Anda di halaman 1dari 48

BAB II

Anak adalah anugerah terindah yang diberikan dan merupakan titipan oleh Allah Swt
yang patut kita syukuri. Kehadirannya merupakan hal yang ditunggu-tunggu ketika berumah
tangga. Sebab, jika seorang laki-laki dan perempuan sudah menikah, tetapi belum dikaruniai
anak maka belum lengkap rasanya, sebagaimana sayur tanpa penyedap yakni terasa hambar.
Bentuk rasa syukur yang dapat dilakukan oleh kedua orang tua bisa dengan cara mengasuh,
menyayangi, mencintai dan memberikan pendidikan yang layak untuk anaknya. Anak yang baru
lahir itu suci, jadi anak akan tergantung pada orang tua yang mengasuhnya kelak, seperti apa
kedua orang tuanya maka anaknya juga akan seperti mereka.1

Oleh sebab itu, orang tua sangat bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan anaknya,
mengajari, mengarahkan, dan mendidiknya. Tanggungjawab orang tua meliputi tanggungjawab
keimanan, materi, fisik, moral, akal, kejiwaan, sosial dan pendidikan, bahkan pengetahuan
seksual. Inilah yang disebut sebagai bentuk pengasuhan. Tujuan dari pengasuhan itu untuk
membentuk anak-anak menjadi manusia yang sehat, cerdas, berkarakter mulia, berakhlak serta
mampu menjadi generasi kuat dan memiliki masa depan yang cerah. Sebagaimana kata Tim
Elmore “Kita harus mempersiapkan anak untuk sang jalan, bukan jalan untuk sang anak”.

Agar semua itu terwujud maka orang tua harus mengetahui dan menerapkan pola asuh
yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, tentunya berlandaskan Syariah Islam yang
telah diajarkan oleh Rasulullah Saw dalam berbagai sunnahnya. Peran penting orang tua lah yang
mengarahkan kehidupan anak disaat Indonesia mengalami krisis moral dan akhlak, apakah
pengasuhan mengarah kepada kebaikan atau keburukan, kecerdasan atau kebodohan, akhlak
mulia atau jahiliyah. Jadi dapat dipastikan peran kedua orang tua sangat berpengaruh dalam
pengasuhan dan mendidik dalam terbentuknya personality anak dengan harapan akan
menghasilkan anak-anak yang berakhlak mulia dan mampu menjadi generasi emas dengan
membawa cahaya kegemilangan bagi bangsa ini.2

Sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi Saw, bersabda “Tiada suatu pemberian
yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik”. (HR Al-Hakim).
Maka pola asuh secara islam adalah satu kesatuan yang utuh dari sikap dan perlakuan orang tua
1 Mohammad Wafaqul Idaini, M. Pd. Wasiat Rasulullah tentang Anak. Yogyakarta: Araska, 2019, hal. 9.

2 Mohammad Wafaqul Idaini, M. Pd. Wasiat Rasulullah tentang Anak. Yogyakarta: Araska, 2019, hal. 10.
terhadap anak yang masih kecil sampai ia dewasa dalam membina, mendidik, membiasakan dan
membimbing anak secara optimal berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Saw, dalam hal
ini orang tua haruslah cerdas untuk mengetahui perkembangan anaknya yang meliputi aqidah
dan keimanan kepada Allah Swt, akhlak, perkembangan fisik motorik, akademik, serta sosial
emosi, dan didukung dengan pendidikan yang berlandaskan agama Islam.3

Semenjak 1.500 tahun lampau Nabi Muhammad Saw sudah memberikan contoh terbaik
akan metode membimbing dan mendidik anak. Beliau menunjukkan langsung dengan kata
maupun perbuatan. Ada banyak hadis dan riwayat yang menggambarkan kasih sayang beliau
kepada Hasan dan Husein cucu beliau juga anak-anak lainnya. Nabi memperlakukan mereka
dengan penuh cinta kelembutan dan perhatian.

Kisah tentang kedekatan Rasulullah Saw dan kedua cucunya ini juga pernah dikisahkan
Imam Thabrani: “Kami menemui Rasulullah Saw dan diundang untuk makan, seketika itu Nabi
melihat Husain Ra. bermain di jalan bersama anak-anak kecil lain. Nabi pun bersegera
mendekatinya, menjulurkan tangannya dan bergerak berlari kesana-kemari dan Rasulullah
membuat Husain tertawa hingga bisa ditangkap Rasulullah. Dan, Nabi meletakkan salah satu
tangannya di dagunya dan tangan lainnya di kepala dan telinganya. Kemudian, Husain dipeluk
dan dicium dan Nabi berkata: “Husain adalah bagian dariku dan aku bagian darinya! Allah
mencintai siapa orang yang mencintainya, Hasan dan Husain dua putra dari segenap putra.

Dari kisah tersebut jelas bahwa Rasulullah Saw masih menyempatkan diri untuk bermain
dengan dua cucunya yang masih anak-anak. Dalam dekapan Rasulullah Saw, anak-anak dapat
merasakan kasih sayang tanpa kehilangan momen masa kecilnya. Sikap inilah yang dapat
menjadi pelajaran bagi para orang tua agar tetap bisa mengutamakan perkembangan anak-anak
sesuai usianya. Anak-anak yang mendapat curahan kasih sayang penuh akan tumbuh menjadi
anak yang juga penyayang.

Sudah menjadi keharusan bagi setiap orang tua mengetahui apa saja yang menjadi
kewajiban mereka terhadap anak dan juga tentang apa saja yang menjadi hak anak yang harus
dipenuhi oleh orang tua. Untuk menyiapkan hadirnya umat terbaik, Rasulullah Saw mewasiatkan
banyak hal dalam memperlakukan serta mendidik anak sejak ia lahir ke dunia. Adapun wasiat-

3 Mohammad Wafaqul Idaini, M. Pd. Wasiat Rasulullah tentang Anak. Yogyakarta: Araska, 2019, hal. 12.
wasiat Rasulullah4 tentang hak dan kewajiban orang tua pada anaknya ini terangkum dalam
sunah-sunah beliau.

MEMBENTUK PERSONALITY AYAH SESUAI DENGAN AL-QUR’AN


DAN AS-SUNNAH

Menurut syariat Islam ayah memiliki kedudukan yang penting dan mulia. Dalam kehidupan
berumah tangga ayah adalah kepala keluarga yang memimpin ibu, anak-anak dan pelayan. Ayah
memiliki tanggung jawab terhadap mereka dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah
sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

‫ (رواه مسلم‬.‫ َوه َُو َم ْسىُوْ ٌل َع ْنهُ ْم‬،‫اع َعلَى َأ ْه ِل بَ ْيتِ ِه‬
ٍ ‫ َو ْالَ َّر ُج ُل َر‬.....‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسىُوْ ٌل عند َر ِعيّتِ ِه‬
ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬

“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang suami (ayah) adalah pemimpin bagi anggota
keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipimpinnya atas
mereka.” (HR muslim)

Tiap-tiap kita akan diperiksa bagaimana pertanggungjawaban kita tentang kewajiban yang
dipikul, raja memimpin rakyat, ayah memimpin anak, suami memimpin istri. Atas tanggung
jawab inilah, ayah bertugas sebagai pembentuk generasi Islam yang shaleh.5

Ketika pria menyadari bahwa menjadi seorang ayah dari bayinya yang baru saja dilahirkan,
maka secara naluriahnya muncul beberapa pertanyaan kepada dirinya, contohnya adalah
bagaimana agar menjadi seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya?, Ayah Seperti apakah yang
akan ditampilkan oleh sosok ayah muda ini?. Menjadi ayah yang bertanggung jawab merupakan
salah satu jawabannya. Banyak sekali aspek yang dapat menjadikan sosok ayah yang
bertanggung jawab dan menjadi teladan bagi anak-anaknya.6

Menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, hal ini menunjukkan bahwa sangat perlunya ayah
mempunyai personaliti yang baik lagi terpuji agar dapat memberikan contoh dan mengajarkan
semua hal baik kepada anak. Ciri-ciri personaliti ayah dapat diperoleh dalam kitab suci al-Qur'an

4 Mohammad Wafaqul Idaini, M. Pd. Wasiat Rasulullah tentang Anak. Yogyakarta: Araska, 2019, hal. 13.

5 Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung jawab ayah terhadap anak laki-laki. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal. 29.

6 Dr. Muhammad Yusuf Efendi, Ayah Juara, Solo: PT ERA ADICITRA INTERMEDIA, 2011, hal.3.
dan as-Sunnah. Perlunya mencontohi personaliti keayahan Rasulullah Saw agar peranan dan
tanggungjawab dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Banyak sekali ciri-ciri personaliti ayah yang dikenal pasti dalam Al-Qur'an maupun as-
Sunnah. Namun demikian, buku ini hanya memfokuskan kepada empat saja ciri personaliti ayah
secara perspektif Islam. Ciri-ciri tersebut adalah seperti berikut:

1. Sabar dan Ikhlas Mencari Rezeki dan Memberi Nafkah

Para ahli Fiqih berpendapat bahwa ayah wajib memberikan nafkah kepada anaknya
beberapa ulama menentukan jenis belanjaan rumah tangga yang terdiri dari: nafkah penyusuan,
pemeliharaan, kebutuhan hidup, Tempat khusus bagi pelayan pengasuh dan pelayan jika
diperlukan, rumah wanita (istri) yang merawat dan melayaninya. Selain itu juga zakat fitrah bagi
pelayan-pelayan.

1. Penyusunan
Setelah lahir dan hidup di dunia, sang buah hati pun menjadi sangat berkergantungan
dan membutuhkan ibunya. Dia membutuhkan makanan yang dulu pernah diserapnya di
dalam darah ketika masih menjadi janin. Kemudian dengan kekuasaan dan kalimat Allah,
darah pun berubah menjadi susu yang bersih lagi murni yang mengandung berbagai unsur
yang sesuai untuk pertumbuhannya. Kemudian air susu mengalir ke payudara untuk
diserap sang anak melalui anggota tubuh sang ibu. Allah SWT berfirman “yang
menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.”
Dalam Al-Qur’an telah menyebutkan beberapa hal yang mengatur masalah
penyesuaian alami atau aturan pemeliharaan anak yang masih menyusu kepada selain ibu
kandungnya, yakni ibu sepersusuan, dan bukan termasuk dari satu nasab. Berkenaan
dengan masalah ini, Allah SWT berfirman:
َ ‫ض ْعنَ َأوْ لَ َده َُّن َحوْ لَ ْي ِن َكا ِملَ ْي ِن لِ َم ْن َأ َر َد أنه يُتِ َّم ٱل َّر‬
٢٣٣ : ‫ضا َعةَ (البقرة‬ ُ ‫ َو ْٱل َولِد‬7
ِ ْ‫َت يُر‬
“Hendaklah para ibu menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. "(QS. al-Baqarah: 233)
Dari ayat di atas terlihat jelas aturan-aturan sebagai berikut:

7 Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah: Makanan sehat berkualitas menurut al-Quran dan as-Sunnah. Jakarta: almahira, 2006, hal. 36.
1. Seorang ibu berkewajiban untuk menyusui anaknya. Apabila ibu mampu ia tidak boleh
mengingkari pentingnya hak anak untuk menikmati air susu ibunya, dan ibu juga tidak
boleh menolak memberikannya selama masa menyusui, lebih bagus lagi apabila ibu
ingin menyempurnakan masa penyusuan yakni 2 tahun penuh sebelum disapih. Tetapi
dibolehkannya menyapih masa persusuan dengan syarat adanya kesepakatan antar ayah
dan ibu, tanpa harus mengesampingkan kemaslahatan sang buah hati dan jaminan
pengasuhannya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt:
٢٣٣ :‫ضعُوَأوْ لَ َد ُك ْم فالح ُجنَا َح َعلَ ْي ُكم (البقرة‬
ِ ْ‫َوِإ ْن َأ َردتُ ْم َأ ْن تَ ْستَر‬
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan maka tidak ada dosa atas keduanya" (QS.al-Baqarah:223)
2. Ayah juga berkewajiban untuk membantu istri/ibu dari anaknya yang sedang menyusui,
serta memenuhi segala hal yang diperlukan sang ibu selama masa menyusui. Hal itu
memperlihatkan kepada kita bahwa menyusui anak adalah suatu kondisi yang tidak
mungkin dikerjakan secara bersamaan dengan aktivitas lain. Dimana sang ibu harus
memerhatikan anaknya secara terus-menerus baik disaat ada suami maupun ketika
ditinggal pergi suami. Oleh karena itu,8hal-hal ibu menyusui benar-benar dilindungi di
dalam Al-Qur’an.
3. Ketika suami tidak berada dirumah maka kerabatlah yang harus melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya terhadap anak selama masa kepergiannya.
4. Suatu tindakan yang tidak dibenarkan agama adalah menyusukan anak kepada wanita
lain padahal dia mampu melakukannya.
5. Islam benar-benar menancapkan tiang penumpang materi untuk kepentingan
penyusunan, apabila terjadinya perceraian dengan suaminya maka islam telah
memberikan nafkah penyesuaian, sehingga kepentingan sang anak tidak terabaikan dan
bisa memenuhi segala makanan yang ia dibutuhkan. Allah SWT berfirman:
‫وا َعلَ ْي ِه َّن َحتَّى‬ ِ َ‫وا َعلَ ْي ِه َّن وَِإ ْن ُك َّن ُأوْ ل‬
ْ ُ‫َأ ْنفِق‬‰َ‫ ٍل ف‬‰‫ت َح ْم‬ ْ ُ‫يِّق‬‰‫ض‬
َ ُ‫آرُّ وه َُّن لِت‬‰‫ض‬ ُ ‫َأ ْس ِكنُوه َُّن ِم ْن َحي‬
َ ُ‫ ِد ُك ْم َوالَ ت‬‰ْ‫ْث َس َك ْنتُ ْم ِّم ْن ُوج‬
َ ‫ض ُع لها ُأ ْخ َر‬
‫ى‬ ٍ ْ‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فََئاتُوه َُّن ُأجُوْ َره َُّن َوْأتَ ِمرُوا بَ ْينَ ُك ْم بِ َم ْعرُو‬
ِ ْ‫ف َوِإ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ ْستُر‬ َ ْ‫ض ْعنَ َح ْملَه َُّن فَِإ ْن َأر‬
َ َ‫ي‬
“Tempatkanlah mereka (para isteri) Di mana kalian bertempat tinggal menurut
kemampuan kalian dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka

8 Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah: Makanan sehat berkualitas menurut al-Quran dan as-Sunnah. Jakarta: almahira, 2006, hal. 37.
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya. Dan
musyawarahkanlah diantara kalian (segala sesuatu), dengan baik. Dan jika
kalian9memenuhi kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya" (QS.al-Thalaq:6)

2. Pemeliharaan

Nafkah adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh suami yang sesuai dengan
ketentuan dalam Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Landasan atas wajibnya memberikan
nafkah sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an pada surah Al-Baqarah 2:33:

ِ ْ‫َو َعلَى ْال َموْ لُوْ ِدلَهُ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس َوتُه َُّن بِ ْال َم ْعرُو‬
‫ف‬
Artinya: dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang
patut (ma’ruf).10
Nafkah itu berbentuk materi, karena kata nafkah itu sendiri berkonotasi materi.
Sedangkan kewajiban yang berbentuk non-materi, seperti memuaskan hajat seksual istri
tidaklah termasuk nafkah yang meskipun dilakukan suami terhadap istrinya atau yang
selama ini dianggap sebagai nafkah batin. Dalam bahasa yang tepat nafkah ini tidak ada
lahir atau batin, yang ada hanyalah nafkah yang bersifat lahiriyah atau materi.
Kewajiban memberi nafkah oleh suami kepada istrinya yang berlaku di dalam fiqh
didasarkan kepada prinsip pemisahan harta antara suami dan istri. Prinsip ini Mengikuti
alur pikir bahwa suami adalah pencari rezeki (bekerja), rezeki yang telah diperoleh
menjadi haknya secara penuh tetapi selanjutnya suami berkedudukan sebagai pemberi
nafkah. Sebaliknya istri bukan pencari rezeki (tugas utamanya bukan bekerja) dan untuk
memenuhi keperluannya ia berkedudukan sebagai penerima nafkah (dari suami). Oleh
karena itu, kewajiban nafkah tidak relevan dalam komunitas yang mengikuti prinsip
penggabungan harta dalam rumah tangga.

