang benar-benar
valid mengenai peran bimbingan keluarga dalam penanganan
kenakalan remaja akibat orang tua broken home di desa Bandung
kecamatan Mayong kabupaten Jepara.
b. Triangulasi
Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau bisa juga sebagai pembanding data.83 Triangulasi
dalam uji kredibilitas ini berarti peneliti melakukan pengecekan data
dari berbagi sumber, teknik, maupun waktu.84 Penjelasan mengenai
triangulasi tersebut peneliti paparkan sebagai berikut:
1) Triangulasi Sumber

82
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 271.
83
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 330.
84
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 271.

46
Triangulasi sumber dilakukan untuk menguji kredibilitas
data dengan cara memeriksa data yang sudah didapatkan melalui
beberapa sumber.85
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas
data yakni dilakukan melalui pengecekan data terhadap sumber
data yang sama akan tetapi dengan teknik yang berbeda.86
Contohnya, data yang didapatkan peneliti dengan wawancara akan
dicek kembali dengan teknik lain seperti pengamatan dan
dokumentasi.
3) Triangulasi Waktu
Data yang dikumpulkan pada waktu yang tepat akan
menghasilkan data yang lebih valid sehingga tercapai kredibilitas
yang disyaratkan, sebab waktu maupun momen seringkali
berpengaruh terhadap kredibilitas data. Data yang didapat melalui
wawancara dipagi hari, ketika informan masih dalam keadaan
fresh belum banyak masalah, maka akan dapat memberikan data
yang lebih valid dan lebih kredibel.87 Oleh sebab itu, pengujian
kreadibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan dengan pengamatan, wawancara atau teknik lainnya
pada waktu yang berbeda. Apabila hasil uji menghasilkan data
yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang hingga
ditemukan kepastian datanya.
c. Menggunakan Bahan Refrensi
Bahan referensi yang dimaksud yakni sesuatu yang dapat
dijadikan penunjang untuk membuktikan informasi dan data yang
diperoleh oleh peneliti, contohnya data dari hasil wawancara perlu
diperkuat dengan adanya rekaman dan transkip wawancara, data yang
berkaitan dengan hubungan manusia atau tentang gambaran suatu
85
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 127.
86
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 127.
87
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 274.

47
suasana atau kondisi perlu didukung dengan adanya foto. 88 Kegiatan
ini dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memberikan konsolidasi
dan tendensi bahwa apa yang disajikan oleh peneliti benar-benar ada
dasarnya baik dari buku, dari wawancara, dari pengamatan atau dari
sumber-sumber yang lain.
d. Mengadakan Member Check
Member Check yakni proses pengecekan data yang didapatkan
peneliti kepada subjek penelitian (informan). Member check bertujuan
untuk mengetahui seberapa jauh data yang didapatkan sesuai dengan
apa yang disampaikan oleh subjek penelitian.89 Member check dapat
dilaksanakan setelah peneliti selesai mengumpulkan data atau
memperoleh temuan dan kesimpulan. Caranya adalah peneliti
menemui informan kembali dan melaporkan temuannya kepada
informan, apabila data yang dikumpulkan peneliti telah disetujui dan
diterima oleh subjek penelitian berarti data tersebut dinyatakan valid
dan dapat semakin berkontribusi terhadap kredibilitas data.
2. Uji Transferability (Validasi Eksternal)
Uji transferability ini di dalam penelitian kuantitatif dinamakan
validitas eksternal yang menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut
diambil. Dalam penelitian kualitatif, Uji transferability berkenaan dengan
sejauh mana hasil penelitian digunakan atau diterapkan dalam situasi
lain.90 Apabila pembaca laporan penelitian mampu memperoleh gambaran
yang demikian jelas dari hasil penelitian maka laporan tersebut memenuhi
standar transferabilitas.
Peneliti dalam uji transferability ini akan melakukan pengecekan
silang atau cross check mengenai struktur dan sistematika laporan yang
disajikan dengan pedoman resmi yang dikeluarkan pihak kampus Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, selanjutnya peneliti melakukan jajak
88
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 275.
89
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 276.
90
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 276.

48
pendapat dengan dosen pembimbing, apakah laporan yang disajikan dapat
memberikan gambaran yang jelas dan memberikan pemahaman yang baik
mengenai masalah yang diteliti yakni peran bimbingan keluarga dalam
penanganan kenakalan remaja akibat orang tua broken home di desa
Bandung kecamatan Mayong kabupaten Jepara.
3. Uji Dependability (Reliabilitasi)
Uji dependability dilakukan sebab seorang peneliti berpeluang
besar mempunyai data tanpa harus terjun memasuki objek penelitian
secara langsung, maka peneliti semacam ini dapat dikatakan tidak
dependable, oleh sebab itu peneliti kualitatif perlu diuji dependabilitynya.
Pelaksanaan uji dependability dilaksanakan dengan cara melakukan audit
atau pemeriksaan terhadap seluruh proses penelitian peneliti yang
dilakukan oleh pembimbing dari mulai penentuan masalah sampai
pembuatan kesimpulan.91 Artinya hasil penelitian yang telah diperoleh
peneliti dicek kembali, kemudian didiskusikan dengan pembimbing
proposal maupun skripsi untuk mengetahui apakah data tersebut layak
untuk dipakai atau tidak.
4. Uji Konfirmability (Objectivitasi)
Uji konfirmability dalam penelitian kuantitatif dinamakan uji
objektivitas. Penelitian dapat dinyatakan objektif jika hasil dari penelitian
telah disetujui dan disepakati oleh banyak orang. Uji ini hampir sama
dengan uji depenability, letak perbedaannya adalah uji ini untuk menguji
hasil penelitian yang kemudian dikaitkan dengan proses penelitian yang
telah dilakukan, jika hasil penelitian merupakan fungsi dari proses
penelitian yang dilakukan, maka standar konfirmability telah terpenuhi
dalam penelitian tersebut.92 Uji ini dilakukan untuk membuktikan bahwa
penelitian benar-benar telah mengalami proses sehingga kemudian
diperoleh hasil, jangan sampai dalam sebuah penelitian ada hasil tetapi
prosesnya tidak ada. Bukti proses tersebut akan ditunjukan peneliti

91
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 131.
92
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 277.

49
dengan adanya dokumen hasil wawancara, pengamatan, maupun surat
keterangan penelitian dari lokus penelitian dan juga jurnal bimbingan
skripsi dari dosen pembimbing.

G. Teknik Analisis Data


Tahap berikutnya setelah data terkumpul yaitu menganalisis data yang
telah didapatkan. Analisis data yaitu mengorganisir dan mengolah data serta
memecahkannya menjadi bagian yang lebih kecil. Oleh sebab itu, tidak jarang
ditemukan masalah-masalah yang besar dapat dipecah menjadi bagian yang
lebih kecil sehingga untuk menelitinya dapat dilakukan dengan lebih mudah.93
Data yang telah terkumpul melalui aktivitas pengumpulan data meskipun
jumlahnya sudah memenuhi akan tetapi data tersebut harus diolah supaya
menjadi data yang mudah untuk dipahami. 94 Oleh sebab itu, analisis data
berperan penting dalam sebuah riset, data mentah yang didapatkan akan
diolah sehingga menjadi informasi yang mudah untuk dipahami.
Menurut Nasution yang dikutip oleh Sugiyono, analisis data telah
dimulai oleh peneliti sebelum memasuki lapangan sejak dirumuskannya
masalah, dan berlanjut terus menerus sampai diperoleh hasil penelitian. 95
Analisis data menjadi acuan bagi penelitian berikutnya sampai apabila
mungkin didapatkan teori yang grounded. Analisis data dalam penelitian
kualitatif lebih berfokus pada proses peneliti di lapangan yang dilakukan
bersamaan dengan aktifitas pengumpulan data. Penjelasan lebih detailnya
sebagai berikut:
1. Analisis Sebelum di Lapangan
Peneliti sebelum terjun atau memasuki lapangan terlebih dahulu
akan menganalisis data dari penelitian-penelitian terdahulu maupun data
sekunder yang nantinya digunakan untuk menentukan fokus penelitian

93
Maya Panorama dan Muhajirin, Pendekatan Praktis Metode Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2017), 268.
94
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Andi Offset, 2014), 79.
95
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 89.