9 Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah: Makanan sehat berkualitas menurut al-Quran dan as-Sunnah. Jakarta: almahira, 2006, hal. 38.

10 Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, dkk. Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam. Jakarta:Pustaka Cendikiawan, 2018,hal. 63.
Dalam hukum positif Indonesia, permasalahan nafkah telah diatur dan dinyatakan
menjadi kewajiban suami. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974.
Pasal 34 ayat 1 dan dipertegas oleh KHI pasal 80 ayat (4).11
“Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya”
Nafkah tentu mempunyai pengaruh dan fungsi yang sangat besar dalam membina
keluarga yang bahagia, tentram dan sejahtera, apabila tidak terpenuhi atau tidak
cukupnya pemberian nafkah maka dapat mengakibatkan krisis perkawinan yang
berujung pada perceraian.
Aturan tentang nafkah dalam KHI maupun UU UU No. 1 tahun 1974
No.1 tahun 1974 menimbulkan adanya suatu persoalan pasal 1
“Perkawinan ialah ikatan
ketika dikaitkan dengan pengakuan harta bersama oleh lahir bathin antara seorang
pria dan seorang wanita
suami istri ketika terjadi perceraian. Dengan melihat
sebagai suami isteri dengan
pasal 1 huruf (f) KHI dan pasal 35 ayat 1 UU No. 1 tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia
tahun 1974 menunjukkan bahwa kualifikasi yang dan kekal berdasarkan
dipakai dalam merumuskan harta bersama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa”

dengan adanya masa perkawinan yang sah. Selama harta diperoleh dalam perkawinan
yang sah, maka menjadi harta bersama dengan merujuk pada ketentuan yang ada dalam
KHI dan UU No. 1 tahun 1974. Akan tetapi ada batasan UU No. 36 tahun 1974
ayat 1
bahwa harta yang diperoleh karena hadiah dan warisan “Mengenai harta bersama,
menjadi harta pribadi masing-masing selama suami atau isteri dapat
bertindak atas persetujuan
dimaksudkan untuk itu (Pasal 36 ayat 1) kedua belah pihak”
Jika dicermati, ketentuan mengenai harta bersama
dan kewajiban suami memberi nafkah dalam KHI maupun UU No.1 tahun 1974 terlihat
bahwa suami yang mempunyai kewajiban memberi nafkah harus menerima suatu aturan
harta bersama yang mempunyai konsekuensi pembagian harta bersama dengan bagian
berimbang,12dan penggunaan harta bersama harus mendapatkan persetujuan suami istri.
Persoalan lain yang muncul adalah mengenai pelaksanaan kewajiban suami memberi

11Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, dkk. Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam, hal. 64.

12 Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, dkk, hal.65.


nafkah termasuk dalam harta bersama atau berdiri sendiri. Sehingga kedua aturan
tersebut dapat menimbulkan celah-celah hukum yang dapat merusak asas kepastian
hukum dan keadilan masyarakat.
Menafkahi anak yang terlahir dari perkawinan merupakan kewajiban kedua orang
tua, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan yaitu: ayat (1) kedua orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya; ayat (2) kewajiban orang tua yang
dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua
putus.
Oleh karena itu, menafkahi anak merupakan suatu kewajiban yang akan berlaku
terus-menerus meskipun adanya perceraian yang terjadi antara orang tua. Kewajiban
menafkahi menyangkut juga terhadap biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, sampai
anak dapat membiayai hidupnya sendiri atau kawin. Apabila perkawinan putus karena
perceraian, tanggungjawab terhadap biaya pemeliharaan anak dan pendidikannya
dibebankan kepada ayah, Namun apabila ayah tidak dapat memenuhi kewajibannya
maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut serta dalam membiayai
pemeliharaan anak dan pendidikannya.13
1. Kebutuhan Hidup
Keluarga terdiri dari suami istri, ayah, ibu, anak-anak dan juga orang lain yang
menjadi anggota keluarga. Masing-masing anggota wajib bertanggung jawab kepada
keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut kepada nama baik keluarga tapi
ketanggungjawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan dan
kehidupan. Contoh: Seorang ayah rela bekerja demi melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 14
Berkali-kali Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk bekerja keras, beliau
menyebutkan bahwa makanan15 yang paling baik adalah yang berasal dari keringatnya
sendiri. Hal ini termaktub dalam sebuah hadis berikut:

13 Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, dkk. Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam. Jakarta:Pustaka Cendikiawan, 2018, hal.66.

14 Dr. Husaini, M. Ag. Pembelajaran Materi Pendidikan Akhlak. Medan: CV. Pusdikra Mitra Jaya, 2021, hal. 135.

15 Muhammad Yusuf. Hidup Sukses Dengan Tahajjud. Yogyakarta: KAKTUS, 2018, hal. 84.
“Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang melebihi makanan yang berasal
dari buah tangannya sendiri. Sesungguhnya, Nabi Daud As, makan dari hasil tangannya
sendiri.” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk tidak berpangku tangan dan
mengharapkan kemurahan hati orang lain. Beliau tidak menginginkan umatnya
menengadahkan tangan untuk meminta-minta belas kasihan orang lain. Namun
sebaliknya, beliau menyuruh umat Islam untuk bekerja keras, mencukupi semua
kebutuhan hidupn dari hasil jerih payah sendiri. Bukankah sesuap nasi yang didapatkan
dari hasil keringat sendiri jauh lebih nikmat daripada sebongkah emas yang diperoleh
dari hasil meminta?
Perintah untuk bekerja keras telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, semenjak
beliau masih belia hingga menutup hayatnya. Ketika usianya yang masih belia, beliau
telah berdagang dengan kakeknya, Abu Thalib, hingga Negeri Syam. Selain itu, beliau
juga mengisi hari-harinya dengan menggembala domba.
Rasulullah Saw yang telah dijamin hidupnya oleh Allah Swt tetapi beliau tetap
bekerja keras.16 Tawaran dari Malaikat Jibril yang hendak mengubah gunung menjadi
emas ditolak oleh beliau, karena beliau tidak ingin sekedar berpangku tangan. Beliau
ingin mengajari umatnya agar bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Keinginan Rasulullah Saw tersebut dicerminkan dari sikap beliau saat memberikan
penghargaan terhadap salah satu sahabat yang rela tangannya melepuh untuk bekerja
memberi nafkah kepada keluarganya.
Suatu ketika Rasulullah Saw bertemu dengan salah seorang sahabat yang bernama
Sa’ad Al-Anshari. Dalam pertemuan itu, Sa’ad memperlihatkan tangan yang melepuh
kepada Rasulullah Saw. Kemudian, beliau bertanya, “Mengapa tanganmu hitam, kasar,
dan melepuh?”
Sa’ad menjawab, “Ya Rasulullah, tangan ini aku pergunakan mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluargaku.”
Rasulullah Saw kemudian mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh seraya
berkata, “Inilah tangan yang dicintai oleh Allah Swt.”

16 Muhammad Yusuf. Hidup Sukses Dengan Tahajjud. Yogyakarta: KAKTUS, 2018, hal. 85.
Peristiwa Rasulullah Saw mencium tangan salah seorang sahabat adalah tanda
bahwa beliau sangat menghargai orang yang bekerja keras. Beliau menyebutkan bahwa
tangan yang digunakan untuk bekerja sangat dicintai17 oleh Allah SWT. Dia tidak
menghendaki hambaNya menengadahkan tangan meminta-minta, mengiba belas kasih
kepada sesama manusia. Allah Swt Menghendaki manusia agar hanya meminta hanya
kepadanya melalui doa dan usaha.18
2. Tempat khusus bagi pelayan pengasuh dan pelayan jika diperlukan
Ad-Dardir adalah salah satu ulama terkemuka dari mazhab Maliki. Ia berfatwa
bahwa suami yang tidak bisa mengerjakan urusan rumah tangga sendiri wajib
menyediakan pembantu buat istrinya, jika dalam hal ini istri menolak membantu suami.
Pernyataan itu disebutkan oleh Ad-Darir dalam kitab as-Syarah al-khabir:
“Maka jika suami tak mampu melakukannya sendiri, ia wajib menyediakan pembantu
buat istrinya walau suaminya fakir.’
Ada hal yang menghubungkan antara pendapat Darir
dan isi ayat 233 surah Al-Baqarah. Bahwa suami (walaupun
“……….Seseorang
fakir) haruskan melakukan urusan rumah tangga, sebab itu
tidak dibebani lebih
merupakan bagian dari kewajibannya. Kefakiran tidak lantas dari kesanggupannya.”
membuatnya terlepas dari tanggung jawab sebagai qawwam.
Artinya secara hukum kewajiban menafkahi (termasuk urusan rumah tangga) tidak
lantas berpindah ke pundak istri gara-gara suami fakir.
Keterkaitan dengan Al-Baqarah ayat 233 (Allah tidak memberikan beban diluar
kemampuan) adalah sebagai berikut.
Apabila suami tidak sanggup melakukan kewajibannya, maka diperbolehkan
meminta bantuan istri untuk mengurus urusan rumah tangga. Namun jika istri tak
berkenan, padahal suami juga tak bisa melakukan semua urusan rumah tangga. Maka
pilihannya ada dua:
a. Suami melepaskan tanggung jawab dengan menceraikan istri sebab tak sanggup
menanggung beban, atau
b. Menyediakan pembantu dengan upah yang terjangkau dan memberikan tempat
tinggal yang layak serta menanggung zakat fitrahnya.
17 Muhammad Yusuf, hal. 86.

18 Muhammad Yusuf, Hidup Sukses Dengan Tahajjud. Yogyakarta: KAKTUS, 2018, hal. 87.
Itu jika kita membahasnya dari kacamata hukum yang hitam-putih dan
mengesampingkan perasaan. Namun syariat Islam tidak menyusun hukum terkait hak
dan kewajiban semata. Ada keharusan bagi suami istri untuk saling memperlakukan
pasangannya dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf). Ada aspek etika yang perlu mereka
jaga dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga.
Maka, seyogianya istri mau berbagi tugas rumah tangga. Apalagi suami dalam
keadaan fakir. Pahala besar dan keridhaan Allah menjadi balasan bagi istri yang tidak
banyak menuntut suami di luar kemampuannya atau mau membantu suami melakukan
tugas rumah tangga sebagaimana yang diteladankan oleh Sayyidah Fatimah az-zahra
binti Rasulullah SAW.19
3. Menyediakan rumah wanita (istri) yang merawat dan melayaninya.
Menurut INPRES NO 1 TAHUN 1991 TENTANG KOMPILASI HUKUM
ISLAM. Bagian keempat, tempat kediaman Pasal 81:
1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau
bekas istri yang masih dalam iddah.
2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam
ikatan perkawinan atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat
kediaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan, sebagai
tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta
disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya baik berupa alat
perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.20

Halalnya nafkah yang diberikan harus sangat diperhatikan oleh sang ayah. Allah lah yang
menanggung rezeki setiap hambaNya karena itu ayah harus bersikap sabar dan tidak boleh
berkeluh kesah dalam mencari nafkah. Adapun nasihat dari Imam bin Hambal kepada para ayah
bahwa hendaknya para ayah bertakwa kepada Allah dan memberikan makanan yang halal
kepada anaknya.

19 Aini Aryani, Lc. 32 Hak Finansial Istri dalam Fikih Muslimah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2021, hal. 31.

20 Dr. H. M. Syukri Albani Nasution, M. A. HUKUM PERKAWINAN MUSLIM: Antara Fikih Munakahat dan Teori Neo-Receptie in Compoexu. Jakarta: Kencana. 2020, hal. 297.
Ayah seharusnya bersikap bijak dalam memberikan nafkah. Tidak boleh terlalu kikir
ataupun terlalu berlebihan, apabila Allah melapangkan rezeki kepadanya, maka dia harus
melapangkan belanja kepada keluarganya. Rasulullah Saw. Bersabda: “Bukanlah umatku orang
yang dilapangkan rezekinya oleh Allah akan tetapi dia kikir terhadap keluarganya.” (HR. ad-
Dailami)

Allah suka kepada hambaNya yang selalu membagikan nikmat yang telah dikaruniakan
kepadanya. Infaq apabila dilakukan dengan niat ikhlas yang diberkan kepada anak, keluarga,
pelayan merupakan sedekah. Memberikan harta dan tempat tinggal kepada anak lebih utama
dibandingkan dengan menyedekahkan seluruh hartanya kepada orang lain sementara anaknya
dibiarkan terlantar dan minta belas kasihan orang lain. Sesungguhnya meminta-minta itu 21
merupakan pekerjaan yang rendah dan hina. Barangkali kondisi inilah yang memicu
kecemburuan sosial, karena kemiskinan yang tanpa dilandasi oleh iman yang kuat kepada Allah
hanya akan mengantarkan umat kepada kedurhakaan manusia.22

Sabda Rasulullah Saw yang bermaksud: Apa yang engkau beri makan kepada dirimu sendiri
maka itu dianggap sebagai sedekahmu, yang engkau beri kepada anakmu dianggap sebagai
sedekahmu, yang engkau beri makan kepada isterimu dianggap sebagai sedekahmu dan yang
engkau berikan kepada pembantumu dianggap sebagai sedekahmu”. (Hadis Riwayat Ahmad:
Kitab Musnah Ahmad bin Hambal, Hadis al-Miqdam ibn Ma’ri Karba al-Kindi) Justru,
pemberian nafkah oleh seorang ayah kepada anak-anak dan keluarga adalah suatu
tanggungjawab yang telah ditetapkan oleh Allah, bahkan tindakan yang ikhlas tersebut secara
tidak langsung adalah sedekah yang mendapat ganjaran berupa pahala.

2. Pendidik dan Pembimbing Utama Anak-Anak

Tiga aspek utama tanggungjawab ayah dalam membimbing dan mendidik anak dalam Islam
yaitu: Akidah, ibadah dan akhlak. Sebagai bukti, Luqman al-Hakim seorang ahli hikmah yang
bijaksana sekaligus salah satu contoh ayah dengan cara mendidik yang terbaik telah menentukan
asas pendidikan kepada anak-anaknya berdasarkan tiga prinsip kukuh tersebut sehingga kisahnya
direkam dalam al-Qur’an dalam surah Luqman. Pendidikan Luqman kepada anak-anaknya dapat

21 Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung jawab ayah terhadap anak laki-laki. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal. 42.

22 Adnan Hasan Shalih Baharits, hal. 43.


dijadikan contoh panduan pengajaran kepada para ayah dalam usaha membimbing anak-anak
masa kini.

 Dalam konteks pendidikan akidah kepada anak-anak, pondasi utama pendidikan nilai
yang ditekankan ialah berpegang teguh dengan kepercayaan kepada Allah Swt serta
tidak mensyirikkan-Nya. Kepercayaan kepada kewujudan Tuhan menjadi inti penting
bagi pembentukan nilai murni pengetahuan anak. Hal ini dapat dilihat dalam kisah
Luqman sepertimana dijelaskan melalui firman Allah dalam surah Luqman (31), ayat
13 yang bermaksud: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, semasa
ia memberi nasihat kepadanya:” Wahai anak kesayanganku, janganlah Engkau
mempersekutukan Allah (dengan sesuatu yang lain), Sesungguhnya perbuatan syirik
itu adalah satu kezaliman yang besar”.
Bagaimana bila anak bertanya “Kenapa kita harus beriman kepada Allah”?
Kita bisa menjawab pertanyaan ini dengan menjelaskan pada anak manfaat keimanan
kepada Allah Swt. “Buah dari keimanan kepada Allah Swt akan kita dapatkan baik di
dunia maupun di akhirat. Di dunia,kita akan mendapatkan kehidupan yang tentram,
damai dan sejahtera penuh berkah. Sementara di akhirat, kita dapat memperoleh
ampunan serta rezeki yang mulia yakni taman-taman syurga dengan berbagai
kenikmatan didalamnya.
 Pendidikan akidah kepada anak-anak juga merangkum aspek keimanan (rukun iman)
terhadap perkara-perkara ghaib seperti beriman kepada malaikat, kitab, rasul, alam
kubur, hari kebangkitan, syurga, neraka, qada’ dan qadar. Agar memiliki anak
dengan akidah yang lurus maka anak tidak hanya mengenal namun perlu juga
memahami rukun iman. Artinya anak tidak cukup hanya diberi tahu atau diminta
menghafal, tetapi anak pun perlu diberi penjelasan tentang rukun iman.
Jadi ayah perlu melengkapkan kefahaman anak sejak ia kecil sampai dewasa
yang berasal daripada pendidikan keimanan, membiasakan diri anak dengan asas-
asas pengajaran Islamiah dan mencintai Rasulullah Saw serta ahli keluarga baginda.
Keimanan merupakan perkara penting dalam kehidupan manusia karena keimanan
boleh memberi kesan positif kepada kesihatan jiwa, merupakan sumber segala
kebaikan dan gambaran kepada komponen Islam yang paling mulia.
 Dalam konteks ibadah pula, ayah perlu membimbing anak dari sejak usia dini,
terutama mengajarkan anak mendirikan ibadah sholat, lebih cepat mengajari anak
akan memberikan dampak positif sehingga lebih mudah tertanam dari jiwa mereka
untuk menjalankan kewajiban ibadah sholat. Menurut Abdullah Nasih Ulwan, “Ayah
bertanggungjawab mengajarkan anak tentang sholat sejak dari umur 7 tahun. Jika
anak tidak mau, maka ketika berumur 10 tahun, mereka perlu dipukul yang bertujuan
menakutkan tanpa memudharatkan mereka.” Hal ini menunjukkan bahawa anak-
anak yang berumur 10 tahun wajib disuruh mengerjakan sholat. Dari Amru bin
Syu’aib, daripada Ayahnya, daripada Kakeknya berkata, sabda Rasulullah SAW
“Suruhlah anak-anak kamu mengerjakan sholat semasa mereka sudah berumur tujuh
tahun, dan pukullah mereka (jika tidak sholat) kalau sudah berumur sepuluh tahun.
Kemudian pisahkan tempat tidur mereka” (Hadis Riwayat Abu Daud: Kitab al-Solat,
Bab al-Solat fi mara’id al-ghanam wa a’than).
Setelah itu perkenalkanlah kepada anak jadwal sholat sesuai dengan
ketentuannya. Ayah bisa memulainya dengan mengerjakan sholat zuhur, ashar,
maghrib, ataupun diwaktu anak-anak masih aktif berkativitas. Lalu secara perlahan
ayah bisa membangunkannya untuk menjalankan sholat subuh atau membiasakan
sholat isya sebelum makan malam atau sebelum tidur.
 Selain menerapkan pendidikan akidah dan ibadah kepada anak-anak, pendidikan
dari aspek akhlak atau adab-adab Islam juga perlu diberi didikan oleh ayah. Akhlak
mulia yang diajarkan dalam Islam meliputi seluruh aspek kehidupan seperti jujur,
menepati janji, berani, sopan santun, menghormati orang tua, tolong-menolong
kepada orang yang memerlukan, menyayangi orang lemah dan sebagainya. Hal ini
dapat menjadikan anak tersebut orang yang bertaqwa dan berakhlak mulia. Sabda
Rasulullah SAW yang bermaksud: “Muliakanlah anak-anak kamu dan baguskan
adab mereka”(Hadis Riwayat Ibu Majah: Kitab al-Adab, bab birr al-Walid wa al-
Ihsan ila al-Banat) Secara ringkas, al-Quran dan al-Sunnah telah menyatakan begitu
jelas berkenaan tatacara pendidikan terbaik yang perlu diberikan oleh ibu dan ayah,
khususnya ayah kepada anak-anak. Dapat disimpulkan bahwa ayah memainkan
peranan penting sebagai guru pertama dan utama untuk membimbing dan mendidik
anak-anak terhadap aspek akidah, ibadah dan akhlak dalam Islam.23

3. Berakhlak Mulia dan menjadi Contoh untuk Anak-Anak

Secara fitrah seorang anak lebih bangga dan sering membanggakan ayahnya. Selama yang
ia idolakan ini memenuhi keinginan kuat yang dimiliki anak, maka anak tidak mudah tergoncang
mentalnya. Akan tetapi, kalau ayah sudah tidak pantas dijadikan idola, maka anak akan
menentang kewibawaan ayahnya, bahkan dapat berimbas bagi mental anak.24

Menjadi seorang ayah merupakan tugas besar yang tak pernah selesai. Setiap ayah dituntut
terus belajar agar tetap dapat menjadi ayah yang baik. Menjadi ayah membutuhkan pengorbanan
kasih sayang, kesabaran dan keikhlasan. Ayah teladan harus mampu menunjukkan pada anaknya
bahwa ia menjalankan fungsinya sebagai ayah dengan baik. Nilai keteladanan yang penting
ditegakkan adalah terkait dengan fungsi dan peran ayah sebagai Imam dalam keluarganya.

Pepatah Arab mengatakan, “Siapa yang menyerupai ayahnya tidak akan teraniaya.” Artinya,
kuatnya pengaruh seorang ayah bagi anaknya. Jika fungsi ayah tidak dijalankan sehingga anak
tidak dekat dengan ayahnya maka pepatah tadi tidak akan terbukti. Akhirnya, anak hanya
menemukan figur kepakan dari lingkungan pergaulan dari luar rumahnya.25

Teladan dalam pendidikan adalah cara yang paling berpengaruh pada diri anak dalam segi
psikologis dan sosial anak. Hal itu karena pendidik adalah idola bagi anak. Kejelekan yang
dipandang di mata anak akan melekat di sanubarinya, dia akan mengikutinya dan menjadi bagian
dari sikap dan kepribadiannya. Oleh karena itu, keteladanan orang tua adalah faktor penting yang
dapat menentukan baik atau rusaknya kepribadian anak. Mungkin jika sebenarnya dia telah
punya kecenderungan berbuat baik tetapi orang tuanya membiasakan dan mendidiknya dengan
cara yang salah, dapat mengakibatkan anak akan menjadi orang yang sesat. Mudah saja bagi
orang tua memilih pendidikan yang tepat untuk anak, namun yang sulit adalah menerapkan apa
yang telah diajarkan ke anak-anaknya pada diri mereka sendiri. Jika anak melihat perbedaan apa
yang diajarkan dengan apa yang dilakukan orang tua, maka tidak berarti pendidikannya.

23 Izzah Nur Aida Zur Raffar dan Salasiah Hanin Hamjah. A Father’s Personality from the Islamic Perspective. GJAT:University of Malaysia. Vol 5. No 2, DECEMBER 2015, hal.94.

24 Yuli Farida. Ajari anakmu Berenang, Berkuda, dan Memanah. Jakarta: Media Pressindo, 2013, hal. 26.

25 Yuli Farida. Ajari anakmu Berenang, Berkuda, dan Memanah. Jakarta: Media Pressindo, 2013, hal. 27.
Semua pendidikan yang baik akan sulit dipercaya dan diikuti anak, apabila orang tua yang
mendidiknya tidak menerapkan kebaikan yang diajarkannya pada anak untuk dirinya sendiri
maka anak justru akan mengetahui apa yang dilihatnya, dilakukan, atau dikatakan orang tua,
bukan apa yang diperhatikan mereka untuk dilaksanakan. Contohnya saja, masalah minum
sambil duduk. Bagaimana anak akan mengikuti sunah Rasulullah Saw ini, jika ia melihat
ayahnya selalu minum dengan berdiri? Bagaimana ayah menginginkan anaknya 26 shalat, jika ia
sendiri tidak melaksanakannya? Demikian juga dengan masalah lain.

Kesimpulannya, keteladanan adalah cara terpenting dan paling berpengaruh dalam


mendidik anak, jika anak melihat teladan yang baik dari orang tua maka anak akan mengikuti
kebaikannya. Oleh karena itu, orang tua harus berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman dan
akhlak mulia, selalu berusaha melaksanakan segala perintah Allah Swt dan sunnah rasulNya
serta menjauhi bermaksiat padaNya.

Ingat, anak terus mengawasi gerak-gerik orang tua. Tidak cukup memberikan teladan baik,
orang tua juga harus membiasakan anak untuk meneladani orang yang paling tepat untuk
diteladani, yaitu Rasulullah Saw, ayah juga harus memilihkan sekolah yang tepat untuk anak,
dengan begitu ayah telah melaksanakan sedikit dari banyaknya kewajiban kepada anaknya,
sehingga jika suatu saat anaknya menyimpang dan memilih kesesatan itu bukan kesalahan orang
tua dan Allah akan mengampuninya dengan catatan orang tua telah mengajarkan atau mendidik
anak dengan baik.27

Adapun cara menanamkan akhlak mulia pada diri anak sejak dini yang bisa orang tua
lakukan:

1. Memberikan contoh akhlak yang baik.


Anak adalah peniru nomor satu, jadi pembelajaran terbaik untuk anak adalah
melihat dan mencontoh. Orang yang paling pertama akan dicontoh oleh anak adalah
keluarganya terutama ayahnya. Jadi satu cara terbaik menanamkan akhlak mulia dalam
diri anak adalah dengan memberikan contoh teladan baik kepada mereka.
2. Kenalkan tentang perilaku baik kepada anak sejak dini.

26 Adnan Tharsyah. 16 Jalan Kebahagiaan Sejati. Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika, 2006, hal. 113.

27 Adnan Tharsyah. 16 Jalan Kebahagiaan Sejati. Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika, 2006, hal. 114.
Anak perlu kita kenalkan tentang perilaku baik sejak dini, dengan mengajarkan
berbagai akhlak mulia kepadanya. Seperti adab makan minum, adab tidur, adab ketika
bertemu dengan yang lebih tua dan lain sebagainya. Munculkanlah kecintaan anak
kepada Nabi Muhammad Saw melalui sholawat, sebagaimana yang diajarkan Nabi
“Didiklah anakmu dengan 3 perkara: 1. Cinta kepada Rasulullah, 2. Cinta kepada
keluarga Rasulullah, 3. Cinta kepada Al-Qur’an”. 3 perkara ini jangan dibolak-balikkan,
karena Rasulullah yang membawa Al-Qur’an sedangkan keluarga Rasulullah yang
membawa ajaran Rasulullah. Selanjutnya kita juga perlu menyampaikan pada anak
tentang dampak kebaikan yang akan didapatkan dengan akhlak mulia baik itu dampak di
dunia maupun di akhirat.
3. Kenalkan tentang perilaku buruk kepada anak sejak dini.
Selain perilaku baik, anak juga perlu kita beri tahu tentang perilaku buruk. Akhlak
buruk yang seharusnya jangan dicontoh dan jangan dilakukan oleh anak. Lengkap juga
dengan mudhorat (kerugian) yang akan didapatkan jika tetap melakukan keburukan baik
di dunia maupun akhirat.28 Berdasarkan pengalaman penulis, mengingat masa depan
sebuah bangsa ini maka sangat disayangkan jika generasi muda menjadikan perilaku
buruk sebagai sebuah kebiasaan yang sangat lumrah, kata-kata yang tidak pantas dengan
mudahnya keluar dari mulut anak yang masih sekolah dasar. Maka disini keluarga sangat
berperan penting dalam membentuk perilaku anak.
4. Berikan apresiasi jika anak melakukan kebaikan.
Memberikan apresiasi berupa pujian kata, hadiah atau senyuman indah ternyata
sangat jarang dilakukan oleh orang tua pada anaknya. Karena kebanyakan orang tua lebih
mudah melihat kesalahan anak lalu menghukumnya daripada melihat kebaikan dan
memberikan apresiasi.29 Padahal apresiasi sangat dibutuhkan anak untuk perkembangan
mentalnya, dengan adanya apresiasi anak merasa kalau dirinya dianggap, dia tahu kalau
melakukan kebaikan akan berdampak baik juga sehingga hal ini menjadi motivasi
tersendiri baginya untuk terus melakukan kebaikan.
5. Saat anak melakukan kesalahan tegur dan ingatkanlah dia
Sabar menjadi kunci utama saat anak berbuat salah. Jangan membentak, memaki,
memukul bahkan mengancam anak saat dia melakukan kesalahan. Ketika melakukan
28 Marisa Humaira. Membangun Karakter dan Melejitkan Potensi Anak. Jakarta: Gramedia, 2019, hal. 34.