50
yang sifatnya sementara. Hal tersebut akan berkembang setelah peneliti
terjun ke lapangan.96
2. Analisis Selama di Lapangan dengan Model Miles dan Huberman
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama
berlangsungnya pengumpulan data dan setelah data selesai dikumpulkan
dalam jangka waktu tertentu. Peneliti selama melakukan wawancara
sekaligus menganalisis berbagai jawaban dari informan yang
diwawancarai, apabila setelah dianalisis jawaban dari informan dirasa
belum dapat memuaskan, maka peneliti selanjutnya akan mengajukan
pertanyaan kembali sampai tahapan tertentu sampai didapatkan data yang
peneliti anggap kredibel. Menurut Miles dan Huberman yang dikutip
Sugiyono menyatakan bahwa “aktifitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus–menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data, yaitu
data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification”.97
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti meringkas, merangkum, memilih hal
yang penting, memfokuskannya kepada hal yang pokok, mencari tema
polanya dan membuang yang tidak diperlukan. Tahapan analisis data
diawali dengan menelaah semua data yang sudah dikumpulkan dari
berbagai sumber baik itu pengamatan, wawancara, dokumentasi
pribadi, dokumen resmi, dan lain-lain. Data tersebut selanjutnya
dipelajari oleh peneliti dan dikaji untuk dilanjutkan ke tahap reduksi
data.98
Peneliti dalam tahap reduksi data ini memilah dan menyortir
data dengan cara memilih data mana yang peneliti anggap penting,
aktual, menarik dan berguna. Data yang dianggap tidak digunakan
maka akan dibuang.99 Dengan demikian, data yang telah melewati
96
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 90.
97
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 91.
98
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 247.
99
Sugiyono, Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Bandung: Alfabeta,
2020), 232.

51
tahapan reduksi data akan memberikan representasi yang lebih jelas
dan peneliti dapat dengan mudah untuk mengumpulkan data
selanjutnya.
2. Data Display (Penyajian Data)
Langkah selanjutnya setelah data direduksi yaitu menyajikan
data. Penyajian data dalam riset kualitatif dapat dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Penyajian data yang sering digunakan dalam riset kualitatif
yaitu dengan teks yang sifatnya naratif. Peneliti melalui penyajian data
akan lebih mudah dalam menginterpretasikan apa yang terjadi, dan
merancang proses berikutnya berdasarkan apa yang telah
diinterpretasikan tersebut, selanjutnya disarankan dalam menyajikan
data selain dengan teks yang naratif, bisa juga berbentuk grafik,
matrik, network, dan chart.100
3. Conclusion Drawing (Verifikasi)
Menurut Miles dan Huberman, penarikan kesimpulan atau
verifikasi merupakan tahapan terakhir dalam analisis data pada
penelitian kualitatif. Kesimpulan awal yang disajikan sifatnya masih
sementara, dan akan berkembang apabila pada tahap pengumpulan
data selanjutnya tidak ditemukan bukti–bukti pendukung yang kuat.
Namun jika pada tahapan awal kesimpulan yang dikemukakan
didukung oleh bukti–bukti yang konsisten dan valid pada saat peneliti
mengumpulkan data dengan terjun memasuki lapangan kembali, maka
kesimpulan yang disampaikan adalah kesimpulan yang kredibel.101
Artinya bagi peneliti, kesimpulan awal yang sifatnya masih sementara
perlu didukung dengan bukti dari lapangan supaya hasil dari penelitian
ini dapat dipertanggungjawabkan. Peneliti selanjutnya menyimpulkan
temuan dalam penelitian ini yaitu tentang peran bimbingan keluarga

100
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 95.
101
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 99.

52
dalam penanganan kenakalan remaja akibat orang tua broken home di
desa Bandung kecamatan Mayong kabupaten Jepara.

53

Anda mungkin juga menyukai