29 Marisa Humaira. Membangun Karakter dan Melejitkan Potensi Anak. Jakarta: Gramedia, 2019, hal. 34.
kesalahan anak butuh orang yang mengingatkannya dengan penuh cinta dan kasih
sayang. Tentunya apabila menegur dan mengingatkan dengan cara yang baik maka anak
akan menerima dengan baik pula.
6. Pastikan anak melakukan interaksi sosial dengan orang-orang berperilaku baik.
Setelah anak beranjak remaja tentu perilaku atau akhlaknya juga ditentukan oleh
pergaulannya. Anak akan melihat bahkan mencontoh teman-teman si pergaulan atau
orang yang sering berinteraksi dengannya. Untuk itulah kita sebagai orang tua perlu
mengawasi anak untuk memastikan dengan siapa saja dia berteman. Jika kita melihat
anak kita bergaul dengan orang-orang yang cenderung memiliki akhlak buruk maka
secepatnya ingatkan agar lebih berhati-hati dalam memilih teman.
7. Sabar dan konsistenlah dalam menanamkan akhlak mulia pada anak.
Anak adalah investasi masa depan, membentuk kepribadian anak, menanamkan
akhlak mulia dalam diri anak tidak bisa30 dilakukan dalam waktu sehari atau dua hari saja.
Perlu proses yang sangat panjang untuk mendapatkan hasil terbaik. Untuk itulah butuh
kesabaran dan konsisten dari kita pada orang tua dalam mendidik anak-anak kita. 31
Rasulullah Saw, bersabda; “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin.
Sesungguhnya semua urusannya adalah baik untuknya. Dan hal itu tidak ada kecuali pada
diri seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia pun bersyukur
maka hal itu adalah kebaikan untuknya. Apabila dia tertimpa kesulitan maka dia pun
bersabar, maka hal itu juga sebuah kebaikan untuknya.” (HR. Muslim)
Kesabaran merupakan modal utama yang harus dimiliki dalam mendidik anak
untuk mengenal dan mengamalkan ilmu agama. Jika kita tidak mampu mengontrol
emosi, maka anak menjadi tersakiti. Apalagi dalam agama islam anak memiliki
kedudukan yang istimewa yaitu sebagai anugerah terindah sekaligus amanah besar dari
Allah.

Menjadi orang tua memiliki tuntutan luar biasa besar terlebih ketika harus mendidik anak
ilmu agama sejak dini. Baik ayah maupun Ibu sama-sama bertanggung jawab atas pendidikan

30Marisa Humaira. Membangun Karakter dan Melejitkan Potensi Anak. Jakarta: Gramedia, 2019, hal. 35.

31Marisa Humaira. Membangun Karakter dan Melejitkan Potensi Anak. Jakarta: Gramedia, 2019, hal. 36.
agamanya dan sama-sama harus menjadi teladan bagi mereka. Maka kesabaran adalah modal
utama yang harus dimiliki kedua orang tua.32

4. Bergaul dan Melayani Anak-Anak dengan Kasih Sayang

Seorang ayah harus bisa menciptakan hubungan atau ikatan emosional dengan anaknya.
Kasih sayang, perhatian, dan lain semacamnya yang diberikan seorang ayah kepada anaknya
akan menimbulkan berbagai perasaan yang menunjang kehidupan sang anak dengan orang lain.
Cinta kasih yang diberikan oleh ayah kepada anaknya akan mendasari cara anak berhubungan
dengan orang lain. Artinya besarnya cinta kasih Ayah kepada anaknya sangat mempengaruhi
besarnya kebaikan sikap anak nantinya.

Ketika figur ayah adalah pribadi yang menjauh dan tidak aman pada anaknya tentunya ini
menjadi gelombang bencana besar bagi sang ayah, karena mereka pasti akan menepi dari
ayahnya. Padahal dengan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh anak, setelah
mereka akan mengalir permasalahan dalam hidupnya. Pada saat anak-anak mengalami
permasalahan tentunya memerlukan tempat untuk berdiskusi dan curhat agar permasalahannya
dapat terurai setelah menemukan solusinya. Mereka dapat melakukan tersebut dengan ayahnya.
Sehingga seorang ayah tidak hanya sebatas orang tua bagi anaknya namun harus bisa menjadi
sahabat untuk anaknya. Tentunya hal ini semakin menguatkan hubungan antara ayah dan anak.
Selain itu ayah pun dapat mengetahui perkembangan anaknya sampai dewasa serta menjadikan
dirinya tempat diskusi pertama bagi anaknya.33

Seorang ayah yang bisa menjadi pendengar yang baik terhadap sesuatu yang dikemukakan
dan menerima pendapat anaknya, serta mampu menciptakan komunikasi secara intens dan
terbuka dengan anaknya, maka anak akan merasa dihargai, diakui, diperhatikan, atau diterima
keberadaannya. Dampak adanya kedekatan antara ayah dan anak maka anak tersebut akan
mengenal arti hubungan batin diantara mereka. Sehingga nantinya dapat mewarnai hubungannya
dengan lingkungan sekitar, anak akan tahu bagaimana cara menghargai orang lain, mempunyai
sifat tenggang rasa dalam berkomunikasi, sehingga ketika anak dewasa, ia dengan mudahnya
bergaul atau membaur dengan orang lain.34

32 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal. 79.

33 Indra Mulyana, Keistimewaan Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak. Jawa Barat: CV Jejak, 2022, hal. 182.

34 Abdul Wahid. MERAIH JANNAJ DENGAN BERKAH AYAH. Yogyakarta: Saufa, 2016, hal. 26.
Sebuah ilustrasi yang cukup menarik dapat kita ambil hikmahnya tentang pengorbanan
seorang ayah yang luar biasa bagi anaknya. Suatu ketika, terdapat seorang alim di desa terpencil.
Ia hanya hidup bersama anak satu-satunya. Jika orang alim ini ingin sesuatu maka ia tidak pernah
sekalipun menyuruh anaknya. Ia akan mengambil dan melakukan sendiri sesuatu yang mesti ia
butuhkan.

Jika mendesak, maka ia akan meminta tolong kepada orang lain di sekitarnya, bukan kepada
anaknya. Dalam hal ini, nyaris anaknya tidak pernah mendengar sang ayah menyuruh sesuatu
kepadanya. Hal itu tercium juga oleh orang-orang di sekitarnya. Bagi masyarakat kebanyakan,
hal ini terasa tidak wajar, karena memang seorang anak tidak salah jika disuruh atau diminta
pertolongan oleh ayahnya.35Sedangkan, si anak wajib menerima dan mematuhi perintah ayah.

Namun, hal yang demikian ternyata tidak berlaku bagi seorang Alim. Tatkala ditanyakan
akan hal ini kepadanya, maka orang alim ini menjawab, “Aku bukan tidak ingin menyuruh
anakku, namun aku takut jika aku menyuruh sesuatu kepadanya, aku khawatir ia durhaka
kepadaku sehingga menyebabkannya berdosa dan masuk neraka. Padahal, aku tidak ingin
membakar anakku di neraka.”

Seorang ayah yang benar-benar paham akan tanggungjawabnya, maka ia akan memberikan
pengajaran tentang hidup, mendidik, dan mengurus anak dengan sebaik-baiknya. Ia akan
bersikap bijaksana dan lemah lembut ketika menyampaikan pelajaran dan pendidikan kepada
sang anak. Keburukan seorang anak terkadang disebabkan oleh kesalahan ayah dalam
mengurusnya. Begitu juga sebaliknya, ayah yang baik biasanya memang karena ketepatan sang
ayah dalam mendidik dan mengurusnya.36

AYAH HEBAT MENANAMKAN 9 PILAR KARAKTER DASAR PADA


ANAK

Menurut Khan pendidikan karakter adalah proses kegiatan yang dilakukan dengan segala
daya dan upaya secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak didik. Pendidikan karakter
juga merupakan proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan

35 Abdul Wahid. MERAIH JANNAJ DENGAN BERKAH AYAH, hal.27.

36 Abdul Wahid, hal.28.


pengembangan yang selalu mengajarkan, membimbing, dan membina setiap manusia untuk
memiliki kompetensi intelektual, karakter, dan keterampilan menarik.37

Ada 9 pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:

1. Karakter cinta Tuhan dan segenap cinta-Nya

2. Kemandirian dan tanggung jawab.

3. Kejujuran/amanah, diplomatis.

4. Hormat dan santun.

5. Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong.

6. Percaya diri dan bekerja keras.

7. Kepemimpinan dan keadilan.

8. Baik dan rendah hati.

9. Karakter toleransi kedamaian dan kesatuan.

Kesembilan karakter itu, perlu ditanamkan dalam pendidikan holistik dengan menggunakan
metode knowling the good, acting the good. Hal tersebut diperlukan agar anak mampu
memahami, merasakan atau mencintai dan sekaligus melaksanakan nilai-nilai kebajikan. Bisa
dimengerti, jika penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku baik walaupun secara
kognitif anak, mengetahui, karena anak tidak terlatih atau terjadi pembiasaan untuk melakukan
kebajikan.38

1. Karakter Cinta Tuhan dan Segenap Cinta-Nya

Buatlah mereka mencintai Allah. Perlakukan mereka dengan istimewa, berikan hadiah
kepada mereka, serta katakan kepada mereka: Seandainya Allah tidak memerintahkan hal ini,
niscaya aku tidak akan melakukannya terhadap kalian. Dengan begitu, mereka akan mencintai
Allah dan juga mencintai ayah, jika anak mencintai ayah hanya karena hadiah-hadiah yang

37 Haudi dan Hendrian. Sumber Daya Manusia dan New Normal Pendidikan. Sumatra Barat: CV. Insan Cendekia Mandiri, 2020, hal. 52.

38 Haudi dan Hendrian, hal. 53.


diberikan kepadanya namun suatu saat nanti ayah tidak memberikan hadiah lagi kepadanya dia
akan membenci anda. Akan tetapi, jika anak mencintai Allah niscaya dia akan mencintai ayah
baik saat memberikan hadiah kepadanya atau tidak, karena Allah telah memerintahkan hal itu
lakukan hal yang sama terhadap istri anda.39

2. Kemandirian dan Tanggungjawab

Keseharian anak-anak adalah bermain. Bagi anak hal yang paling menyenangkan dalam
hidupnya adalah bermain, permainan yang biasanya mereka lakukan adalah bermain dengan
boneka, masak-masakan, membuat rumah-rumahan, main jadi dokter-dokteran dan lain-lain.
Sedangkan anak laki-laki biasanya main pedang-pedangan, mobil-mobilan, lari-larian, bola,
robot dan mainan anak laki-laki pada umumnya. Namun sebaik-baiknya permainan adalah
permainan bermain dengan kontak fisik secara langsung dengan orang tuanya. Peran orang tua
dalam permainan dunia anak sekaligus dunia pengasuhannya akan menimbulkan kedekatan
emosional antara anak terhadap orang tua begitupun sebaliknya.40

Perlunya pengarahan dan bimbingan orang tua saat anak bermain. Anak perlu sentuhan dan
kehangatan kasih sayang cinta orang tuanya, ajarkan anak untuk mandiri, ajarkan mereka
tanggungjawab dengan cara mencontohkan sikap tanggung jawab dari orang tua. Misalnya saat
bermain bersama-sama, ajarkan anak untuk membereskan mainannya setelah selesai bermain
dengan cara membantu dan memberikan contoh kepada anak.

Ajak anak Berbicara saat selesai bermain misalnya, “Sayang, mari kita beres-beres
mainannya bersama-sama,41 ya. Kita harus membersihkan dan mengembalikan barang-barang
yang sudah dikeluarkan untuk dimasukkan lagi, supaya besok-besok mainannya tidak hilang dan
tidak berserakan.” (apabila disampaikan dengan nada yang lembut dan gembira Insya Allah anak
akan mau, anak akan bahagia mendengar suara lembut orang tuanya dan keceriaan ibu atau
ayahnya). Terkadang anak memerlukan kedekatan dengan orang tuanya, tidak memerlukan
mainan mahal untuk membuat anak bahagia. 42

39 Muhammad Husein Yaqub. Rahasia Pencinta Ramadhan. Jakarta: Mirqat, 2018, hal. 155.

40 Dewi Nur Halimah dan Desi Ratnasari. Parenting Nabawi dalam 3 Sudut Pandang PSA (Psikologi, Sains, dan Agama). Jakarta :Pustaka Rumah C1nta, 2021, hal.57.

41 Dewi Nur Halimah dan Desi Ratnasari, hal.58.

42 Dewi Nur Halimah dan Desi Ratnasari, hal.59.


Sebagai orang tua yang sayang kepada anak terlalu berlebihan, ketika semua rutinitas anak
harus dipantau dengan rasa ketidakpercayaannya, semua kemauan anak harus dituruti oleh orang
tuanya. Misalnya, anak minta dibelikan mainan padahal mainannya sudah menumpuk, anak
minta ini dan itu tetapi orang tua selalu menuruti semua kemauan anaknya. Namun, hal
tanggungjawab dan kewajiban anak tidak diajarkan kepada anak. Selayaknya orang tua memang
sudah kewajiban untuk menyayangi dan mencintai buah hatinya namun tidak lebay dalam
pengasuhannya.43 Anak yang terbiasa dilatih hidup mandiri akan bertanggungjawab atas dirinya.

Ajarkan anak rasa tanggung jawab, bahwa tugas sekolah bukanlah kewajiban orang tua
untuk menjawabnya, namun orang tua boleh mendampingi anaknya belajar serta harus
mengawasinya. Jangan mengambil alih tugas anak, maka anak akan terus bergantung pada anda
bila anda melakukan yang tidak seharusnya anda lakukan titik bimbing anak, ajari dengan baik
bila ia menemukan kesulitan.44

3. Jujur/Amanah, Diplomatis

Setiap situasi bergantung pada usia anak, baik secara fisik dan perkembangannya, maupun
situasi individualnya. Bagi seorang anak, suatu hal yang menarik apabila ia berbohong karena
memberikan ia cara penyesuaian kepribadian, yang merupakan elemen utama dari tahap
perkembangannya.45 Risikonya, berbohong akan dijadikan alat anak untuk menetapkan identitas
diri. Ia berbohong untuk menemukan siapa jati dirinya.

Walaupun ini merupakan bagian dari perkembangan yang wajar namun perilaku berbagai
jenis ketidakjujuran berpotensi besar menjadi bumerang pada diri anak. 46 Perlunya contoh dari
orang tua karena anak-anak akan menyaksikan dan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.
Misalnya, jika orang tua meminta anak untuk berkata tidak di rumah padahal ada di rumah
mereka tidak hanya memberi posisi tak nyaman pada anak, tetapi juga mengajarkan bahwa
berbohong merupakan hal wajar.

Anak yang dibesarkan di dalam keluarga yang orang tuanya suka berbohong, biasanya akan
mengulang perilaku orang tuanya karena mereka tidak sungguh-sungguh diingatkan ketika mulai
43 Dewi Nur Halimah dan Desi Ratnasari. Parenting Nabawi dalam 3 Sudut Pandang PSA (Psikologi, Sains, dan Agama), hal.62.

44 Dewi Nur Halimah dan Desi Ratnasari, hal.63.

45 M. Noor Said. Hidup Teratur dengan Jujur dan Disiplin. Semarang :Alprin, 2020, hal. 41.

46 M. Noor Said, hal. 42.


berbohong. Orang tua perlu mempertimbangkan kejujuran serta memikirkan nilai dan rasa
percaya diri penting bagi anak, dan karakter merupakan hal yang penting dalam membentuk
kehidupan yang baik bagi anak. Maka, orang tua perlu menyadari betapa besar pengaruh mereka
terhadap perkembangan karakter anak sejak usia dini.

Selanjutnya, bila anak didukung dan diberikan panduan mengenai hal ini, atau diberi
kesempatan untuk mengembangkan karakternya, maka mereka tak perlu lagi berbohong. Sekali
lagi, bicara soal kejujuran setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang
bijak, adil dan berani. Anak perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan kejujuran dan
tanamkan pada dirinya kalau berbohong justru akan menimbulkan perasaan tak nyaman karena
hal itu bukanlah karakter asli mereka.47

Adapun jika anak terlanjur suka berbohong, maka hal yang harus dilakukan orang tua ialah:

 Dorong anak untuk jujur, bila orang tua mencurigai anak bohong maka jangan langsung
memarahinya. Tetapi alangkah baiknya orang tua berbicara dengan lemah lembut agar
anak merasa nyaman bercerita.
 Ajarkan sebab akibat jika ia berbohong, buatlah aturan mengenai apa saja yang ia terima
jika ia berbohong. Namun, sebaiknya hindari memberi hukuman fisik.
 Tegas, ketika mendapati anak berbohong maka orang tua harus tegas akan tetapi tidak
berarti marah-marah.
4. Hormat dan Santun

Rasa hormat adalah menghargai orang lain dengan berlaku baik dan sopan. Rasa hormat
merupakan kebajikan yang mendasari tata krama, dunia ini akan menjadi lebih bermoral jika kita
memperlakukan orang lain sebagaimana kita mengharapkan orang lain memperlakukan kita.
Menumbuhkan rasa hormat juga perlu untuk membentuk warga negara yang baik dan
berhubungan interpersonal yang positif, karena rasa hormat menuntut agar semua orang sama-
sama dihargai dan dihormati.48 Ini dapat mencegah tindak kekerasan, ketidak adilan, dan
kebencian. Bahkan, kebajikan ini sangat penting bagi keberhasilan anak dalam berbagai bidang
kehidupan baik saat ini maupun di masa mendatang.

47 M. Noor Said. Hidup Teratur dengan Jujur dan Disiplin, hal. 43.

48 Dr. Zubaedi, M. Ag., M. Pd. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011, hal.61.
Dalam menumbuhkan rasa hormat maka diperlukan langkah-langkah, yaitu:

 Pertama, menjelaskan cara memperbaiki sikap agar anak dapat melihat Seberapa
pentingnya hal tersebut.
 Kedua membantu anak menyadari konsekuensi Perilaku tidak sopan dan menentang
kekasaran, pembangkangan dan kekurangan ajaran, karena anak yang menunjukkan
rasa hormat biasanya lebih sopan dan santun.
 Ketiga, membantu anak menyesuaikan tata krama sehingga dapat menghormati dan
dihormati orang lain. Semakin sering anak menunjukkan rasa hormat, semakin baik
anak menyukai dirinya, dan semakin banyak pula orang lain yang menyukainya.

Bersikap hormat terhadap orang lain bukan berarti kita harus selalu sependapat dengan
opini mereka. Kita perlu beritahu anak-anak bahwa mereka boleh tidak sependapat, yang penting
mereka harus tetap bersikap hormat dan kita perlu ajarkan hal ini. Ada 4 hal yang mendorong
mereka bersikap hormat kepada orang lain, yang dapat disingkat menjadi “FAIR”, yaitu:

 Pertama, F- Focus; pusatkan pada perilaku. Mengajarkan agar anak memfokuskan


pada perilaku orang yang bermasalah dengannya dan bukan pada perasaan dirinya
terhadap orang tersebut. Kadang cukup membantu jika kita tanyakan kepada anak
mengenai perilaku yang mengganggu baginya.
 Kedua, A- Assert; ungkapkan dengan tenang. Ingatkan anak bahwa pendapatnya
akan lebih dihargai jika ia mengungkapkan dengan tenang. Jadi, beritahu agar ia
berusaha menahan kemarahan dan kekesalan dalam bicara dan postur tubuhnya.
 Ketiga, I- i (saya); sampaikan pendapat dengan kata “saya”. Salah satu cara
berkomunikasi yang sopan adalah menyampaikan pendapat dengan kata saya yang
asertif. Yang terpenting adalah memberitahukan bahwa sebaiknya dalam
menyampaikan pendapat, mulailah dengan kata “saya” bukan “Anda” atau “kamu”.
 Keempat, R- Remain; tetap bersikap hormat. Menekankan kepada anak bahwa meski
ia tidak berhak menoleransi perlakuan yang tidak49 sopan, ia tetap harus bersikap
sopan. Jadi, tidak dibenarkan mengetahui, mempermalukan, dan bersikap sinis

49 Dr. Zubaedi, M. Ag., M. Pd. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, hal.62.
terhadap orang lain. Ia harus tetap bersikap sopan ketika mengemukakan
keberatannya.50
5. Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong

Ajarkanlah kepada anak kita bahwa harta yang ia miliki tidaklah pantas bila disimpan dan
ditumpuk, tetapi harta yang harus disedekahkan di jalan Allah Swt. Saat tidak ada yang bisa
menolong kita di akhirat maka harta yang kita sedekahkan sebagai penolong kita. Ajarkanlah
bahwa harta yang ditumpuk tidak akan membawa manfaat sama sekali di akhirat. Harta akan
bermanfaat bila dibelanjakan secara ikhlas di jalan Allah Swt. Karena itu, setiap kali ada
kesempatan khusus atau setiap hari Jum’at, ajaklah anak ke masjid dan berikan uang agar ia
sedekahkan, bisa juga dengan cara-cara yang lain.51

Membantu sesama adalah perbuatan terpuji karenanya sudah pasti melakukannya dengan
keikhlasan hati. Namun demikian tidak semua anak bisa dengan senang hati menolong orang
lain, kebiasaan anak untuk mau dengan senang hati membantu sesama membutuhkan proses
panjang. Lalu, apa yang harus dilakukan orang tua agar anak-anak memiliki keinginan untuk
bersedia membantu orang lain di lingkungannya? Ini adalah beberapa cara yang yang mungkin
bisa menjadi salah satu pilihan bagi orang tua dalam mengasuh anak: Anak melihat contoh dari
orang tua, membiarkan membantu sebisanya, memberi pengarahan dan pujian dan menjadikan
kebiasaan.52

6. Percaya Diri dan Bekerja Keras

Kak Seto selaku ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) berpendapat bahwa percaya diri
anak memang harus ditumbuh suburkan. Karenanya, rasa percaya diri mampu mengasah
kreativitas dan ini sangat penting agar anak-anak bisa Kidpreneur. Tentu saja, kidpreneur dalam
benak Kak Seto tak hanya soal bahwa anak-anak belajar menjadi pengusaha saja namun lebih
luas lagi, bahwa anak mampu menggali potensi dan kemampuan dirinya lalu bisa
mengembangkan potensi tersebut agar bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.

50 Dr. Zubaedi, M. Ag., M. Pd. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, hal.63.

51 H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. Tarbiyatush Shahabah. Yogyakarta: DIVA Press, 2017, hal. 53.

52 SiGde Sudarsana. STRATEGI MENJADIKAN ANAK DI ATAS RATA-RATA. Jakarta: Guepedia, 2021, hal. 64.
Ibu Elly Risman, seorang psikolog, pendiri Yayasan Kita Dan Buah Hati, mengatakan hal
lain tentang percaya diri. Rasa ini sangat berkaitan dengan rasa nyaman seseorang tentang
dirinya sendiri dan penilaian orang lain terhadap dirinya. Kebalikannya, orang yang tidak
percaya diri terus-menerus akan jatuh takut untuk mencoba. Dia tak merasa gembira karena
menganggap dunia adalah tempat yang menjadi musuh besar baginya. Tidak percaya diri
mengakibatkan si empunya merasa ada yang salah dalam dirinya sehingga dia tidak
diperhitungkan orang di sekitarnya alhasil kesempatan dirinya untuk menyalakan citra positif
tentang dirinya menjadi terhambat.

Cerita tentang Elang kecil yang berada di kerumunan ayam layak dijadikan ilustrasinya
bayangkan apa yang terjadi jika setiap hari orang kecil tahu bahwa ayam menggunakan kakinya
untuk menggaruk-garuk tanah, berjalan megal-megol di pekarangan sambil mengeluarkan
bunyinya yang khas seperti “petok-petok” atau “kukuruyuk”? Secara fisik pun, elang kecil tak
tampak sama dengan ayam. Apa yang terjadi?

Elang kecil akan minder, bahkan karena keseringan melihat tingkah ayam dia jadi lupa jati
dirinya yang bisa terbang ke angkasa. Elang kecil tak bahagia karena dia tak percaya diri hidup
di tengah-tengah keluarga ayam. Ayam selalu menjelekkannya karena elang kecil tak mampu
berkelakar hebat layaknya ayam. Bunyi “kukuruyuk” itu tak bisa keluar dari mulutnya. Dia jatuh
dan berharap bisa bertemu induknya yang akan dengan senang hati mengajarinya terbang dengan
kecepatan tinggi di angkasa raya.

Oleh karena itu, tak heran orang tua juga menjadi cemas dan geregetan manakala melihat
anaknya sejak kecil tidak percaya diri, pemalu dan enggan berbicara dengan orang setiap kali
diajak dalam sebuah perkumpulan. Anak terus menempel dan memegangi atau meminta
digandeng orang tuanya. Kalau kecilnya saja sudah seperti itu, bagaimana kalau sudah besar?
Orang tua masih saja dihantui pertanyaan seperti itu. Menganggap kondisi anaknya yang tidak
percaya diri sebagai sesuatu yang menakutkan, tidak boleh terjadi dan berharap anaknya bisa
berubah.

Sah-sah saja boleh-boleh saja dan wajar orang tua khawatir dengan ketidakpercayaan diri
anak. Namun, benarkah anak itu betul-betul tidak percaya diri sejak pertama kali lahir? Apakah
memang sudah bawaan dan karakter dasarnya seperti itu sehingga susah untuk diubah?53 Maka
disinilah pentingnya peran orang tua dalam membangun kepercayaan diri anak sejak usia dini
yaitu dengan cara sering-sering berinteraksi dan membawa anak ke tempat yang ramai.

Seorang ayah menjadi pemimpin bagi anak-anak dan istrinya dalam rumah tangga wajib
menciptakan iklim yang sehat agar anak-anaknya mau dan mampu bekerja. Wajib mendorong
memberikan semangat dan motivasi anak-anaknya supaya mau bekerja keras. Wajib melarang
anak-anaknya bermalas-malasan, hidup santai atau menganggur.54

7. Kepemimpinan dan Keadilan

Tanamkan jiwa kepemimpinan pada diri anak agar ia memiliki tanggung jawab dengan
kehidupannya. Kepemimpinan adalah modal dasar manusia sebagai tugasnya menjadi khalifah di
muka bumi. Melatih anak agar memiliki jiwa leadership adalah dengan sesering mungkin
memberikan amanah atau tugas tertentu. Tugas tersebut tentunya reward dan kritik harus
diberikan untuk mengevaluasi keberhasilan anak dalam menjalankan tugasnya.55

8. Baik Hati dan Rendah Hati

Kebaikan hati yaitu menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perasaan orang
lain. Kebaikan hati menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain.
Satu hal yang pasti, jika kita tidak berbuat apa-apa kita tidak bisa berharap anak-anak akan
bersikap simpatik dan berbelas kasih di dunia yang penuh pesan-pesan buruk dan pesimis.
Bahkan, kita harus secara sadar dan berusaha keras mengganti pesan-pesan negatif ini dengan
cara yang paling efektif yaitu menumbuhkan kebajikan yang berupa kebaikan hati.

Ada langkah yang dapat membangun kebaikan hati, yang mana hal tersebut menumbuhkan
kepedulian, kedermawanan dan kasih sayang. Lagkah-langkahnya sebagai berikut:

 Pertama, ajarkan makna, nilai dan manfaat dari kebaikan hati bagi dirinya.
 Kedua, tidak menoleransi kejahatan sehingga anak akan sadar akan konsekuensi
perilaku buruk.

53 Henny Puspitasari. Membangun Rasa Percaya Diri Anak. Jakarta Pusat: Elek Media Komputindo, 2014,hal. 7.

54 Farid, S. E., M. M. Kewirausahaan Syariah. Jakarta: Kencana, 2017, hal. 56.

55 David Efendi dan Arief Budiman. THE SPIRIT of DAUZAN Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi Muhammadiyah. Jakarta: Titah Surga dan Serikat Taman Pustaka, 2018, hal. 37.
 Ketiga, mendorong kebaikan hati dan menunjukkan pengaruh positifnya bukan
untuk mengharapkan balasan melainkan karena ia suka membuat orang senang.

Strategi berikut membantu anak mengenali perbuatan baik seperti apa yang memberi
manfaat dan bagaimana menumbuhkannya. Dapat diakronim menjadi "TIP", yaitu:

 Pertama, T-Tell; Tunjukkanlah siapa yang mendapat kebaikan hati dan jelaskan
kebutuhan orang tersebut.
 Kedua, I-Identify; Jelaskan perbuatan baik seperti apa yang dilakukan atau
dikatakan.
 Ketiga, P-Point; Tunjukkan manfaat perbuatan baik tersebut terhadap orang yang
menerimanya.56
9. Karakter Toleransi Kedamaian dan Kesatuan

Toleransi diartikan dalam kehidupan beragama lebih kepada mengetahui perbedaan


kepercayaan. Toleransi memiliki arti menghargai perbedaan dan tidak menyudutkan salah satu
pihak dengan sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.57 Guna menjaga kesatuan bangsa, maka dari sedini
mungkin anak-anak diajarkan dan menumbuhkan rasa toleransi terhadap satu sama lain.

Sukses anaknya adalah sukses orang tua juga.58 Dari tadi dapat kita pahami, jika berbicara
tentang siapa dan bagaimana pendidik dalam pendidikan karakter di keluarga sesungguhnya
membicarakan tentang orang tua dan peran mereka dalam mendidik anak-anaknya. 59 Berikut
adalah cara membentuk anak agar bisa menerima keragaman:

1. Menerima perbedaan sejak dini, langkah pertama membantu anak mengembangkan sikap
positif terhadap keragaman adalah menekankan sejak dini bahwa tidak ada salahnya jika
kita berbeda. Orang tua bisa memulai dengan mengajak anak melihat sidik jari dan
menjelaskan bahwa tidak ada dua sidik jari yang sama, sehingga tidak ada dua orang
yang sama persis pula. Bisa juga membuat kolase dari guntingan gambar majalah yang

56 Dr. Zubaedi, M. Ag., M. Pd. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011, hal. 63.

57 Ista Wifya Ningsih, dkk. INDONESIAKU BHINNEKA TUNGGAL IKA. Jakarta: Gramedia, 2022, hal. 447.

58 Amirulloh Syarbini. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Jakarta: Gramedia, 2014, hal. 48.

59 Amirulloh Syarbini, hal. 49.


menunjukkan berbagai jenis manusia, dengan berbagai jenis gender, usia, ras, budaya,
latar belakang, penampilan fisik dan bahkan suasana hati.
2. Kenalkan anak terhadap keragaman, ketidaktahuan atau kurangnya informasi merupakan
salah satu alasan mengapa anak meyakini suatu stereotip. Kurangnya pemahaman,
ditambah kurangnya informasi, bisa membuat anak merasa takut atau tidak nyaman
dengan orang lain. Hal ini diketahui berdasarkan kisah nyata dari anak usia 9 tahun ketika
guru mengajak murid-murid sekelasnya mengunjungi panti jompo agar mereka
menghibur para manula. Mengunjungi panti jompo merupakan kesempatan yang baik
bagi anak-anak belajar melayani orang tua, tetapi ternyata salah satu anak tidak mau ikut.
Setelah cukup lama barulah disadari bahwa ia tidak nyaman dengan hal tersebut karena
sebelumnya ia tidak banyak berhubungan dengan manula. Setelah dibicarakan apa saja
yang mungkin akan ia lihat di sana ia pun terlihat tenang. Sepulang dari kegiatan tersebut
ketakutannya menghilang. Ia bahkan tidak sabar ingin segera ke sana lagi. Wajar jika kita
merasa nyaman berada diantara orang-orang yang berbeda dengan diri kita sendiri.
Namun, memperkenalkan keragaman kepada anak sejak dini dan membicarakan
perbedaan yang ada akan mencegah perasaan takut atau stereotip yang bisa terbawa
hingga masa remaja dan dewasa.60
3. Bantu anak melihat persamaan, doronglah anak melihat persamaannya dengan orang lain
bukan hanya perbedaannya. Salah satu cara menumbuhkan toleransi pada anak adalah
melakukan permainan dengan keluarga yaitu permainan “Sama” dan “Beda.” Mulailah
dengan membentuk pasangan-pasangan anggota keluarga, masing-masing pasangan mesti
mencari 5 persamaan dan perbedaan di antara mereka. Jawaban bisa ditulis atau
digambar. Jawaban “Sama” misalnya, “Kami sama-sama orang Afrik-Amerika, beragama
Kristen, berambut hitam, bermata coklat, dan anggota keluarga William.” Jawaban
“Beda” misalnya “Saya suka sepak bola, dia suka main tenis, saya main saksofon, dia
main biola, saya kelas empat, dia kelas dua, saya 155 cm, dia 150 cm.” Selanjutnya setiap
kali anak menunjukkan perbedaan antara dirinya dengan orang lain anda bisa katakan,
“Ya, ada banyak perbedaan antara kau dan orang lain. Coba cari persamaan kalian.”61

60 Michele Borba, Ed. D. Building Moral Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 249.

61 Michele Borba, Ed. D, hal. 250.


FATHERING ALA NABI MUHAMMAD SAW

Meskipun Rasulullah telah wafat lebih dari 1400 tahun lalu namun ajarannya masih bisa
kita cecap sampai sekarang. Banyak teori dan opini lain tentang bagaimana mendidik anak yang
paling benar dan paling tepat. Namun di antara itu semua, ajaran Rasulullah tetaplah yang paling
baik untuk kita teladani.

Ajaran Rasulullah selalu cocok diterapkan dari zaman ke zaman. Sebab, yang diajarkan
Rasulullah adalah nilai-nilai terpuji. Perubahan zaman memang tidak bisa kita hindari, sebagai
orang tua pun kita tidak bisa mengacuhkan geliat perkembangan zaman secara begitu saja.
Namun secara prinsip, nilai dari ajaran Rasulullah, masih sangat relevan dan cocok untuk kita
terapkan dan ajarkan saat ini kepada anak-anak kita tercinta.62

Berikut adalah cara Nabi mendidik anak-anaknya, yang diklasifikasikan secara sederhana:

1. Tunduk dan Patuh Kepada Allah


Ajaran ini adalah ajaran yang paling dasar, inti dan sangat penting yang
diterapkan nabi kepada anak-anaknya yakni tunduk dan patuh kepada Allah Swt. Sikap
tunduk dan patuh, bukan semata disebabkan karena mereka anak dari seorang nabi
pembawa risalah Allah melainkan sikap tunduk dan patuh itu murni tumbuh di dalam
jiwa mereka, karena mereka adalah hamba Allah yang diwajibkan untuk tunduk dan
patuh kepada Tuhan mereka.
Banyak cara yang dilakukan Rasulullah dalam menerapkan pendidikan keIlahian
dasar, diantaranya adalah:

 Sering mengajak anak- anaknya berdialog tentang Tauhid

Nabi sering mengajak anak-anaknya berdiskusi tentang Tauhid, terutama


dengan putri beliau yaitu Sayyidah Fatimah. Sebab, Fatimah yang lahir setelah Nabi
Muhammad diangkat menjadi rasul. Meski demikian banyak diskusi dengan ayah
mereka.63 Keempat putri Rasulullah (Fatimah az-Zahra, Zainab binti Muhammad,
Rukayyah binti Muhammad dan Ummu Kultsum binti Muhammad) sudah terbiasa

62 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah. Jakarta Selatan: Qultum Media, 2018, hal.18.

63 Azizah Helmi, hal. 22.


mendengar nasihat ayah mereka tentang ketauhidan. Keempatnya sangat patuh
kepada sang ayah, Sebab mereka tahu, patuh kepada Allah berarti juga harus patuh
kepada kekasihNya yaitu ayah mereka. Seberat apapun perintah yang Rasulullah
sampaikan selalu mereka laksanakan dengan iklahs dan tulus.64

Rukayyah bahkan mematuhi perintah ayahnya untuk hijrah ke Habasyah


bersama suaminya, Utsman bin Affan. Padahal letak Habasyah sangat jauh dari
Makkah. Kerelaan Rukayyah meninggalkan ayah dan ibunya demi tunduk dan patuh
pada perintah ayahnya. Sebab ia tahu, perintah ayahnya adalah perintah Allah,
melanggar perintah ayahnya berarti sama dengan melanggar perintah Allah.

Sedangkan Ummi Kultsum, bersama adiknya Fatimah yang saat itu masih
kecil, harus mengalami masa-masa sulit di awal kenabian ayahnya. Ia juga ikut
mengalami pemboikotan, bahkan menyaksikan begitu banyak kecaman dan siksaan
orang-orang kafir Quraisy kepada ayah dan para sahabat ayahnya. Dari sisi
keberanian, Ummi Kultsum memang tidak setangguh Fatimah yang berani melawan
secara fisik orang-orang kafir Quraisy. Ummi Kultsum lebih banyak di rumah,
membantu dan melayani ayah, Ibu dan adiknya, menyiapkan keperluan sehari-hari
mereka.

Sedangkan Zainab memiliki waktu lebih sedikit lagi bersama ayahnya daripada
saudara-saudaranya. Ia lahir jauh sebelum ayahnya diangkat menjadi nabi, Zainab
lahir 23 tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Meski begitu, Zainab tetap
seorang anak yang patuh dan taat terhadap ayahnya Zainab yang sempat menikah
dengan laki-laki non muslim dengan dukungan ayah dan Ibunya pada akhirnya
mengislamkan suaminya. Bahkan pasca65 masuk Islam, suami Zainab menjadi salah
satu orang yang sangat patuh dan taat kepada nabi.

Fatimah yang lahir saat Rasulullah sedang berada di masa-masa sulit bahkan
harus ikut merasakan pemboikotan yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy di
lembah Syi'ib. Nyali dan keberaniannya melawan musuh-musuh ayahnya sudah
terlihat sejak kecil. Fatimah berani mendatangi dan menantang Abu Jahal yang
64 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal. 23.

65 Azizah Helmi, hal.24.


melempari ayahnya dengan kotoran unta saat ayahnya sedang sholat di depan
Ka'bah. Fatimah juga selalu terlibat dalam dialog-dialog penting dengan ayahnya.
Tidak hanya soal ketauhidan, melainkan juga tentang politik, pertahanan, ekonomi
sosial dan pendidikan. Dalam situasi apapun Fatimah hampir selalu mendampingi
ayahnya. Ia melayani ayahnya, memenuhi semua kebutuhan sehari-hari ayahnya,
merendamkan kegundahan dan kesedihan ayahnya karena ditinggal ibunya, dan lain
sebagainya.66

Intinya, semua anak Nabi adalah anak-anak yang tunduk dan patuh kepada
Allah. Tak satupun dari mereka yang pernah bahkan berani melawan Rasulullah,
ketika Rukayyah dan Ummi Kultsum, sempat menikah dengan anak-anak Abu Lahab
dan Abu Lahab memerintahkan untuk melawan ayah mereka, tetapi pastinya mereka
tidak melakukannya. Mereka lebih memilih untuk tunduk dan mengabdi kepada ayah
mereka dibandingkan menaati perintah suaminya yang dzalim itu meskipun mereka
pernah mengalami penyiksaan dan perlakuan buruk dari suami-suami mereka, namun
mereka tetap gigih dengan pendirian mereka yakni bertahan dengan tunduk dan
patuh kepada ayah mereka.67

Kepatuhan anak-anak Rasulullah merupakan bukti, bahwa Rasulullah berhasil


menanamkan pendidikan ketauhidan kepada anak-anaknya. Nilai-nilai tauhid itu
mengakar kuat dalam lubuk hati mereka, tidak lain karena Rasulullah adalah sosok
ayah yang dekat dengan anak-anaknya. Dekat dalam arti mampu merengkuh,
mengajak berbicara dan memahamkan bahwa hanya Allah lah tujuan hidup mereka.

Ilmu tauhid adalah ilmu tentang Ketuhanan. Ilmu ini sangat penting untuk
diajarkan kepada anak semenjak dini. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah
beliau mengajarkan anak-anaknya untuk mengucapkan Lailahaillallah yang mana
berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Dijelaskan dari Ibnu Abbas Rasulullah Saw
bersabda: “Bukalah lidah anak-anak kalian pertama kali dengan kalimat La Ilaha
Illallah. Dan saat mereka hendak meninggal dunia maka bacakanlah Lailahaillallah.
Sesungguhnya Barang siapa awal dan akhir pembicaraannya Lailahaillallah

66 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal.25.

67 Azizah Helmi, hal.26.


kemudian ia hidup selama 1000 tahun, maka dosa apapun tidak akan ditanyakan
kepadanya.” (Sya'bul Iman)

 Melibatkan anak-anaknya dalam majelis ta’lim


Pendidikan ketauhidan tidak lepas dari ilmu dan amal. Ketahuidan adalah ilmu yang
harus terus diasah dan diperkaya, lalu diimplementasikan dengan cara bersikap, agar
cahayanya selalu bersinar dalam lahir dan batin setiap manusia. Karena itu Rasulullah
selalu mengajak anak-anaknya untuk ikut dalam majelis-majelis keilmuan yang
diampuinya. Rasulullah selalu mengadakan pengajaran ketauhidan bersama para sahabat
di masjid-masjid.68 Sahabat-sahabat wanita pun sering pula diikut sertakan dalam majelis-
majelis keilmuan yang dipimpin Rasulullah. Keluarga, tak terkecuali anak-anaknya, pun
ikut sertakan. Dengan cara ini, ketauhidan mereka akan terus meningkat dan tertancap
kuat dalam lubuk hati mereka.

 Mengingatkan anak-anaknya yang melakukan kesalahan

Rasulullah juga selalu mengingatkan anak-anaknya saat mereka melakukan


kesalahan. Bahkan Rasulullah juga menghukum mereka, peringatan dan hukuman adalah
salah satu cara Rasulullah dalam mendidik anak-anaknya agar bertanggung jawab dan
berhati-hati pada setiap masalah dan persoalan yang terjadi.

Suatu hari Fatimah menjumpai ayahnya sebagaimana biasanya. Fatimah masuk,


bersalaman, kemudian berdiri di sisi ayahnya. Rasulullah sangat senang melihat anak
kesayangannya itu datang, Merekapun berbincang-bincang sebagaimana biasanya.
Namun tiba-tiba, air muka Rasulullah Saw berubah ketika tahu Fatimah mengenakan
kalung emas di lehernya. Rasulullah terlihat sangat tidak suka, Fatimah pun menyadari
raut muka ayahnya yang berubah menjadi keruh tersebut. Ia lalu bergegas pamit dan
keluar dari kediaman ayahnya. Fatimah keluar dengan sepasang mata berkaca-kacs penuh
kesedihan. Fatimah tahu, jika ia telah melakukan kesalahan, Fatimah adalah orang yang69
paling tidak rela jika ada yang membuat ayahnya marah. Namun kali ini, justru dirinyalah
yang telah membuat ayahnya marah. Sesampainya di rumah, tanpa pikir panjang ia segera

68 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal.27.

69 Azizah Helmi, hal.28.


melepas kalung di lehernya dan tidak akan memakai kalung itu lagi sebab ayahnya tidak
menyukainya, tapi Fatimah bingung apa yang harus ia lakukan terhadap kalung tersebut.
Apakah ia harus menjual kalung itu lalu uangnya ia belikan seorang hamba sahaya untuk
membantunya mengurus pekerjaan rumah tangga atau bagaimana? Sebab selama ini
Fatimah melakukan semua pekerjaan rumah tangganya sendirian dengan kondisinya yang
sering sakit-sakitan. Tapi, jika ia membeli seorang hamba sahaya ia takut Ayahnya masih
tidak berkenan dan tidak menyukainya. Dan nanti, ketika Rasulullah melihat hamba
sahaya itu ia akan teringat kembali pada kalung emas milik Fatimah.

Setelah dilanda bimbang, Fatimah pun memutuskan untuk segera menjual kalung itu
lalu uang hasil penjualannya ia gunakan untuk memerdekakan seorang hamba sahaya
Fatimah datang lagi menemui ayahnya. Sebelum ayahnya bertanya soal kalung emas itu,
Fatimah mendahului berkata, “Aku telah menjual kalung70 itu ayah dan uangnya aku
gunakan untuk membeli hamba yang kemudian ku merdekakan.” Seketika wajah
Rasulullah berbinar dan berseri. Melihat wajah ayahnya yang cerah ceria Fatimah pun
merasa sangat bahagia.

Mengingatkan anak atau memberinya hukuman saat anak melakukan kesalahan,


sesungguhnya adalah bentuk kasih sayang orang tua. Sebab, orang tua yang baik tidak
akan membiarkan anaknya melakukan kekeliruan. Jika keliru, maka siapapun yang
melakukan kekeliruan itu harus memperbaikinya, malah minta maaf dan berusaha keras
agar kelak tidak tergelincir pada kekeliruan yang sama.

Tapi lihatlah, Bagaimana cara Rasulullah mengingatkan Fatimah. Tanpa perlu


mengumbar kemarahan apalagi melakukan kekerasan. Cukup dengan menampakkan
wajah tidak suka Fatimah sudah bisa menyadari kekeliruannya, kepekaan Fatimah jelas
tidak terjadi begitu saja. Rasulullah sudah membentuknya sejak kecil sehingga saat
Fatimah dewasa kepekaan itu menjadi hal yang otomatis muncul saat ada kekeliruan yang
ia lakukan.

Bagaimana Rasulullah bisa membentuknya? Dengan memberikan peringatan


kepada anak-anaknya sedari kecil, perihal mana hal yang buruk dan mana hal yang baik.

70 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal.29.


Dengan begitu, sedikit demi sedikit kepekaan itu akan terbentuk 71. Saat sang anak sudah
mulai tahu, bahwa ini boleh dan itu tidak boleh, maka orang tua harus terus membiasakan
anak, agar pengetahuan itu melebur menjadi sebuah kebiasaan. Disaat pengetahuan sudah
lebur menjadi kebiasaan, di sanalah kepekaan itu akan tumbuh.

Sekalipun Rasulullah sangat menyayangi sang anak, namun apabila anaknya tersebut
melakukan kesalahan, Rasulullah tetap akan menghukumnya dengan tegas. Ketegasan ini
pernah disampaikan Rasulullah Dalam sebuah hadis:

“Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari


Bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang bisa
melobi Rasulullah Saw?” Mereka pun menjawab, “Tidak ada yang berani kecuali
Usamah bin Zaid yang dicintai Rasulullah Saw.” Maka Usaman pun berkata (melobi)
Rasulullah Saw (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman
potong tangan). Rasulullah Saw kemudian bersabda, “Apakah engkau memberi syafa'at
(pertolongan) berkaitan dengam hukum Allah?” Lalu beliau berdiri dan berkata “Wahai
manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada
orang yang mulia72 (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka
biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah atau rakyat
biasa, maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah sungguh jika
Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR.
Bukhari)

Ketegasan inilah yang membuat anak-anak Rasulullah tidak berani melampaui batas
hukum Islam. Sudah tertancap kuat dalam jiwa anak-anak Rasulullah bahwa kebenaran
Allah memang harus ditegakkan. Tak ada jaminan karena mereka anak dari seorang nabi
lantas mereka bisa selamat dari hukuman. Itu artinya, nilai 73 keadilan sudah menancap
kuat dalam diri anak-anak Rasulullah Saw.

Sekalipun Hasan dan Husein masih kecil, jika mereka melakukan kesalahan
Rasulullah pun akan mengingatkannya. Pernah suatu hari, Rasulullah sedang membagi-

71 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal.30.

72 Azizah Helmi, hal.31.

73 Azizah Helmi, hal.32.


bagikan kurma sedekah, tiba-tiba Hasan mendekat, lalu memungut sebutir kurma dan
segera menyuapnya. Tapi Rasulullah berhasil menahannya lebih cepat, kurma yang sudah
berada di rahang Hasan itu diambilnya seraya berkata, “Apa kamu tidak tahu, kita ini
Ahlul Bait yang tidak halal makan sedekah?”

Berdasarkan kisah tadi Rasulullah mengajarkan kita agar mampu melarang bahkan
memaksanya untuk menghentikan perbuatan yang salah. Tidak luluh oleh sekedar
tangisan, tidak runtuh oleh rengekan yang kalau memang apabila melakukan sebuah
kesalahan maka harus dihentikan. Dengan pola pendidikan seperti ini tidak usah lagi kita
meragukan hasilnya, lihat saja biografi Hasan dan jumpai sosok tokoh seantaro dunia
Islam yang bahkan sempat menjadi orang nomor satu di negeri islam.

Begitulah Rasulullah Saw mengingatkan anak-anaknya juga cucu-cucunya tentang


berbagai macam nilai kehidupan sebab bersikap dengan sikap yang mengandung nilai-
nilai kebenaran dan kearifan adalah bentuk dari pengabdian kepada Allah Swt. Terlebih
soal haqqul Adamy dan agama, Rasulullah memberikan peringatan keras pada
keluarganya tidak terkecuali anak-anaknya juga para sahabatnya untuk berhati-hati dan
tidak menyepelekannya.

 Senantiasa Menebar Cinta dan Kasih Sayang


Betapa besar cinta kasih Fatimah kepada Rasulullah, kerabat, dan kaum muslimin
yang telah tercatat sejarah. Demikian juga cinta kasih ketiga anak Rasulullah lainnya. 74
Tidaklah mungkin, seorang anak memiliki jiwa kasih sayang yang sangat tinggi jika tidak
ada peran penting dari kedua orang tuanya. Ya, Rasulullah mendidik Fatimah dan para
saudaranya untuk menyayangi siapapun sepanjang hidup mereka, bahkan Rasulullah
memberikan teladan secara langsung kepada mereka, sekalipun seorang musuh namun ia
tetaplah manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan penuh kasih sayang. Juga
pada orang-orang yang membenci, menyakiti, bahkan mengancam hidupnya Rasulullah
selalu membalas perbuatan mereka dengan perbuatan baik dan penuh kasih sayang.
Teladan ini disaksikan langsung oleh anak-anak Rasulullah bukan hanya sekedar
teori. Rasulullah benar-benar menebar kasih sayang kepada siapapun, saat hijrah ke
Madinah, Fatimah dan Ummi Kultsum melihat secara langsung bagaimana ayah mereka
74 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal.33.
memperlakukan Kaum Anshar dengan penuh kasih sayang. Kaum Anshar pun membalas
kasih sayang Rasulullah dengan penyambutan dan perlakuan yang sangat bersahabat.
Cara-cara lembut dan penuh kasih sayang seperti inilah yang membuat dakwah
Rasulullah bisa diterima dengan baik sehingga Islam menyebar dengan pesat di Madinah.
Tak heran begitu banyak orang yang mencintai dan mengagumi kesabaran serta
kelembutan hatinya. Sikap dan akhlak Rasulullah ini dilihat langsung oleh anak-anaknya
sejak kecil, maka tak heran jika anak-anak Rasulullah pun mengikuti apa yang sudah
dilakukan ayahnya tersebut. Hasilnya, kelembutan dan kasih sayang pun tumbuh dan
mengakar kuat di hati anak-anak Rasulullah.
Rasulullah mempunyai kebiasaan mencium putra-putrinya, perilaku Rasulullah itu
sangat bertolak belakang dengan tradisi bangsa Arab yang kaku dan keras. Dalam
masyarakat Arab bukanlah hal yang biasa dilakukan seorang lelaki menunjukkan kasih
sayangnya secara terbuka kepada75 anak-anak mereka, walaupun anak-anak mereka masih
kecil. Begitulah Rasulullah menanamkan kasih sayang dalam diri anak-anaknya. Selain
melalui nasihat dan ilmu, Rasulullah pun mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-
hari.76
 Mendedikasikan diri secara total pada Islam
Rasulullah juga menanamkan prinsip totalitas mendedikasikan diri untuk Islam pada
anak-anaknya. Sebab pendidikan ini sangatlah krusial. Mengabdi pada Islam, berarti
mengabdi pada Allah. Anak-anak Rasulullah sangat total mengabdi pada Islam.77
 Tidak mengekang anak-anak dalam bermain

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi
Nabi Saw. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku, ketika
Rasulullah Saw masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau
menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.”
(HR. Bukhari).

Maksud hadis di atas adalah bahwa Rasulullah membiarkan Aisyah bermain, tidak
mengekang dengan suatu apapun. Sebab Rasulullah memahami bahwa bermain boneka
75 Azizah Helmi. Mendidik Buah Hati Ala Rasulullah, hal.34.

76 Azizah Helmi, hal.35.

77 Azizah Helmi, hal.36.


adalah kebiasaan wanita, cara Rasulullah mendidik yaitu dengan tidak selalu mengekang.
Beliau suka melihat anak-anak bermain sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang
diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a “Pada suatu hari aku melayani Rasulullah. Setelah
tugasku selesai aku berkata dalam hati, “Rasulullah sedang istirahat siang” akhirnya aku
keluar ke tempat anak-anak bermain. Aku menyaksikan mereka sedang bermain, tidak
lama kemudian Rasulullah datang seraya mengucapkan salam kepada anak-anak yang
sedang bermain. Beliau lalu memanggil dan menyuruhku untuk suatu keperluan, aku pun
segera pergi untuk menunaikannya. Sedangkan beliau duduk di bawah sebuah pohon
hingga aku kembali.” (HR. Ahmad).

 Mengajarkan ilmu agama sejak dini

Nabi Muhammad Saw juga mengajarkan ilmu agama kepada anak semenjak dini
sebab jika anak tidak dididik agama sejak kecil maka bisa saja ia terpengaruh pergaulan
dan menjadi salah langkah, ilmu agama yang diajarkan oleh Rasulullah kepada anaknya
tentu sangat luas tetapi semua itu diajarkan secara bertahap.

 Mengerjakan shalat

Rasulullah Saw bersabda: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk salat ketika


mereka berusia 7 tahun dan pukulah mereka jika enggan melakukannya pada usia 10
tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad).78

Ajaklah anak-anak, terutama anak lelaki untuk sholat berjama’ah di mesjid. Bila
ayah bekerja dari pagi sampai sore, maka ayah dapat membiasakan anak sholat
berjama’ah di mesjid pada sholat maghrib, isya dan subuh. Kalaupun ayah sangat sibuk
sehingga selepas isya baru pulang kerumah maka ajaklah anak sholat subuh berjama’ah.
Bila masih tidak memungkinkan maka usahakanlah mengajak anak saat hari libur seperti
hari sabtu dan minggu. Namun jika masih tidak bisa juga lalu apalagi yang tersisa dari
seorang ayah untuk bisa mengajarkan anaknya sholat berjama’ah?79

 Mengajarkan berpuasa

78 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal.73.

79 Wendi Zaman, Ternyata Menididk Anak Cara Rasulullah Mudah & Efektif. Jakarta Selatan: PT. Kawan Pustaka, 2017, hal. 248.
Diriwayatkan dari Ar-Rubayyi' bintu Mu'awwidz, salah satu perempuan sholehah
sahabat Rasul. Ia berkata: “Kami menyuruh puasa anak-anak kami. Kami buatkan untuk
mereka mainan dari perca. Jika mereka menangis karena lapar kami berikan mainan itu
kepadanya hingga tiba waktu berbuka.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)80

Ibnu Qudamah menjelaskan perkataan Imam Al-Khirani “Kalau anak berumur


sepuluh tahun dan sudah mampu berpuasa maka ia harus diperintahkan untuk
melakukannya”. Beliau mengatakan. “Artinya, sang anak diharuskan berpuasa dan
dipukul bila meninggalkannya. Hal ini ditujuan sebagai pembiasaan dan latihan,
sebagaimana dia diperintahkan sholat dan disuruh melakukannya (sejak usia dini).”

Dari pernyataan Ibnu Qudamah dapat kita ambil pelajaran bahwa anak kecil
diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana ia diperitahkan untuk sholat. Sebagian ulama
juga menyatakan pendapat demikian meski mereka berbeda pandangan dalam hitungan
usia anak mulai diperintah untuk mengerjakan perintah-perintah syariat tersebut.81

 Mengajarkan doa-doa harian

Rasulullah Saw selalu membiasakan kepada anak-anaknya untuk rutin membaca doa
harian. Misalnya doa bercermin, doa keluar masuk toilet, doa sebelum dan sesudah makan,
doa keluar rumah dan sebagainya ini penting agar diri kita senantiasa dijaga oleh Allah
ta'ala dan terlindungi dari bahaya.82

Maka tugas orang tua adalah mengajarkan dzikir dan doa kepada anak karena dapat
membentengi anak dari tipu daya setan, oleh karena itu orang tua harus memantau
pengamalan dzikir dan doa anak serta memotivasi anak untuk menghafalnya. Untuk
memotivasi anak dapat diawali dengan memberi pengetian kepada anak bahwa jin dan
setan selalu bersama manusia dimanapun manusia berada.83

 Mengajarkan Anak untuk Berbakti Kepada Orang Tua

80 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting, hal.74.

81 Mohammad Wifaqul Idaini, Wasiat Rasulullah tentang Anak. Yogyakarta: Araska Publisher, 2019, hal. 88.

82 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting, hal.74.

83 Adnan Hasan Shalih Baharits. Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal. 248
Terkadang anak ingin menyenangkan kedua orang tuanya dan berbakti kepadanya,
namun mereka tidak mengetahui bagaiamana caranya berbakti. Oleh karena itu, kedua
orang tua harus menjelaskan kepada anak-anak mereka tentang bentuk-bentuk bakti
kepada orang tua. Telah menjelaskan oleh para ulama bahwa bakti adalah kumpulan
kebaikan yang dilakukan anak untuk kedua orang tua agar menghadirkan kebahagiaan
kepada keduanya dan tidak melakukan segala hal yang dapat menyakiti dan membuat
sedih hati kedua orang tua.84

Diantara faktor yang mendorong anak-anak berbakti kepada orang tua adalah
membiasakan mereka patuh dan taat kepada keduanya. Ketaatan mereka bukan dengan
cara kekerasan atau dimanja, tetapi dengan cara menanamkan niai-nilai yang luhur di
dalam jiwa mereka.85 Jika kedua orang tuanya benar-benar membiasakan anak-anaknya
berbakti dan taat, maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan ketaatan dan
senang berbakti kepadanya. Mereka tampak gembira jika keduanya dalam keadaan
bergembira dan mereka tampak susah,86 apabila keduanya dalam keadaan susah mereka
akan segera minta maaf dan minta kerelaannya jika melakukan perbuatan atau
mengatakan ucapan yang menjadikan keduanya marah.87

Nabi Saw selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang keutamaan berbakti


kepada orang tua. Diriwayatkam oleh Aisyah r.a: “Aku tidak pernah melihat seseorang
yang lebih mirip dengan Nabi Saw dalam cara bicara maupun duduk daripada Fatimah.”
Aisyah berkata lagi, “Biasanya apabila Nabi Saw melihat Fatimah datang beliau
mengucapkan selamat datang padanya, lalu berdiri menyambutnya dan menciumnya
Kemudian beliau menggamit tangannya hingga beliau dudukan Fatimah di tempat88
duduk beliau. Begitu pula apabila Nabi Saw datang padanya maka Fatimah mengucapkan
selamat datang pada beliau kemudian berdiri menyambutnya, menggandeng tangannya
lalu menciumnya.” (Disahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani).

 Berlaku Adil Kepada Anak Perempuan dan Laki-laki

84 As’ad Karim al-Faqi, Agar anak tidak durhaka. Jakarta: Gema Insani, 2005, hal. 69.

85 As’ad Karim al-Faqi, hal. 134.

86 As’ad Karim al-Faqi, hal. 135.

87 As’ad Karim al-Faqi, hal. 136.

88 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal.74.


Rasulullah Saw tidak pernah membeda-bedakan antara anak laki-laki dan
perempuan. Bukan berarti anak laki-laki derajatnya lebih tinggi dari perempuan ataupun
sebaliknya. Dalam suatu hadis dijelaskan: dari Nu'man bin Basyir, Beliau pernah datang
kepada Rasulullah lalu berkata, “Sungguh aku telah memberikan sesuatu kepada anak
laki-lakiku yang dari amarah binti Rawwahah, lalu amarah menyuruhku untuk
menghadap kepadamu agar engkau menyaksikannya, Ya Rasulullah. “Lalu Rasulullah
bertanya, “Apakah engkau juga memberikan hal yang sama kepada anak-anakmu yang
lain?” Ia menjawab, “Tidak. “Rasulullah bersabda” bertakwalah kamu kepada Allah dan
berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu “Nu'man pun mencabut kembali
pemberiannya.” (HR. Bukhari).

 Mendidik dengan Akhlak Mulia

Kebaikan seseorang dinilai dari 2 hal yakni agama dan akhlaknya. Rasulullah Saw
adalah manusia yang paling baik akhlaknya di muka bumi ini. Beliau diutus untuk
memperbaiki perilaku manusia oleh karena itu beliau selalu mengajarkan nilai-nilai
kebaikan kepada89 anak-anaknya. Rasulullah Saw, bersabda: “Sesungguhnya aku diutus
hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”

Sejak kecil anak harus diajarkan, dibiasakan dan dikondisikan melakukan perilaku
yang baik, jika seorang anak terbiasa melakukan perilaku buruk hingga ia besar, maka
akan susah meluruskannya. Artinya, pentingnya penanaman akhlak kepada anak dimulai
sedini mungkin dan seyogianya dilakukan oleh setiap orang tua. Jangan biarkan anak
tanpa pendidikan akhlak dan moral. Rasulullah bersabda: “Muliakanlah anak-anakmu dan
perbaikilah akhlak mereka.” (HR Ibnu Majah)

Adapun cara menanamkan akhlak mulia dalam diri anak sejak dini yang bisa orang
tua lakukan:

1. Memberikan contoh akhlak yang baik, pengajaran yang terbaik untuk anak adalah
melihat dan mencontoh. Orang paling pertama yang akan dicontoh anak adalah
orang terdekatnya yaitu keluarganya.

89 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal.75.


2. Kenalkan tentang perilaku baik kepada anak sejak dini, berbagai akhlak mulia
bisa diajarkan dengan mengenalkan kepadanya seperti adab dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Kenalkan tentang perilaku buruk kepada anak sejak dini, selain perilaku baik.
Anak juga perlu kita beri tahu tentang perilaku buruk yang jangan dicontoh dan
dilakukan oleh anak.
4. Berikan apresiasi jika anak melakukan kebaikan, memberi apresiasi dapat berupa
pujian, hadiah atau senyum indah. Dengan adanya apresiasi anak akan merasa
dihargai dan dianggap ada keberadaannya, apabila ia melakukan kebaikan ia akan
berpikir akan diberikan respon yang positif dari orang tua sehingga ia termotivasi
ingin selalu berbuat baik.90
5. Tegur dan ingatkan anak secara baik-baik jika ia melakukan kesalahan, ketika
anak melakukan kesalahan maka tugas orang tua adalah menegur dan
mengingatkan ia dengan cara yang baik-baik, jangan sampai membentak, memaki,
memukul bahkan mengancam anak karena ketika ia telah melakukan kesalahan
yang ia perlukan adalah orang yang mengingatkannya dengan penuh cinta dan
kasih sayang.
6. Sabar dan konsistenlah dalam menanamkan akhlak mulia pada anak, membentuk
dan menanamkan akhlak mulia dalam diri anak tidak bisa dilakukan dalam waktu
sehari atau dua hari. Perlu proses yang panjang untuk mendapatkan hasil terbaik,
karena itu kesabaran dan konsisten dari para orang tua sangat diperlukan.91
 Mengajarkan Cara Berpakaian Sesuai Syariat

Rasul juga memberikan pendidikan tentang bagaimana menjadi muslimah yang baik
dengan cara berpakaian secara Islami bagi anak perempuan. Yakni mengenalkan pakaian
longgar dan berjilbab syar'i. “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali,
karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah maha pengampun lagi maha
penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)

90 Marisa Humaira. Membangun Karakter dan Melejitkan Potensi Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019, hal.34.

91 Marisa Humaira. Membangun Karakter dan Melejitkan Potensi Anak.hal35.


Diriwayatkan dari Aisyah: bahwa Asma bin Abi bakar menemui Rasulullah dengan
kondisi berpakaian pendek, maka berpalinglah Rasulullah saya berkata, “Wahai Asma’,
sesungguhnya wanita apabila telah baligh tidak pantas terlihat kecuali ini dan ini (beliau
menunjuk wakah dan kedua telapak tangannya).” (HR. Abu Daud)

 Adab berpakaian bagi laki-laki:


1. Berpakaian untuk kebersihan dan kebutuhan.
2. Berpakaian sewajarnya dan tidak berlebihan.
3. Tidak menyerupai perempuan.
4. Pakaian tidak berbahan sutra.
5. Tidak memakai perhiasan emas.
6. Tidak memakai pakaian yang memberikan gambaran bentuk tubuh atau
memperlihatkannya.
7. Hendaknya panjang pakaian tidak melebihi kedua mata kaki.
 Adab berpakaian bagi perempuan:
1. Menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
2. Tidak untuk mengundang syahwat kaum laki-laki.
3. Tidak mengenakan pakaian yang tembus pandang.92
4. Tidak memakai pakaian ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh.
5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
6. Tidak menyerupai pakaian “Khas” orang kafir atau orang fasik.
7. Memakai busana bukan untuk mencari popularitas, berbangga diri dan
pamer.93
 Mengajarkan Batasan Pergaulan Antara Perempuan dan Laki-laki

Cara Nabi Muhammad Saw mendidik anak juga meliputi pergaulan. Beliau
mengajarkan tentang batasan-batasan berteman antara laki-laki dan perempuan
tentang94pentingnya menjaga pandangan, tentang besarnya dosa zina dan sebagainya.95

92 Tim Duta, Pasti Bisa. Jakarta: Penerbit Duta,2014, hal 52.

93 Tim Duta, Pasti Bisa, hal 54.

94 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal.76.

95 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal.76.


Terutama pada saat anak menjelang usia balig (10-14 tahun) atau bahasa lainnya
adalah murahiq yakni sebutan bagi anak yang memasuki awal remaja. Perkembangan
pada masa ini masih mengembangkan kapasitas intelektualnya, secara sosial sudah ada
ketertarikan dengan lawan jenis dan terdorong untuk melakukan sosialisasi dengan lwan
jenis. Pada tahap ini anak memasuki fase kecenderungan menyukai lawan jenis.
Pentingnya peran orang tua dalam memberikan pemahaman dan pengertian di fase
tersebut. Untuk dapat menjelaskannya orang tua harus menjadi teman bahkan sahabat
agar anak dapat terbuka dan mau bercerita. Pada fase ini, informasi yang dapat diberikan
kepada anak adalah mengenai pendidikan seks dan mengajarkan etika dalam melakukan
kehidupan sosial, perlu orang tua tau bahwa pendidikan seks bukanlah hal yang tabu
untuk diajarkan kepada anak karena pentingnya pendidikan seks bagi anak adalah agar
dapat mengetahui batasan-batasan dalam pergaulannya, serta menghargai dan menjaga
fisiknya (tubuh).96

 Mengajarkan Pekerjaan Rumah Tangga untuk Anak Perempuan

Dalam mendidik anak perempuan, Nabi Muhammad Saw mengajarkan perihal


pekerjaan rumah seperti memasak mencuci pakaian dan bersih-bersih rumah. Ini juga
penting dalam Islam sebab bagaimanapun juga kodrat wanita dalam islam adalah menjadi
istri bukan mencari nafkah untuk keluarga. Maka itu, semenjak kecil anak harus
dibiasakan dengan pekerjaan rumah, sedikit demi sedikit hingga kelak ia telah dipinang
oleh laki-laki maka ia sudah siap menjalani kewajibannya.

 Mengajarkan Azan untuk Anak Laki-laki

Rasulullah bersabda: “Alangkah baiknya suara anak remaja yang baru ku dengar
suaranya ini. Sekarang pergilah kamu dan jadilah juru azan buat penduduk Mekah”.
Beliau bersabda demikian seraya mengusap ubun-ubun Abu Mahdzurah, Kemudian
beliau mengajarinya azan dan bersabda kepadanya: Tentu engkau sudah hafal bukan?
Abu Mahdzurah tidak mencukur rambutnya karena Rasulullah waktu itu mengusapnya.”
(HR. Ahmad, Musnadul Makkiyah).

 Mengayomi dengan Baik


96 Dr. Aas Siti Sholichah, M. Pd. Pendidikan Karakter Anak Pra Akil Balig Berbasis Al-Qur’an. Jawa Tengah: PT. Nasya Expanding Management, 2020, hal. 242.
Nabi Muhammad Saw selalu mengayomi anak-anaknya. Khususnya anak perempuan
sebab perempuan cenderung lemah dan membutuhkan perlindungan, 97mengayomi di sini
berarti memberikan perhatian, menjaga dan merawat dengan baik hingga anak tumbuh
dewasa. “Barang siapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa. Maka ia
akan datang pada hari kiamat bersamaku.” Kemudian Anas bin Malik berkata: “Nabi
menggabungkan jari-jari jemari beliau.” (HR. Muslim)

 Bersikap Lemah Lembut Terhadap Anak

Walaupun Nabi Saw adalah pemimpin umat muslim yang tegas. Namun beliau tidak
pernah sombong ataupun bersikap semena-mena terhadap keluarganya. Beliau justru
menunjukkan akhlak yang baik dan lemah lembut. Kepada anak-anaknya nabi Muhammad
Saw sering memanggil mereka dengan sebutan yang indah, menggendong dan mengusap
kepala mereka.

 Mencintai dan Bergantung pada Allah

Rasulullah bersabda: “Nak, Aku akan memberimu beberapa pelajaran: Peliharalah


Allah niscaya Dia akan balas memeliharamu, peliharalah Allah, niscaya kamu akan
menjumpaihNya dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kami
meminta pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya andaikata
manusia bersatu padu untuk memberimu suatu manfaat kepadamu niscaya mereka tidak
akan dapat memberikannya kepadamu, Kecuali mereka telah ditakdirkan oleh Allah
untukmu.”98

 Tidak Memisahkan Anak dan Ibunya

Rasulullah bersabda. “Barang siaap memisahkan antara seorang ibu dan anaknya,
niscaya Allah akan memisahkan antara dia dan orang-orang yang dicintainya pada hari
kiamat.” (HR. Tirmidzi).

 Memberikan Hadiah

97 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020,hal.77.

98 Ahmad Abi, Al-Musabih. Smartfrencare Islamic Parenting. Yogyakarta: Araska, 2020, hal.78.
Rasulullah pernah memberikan Abdullah, Ubaidillah dan sejumlah anak-anak
pamannya. Al-Anbas dalam suatu barisan Kemudian beliau bersabda: “Siapa yang paling
dahulu sampai kepadaku dia akan mendapatkan hadiah ini, Mereka pun berlomba lari
menuju tempat Rasulullah berada. Setelah mereka sampai di tempat beliau ada yang
memeluk punggung dan ada pula yang memeluk dada beliau. Rasulullah menciumi mereka
semua serta menepati janji kepada mereka.” (Majmu'uz Zawaid). 99

Demikianlah beberapa cara Nabi Muhammad mendidik anak-anaknya. Semoga kita


bisa mencontoh beliau sebab beliau adalah sebaik-baiknya suri tauladan bagi manusia di
seluruh muka bumi.

MENDIDIK ANAK ALA RASULULLAH

 Usia 0-6 tahun: seperti seorang raja, dilayani layaknya seorang raja, fase pengasuhan ibu
lebih dominan.
 Usia 7-14 tahun: seperti seorang tawanan, ajarkan ia tentang kedisiplinan dan
tanggungjawab, fase pengasuhan sesuai gender. Anak laki-laki dekatkan dengan
ayahnya, anak perempuan dekatkan dengan ibunya.
 Usia 15-21 tahun: seperti seorang sahabat, fase pengasuhan dibalik. Anak perempuan
dekatkan dengan ayahnya, anak laki-laki dekatkan dengan ibunya.

99 Ahmad Abi, Al-Musabih, hal.79.


 Usia 21 tahun keatas: kepercayaan dan kebebasan dengan tetap peran orang tua dalam
memberikan nasihat dan masukan kepada anak.

Anda mungkin juga menyukai